Anda di halaman 1dari 3

Belati di Indraprata

Belanda yang ingin menguasai daerah Aceh ini sangat menganggu kenyamanan dan
keleluasaan masyarakat Aceh dalam menjalani kehidupan mereka masjng-masing bagaikan
rumput liar di tengah perkebunan. Hal ini dikarenakan Belanda membuat banyak peraturan
dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh seluruh warga Aceh. Aturan-aturan yang dibuat oleh
Belanda ini sangat merugikan masyarakat Aceh karena salah satunya dalam perjuangan
menentang Belanda di daerah Aceh terjadi perang yang di pimpin oleh Teuku Umar bersama
dengan istrinya yaitu Cut Nyak Dien dan rekannya yang lain adalah Cut Nyak Meutia.

Teuku Umar yang merupakan lelaki surga harapan warga Aceh dalam menentang
Belanda. Sekitar pada tahun 1875, Teuku Umar mulai melakukan gerakan dengan mendekati
Belanda. Seiring dengan berjalannya waktu hubungan antara Teuku Umar dengan orang
Belanda semakin kuat, yaitu dengan membantu para pasukan Belanda dalam berbagai hal.
Kemudian, Teuku Umar mempersiapkan pasukan dengan melatih para warga Aceh dalam
menggunakan bambu runcing untuk perang.

Pada tanggal 30 September 1983, Teuku Umar dan pasukannya berjumlah 250 orang
yang telah disiapkannya itu pergi ke Kutaraja tempat Belanda berada dan ingin
“menyerahkan diri” pada Belanda. Teuku Umar dengan gagah berjalan menuju Kutaraja itu
dan sesampainya di sana Beliau bertemu dengan Gubernur Van Teijn. Pasukan-pasukan
Belanda yang mengetahui keberadaan Teuku Umar langsung mengepungnya. Kemudian,
datanglah Gubernur Van Teijn itu dan menghadap Teuku Umar. Belanda memiliki perasaan
seejernih embun pagi hal ini dikarenakan musuh mereka yang berbahaya ini dengan sukarela
menyerahkan dirinya dan membantu mereka.

Namun, melihat Teuku Umar menyerahkan dirinya, pasukan Aceh ini sangat kaget.
Mereka merasa terkhianati oleh Teuku Umar dan seperti angin berhembus mereka pergi.
Oleh karena itu, Belanda memberikan gelar yang tinggi kepada Teuku Umar, yakni Teuku
Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan
kekuasaan yang penuh. Dengan diberikannya pangkat yang tinggi oleh Belanda dengan arti
bahwa rencana yang telah dibuat oleh Teuku Umar berhasil. Namun, Beliau tetap
merahasiakan rencana untuk menipu Belanda meskipun Beliau dituduh sebagai pengkhianat
oleh masyarakat Aceh.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu Teuku Umar telah menipu kita seperti kancil”, cetus
pasukan Aceh. Mereka mulai menyebarkan berita kepada masyarakat bahwa Teuku Umar
sudah mengkhianati mereka. “Benar-benar mengecewakan sekali”, jawab warga Aceh.
Padahal, harapan mereka salah satunya adalah Teuku Umar sendiri. Beliau telah memberikan
dorongan bagi masyarakat Aceh karena otaknya yang cair seperti air dan bak laksana
malaikat untuk tidak menyerah terhadap Belanda.

Selain dari masyarakat Aceh rekan dari Teuku umar dan Cut Nyak Dien istrinya, yaitu
Cut Nyak Meutia mendatangi rumahnya dan mulai memaki dengan kata iblis. Cut Nyak Dien
hanya terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Cut Meutia. Masyarakat terus-menerus
mendatangi rumah Cut Nyak Dien dan memakinya. Mereka mendobrak-dobrak pintu
rumahnya. Cut Nyak Dien sudah tidak sanggup lagi mendengar cacian dan makian lagi.
Beliau telah memutuskan untuk mendatangi Teuku Umar ke Kutaraja.

Sesampainya di Kutaraja, Cut Nyak Dien langsung dikepung oleh pasukan Belanda
dan dibawa dengan paksa ke hadapan Teuku Umar yang sedang menjalankan aksinya itu.
Melihat apa yang telah dilakukan pasukan Belanda itu membuat hati Teuku Umar bagaikan
kertas tersobek-sobek melihat istrinya dibawa dengan paksa seperti buronan ke hadapannya
dirinya yang merupakan suaminya sendiri. Cut Nyak Dien hingga berlutut di hadapan
suaminya tersebut. “Tuanku aku sudah tidak kuat lagi, bagaikan sebuah bilah mengoyak
hatiku. Ayo Tuanku kembali melawan Belanda dengan percaya diri Tuanku.”, memelas Cut
Nyak Dien. “Aku minta maaf istriku, aku tidak bisa melakukan hal itu lagi. Maaf karena aku
sudah membohongi dirimu seperti lelaki hidung belang.”, jawab Teuku Umar.

Cut Nyak Dien terus berusaha menasihati Teuku Umar untuk kembali melawan
Belanda. Namun, hal itu tidak membuahkan hasil. “Pulanglah istriku, aku harus bekerja.
Pasukan tolong bawa istriku pulang dan pastikan dia tiba di rumah dengan selamat”, perintah
Teuku Umar. Cut Nyak Dien yang menangis di perjalanan pulang dan merasa kecewa dengan
tindakan yang dilakukan Teuku Umar terhadapnya.

Teuku Umar masih melanjutkan tindakannya itu dan seperti siput berjalan Beliau
mempelajari gerak-gerik dan taktik Belanda saat menyerbu Tanah Air ini. Sementara itu,
Teuku Umar juga mulai mengganti pasukan Belanda dan menambahkan 17 orang panglima,
120 orang prajurit, dan seorang panglima laut menjadi tangan kanannya. Bahkan Teuku Umar
sampai menyelendupkan senjata-senjata, seperti pistol dan peluru untuk persiapkan
masyarakat Aceh menghadapi perang dengan Belanda itu.
Teuku umar menghitung jumlah pasukan yang telah Beliau kumpulkan dan pasukan
mereka sudah cukup. Lalu, Beliau mulai merencanakan rencana palsu pada orang Belanda
dan memberitakan bahwa Beliau ingin menyerang basis Aceh. Cut Nyak Dien pun akhirnya
tiba dengan membawa pasukan Aceh dan pergi dengan semua persenjataan dan perlengkapan
berat, senjata, dan amunisi senjata. Akhirnya, setelah tiba di Aceh Teuku Umar disambut oleh
masyarakat Aceh. “Para warga sekalian saya meminta maaf atas apa yang telah saya lakukan
ini.”, kata Beliau. Teuku Umar tidak pernah lagi kembali ke markas Belanda di Kutaraja.

Kemudian, pada tanggal 29 Maret 1896 Teuku Umar melakukan perlawanan kepada
Belanda. Belanda menganggap hal ini sebagai bentuk pengkhianatan Teuku Umar terhadap
Belanda. Pengkhinatan ini akhirnya disebut sebagai pengkhianatan Teuku umar atau het
verraad van Teukoe Oemar.

Anda mungkin juga menyukai