Anda di halaman 1dari 8

NAMA : MUZNIATI ALMA

KELAS : C
NPM : 184101074

POTENSI BAHAYA
Potensi bahaya atau juga disebut dengan istilah Hazard and Risk, dimana hazard
sendiri artinya adalah potensi sedangkan risk artinya adalah resiko atau peluang. Sehingga
hazard and risk dapat berarti bahwa sesuatu kondisi dimana sesuatu hal (baik bahan, material,
proses, metode atau kondisi kerja) memiliki potensi bahaya yang dapat menyebabkan manusia
atau orang cidera, kerusakan lingkungan, properti kerja (bahan dan alat) atau gabungan dari
ketiga aspek tersebut.
Potensi bahaya dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Potensi bahaya biologi
Potensi bahaya biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari faktor makhluk
hidup. Pada umumnya berkaitan erat dengan faktor kebersihan tempat kerja, dimana apabila
tempat kerja tidak bersih maka akan terdapat banyak bakteri penyakit.
2. Potensi bahaya kimia
Potensi bahaya kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan karakteristik
kimia. Bahan kimia yang tidak diperlakukan dengan sesuai maka dapat menimbulkan cidera
tubuh, sakit atau mungkin kematian seseorang pekerja.
3. Potensi bahaya fisik
Potensi bahaya fisik adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor fisik seseorang
ketika dia sedang bekerja. Misalnya ketika ketika seseorang yang sedang bekerja sedang
mengalami sakit maka akan bersiko timbulnya bahaya.
4. Potensi bahaya ergonomi
Potensi bahaya ergonomi adalah potensi bahaya yang terjadi karena faktor alat kerja dan
manusia (operator) nya tidak efisien. Setiap tempat kerja atau kegiatan kerja yang dapat
menimbulkan tekanan terhadap fisik maupun jiwa atau perlakukan yang kurang tepat terhadap
bagian tubuh seseorang akan berpotensi menimbulkan bahaya dalam bekerja. Oleh sebab itu,
untuk menghindarinya maka desain tempat kerja dan cara kerja agar senyaman mungkin
dengan tubuh.
5. Potensi bahaya psikologis
Potensi bahaya psikologis adalah potensi bahaya yang dapat disebabkan karena  adanya
konflik di dalam lingkungan kerja.
6. Potensi bahaya prosedur kerja (hazard prosedur kerja)
Setiap pekerjaan tentunya akan ada prosedur kerja yang telah ditentukan untuk selalu
dilaksanakan.

Contoh Potensi Bahaya di Pabrik Aci (sektor informal)

1. Potensi Bahaya Fisik


a. Bising
Suara bising muncul dari alat-alat yang digunakan. Bising ditemukan pada tahap
pertama yaitu tahap pengolahan tepung sagu dan air yang diolah menggunakan mesin
penggiling khusus. Fungsinya yaitu digunakan pada tahap pertama, untuk mencuci,
mengaduk dan mencampurkan tepung sagu dengan air sampai merata. Proses
pengadukan hanya dilakukan 2-3 jam saja, tetapi mesin yang digunakan sudah tua
dan tidak dilakukan perawatan secara berkala sehingga dapat menyebabkan
kebisingan dan apabila terdengar oleh pekerja dalam jangka waktu lama dan terus
menerus akan menyebabkan gangguan pendengaran seperti meningkatnya ambang
dengar, auditory fatigue, hingga tuli sementara.
b. Debu tepung sagu
Debu dari tepung sagu yang berterbangaan pada tahap pengolahan yakni tepatnya
pada saat tepung masih berbentuk bahan baku bubur sagu padat dituangkan kedalam
bak untuk dicampur dengan air. Dalam penuangan tersebut ada sebagian bahan baku
bubur sagu padat yang menimbulkan debu saat dituangkan ke dalam bak. Hal ini
dapat membahayakan pekerja karena debu tersebut dapat terhirup oleh pekerja
tersebut. Selanjutnya pada tahap pengeringan. Di tahap ini, para pekerja membalikkan
tepung sagu yang setengah kering di tempat penjemuran. Pada saat membalikkan
tepung sagu, ada debu dari tepung sagu bagian atas (yang sudah kering) terbang ke
arah pekerja, sehingga debu tersebut terhirup oleh para pekerja dan masuk ke saluran
pernapasan yang sebagian besar tidak menggunakan masker. Kemudian yang terakhir
ada di tahap pengangkatan. Dalam tahap ini para pekerja mengumpulkan terlebih
dahulu tepung sagu yang benar-benar sudah kering ke satu titik hingga membentuk
suatu gundukkan. Pada proses pengumpulan, ada tepung sagu yang beterbangan
dengan jumlah yang lebih banyak dibanding pada saat tahap pengeringan. Hal ini
disebabkan karena pada tahap ini keadaan tepung sagu sudah benar-benar kering
sehingga tidak ada tepung sagu yang menggumpal. Berdasarkan pengamatan
observasi, debu tersebut sangat banyak bertebangan sesuai arah angin, bahkan
terkadang debu tersebut masuk ke arah pemukiman warga tepatnya perum yang
berada di samping pabrik tepung sagu tersebut. Setelah kami mewawancarai warga
yang tinggal di perum tersebut, mereka menyebutkan bahwa debu ini terkadang
mengganggu. Di samping mengotori rumah dan baju yang sedang dijemur, debu ini
memiliki aroma yang tidak sedap sehingga jika lama kelamaan menghirup debu ini
akan terasa pusing dan mual. Tetapi untuk saat sekarang ini mereka sudah terbiasa
dan tidak merasa terganggu oleh aroma tersebut. Selain menyebabkan pusing dan
mual karena baunya, debu ini juga akan mengganggu saluran pernapasan baik kepada
pekerja maupun kepada masyarakat disekitarnya dengan gejala yang utama yaitu
batuk, napas pendek dan sesak sehingga dapat terjadi gangguan sistem pernapasan.
c. Limbah Tepung Sagu
Dalam proses pembuatan tepung sagu, terdapat tahap pengolahan kembali tepung
sagu yang sudah dibuang. Menurut para pekerja, sisa tepung sagu tersebut biasanya
diambil kembali dan dialirkan beserta airnya ke saluran yang mirip bak namun kecil
dan panjang yang terhubung sampai pembuangan akhir mirip empang namun lebih
kecil. Setelah didiamkan selama 2 hari maka tepung sagu ada yang mengendap dalam
bak dan ada yang terbuang. Yang mengendap tersebut akan diolah dan dikeringkan
oleh pekerja sedangkan yang terbuang akan dikemas dan dijual untuk dijadikan
pupuk kompos dan pakan ternak. Yang menjadi masalah dalam tahap ini yaitu air
yang mengalir beserta tepung sagu memiliki tekstur yang licin, berbau, berwarna dan
mengandung bahan kimia. Air tersebut mengalir menuju ke dua tempat pembuangan
akhir yang berada dekat dengan sumber air masyarakat, yang menyebabkan sumur
gali masyarakat setempat tidak bisa digunakan karena air tersebut memiliki ciri-ciri
fisik berbau, berwarna kuning dan menyebabkan gatal. Hal tersebut kami ketahui
setelah kami melakukan wawancara dengan masyarakat setempat. Tetapi untuk saat
ini masyarakat sudah menggunakan air PDAM yang lebih bersih dan jernih.
d. Suhu panas
Pada industri tepung sagu, sinar matahari dan suhu panas menjadi faktor yang
mempengaruhi produksi. Jika dilihat dari sisi keuntungan produksi, semakin panas
suhu semakin meningkat pula jumlah produksi. Namun faktor suhu panas ini dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada para pekerja. Karena pabrik tersebut bersifat
terbuka maka hanya mengandalkan angin alami dari lingkungan saja untuk
mengurangi rasa panas dari teriknya sinar matahari. Beberapa gangguan yang dapat
dirasakan oleh para pekerja diantaranya, rasa tidak nyaman dan konsentrasi
berkurang.
e. Pencahayaan
Aspek pencahayaan dalam proses produksi tepung sagu ditemukan pada tahap
penjemuran, pengeringan, pengangkatan tepung sagu yang kering dan penimbangan
tepung sagu. Dalam tahap penjemuran, pengeringan dan pengangkatan tepung sagu
yang kering digunakan sumber cahaya alami yaitu dari sinar matahari. Namun karena
menggunakan sinar matahari sebagai sumber cahaya utama, ternyata sinar matahari
juga memberikan efek kepada pekerja yang dapat mengganggu kesehatan bila
terpapar terlalu lama. Berbeda dari tahap penjemuran, pengeringan dan pengangkatan
tersebut, pada tahap dimasukannya sagu ke dalam karung justru membutuhkan
bantuan cahaya yang cukup karena dilakukan di dalam ruangan yaitu gudang. Namun
pada kenyataannya, di dalam gudang tersebut sedikit gelap karena hanya ada satu
lampu neon dan jarang dinyalakan. Ventilasi di ruangan tersebut juga sangat minim
sehingga tidak dapat membantu pencahayaan padahal tahap ini memerlukan ketelitian
yang tinggi. Dari kedua kasus di atas dapat diketahui bahwa pada tahap tersebut
pencahayaan yang digunakan tidak cukup sehingga dapat menimbulkan beberapa
gangguan kesehatan terutama gangguan mata atau disebut stress penglihatan. Stress
penglihatan bisa menimbulkan dua tipe kelelahan, yaitu kelelahan mata dan kelelahan
syaraf. Kelelahan pada mata ini ditandai oleh adanya iritasi pada mata atau
konjungtivitis (konjungtiva berwarna merah dapat mengeluarkan air mata),
penglihatan ganda, sakit kepala, daya akomodasi dan konvergensi menurun,
ketajaman penglihatan (visual acuity, kepekaan kontras (contras sensitivity) dan
kecepatan persepsi (Faith, 2008).
2. Potensi Bahaya Kimia
a. Bahan pemutih atau kaporit
Tepung sagu merupakan tepung yang memiliki aroma yang khas cenderung tidak
sedap. Selain memiliki aroma yang tidak sedap tepung sagu juga memiliki warna
tepung yang agak kusam sehingga terlihat tidak menarik. Untuk mengatasi hal ini,
para pekerja menambahkan kaporit ke dalam campuran tepung sagu dan air pada
tahap pencucian. Caranya adalah mencampurkan bubuk kaporit dengan air kemudian
dituangkan pada campuran tepung sagu yang berada di bak. Menurut mereka
tujuannya adalah untuk memutihkan tepung sagu. Padahal kaporit atau klorin itu
sendiri sangat berbahaya jika terkena kulit secara langsung apalagi hal ini dilakukan
setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara para pekerja, memang jika sedang
mengambil bubuknya dan mencampurkan kaporit dengan air, tangan yang terkena
kaporit tersebut serasa sangat panas dan lama kelamaan kulit menjadi terasa kasar.
Menurut Windayu, 2017 jika hal ini dibiarkan terlalu lama maka akan
menimbulkan beberapa gangguan lain diantaranya: a) Kaporit merusak lapisan
kolagen pada kulit, terjadi proses penuaan melalui perusakan sel, menyebabkan kulit
terlihat kusam. b) Kaporit merusak lapisan pelindung kulit, menyebabkan kulit terasa
kering. c) Kaporit merupakan salah satu pemicu terjadinya keratinisasi kulit, yaitu
penumpukkan sel kulit mati pada epidermis kulit dimana sel kulit mengeras, gepeng
dan kehilangan inti selnya. Akibatnya kulit terasa tebal. d) Dampak yang lebih parah
dari gejala diatas yaitu terbukanya kulit yang sudah mengeras seperti pecah-pecah
dan sangat perih. Gejala ini dapat dirasakan oleh pekerja pabrik maupun masyarakat.
3. Potensi Bahaya Biologi
a. Kebun atau rerumputan
Di sekitaran industri informal tepung sagu diketahui bahwa industri ini dikelilingi
oleh perkebunan dan rerumputan. Adanya rerumputan atau perkebunan menjadi
tempat hidup berbagai binatang baik binatang yang berbahaya maupun yang tidak
berbahaya.
b. Bakteri dan mikroorganisme lainnya
Bakteri dan mikroorganisme biasanya banyak terdapat pada lingkungan yang
tidak higienis. Sedangkan lingkungan yang tidak higienis itu ditemukan pada pabrik
tepung sagu. Hal ini menunjukkan bahwa di lingkungan kerja di pabrik tepung sagu
tersebut terdapat risiko yang dapat membahayakan pekerja. Sedangkan
mikroorganisme lain seperti cacing biasanya banyak ditemukan pada lingkungan
tanah yang lembab. Dan kondisi ini juga terdapat di sekitar lingkungan pabrik tepung
sagu.
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya
ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan
kerja.
Contoh masalah ergonomi yang dapat timbul akibat ketidaksesuaian antara pekerja dan
pekerjaannya:

PERAJIN KERUPUK
Proses dan posisi kerja:
1. Pembuatan adonan kerupuk : Tepung tapioka dalam karung seberat 50 kg diangkat berdua
dari tempat penampungan ke tempat pembuatan adonan yang berjarak 2-8 meter. Bahan baku
tersebut diaduk rata secara mekanis selama 3-5 menit atau secara manual selama 7-10 menit.
Selanjutnya adonan tersebut diuleni kembali secara manual selama 2 menit untuk
mendapatkan adonan homogeny
Posisi kerja : proses menguleni adonan dilakukan sambil berdiri dengan meja kerja permanen
setinggi 70 cm yang terbuat dari ubin/kayu dan berat adonan 6-8 kg.
2. Pencetakan : Selanjutnya adoanan yang sudah homogen tersebut dimasukkan ke dalam
pencetak dan dimampatkan secara mekanis atau manual dan didapat keluaran berupa benang-
benang adonan setebal 1 mm dari lobang pencetak, benang-benang adonan ditampung pada
pencetak kerupuk sambil diputar-putar sehingga didapat bentuk yang bulat.
Posisi kerja : pekerjaan pencetakan dilakukan sambil duduk di lantai.
3. Pengkukusan : Kerupuk mentah tersebut segera dimatangkan dengan cara pengkukusan
selama 5-10 menit dan setelah matang dipindah satu persatu dengan cara menjepit dengan
jari-jari tangan ke tempat yang lebih besar untuk dijemur di luar ruangan. Pemindahan ke
luar ruangan dilakukan dengan mengangkat tampah tersebut tinggi-tinggi dengan kedua
tangan
Posisi kerja : pekerjaan memindahkan kerupuk setelah selesai dikukus dilakukan pada posisi
duduk di lantai/jongkok.
4. Penjemuran : Kerupuk dijemur. Setelah kering ditampung dalam keranjang plastik dengan
berat per keranjang 17-20 kg untuk disimpan sementara menunggu untuk digoreng.
Posisi kerja : berdiri dengan tempat jemuran (para-para) yang terlalu rendah.
5. Penggorengan : Kerupuk kering dalam keranjang dipindah ke tempat penggorengan yang
berjarak 10-12 meter. Proses penggorengan kerupuk dilakukan dalam 2 tahap, dengan
minyak dingin dilanjutkan dengan minyak panas.
Posisi kerja : proses penggorengan dilakukan dengan posisi berdiri dengan 2 penggorengan
dan tinggi wajan 70 cm; selesai digoreng kerupuk dikemas dalam kaleng besar. Aliran udara
di bagian ini kurang baik.
6. Pengemasan
Posisi kerja : proses pengemasan dalam posisi berdiri membungkuk

Anda mungkin juga menyukai