Anda di halaman 1dari 16

Nama/Nim : Muhammad Givary Diraga

Kelas : Akuntansi – 4D

Judul : Akuntansi Ijarah

Sumber :

- Wiroso. 2011. Produk Perbankan Syariah. Jakarta. LPFE Usakti


- Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. PSAK Syariah – PSAK 107.
- Dewan Syariah Nasional MUI. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-
MUI/IV/2000.
- Dewan Syariah Nasional MUI. 2002. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 27/DSN-
MUI/III/2002.
- Dewan Syariah Nasional MUI. 2004. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 44/DSN-
MUI/VII/2004

1. Pendahuluan

Seperti yang sudah diketahui, sebuah entitas seperti lembaga keuangan syariah atau bank
syariah pasti memiliki banyak kegiatan atau produk yang meliputi di dalamnya, salah satunya
ialah produk penyaluran dana kepada nasabah, yang salah satunya tercermin di dalam transaksi
ijarah. Transaksi ijarah ini bisa dikatakan sebagai transaksi yang lumayan berbeda dengan
transaksi penyaluran dana lainnya seperti investasi mudharabah dan musyarakah. Hal ini
dikarenakan konteksnya yang agak menyinggung tentang sewa sebuah aset.

Alur dari transaksi ijarah ini juga berbeda dengan alur transaksi penyaluran dana lainnya.
Dalam hal ini, Bank Syariah diperkenankan untuk menyewakan penggunaan manfaat atas aset
berwujud maupun tidak berwujud yang tentu hal ini sesuai dengan prinsip syariah dan diketahui
pula bahwa produk ijarah ini berbeda dengan produk yang ada di dalam lembaga keuangan
konvensional.

2. Pembahasan

a. Artikel
Pengertian dan rukun ijarah

Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan
musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakannya.

Adapun rukun dari transaksi Ijarah adalah sebagai berikut:

a) Penyewa (lessee /musta’jir)


b) Pemilik Obyek Sewa (lessor /mu’ajjir)
c) Aset atau obyek sewa (ma’jur)
d) Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa
e) Ijab Qabul

Selanjutnya, di dalam transaksi ijarah ini juga ada syarat-syaratnya, yang


diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Pihak yang terlibat harus saling ridha


b) Aset / obyek sewa ada manfaatnya :
1) Manfaat tersebut dibenarkan agama / halal
2) Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur / diperhitungkan
3) Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
4) Aset atau Obyek Sewa wajib dibeli Pemilik Obyek Sewa (lessor)

Kedudukan Bank Syariah di dalam Transaksi Ijarah

1. Bank Syariah sebagai Pemilik Obyek Sewa


Prinsip ini sendiri dilakukan dalam melakukan penyaluran dana kepada
nasabah nya. Bank Syariah sebagai lessor dan sebagai pemilik obyek
ijarah (aset), yang kemudian aset tersebut akan disewakan kepada nasabah
yang memiliki kebutuhan tersebut
2. Bank Syariah sebagai penyewa
Transaksi ini dilakukan seperti misalnya bank syariah melakukan
penyewaan gedung kantor, kendaraan dan sejenisnya ke entitas lain yang
memiliki aset-aset tersebut.
Unsur-unsur di dalam transaksi ijarah

Secara garis besar, unsur-unsur di dalam transaksi ijarah ini meliputi


penentuan harga sewa, hak masing-masing pihak, perawatan aset ijarah dan juga
pembatalan ijarah dengan alasan yang dibenarkan.

1. Sewa Ijarah
Jika disimpulkan, di dalam sewa ijarah ini diakui dua jenis harga di
dalamnya yakni harga sewa dan harga pokok objek sewa.
a) Harga jual atau harga sewa, yaitu suatu harga tertentu yang
merupakan penjumlahan dari harga pokok sewa ditambah
keuntungan yang disepakati. Harga sewa inilah yang dibayar oleh
penyewa atau penggunaan manfaat.
b) Harga pokok obyek sewa, yaitu sesuatu yang telah dikeluarkan
sehubungan dengan obyek sewa tersebut antara lain beban
penyusutan (akibat dari pengurangan nilai Aktiva Ijarah) dan
beban pemeliharaan. Terkait dengan harga pokok objek sewa ini,
tidak seluruh harga pokok Ijarah tersebut dibebankan sekaligus
kepada penyewa, karena penyewa hanya memperoleh manfaat
sesuai jangka waktu sewanya. Yang menjadi harga pokok dari
harga sewa adalah biaya penyusutan dari obyek ijarah sesuai
dengan masa ekonomis manfaat obyek ijarah. Penyusutan ini
sendiri diatur sesuai dengan kebijakan bank atau sesuai dengan
kontrak Ijarah Muntahiyah Bitamlik sesuai masa sewanya.

2. Kewajiban Masing-Masing Pihak


Pihak-pihak yang dimaksud ialah pihak dari pemilik objek sewa
dan penyewa aset itu sendiri.
a) Kewajiban Pemilik Objek Sewa
1) Mempersiapkan aset yang disewakan
Dalam hal ini, Pemilik Obyek Sewa berkewajiban
untuk memungkinkan Penyewa mengambil manfaat dari
aset yang disewakan dengan membuatnya siap sepanjang
masa persewaan.
2) Jaminan mengenai kerusakan
Yang dimaksud dengan kerusakan disini ialah
berhubungan dengan asset ijarah yang mengalami
kerusakan sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan
bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa
pemeliharaan harus dilakukan oleh bank atau pemilik dari
objek sewa
3) Perawatan aset yang disewakan
Secara prinsip, tidak diperbolehkan untuk
menyatakan di dalam akad bahwa perawatan dari aset yang
disewakan dilaksanakan oleh Penyewa karena ini akan
mengakibatkan Penyewa membayar sewa yang termasuk
sebagai unsur tidak diketahui dengan adanya hal ini, maka
akan mengakibatkan akad menjadi batal. Dalam hal ini,
Pemilik Obyek Sewa harus merawat aset tersebut dan
melaksanakan perbaikan yang memungkinkan
digunakannya aset tersebut. Jika dia menolak untuk
melaksanakannya, Penyewa harus berhak untuk
membatalkan akad kecuali kalau dia tunduk terhadap syarat
tersebut.
b) Kewajiban Penyewa
Penyewa dalam hal ini bertanggung jawab untuk menjaga
aset yang disewakan agar tetap utuh dan berkewajiban atas
pembayaran sewa atas aset tersebut

3. Pembatalan Ijarah karena alasan yang dibenarkan

Menurut sumber, Mazhab Hanafi berpendapat boleh untuk


membatalkan suatu akad Ijarah secara sepihak karena alasan yang
berkaitan dengan pihak yang mengadakan akad atau dengan aset yang
disewakan itu sendiri, dimana akad tersebut tidak mengikat lagi

Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT)

Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik


obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat
tertentu sesuai dengan akad sewa. Ketentuan mengenai jenis ijarah ini tertuang di
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-
Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang
diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik,
dilakukan jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan obyek ijarah telah
diserahkan kepada penyewa dengan cara :

i. Hibah
ii. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar sebanding dengan sisa cicilan
sewa atau harga yang disepakati
iii. Penjualan pada akhir masa Ijarah dengan pembayaran tertentu sebagai
referensi yang disepakati dalam akad
iv. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam
akad.

Ijarah Berlanjut

Ijarah jenis ini juga biasa dikenal dengan multijasa. Adapun klasifikasi
dari multijasa ini meliputi kebutuhan pendidikan, rumah sakit, wisata dan
keperluan pribadi lainnya. Ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan multijasa ini
ialah misalnya terdapat seorang mahasiswa yang ingin melanjutkan
pendidikannya ke jenjang S2, biaya yang dibutuhkan si mahasiswa ini sebesar
Rp100.000.000, dikarenakan nominalnya yang besar, mahasiswa ini tidak mampu
untuk membayarnya seorang diri. Pada akhirnya, mahasiswa ini mendatangi Bank
Syariah X untuk memenuhi kebutuhannya ini. Bank Syariah X ini kemudian
berhasil membayarkan nominal Rp100.000.000 ke kampus tujuan mahasiswa ini.
Dengan dibayarkannya nominal tersebut, secara otomatis Bank Syariah X ini
mendapatkan sebuah manfaat fasilitas pendidikan, yang mana manfaat atas
fasilitas pendidikan ini yang kemudian akan disewakan kepada mahasiswa
tersebut dengan akad ijarah multijasa.

Dari ilustrasi diatas dapat diketahui bahwasanya terjadi semacam jual beli
“manfaat” di dalamnya, dimana aset yang dimiliki oleh si Bank Syariah X ini
berupa aset tidak berwujud yakni berupa manfaat dari hasil transaksinya dengan
kampus, dan dalam hal ini Dengan disewakannya aset tersebut kepada mahasiswa
tersebut, maka manfaat tersebut akan menjadi milik mahasiswa tersebut. Dan
akan tidak mungkin jika mahasiswa tersebut dapat mengembalikan manfaat (aset
tidak berwujud) tersebut kepada Bank Syariah X, kecuali jika mahasiswa tersebut
bisa mengembalikan biaya sewa yang telah dilakukan oleh Bank Syariah X. Lebih
lanjut lagi, ketentuan mengenai multijasa ini diatur di dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.

Jual dan Ijarah

Yang dimaksud dengan jual dan Ijarah disini adalah pemilik obyek Ijarah
menjual asetnya kepada Bank Syariah, kemudian Bank Syariah menyewakan
obyek Ijarah yang telah menjadi miliknya kepada pihak lain. Dan dalam hal ini,
bank syariah tidak diperkenankan untuk menjual kembali atau menyewakan
kembali kepada pemilik obyek Ijarah (aset) yang sama.

b. Peraturan yang terkait

Ketentuan mengenai Akuntansi Ijarah ini diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.

Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah

1. Pernyataan ijab dan qabul.


2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa (Lessor, Pemilik
Aset, LKS), dan penyewa (Lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan
aset, nasabah).
3. Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin,
karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu
sendiri.
5. Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
Pemilik Aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat dan jarak.

Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah

1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa :


a) Menyediakan aset yang disewakan.
b) Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c) Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa :
a) Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b) Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c) Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia
tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Selanjutnya, juga diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 27/DSN-
MUI/III/2002 mengenai ijarah muntahiyah bitamlik.

Pertama : Ketentuan Umum Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan


dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor:
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad

Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik

1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad


Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd, yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

Selain ijarah muntahiyah bitamlik, ketentuan mengenai jenis ijarah lainnya seperti ijarah
berlanjut juga diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VII/2004,
yang berisi :
1. Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau
Kafalah.
2. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan
yang ada dalam Fatwa Ijarah.
3. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan
yang ada dalam Fatwa Kafalah.
4. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa
(ujrah) atau fee.
5. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal
bukan dalam bentuk prosentase.

c. PSAK

PSAK yang digunakan di dalam Akuntansi Ijarah ini ialah PSAK 107. Ruang lingkup
pada PSAK ini diterapkan untuk entitas yang menjalankan transaksi ijarah, selain itu PSAK ini
juga mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah, namun
tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad ijarah (Pasal 3). Adapun PSAK ini berisi :

Karakteristik

5. Ijarah merupakan sewa menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat
yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan
kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
6. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa,
dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika akad ijarah telah berakhir atau
diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad
terpisah secara:
a) hibah;
b) penjualan sebelum akhir masa akad;
c) penjualan pada akhir masa akad;
d) penjualan secara bertahap.
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk
menghindari risiko kerugian.
8. Spesifikasi obyek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis, harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Akuntansi Pemilik (Mu’jir)

Biaya perolehan

9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset
Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.

Penyusutan dan amortisasi

11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortiasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis
selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah.
Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat
dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik
selama 5 tahun. Dengan demikian, umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16:
Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak
Berwujud.

Pendapatan dan beban

14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah
diserahkan kepada penyewa.
15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir
periode pelaporan.
16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
a) biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya; dan
b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan
pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya
perbaikan obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b)
ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-
masing atas obyek ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut
dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik.

Perpindahan kepemilikan

19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
b) penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga jual dan
jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
d) penjualan secara bertahap, maka:
i. selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang
telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; dan
ii. bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak
lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.

Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Beban

20. Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah
diterima.
22. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan
penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
23. Biaya pemeliharaan obyek ijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui
penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan
kepemilikan obyek ijarah.

Perpindahan kepemilikan

24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek
ijarah yang diterima;
b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
d) pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar.

Jual-dan-Ijarah

25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling
bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
26. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada lain dan kemudian menyewanya
kembali, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode
terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi
penyewa.
27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat
diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.

Ijarah-Lanjut

28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang
sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan
akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam Pernyataan ini.
29. Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa-lanjutkan, maka entitas
mengakui sebagai beban ijarah (sewa) tangguhan untuk pembayaran ijarah jangka
panjang dan sebagai beban ijarah (sewa) untuk sewa jangka pendek.
30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai
penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi
antara entitas (sebagai pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.

PENYAJIAN

31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait,
misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

PENGUNGKAPAN

32. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
i. keberadaan wa’d pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang
digunakan (jika ada wa’d pengalihan kepemilikan);
ii. pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
iii. agunan yang digunakan (jika ada);
b) nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap
kelompok aset ijarah;
c) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada)
33. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
i. total pembayaran;
ii. keberadaan wa’d pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan
mekanisme yang digunakan (jika ada wa’d pemilik untuk pengalihan
kepemilikan);
iii. pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
iv. agunan yang digunakan (jika ada);
b) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang
diakui (jika ada transaksi jual-dan-ijarah).

3. Contoh soal

a. Transaksi

Diketahui Bank Syariah X melakukan kesepakatan yang berlandaskan transaksi ijarah


dengan Ny. Lucy atas penyewaan atas aset berupa bangunan. Atas kesepakatan tersebut, bank
syariah selaku pemilik objek sewa membeli aset bangunan tersebut dengan nilai perolehan
sebesar Rp300.000.000 secara tunai. Dari transaksi tersebut, gambaran jurnal yang tepat untuk
menggambarkan transaksi diatas adalah…

Jawaban :

Aset Ijarah Rp300.000.000

Kas Rp300.000.000

b. Kasus

Diketahui Bank Syariah Z membeli objek ijarah dengan harga perolehan sebesar
Rp200.000.000 per tahun untuk tujuan disewakan kepada penyewa aset tersebut. Dalam hal
ini, bank syariah sendiri sudah melakukan kontrak akad ijarah dengan penyewa tersebut
dengan keuntungan yang diharapkan oleh bank syariah sebesar 25% . Dari data-data diatas,
berapa harga sewa per tahun dan per bulan yang tertera dari transaksi diatas?

Jawaban :

Diketahui :

- Harga Perolehan = Rp200.000.000


- Keuntungan = 25%

Maka, perhitungannya ialah :

Harga Perolehan Objek Ijarah per tahun = Rp200.000.000


Keuntungan (25% x Rp200.000.000) = Rp 50.000.000

Harga Sewa per tahun = Rp250.000.000

Harga Sewa per bulan (Rp250.000.000/12) = Rp20.833.333

Maka, harga sewa per tahun dari objek ijarah tersebut ialah sebesar Rp250.000.000 dan
harga sewa per bulannya ialah sebesar Rp20.8333.333

4. Kesimpulan

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa akad Ijarah adalah akad sewa-menyewa
antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas
obyek sewa yang disewakannya. Di dalam akad tersebut, terdapat rukun dan syarat yang tentu
harus dipenuhi di dalamnya. Selain itu, di dalam akad ijarah ini, bank syariah bisa berkedudukan
sebagai pemilik dari objek sewa atau bisa juga sebagai penyewa objek sewa tersebut.

Lebih lanjut lagi, akad ijarah ini juga memiliki unsur-unsur di dalamnya, cakupannya
sendiri mulai dari penentuan berapa harga sewa objek sewanya, lalu hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak sampai kepada pembatalan akad ijarah. Di dalam prakteknya, akad ijarah
ini juga memiliki beragam jenisnya, seperti misalnya Ijarah muntahiyah bittamlik dan ijarah
berlanjut atau multijasa.

Semua unsur yang telah disebutkan diatas diketahui juga telah terverifikasi dan telah
diatur di dalam fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional dan dengan
hubungannya dengan kepatuhan syariah, akad ijarah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
keuangan syariah seperti bank syariah juga sudah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dan
terakhir, karena hubungannya dengan pelaporan laporan keuangan, segala bentuk macam
transaksi yang dilakukan dengan menggunakan akad ijarah ini juga sudah diatur di dalam PSAK
107 tentang Akuntansi Ijarah.

Anda mungkin juga menyukai