Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC MYELOID LEUKEMIA

RUANG PDW & PDP RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH:
RISKA FITIRIANA SULISTYOWATI, S.KEP
NPM. 19149011100067

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC MYELOID LEUKEMIA
(Leukemia Mieloid Kronik)

A. Definisi
CML yang merupakan gangguan mieloproliferatif klonal ini ditandai
dengan peningkatan neutrofil dan prekusornya pada darah perifer dengan
peningkatan selularitas sumsum tulang akibat kelebihan prekusor granulosit (Atul
& Victor, 2005).
Leukemia mieloid kronik (LMK) atau Chronic Myeloid Leukemia
(CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan
dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML termasuk
kelainan klonal (clonal disorder) dari sel induk pluripoten dan tergolong sebagai
salah satu kelainan mieloproliferatif. Nama lain untuk leukemia myeloid kronik,
yaitu Chronic Myelogenous Leukemia dan Chronic Myelocytic Leukemia (I
Made, 2006).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi
dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi dan ganas,
menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal. Leukemia dibagi
menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia mieloid (Guyton and
Hall, 2007).

B. Etiologi
Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010) Beberapa
asosiasi menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi
di kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan.
Agung (2010) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan CML,
yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).
1. Faktor Instrinsik
a. Keturunan dan Kelainan Kromosom

b. Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang


2. Faktor Ekstrinsik
a. Faktor Radiasi
b. Bahan Kimia dan Obat-obatan
c. Infeksi Virus
C. Klasifikasi
Perjalanan penyakit CML, menurut I Made (2006); Agung (2010)
dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:
1. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel
premielosit kurang dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini
ditandai dengan over produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil
segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan mempunyai respon baik
terhadap terapi konvensional.
2. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai
lebih dari 5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa
mencapai 300.000/mmk dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel
yang leukemik mempunyai kelainan kromosom lebih dari satu
(selain Philadelphia kromosom).
3. Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel
blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke
jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini
berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau Leukemia Lympositik
Akut. Kematian mencapai 20%.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CML, menurut I Made (2006) dan Victor et al.,
(2005) tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :
1. Fase kronik terdiri atas :
a. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia,
berkeringat pada malam hari.
b. Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.
c. Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
d. Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia
akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
e. Gangguan penglihatan dan priapismus.
f. Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran
pucat, dispneu dan takikardi.
g. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check
up atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
2. Fase transformasi akut terdiri atas :
Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan,
di sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam,
lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respons terhadap
kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan trombosit menurun
(trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai tempat,
antara lain epistaksis, menorhagia).
3. Fase Blast (Krisis Blast) :
Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak,
tanpa didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast
crisis). Tanpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2
bulan.

E. Pemeriksaan Penunjang
I Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk
CML, yaitu :
1. Laboratorium
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.
b. Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian
biasanya lebih dari 100.000/mm3.
2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, komponen paling menonjol adalah
segmen netrofil (hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit,
promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel darah
merah bernukleus.
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal
lebih sering meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu
rendah.
c. Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya
mirip dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap
seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan
mielosit. Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase kronik
normal atau meningkat.
2) Sitogenik : di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada 95
% kasus.
3) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
4) Kadar asam urat serum meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi
adanya chimeric protein bcr-abl pada 99% kasus (I Made, 2006).
2. Pemeriksaan Penunjang Lain
Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain
untuk penyakit CML, antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan
prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan.
c. David et al., (2009) menambahkan pemeriksaan lain, yaitu tes untuk
mendeteksi adanya kromosom Philadelphia.

F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa
tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun
setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm 3. Terapi
dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek smaping dapat
berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya
timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
biasanya perlu diberikan seumur hidup (Victor et al., 2005). Dosis
mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek
samping lebih sedikit (I Made, 2006).
3) Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat
menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup
menjadi 1-2 tahun (Atul & Victor, 2005). IFN-α biasanya digunakan
bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea. IFN-α
merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia
Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang
(BMT) atau yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok.
Interferon alfa diberikan pada rata-rata 3-5 juta IU / d subkutan
(Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah
leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua pasien menderita
gejala penyakit ”mirip flu” pada beberapa hari pertama pengobatan.
Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia.
Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka
panjang dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik
walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR.
(Victor et al., 2005).
4) STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang sedang
diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang
menjanjikan. Zat STI 57I adalah suatu inhibitor spesifik terhadap
protein ABL yaitu tiroksin kinase sehingga dapat menekan proliferasi
seri myeloid. Gleevec mengontrol jumlah darah dan menyebabkan
sumsum tulang menjadi Ph negative pada sebagian besar kasus. Obat
ini mungkin menjadi lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri
atau bersama dengan interferon atau obat lain (Atul & Victor, 2005;
Emmanuel, 2010; Victor et al., 2005; I Made, 2006)
5) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT)
sebelum usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok
memungkinkan kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau
kurang pada fase akselerasi (Atul & Victor, 2005).
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama
seperti leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I
(Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini,
sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat
menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit.
(Atul & Victor, 2005; I Made, 2006).
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar
tenaga tinggi secara external radiation therapy untuk menghilangkan
gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan sebelum
transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor, 2005).

G. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Resiko infeksi Infeksi tidak 1. Tempatkan anak pada ruang
berhubungan terjadi khusus. Batasi pengunjung sesuai
dengan : indikasi
• Tidak adekuatnya 2. Berikan protocol untuk
pertahanan mencuci tangan yang baik untuk semua
sekunder staf petugas
• Gangguan 3. Awasi suhu. Perhatikan
kematangan sel hubungan antara peningkatan suhu dan
darah putih pengobatan chemoterapi.
• Peningkatan 4. Dorong sering mengubah
jumlah limfosit posisi, napas dalam, batuk.
imatur 5. Inspeksi membran mukosa
• Imunosupresi mulut. Bersihkan mulut secara periodic.
• Penekanan Gunakan sikat gigi halus untuk
sumsum tulang perawatan mulut.
(efek kemoterapi) 6. Awasi pemeriksaan
laboratorium : WBC, darah lengkap
7. Berikan obat sesuai indikasi,
misalnya Antibiotik
8. Hindari antipiretik yang
mengandung aspirin

2 Defisit volume Volume 1. Awasi masukan dan pengeluaran.


cairan tubuh cairan tubuh Hitung pengeluaran tak kasat mata
berhubungan adekuat, dan keseimbangan cairan.
dengan : ditandai Perhatikan penurunan urine pada
• Kehilangan dengan TTV pemasukan adekuat. Ukur berat
berlebihan, seperti: dbn, stabil, jenis urine dan pH Urine.
muntah, nadi teraba, 2. Timbang BB tiap hari.
perdarahan haluaran 3. Awasi TD dan frekuensi jantung
• Penurunan urine, BJ dan 4. Evaluasi turgor kulit, pengiisian
pemasukan cairan : PH urine, kapiler dan kondisi umum membran
mual, anoreksia. dbn. mukosa.
5. Implementasikan tindakan untuk
mencegah cedera jaringan /
perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi
dengan sikat yang halus.
6. Berikan diet halus.
7. Berikan cairan IV sesuai indikasi
8. Berikan sel darah Merah, trombosit
atau factor pembekuan

3 Nyeri akut rasa nyeri 1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan


berhubungan hilang/berkur petunjuk nonverbal,rewel, cengeng,
dengan : ang gelisah
• Agen fiscal: 2. Berikan lingkungan yang tenang dan
pembesaran organ / kurangi rangsangan stress
nodus limfe, 3. Tempatkan pada posisi nyaman dan
sumsum tulang sokong sendi, ekstremitas denganan
yang diinvasi bantal
dengan sel 4. Ubah posisi secara periodic dan
leukemia. berikan latihan rentang gerak lembut.
• Agen kimia ; 5. Berikan tindakan ketidaknyamanan;
pengobatan mis : pijatan, kompres
antileukemia. 6. Berikan obat sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, CL & Sowden, LA. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Brunner& Suddarth. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.


Jakarta : EGC.

ES Jaffe et al.2001.World Health Organization Classification of Tumours. Lyon,


ARC Press,

Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald, Eugene;Hauser,
Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. 2008. Harrison's Principles
of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill,

Guyton.1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC.

JM Bennett et al: Ann Intern Med 103:620, 1985.

Joyce Engel. 1999. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Kurnianda, Johan. 2007. Leukimia Mieloblastik Akut dalam buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI

Price, S A dan Wilson, L M. 2006.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses


penyakit . Jakarta : EGC, .

Banjarmasin, 2 Desember 2019

Preseptor Klinik, Ners Muda,

Linda, Ns., M.Kep Riska Fitriana Sulistyowati, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai