Anda di halaman 1dari 6

II.

7 TERAPI

Terapi Medik

Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan memberikan suntikan lokal
steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari
tarsal tunnel neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana dapat
mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi harus diberikan secara
bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan
tersebut. Physical therapy juga berguna dalam mengurangi local soft-tissue edema, karena dapat
menimbulkan tekanan pada kompartemen tersebut.

Juga pada pasien dengan gejala kontraktur pada otot gastrocnemius dari triceps surae,
stretching exercises berguna untuk meningktakan fleksibilitas dari gastrocnemius. Pada beberapa
kasus tertentu dimana pasien dengan tipe kaki pes planovalgus, diperlukan suatu desain kaki
orthosis untuk mengurangi ketegangan dari nervus tibialis dengan mengurangi beban pada
medial column. Hal ini terbukti dengan memberikan medial longitudinal posting dengan orthosis
pada kedua hindfoot dan forefoot. Penggunaan night splints pada kaki dengan plantar valgus
foot. Penggunaan dalam jangka panjang akan meningkatkan efektivitas, dimana hal ini terbukti
pada penelitian-penelitian saat ini, tetapi hal ini sering kali hanya digunakan pada clinical
practice.

Terapi operasi

Ketika konservatif terapi dinyatakan gagal dalam mengurangi gejala-gejala pada pasien,
maka intervensi operasi dapatlah diperhitungkan. Space-occupaying masses harusnya
dihilangkan. Beberapa didapatkan adanya neurilemoma pada saraf tibial, dimana hal ini juga
harus dihilangkan. Pengetahuan yang cukup akan anatomi haruslah dibutuhkan sebelum

1
dilakukan tindakan pembebasan tersebut yang nantinya akan mempunyaiefek terhadap saraf
tersebut.

External neurolysis pada saraf dapatlah dibutuhkan jika tindakan operasi eksplorasi didapatkan
adanya pelekatan atau adanya jaringan parut yang dapat menyebabkan mengenai jaringan saraf.
Terlebih lagi apabila jaringan parut atau entrapment encapsulates mengenai dari jaringan saraf,
maka tindakan external neurolysis dengan membebaskan dari epineurium dapatlah
dipertimbangkan.

Tindakan preoperasi

Pasien dalam keadaan terlentang atau posisi terlentang miring untuk memfasilitasi bagian
medial lapangan operasi. Penggunaan pneumatic tourniquet sangatlah dibutuhkan.

Tindakan Intraoperasi

Insisi berbentuk kurva haruslah 1 cm posterior dari tibia distal dan menuju kearah plantar,
sejajar dengan terowongan dan malleolus dan masuk kedalam sustentaculum tali. Retinaculum
haruslah dapat di identifikasi dan secara hati-hati dilepaskan seluruhnya. Saraf tibialis posterior
harus dapat diketahui, dilihat, dan jangan diganggu sepanjang tindakan operasi sampai mencapai
bifurcation dari porta pedis. Dalam tindakan operasi tersebut harus dilakukan secara teliti untuk
menghindari terpotongnnya dari small calcaneal branches ini sering sekali dikelilingi oleh
jaringan lemak dan sangatlah sulit terlihat. Cabang dari medial plantar dari saraf tibialis posterior
harus dapat diidentifikasi sepanjang batas dari sarung flexor hallucis longus. Cabang lateral
harus pula diikuti sepanjang abductor hallucis. Beberapa ikatan jaringan ikat juga dikatakan
dapat menimbulkan penarikan dari saraf dan harus secara hati-hati dibebaskan.

Setelah proses pembebasan tersebut semua cabang-cabang dari saraf tibial haruslah
terbebas dari semua permukaan yang menutupinya. Tourniquet haruslah digunakan untuk
mengobservasi dan mengontrol perdarahan. Lapisan penutup harus digunakan, termasuk
permukaan subdermal tetapi bukan flexor retinaculum. Pada proses pelepasan dari tarsal tunnel,

2
permukaan penutup dari lluka operasi haruslah dilakukan dengan hati-hati dari extensor
retinaculum, karena merupakan penyebab terbanyak yang menimbulkan entrapment neuropathy.

Tindakan Post-operatif

Suatu kompresi ringan dan immobilisasi awal haruslah dilakukan pada area yang
dioperasi dengan menggunakan splint selama 3 minggu tanpa pemberat. Setelah splint dibuka,
pasien dapat menggerakkan sendinya dan kembali ke aktivitas semula.

Kontraindikasi

Tindakan operasi dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat kesehatan yang belum
stabil untuk dilakukan tindakan operasi. Sebelumnya pasien-pasien harus dilakukan pemeriksaan
kesehatan sebelumnya apabila mereka akan dilakukan tindakan operasi. Pada beberapa kondisi
dengan gejala yang mirip atau bersamaan dengan tarsal tunnel neuropathy. Tindakan operasi
harus dilakukan secara akurat pada kondisi yang mirip seperti tarsal tunnel syndrome tetapi
dikatakan tidak terbukti memberikan hasil yang baik setelah dilakuakn tindakan surgical
decompression. Diferensial diagnose dari tarsal tunnel syndrome dapat termasuk adalah fasitis
plantaris, stress fracture dari hindfoot, yang paling sering adalah calcaneus, herniated spinal disk,
peripheral neurophaties seperti yang disebabkan karena diabetes atau alcohol, dan inflammatory
arthritidies seperti Reiter syndrome atau rheumatoid arthritis.

Follow-up

Pasien haruslah tidak menggunakan beban selama 3 minggu, yang berguna untuk
penyembuhan yang baik. Mobilisasi awal harus dimulai untuk mengurangi formasi dari jaringan
parut, di mana hal tersebut akan nantinya menimbulkan compression neuropathy. Penggunaan
sepatu operasi berguna untuk mengurangi tekanan pada tempat operasi. Fisioterapi juga cukup
membantu pasien dalam meningkatkan kekuatan otot dan gerakan dan untuk mengurangi
timbulnya kembali nyeri. Setelah jahitan dibuka, pasien diperbolehkan menggunakan sepatu
yang ringan, tindakan penggunaan sepatu yang berat dapat menyebabkan tekanan atau iritasi

3
pada bekas operasi. Pada pasien-pasien dengan planus foot type, penggunaan orthosis harus
dipertimbangkan untuk menstabilkan medial column.

Komplikasi

Karena dari segi anatomi mempunyai efek pada area tersebut, maka beberapa komplikasi
dari tindakan dekompresi setelah dilakukan tindakan operasi akan muncul kemudian.
Kebanyakan dari semua komplikasi tersebut dapat diminimalkan dengan diseksi yang teliti dan
hati-hati dengan memperhatikan anatominya. Laserasi dari saraf atau arteri posterior dapat secara
signifikan mempunyai efek langsung yang mengganggu fungsi kaki. Kegagalan dari pelepasan
retinaculum sepanjang perjalanan saraf dapat menimbulkan hasil post operasi yang buruk. Hal
ini merupakan penyebab tersering dari gagalnya tindakan operasi. Akhirnya nantinya
dihubungkan dengan fasitis plantaris yang dapat menimbulkan nyeri persisten dari region medial
heel setelah dilakukan tindakan dekompresi. Pada sebuah kasus penelitian oleh Kim dan Dellon
memperlihatkan bahwa neuroma dari bagian distal saraf saphenous dapat difikirkan sebagai
penyebab dari nyeri yang terjadi terus-menerus setelah tindakan operasi.

Hasil dan Prognosis

Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tandanya
adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi yang tampak, diikuti dengan berkurangnya
gejala. Resolusi komplet dari gejala-gejala tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan
karena banyaknya etiologi yang mendasaripenyakit ini dan juga karena area dari saraf yang rusak
tidak dapat kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri setelah tindakan dekompresi sangatlah
jarang terjadi. Penelitian dari Mann memperlihatkan sekitar 75% pasien-pasien yang telah
dilakukan tindakan operasi dekompresi didapatkan nyeri yang cukup dirasakan, dan 25%
didapatkan nyeri yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Mann juga menyatakan bahwa tindakan
operasi explorasi dari tarsal canal release sangatlah jarang menyebabkan nyeri yang hebat pada
pasien.

4
Kontroversi

Beberapa menyatakan bahwa tindakan dekompresi dari saraf tibia pada pasien-pasien
dengan pes planovalgus deformitas dapat menyebabkan hilangnya efek nyeri karena tindakan
dekompresi dari medial retinacular compartment yang dihubungkan dengan peningkatan
ketegangan dari saraf. Sehingga timbulnya pertanyaan-pertanyaan bahwa apakah dengan
tindakan stabilisasi dapat mebuat berhasil post operasi. Berdasarkan dari pengetahuan penulis,
tidak ada penelitian yang ada untuk meyakinkan efektivitas dari dekompresi dan stabilisasi,
dekompresi dan tindakan orthoses dan tindakan dekompresi saja.

5
DAFTAR PUSTAKA

1. Persich, G. Tarsal Tunnel Syndrome. Available from: URL: Kesalahan! Referensi


hyperlink tidak valid..
2. Moore, Keith L., and Arthur F. Dalley. Clinically oriented anatomy. Wolters kluwer india Pvt
Ltd, 2018.
3. Feldman et al. Tarsal tunnel syndrome. In: Atlass of neuromuscular diseases; A
practical guidline. New York: SpringerWien. 2005.
4. Leis, A., Vicente, C. Tarsal tunnel syndrome, In: Atlas of electromyography in
extraspinalsciatica, Arch. Neurol,2000.63:1-8
5. Ali, Zarina S., Gregory G. Heuer, and Eric L. Zager. "Nerve compression/entrapment sites of
the upper limb." Nerves and nerve injuries. Academic Press, 2015. 725-753.
6. Ahmad M, et al. tarsal tunnel syndrome: A literature review. Foot Ankle
Surgery(2011),doi:10.1016/j.fas.2011.10.007
7. Sun, Xiaojie, et al. "Acupotomy for patients with tarsal tunnel syndrome: A protocol for
systematic review and meta analysis." Medicine 99.39 (2020).

Anda mungkin juga menyukai