Anda di halaman 1dari 14

MANIFESTASI NEUROLOGIS COVID 19

OLEH:

Trigisa Lasabuda 15014101211

Juandi Kasengke 15014101213

Brammy Ngontung 15014101144

Supervisor Pembimbing :

dr. Denny J. Ngantung, Sp.S

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2018
Lembar Pengesahan

MANIFESTASI NEUROLOGIS COVID-19

Oleh:

Trigisa Lasabuda, S.Ked 15014101211

Juandi Kasengke, S.Ked 15014101213

Brammy Ngontung, S.Ked 15014101144

Masa KKM:

08 juni – 28 Juni 2020

Telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal 16 Juni 2020 melalui Google Meet

Supervisor Pembimbing:

Dr. Denny J Ngontung, Sp.S

2
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan anugerah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat ini yang berjudul
Manifestasi Neurologis Covid-19. Penulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih banya
terdapat kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan dalam pembuatan laporan kasus selanjutnya.

Semoga tinjauan pustaka ini berguna bagi para pembaca dan rekan-rekan sejawat.

3
DAFTAR ISI

Daftar isi ………………………………………………………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………….. 4

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………….. 4


B. Tujuan …………………………………………………………………………………………….. 4
C. Manfaat …………………………………………………………………………………………… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………………………. 5

A. Patogenesis …………………………………………………………………………………….. 5
B. Berbagai manifestasi Neurologis pada infeksi COVID-19 ……………….. 6
C. Bukti Defiitif Keterlibatan Sistem Saraf pada pasien COVID-19 ……… 6
D. Pemeriksaan Penunjang Pasien dengan kasus COVID-19 ……………….. 7
E. Manajemen Pasien COVID-19 Manifestasi klinik Neurologi …………… 8

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………………. 10

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penting untuk memahami manisfestasi klinis neurologis pada infeksi COVID 19.
Hal ini disebabkan oleh karena munculnya pandemi Coronavirus Disease (COVID-19),
beberapa studi kasus mengungkap bahwa infeksi ini tidak hanya melibatkan saluran
pernafasan namun juga berbagai sistem yang lain, salah satunya sistem saraf, oleh
karena itu penting untuk memahami manifestasi klinis neurologi pada infeksi COVID-19.
Infeksi coronavirus Disease (COVID-19) merupakan sebuah proses patologis akhibat
infeksi oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang
terutama menyerang sistem pernafasan manusia. Namun pemahaman ini berubah
setelah munculnya penelitian dan pengalaman yang bertambah setelah menghadapai
penyakit ini. Terjadi perubahan persepsi bahwa COVID-19 dapat mempengaruhi tubuh
secara sistemik termasuk sistem saraf. Penelitian terbaru menyebutkan adanya
kemungkinan SARS-CoV-2 memiliki sifat neuroinvasif, dilihat dari munculnya manifestasi
klinis yang berhubungan dengan sistem neurologis dan hasil otopsi pasien dengan
COVID-191,2.

B. Tujuan

5
Adapun tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan Manifestasi Neurologis COVID-19 dan sebagai pemenuhan tugas
kepaniteraan Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang Manifestasi Neurologis COVID-19
2. Sebagai lini utama dalam kesehatan untuk dapat mengenali Manifestasi
Neurologis COVID-19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Patogenesis
Kerusakan pada sistem saraf akibat infeksi coronavirus dapat terjadi melalui
beberapa kemungkinan.
Pertama, melalui kerusakan akibat infeksi langsung pada sitem saraf pusat (SSP).
Protein dan material genetik virus corona dapat ditemukan pada sampel jaringan SSP
(jaringan otak dan cairan serebrospinal) sehingga virus diketahui dapat menyerang SSP
dan menyebabkan kerusakan secara langsung pada jaringan 3. Coronavirus dapat masuk
ke sistem saraf melalui sirkulasi darah melalui blood brain barrier (BBB). Invasi virus
terhadap sistem saraf akan menyebabkan kelainan berupa ensefalitis viral, infectious
toxic encephalopathy, atau acute cerebrovascular disease yang akan menimbulkan
manisfestasi-manifestasi klinis yang sudah disebutkan sebelumnya 4.
Kedua, Virus dapat bermigrasi dari ujung saraf motorik/sensorik secara
anterograde atau retrograde neural transport. Virus corona dapat masuk ke otak
melalui traktur olfaktorius5. Mekanisme masuknya virus melalui traktus olfaktorius
dimulai dari sel bipolar yang terletak di epitel traktus olfaktorius, dimana terdapat akson

6
dan dendrit yang bersinapsis dengan sel-sel yang berada dalam struktur ini. Selanjutnya,
pasangan kranial ini dibagi menjadi dua cabang yang menuju nukleus olfaktori yang ada
10
di korteks pyriform . Selain itu virus dapat masuk ke otak melalui mekanisme
angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) dan mekanisme cytokine storm 11.

Ketiga, Kerusakan SSP terjadi akibat hipoksia. Virus corona menyerang jaringan
paru-paru dan menyebabkan eksudasi alveola dan interstitial dari jaringan paru. Hal ini
menyebabkan penurunan pertukaran udara dan terjadi hipoksia. Hipoksia pada CNS
menyebabkan terjadinya metabolism anaerob. Peningkatan asam menyebabkan
vasodilatasi dan edema sel otak yang akan menyebabkan nyeri kepala dan penurunan
kesadaran 4.
Keempat, kerusakan CNS akibat infeksi virus dapat dimediasi oleh reaksi sistem
imun6. Pada kasus SIRS dan COVID-19, sering terjadi gagal organ multipel akibat SIRS.
Virus neurotropic dapat mengaktivasi sel glia dan meningkatkan produksi IL-6 yang
berperan dalam cytokine storm4. Inflamasi juga berperan dalam aktivasi sel-sel glia di
sistem saraf pusat dan tepi. Mikroglia dan astrosit yang merupakan dua sel glia residen
di sistem saraf dapat teraktivasi oleh berbagai neuropeptida dan neurotransmitter. Sel-

7
sel glia teraktivasi melalui mekanisme persinyalan yang serupa dengan makrofag, yakni
terutama melibatkan faktor transkripsi NF-κB. Sel glia yang teraktivasi kemudian akan
mensekresikan berbagai sitokin dan kemokin pro-inflamasi, termasuk IL-1β, IL-6, TNF-α.
Selain itu, sel-sel glia tersebut juga akan direkrut ke area inflamasi melalui mediasi
kemokin seperti CCL213.
Kelima, infeksi melalui angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Reseptor ACE 2
merupakan target dari mekanisme infeksi coronavirus. Dengan berkaitan dengan ACE2,
virus menyebabkan peningkatan tekanan darah dan peningkatan resiko terjadinya
stroke hemoragik. Virus juga dapat merusak BBB apabila berinteraksi dengan ACE2 pada
endotel kapiler pembuluh darah otak 4. Mekanisme kerusakan BBB yaitu virus yang
menginfeksi menginduksi pelepasan sitokin sebagai proses inflamasi sehingga
menyebabkan peningkatan permeabilitas dari BBB12.

B. Berbagai Manifestasi Neurologis pada infeksi COVID-19


Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Mao et al. menunjukan adanya
manifestasi neurologis pada pasien yang dirawat dengan COVID-19. 7 Gejala klinis yang
umum didapatkan berhubungan dengan gejala sistemik atau gejala respiratori seperti
demam (43,8% saat masuk Rumah Sakit, 88,7% saat dirawat ) dan batuk (67,8%) juga
ditemukan beberapa manisfestasi klinis yang berhubungan dengan sistem neurologis. 8
ditemukan sebesar 36,4% pasien dengan COVID-19 memiliki gejala neurologis seperti
nyeri kepala, gangguan kesadaran, parestesia dan lainnya. Gejala klinis dari Neurologis
pada COVID-19 terbagi menjadi gejala yang berhubungan dengan sistem saraf pusat,
sistem saraf perifer dan sistem musculoskeletal7
Pasien dengan COVID-19 mengalami gejala SSP seperti: dizziness (16,8%), nyeri
kepala (13,1%), gangguan kesadaran (7,5%), acute cerebrovascular disease (stroke
iskemik dan hemoragik) (2,8%), ataxia (0,5%) dan kejang (0,5%). Gejala sistem saraf
perifer yang dialami oleh pasien dengan COVID-19 seperti: gangguan indra pengecap
(5,6%), penciuman (5,1%), penglihatan (1,4%) dan nyeri neurogenik (2,3%). Sebanyak
10,7% pasien dengan COVID-19 mengalami kerusakan pada sistem musculoskeletal.

8
Secara keseluruhan, manifestasi klinis neurologis lebih sering muncul pada pasien
dengan infeksi berat dibandingkan dengan infeksi COVID-19 ringan (45,5% vs 30,2%, P=
0,02).7
Gejala “tipe neurologis” yang kurang spesifik yang juga umum terjadi pada
infeksi virus lainnya juga telah dilaporkan dengan COVID-19. Gejala ini mungkin
menunjukkan beberapa tingkat keterlibatan sistem saraf, signifikansinya masih belum
jelas dalam beberapa kasus. Dalam sebuah penelitian observasional dari 41 pasien
dengan COVID-19, sakit kepala ditemukan pada 8% pasien dan mialgia ditemukan pada
12%14.
Dalam sebagian besar kasus, sakit kepala tampaknya merupakan gejala yang
tidak spesifik, tanpa gejala yang menunjukkan iritasi meningeal. Terjadinya sakit kepala
terisolasi tanpa adanya gejala tipe neurologis lainnya menunjukkan bahwa mekanisme
ini lebih mungkin disebabkan oleh penyakit sistemik daripada invasi primer SSP oleh
virus. Laporan pengamatan dari 138 pasien dengan COVID-19 menunjukkan bahwa
kelelahan terjadi pada 69,6% pasien, mialgia dilaporkan pada 34,8% dan sakit kepala
pada 6,5% pada saat masuk rumah sakit15.
Demikian pula, penelitian observasional terhadap 99 pasien dengan COVID-19
menunjukkan kebingungan pada 9% pasien dan sakit kepala pada 8% pasien 16.

C. Bukti Definitif Keterlibatan Sistem Saraf pada pasien COVID-19


Secara definitif, keterlibatan sistem saraf pada COVID-19 dapat ditetapkan jika
dengan penelitian didapatkan virus pada CSF atau virus pada biopsy jaringan otak. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian dengan pungsi lumbal dan otopsi dari pasien
dengan COVID-19 dengan jumlah kasus yang tinggi, pemeriksaan penunjang seperti
magnetic resonance imaging (MRI) dan prosedur diagnostik seperti pungsi lumbal dan
electromyography (EMG) cenderung dihindari dalam penelitian skala besar untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi.7 namun dari beberapa laporan kasus, didapatkan
hasil pemeriksaan penunjang ini, terutama pada pasien dengan manifestasi klinik
neurologis.

9
Sebuah laporan kasus oleh Duong L, Xu P dan Liu A melapoprkan pasien dengan
COVID-19 dengan meningoensefalitis yang megalami gejala infeksi CNS tanpa gejala
gagal nafas.9 wanita berusia 41 tahun dengan riwayat diabetes datang ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri kepala, demam, dan kejang tanpa riwayat kejang
sebelumya. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda infeksi CNS (kesadaran
letargis, kaku kuduk (+) dan fotofobia) tanpa gejala yang berhubungan dengan sistem
pernafasan (laju nafas normal, saturasi O2 99% dengan nasal kanul 2L/menit). Setelah
dilakukan pungsi lumbal, hasil cerebrospinal fluid (CSF) dianalisa dan didapatkan
70sel/uL leukosit, 100% limfosit, protein 100mg/dL, glukosa 120 mg/dL (Gula darah
sewaktu 200mg/dL). Pasien didiagnosis awal sebagai viral meningitis. Setelah 3 hari
perawatan, pasien mengalami perburukan kesadaran. Tes COVID-19 yang dilakukan
sebelum didapatkan hasil positif. Keadaan umum pasien membaik pada hari ke-5. Dapat
disimpulkan pasien mengalami infeksi COVID-19 dengan meningoensefalitis tanpa gejala
sistem pernafasan9.

D. Pemeriksaan Penunjang Pasien dengan kasus COVID-19


Jika dibandingkan antara pasien COVID-19 dengan gejala neurologis dengan
pasien COVID-19 tanpa gejala neurologis, didapatkan perbedaan hasil pemeriksaan
penunjang, didapatkan perbedaan hasil pemeriksaan penunjang. Pada pasien dengan
gejala SSP, didapatkan angka hitung limfosit dan platelet yang lebih rendah dan angka
blood urea nitrogen (BUN) yang lebih tinggi. Jika dibandingkan antara kelompok pasien
dengan COVID-19 berat atau ringan dengan gejala SSP, didapatkan parameter hasil
laboratorium yang lebih buruk, berupa angka limfosit dan platelet yang lebih rendah
serta angka BUN yang lebih tinggi7.

E. Manajemen Pasien COVID-19 Manifestasi klinik Neurologi


Pada saat ini, masih belum ada obat definitif untuk mengobati COVID-19 dan
vaksin masih belum tersedia. Tatalaksana ditekankan pada terapi suportif terhadap
gejala dan mencegah terjadinya gagal nafas. 5 Belum terdapat guidelines tatalaksana
khusus untuk COVID-19 dengan gejala klinis. Oleh sebab itu, tatalaksana terhadap gejala

10
neurologis kembali lagi ditekankan pada terapi suportif terhadap kemungkinan proses
patologis yang dialami pasien. Sebuah penelitian expert opinion oleh Zhou, et al. berbagi
pengalaman dalam menghadapi gejala neurologis pada kasus COVID-19. 6 Dari
pelaporannya, perlu penilaian lebih ketat terhadap gejala neurologis terutama apabila
dengan jumlah limfosit rendah, apabila ditemukan, pertimbangan CT-scan paru dan tes
SARS-CoV-2.6 Pada pasein dengan peningkatan D-dimer lebih dari 4 kali batas normal,
perlu diberikan antikoagulan. 6 Sering terjadi hiperkapnia dari retensi PCO2 pada kasus
COVID-19, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan gas darah secara berkala. 6

F. Prognosis
Prognosis covid 19 sampai sekarang belum jelas. Tingkat kematian pasien covid 19
dilaporkan sampai mencapai 5-7%. Umumnya kelompok umur di atas 50 thn memiliki
tingkat fatalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan usia muda hanya mengalami infeksi
ringan, tetapi tetap menjadi vector untuk transmisi17.

BAB III
KESIMPULAN

 Pemahaman pathogenesis manifestasi klinis neurologis dari infeksi COVID-19 masih


memerlukan penelitian lebih lanjut

11
 Diperkirakan mekanisme infeksi dan gejala neurologis pada COVID-19 terjadi
seperti pada infeksi MERS-CoV dan SARS-CoV, melihat keserupaan struktur viprus
dan susunan genetikanya.
 Coronavirus dapat menginfeksi sistem saraf secara hematogen melalui blood brain
barrier atau secara retrograde melalui saraf traktus olfaktorius.
 Kerusakan pada sistem saraf terutama sistem saraf pusat pada COVID-19 dapat
disebabkan akhibat hipoksia, respon imun terhadap infeksi atau akhibat infeksi
virus langsung pada jaringan otak.
 COVID-19 memiliki gejala neuorologis. Gejala neurologis dari pasien COVID-19 pada
umumnya hanya berupa gejala ringan seperti nyeri kepala, dizziness dan penurunan
kemampuan penciuman dan pengecap.
 Gejala yang lebih mengkhawatirkan namun lebih jarang dialami ]seperti penurunan
kesadaran, cerebrovascular disease, ataxia dan kejang juga dapat terjadi.
 Pasien dengan gejala neurologis cenderung memiliki klinis dan prognosis yang lebih
buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Corman VM, Lienau J, Witzenrath M. coronaviruses as the cause of respiratory infection.


Internist. 2019. Nov;60(11):1136-45.

12
2. Asadi-Pooya AA, Simani L. Central nervous system manifestations of COVID-19: A
systematic review. J Neurol Sci. 2020 Apr 11;413:116832
3. Duong L, Xu P, Liu A. meningoencephalitis without respiratory failure in a young female
patient with COVID-19infection in Downtown Los Angeles, early April 2020. Brain Behav
Immun.2020 Apr 17
4. Leber AL, Everhart K, Balada-Llasat J-M, Cullison J, Daly J, Holt S,et al. Multicenter
Evaluation of Biofire FilmArray Meningitis/Encephalitis Panel for Detection of Bacteria,
Viruses and Yeast in Cerebrospinal Fluid Specimens. J Clin Microbiol].2016;54(9);2251-
61
5. Pascarella G, Struia A, Piliego C, Bruno F, Buono RD, Costa F, et al. COVID-19 diagnosis
and management: a comprehensive review. J Intern Med [internet]. [cited 2020 May
22];n/a(n/a). Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/joim.13091
6. Zhou Y, Li W, Wang D, Mao L, Jin H, LI Y, et al. Clinical time course of COVID-19, it’s
neurological manifestation and some thoughts on its management. Stroke Vasc neurol
[internet]. 2020 May [cited 2020 May 22]: available from:
Https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7211099
7. Baig AM, Khaleeq A, Ali U, Syeda H. tissue distribution, Host-Virus interaction and
proposed Neurotropic Mechanisms. ACS Chem Neurosci. 2020 01;11(7): 995-8
8. Wu Y, Xu X, Chen Z, Duan J, Hashimoto K, Yang L et al. Nervous system involvemet after
infestion with COVID-19 and other coronaviruses. Brain Behav Immun.2020 Mar 30;
9. Guan W-J, Ni Z-Y, Hu Y, Liang W-H. Ou C-Q, He J-X, et al. Clinical Characteristics of
Coronavirus Disease 2019 in China. N Engl J Med.2020 30;382 (18):1708-20
10. Galindo H., Ramos Y., Mendoza M.J., Quintana Pájaro L., Moscote L.R. Neuroanatomia:
Conceptos Esenciales Para El Estudiante de Medicina. 2019. Núcleos de los nervios
craneales, conexiones; pp. 171–184.
11. Xiao-Yuan Mao, Wei-Lin Ji,The COVID-19 Pandemic.Consideration for Brain
Infection.Neuroscince 437 (2020) 130-131 : Available from:

13
https://www.researchgate.net/publication/341123458_The_COVID-
19_Pandemic_Consideration_for_Brain_Infection
12. Yeshun Wu, Xiaolin Xu, Zijun Chen,b Jiahao Duan,b Kenji Hashimoto, Ling Yang, Cunming
Liu and Chun Yang.Nervous system involvement after infection with COVID-19 and other
coronaviruses.Brain Behav Immun.doi: 10.1016/j.bbi.2020.03.031 : Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7146689/
13. Samantha R. Furr , Ian Marriott. Viral CNS infections: role of glial pattern recognition
receptors in neuroinflammation Front Microbiol. 2012; 3: 201.Published online 2012 Jun
20.doi:10.3389/fmicb.2012.00201 :available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3379540/
14. Huang C. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan,
China. Lancet. 2020;395(10223):497–506
15. Wang D. Clinical characteristics of 138 hospitalized patients with 2019 novel
coronavirus-infected pneumonia in Wuhan, China. JAMA. 2020 :
. doi: 10.1001/jama.2020.1585
16. Chen N. Epidemiological and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel
coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study. Lancet.
2020;395(10223):507–513.
17. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R.Features,Evaluation and

Treatment Virus corono (COVID 19). StatPearls.2020.20 Isbaniah F, Saputro D, Sitompul


P, Manalu R, Setyawaty V, Kandun I, et al. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Virus
Corona Disease (COVID 19). Kementrian Kesehatan RI 2020;

14

Anda mungkin juga menyukai