Ilmu dibangun di atas tiga landasan; ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Secara ontologis ilmu dibangun berdasarkan konstruksi ilmu pengetahuan keyakinan filosofis tentang (hakikat) realitas.Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah terhadap realitas objek dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren dan wahyu. Gagasan mempertemukan sains dan agama telah berkembang menjadi tawaran pemikiran dan bahkan paradigma keilmuan dalam konteks filsafat ilmu, tawaran paradigma terkait penyatuan agama dan sains akan mempunyai signifikansi yang tak ternilai tingginya. Namun, kemungkinan akan lahirnya produk sainsteistik tersebut terkendala beberapa alasan, seperti sains itu mesti saintifik, sementara agama itu non-sainstifik, dengan alasan tersebut hampir sulit untuk menyatukan keduanya. Di dalam ilmu, sebenarnya tidak ada pemisah satu dengan yang lainnya, melainkan spesialisasi-spesialisasi yang berjalan secara kompetitif dan saling memberikan manfaat dalam semua aspek kehidupan manusia. Dalam realitas masyarakat, tidak dapat dipungkiri muncul kategorisasi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Jika ditelusuri dalam perspektif ulumul Qur’an, ayat- ayat Allah sesungguhnya dapat dibedakan menjadi dua hal, yakni ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat qauliyah.
Penyatuan Al-Qur’an dan Sains.
jika dilihat dari konteks filsafat ilmu bahwa suatu pemikiran dapat berkembang menjadi paradigma keilmuan jika memenuhi tiga syarat yaitu: pertama, adanya konvensi dari komunitas ilmiah, kedua, pemikiran tersebut sudah menstruktur dalam kesadaran, sehingga dapat terbangun suatu tradisi dan budaya keilmuan yang khas, dan ketiga, ditopang dengan banyaknya karya pendukung sebagai auxiliary hypotheses.
Al-Qur’an sebagai Kitab Sains?
Isu yang menjadikan Al-Quran sebagai kitab sains memiliki beberapa persoalan utama seperti membawa persoalan sains yang bersifat sementara benar tetapi masih berpotensi salah, kewilayah Al-Quran yang tidak ada keraguannya. Demikian pula sebaliknya, membawa Al-Quran yang sifatnya qaț’ȋ al-subut wadilalah itu untuk mengkonfirmasi temuan-temuan sains, yang meskipun untuk sementara adalah benar, tetapi tetap berpotensi mengandung salah, bahkan ilmuwan sendiri tidak berani menjamin bahwa temuannya itu kebenaran final.
Al-Qur’an Sebagai Sumber Epistemologi
Paradigma mengenai sumber pengetahuan, ada beberapa pendapat antara lain: Pertama, Emperisme yang beranggapan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos/pengalaman). Kedua, Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Ketiga, Intuisi, dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran tertentu.Keempat, Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hamba- Nya yang terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rasul).
Hubungan Al-Qur’an dan kebenaran Ilmiah
Proses untuk membuktikan hubungan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan serta kebenaran-kebenarannya sebagai salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an, perlu didukung oleh beberapa fakta dan diuji oleh dengan beberapa pendekatan sebagai berikut: Pertama, Sperma, bahwa Al-Qur’an 15 abad yang lalu telah mengungkapkan tentang isyarat reproduksi manusia33 bahwa manusia tercipta dari sperma yang dipancarkan secara berpasang-pasangan. Kedua, tentang Geografi, bahwa Al-Qur’an35 telah menginformasikan bahwa siang dan malam silih berganti dan berbeda panjang waktunya sebagai tanda dan bukti bagi kaum yang bertaqwa. Ketiga, tentang Numerik, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an37 dalam Sekilas, ayat ini sangat boros menggunakan kosa kata, kenapa kemudian tidak menggunakan 309 tahun langsung.