Anda di halaman 1dari 27

5 DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG

LINGKUNGAN
5.1. Analisa Daya Dukung Lingkungan Hidup
Menurut UU No. 32 Tahun 2009 daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Penentuan daya dukung
lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam
dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang
menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Daya dukung lingkungan
dipengaruhi oleh padatnya jumlah penduduk, hal ini terkait dengan kebutuhan
akan sumber daya air dan produktivitas lahan yang tersedia. Clark (1992)
menjelaskan bahwa pertambahan jumlah penduduk membutuhkan perluasan
lahan sebagai wadah aktivitas yang nantinya tumbuh dan berkembang. Apabila
perkembangan tersebut tidak dikendalikan dengan baik maka dapat terjadi
konversi lahan untuk aktivitas yang tidak sesuai dengan fungsi dan daya
dukungnya yang akan berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup didasarkan pada:
a) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
b) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
c) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan
lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL).
 Bila SL > DL , daya dukung lahan dinyatakan surplus.
 Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui
Untuk mempermudah dalam mengidentifikasi daya dukung lingkungan, maka
konsep daya dukung lingkungan hidup dibagi dalam dua bagian yaitu daya
dukung lingkungan hidup berbasis keterbatasan SDA dan berbasis potensi
bencana. Penjelasan tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.1.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-1
Gambar 5.1 Konsep Daya Dukung Lingkungan Hidup

Berdasarkan konsep daya dukung lingkungan hidup pada Gambar 5.1, maka
analisis yang dihitung dan dikaji dalam KLHS perkotaan Srono ini dijelaskan pada
masing-masing sub bab berikut:

5.1.1. Analisis Daya Dukung Sumber Daya Air


Jumlah air di bumi adalah tetap, perubahan yang dialami air di bumi
hanya terjadi pada sifat, bentuk, dan persebarannya. Air akan selalu
mengalami perputaran danperubahan bentuk selama siklus hidrologi
berlangsung.Proses perubahan bentuk air terjadi dengan adanya terik matahari
pada siang hari menyebabkan air di permukaan Bumi mengalami evaporasi
(penguapan) maupun transpirasi menjadi uap air. Uap air akan naik hingga
mengalami pengembunan (kondensasi) membentuk awan. Akibat pendinginan
terus-menerus, butir-butir air di awan bertambah besar hingga akhirnya jatuh
menjadi hujan (presipitasi).Selanjutnya, air hujan ini akan meresap ke dalam
tanah (menjadi air tanah) atau mengalir menjadi air permukaan yang akhirnya
membentuk sungai, danau, atau rawa (Pamungkas, 2012). Mengingat daya
dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan bataswilayah
administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-2
keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam
pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah.
Analisis daya dukung sumber daya air ini dihitung dan dianalisis
berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan akan air.
a. Analisis Ketersediaan air
Pehitungan daya dukung air di perkotaan Sroni berdasarkan Peraturan
Pemerintah Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang
Wilayah. Persamaan untuk perhitungan ketersediaan air mengacu pada
Permen LH No. 17 Tahun 2009 sebagai berikut:

Nilai C (koefisien limpasan tertimbang) diperoleh dari standart yang


berlaku sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.1.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-3
Tabel 5.1 Standart Nilai Koefisien Limpasan Tertimbang

Selain data nilai C yang dibutuhkan, nilai R (rata-rata curah hujan) juga harus
dihitungkan berdasarkan standart. Rata – rata aljabar curah hujan tahunan
diperoleh berdasarkan perbandingan curah hujan tahunan terhadap jumlah
stasiun pengamatan curah hujan.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-4
Menggunakan rumus di atas, maka hasil perhitungan ketersediaan air di
perkotaan Srono adalah:
∑ ( 0,8 X 2.393 )
C= =0,8
∑ ( 2.393 )
2128
R= =2128
1
SA=10 X 0,8 X 2128 X 3165
¿ 53.880 .960 m3/ tahun

b. Analisis Kebutuhan (Demand) Air


Analisis kebutuhan air dengan menggunakan persamaan yang mengacu pada
Permen LH No. 17 Tahun 2009:
(4)
DA = Total kebutuhan air (m3/tahun)
N = Jumlah penduduk (orang)
KLHA = Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m 3 air/kapita/tahun)
Sehingga apabila DDA>1, terjadi surplus air, air masih mampu mendukung
populasi yang ada. Dan apabila DDA<1, terjadi defisit air dan daya dukung
terlampaui atau ketersediaan air sudah tidak mencukupi populasi yang ada.
Menggunakan rumus di atas, maka hasil perhitungan ketersediaan air di
perkotaan Srono adalah:
DA=40.144 X 1000
¿ 40.144 .000 m 3/tahun
= Ketersediaan air > Kebutuhan air
= 53.880.960 > 40.144.000
= Surplus 13.736.960 m3/tahun
Ketersediaan Air di perkotaan srono lebih besar dari kebutuhan air yang
ada di perkotaan srono sehingga menyebabkan surplus 13.736.960 m 3/tahun
yang artinya air masih mampu mendukung populasi yang ada di perkotaan Srono

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-5
5.1.2. Analisis Daya Dukung Sumber Daya Lahan
Analisa daya dukung sumber daya lahan merupakan analisis yang
digunakan untuk mencari seberapa luas yang dibutuhkan untuk pengaturan
ruang kedepan sebagai analisa untuk menghitung daya tampung penduduk.
Perhitungan ketersediaan lahan dilakukan dengan memperhitungkan ketersediaan
lahan dan kebutuhan lahan
a. Analisis ketersediaan lahan menggunakan persamaan yang mengacu pada
Permen LH No. 17 Tahun 2009, yaitu:

(5)
Perhitungan ketersediaan lahan dilakukan berdasarkan Permen LH No. 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam
Penataan Ruang Wilayah. Berdasarkan hal tersebut, data yang diperlukan dalam
perhitungan ketersediaan lahan yaitu produksi aktual tiap jenis komoditi (Pi) dan
harga beras di tingkat produsen (Hb), harga satuan tiap komoditi ditingkat
produsen (Hi), dan produktivitas beras di perkotaan Srono (Pt). Hasil perhitungan
sebagai berikut:

Tabel 5.2 Daya Dukung Lahan Pertanian Perkotaan Srono

Produksi Produktivitas Daya


Jumlah Luas Panen
Tanaman Tanaman Dukung
No. Kecamatan Pendudu Tanaman Nilai X Nlai K
Pangan (Kg Pangan (Kg Lahan
k Pangan (Ha)
Beras) Beras) Pertanian

1 Kebaman 14.692 1409 5267881 3739 0,0959 0,0709 1,3530


2 Sukonatar 4.821 1143 4677578 4092 0,2371 0,0648 3,6613
3 Wonosobo 12.642 912 3981608 4366 0,0721 0,0607 1,1885
4 Sukomaju 7.989 1301 5709947 4389 0,1628 0,0604 2,6971
TOTAL 40.144 4765 19637013,89 4121 0,1187 0,0643 1,8459
Sumber: hasil analisis, 2019

Tabel 5.2 menjelaskan bahwa daya dukung lahan pertanian yang ada di perkotaan
srono dengan nilai 1,8459 artinya nilai tersebut > 1 dimana wilayah tersebut
mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi
penduduknya. Secara spasial hitungan di atas ditunjukkan pada Gambar 5.2.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-6
Gambar 5.2 Peta Daya Dukung Lahan Pertanian (Peta ini ukuran A3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-7
5.1.3. Analisis Daya Dukung Fungsi Lindung
Tingkat daya dukung fungsi lindung dituliskan dengan nilai simbol DDL,
dimana:
∑(Lgl 1. α 1+ Lgl 2. α 2+ Lgl 3. α 3+ Lglx . α x )
DDL=
LW
DDL = Daya dukung fungsi lindung
LW = Luas Wilayah (Ha)

Tabel 5.3 Daya Dukung Fungsi Lindung

Luas Wilayah
RTH Koefisien LP2B Koefisien
No Desa Perkotaan Hasil
(Ha) RTH (Ha) LP2B
Srono (Ha)
1 Kebaman 9,29 0,66 254,53
2 Sukonatar 5,79 5,72 318,16
3 Wonosobo 10,24 2,92 0,98 190,90 0
0,36
4 Sukomaju 6,33 1,94 381,79
Jumlah 31,65 11,24 1145,38
    11,0152   0
Sumber: Hasil analisis, 2019

Tabel 5.3 menjelaskan bahwa daya dukung fungsi lindung yang ada di perkotaan
srono dengan nilai 0,36 artinya nilai tersebut berada pada kategori 0,26-0,5
dimana 0,36 berada pada posisi cukup baik, sebagaimana menurut kriteria nilai
DDl sebagai berikut:

Tabel 5.4 Nilai DDL


Nilai DDL Kategori
0 - 0.25 KURANG BAIK

0.26 - 0.5 CUKUP BAIK

0.51 - 0.75 BAIK

0.76 - 1 SANGAT BAIK

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-8
Gambar 5.3 Peta Daya Dukung Fungsi Lindung ( peta ini A3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-9
5.1.4 Analisis Daya Dukung Lahan Permukiman
Daya dukung wilayah untuk permukiman dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan lahan permukiman guna
menampung jumlah penduduk tertentu untuk bertempat tinggal secara layak.
Data proyeksi kebutuhan daya tampung permukiman di dasarkan pada jumlah
rumah kavling besar, kavling sedang dan kavling kecil dengan asumsi 1 rumah 4
penduduk. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.5 Daya Dukung Lahan Permukiman

Sumber: kompilasi RDTR 2017 dan hasil analisis 2019

Tabel 5.5 menjelaskan bahwa nilai total dari masing-masing jenis permukiman
baik kavling besar, kavling sedang dan kavling kecil nilainya melebihi angka 1
yang artinya daya dukung lahan untuk permukiman di perkotaan srono masih
mampu menampung penduduk untuk bermukim (membangun rumah) di wilayah
tersebut. Secara spasial daya dukung lahan permukiman perkotaan Srono
ditunjukkan pada Gambar 5.4.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-10
Gambar 5.4 Peta Daya Dukung Lahan Permukiman (peta ini A3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-11
5.2. Kajian Kinerja Jasa Layanan Ekosistem

Manusia mendapat manfaat dari berbagai sumber daya dan proses yang
disediakan oleh ekosistem alam, secara menyeluruh, manfaat ini dikenal dengan
istilah jasa ekosistem. Jasa ekosistem adalah barang atau jasa yang disediakan
oleh ekosistem untuk manusia dan menjadi dasar untuk penilaian ( valuation)
suatu ekosistem. Ketersediaan jasa ekosistem sering bervariasi dengan
berjalannya waktu. Menurut sistem klasifikasi jasa ekosistem dari Millenium
Ecosystem Assessment, jasa ekosistem dikelompokan menjadi empat fungsi
layanan, yaitu jasa penyediaan ( provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa
pendukung (supporting) dan jasa kultural (cultural), dengan rincian sebagai
berikut:

Tabel 5.6 Klasifikasi Layanan Ekosistem

Klasifikasi Layanan Ekosistem Definisi Operasional


A. Fungsi penyediaan (provisioning)

1. Pangan Hasil laut, pangan dari hutan (tanamna dan hewan), hasil
pertanian dan erkebunan untuk pangan, hasil peternakan
2. Air bersih Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas
penyimpanannya), penyediaan air dari sumber permukaan
3. Serat (fiber) Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan perkebunan
untuk material
4. Bahan bakar (fuel) Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar dari fosil
B. Fungsi pengaturan (regulating)

1. Pengaturan iklim Pengaturan suhu, kelembapan dan hujan, pengendalian gas


rumah kaca dan karbon
2. Pengaturan tata aliran air Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam untuk
dan banjir penyimpanan air, penegndalian banjir dan pemeliharaan air
3. Pencegahan dan Infrastruktur alam pencegahan dan perlindunga dari
perlindungan dari bencana kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan tsunami
4. Pemurnian air Kapasitas badan air dalam mengencerkan, mengurai dan
menyerap pencemar
5. Pengolahan dan penguraian Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan
limbah menyerap limbah dan sampah
6. Pemeliharaan kualitas udara Kapasitas mengatur sistem kimia udara
7. Pengaturan penyerbuka Distribusi habitat spesies pembantu proses penyerbukan
alami (pollination) alami
8. Pengendalian hama dan Distribusi habitat spesies trigger dan pengendali hama dan
penyakit penyakit
C. Fungsi pendukung (supporting)

1. Pembentuk lapisan tanah dan


Kesuburan tanah
pemelihara kesuburan
2. Siklus hara (nutrient) Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian
LAPORAN AKHIR -
3. Produksi primer Penyusunan KLHS Rencana
Produksi Detail Tata
oksigen, Ruang Bagian
penyediaan habitat Wilayah
spesies
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-12
Klasifikasi Layanan Ekosistem Definisi Operasional
D. Fungsi kultural (cultural)

1. Tempat tinggal dan ruang Runag untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar “kampur
hidup (sense of place) halaman” yang punya nilai sentimental
2. Rekreasi dan ecotourism Fitur lansekap, keunikan alam, atau niali tertentu yang
menjadi daya tarik wisata
3. Estetika Keindahan alam yang memiliki nilai jual

Jasa ekosistem (JE) adalah keuntungan yang diperoleh manusia dari ekosistem
(MA, 2005). Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa
penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural),
dan jasa pendukung (supporting) (MA, 2005).
 Jasa penyediaan : bahan makanan, air bersih, serat, bahan bakar dan
bahan dasar lainnya, materi genetik, bahan obat dan biokimia, spesies hias.
 Jasa Pengaturan : Pengaturan kualitas udara, Pengaturan iklim,
Pencegahan gangguan, Pengaturan air, Pengolahan limbah, Perlindungan
tanah, Penyerbukan, Pengaturan biologis, Pembentukan tanah.
 Jasa Budaya : Estetika, Rekreasi, Warisan dan indentitas budaya, Spiritual
dan keagamaan, Pendidikan.
 Jasa Pendukung : Habitat berkembang biak, Perlindungan plasma nutfah.

Analisis ini untuk mengukur sejauh mana “perubahan” JE antara eksisting dan
setelah penerapan Rencana Pola Ruang dan atau KRP RDTR serta mempredikasi
dampak lingkungan yang bisa terjadi.

5.2.1 Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

Jasa ekosistem penyediaan pangan adalah produk pangan yang diperoleh


dari ekosistem untuk mendukung kehidupan manusia. Jasa ekosistem penyediaan
pangan utama umumnya didapat dari sawah. Selain sawah jasa ekosistem pangan
dapat diperoleh dari hutan, perkebunan, tegalan, dan lain sebagainya yang dapat
menghasilkan produk pangan, baik secara langsung ataupunmelalui proses
pengolahan. Berdasarkan luasannya jasa ekosistem pangan di wilayah kajian
ditampilkan pada Tabel 5.7 dan Peta pada Gambar 5.5.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-13
Tabel 5.7 Jasa Ekosistem Pangan Perkotaan Srono

  Penyedia Pangan TOTAL


No
DESA Rendah Sedang Tinggi (hektar)

1. Ds. Sukonatar 494.761 1.718.663 2.544.813 4.758.237

2. Ds. Sukomaju 603.342,0 1.395.445 3.450.602 5.449.389

3. Ds. Kebaman 981.029 1.533.642 4.118.252 6.632.923

4. Ds. Wonosobo 1.444.970 3.047.709 4.661.876 9.154.555

3.524.102 7.695.459 14.775.543


Sumber: Hasil analisis, 2019

Berdasarkan analisis pengunaan lahan, wilayah kajian memiliki jasa


ekosistem (JE) pangan yang didominasi dengan kategori JE pangan tinggi yaitu
seluas 4.661.876 Ha di Ds. Wonosobo. JE pangan tersebut disediakan dari kebun,
persawahan, tanaman campuran dan semak belukar. Secara spasial ditunjukkan
Peta pada Gambar 5.5.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-14
Gambar 5.5 Jasa Ekosistem Penyedia Pangan (peta a3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-15
5.2.2 Jasa Ekosistem Penyediaan Air

Jasa ekosistem penyediaan air merupakan kemampuan ekosistem dalam


menyediakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
masyarakat maupun untuk pengembangan kawasan. Jasa ekosistem penyediaan
air di wilayah kajian dapat diperoleh dari air hujan maupun air laut. Air hujan yang
turun ke permukaan bumi akan terdistribusi menjadi dua bagian, yaitu bagian
yang meresap ke dalam tanah dan mengisi air tanah serta bagian yang mengalir
di atas permukaan tanah sebagai limpasan (runoff). Persentase kedua bagian
tersebut akan sangat tergantung pada beberapa hal, antara lain jenis tanah,
kemiringan lereng, intensitas hujan, dan tutupan lahan (land cover). Sedangkan
jasa ekosistem penyediaan air dari sumber air laut bisa digunakan sebagai air
tawar setelah melalui proses teknologi terlebih dahulu seperti teknologi reverse
osmosis (RO).
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi akan terbagi menjadi dua bagian atau komponen yang dengan
formulasi sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
6 P=R+I
Dimana:
P = presiptasi (curah hujan)
R = debit runoff
I = infiltrasi
Sementara perhitungan R atau debit runoff (Q) dapat dihitung
menggunakan persamaan rasional sebagai berikut:

7 Q = f. C. A. I
Dimana:
F = faktor pengali yang besarnya 0,278 jika A menggunakan satuan
Km2
C = koefisien run off (rasio antara air yang melimpas dengan air hujan
yang jatih ke permukaan bumi), tanpa satuan
A = luas daerrah tangkapan (Hektar atau Km2)
I = intensitas hujan (mm/jam)
Q = debit run off (m3/dt)

Tabel 5.8 adalah nilai koefisien runoff dari berbagai penggunaan lahan
yang diambil dari berbagai sumber sebagai inputan dalam perhitungan debit
runoff secara
LAPORAN AKHIRspasial. Jumlah
- Penyusunan KLHShujan dikurangi
Rencana Detail Tatadengan nilai Wilayah
Ruang Bagian debit runoff yang
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-16
dihitung menggunakan rumus rasional tersebut menghasilkan sejumlah air yang
tersimpan/storage di bawah permukaan (komponen air hujan yang meresap ke
dalam tanah dan mengisi air tanah). Kedua bagian tersebut, baik debit limpasan
maupun storage dapat digunakan sebagai prediksi awal potensi sumber air baku
sebagai jasa ekosistem penyediaan air di wilayah kajian. Sementara untuk
ketersediaan air laut yang berlimpah tidak memenuhi syarat kualitas apabila
digunakan secara langsung (memerlukan proses pengolahan). Air laut digunakan
sebagai sumber air baku air tawar (fresh water) dalam kondisi force major yaitu
suatu kondisi apabila dan jika air tawar dari ekosistem darat tidak tersedia. Ini
dikarenakan proses teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar masih relatif
mahal.
Tabel 5.8 Nilai Koefisien Runoff untuk Berbagai Penggunaan Lahan
(Diambil dari berbagai sumber)
Koefisien Koefisien
Penggunaan Kemiringa
Penggunaan Lahan Runoff Runoff
Lahan n Lereng
(C) (C)
Air Laut 1 <3% 0.1
Dermaga Laut 0.7 3-5% 0.1
Empang 0.8 5-8% 0.25
Hutan Rimba
Hutan Bakau/Mangrove 0.85 8 - 15 % 0.25
Jalan Arteri 0.9 15 - 25 % 0.3
Jalan Lingkungan 0.85 25 - 40 % 0.3
Jalan Lokal 0.8 > 40 % 0.4
Kolam 0.8 <3% 0.1
Median Jalan 0.85 3-5% 0.1
Pasir/Bukit Pasir Darat 0.9 5-8% 0.15
Pasir/Bukit Pasir Laut 0.9 Semak Belukar 8 - 15 % 0.15
Pekarangan 0.45 15 - 25 % 0.2
Pelabuhan Laut 0.7 25 - 40 % 0.2
Perkebunan/Kebun 0.4 > 40 % 0.25
Permukaan/Lapangan
Diperkeras 0.95 <3% 0.3
Rawa 0.85 3-5% 0.3
Sungai 0.85 Tegalan/ 5-8% 0.4
Taman 0.15 Ladang 8 - 15 % 0.4
Tanah Kosong/Gundul 0.9 15 - 25 % 0.5
Tanaman Campuran 0.35 25 - 40 % 0.5
> 40 % 0.6

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-17
Berdasarkan ketentuan pada Tabel 5.8, maka hasil perhitungan jasa ekosistem
penyedia air di perkotaan Srono ditunjukkan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Jasa Ekosistem Penyedia Air

  Penyediaan Air TOTAL


No
DESA Rendah Sedang Tinggi (hektar)

1 Ds. Sukonatar 0,0000 1,1306 565,0036 566,1342

2 Ds. Sukomaju 0,0000 0,0000 648,8201 648,8201

3 Ds. Kebaman 0,0000 0,0000 981,7413 981,7413

4 Ds. Wonosobo 0,0000 16,5152 1.222,5887 1.239,1039

Sumber: Hasil analisis, 2019

Berdasarkan Tabel 5.9 dengan menggunakan pendekatan lahan yaitu berdasarkan


satuan kemampuan lahan (SKL) penyediaan air, maka JE penyediaan air di
wilayah kajian didominasi oleh ketersediaan air tinggi yaitu sebesar 1.222,5887
Ha, artinya bahwa wilayah perkotaan Srono masih mencukupi untuk jasa
ekosistem air. Secara spasial ditunjukkan pada Peta Gambar 5.6.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-18
Gambar 5.6 Jasa Ekosistem Penyedia Air (peta a3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-19
5.2.3 Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air dan Banjir

Kategori jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir adalah manfaat
yang diperoleh dari proses ekosistem dalam melakukan penataan air dan banjir.
Proses penataan air dan banjir ini terkait dengan fungsi daerah resapan dan
sistem drainase, baik makro maupun mikro. Terkait dengan resapan, maka
ekosistem yang berfungsi mengatur air dan mengurangi banjir adalah ekosistem
yang bervegetasi. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air dan Banjir Perkotaan Srono

  Pengaturan Air TOTAL


No
DESA Rendah Sedang Tinggi (hektar)

1 Ds. Sukonatar 455,2896 105,1980 5,6466 566,1342

2 Ds. Sukomaju 520,4705 122,1569 6,1927 648,8201

3 Ds. Kebaman 665,2645 298,6161 17,8607 981,7413

4 Ds. Wonosobo 530,1304 701,2525 7,7210 1.239,1039

Sumber: Hasil analisis, 2019

Berdasarkan penggunaan lahannya, sesuai dengan kerapatan vegetasinya maka


wilayah kajian didominasi dengan jasa ekosistem pengaturan air dan bajir dengan
kategori rendah di desa Kebaman sebesar 665,2645 Ha yang terdiri atas makam.
Hasil perhitungan JE pengaturan tata air dan banjir bedasarkan penggunaan lahan
dapat dilihat pada Tabel 5.10. Sedangkan distribusi JE pengaturan air dan banjir
untuk setiap desa dapat dilihat pada Gambar peta 5.7.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-20
Gambar 5.7. Jasa Ekosistem Pengatur Tata Air dan Banjir (peta a3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-21
5.2.4 Jasa Ekosistem Pengolah dan penguraian limbah

Jasa ekosistem pengolahan dan penguraian limbah termasuk kedalam


kategori jasa ekosistem pengaturan. Pengolahan dan penguraian limbah diberikan
oleh ekosistem melalui kemampuan lahan dalam menetralisir limbah yang masuk
atau dimasukkan ke lingkungan sehingga dapat mencapai kondisi keseimbangan
kembali. Tanah sebagai habitat yang kaya akan mikroba penetralisir limbah akan
berkembang dengan baik apabila cukup nutrisi yang diindikasikan dengan adanya
tanaman yang tumbuhan di atas tanah tersebut. Hasil perhitungan ditunjukkan
pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Jasa Ekosistem Pengolah dan Penguraian Limbah

  Pengaturan Pengolahan Limbah TOTAL


No
DESA Rendah Sedang Tinggi (hektar)
1 Ds. Sukonatar 329,5083 181,3093 55,3166 566,1342
2 Ds. Sukomaju 434,3154 145,9800 68,5247 648,8201
3 Ds. Kebaman 605,5257 172,1112 204,1044 981,7413
4 Ds. Wonosobo 850,5492 203,0944 185,4603 1.239,1039
Sumber: Hasil analisis, 2019

Berdasarkan analisis penggunaan lahannya, jasa ekosistem (JE) pengolahan dan


penguraian limbah di wilayah kajian didominasi dengan kategori tinggi sebesar
204,1044 Ha di desa Kebaman. JE pengolahan dan penguraian limbah ini
diberikan oleh ekosistem, khususnya dengan tutupan lahan pekarangan dan
semak belukar yang dapat dijadikan sebagai lahan untuk penglahan limbah padat
dan cair. Secara spasial ditunjukkan pada Gambar 5.8.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-22
Gambar 5.8 Jasa Ekosistem Pengolah dan Pengurai Air Limbah
(peta a3)

5.2.5 Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan


Bencana

Jasa ekosistem pengaturan, pencegahan, dan perlindungan bencana dapat


diketahui dengan pendekatan penggunaan lahan. Lahan non vegetasi memiliki
kerentanan yang lebih besar terhadap bencana, khususnya bencana banjir,
kekeringan, dan longsor. Pendekatan lain bisa dilakukan melalui analisis satuan
kemampuan lahan (SKL) terhadap bencana. Hasil perhitungan ditunjukkan pada
Tabel 5.12.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-23
Tabel 5.12 Perhitungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan
Perlindungan Bencana

Sumber: Hasil analisis, 2019


Pengaturan Mitigasi Bencana
  TOTAL
No Alam
DESA Rendah Sedang Tinggi (hektar)
1 Ds. Sukonatar 566,7179 0,0000 0,0000 566,7179
2 Ds. Sukomaju 649,4337 0,0000 0,0000 649,4337
3 Ds. Kebaman 982,6638 0,0000 0,0000 982,6638
Ds.
4 464,0044 776,3708 0,0000 1.240,3752
Wonosobo

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa wilayah kajian memiliki jasa ekosistem


pengaturan, pencegahan, dan perlindungan bencana yang didominasi oleh
kategori rendah sebesar 982.6638 Ha paling tinggi dibandingkan di desa lainnya
yaitu di desa Kebaman. Secara spasial ditunjukkan pada Gambar 5.9.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-24
Gambar 5.9 Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan
Bencana (peta a3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-25
5.2.6 Jasa Ekosistem pengaturan dan pemeliharaan kualitas udara

Jasa ekosistem pengaturan dan pemeliharaan kualitas udara terkait dengan


kemampuan ekosistem menerima dan membersihkan kontaminan yang ada di
udara sehingga kualitas udara tetap sesuai dengan yang dibutuhkan serta tidak
membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsi
pengaturan dan pemeliharaan kualitas udara dapat dilakukan oleh semua jenis
vegetasi melalui proses respirasi dan fotosintesis yang memerlukan karbon
diokasida (CO2). Oleh karena itu JE ini dapat dilakukan dengan pendekatan
penggunaan lahannya. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Jasa Ekosistem pengaturan dan pemeliharaan kualitas udara

  Pengaturan Kualitas Udara TOTAL


No
DESA Rendah Sedang Tinggi (hektar)
1 Ds. Sukonatar 27,9787 538,1558 0,0000 566,1345
2 Ds. Sukomaju 33,7682 615,0520 0,0000 648,8202
3 Ds. Kebaman 92,1001 889,6413 0,0000 981,7415
4 Ds. Wonosobo 80,8627 1.158,2412 0,0000 1.239,1038
Sumber: Hasil analisis, 2019

Berdasarkan penggunaan lahan di wilayah kajian, maka JE pengaturan dan


pemeliharaan kualitas udara didominasi dengan kriteria sedang yaitu sebesar
1.158.2412 Ha paling tinggi dibandingkan desa lainnya yaitu di desa Wonosobo.
Secara spasial ditunjukkan pada Gambar 5.10.

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-26
Gambar 5.10. Jasa Ekosistem pengaturan dan pemeliharaan kualitas udara
(peta a3)

LAPORAN AKHIR - Penyusunan KLHS Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah
Perkotaan Kecamatan Srono Di Kabupaten Banyuwangi V-27

Anda mungkin juga menyukai