Table 4.1
Kriteria Penentuan Sampel Model Pertama dan Kedua
No. Kriteria Jumlah
1 Perushaan manufaktur yang tertera di Bursa Efek Indonesia 810
periode 2015-2019
2 Perushaan yang menyampaikan laporan tahunan dan laporan 585
keuangan yang sudah diaudit dengan waktu lima tahun
berturut turut dengan periode 2015-2019
3 Perushaan manufaktur yang dalam penyampaian laporan 440
keuangannya dalam bentuk rupiah.
4 Perushaan Manufaktur yang mengalami laba pada periode 340
2015-2019
5 Perushaan Mnufaktur yang memiliki kelengkapan data terkait 250
dengan variable penelitian
Jumlah sampel 250
Table 4.2
Kriteria Penentuan Sampel Model Ketiga
No. Kriteria Jumlah
1 Perushaan manufaktur yang tertera di Bursa Efek Indonesia 810
periode 2015-2019
2 Perusahaan Manufaktur yang menyampaikan laporan tahunan 585
dan laporan keuangan yang sudah diaudit dengan waktu lima
tahun berturut turut dengan periode 2015-2019
3 Perushaan Manufaktur yang dalam penyampaian laporan 440
keuangannya dalam bentuk rupiah
4 Perushaan Manufaktur yang mengalami kerugian pada 230
periode 2015-2019
5 Perushaan Manufaktur yang memiliki kelengkapan data 100
terkait dengan variable penelitian
Jumlah sampel 100
Sumber: Data Sekunder diolah tahun 2020
4.2 Statistik Deskriptif
Table 4.3
Statistik Deskriptif
Variabel Mean Median Maximum Minimum Standar
Deviasi
Model 1
PBV 0,675759 0,6575 0,8617 0,4129 0,5244
MOWN 0,661 0,234000 0,834 0,00152 0,193476
ROA 0,7681 0,9500 0,89810 0,454 0,7838
(CSR) 0,68198 0,76341 0,241758 0,868132 0,766570
Sumber: Data Sekunder yang diolah tahun 2021
Table 4.3 pada model pertama menunjukkan bahwa data Profitabilitas (Y), nilai
terendah yaitu 0,454, nilai tertinggi yaitu 0,89810 dengan nilai rata-rata yaitu
0,7681, artinya rata-rata profitabilitas yang dilakukan perushaan selama periode
penelitian sebesar 0,7681 atau 76,81% dengan nilai standar deviasi yaitu 0,6828.
Nilai rata-rata lebih besar daripada nilai standar deviasi menunjukkan penyimpangan
yang terjadi rendah. Dapat disimpulkan bahwa penyebaran data pada profitabilitas
terjadi secara merata.
Nilai Perusahaan (X1) nilai terendah yaitu 0,4129, nilai tertinggi yaitu 0,8617
dengan nilai rata-rata yaitu 0,6757 Dan nilai standar deviasi yaitu 0,5244. Dengan
nilai rata-rata lebih besar daripada nilai standar deviasi menunjukkan penyimpangan
yang terjadi rendah. Dapat disimpulkan bahwa penyebaran data pada intensitas aset
tetap terjadi secara merata.
Kepemilikan Menejerial (X2) nilai terendah yaitu 0,00152 dan nilai tertinggi
yaitu 0,834 dengan nilai rata-rata yaitu 0,661. Dan nilai standar deviasi yaitu
0,193476 Dengan nilai rata-rata lebih besar daripada nilai standar deviasi
menunjukkan penyimpangan yang terjadi rendah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penyebaran data pada intensitas persediaan secara merata.
Corporate social responsibility (X4) nilai terendah yaitu 14,19444 dan nilai
tertinggi yaitu 24,72310 dengan nilai rata-rata yaitu 20,63198 yang menunjukkan
rata-rata corporate social responsibility yang dilakukan oleh entitas selama periode
berjalan yaitu 20,63 dan nilai standar deviasi sebesar 1,966570. Dengan nilai rata-
rata lebih besar daripada nilai standar deviasi menunjukkan bahwa penyimpangan
yang terjadi rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebaran data pada CSR
terjadi secara merata.Uji Korelasi Spearman dan Pearson Model Pertama
Table 4.6
Spearman dan Pearson Correlation Test Model Pertama
Pearson Correlation
Sp
MOW
earman Correlation
Variable PBV ROA CSR
N
-
PBV -4,3469 0,2808
4,1117
MOWN 0,0046 1,9025 4,1889
ROA 0,049 0,001 0,036
CSR 0 1,546 0,002
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2021
4.2.1 Uji Korelasi Spearman dan Korelasi Pearson Pada Model Kedua
Table 4.7
Spearman dan Pearson Correlation Test Pada Model Kedua
Pearson Correlation
Spearman Correlation
Berdasarkan table 4.8 menujukkan bahwa nilai uji chow yaitu dengan
nilai probability 0,0002 < 0,05 artinya H 0 tidak diterima dan H1 tidak
ditolak, maka menggunakan Fixed Effect Model.
Berdasarkan table 4.8 menujukkan bahwa nilai uji chow yaitu dengan
nilai probability 0,0002 < 0,05 artinya H 0 tidak diterima dan H1 tidak
ditolak, maka menggunakan Fixed Effect Model.
Berdasarkan table 4.8 menunjukkan bahwa nilai uji chow yaitu dengan
nilai probability 0,0005 < 0,05 artinya H0 tidak diterima dan H1 tidak
ditolak, maka menggunakan Fixed Effect Model.
Berdasarkan table 4.9 menunjukkan hasil dari hausman test pada model
pertama yaitu dengan nilai probability 0,3955 > 0,05 artinya H0 tidak
ditolak dan H1 ditolak, maka teknik yang digunakan yaitu Random Effect
Model.
Berdasarkan table 4.9 menunjukkan hasil dari hausman test pada model
kedua yaitu dengan nilai probability 0,3483 > 0,05 artinya H 0 tidak ditolak
dan H1 ditolak, maka teknik yang digunakan yaitu Random Effect Model.
Sehinga teknik estimasi panel datayang digunakan adalah Random Effect
Model.
Berdasarkan table 4.9 hasil dari hausman test pada model ketiga yaitu
dengan nilai probability 0,1170 > 0,05 artinya H0 tidak ditolak dan H1
ditolak, maka teknik yang digunakan yaitu Random Effect Model. Sehinga
teknik estimasi panel datayang digunakan adalah Random Effect Model.
4.7.3 Uji t
Table 4.17
Uji t
Variabel Koefisien Standar t-Statistik Prob. Hasil
Eror
Model Pertama
C 0,731161 0,149211 4,900192 0,0000 -
IAT -0,124592 0,046592 -2,674110 0,0081 Diterima
IP 0,006714 0,004510 1,488689 0,1382 Ditolak
KRF -0,015362 0,019269 -0,797265 0,4263 Ditolak
LOG(CSR) -0,021627 0,007018 -3,081696 0,0024 Diterima
Model Kedua
C 0,734090 0,149028 4,925867 0,0000 -
IAT -0,127989 0,046354 -2,761133 0,0063 Diterima
IP 0,006630 0,004504 1,471875 0,1427 Ditolak
LOG(CSR) -0,021187 0,007004 -3,123602 0,0021 Diterima
Model Ketiga
C 0,290364 0,015053 19,29003 0,0000 -
KRF -0,028538 0,022084 -1,292242 0,1995 Ditolak
Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2020
4.8 PEMBAHASAN
4.8.1 Pengaruh Intensitas Aset Tetap terhadap Tax Avoidance
Berdasarkan table 4.17 menunjukkan hasil variabel intensitas aset tetap
pada model pertama nilai probability yaitu 0,0081 dan pada model kedua yaitu
0,0063. yang mana nilai probability tersebut < 0,05, artinya variable intensitas
aset tetap berpengaruh secara probabilitas terhadap ETR dengan nilai
koefisien variable intensitas aset tetap pada model pertama yaitu -0,124592
dan pada model kedua -0,127989 yang artinya variable intensitas aset tetap
berpengaruh kearah negatif terhadap ETR, yang berarti intensitas aset tetap
berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Hal ini dikarenakan semakin
bertambhanya intensitas aset tetap maka pengaruhnya terhadap ETR semakin
kecil, dengan ETR yang semakin kecil maka tingkat tax avoidance yang
dilakukan entitas semakin banyak. Hasil ini sesuai dengan H1, maka H1
diterima. Hal ini menunjukkan semakin bertambahnya intensitas aset tetap
maka semakin kecil nilai ETR sehingga mengindikasikan tax avoidance yang
dilakukan semakin besar. Intensitas aset tetap yang dimiliki entitas
menyebabkan timbulnnya biaya penyusutan yang merupakan salah satu beban
yang bisa mengurangi laba entitas sehingga dapat mempengaruhi pajak yang
akan dibayarkan (Noviyani & Muid, 2019).
Terkait dengan teori agensi mengenai adanya perbedaan kepentingan
antara manajemen selaku agen dengan pemerintah selaku prinsipal. Dimana
pemerintah menginginkan entitas dalam melaporkan labanya dalam jumlah
yang besar agar penerimaan pajak yang diperoleh semakin besar. Namun
manajemen selaku pihak yang mengelola usahanya menginginkan dalam
melaporkan laba dalam jumlah yang sedikit agar biaya pajak yang dikenakan
menjadi kecil. Agar manajemen dalam melaporkan laba dalam jumlah sedikit
dilakukan dengan cara memanfaatkan intensitas aset tetap yang dimiliki,
karena didalam aset tetap terdapat biaya depresiasi yang dapat mengurangi
penghasilan entitas, sehingga laba yang dilaporkan entitas menjadi rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Mildawati & Baihaqiqi (2019) yang
menyatakan bahwa entitas yang mempunyai aset tetap dalam jumlah yang
besar maka dalam pembayaran pajaknya menjadi lebih kecil, hal ini
dikarenakan entitas memanfaatkan keuntungan atas depresiasi aset tetap untuk
mengurangi beban pajak entitas. Menurut Noor et al., (2010) dalam Mildwati
& Baihaqiqi (2019) menyatakan intensitas aset tetap yang dimiliki
mempengaruhi pajak entitas hal ini dikarenakan adanya beban penyusutan
yang timbul ata aset tetap. Beban depresiasi telah diatur dalam undang-undang
tentang perpajakan yaitu Undang-Undang No 35 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1
menjelaskan depresiasi yang digunakan sebagai pengeluaran dalam
mendapatkan aset tetap berwujud dan amortisasi yang digunakan dalam
pengeluaran untuk mendapatkan aset tetap berwujud maka dapat digunakan
sebagai pengurang pajak. Sehingga entitas memanfaatkan aset tetap yang
menimbulkan biaya depresiasi yang bisa digunakan untuk mengurangi biaya
pajak yang akan dibayarkan. Hasil penelitian ini selaras dengan Purwanti &
Sugiyarti (2017), Noviyani & Muid (2019), Mildwati & Baihaqiqi (2019)
yang membuktikan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap
tax avoidance. Namun hasil ini tidak selaras dengan Sulistiyanti & Nugraha
(2019) dan Nasution & Mulyani (2020) yang membuktikan intensitas aset
tetap berpengaruh negative terhadap tax avoidance.