Kelas : Akuntansi – 4D
Sumber :
1. Pendahuluan
Seperti yang sudah diketahui, sebuah entitas seperti lembaga keuangan syariah atau bank
syariah pasti memiliki banyak kegiatan atau produk yang meliputi di dalamnya, salah satunya
ialah produk penyaluran dana kepada nasabah, yang salah satunya tercermin di dalam transaksi
ijarah. Transaksi ijarah ini bisa dikatakan sebagai transaksi yang lumayan berbeda dengan
transaksi penyaluran dana lainnya seperti investasi mudharabah dan musyarakah. Hal ini
dikarenakan konteksnya yang agak menyinggung tentang sewa sebuah aset.
Alur dari transaksi ijarah ini juga berbeda dengan alur transaksi penyaluran dana lainnya.
Dalam hal ini, Bank Syariah diperkenankan untuk menyewakan penggunaan manfaat atas aset
berwujud maupun tidak berwujud yang tentu hal ini sesuai dengan prinsip syariah dan diketahui
pula bahwa produk ijarah ini berbeda dengan produk yang ada di dalam lembaga keuangan
konvensional.
2. Pembahasan
a. Artikel
Pengertian dan rukun ijarah
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan
musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakannya.
1. Sewa Ijarah
Jika disimpulkan, di dalam sewa ijarah ini diakui dua jenis harga di
dalamnya yakni harga sewa dan harga pokok objek sewa.
a) Harga jual atau harga sewa, yaitu suatu harga tertentu yang
merupakan penjumlahan dari harga pokok sewa ditambah
keuntungan yang disepakati. Harga sewa inilah yang dibayar oleh
penyewa atau penggunaan manfaat.
b) Harga pokok obyek sewa, yaitu sesuatu yang telah dikeluarkan
sehubungan dengan obyek sewa tersebut antara lain beban
penyusutan (akibat dari pengurangan nilai Aktiva Ijarah) dan
beban pemeliharaan. Terkait dengan harga pokok objek sewa ini,
tidak seluruh harga pokok Ijarah tersebut dibebankan sekaligus
kepada penyewa, karena penyewa hanya memperoleh manfaat
sesuai jangka waktu sewanya. Yang menjadi harga pokok dari
harga sewa adalah biaya penyusutan dari obyek ijarah sesuai
dengan masa ekonomis manfaat obyek ijarah. Penyusutan ini
sendiri diatur sesuai dengan kebijakan bank atau sesuai dengan
kontrak Ijarah Muntahiyah Bitamlik sesuai masa sewanya.
i. Hibah
ii. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar sebanding dengan sisa cicilan
sewa atau harga yang disepakati
iii. Penjualan pada akhir masa Ijarah dengan pembayaran tertentu sebagai
referensi yang disepakati dalam akad
iv. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam
akad.
Ijarah Berlanjut
Ijarah jenis ini juga biasa dikenal dengan multijasa. Adapun klasifikasi
dari multijasa ini meliputi kebutuhan pendidikan, rumah sakit, wisata dan
keperluan pribadi lainnya. Ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan multijasa ini
ialah misalnya terdapat seorang mahasiswa yang ingin melanjutkan
pendidikannya ke jenjang S2, biaya yang dibutuhkan si mahasiswa ini sebesar
Rp100.000.000, dikarenakan nominalnya yang besar, mahasiswa ini tidak mampu
untuk membayarnya seorang diri. Pada akhirnya, mahasiswa ini mendatangi Bank
Syariah X untuk memenuhi kebutuhannya ini. Bank Syariah X ini kemudian
berhasil membayarkan nominal Rp100.000.000 ke kampus tujuan mahasiswa ini.
Dengan dibayarkannya nominal tersebut, secara otomatis Bank Syariah X ini
mendapatkan sebuah manfaat fasilitas pendidikan, yang mana manfaat atas
fasilitas pendidikan ini yang kemudian akan disewakan kepada mahasiswa
tersebut dengan akad ijarah multijasa.
Dari ilustrasi diatas dapat diketahui bahwasanya terjadi semacam jual beli
“manfaat” di dalamnya, dimana aset yang dimiliki oleh si Bank Syariah X ini
berupa aset tidak berwujud yakni berupa manfaat dari hasil transaksinya dengan
kampus, dan dalam hal ini Dengan disewakannya aset tersebut kepada mahasiswa
tersebut, maka manfaat tersebut akan menjadi milik mahasiswa tersebut. Dan
akan tidak mungkin jika mahasiswa tersebut dapat mengembalikan manfaat (aset
tidak berwujud) tersebut kepada Bank Syariah X, kecuali jika mahasiswa tersebut
bisa mengembalikan biaya sewa yang telah dilakukan oleh Bank Syariah X. Lebih
lanjut lagi, ketentuan mengenai multijasa ini diatur di dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
Yang dimaksud dengan jual dan Ijarah disini adalah pemilik obyek Ijarah
menjual asetnya kepada Bank Syariah, kemudian Bank Syariah menyewakan
obyek Ijarah yang telah menjadi miliknya kepada pihak lain. Dan dalam hal ini,
bank syariah tidak diperkenankan untuk menjual kembali atau menyewakan
kembali kepada pemilik obyek Ijarah (aset) yang sama.
Ketentuan mengenai Akuntansi Ijarah ini diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.
Selanjutnya, juga diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 27/DSN-
MUI/III/2002 mengenai ijarah muntahiyah bitamlik.
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor:
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
Selain ijarah muntahiyah bitamlik, ketentuan mengenai jenis ijarah lainnya seperti ijarah
berlanjut juga diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VII/2004,
yang berisi :
1. Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau
Kafalah.
2. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan
yang ada dalam Fatwa Ijarah.
3. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan
yang ada dalam Fatwa Kafalah.
4. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa
(ujrah) atau fee.
5. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal
bukan dalam bentuk prosentase.
c. PSAK
PSAK yang digunakan di dalam Akuntansi Ijarah ini ialah PSAK 107. Ruang lingkup
pada PSAK ini diterapkan untuk entitas yang menjalankan transaksi ijarah, selain itu PSAK ini
juga mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah, namun
tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad ijarah (Pasal 3). Adapun PSAK ini berisi :
Karakteristik
5. Ijarah merupakan sewa menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat
yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan
kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
6. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa,
dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika akad ijarah telah berakhir atau
diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad
terpisah secara:
a) hibah;
b) penjualan sebelum akhir masa akad;
c) penjualan pada akhir masa akad;
d) penjualan secara bertahap.
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk
menghindari risiko kerugian.
8. Spesifikasi obyek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis, harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad.
Biaya perolehan
9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset
Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortiasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis
selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah.
Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat
dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik
selama 5 tahun. Dengan demikian, umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16:
Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak
Berwujud.
14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah
diserahkan kepada penyewa.
15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir
periode pelaporan.
16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
a) biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya; dan
b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan
pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya
perbaikan obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b)
ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-
masing atas obyek ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut
dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik.
Perpindahan kepemilikan
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
b) penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga jual dan
jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
d) penjualan secara bertahap, maka:
i. selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang
telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; dan
ii. bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak
lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
Beban
20. Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah
diterima.
22. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan
penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
23. Biaya pemeliharaan obyek ijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui
penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan
kepemilikan obyek ijarah.
Perpindahan kepemilikan
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek
ijarah yang diterima;
b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
d) pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar.
Jual-dan-Ijarah
25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling
bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
26. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada lain dan kemudian menyewanya
kembali, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode
terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi
penyewa.
27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat
diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.
Ijarah-Lanjut
28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang
sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan
akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam Pernyataan ini.
29. Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa-lanjutkan, maka entitas
mengakui sebagai beban ijarah (sewa) tangguhan untuk pembayaran ijarah jangka
panjang dan sebagai beban ijarah (sewa) untuk sewa jangka pendek.
30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai
penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi
antara entitas (sebagai pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.
PENYAJIAN
31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait,
misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
PENGUNGKAPAN
32. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
i. keberadaan wa’d pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang
digunakan (jika ada wa’d pengalihan kepemilikan);
ii. pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
iii. agunan yang digunakan (jika ada);
b) nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap
kelompok aset ijarah;
c) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada)
33. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
i. total pembayaran;
ii. keberadaan wa’d pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan
mekanisme yang digunakan (jika ada wa’d pemilik untuk pengalihan
kepemilikan);
iii. pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
iv. agunan yang digunakan (jika ada);
b) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang
diakui (jika ada transaksi jual-dan-ijarah).
3. Contoh soal
a. Transaksi
Jawaban :
Kas Rp300.000.000
b. Kasus
Diketahui Bank Syariah Z membeli objek ijarah dengan harga perolehan sebesar
Rp200.000.000 per tahun untuk tujuan disewakan kepada penyewa aset tersebut. Dalam hal
ini, bank syariah sendiri sudah melakukan kontrak akad ijarah dengan penyewa tersebut
dengan keuntungan yang diharapkan oleh bank syariah sebesar 25% . Dari data-data diatas,
berapa harga sewa per tahun dan per bulan yang tertera dari transaksi diatas?
Jawaban :
Diketahui :
Maka, harga sewa per tahun dari objek ijarah tersebut ialah sebesar Rp250.000.000 dan
harga sewa per bulannya ialah sebesar Rp20.8333.333
4. Kesimpulan
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa akad Ijarah adalah akad sewa-menyewa
antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas
obyek sewa yang disewakannya. Di dalam akad tersebut, terdapat rukun dan syarat yang tentu
harus dipenuhi di dalamnya. Selain itu, di dalam akad ijarah ini, bank syariah bisa berkedudukan
sebagai pemilik dari objek sewa atau bisa juga sebagai penyewa objek sewa tersebut.
Lebih lanjut lagi, akad ijarah ini juga memiliki unsur-unsur di dalamnya, cakupannya
sendiri mulai dari penentuan berapa harga sewa objek sewanya, lalu hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak sampai kepada pembatalan akad ijarah. Di dalam prakteknya, akad ijarah
ini juga memiliki beragam jenisnya, seperti misalnya Ijarah muntahiyah bittamlik dan ijarah
berlanjut atau multijasa.
Semua unsur yang telah disebutkan diatas diketahui juga telah terverifikasi dan telah
diatur di dalam fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional dan dengan
hubungannya dengan kepatuhan syariah, akad ijarah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
keuangan syariah seperti bank syariah juga sudah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dan
terakhir, karena hubungannya dengan pelaporan laporan keuangan, segala bentuk macam
transaksi yang dilakukan dengan menggunakan akad ijarah ini juga sudah diatur di dalam PSAK
107 tentang Akuntansi Ijarah.