Anda di halaman 1dari 16

Nama/Nim : Muhammad Givary Diraga

Kelas : Akuntansi – 4D

Judul : Akuntansi Musyarakah

Sumber :

- Wiroso. 2011. Produk Perbankan Syariah. Jakarta. LPFE Usakti


- Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. PSAK Syariah – PSAK 106.
- Dewan Syariah Nasional MUI. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000.
- Dewan Syariah Nasional MUI. 2008. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008.

1. Pendahuluan

Di era yang serba terbuka seperti saat ini, kegiatan berbisnis merupakan salah satu
aktivitas terpenting yang ada di zaman ini. Tanpa adanya bisnis, perputaran ekonomi di sebuah
kawasan atau daerah atau mungkin sebuah negara pasti tidak akan berjalan. Salah satu kegiatan
bisnis yang dilakukan ialah dengan berinvestasi. Saat ini, banyak sekali orang yang menanamkan
modalnya di sebuah tempat atau perusahaan dan juga di sebuah proyek.

Kegiatan-kegiatan tersebut jugalah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan


syariah seperti bank syariah di dalam menghimpun dananya dari masyarakat. Salah satu produk
dari investasi ini ialah akad musyarakah. Musyarakah ini diketahui jugga merupakan salah satu
akad kerjasama yang dilakukan selain akad Mudharabah. Dan pada nyatanya, kedua akad
tersebut merupakan dua bentuk akad yang berbeda.

2. Pembahasan

a. Artikel

Pengertian dan rukun Musyarakah

Dilansir dari Glossari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai


pengertian musyarakah ialah Musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal)
dengen ketentuan bahwa keuntungan dan risiko (kerugian) akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.

Di dalam musyarakah ini juga terdapat istilah yang dinamakan mitra aktif dan
mitra pasif. Adapun definisi dari kedua mitra tersebut ialah, Mitra aktif adalah mitra yang
mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama
mitra tersebut. Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.

Lalu, adapun rukun dari musyarakah ini ialah :

1. Pihak yang berakad


2. Obyek akad / proyek atau usaha (modal dan kerja)
3. Shighat / Ijab Qabul

Jenis dan Alur Transaksi Musyarakah

Musyarakah sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu musyarakah permanen dan
musyarakah menurun.

1. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap


mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
2. Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisha adalah musyarakah dengan
ketentuan bagian dana mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya
sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain
tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut

Adapun alur dari akad musyarakah ini ialah :

1. Misalkan di dalam suatu proyek, sesuai kesepakatan Bank Syariah X akan


menyerahkan modal sebesar 70 % dari nilai proyeknya dan dalam hal ini si
nasabah memberikan kontribusi modal sebesar 30% dari nilai proyek. Pada
prinsipnya dalam usaha ini, masing-masing pemodal, baik bank syariah maupun
nasabah melakukan pengelolaan usaha secara bersama-sama. Apakah haknya
dipergunakan atau tidak merupakan haknya masing-masing pemodal. Jika
pemodal tidak mempergunakan haknya untuk ikut mengelola usaha (hanya setor
modal saja) – ini yang disebut dengan mitra pasif. Sedangkan pemodal selain
memberikan kontribusi modal juga mengelola usaha, disebut dengan mitra pasif.
2. Pembagian hasil usaha dilakukan sesuai nisbah yang disepakati diawal akad.
Besarnya nisbah tidak harus sama dengan besarnya kontribusi modal yang
diberikan dalam usaha tersebut, karena dimungkinkan pemodal / mitra yang satu
memiliki keahlian lebih dibandingkan yang lain. Sedangkan kerugian yang
dialami dalam usaha tersebut dibagi kepada masing-masing mitra / pemodal
sesuai besarnya kontribusi modal yang diserahkan dalam usaha tersebut. Dalam
contoh diatas kerugian ditanggung oleh Bank Syariah X sebesar 70% dan yang
ditanggung oleh nasabah ialah sebesar sisanya atau sebesar 30%
3. Pengembalian modal musyarakah dilakukan sesuai kesepakatan. Jika salah satu
mitra / pemodal melakukan sebagian modal musyarakah kepada mitra / pemodal
yang lain secara bertahap sehingga pada akhir akad seluruh kepemilikan modal
musyarakah menjadi milik salah satu mitra, disebut dengan musyarakah menurun.
Jika porsi modal tetap sampai berakhirnya akad musyarakah disebut dengan
musyarakah permanen.

Unsur-unsur Musyarakah

1. Modal

Berikut ini rincian peraturan yang mengendalikan operasi dana serta rincian
pemeliharaan dana :

a) Surat Kuasa dan Disposisi Dana.


Hal Ini membuktikan bahwa ada salah satu mitra yang mempunyai
wewenang untuk mengatur aset mitra lainnya. Setiap pemilik modal boleh
menguasakan (memberikan wewenang) kepada pemilik modal yang lain/rekan
untuk mengatur/menginvestasikan asetnya dan si penerima wewenang juga
bisa dijadikan sebagai pekerja dalam aktivitas Musyarakah selama tidak
terjadi pelanggaran atau kelalaian. Masing-masing pemilik modal dilarang
untuk menggunakan atau menginvestasikan sendiri modalnya demi
kepentingan pribadi.
b) Tanpa Jaminan Modal
Tak satupun para mitra berhak menggaransikan modalnya kepada pemilik
modal/mitra yang lain, karena prinsip dasar Musyarakah adalah Al Gurm bil
Gunm (hak untuk mengembalikan berhubungan dengan resiko). Meskipun
demikian, pemilik modal diperbolehkan meminta pemilik modal yang lain
untuk memberikan jaminannya apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan.
c) Dalam akad Musyarakah tidak boleh dicantumkan bahwa porsi Bank Syariah
akan ditransfer kepada pemilik modal yang lain atau bertindak untuk
mewakilinya dengan meminta biaya historis. Umumnya, transfer
diperbolehkan asalkan didasari dengan nilai yang wajar pada saat transfer.

Ketentuan mengenai modal ini juga tertuang di dalam ialah Fatwa Dewan
Syariah Nasional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, pasal 3 yang berisi “Modal yang
diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat
terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, property, dan sebagainya.
Jika modal berbentuk aset, harus lebih dulu dinilai dengan tunai dan disepakati
oleh para mitra”

2. Pekerjaan

Adapun aturan umum secara syariahnya sebagai berikut :

a) Wakil dalam Syirkah


Setiap mitra bisa terlibat langsung dalam usaha syirkah tersebut atau bisa
menunjuk wakilnya untuk melaksanakan pekerjaannya.
b) Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan berhubungan dengan spesifikasi pekerjaan mitra dalam
syirkah, yakni berkaitan pula dengan tujuan (objective) dan aktivitasnya.
Setiap mitra harus perform melaksanakan pekerjaan yang tertuang dalam akad
tanpa membuat kelalaian atau pelanggaran.
c) Pengangkatan Karyawan
Para mitra dapat menunjuk para karyawan/pekerja untuk melaksanakan
pekerjaan yang tidak berada dalam lingkup pekerjaan mereka dan biayanya
akan ditanggung oleh syirkah namun jika seorang mitra mempekerjakan
pegawai untuk melakukan sebagian pekerjaan yang semula diserahkan
kepadanya, biaya pekerjaan bersangkutan akan ditanggung olehnya mengingat
syirkah di kontrak atas dasar dana dan pekerjaan bersama-sama dan
keuntungan yang diperoleh adalah hasil daripadanya.
d) Pinjaman, Pembiayaan, Hibah, dan Sumbangan Sosial
Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama syirkah atau memberikan
pembiayaan kepada pihak ketiga dari dana syirkah, atau memberikan
sumbangan (donate) atau memberikan hibah/bantuan (grant money) kecuali
setelah mendapatkan persetujuan para mitra lainnya.
Ketentuan mengenai modal ini juga tertuang di dalam ialah Fatwa Dewan
Syariah Nasional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tepatnya di dalam pasal 3.

Keuntungan atau kerugian

Beberapa hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian mudharabah


(AAOIFI, 2000) adalah :

a) Aturan Umum Keuntungan, diantaranya :


1) Keuntungan harus diketahui jumlahnya (quantifiable)
2) Setiap keuntungan mitra (pemilik modal) harus dibagi secara
proporsional dari keseluruhan keuntungan
b) Aturan alokasi keuntungan bagi para pemilik modal, diantaranya :
1) Keuntungan harus dibagikan kepada setiap pemilik modal secara
proporsional sesuai dengan kontibusi modal mereka, apakah jumlah
pembagian sama bagi pekerja atau tidak
2) Keuntungan dapat berbeda-beda di antara mereka apabila keuntungan
ini telah ditentukan dalam persyaratan kontrak.

Ketentuan mengenai modal ini juga tertuang di dalam ialah Fatwa Dewan
Syariah Nasional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tepatnya di dalam pasal 3.
Pengakhiran Akad

Umumnya, syirkah akan berakhir apabila salah satu mitra telah mencabut
membatalkan akad, atau apabila ia meninggal, atau apabila kewenangan hukumnya
telah hilang atau modal sirkah rugi. Dalam hal terjadinya kematian, maka salah satu
dari ahli warisnya apabila layak dapat menggantikan almarhum, asalkan ahli waris
pihak lainnya maupun mitra lainnya menyetujui hal ini. Hal ini juga akan terapkan
dalam hal salah satu pihak tersebut kehilangan kewenangannya (kemampuannya).

Musyarakah Mutanaqisah

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, terdapat variasi atau jenis dari akad
musyarakah ini, salah satunya ialah musyarakah mutanaqisah. Di dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional nomor 73/DSN-MUI/XI/2008, tertuang mengenai
pengertian dari akad ini, yakni Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau
Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Adapun alur
dari akad ini ialah

1. Ambil contoh misalkan terjadi perjanjian antara bank syariah dengan nasabah
dalam hal pembelian rumah. Antara Bank syariah dengan Nasabah sepakat untuk
memilik rumah yang dibeli bersama seharga Rp. X dimana bank syariah memiliki
kontribusi modal sebesar 50% dan begitupun nasabah yang memiliki kontribusi
modal 50% juga.
2. Lalu, diketahui juga rumah tersebut disewakan sebesar Rp. Y pertahun dan hasil
sewa dibagi dengan pembagian hasil usaha (nisbah) sebesar 60% untuk bank
syariah sebagai mitra 1 dan 40 % untuk nasabah sebagai mitra 2. Dalam
perhitungan harga sewa ini tidak perhitungan penyusutan sebagai harga pokok
karena sebagai penyewa adalah nasabahnya sendiri dan bank syariah tidak
menerima kembali obyek ijarah tersebut.
3. Dari pendapatan sewa tersebut berarti bank syariah mendapat hasil 60% x harga
sewa (Rp. Y) sedangkan nasabah memperoleh hasil 40% x harga sewa (Rp. Y)
4. Nah, pendapatan nasabah yang diperoleh dari hasil perolehan nisbah tersebut
dipergunakan untuk pengembalian modal bank syariah pada rumah tersebut,
sehingga sampai periode tertentu seluruh modal bank syariah sudah pindah ke
nasabah

b. Peraturan yang terkait

Peraturan yang digunakan di dalam akuntansi musyarakah ini ialah Fatwa Dewan Syariah
Nasional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Musyarakah, yang berisi :

1. Pernyataan ijab dan Kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut :
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad)
b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut :
a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil
c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis
normal
d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset
dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas
musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan
kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana
untuk kepentingannya sendiri
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a) Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus lebih dulu
dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
b) Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya,
dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi
dirinya
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan
wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja
harus dijelaskan dalam kontrak.
c) Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika
penghentian musyarakah
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang
ditetapkan bagi seorang mitra
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad
d) Kerugian
Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama
b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

c. PSAK
PSAK yang digunakan di dalam Akuntansi Musyarakah ini ialah PSAK 106. Cakupan
dari PSAK 106 ialah membahas mengenai karakteristik dari akuntansi musyarakah itu sendiri,
lalu juga membahas terkait dengan akuntansi untuk mitra aktifdan pasif yang masing-masing ada
ketentuannya mengenai aktivitas saat akad, selama akad dan pada akhir akad dan di akhir
paragraf juga diungkapkan mengenai penyajian dan pengakuan dari musyarakah ini, yang
didalamnya berisi :

Karakteristik

5. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha
tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru.
Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang
telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain.
6. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas.
7. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat
meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang
disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja adalah:
a) pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi,
manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau
b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
8. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang
disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
9. Keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas) atau sesuai nisbah
yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional
sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas).
10. Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam
akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk
dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan
yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnnya.
11. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati
dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang
disalurkan.
12. Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan
investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri

Pengakuan dan pengukuran

13. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan
bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat
catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut

Akuntansi untuk Mitra Aktif

Pada saat akad

14. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha
musyarakah.
15. Pengukuran investasi musyarakah:
a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai
selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset
musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah.
16. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah
penyusutan yang mencerminkan:
a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan
b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyerahan aset
nonkas untuk usaha musyarakah
17. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka
penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang
telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.
18. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat
diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra
musyarakah.
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai
investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama
masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan dikembalikan
kepada mitra pasif

Selama Akad

20. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di
akhir akad dinilai sebesar:
a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi
dengan kerugian (jika ada); atau
b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana
mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas
yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah
dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi
kerugian (jika ada)

Akhir Akad

22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra
pasif diakui sebagai kewajiban.

Pengakuan Hasil Usaha

23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya
sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan
pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi
hasil dan kewajiban.
24. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra
dan mengurangi nilai aset musyarakah.
25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka
kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif
atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah

Akuntansi Untuk Mitra Pasif

Pada Saat Akad

27. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas
kepada mitra aktif.
28. Pengukuran investasi musyarakah:
a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui
sebagai:
i. keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
ii. kerugian pada saat terjadinya.
29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan
akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan,
dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada).
30. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak
dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari
seluruh mitra

Selama Akad

31. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra
pasif di akhir akad dinilai sebesar:
a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
32. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana
mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk
usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif
dan kerugian (jika ada)

Pada Akhir Akad

33. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh
mitra aktif diakui sebagai piutang

Pengakuan Hasil Usaha

34. Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai
kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan
porsi dana

Penyajian

35. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan:
a) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima
dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
b) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur
dana syirkah temporer untuk;
c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur
ekuitas.
36. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan:
a) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai
investasi musyarakah;
b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan
pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari
investasi musyarakah
Pengakuan

37. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak
terbatas, pada:
a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah

3. Contoh soal

a. Transaksi

Diketahui Bank Syariah X melakukan transaksi dengan nasabah terkait dengan


pembangunan sebuah proyek. Diketahui pada tanggal 1 Juni 2010, bank syariah memiliki
kewajiban pembiayaan untuk proyek tersebut sebesar Rp50.000.000, ketentuan mengenai
kewajiban pembiayaan tersebut sebelumnya juga sudah disetujui baik oleh nasabah maupun bank
syariah itu sendiri. Lalu, pada tanggal 10 Juni 2010, bank syariah diketahui baru membayar
modal syirkah tersebut sebesar Rp25.000.000. Dari transaksi diatas, bagaimana jurnalnya?

Jawaban :

1/6 Kontra Komitmen Pembiayaan Musyarakah Rp50.000.000

Komitmen Pembiayaan Musyarakah Rp50.000.000

Jurnal tesebut dicatat untuk menggambarkan sejumlah komitmen bank syariah X di dalam
membiayai modal proyek tersebut (sesuai dengan porsi yang telah ditentukan sebelumnya)

10/6 Pembiayaan Musyarakah Rp25.000.000

Kas Rp25.000.000

Komitmen Pembiayaan Musyarakah Rp25.000.000

Kontra Komitmen Pembiayaan Musyarakah Rp25.000.000


Jurnal tersebut dicatat untuk menggambarkan pembiayaan yang sudah dilakukan oleh Bank
Syariah X, sekaligus mengurangi saldo dari jumlah komitmen pembiayaan musyarakah yang
dimiliki oleh Bank Syariah X.

b. Kasus

Diketahui CV XYZ memiliki mitra aktif dan mitra pasif. Pada periode sebelumnya,
diketahui laba sebesar Rp450.000.000 dan berdasarkan perjanjian, mitra aktif mendapatkan porsi
nisbah yang lebih besar dibandingkan dengan mitra pasif. Yakni 65% untuk mitra aktif dan 35%
untuk mitra pasif. Berapa laba yang akan dibagikan untuk masing-masing mitra?

Jawaban :

Mitra Aktif = Rp450.000.000 x 65% = Rp292.500.000

Mitra Pasif = Rp450.000.000 x 35% = Rp157.500.000

4. Kesimpulan

Musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengen ketentuan bahwa keuntungan
dan risiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Selain itu, di dalam
musyarakah ini juga dikenal mengenai pihak-pihak yang terkait yang dikenal sebagai mitra aktif
dan mitra pasif, dimana mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik
mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Sedangkan, mitra pasif
adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.

Lalu, sama seperti akad-akad lainnya, musyarakah ini juga memiliki rukun dan unsur-
unsur di dalamnya yang dalam hal ini semua bagian-bagian tersebut sudah diatur di dalam
peraturan terkait tepatnya di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK Syariah) tepatnya di dalam PSAK 106.

Anda mungkin juga menyukai