Oleh
Peni Rizki Yani
1705422
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkah, rahmat, karena atas karunia dan kehendak-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi.
iii
Penelitian ini ditulis sebagai salah satu pemenuhan syarat untuk kelulusan
pada Program Studi Pendidikan Bisnis. Proposal yang berjudul “Analisis Social
Media Marketing pada Social Media Engagement Serta Dampaknya
Terhadap Keputusan Menggunakan Layanan Jasa Homeschooling” yang
disusun untuk memperoleh temuan mengenai gambaran pengaruh social media
marketing dan social media engagement terhadap purchase decision.
Proposal ini dikerjakan penulis dengan sebaik dan seoptimal mungkin
dengan harapan dapat mendatangkan manfaat serta memberi sumbangsih yang
berarti bagi kemajuan dunia pemasaran serta pendidikan. Penulis memohon maaf
apabila masih terdapat kekurangan dan kesalahan, dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan
landasan perbaikan yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bandung,November 2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................III
DAFTAR ISI..........................................................................................................IV
DAFTAR TABEL...................................................................................................V
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................VI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
iv
1.1 Latar Belakang Penelitian.............................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah....................................................................................11
1.3 Rumusan Penelitian.....................................................................................12
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................12
1.5 Kegunaan Penelitian...................................................................................13
1.5.1 Teoritis.....................................................................................................13
1.5.2 Praktis......................................................................................................13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 14
2.1 Kajian Pustaka.............................................................................................14
2.1.1 Purchase decision....................................................................................14
2.1.2 Social media engagement........................................................................22
2.1.3 Social media Marketing...........................................................................29
2.2 Kerangka Pemikiran....................................................................................42
2.3 Hipotesis Penelitian.....................................................................................46
BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN.......................................48
3.1 Objek Penelitian..........................................................................................48
3.2 Metode Penelitian.......................................................................................48
3.2.1 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan.........................................48
3.2.2 Operasionalisasi Variabel........................................................................49
3.2.3 Jenis dan Sumber Data............................................................................52
3.2.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel...................................53
3.2.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................................55
3.2.6 Pengujian Validitas dan Reliabilitas........................................................55
3.2.7 Teknik Analisis Data...............................................................................57
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................72
DAFTAR TABEL
v
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Industri pendidikan atau lembaga pendidikan pada beberapa tahun ini
mengalami peningkatan yang signifikan. Maraknya pertumbuhan lembaga
pendidikan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan dinamisnya sektor
pendidikan [ CITATION Usm04 \l 14345 ] . Meningkatnya kesadaran akan pendidikan
menjadi salah satu unsur yang mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai
lembaga pendidikan. Persaingan antar lembaga pendidikan merupakan sebuah
proses evolusi. Maksud evolusi adalah makna persaingan antar lembaga
pendidikan yang telah bergeser dari konteks, substansi, strategi, dan polanya
sehingga terdapat konsekuensi terhadap kecenderungan kompetisi dalam bisnis
pendidikan. Persaingan tidak lagi menyangkut efisiensi penyelenggaraan
pendidikan, namun secara terstruktur telah menjadi common sense jika lembaga
pendidikan yang dipilih adalah yang memiliki keunggulan pada hampir semua
aspek (input, proses, dan output) [ CITATION Ism05 \l 14345 ].
Ismara (2005) menyatakan bahwa manajemen pelayanan publik mulai
ditinggalkan menjadi manajemen bisnis yang mau tidak mau harus
mengutamakan price, prospect, product, profit, priority, place, people, profile,
and promotion.Akibatnya, juga perlu mempertimbangkan kompetitor, competitive
advantages, added value, dan diversity, untuk dapat membuat puas konsumen
(impressive experienced and satisfied services), sehingga pangsa pasar bisnis
pendidikan dicermati dengan sangat teliti.Spesifikasi permintaan pelanggan
dijabarkan dengan rinci dan diberi atribut kompetensi, yang kelak diharapkan
dapat menciptakan performansi kerja luaran (baik output, outcome, maupun
impact) yang sempurnas.
Salah satu lembaga pendidikan yang merasakan persaingan adalah
homeschooling. Homeschooling merupakan sistem pendidikan atau pembelajaran
[CITATION Lis08 \l 1033 ][ CITATION Khu16 \l 1033 ][CITATION Lis08 \l 1033 ][ CITATION
Tei14 \l 1033 ]yang diselenggarakan di rumah sebagai sekolah alternatif dengan
cara menempatkan anak-anak sebagai subjek yang menggunakan pendekatan di
rumah. Pengajar atau guru dari program homeschooling biasanya dilakukan oleh
orang tua atau orang lain yang ditunjuk sebagai gurunya. Homeschooling dapat
dilaksanakan sesuai dengan tahap perkembangan anak, sehingga pada anak usia
dini, orang tua dapat memberikan materi pembelajaran pada saat anak bermain,
makan, dan segala aktivitas anak. [CITATION Lis08 \l 1033 ]
Keputusan pembelian atau purchase decision dapat diartikan sebagai
aktivitas atau tindakan yang mengevaluasi dua perilaku atau lebih dan memilih
satu sebagai pilihan sebagai bentuk keinginan perilaku [CITATION Kot12 \l 14345 ].
Keputusan pembelian adalah ranah yang wajib diteliti karena proses keputusan
pembelian menjelaskan tahapan yang dilalui konsumen sebelum memutuskan
untuk membeli produk. Memahami proses pembelian konsumen tidak hanya
sangat penting bagi tenaga penjualan (salesman), tapi juga akan memungkinkan
perusahaan untuk menyelaraskan strategi dalam penjualan produk [CITATION
Mom15 \l 14345 ]. Perilaku konsumen seringkali tidak rasional dan tidak dapat
diprediksi. Mereka mengatakan satu hal tetapi melakukan hal lain. Namun, upaya
yang dihabiskan untuk mencoba memahami cara orang berpikir tentang perilaku
pembelian merupakan faktor kunci dalam pemasaran yang sukses (Idris et al.,
2018).
Konsep dari purchase decision muncul pertama kali pada tahun 1966.
Model ini menunjukkan hubungan interaktif antara perusahaan dan konsumen.
Dalam Nikosia Model, proses pengambilan keputusan dibagi menjadi empat
bidang: (1) sikap konsumen yang dibentuk oleh informasi dari pasar; (2) evaluasi
produk: konsumen mencari informasi tentang produk tertentu dan memberi
mereka nilai; (3) tindakan pembelian; (4) umpan balik: sebagai hasil dari
konsumsi, konsumen memperoleh pengalaman baru berdasarkan preferensi
barunya (kecenderungan) [ CITATION Pra14 \l 14345 ]. Pada tahun 1968, Engel,
Kollat, dan Blackwell mengajukan model pengambilan keputusan pembelian
konsumen yang cukup komprehensif, Model Engel-Kollat-Blackwell (Model
EKB) terdiri dari aktivitas psikologis konsumen, prosedur pemrosesan informasi,
proses pengambilan keputusan, dan faktor lingkungan [ CITATION Ose16 \l 14345 ].
Pada tahun 1974, Reynolds mengusulkan model S-O-R (Stimulus-Organism
Response), di mana perilaku pembelian konsumen disebabkan oleh stimulus, yang
berasal dari faktor fisiologis dan psikologis konsumen serta lingkungan eksternal.
Dengan efek gabungan dari semua rangsangan, konsumen dipandu untuk
membuat keputusan pembelian dan melakukan pembelian [CITATION XuB17 \l
14345 ]. Pada tahun 2001, Philip Kotler memberikan model pengambilan
keputusan pembelian konsumen, yang mengklaim bahwa budaya, masyarakat, dan
individualitas juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pembelian konsumen [CITATION Kot11 \l 14345 ].
Dengan Customer Engagement, brand fokus untuk memuaskan pelanggan
dengan memberikan mereka value yang lebih atau superior dari pesaing untuk
membangun kepercayaan dan komitment pada hubungan jangka panjang. (Sashi,
2012: 260)
User media sosial memiliki engagement yang tinggi pada media sosial
mereka (Groth, Buchauer & Schlögl, 2018). Generasi muda yang sering disebut
sebagai mobile generation ini menjadikan media sosial sebagai teman setia
mereka (Cabral, 2011) dan menginvestasikan banyak waktu mereka di media
sosial dan komunitas online setiap harinya (Groth, dkk. 2018). Engagement pada
media sosial dilakukan baik dengan membaca artikel, meng-klik tombol like pada
media sosial seperti Instagram dan Facebook, pemberian komentar, maupun
dengan berbagi artikel tertentu melalui media sosial mereka (Groth, dkk. 2018).
TABEL 1. 2
AKTIVITAS SOCIAL MEDIA MARKETING HOMESCHOOLING ALAM
DEPOK DI FANPAGE FACEBOOK
TAHUN 2020-2021
No Dimensi Link Penjelasan
. Social
Media
Marketin
g
1 Relevansi https://www.faceb Tingkat relevansi dari post ini cukup relevan
ook.com/homesch karena apa yang dipublikasikan sesuai dengan
oolingalamdepok/ keadaan di homeschooling alam mengenai
posts/2257916804 program belajar dan tingkat pendidikan yang
352131 ditawarkan oleh homeschooling alam
2 Timing https://www.faceb Timing di fanpage facebook homeschooling
ook.com/homesch alam, ketika ada audiens atau pertanyaan di
oolingalamdepok/ kolom komentar dijawab dengan cukup cepat
posts/2272664319 dalam waktu kurang dari 24 jam di hari dan
544046 jam kerja
3 Kualitas https://www.faceb Kualitas informasi yang diberikan atas
ook.com/homesch jawaban dari komentar dan pertanyaan di
oolingalamdepok/ fanpage facebook homeschooling alam cukup
posts/2257916804 berkualiatas, jawaban yang diberikan singkat
352131 dan padat
4 Interaksi https://www.faceb Interaksi dari pengikut fanpage facebook
ook.com/homesch homeschooling alam masih amat kurang di
oolingalamdepok/ setiap post nya karena dari kualitas post yang
kurang engage ke audience atau pengikut nya.
Sumber:[ CITATION Hom20 \l 1033 ]
17
5. Besaran pengaruh social media marketing terhadap purchase decision
pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam
6. Besaran pengaruh social media engagement terhadap purchase decision
pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Teoritis
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Purchase Decision
2.1.1.1 Konsep Purchase Decision dalam Consumer Behaviour
Inti dari pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari
pemasaran ialah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”.
Pemasaran menurut American Marketing Association dalam buku “Marketing
Management” [CITATION Kot16 \t \l 14345 ], “Marketing is the activity, set of
institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and
exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at
large”. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan
untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan para pemangku kepentingannya.
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah proses yang terjadi pada
konsumen ketika ia memutuskan membeli, yaitu mengenai apa yang ingin dibeli,
dimana, kapan, dan bagaimana membelinya (Ma’ruf, 2006). Definisi yang lain
menyatakan bahwa perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu,
kelompok, dan organisasi memilih, membeli, dan memakai serta memanfaatkan
barang, jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan
hasrat mereka (Kotler, 2012). Sedangkan menurut Engel perilaku konsumen adalah
tindakan langsung untuk mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk atau
jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Perilaku konsumen mengandung dua elemen penting
yaitu, proses pengambilan keputusan (dalam pembelian) dan kegiatan fisik yang
menyangkut kegiatan individu (konsumen)
Keputusan pembelian adalah serangkaian pilihan yang dibuat oleh
konsumen sebelum melakukan pembelian yang dimulai begitu konsumen telah
menetapkan kemauan untuk membeli. Konsumen kemudian harus memutuskan di
mana melakukan pembelian, merek, model, atau ukuran apa yang harus dibeli,
19
kapan untuk melakukan pembelian, berapa banyak yang harus dibelanjakan, dan
metode pembayaran apa yang akan digunakan. Pemasar mencoba memengaruhi
masing-masing keputusan ini dengan menyediakan informasi yang dapat
membentuk proses evaluasi konsumen [ CITATION Uja03 \l 1033 ].
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Keputusan pembelian adalah
proses pemikiran yang mengarahkan konsumen untuk mengidentifikasi kebutuhan,
menghasilkan opsi, dan memilih produk dan merek tertentu. Beberapa keputusan
pembelian kecil, seperti membeli pasta gigi, sementara pembelian lainnya besar,
seperti membeli rumah. Semakin besar keputusan pembelian, semakin banyak
usaha yang dimasukkan ke dalam proses.
2.1.1.2 Definisi Purchase decision
Purchase decision merupakan serangkaian proses yang berawal dari
konsumen mengenal masalahnya, mencari informasi tentang produk atau merek
tertentu dan mengevaluasi produk atau merek tersebut seberapa baik masing-
masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya, yang kemudian
serangkaian proses tersebut mengarah kepada keputusan pembelian (Tjiptono,
2014:21).
(Kotler & Keller, 2016:240) berpendapat bahwa dalam tahap evaluasi para
konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan
pilihan. Dalam beberapa kasus, konsumen bisa mengambil keputusan untuk tidak
secara formal mengevaluasi setiap merek.
Menurut [ CITATION Kot14 \l 1033 ] purchase decision adalah tindakan dari
konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor
yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk atau
jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangan kualitas, harga dan produk
sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat sebelum konsumen memutuskan untuk
membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu yaitu, (1)
pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan
membeli atau tidak, (5) perilaku pasca pembelian.
Menurut Coney (dikutip oleh Priansa, 2017:61) menyatakan bahwa
‘purchase decision merupakan studi mengenai bagaimana individu, kelompok, dan
organisasi, dalam proses memilih, mengamankan, menggunakan, dan
20
menghentikan produk, jasa, ide, dan pengalaman untuk memuaskan kebutuhannya,
dan dampaknya bagi masyarakat dan konsumen itu sendiri’.
Menurut Minor dalam (dikutip oleh Priansa, 2017:61) menyatakan bahwa
‘purchase decision merupakan studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran
yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman,
serta ide-ide’.
Berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa purchase decision adalah
tindakan yang dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk
atau Jasa. Oleh karena itu, pengambilan purchase decision konsumen merupakan
suatu proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian masalah
dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah itu konsumen dapat melakukan evaluasi
pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.
2.1.1.3 Dimensi Purchase decision
Keputusan untuk membeli yang diambil oleh pembeli sebenarnya
merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan [ CITATION Dha12 \l 1033 ].
Keputusan pembelian konsumen merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan dan
terdiri dari tujuh komponen yaitu jenis produk, bentuk produk, merek, penjual,
jumlah produk, waktu pembelian, dan cara pembayaran [ CITATION Dha12 \l 1033 ].
1. Jenis Produk. Terdapat tiga indikator dalam pemilihan produk (Kotler dan
Armstrong, 2011) yaitu: (a) Keunggulan produk, yang berupa tingkat kualitas
yang diharapkan oleh konsumen pada produk yang dibutuhkannya dari
berbagai pilihan produk. (b) Manfaat produk, yang berupa tingkat kegunaan
yang dapat dirasakan oleh konsumen pada setiap pilihan produk dalam
memenuhi kebutuhannya. (c) Pemilihan produk, yang berupa pilihan konsumen
pada produk yang dibelinya, sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan
manfaat yang akan diperolehnya.
2. Bentuk Produk. Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli bentuk
produk tertentu. Keputusan tersebut berkaitan dengan ukuran, mutu, suara,
corak, dan sebagainya [ CITATION Dha12 \l 1033 ].
3. Merek. Terdapat tiga indikator dalam memilih merek (Kotler dan Armstrong,
2011) yaitu: (a) Ketertarikan pada merek, yang berupa ketertarikan pada citra
merek yang telah melekat pada produk yang dibutuhkan. (b) Kebiasaan pada
21
merek, Di mana konsumen memilih produk yang dibelinya dengan merek
tertentu karena telah biasa menggunakan merek tersebut pada produk yang
diputuskan untuk dibeli. (c) Kesesuaian harga, Di mana konsumen selalu
mempertimbangkan harga yang sesuai dengan kualitas dan manfaat produk.
Jika sebuah produk memiliki citra merek yang baik, kualitas yang bagus dan
manfaat yang besar, konsumen tidak akan segan mengeluarkan biaya tinggi
untuk mendapatkan produk tersebut.
4. Penjual. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi konsumen untuk memilih
penyalur [ CITATION Kot12 \l 1033 ] yaitu; (a) Pelayanan yang diberikan, Di
mana pelayanan yang baik serta kenyamanan yang diberikan oleh distributor
ataupun pengecer pada konsumen membuat konsumen akan selalu memilih
lokasi tersebut untuk membeli produk yang dibutuhkannya. (b) Kemudahan
untuk mendapatkan, Di mana lokasi pendistribusian (pengecer, grosir, dan lain
– lain) mudah dijangkau dalam waktu singkat dan menyediakan barang yang
dibutuhkan. (c) Persediaan barang, Di mana kebutuhan dan keinginan
konsumen terhadap suatu produk tidak dapat dipastikan terjadinya, tetapi
persediaan barang yang memadai pada penyalur akan membuat konsumen
memilih untuk melakukan pembelian di tempat tersebut.
5. Jumlah Produk. Terdapat dua indikator dalam jumlah produk [ CITATION
Kot12 \l 1033 ] yaitu; (a) Keputusan jumlah pembelian, Di mana selain
keputusan pada suatu pilihan merek yang diambil konsumen, konsumen juga
dapat menentukan jumlah produk yang akan dibelinya sesuai kebutuhan. (b)
Keputusan pembelian untuk persediaan, Di mana konsumen membeli produk
selain untuk memenuhi kebutuhannya, juga melakukan beberapa tindakan
persiapan dengan sejumlah persediaan produk yang mungkin dibutuhkan pada
saat mendatang.
6. Waktu Pembelian. Terdapat tiga perbedaan pemilihan waktu pembelian
[ CITATION Kot12 \l 1033 ] yaitu; (a) Kesesuaian dengan kebutuhan, Di mana
ketika seseorang merasa membutuhkan sesuatu dan merasa perlu melakukan
pembelian, ia akan melakukan pembelian. (b) Keuntungan yang dirasakan, Di
mana ketika konsumen memenuhi kebutuhannya terhadap suatu produk pada
saat tertentu, saat itu konsumen akan merasakan keuntungan sesuai
22
kebutuhannya melalui produk yang dibeli sesuai waktu dibutuhkannya. (c)
Alasan pembelian, Di mana setiap produk selalu memiliki alasan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen pada saat dibutuhkan.
7. Cara Pembayaran. Konsumen harus mengambil keputusan tentang metode atau
cara pembayaran produk yang dibeli, apakah secara tunai atau cicilan.
Keputusan tersebut akan memengaruhi keputusan tentang penjualan dan
jumlah pembeliannya. Perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli
terhadap cara pembayaran [ CITATION Dha12 \l 1033 ] . Keputusan pembelian
adalah sebagai tahap keputusan Di mana konsumen secara aktual melakukan
pembelian suatu produk. Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh
[ CITATION Tji14 \l 1033 ]. Dimensi Keputusan pembelian terdiri dari pemilihan
produk, pemilihan merek, pemilihan penyalur waktu dan jumlah pembelian
Berdasarkan teori Kotler & Armstrong (2012), purchase decision memiliki
lima dimensi yaitu Pengakuan masalah, Pencarian informasi, Evaluasi alternatif,
Keputusan pembelian, dan Perilaku setelah pembelian.
1. Pengenalan Masalah (Problem Recognition)
Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin
tidak mencari informasi yang lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah
kuat, dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, konsumen
akanmembeli obyek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap
dalam ingatannya dan tidak lebih lanjut mencari informasi sehubungan dengan
kebutuhan itu.
23
Setelah melakukan pencarian informasi sebanyak mungkin tentang banyak hal,
selanjutnya konsumen harus melakukan penilaian tentang beberapa alternatif yang
ada dan menentukan langkah selanjutnya.
Setelah tahap-tahap awal tadi dilakukan, sekarang tiba saatnya bagi pembeli untuk
menentukan pengambilan keputusan apakah jadi membeli atau tidak. Jika
keputusanmenyangkut jenis produk, bentuk produk, merek, penjual, kualitas dan
sebagainya.
1) Pemilihan produk
2) Pemilihan merek
Pembeli harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan dibeli. Setiap
merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus
24
mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek. Misalnya: kepercayaan
dan popularitas merek.
3) Pemilihan penyalur
Pembeli harus mengambil keputusan penyalur mana yang akan dikunjungi. Setiap
pembeli mempunyai pertimbangan yang berbeda-beda dalam hal menentukan
penyalur bisa dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah, persediaan
barang yang lengkap dan lain-lain. Misalnya: kemudahan mendapatkan produk dan
ketersediaan produk.
4) Waktu pembelian
Kualitas pelayanan jasa menurut Tjiptono (2004), adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Dengan kata lain, ada dua faktor utama mempengaruhi
kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service atau kualitas jasa yang
diharapkan dan kualitas jasa yang diterima atau dirasakan. 5 dimensi faktor utama
dalam penentuan indikator pelayanan jasa (Tjiptono, 2004: 70) yaitu :
2. Reliability (keandalan)
25
Yaitu keinginan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan yang tanggap.
4. Assurance (jaminan)
5. Emphaty (empati)
Yaitu memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi secara tulus
kepada pelanggan, dan memahami apa yang dibutuhkan oleh pelanggan
26
Nominal Decision Making, yang berbeda adalah adanya variasi alternatif dan terjadi
ketika munculnya kebutuhan secara emosional. Hampir sama dengan Nominal
Decision Making, yang berbeda adalah adanya variasi alternatif dan terjadi ketika
munculnya kebutuhan secara emosional.
Ketiga, Extended Decision Making, melibatkan pemikiran dan pencarian
infomasi yang panjang (baik internal maupun eksternal) yang diikuti oleh sejumlah
alternatif yang kompleks dan cenderung mengalami postpurchase dissonance.
Proses di atas menjelaskan adanya tahapan yang akan dilalui oleh konsumen
ketika mengambil keputusan namun sebenarnya tahapan-tahapan tersebut tidak
dilalui oleh konsumen secara keseluruhan artinya semakin penting sebuah produk
untuk dipertimbangkan maka semakin pula tahapan tersebut akan kita ikuti
[ CITATION Kot09 \l 1033 ].
Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan
fungsinya. Kemampuan termasuk daya tahan, keandalan, akurasi dihasilkan, mudah
dioperasikan, dan perbaikan serta atribut berharga lainnya untuk semua produk.
Menurut Kotler dan Keller, kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk
memberikan hasil kinerja yang sesuai atau bahkan melebihi apa yang pelanggan
inginkan. Menurut Tjptono, kualitas yang mencerminkan semua dimensi dari
penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefit) bagi pelanggan. Kualitas
produk dalam bentuk barang atau jasa ditentukan oleh dimensi. Dimensi kualitas
produk menurut Tjiptono adalah kinerja (kinerja), daya tahan (durability),
kepatuhan terhadap spesifikasi (kesesuaian dengan spesifikasi), fitur (fitur),
Keyakinan (keandalan), Estetika (Estetika), kesan kualitas (persepsi kualitas),
kemampuan melayani.
Harga adalah salah satu keberhasilan penting perusahaan karena harga
menentukan berapa banyak laba yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan
produknya dalam bentuk barang atau jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan
menyebabkan penjualan menurun, tetapi jika harga terlalu rendah akan mengurangi
manfaat yang akan diperoleh oleh organisasi. Menurut [ CITATION Adi10 \l 1033 ]
"harga produk adalah satu elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan
pendapatan penjualan, sedangkan elemen lain dari bauran itu menghasilkan biaya".
27
Promosi dapat didefinisikan sebagai bentuk komunikasi pemasaran,
komunikasi pemasaran adalah kegiatan pemasaran yang berupaya menyebarluaskan
informasi, mempengaruhi / membujuk dan / atau mengingatkan target pasar bagi
perusahaan dan produk-produknya agar mau menerima, membeli, dan loyal kepada
produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Promosi adalah
kegiatan terpenting yang berperan aktif dalam memperkenalkan,
menginformasikan, dan mengingat manfaat suatu produk untuk mendorong
konsumen membeli produk yang dipromosikan. Untuk mengadakan promosi, setiap
perusahaan harus dapat menentukan dengan tepat alat promosi mana yang
digunakan untuk mencapai keberhasilan dalam penjualan.
Lokasi adalah kesibukan oleh perusahaan untuk mendistribusikan produk-
produknya kepada konsumen yang ditargetkan akan tersedia, dan bahwa tempat dan
waktu yang tepat untuk pengambilan keputusan tentang lokasi sulit diubah dan
untuk penyesuaian membutuhkan waktu lama, kemudian keputusan mengenai
lokasi yang digunakan membutuhkan pemikiran yang cermat untuk memperhatikan
karakteristik konsumen, karakteristik lingkungan. Menurut Elliott, Rundle-Thiele,
dan Waller, lokasi adalah aktivitas perusahaan untuk memberikan produk atau
layanan yang tersedia bagi konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. Melalui
tempat-tempat maka suatu perusahaan dapat menempatkan produk / jasa yang akan
dijangkau oleh target pelanggan. Lokasi itu sendiri adalah perencanaan program
distribusi dan implementasi produk atau layanan melalui tempat atau lokasi yang
tepat.
Menurut [ CITATION Bas11 \l 1033 ] berpendapat bahwa "proses keputusan
pembelian dalam pembelian nyata, apakah akan membeli atau tidak." Menurut
Kotler dan Keller menunjukkan keputusan pembelian konsumen adalah tahap di
mana konsumen juga dimungkinkan untuk membentuk niat untuk membeli produk
yang paling disukai, di mana keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda,
atau menghindari sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi purchase decision yaitu quality of product, price,
promotion dan location.
28
Sumber: [ CITATION Cho17 \l 1033 ]
GAMBAR 2. 2
MODEL PURCHASE DECISION
CITATION Nia 18 ¿ 1033( Nia Budi Puspitasari , 2018) dari jurnal berjudul
Consumer’s Buying Decision-Making Process in E-Commerce Keputusan
Pembelian Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan
dalam pembelian mereka. Proses pengambilan keputusan adalah pendekatan
penyelesaian masalah yang terdiri dari lima tahap: pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.
Niat Beli, Niat pembelian adalah aktivitas mental yang mendahului
tindakan seseorang sebelum mengambil tindakan menggunakan produk atau
layanan. Elektronik Word of Mouth (EWOM) Word of Mouth (WOM) dapat
digambarkan sebagai komunikasi antar pribadi konsumen tentang produk atau
layanan, dan secara umum sekarang WOM memainkan peran kunci dalam
memengaruhi sikap konsumen, tren konsumen, dan perilaku konsumen. WOM
dalam sistem online ini disebut EWOM.
Identitas Sosial Identifikasi dengan kelompok sosial adalah keadaan
psikologis yang sangat berbeda dari kategori sosial tertentu dan memiliki hasil
evaluasi diri yang penting. Secara keseluruhan, identitas sosial dapat mendukung
29
ketika dalam keadaan tertekan. Alasan mengapa konsumen berpartisipasi aktif
dalam komunitas online ditemukan oleh Dholakia et al (2004). Dia menemukan
bahwa identitas sosial memotivasi partisipasi dalam interaksi online melalui
peningkatan "niat kami", misalnya, adalah komitmen masyarakat yang
berpartisipasi dalam aksi bersama, dan termasuk kesepakatan antara peserta untuk
terlibat dalam aksi kolektif. Mereka menambahkan keanggotaan, frekuensi dan
tingkat partisipasi yang didorong oleh kehendak pilihan.
Risiko Yang Dipersepsikan Menurut [ CITATION Mur86 \l 1033 ] , dikutip
oleh persepsi risiko adalah fenomena yang tidak terduga yang ditemui oleh
konsumen selama kesalahan proses pembelian yang disebabkan oleh konsumen
atau hasil keputusan yang tidak sesuai dengan penilaian subyektif dalam keputusan-
proses pembuatan. Pada perilaku konsumen dan literatur pemasaran, persepsi risiko
adalah konsep penting dan berbagai risiko yang telah diidentifikasi.
Kepercayaan mendefinisikan kepercayaan sebagai kecenderungan salah
satu pihak untuk bersedia menerima sikap pihak lain meskipun pihak pertama tidak
dilindungi oleh pihak kedua dan gagal mengendalikan sikap pihak kedua.
Konsumen lebih menyukai produk yang menawarkan kualitas, performa,
dan fitur inovatif yang terbaik, sehingga konsumen akan memilih kualitas produk
(Product Quality) yang terbaik menurut mereka (Kotler & Keller, 2009). Saraswati
dkk. (2014) menyatakan untuk meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan akan
dinilai baik oleh konsumen dan dapat menarik konsumen sehingga berpengaruh
terhadap keputusan pembelian konsumen. Menurut Wicaksono (2016)
mengemukakan bahwa minat beli dapat memediasi hubungan antara kualitas
produk dengan keputusan pembelian. Namun berbeda dengan hasil penelitian Wee
et al. (2014) dan penelitian sebelumnya oleh Parts dan Vida (2013) yang
menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap persepsi perilaku pembelian kualitas
produk melalui minat beli.
30
Sumber: (Prihandono,2019)
GAMBAR 2. 3
MODEL PURCHASE DECISION
31
untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan para pemangku kepentingannya.
Istilah relationship marketing muncul pertama kali dalam literatur
pemasaran jasa melalui sebuah makalah pada tahun 1983 oleh Leonard L. Berry.
Berry mendefinisikan “relationship marketing sebagai menarik, memelihara dalam
organisasi multi jasa dengan memperkuat hubungan dengan pelanggan.”
Relationship marketing merupakan suatu konsep yang mencakup tentang menjalin
hubungan antara penjual dan pelanggan.
Relationship marketing merupakan pendekatan pemasaran yang
penekanannya adalah membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen
untuk membangun kepercayaan, komitmen, dan pada akhirnya menumbuhkan
loyalitas terhadap perusahaan.
Menurut Saputra, “relationship marketing juga memunculkan hubungan
yang kokoh dan salingmenguntngkan antara penyedia jasa dan pelanggan “ Selain
itu, pelanggan juga dapat membangun transaksi ulangan, sehingga hal tersebut
mampu menciptakan loyalitas pelanggan.
Lovelock dan Wright berpendapat, bahwa :“relationship marketing
merupakan sebuah kegiatan dalam perusahaan yang melibatkan akt ifitas dari para
pelaku operasional dan pemasaran dalam perusahaan tersebut untuk membangun
hubungan yang baik dengan pelanggan melalui serangkaian usaha untuk
menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara pemasar atau perusahaan
dengan pelanggan dalam jangka panjang.”
Customer engagement dapat menjadi alat untuk menciptakan, membangun
dan meningkatkan customer relationship yang merupakan strategi untuk
meningkatkan dan mempertahankan performance bisnis di masa depan dimana
persaingan semakin meningkat. Dari aspek nilai emosional pada customer
engagement muncul sebagai penggambaran tinggi atau rendahnya intensitas dan
sisi afektif jangka pendek atau panjang yang ditunjukan pada sebuah ketelibatan
produk atau brand secara spesifik. Karena keterlibatan yang dirasakan oleh
customer selama proses engagement di dalam komunitas ini akan menumbuhkan
rasa empati, puas, percaya, rasa aman, dan sense-of-belonging di dalam grup serta
dapat membangun hubungan yang kuat antar customer dengan saling membagi
32
pengalaman dan informasi (Bowden, 2009a; Brodie et al., 2011; Khan, Rahman, &
Fatma, 2016).
Tingginya jumlah dan tingkat engagement masyarakat yang mengadopsi
platform media sosial telah menciptakan pergeseran paradigma yang signifikan
pada konsep customer engagement dan mendorong lahirnya konsep social media
engagement pada aspek perilaku konsep tersebut (Dolan, 2015).
33
Seiring dengan kemudahan pelanggan untuk berinteraksi secara online,
perilaku non-transaksional pelanggan menjadi pertimbangan yang semakin penting
online (Verhoef, Reinartz, & Krafft, 2010). Social media engagement pelanggan
dengan perusahaan, khususnya, dapat menguntungkan merek, misalnya melalui
pemberian saran yang membangun secara online (Hoyer dkk. 2010; Verleye dkk.
2013), penciptaan word of mouth, dan penulisan referensi dan ulasan online
pelanggan yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pelanggan lain (Gupta &
Harris, 2010).
1) Creating, dimana user terlibat dengan merek dan user lain dengan membuat
konten positif di platform media sosial. Hal ini diantaranya dapat dilakukan
dalam bentuk:
a) knowledge seeking, dimana user menciptakan konten pada platform media
sosial dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan dari user lain untuk
dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan konsumsi;
b) sharing experience, dimana user menciptakan konten berisi informasi,
pengetahuan, maupun pengalaman dengan merek melalui storytelling;
c) advocating, dimana user merekomendasikan suatu merek, produk/jasa,
organisasi, atau cara penggunaan produk atau merek;
d) socializing, dimana user menciptakan interaksi dan konten dua arah yang
dapat membantu dalam pengembangan produk atau jasa baru;
e) affirming, dimana user menciptakan konten dengan tujuan untuk
menyebarkan dukungan, dorongan, dan pengakuan yang dapat berkontribusi
untuk kesuksesan merek, perusahaan, atau organisasi.
34
2) Contributing, dimana user berkontribusi pada konten yang sebelumnya telah
dibuat oleh merek, perusahaan, atau organisasi alih-alih membuat konten baru.
Kontribusi ini dapat dilakukan misalnya melalui fungsi ‘sharing’, memberikan
like pada post, memberikan komentar, dll.
3) Consuming, dimana user mengkonsumsi konten secara pasif misalnya dengan
membaca ulasan, diskusi, dan komentar; melihat foto; membaca artikel;
menonton video; dan mengklik tautan pada konten.
4) Dormancy, dimana user tidak berperan, baik dalam penciptaan konten maupun
kontribusi lain. Ketidakaktifan ini tidak selalu berarti ketidakaktifan secara
kognitif atau emosional. Namun, tidak terlihat interaksi yang dapat diamati oleh
pihak lain seperti user lain pada media sosial pengguna yang tidak aktif.
5) Detaching, dimana user mengambil tindakan untuk menghapus konten merek
yang muncul pada news-feed mereka secara privat, misalnya melalui fitur
‘unlike’ atau ‘unsubscribe’ pada media sosial mereka.
6) Destructing, dimana user membuat kontribusi negatif pada media sosial
mereka, misalnya dengan menyebarkan word of moth negatif atau memberikan
ulasan buruk yang dapat berdampak buruk terhadap merek maupun sikap user
lain.
Model social media engagement lain diajukan oleh Groth, dkk. (2018) yang
secara khusus melakukan penelitian mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan.
Model ini berkaitan dengan seberapa sering user:
1. Consumption
35
Tsai and Men (2013) dalam (Sisson, 2017: 183) berpendapat bahwa konsumsi
(consumption) adalah tingkat keterlibatan media sosial paling rendah karena itu
terdiri dari membaca komentar dan melihat foto dan video.
2. Contribution
3. Creation
Tsai and Men (2013) dalam (Sisson, 2017: 183) menyatakan bahwa penciptaan
(creation) adalah level tertinggi dari keterlibatan media sosial karena ini terdiri dari
“posting dan sharing video dan foto sehingga orang lain dapat mengkonsumsi
(consume) dan berkontribusi (contribute) untuk” (Tsai& Men, 2013) dalam (Sisson,
2017: 183)
Social media engagement untuk komunikasi krisis sebagai berikut [ CITATION Jia16 \l
1033 ]
Organisasi perlu memberikan informasi yang tepat waktu dan akurat informasi
untuk menumbuhkan tingkat keterlibatan dan kesadaran on-line yang tinggi di
antara masyarakat yang terkena dampak. Tingkat kesadaran dan kehadiran yang
dicapai dapat diukur dengan lalu lintas situs, tampilan halaman, waktu yang
dihabiskan, klik tautan, lacak balik Facebook, Twitter, Google+, Instagram,
Pinterest, YouTube, dll. Contoh lain termasuk jumlah posting tentang krisis,jumlah
komentar tentang krisis, dan jumlah pengunjung unik.
36
bagikan pesan dengan sumber yang kredibel, buat dan kurasi saksi mata tanpa filter
namun jujur, dan konten media reaksi (misalnya, video, foto, teks), dll.
Manajemen rumor, empati dan simpati adalah kunci untuk manajemen krisis
organisasi. Kebutuhan emosional masyarakat yang terkena dampak harus
dipertimbangkan dengan baik sehingga mereka dapat menunjukkan tindakan
konstruktif yang kondusif untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Itu diukur melalui makna di balik posting, komentar, ulasan, dan utas media sosial.
37
Sumber : buku Social Media Marketimg : The Next Generation of Social Engagement
GAMBAR 2.1
MODEL TAHAPAN SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT
Model tahapan social media engagement ini berbentuk tangga karena
anatara tahap satu dan tahap selanjutnya saling mendukung. Tahap satu akan
mendukung tahap tiga, dan seterusnya, Model tahapan social media engagement ini
terdiri dari empat tahapan yakni :
1) Consumption, pada tahap ini keterlibatan konsumen menjadi acuan untuk
memulai aktifitas-akitifitas online yang terdiri dari kegiatan membaca,
mengunduh, melihat sebuah konten digital dan informasi. Informasi yang
dimaksud bisa berupa promosi dari perusahaan atau sebuah merek maupun
informasi mengenai pengalaman dan curhat dari customer lain. Konsumsi juga
dapat membangun keterlibatan pelanggan yang kuat, Dalam proses ini,
customer mendapatkan informasi dari sebuah merek (Brodie et al., 2011).
2) Curation, kurasi adalah tindakan pemilhan dan penyaringan, penilaian,
peninjauan, mengomentari, penandaan, atau penggambaran konten. Kurasi
membuat konten yang lebih bergunan untuk orang lain. Sebagai contoh, ketika
seseorang menciptakan resensi buku, harapannya adalah bahwa review akan
menjadi dasar untuk keputusan pembelian berikutnya (D. Evans, 2010). Proses
kurasi adalah titik pertama di mana peserta dalam proses social sebenarnya
menciptakan sesutau. Oleh karena itu, kurasi adalah tindakan yang sangat
penting untuk mendorong, mengajarkan orang untuk berpartisipasi, dan untuk
menciptakan. Dengan memperkenalkan kurasi kepada pelanggan akan
memudahkan mereka untuk menjadi anggota aktif dari masyarakat dan untuk
berpartisipasi, kemudia kreatif dalam proses kolaboratif yang mendorong hal
itu dalam jangka panjang.
38
3) Creation, pada proses ini menuntut anggota komunitas untuk “mengiklan”
sendiri apa yang mereka ciptakan. Creation adalah apa yang lebih umum
dikenal sebagai langkah besar yang memerlukan lebih dari sekedar respon.
Karena pada dasarnya, pada pembuatan konten, orang ingin berbagi apa yang
mereka lakukan, berbicaa (posting) tentang hal-hal yang menarik perhatian
mereka, dan umunya diakui atas kontribusi mereka sendiri dalam komunitas
yang lebih besar (Brodie et al., 2011).
4) Collaboration, adalah titik akhir dari pembentukan engagement untuk
membangun komunitas yang solid. Proses akhir ini juga merupakan titik akhir
dari pembentukan engagement untuk membangun komunitas yang solid.
Proses akhir ini juga merupakan titik belok kunci dalam mewujudkan sebuah
komunitas dinamis dan tempat masuk bagi social business sejati.
Model dari social media engagement terdiri dari 6 elemen. [ CITATION McC16 \l
1033 ]
1. Presentasi diri:
Pembuatan profil pribadi atau diri virtual dari waktu ke waktu menandakan
identitas.
39
Situs media sosial memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai tugas
seperti melihat konten yang dibagikan, memposting konten, berkomentar,
berdiskusi,dan berkolaborasi.
4. Pengalaman positif: Ini termasuk emosi positif yang mungkin dialami pengguna
selama mereka menggunakan media sosial.
5. Penggunaan dan jumlah aktivitas: Data numerik yang berkaitan dengan tindakan
pengguna dan partisipasi dalam sebuah situs, yang dapat disajikan secara real time
dalam bentuk mentah atau bentuk melalui nilai numerik atau visualisasi (misalnya
grafik).
6. Konteks sosial: Jaringan sosial pengguna dalam situs media sosial, termasuk
ukuran dan sifat jaringan ini. Konteks sosial mungkin budaya, pekerjaan, atau
bersifat pribadi—mis. kelompok kecil yang erat atau jaringan besar yang tersebar
dari aktivis sosial internasional.
40
GAMBAR 2.3
MODEL SIKLUS CUSTOMER ENGAGEMENT DALAM
INTERAKTIVITAS SOCIAL MEDIA
Hubungan jangka panjang yang affective dan juga calculative, mereka juga
senang dan loyal terhadap brand. Pelanggan yang berada di kategor fans, percaya
pada brand dan mereka juga menjadi advocate bagi brand.Pada dasarnya, sebuah
brand mempunyai banyak pelanggan yang merupakan Fans tetapi brand tidak hanya
menginginkan Fans, mereka juga menginginkan Delighted Customers, Loyal
Customers dan Transactional Customers yang dapat diubah menjadi fans di masa
datang. Kepuasan dalam untuk tetap terhubung dengan pelanggan dan bukan
pelanggan dengan tingginya tingakt interaksi, yang pada akhirnya akan
menigkatkan kemungkinan untuk memuaskan Transactional Customers Proses
pembentukan customer engagement yang terus berlanjut merupakan Customer
Engagement Cycle. Berikut tahap – tahap dari Customer Engagement Cycle
1. Connection: Untuk dapat membangun pertukaran yang rasional dengan ikatan
emosional, dibutuhkan penjual (brand) dan pelanggan (fans & followers) yang
berhubungan satu sama lain. Hubungan ini dapat dibentuk menggunakan metode
offline yaitu dengan tenaga penjual atau dengan digital online baru, seperti dengan
jejaring sosial. Kehadiran sosial media sangat memudahkan brand untuk
membentuk hubungan dalam jumlah besar dan ke berbagai individu dan
perusahaan. Pelanggan dapat mengunakan hubungan yang sudah ada antar penjual
dan pelanggan lainnya untuk memuaskan kebutuhan atau pelanggan juga dapat
mencari koneksi baru dengan seller dan pelanggan lainnya, diluar lingkungan yang
sudah ada.
2. Interaction: Saat sudah terhubung, pelanggan dapat berinteraksi dengan penjual
(brand) dan juga dengan pelanggan lainnya. Sebelum ada internet, hubungan ini
sangat terbatas dikarenakan teknologi yang tersedia, seperti surat, telefon, dan
lingkungan keluarga, teman, dll. Hubungan juga terhambat dikarenakan lokasi.
Tetapi dengan Web 2.0, hambatan seperti ruang dan jarak semakin hilang. Texting,
instant messaging, email, blogging, virtual worlds dan social networking adalah
contoh alat yang memungkinkan interaksi yang lebih sering dan cepat dalam
kelompok yang lebih besar dari individu, organisasi, dan komunitas yang
terhubung. Interaksi antara penjual dan pelanggan dapat menigkatkan pemahaman
akan kebutuhan pelanggan, terutama kebutuhan yang selalu berubah waktu ke
41
waktu, dan memodifikasi produk yang sudah adak atau mengembangkan produk
baru untuk lebih memenuhi kebutuhan pelanggan. Interaksi sosial di dunia maya,
misalnya, dimana penggunaan berkomunikasi dan berinteraksi secara real time,
dapat diguanakan untuk terhubung dengan pelanggan, memberikan informasi dan
pengalaman dan juga mendapatkan masukan dari pelanggan. (Tikkanen et al,
2009).
3. Satisfaction: Hanya jika interaksi antara penjual dan pelanggan menghasilkan
kepuasan, maka pelanggan akan tetap terhubung dan terus berinteraksi satu sama
lain agar terjadi kemajuan dalam engagement.
4. Retention: Customer retention dapat berasal dari kepuasan secara keseluruhan
dari waktu ke waktu atau emosi positif yang sangat tinggi. Kepuasan secara
keseluruhan muncul dari repurchases dan menyiratkan hubungan jangka panjang
antara pejual dan pelanggan tetapi hal yang sama belum tentu terjadi pada emosi
positif yang sangat tinggi. Pelanggan yang memiliki emosi positif yang tinggi
terhadap penjual belum tentu pelanggan akan memiliki hubungan yang panjang
dengan penjual. Jadi Customer Retention mungkin merupakan hasil dari hubungan
jangka panjang tanpa ikatan emosional atau ikatan emosional tanpa hubungan
jangka panjang.
5. Commitment: Komitment dalam hubungan mempunyai 2 tipe yaitu affective
commitment dan calculative commitment. Calculative commitment lebih rasional
dan berasal dari kurangnya pilihan, dengan calculative commitment brand dapat
menigkatkan loyalitas pelanggan ke tingkat yang lebih tinggi dan adanya hubungan
yang dekat dengan brand. Sedangkan affective commitment lebih kepada emosional
dan berasal dari kepercayaan dan adanya timbal balik dalam sebuah hubungan,
dimana affective commitment mengarah ke tingkat kepercayaan yang lebih tinggi
dan ikatan emosional dengan brand.
6. Advocacy: Pelanggan yang senang dapat menyimpan kegembiraan mereka untuk
diri mereka sendiri atau dengan adanya social media, mereka dapat berinteraksi
dengan orang lain dalam social media untuk menyebarkan berita tentang
pengalaman positif mereka dengan produk, brand atau perusahaan.
7. Engagement: Saat pelanggan yang senang berbagi kesenangan dan loyalitas
mereka dengan cara berinteraksi dengan orang lain di jejaring social dan menjadi
advocate bagi produk, brand, persusahaan. Pelanggan yang senang sangat
42
diperlukan untuk customer engagement karena customer engagement
membutuhkan affective commitment dan calculative commitment atau kepercayaan
dan juga komitment antara brand dan pelanggan. Customer engagement terjadi saat
pelanggan mempunyai ikatan emosional yang kuat dalam pertukaran yang rasional
dengan brand. (Sashi, 2012: 260 – 264)
GAMBAR 2.4
MODEL CONCEPTUAL SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT
Menurut [CITATION Des17 \l 1033 ] Social media engagement terdiri dari community
engagament dan brand engagement, dan karena itu memahami bagaimana kedua
fokus keterlibatan ini berdampingan menjadi penting Dinamika spesifik mereka
mungkin sebenarnya berkontribusi pada penciptaan, pemeliharaan, dan vitalitas
komunitas dan pengaruh hubungan pelanggan dan strategi manajemen merek.
GAMBAR 2.5
MODEL PENELITIAN SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT
43
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Groth, dkk. (2018) yang
menyelidiki dampak moderasi social media engagement pada pengaruh sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap niat. Meskipun demikian, tidak
seperti penelitian yang dilakukan Groth, dkk. (2018) yang mengangkat setiap media
sosial secara khusus, penelitian ini mengangkat media sosial secara umum sebagai
indikator pada variabel social media engagement untuk memudahkan generalisasi.
44
itu, pelanggan juga dapat membangun transaksi ulangan, sehingga hal tersebut
mampu menciptakan loyalitas pelanggan.
Lovelock dan Wright berpendapat, bahwa : “relationship marketing
merupakan sebuah kegiatan dalam perusahaan yang melibatkan akt ifitas dari para
pelaku operasional dan pemasaran dalam perusahaan tersebut untuk membangun
hubungan yang baik dengan pelanggan melalui serangkaian usaha untuk
menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara pemasar atau perusahaan
dengan pelanggan dalam jangka panjang.
[ CITATION Vin17 \l 14345 ] dari jurnal berjudul Importance of Strategic
Social media Marketing. Sebelum menjelaskan konsep Social media marketing
(SMM), penting untuk mempertimbangkan dan memahami istilah 'media sosial'.
Seperti yang diusulkan oleh [ CITATION Kap10 \l 1033 ], media sosial adalah aplikasi
berbasis yang tersedia di Internet dan memungkinkan pengembangan, konsumsi,
dan berbagi Konten Buatan Pengguna. Aplikasi ini telah menciptakan banyak
peluang bagi siapa saja untuk membuat konten pribadi, membagikannya, dan
bertukar gagasan dalam kerangka kerja interaktif, yang mengambil bentuk berbeda,
dari blog, wiki, microblogging, dan situs web jejaring sosial umum. Juga, dari
perspektif umum, [ CITATION Fil15 \l 1033 ] menjelaskan konsep 'media sosial'
dengan berfokus pada interaktivitas dan pembuatan bersama konten yang dibuat
pengguna dalam hubungan yang dibangun antara organisasi dan individu.
Dengan meningkatnya popularitas di bidang akademik dan praktik, Social
media marketing (SMM) telah mendapatkan banyak sudut pandang beberapa
peneliti mendefinisikan konsep ini sebagai fasilitator konektivitas dan interaksi
dengan pelanggan yang ada dan prospektif [ CITATION Yad17 \l 1033 ], sedangkan
penulis lain menetapkan akar SMM dalam memenuhi tujuan bisnis, karena mereka
berhubungan dengan ekuitas konsumen, kesetiaan, kepuasan dan niat beli
[ CITATION Yad17 \l 1033 ]
Dari perspektif pemasaran, [ CITATION Yad17 \l 1033 ] memberikan
konseptualisasi Social media marketing dengan berfokus pada dialog (disediakan
oleh interaktivitas) yang dibuat di sekitar penawaran pemasaran. Dialog ini
membantu pengguna media sosial lainnya untuk bersentuhan dengan informasi
promosi atau belajar dari pengalaman orang lain dengan penawaran pemasaran
45
tertentu. Menurut [ CITATION Fel16 \l 1033 ] , mengusulkan definisi baru social media
marketing berdasarkan studi komprehensif mereka yang bertujuan menyediakan
kerangka kerja holistik untuk konsep pemasaran online ini. Dengan demikian,
[ CITATION Fel16 \l 1033 ] mendefinisikan pendekatan holistik social media
marketing dan juga menjelaskan tingkat strategis social media marketing yang
'mencakup keputusan organisasi tentang ruang lingkup pemasaran media sosial
(mulai dari pembela hingga penjelajah), budaya (mulai dari konservatisme hingga
modernisme), struktur (mulai dari hierarki hingga jaringan), dan pemerintahan
(mulai dari otokrasi hingga anarki). '
Ada berbagai konseptualisasi yang fokus pada perspektif yang berbeda.
social media marketing (SMM) telah memberikan peluang bagi konsumen dan
organisasi untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang produk atau layanan,
berkontribusi dan berkolaborasi dalam menciptakan mereka, serta memberdayakan
pelanggan untuk menjadi pendukung dan influencer dari penawaran pemasaran
khusus untuk khalayak luas. Berdasarkan kemampuan SMM untuk menciptakan
nilai pada platform online ini, serta mengkomunikasikannya dan mengirimkannya
ke audiens target utama, konsep ini dapat dilacak ke Relationship marketing dan
digital marketing.
2.1.3.2 Definisi Social media Marketing
Menurut (Fikri 2018) Social media marketing adalah salah satu bentuk
pemasaran menggunakan media sosial untuk memasarkan suatu produk, jasa,
brand atau isu dengan memanfaatkan khalayak yang berpartisipasi di media sosial
tersebut.
Menurut (Chikandiwa et al, 2013) Social media marketing adalah sistem
yang memungkinkan pemasar untuk terlibat, berkolaborasi, berinteraksi, dan
memanfaatkan kecerdasan orang-orang yang berpartisipasi didalamnya untuk
tujuan pemasaran.
Drury menyebutkan bahwa penggunaan Social media sudah mulai sering
digunakan dalam pemasaran, komunikasi publik, kantor atau departemen yang
berhubungan langsung dengan konsumen atau stakeholder. Dalam bisnis juga
Social media adalah salah satu saluran yang mendukung komunikasi dalam
memasarkan barang dagangan secara cepat dan menguntungkan dibandingkann
46
dengan menjual langsung ke pasar. Penggabungan Social media dengan pemasaran
adalah untuk mendukung kinerja pemasaran seiring perkembangan teknologi dan
informasi. Social media marketing adalah sebagai proses yang memberdayakan
individu dan perusahaan untuk mempromosikan website mereka, produk atau
layanan Online dan melalui saluran sosial untuk berkomunikasi dengan sebuah
komunitas yang jauh lebih besar yang tidak mungkin tersedia melalui saluran
periklanan tradisional.
Menurut [ CITATION Fau16 \l 1033 ] social media marketing adalah teknik
atau taktik marketing yang menggunakan Social media sebagai sarana untuk
mempromosikan suatu produk (link halaman website bisnis Online) atau suatu jasa,
atau produk lainnya secara lebih spesifik. Social media marketing lebih kepada
pembangunan dan pemanfaatan area media sosial sebagai sarana atau tempat untuk
membangun target pasar dari bisnis Online. Dalam pembangunan Social media
marketing perlu diingat bahwa pebisnis harus membangun kelompok atau target
pasar dengan sikap saling menghormati dan selalu berkomunikasi dengan target
pasar. Semakin banyak area social media marketing yang dibangun, maka akan
semakin besar pula dampak yang dihasilkan bagi website bisnis tersebut.
Menurut Abu-Rumman dan Alhadid [CITATION Abu14 \n \t \l 14345 ]
mendefinisikan social media marketing sebagai strategi pemasaran yang digunakan
orang-orang dalam bentuk jaringan secara Online.
Menurut [ CITATION Gun11 \l 1033 ] social media marketing merupakan
suatu bentuk pemasaran langsung ataupun tidak langsung yang digunakan untuk
membangun kesadaran, pengakuan, daya ingat dan tindakan untuk merek, bisnis,
produk, orang atau entitas lainnya dan dilakukan dengan menggunakan alat dari
web sosial seperti blogging, microblogging, Social networking, Social
bookmarking, dan content sharing.
2.1.3.3 Dimensi Social Media Marketing
Menurut [ CITATION Gun11 \l 1033 ] terdapat empat elemen yang dijadikan
sebagai variabel kesuksesan social media marketing, yaitu:
1. Content Creation
Konten yang menarik menjadi landasan strategi dalam melakukan
pemasaran media sosial. Konten yang dibuat harus menarik serta harus
47
mewakili kepribadian dari sebuah bisnis agar dapat dipercaya oleh target
konsumen. Content Creation dapat dilihat dari pembuatan konten yang
menarik serta dapat mewakili kepribadian dari sebuah bisnis agar dapat
dipercaya oleh target konsumen. Pembuatan konten akan membantu konsumen
untuk membentuk kredibilitas, hubungan serta loyalitas.
2. Content Sharing
Membagikan konten kepada komunitas sosial dapat membantu memperluas
jaringan sebuah bisnis dan memperluas Online audience. Berbagi konten dapat
menyebabkan penjualan tidak langsung dan langsung tergantung pada jenis
konten yang dibagikan.
3. Connecting
Jejaring sosial memungkinkan seseorang bertemu dengan lebih banyak
orang yang memiliki minat yang sama. Jaringan yang luas dapat membangun
hubungan yang dapat menghasilkan lebih banyak bisnis. Komunikasi yang
jujur dan hati-hati harus diperhatikan saat melakukan Social networking.
4. Community Building
Web sosial merupakan sebuah komunitas Online besar individu Di mana
terjadi interaksi antar manusia yang tinggal di seluruh dunia dengan
menggunakan teknologi. Membangun komunitas di internet yang memiliki
kesamaan minat dapat terjadi dengan adanya Social networking. Community
Building bertujuan untuk mencari target konsumen yang memiliki ketertarikan
terhadap produk dan jasa yang mereka tawarkan dengan adanya interaksi
antara satu dengan yang lainnya serta menjalin hubungan dengan mereka.
Menurut [ CITATION Bla11 \l 1033 ] Media social adalah cara lain untuk
berbicara satu sama lain yang merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi
manusia.Dari sisi bisnis harus dilihat sebagai cara lain berkomunikasi antar
perusahaan dengan pelanggan dan dimensi social media marketing terdiri atas tiga
dimensi yaitu : (1) Content Quality atau kualitas Konten,apakah konten yang dibuat
oleh perusahaan sudah berkualitas dan mengikuti standar perusahaan,Relevansi
konten dengan informasi mengenai penjualan barang atau jasa di perusahaan dan
timing apakah perusahaan mempublikasikan konten pada waktu yang tepat sesuai
dengan keinginan audience. (2) Involvement atau keterlibatan, bagaimana
48
keterlibatan antara followers dan audience di social media dengan perusahaan. (3)
Integration with other marketing channels,bagaimana perusahaan memanfaatkan
beragam pilihan social media untuk menyampaikan pesan kepada target konsumen
yang dituju.
Menurut [ CITATION Che20 \l 1033 ] social media marketing adalah
konstruksi variable yang kompleks dengan beberapa dimensi, yaitu: hiburan,
penyesuaian, interaksi, elektronik dari mulut ke mulut (EWOM) dan trendiness
[ CITATION Tug15 \l 1033 ]. Masing-masing dimensi ini dibahas di bawah ini.
Hiburan dalam social media marketing terjadi ketika pemasar menciptakan
pengalaman yang menyenangkan dan menyenangkan di platform media social
[ CITATION Agi08 \l 1033 ]. Kegiatan yang bisa dibilang menghibur tersedia di
platform media sosial, seperti permainan, berbagi video dan partisipasi dalam
kontes, dapat menyebabkan konsumen menikmati pengalaman di media sosial dan
memotivasi partisipasi mereka dalam komunitas merek berbasis media social
[ CITATION Man13 \l 1033 ] Sebagai contoh, penelitian sebelumnya mengungkapkan
bahwa hiburan adalah faktor pendorong dalam mendorong partisipasi di platform
media sosial [ CITATION Ash15 \l 1033 ], membangun rasa keintiman dengan merek
dan memperkuat niat pembelian konsumen [ CITATION Des15 \l 1033 ]. Oleh karena
itu, dalam konteks sosial-media, hiburan mewakili sejauh mana platform media
sosial menawarkan konten dan informasi yang menarik, mengasyikkan dan lucu
kepada konsumen [ CITATION Gal10 \l 1033 ]. Pemasar menggunakan media sosial
sebagai sarana untuk menghibur konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka
akan kesenangan dengan berbagi foto dan berita tentang produk [ CITATION Lee12 \l
1033 ], seperti halaman merek Facebook dengan klip video, gambar dan cerita, yang
dapat efektif dalam menarik perhatian dari konsumen [ CITATION Mer16 \l 1033 ].
Kustomisasi di media sosial mengacu pada sejauh mana layanan yang
disesuaikan untuk memenuhi preferensi pribadi konsumen [ CITATION God16 \l
1033 ], sehingga layanan yang disesuaikan dan pencarian informasi yang
disesuaikan untuk konsumen mudah digunakan [ CITATION Kim12 \l 1033 ]. Studi
sebelumnya mengungkapkan bahwa upaya kustomisasi berpengaruh dalam
menjangkau audiens yang dituju, membangun kepercayaan dalam pikiran
konsumen dan memperkuat niat pembelian konsumen (Martin dan Todorov,
49
2010). Untuk mencapai kustomisasi, pemasar menyesuaikan upaya pemasaran dan
layanan serta pesan khusus untuk menciptakan nilai bagi kelompok konsumen
tertentu [ CITATION Zhu15 \l 1033 ] Untuk misalnya, pemasar merek mewah
mengkomunikasikan pesan khusus ke kelompok konsumen sasaran tertentu,
memungkinkan mereka untuk menyesuaikan dan merancang produk mereka sendiri
sesuai dengan preferensi mereka [ CITATION San121 \l 1033 ]. Contoh kustomisasi
lain dapat dilihat ketika pemasar menggunakan platform media sosial untuk
memberikan balasan instan ke pertanyaan pribadi konsumen dan layanan pelanggan
membangun kepuasan dan retensi pelanggan [ CITATION ChanCha11 \l 1033 ].
Interaksi dalam social media marketing terjadi ketika pengguna media
sosial menyumbangkan ide-ide mereka untuk bertemu, berinteraksi dan berdiskusi
dengan orang lain yang berpikiran sama tentang produk atau merek tertentu pada
platform media sosial [ CITATION Mut11 \l 1033 ]. Oleh karena itu, interaksi mewakili
sejauh mana platform media sosial menawarkan peluang untuk pertukaran
pendapat, interaksi dua arah dan berbagi informasi [ CITATION Kim12 \l 1033 \m
Des15] Studi sebelumnya telah menemukan bahwa interaksi di media sosial adalah
faktor pendorong bagi konsumen untuk membuat konten yang dibuat pengguna dan
bertukar ide dengan orang lain [ CITATION Fis11 \l 1033 ], dengan interaksi seperti itu
juga berpengaruh dalam memperkuat sikap konsumen terhadap merek serta niat
beli mereka [ CITATION Haj15 \l 1033 ] . Selain itu, kegiatan dan pesan interaktif yang
tersedia di situs jejaring sosial dapat lebih efektif dalam menjangkau konsumen
daripada media tradisional, seperti media cetak, TV dan radio [ CITATION Bow15 \l
1033 ]. Mengingat pentingnya interaksi, pemasar dianjurkan untuk mendorong
pengguna media sosial untuk berinteraksi pada topik dan diskusi tertentu yang
tersedia di platform media sosial [ CITATION Zhu15 \l 1033 ] , sehingga
menggabungkan posting informasi yang sesuai dengan profil sosial yang
ditargetkan mereka. -media pengguna dan mendorong diskusi dan interaksi untuk
meningkatkan hubungan antara konsumen dan merek [ CITATION Man13 \l 1033 ].
E-WOM mengacu pada pernyataan dan komentar yang dibuat oleh
pelanggan potensial, aktual atau sebelumnya tentang suatu produk, merek atau
perusahaan, yang disediakan untuk publik melalui platform media sosial (Hennig-
Thurau et al., 2004). Oleh karena itu, E-WOM mengacu pada sejauh mana
50
konsumen bertukar, menyebarluaskan dan mengunggah konten pada platform
media sosial [ CITATION Kud17 \l 1033 ]. Ini termasuk sejauh mana konsumen
menyampaikan informasi tentang merek, mengunggah konten dari halaman merek
ke blog mereka dan berbagi pendapat dengan rekan mereka [ CITATION Cha18 \l 1033
].
E-WOM pada platform media sosial berpengaruh dalam mempengaruhi
evaluasi konsumen terhadap produk karena persepsi kepercayaannya, konsumen
semakin menghasilkan dan berbagi informasi terkait merek dalam bentuk E-WOM
kepada pengguna media sosial lainnya, termasuk teman-teman, teman sebaya, dan
umum. publik tanpa kendala (Cheung et al., 2008; Wu dan Wang, 2011; Reza
Jalilvand dan Samiei, 2012). Ketika konsumen bertindak sebagai duta merek untuk
menyebarkan E-WOM positif di platform media sosial, hal ini bermanfaat dalam
membangun persepsi positif konsumen terhadap merek dan memperkuat niat
pembelian mereka. Sama, E-WOM negatif juga dapat kurang diinginkan hasil
terkait merek, termasuk melemahnya kepercayaan merek, efek merugikan pada
sikap merek dan dilusi ekuitas merek [ CITATION Jal12 \l 1033 ]
Trendiness mengacu pada sejauh mana merek mengkomunikasikan
informasi terbaru, terkini dan trendi (yaitu, 'topik hangat') tentang merek [ CITATION
Nam11 \l 1033 ]. Konsumen semakin mencari dan memperoleh informasi terkait
produk melalui platform media sosial, karena dianggap lebih berguna dan terbaru
daripada saluran tradisional (Glynn & Faulds, 2009; [ CITATION Ash15 \l
1033 ]. Menggunakan komunikasi merek sosial-media, pemasar dapat menyediakan
konsumen dengan informasi tentang tren dan topik diskusi hangat, sehingga
mengurangi upaya pencarian informasi konsumen [ CITATION Bec00 \l 1033 ].
Informasi trendi mencakup pembaruan informasi terkait merek, ulasan produk, dan
gagasan baru tentang merek yang diprakarsai oleh pemasar dan konsumen, yang
berguna dalam membangun kepercayaan merek konsumen [ CITATION God16 \l
1033 ], dan karenanya memperkuat persepsi positif konsumen terhadap merek
[ CITATION Man13 \l 1033 ].
2.1.3.4 Model Social Media Marketing
Menurut (Kumar et al 2019) Konsep 'Media Sosial' dapat didefinisikan
sebagai ‘Sekelompok aplikasi berbasis Internet yang membangun fondasi ideologis
51
dan teknologi web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten
yang dibuat pengguna.[ CITATION Kap10 \l 1033 ], menciptakan media sosial sebagai
‘Proses perencanaan yang diarahkan pada tujuan untuk menciptakan konten yang
dibuat pengguna, didorong oleh sekelompok aplikasi internet, untuk menciptakan
posisi kompetitif yang unik dan berharga’.
Tujuan awal dari strategi media sosial adalah untuk mengintegrasikan
platform SM dengan tujuan pemasaran strategis organisasi bisnis dan menawarkan
rute praktis menuju pencapaian tujuan tersebut [ CITATION Mcc15 \l 1033 ] . Media
sosial (SM) memicu pendekatan pemasaran baru (Eagleman, 2013). Pemasaran
media sosial dapat diamati sebagai platform perdagangan yang relatif baru yang
terintegrasi dengan kegiatan promosi dan pemasaran berbagai barang, dan layanan,
melalui platform online yang didukung TI yang diikuti oleh media sosial (Dahnil et
al, 2014). Konsep pemasaran media sosial dapat didefinisikan sebagai
memanfaatkan fitur media sosial untuk mencapai tujuan pemasaran yang sejalan
dengan pendekatan pemasaran lainnya.
Para penulis makalah ini meneliti literatur yang ada dengan
mengidentifikasi sumber data primer yang dapat dianggap sebagai publikasi yang
menonjol dalam domain pemasaran elektronik, pemasaran online, dan pemasaran
media sosial. Juga, beberapa domain publikasi terkait juga dicari seperti pemasaran
elektronik dan online di perusahaan-perusahaan UKM sebagai bagian dari tinjauan
literatur. Berdasarkan ini, faktor-faktor berikut diidentifikasi sebagai variabel
penentu adopsi pemasaran media sosial oleh UKM.
Konteks teknologi menilai keuntungan yang beragam dari mengadopsi
pemasaran media sosial di perusahaan-perusahaan UKM. [ CITATION Rog03 \l 1033 ]
mengemukakan bahwa adopsi teknologi oleh perusahaan bisnis berkorelasi positif
dengan manfaat yang dirasakan yang ditawarkan oleh teknologi. Manfaat yang
dirasakan menunjukkan manfaat yang dapat direalisasikan yang dapat diberikan
oleh teknologi e-commerce ke organisasi bisnis [ CITATION Rah15 \l 1033 ]. Dalam
pengaturan organisasi, kemajuan teknologi dapat diterima dengan lancar jika
kompatibel dengan budaya dan nilai-nilai organisasi (Ghobakhloo et al., 2011).
menunjukkan bahwa semakin mahal suatu teknologi spesifik, semakin kecil
kemungkinannya akan diadopsi oleh suatu perusahaan. Biaya telah diperiksa
52
sebagai variabel penentu untuk mempengaruhi adopsi pemasaran elektronik dalam
studi sebelumnya [ CITATION ELG10 \l 1033 ].
Dimensi organisasi menawarkan faktor internal organisasi bisnis yang akan
memengaruhi pilihan perusahaan untuk mengadopsi teknologi apa pun [ CITATION
Qas18 \l 1033 ]. Konteks organisasi mencerminkan karakteristik organisasi seperti
apa yang mendorong adopsi teknologi oleh UKM. Ukuran perusahaan bisnis
kemungkinan akan mempengaruhi adopsi teknologi [ CITATION Rog03 \l 1033 ].
Dapat dirasakan bahwa perusahaan bisnis yang lebih besar ditandai dengan lebih
banyak sumber daya teknis dan ekonomi untuk mengadopsi teknologi daripada
perusahaan yang ukurannya relatif kecil (Luo, Zhang, & Duan, 2013). Faktor lain
yang akan menentukan adopsi teknologi UKM adalah kesiapan teknologi, yang
terdiri dari infrastruktur TI dan sumber daya manusia yang sehat secara teknologi
(Kevin, Kraemer, & Xu, 2006). [ CITATION Rah15 \l 1033 ] menemukan hubungan
saling tergantung positif antara adopsi e-commerce dan kesiapan teknologi. Dari
sudut pandang organisasi, dukungan dari manajemen puncak memainkan peran
penting dalam mendukung adopsi pemasaran media sosial dalam konteks UKM.
Perusahaan-perusahaan UKM akan lebih cenderung menerima dan menerapkan
teknologi baru ketika manajemen puncak akan memberikan tingkat dukungan yang
substansial. Selanjutnya, dalam keadaan keterbatasan sumber daya di UKM,
bantuan manajemen puncak memastikan alokasi sumber daya untuk adopsi
teknologi [ CITATION Ram13 \l 1033 ]
Konteks lingkungan mencerminkan tekanan dari saingan yang bersaing dan
mitra dagang untuk perusahaan UKM [ CITATION Chw01 \l 1033 ]. Dalam beberapa
kasus, pelanggan memiliki tingkat kekuatan tertentu untuk membuat perusahaan
UKM mengadopsi teknologi tertentu [ CITATION Rah15 \l 1033 ]. Penelitian
menunjukkan bahwa tekanan pesaing kemungkinan besar akan memengaruhi
keputusan perusahaan bisnis individu untuk mengadopsi teknologi dan tekanan dari
organisasi pemerintah yang berbeda memiliki tingkat pengaruh yang lebih besar
pada pilihan UKM.
53
Sumber: [ CITATION Kum19 \l 1033 ]
GAMBAR 2. 3
KERANGKA KONSEPTUAL ADOPSI
SOCIAL MEDIA MARKETING UKM
54
Definisi ekuitas nilai ini mencakup berbagai aspek penawaran kepada
konsumen untuk penilaian rasio manfaat-biaya. Berbagai aspek penawaran dapat
mencakup harga kompetitif, kenyamanan, kualitas informasi produk, persepsi nilai-
untuk-uang, dan layanan pelanggan [ CITATION Zei88 \l 1033 ] Hasil penting dari nilai
yang dirasakan adalah peningkatan kepuasan pelanggan [ CITATION Wan04 \l 1033 ]
dan niat pembelian dan pembelian kembali yang lebih besar [ CITATION Tea00 \l 1033
].
Ekuitas hubungan didefinisikan sebagai "kecenderungan pelanggan untuk
tetap dengan merek, di atas dan di luar penilaian obyektif dan subyektif" [ CITATION
Rus04 \l 1033 ]. Hubungan merek-konsumen dapat ditingkatkan melalui penggunaan
program hadiah oleh perusahaan, program pengakuan khusus, program
pembangunan komunitas, dan program pembangunan pengetahuan [ CITATION Dwi15
\l 1033 ], Hubungan konsumen-merek yang ditingkatkan mengarah pada pangsa
pasar yang lebih besar [ CITATION Pal06 \l 1033 ], yang berkembang sebagai hasil dari
retensi konsumen yang lebih tinggi [ CITATION Gus05 \l 1033 ].
Ekuitas merek didefinisikan sebagai “penilaian keseluruhan konsumen
terhadap merek yang tidak berwujud, di luar nilainya yang dirasakan secara
objektif” [ CITATION Rus04 \l 1033 ] “Definisi ini konsisten dengan konseptualisasi
terkemuka ekuitas merek; yang menganggap ekuitas merek sebagai disposisi sikap
konsumen, utilitas tambahannya dan pengetahuan merek keseluruhan konsumen”
[ CITATION Dwi15 \l 1033 ]. Keuntungan utama bertambah pada perusahaan sebagai
hasil dari ekuitas merek yang menguntungkan, seperti bagian yang lebih besar dari
pembelian kategori produk konsumen [ CITATION Aak96 \l 1033 ] meningkatkan
peluang untuk memperluas merek [CITATION Kel08 \t \l 14345 ].
Purchase Intention, Purchase Intention adalah kombinasi dari keterlibatan
konsumen dan kemungkinan membeli suatu produk. Menurut temuan banyak
penelitian, itu sangat terkait dengan sikap dan preferensi terhadap suatu merek atau
produk [ CITATION Lyo10 \l 1033 ] . Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa
perilaku masa depan konsumen berkembang berdasarkan sikap mereka. Niat
pembelian adalah variabel sikap untuk mengukur kontribusi masa depan pelanggan
terhadap suatu merek. Karena memperkirakan perilaku masa depan konsumen
55
menjadi masalah penting bagi suatu perusahaan, perilaku masa depan harus
dianggap lebih tepat waktu [ CITATION Kim12 \l 1033 ].
56
dalam waktu dekat [ CITATION Ajz80 \l 1033 ]. Salah satu model HOE paling terkenal
dalam keputusan pembelian adalah perhatian, minat, keinginan, tindakan (AIDA)
yang terdiri dari AIDA (Hutter et al ., 2013).
Loyalitas merek didefinisikan sebagai pembelian kembali satu merek
secara konsisten dari sekelompok merek alternatif [ CITATION Aak96 \l 1033 ].
Loyalitas merek penting karena dapat menghasilkan hambatan masuk ke pesaing,
menghindari ancaman pesaing dari pesaing, meningkatkan penjualan dan
pendapatan [ CITATION Bal01 \l 1033 ] dan menurunkan sensitivitas harga pelanggan [
CITATION Row05 \l 1033 ].
57
jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Perilaku konsumen mengandung dua elemen penting,
yaitu: 1) Proses pengambilan keputusan (dalam pembelian). 2) Kegiatan fisik yang
menyangkut kegiatan individu (konsumen) dalam menilai, mendapatkan, ataupun
mengevaluasi barang dan jasa. Keputusan pembelian adalah serangkaian pilihan
yang dibuat oleh konsumen sebelum melakukan pembelian yang dimulai begitu
konsumen telah menetapkan kemauan untuk membeli. Konsumen kemudian harus
memutuskan di mana melakukan pembelian, merek, model, atau ukuran apa yang
harus dibeli, kapan untuk melakukan pembelian, berapa banyak yang harus
dibelanjakan, dan metode pembayaran apa yang akan digunakan. Pemasar mencoba
memengaruhi masing-masing keputusan ini dengan menyediakan informasi yang
dapat membentuk proses evaluasi konsumen [ CITATION Uja03 \l 1033 ].
Strategi program pemasaran menerapkan customer relationship
management yang berbasis pada upaya menciptakan hubungan antara pihak
perusahaan dengan pelanggan. Customer relationship management mempunyai
tiga elemen utama yang menjadi kunci keberhasilan penerapan customer
relationship management yaitu, people, process dan technology (Chen &
Popovich, 2003). Technology menjadi hal utama bagi perusahaan untuk
meningkatkan dan mempertahankan performance bisnis di masa depan dimana
persaingan semakin meningkat.
Social media engagement dapat menjadi alat untuk menciptakan,
membangun dan meningkatkan customer relationship, perusahaan tidak hanya
berhubungan saja dengan customernya, melainkan juga harus meng-engage mereka
ke dalam suatau pengalaman yang mampu membangkitkan aspek nilai emosional
customer yang nantinya akan mempengaruhi keputusan pembelian, profitabilitas
dan mencapi cross-sell serta share of wallet customer, persentase belanja pelanggan
yang bisa diperoleh perusahaan atas keberlangganan seumur hidup sang pelanggan
(Messner, 2005).
[ CITATION Vin17 \l 14345 ] dari jurnal berjudul Importance of Strategic
Social media Marketing.Sebelum menjelaskan konsep Social media marketing
(SMM), penting untuk mempertimbangkan dan memahami istilah 'media sosial'.
Seperti yang diusulkan oleh [ CITATION Kap10 \l 1033 ], media sosial adalah aplikasi
58
berbasis yang tersedia di Internet dan memungkinkan pengembangan, konsumsi,
dan berbagi Konten Buatan Pengguna. Aplikasi ini telah menciptakan banyak
peluang bagi siapa saja untuk membuat konten pribadi, membagikannya, dan
bertukar gagasan dalam kerangka kerja interaktif, yang mengambil bentuk berbeda,
dari blog, wiki, microblogging, dan situs web jejaring sosial umum. Juga, dari
perspektif umum, [ CITATION Fil15 \l 1033 ] menjelaskan konsep 'media sosial'
dengan berfokus pada interaktivitas dan pembuatan bersama konten yang dibuat
pengguna dalam hubungan yang dibangun antara organisasi dan individu.
Dengan meningkatnya popularitas di bidang akademik dan praktik, Social
media marketing (SMM) telah mendapatkan banyak sudut pandang beberapa
peneliti mendefinisikan konsep ini sebagai fasilitator konektivitas dan interaksi
dengan pelanggan yang ada dan prospektif [ CITATION Yad17 \l 1033 ], sedangkan
penulis lain menetapkan akar SMM dalam memenuhi tujuan bisnis, karena mereka
berhubungan dengan ekuitas konsumen, kesetiaan, kepuasan dan niat beli
[ CITATION Yad17 \l 1033 ]
Dari perspektif pemasaran, [ CITATION Yad17 \l 1033 ] memberikan
konseptualisasi Social media marketing dengan berfokus pada dialog (disediakan
oleh interaktivitas) yang dibuat di sekitar penawaran pemasaran. Dialog ini
membantu pengguna media sosial lainnya untuk bersentuhan dengan informasi
promosi atau belajar dari pengalaman orang lain dengan penawaran pemasaran
tertentu. Menurut [ CITATION Fel16 \l 1033 ] mengusulkan definisi baru social media
marketing berdasarkan studi komprehensif mereka yang bertujuan menyediakan
kerangka kerja holistik untuk konsep pemasaran online ini. Dengan demikian,
[ CITATION Fel16 \l 1033 ] mendefinisikan pendekatan holistik social media
marketing dan juga menjelaskan tingkat strategis social media marketing yang
'mencakup keputusan organisasi tentang ruang lingkup pemasaran media sosial
(mulai dari pembela hingga penjelajah), budaya (mulai dari konservatisme hingga
modernisme), struktur (mulai dari hierarki hingga jaringan), dan pemerintahan
(mulai dari otokrasi hingga anarki). '
Ada berbagai konseptualisasi yang fokus pada perspektif yang berbeda.
social media marketing (SMM) telah memberikan peluang bagi konsumen dan
organisasi untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang produk atau layanan,
59
berkontribusi dan berkolaborasi dalam menciptakan mereka, serta memberdayakan
pelanggan untuk menjadi pendukung dan influencer dari penawaran pemasaran
khusus untuk khalayak luas. Berdasarkan kemampuan SMM untuk menciptakan
nilai pada platform online ini, serta mengkomunikasikannya dan mengirimkannya
ke audiens target utama, konsep ini dapat dilacak ke Relationship marketing dan
digital marketing.
60
61
Keterangan :
: Diteliti
: Pengaruh
: Proses
62
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka paradigma penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
Social Media
Marketing Purchase
Decision
Social Media
Engagement
GAMBAR 2. 6
PARADIGMA PENELITIAN
63
64
BAB III
OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan manajemen pemasaran untuk
mengkaji pengaruh antara social media marketing dan social media engagement
terhadap purchase decision. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari variable eksogen dan variable endogen. Variabel eksogen yaitu social media
marketing (X1) dan social media engagement (X2). Sedangkan variable endogen
yaitu purchase decision (Y).
Penelitian ini dilakukan dilakukan selama kurang dari satu tahun, yakni
mulai dari januari sampai dengan April 2021. Metode penelitian yang digunakan
adalah cross sectional method. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu salah satu bentuk studi
observasional (non-eksperimental) yang pengukurannya dilakukan hanya satu kali
atau dengan kata lain variabel bebas (faktor risiko) dan tergantung (efek) dinilai
secara simultan pada satu saat [ CITATION Sas14 \l 1033 ].
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya, menurut [ CITATION Sug12 \l 1033 ] Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan studi penelitian ini adalah deskriftif dan
verifikatif. Sifat penelitian verifikatif adalah untuk menguji kebenaran dari suatu
hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data dilapangan. Penelitian ini
ditujukan untuk memperoleh gambaran lebih jauh mengenai variabel penelitian
yaitu pengaruh brand knowledge terhadap keputusan pembelian.
Metode penelitian ini menggunakan survey yaitu penelitian yang
dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah
data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan
65
kejadian-kejadian relatif, distributif dan hubungan antar variabel sosiologis
maupun psikologis [ CITATION Sug08 \l 1033 ] survey yang digunakan adalah
bersifat deskriptif dan verifikatif dengan konsep riset evaluasi. Sesuai dengan
tujuan penelitian, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk memperoleh
gambaran tentang ciri-ciri variabel yang diteliti. Adanya hipotesis yang akan diuji
kebenarannya melalui penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah
explanatory research, yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan
variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel
lain [ CITATION Sug08 \l 1033 ]
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel atau dapat dikatakan
semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel
Zainudin dalam Widyantoro (2005:54) memberikan pengertian tentang definisi
operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk bagaimana
variabel diukur. Operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu
variabel yang memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang relevan untuk
variabel tersebut.
Berdasarkan objek penelitian dapat diketahui bahwa variable yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Variabel eksogen yaitu social media
marketing (X1) dan customer engagement (X2). Sedangkan variable endogen
yaitu purchase decision (Y). Penjabaran operasionalisasi dari variable- variable
yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 3.1. Operasionalisasi variabel sebagai
berikut :
66
TABEL 3. 1
OPERASIONALISASI VARIABEL
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
Purchase Keputusan
decision pembelian
adalah proses
(Y) semua
pengalaman
dalam
mempelajari,
memilih,
menggunakan,
dan
menghabiskan
suatu produk
(Kotler &
Armstrong,
2018)
67
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
konsumen konsumen
terhadap jenis terhadap jasa
pendidikan
produk/jasa alternatif yaitu
tertentu homeschooling
alam
68
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
Social Social media marketing
Media merupakan penggunaan
social media dalam
Marketing komunikasi pemasaran,
(X1) yang mendukung
internet marketing
sebagai alternatif untuk
proses pemasaran dan
melakukan interaksi
dengan konsumen
(Peterson,2018)
Entertaiment Pengalaman yang dicapai Content Tingkat Interval 6
kemenarikan
untuk memuaskan
content di social
kebutuhan interpersonal media
homeschooling
melalui media (Uri and Ma
alam
2017)
Feeling Tingkat perasaan Interval 7
yang dirasa
konsumen ketika
melihat konten di
social media
homeschooling
alam
Following Tingkat Interval 8
keingginan untuk
mengikuti atau
menjadi follower
social media
homeschooling
alam
Trendiness Hal- hal baru yang sedang Informasi Tingkat informasi 9
diperbincangkan yang disajikan di
social media
homeschooling
alam
Inspiration Tingkat 10
penerimaan
follower social
69
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
media
homeschooling
alam terhadap
informasi yang
disajikan pada
social media
Follow-up Tingkat keinginan 11
followers social
media
homeschooling
alam terhadap
informasi dan
konten selanjutnya
Interaction Proses yang terus- menurus Sharing Tingkat social 12
muncul, sebagai media
komunikasi dalam arti yang homeschooling
paling inklusif alam membagikan
informasi kepada
pengikut nya
Interactivity Tingkat interaksi 13
social media
homeschooling
alam terhadap
pengikutnya
Attitude Tingkat 14
kemampuan
social media
homeschooling
alam terhadap
kritik dan pujian
dari pengikutnya
Informasi dari Tingkat 15
konsumen kemampuan
social media
70
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
homeschooling
alam terhadap
informasi yang
diberikan
konsumen di
social media
Customizat Personalisasi yang Permintaan Tingkat 16
ion membolehkan pengguna pemenuhan
untuk mengatur/ mengikuti permintaan
gaya yang mereka senangi informasi yang
(on and culture 2015). diharapkan
followers di social
media
homeschooling
alam
Service Tingkat 17
pemenuhan
permintaan
layanan yang
diharapkan
followers di social
media alam
Feeling Tingkat perasaan 18
setelah
mendapatkan
informasi dan
layanan yang
diharapkan dari
social media
homeschooling
alam
Social Social media Consumption frekuensi atau Tingkat frekuensi Interval 19
engagement atau intensitas atau intensitas
media sebagai
menonton video
71
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
engag kontribusi di social media menonton video di
sukarela homeschooling social media
ement pelanggan
alam
terhadap suatu homeschooling
merek atau alam
perusahaan
yang bersifat
non-transaksi.
Social media
engagement
ini dilakukan
dengan
membaca,
berkomentar,
meninjau, dan
berbagi
informasi
mengenai
merek atau
perusahaan
secara online
(Calder dkk.
2009).
Frekuensi atau Tingkat Frekuensi 20
intensitas atau intensitas
melihat foto di melihat foto di
social media social media
Homeschooling Homeschooling
alam alam
72
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
Frekuensi atau Tingkat Frekuensi 21
intesitas atau intesitas
membaca membaca
informasi informasi terkait
terkait homeschooling
homeschoolin alam
g alam
Ketertarikan Tingkat
untuk menjadi ketetarikan untuk
followers menjadi followers
social media di beragam social
homeschoolin media
g alam homeschooling
alam
76
sebagian jumlah yang ditentukan, dengan catatan bagian yang diambil tersebut
mewakili yang lain yang tidak diteliti.
3.2.4.3 Teknik Penarikan Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang
relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Sampel merupakan bagian dari
jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh suatu populasi yang akan diteliti.
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan jenis Non Probability
Sampling. Non Probability Sampling jenis sampel ini tidak dipilih secara acak.
Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa
dipilih menjadi sampel.
Menurut Sugiyono (2001: 60) nonprobability sampling adalah teknik
yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik Non Probability Sampling yang dipilih yaitu dengan Sampling
Jenuh (sensus) yaitu metode penarikan sampel bila semua anggota populasi
dijadikan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan apabila jumlah populasi kecil,
kurang dari 30 orang (Supriyanto dan Machfudz, 2010: 188).
Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah seluruh orangtua
siswa dari Homeschooling Alam yaitu 42 orang. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan metode sampel jenuh. Metode sampel jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi sampel.
3.2.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah primer dan sekunder.
Data Sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, data primer diperoleh dari hasil
angket dan wawancara yang dilakukan secara online, apabila sangat diperlukan
untuk melakukan observasi secara langsung akan dilakukan dengan tetap
memperhatikan protol kesehatan, objek yang saya teliti homeschooling alam
sudah mengadakan kembali pembelajaran secara tatap muka dengan protokol
kesehatan yang ketat dan membatasi siswa dan orangtua siswa yang datang ke
77
sekolah, maximal 5 siswa/kelas/ 1 jam pembelajaran dengan 1 guru. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan empat macam teknik
pengumpulan data, yaitu:
1. Studi kepustakaan, pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data,
memperlajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari
literatur dan data sekunder yang berkenaan dengan masalah penelitian.
2. Studi lapangan, terdiri dari:
a) Observasi, melakukan pengamatan langsung mengenai fenomena-
fenomena di lapangan yang mempunyai keterkaitan dengan variabel
penelitian.
b) Wawancara, dilakukan dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan
yang sudah berstruktur kepada responden untuk selanjutnya diperdalam
dengan mengorek keterangan yang lebih lengkap dari responden
penelitian.
c) Angket, yaitu dengan cara membagikan daftar pertanyaan yang bersifat
tertutup kepada responden yang telah ditentukan. Dalam daftar
pertanyaan tersebut responden tinggal memilih salah satu jawaban yang
sesuai dengan apa kata hatinya.
3.2.6 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Valid menunjukkan derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya
terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. [ CITATION
Sug07 \l 1033 ]. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. [ CITATION Sug07 \l 1033 ]
Menurut Masrum, dalam [ CITATION Sug07 \l 1033 ] menyatakan item yang
mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi
pula menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.
78
Untuk mencari nilai validitas dari sebuah item kita akan mengkorelasikan skor
item tersebut dengan total skor item-item dari variabel tersebut. Apabila nilai
korelasi diatas 0,3 maka dikatakan item tersebut memberikan tingkat kevalidan
yang cukup, sebaliknya apabila nilai korelasi dibawah 0,3 maka di katakan item
tersebut kurang valid. Metode korelasi yang digunakan adalah Pearson Product
Moment
Untuk variabel kinerja karyawan menggungaa skala pengukuran, Selalu, sering,
jarang, pernah dan tidak pernah
TABEL 3.4
HASIL PENGUJIAN VALIDITAS VARIABEL X2 (SOCIAL MEDIA
ENGAGEMENT)
No Pernyataan rhitung rtabel Keterangan
Consumption
Tingkat frekuensi atau intensitas 0,512 0,344 Valid
13. menonton video di social media
homeschooling alam
Tingkat Frekuensi atau intensitas 0,431 0,344 Valid
14. melihat foto di social media
Homeschooling alam
Tingkat Frekuensi atau intesitas 0,568 0,344
15 membaca informasi terkait
homeschooling alam
Tingkat ketetarikan untuk menjadi 0,761 0,344
16 followers di beragam social
media homeschooling alam
Contribution
Tingkat keterlibatan pelanggan 0,714 0,344 Valid
17.
terhadap social media
Tingkat pengikut berbagi 0,711 0,344 Valid
unggahan social media
18.
homeschooling alam di social
media pribadi mereka
19 Tingkat pengikut membuat 0,564 0,344 Valid
80
unggahan social media yang
terkait dengan homeschooling
alam di social media pribadi
Creation
20. Tingkat partisipasi pembuatan 0,729 0,344 Valid
konten dari pengikut social media
homeschooling alam di social
media homeschooling alam
21. Tingkat partisipasi pembuatan 0,739 0,344 Valid
konten dan berbagi dari pengikut
social media homeschooling alam
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021. (Menggunakan IBM SPSS versi 22.0 for Windows)
Berdasarkan Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel X2
(Social Media Engegment) dapat dilihat bahwa nilai tertinggi terdapat pada
dimensi Consumption dengan pernyataan tingkat rasa ingin tahu tentang Tingkat
ketetarikan untuk menjadi followers di beragam social media homeschooling alam
yang digunakan yang bernilai 0,761, sedangkan nilai yang terendah terdapat pada
dimensi Consumption dengan pernyataan selalu ingin memikirkan Tingkat
Frekuensi atau intensitas melihat foto di social media Homeschooling alam yang
digunakan, dengan nilai 0,637. Berikut ini Tabel 3.5 mengenai Hasil Pengujian
Validitas Variabel Y (purchase decision).
TABEL 3.5
HASIL PENGUJIAN VALIDITAS VARIABEL Y (PURCHASE
DECISION )
No Pernyataan rhitung rtabel Keterangan
Pilihan Produk/ Jasa
29. Tingkat kemenarikan pilihan 0,693 0,344 Valid
konsumen akan produk/jasa yang
diberikan
30 Tingkat kebutuhan konsumen 0,542 0,344
terhadap jasa pendidikan alternatif
yaitu homeschooling alam
Pilihan Merek
31. Tingkat kesukaan konsumen 0,758 0,344 Valid
terhadap merek homeschooling
alam
32 Tingkat kebiasaan konsumen 0,654 0,344
terhadap penggunaan layanan jasa
dari merek homeschooling alam
Evaluasi Alternatif
81
33. Tingkat kualitas produk/ jasa 0,781 0,344 Valid
terhadap kebutuhan konsumen
dari homeschooling alam
34 Tingkat pelayanan jasa yang 0,670 0,433 Valid
diberikan homeschooling alam
terhadap konsumen
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021.
(Menggunakan IBM SPSS versi 22.0 for Windows)
N xy−( x)( y )
r xy =
2 2 2 2
√ { N x − ( x ) } {N y −( y ) }
Sumber: (Sugiyono, 2002:248)
82
Di mana :
r = koefisien korelasi
n = jumlah responden
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi/keajegan data dalam
interval waktu tertentu [ CITATION Sug07 \l 1033 ]. Instrumen yang memiliki
reliabilitas dapat digunakan untuk mengukur secara berkali-kali yang
menghasilkan data yang sama (konsisten).
Menurut [ CITATION Sug07 \l 1033 ] , bahwa reliabilitas adalah sejauh mana
hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan menghasilkan data
yang sama. Untuk menguji reliabilitasnya digunakan metode (split half) item
tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok item ganjil dan kelompok
item genap, kemudian masing-masing kelompok skor tiap itemnya dijumlahkan
sehingga menghasilkan skor total.
Koefisien korelasinya dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown
yaitu:
2 ×r b
r=
1+ r b
Di mana:
r = nilai reliabilitas
rb = korelasi product momen antara belahan pertama dan belahan kedua
Setelah dapat nilai reliabilitas instrumen (rb hitung), maka nilai tersebut
dibandingkan dengan jumlah responden dan taraf nyata. Bila rhitung > dari rtabel,
maka instrumen tersebut dikatakan reliabel, sebaliknya jika r hitung < dari rtabel maka
instrumen tersebut dikatakan tidak reliabel.
Berdasarkan jumlah kuesioner yang diuji kepada 35 responden dengan tingkat
signifikansi 5% maka didapatkan nilai cobrach alpa sebesar 0,6. Hasil pengujian
83
reliabilitas instrumen yang dilakukan dengan bantuan IBM SPSS versi 22.0 for
Windows diketahui bahwa semua variabel reliabel, hal ini disebabkan oleh nilai
rhitung lebih besar dibandingkan dengan nilai rtabel yang dapat dilihat pada Tabel
3.6 mengenai Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel X1, X2 dan Y berikut:
TABEL 3.6
HASIL PENGUJIAN RELIABILITAS VARIABEL X1, X2 DAN Y
NO. VARIABEL rhitung rtabel Keterangan
1. Social Media Marketing 0,811 0,6 Reliabel
2. brand Social Media 0,816 0,6 Reliabel
Engegment
3. purchase decision 0,812 0,6 Reliabel
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021.
(Menggunakan IBM SPSS versi 22.0 for Windows).
85
terkumpul dari hasil kuesioner dapat dikelompokkan kedalam tiga langkah, yaitu
persiapan, tabulasi dan penerapan data pada pendekatan penelitian.
Langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan analisis deskriptif
kedua variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Analisis Tabulasi Silang (Cross Tabulation)
Metode cross tabulation merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat
apakah terdapat hubungan deskriptif antara dua variabel atau lebih dalam data
yang diperoleh [ CITATION NKM15 \l 14345 ]. Analisis ini pada prinsipnya
menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom. Data yang
digunakan untuk penyajian cross tabulation adalah data berskala nominal atau
kategori [ CITATION Gho18 \l 1033 ].
Cross tabulation merupakan metode yang menggunakan uji statistic untuk
mengidentifikasikan dan mengetahui korelasi antar dua variabel, apabila terdapat
hubungan antar keduanya, maka terdapat tingkat ketergantungan yang saling
mempengaruhi yaitu perubahan variabel yang satu ikut mempengaruhi perubahan
pada variabel lain.
TABEL 3.8
CROSS TABULATION
Judul
(Identitas/Karakteristik/Pengala
Judul
Variabel man)
(Identitas/Karakteristik/Pen Total
Kontrol Klasifikasi
galaman)
(Identitas/Karakteristik/Pengala
man)
F % F % F %
Total skor
Total Keseluruan
Sumber: Modifikasi dari Sudjana (2000).
2. Skor Ideal
Skor ideal merupakan skor yang secara ideal diharapkan untuk jawaban dari
pernyataan yang terdapat pada angket kuesioner yang akan dibandingkan dengan
perolehan skor total perolehan untuk mengetahui hasil kinerja dari variabel.
86
Penelitian atau survei membutuhkan instrumen atau alat yang digunakan untuk
melakukan pengumpulan data seperti kuesioner. Kuesioner berisikan berbagai
pernyataan yang diajukan kepada responden atau sampel dalam suatu proses
penelitian atau survei. Jumlah pernyataan yang dimuat dalam penelitian cukup
banyak sehingga membutuhkan scoring untuk memudahkan dalam proses
penilaian dan akan membantu dalam proses analisis data yang telah ditemukan.
Formula yang dibuat untuk memperoleh skor ideal adalah sebagai berikut:
Skor Ideal = Kriteria Nilai Tertinggi × Jumlah Responden
3. Teknik Analisis Deskriptif
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan
variabel-variabel penelitian, antara lain: 1) Analisis Deskriptif Variabel X1
(Social Media Marketing ) dimana variable X terfokus pada penelitian terhadap
Relevansi, Timing, Kualitas dan Interaksi ; 2) Analisis Deskriptif Variabel X2
(Customer Engagement) yang terfokus pada penelitian Enthusiasm, Attention,
Absortion, Interanction dan Identification 3) Analisis Deskriptif Variabel Y
(Purchase Decision) yang terfokus pada penelitian keputusan tentang Tangibles,
Reability, Responsiveness, Assurance dan empathy.
Cara yang dilakukan untuk mengategorikan hasil perhitungan yaitu dengan
menggunakan kriteria penafsiran persentase yang diambil dari 0% sampai 100%.
Tabel 3.10 Tabel Analisis Data Deskriptif menunjukan format table yang
digunakan dalam menganalisis atau menguji data deskriptif pada penelitian ini
sebagai berikut:
TABEL 3.10
TABEL ANALISIS DESKRIPTIF
Total
Skor
Per-
Item
Skor %
No Pernyataan Total
7 6 5 4 3 2 1 Ideal Skor
87
Skor
Total Skor
Sumber : Dimodifikasi dari (Sekaran, 2003).
88
3. Membuat garis kontinum dan menentukan daerah letak skor hasil
penelitian. Menentukan persentase letak skor hasil penelitian (rating
scale) dalam garis kontinum (Skor/Skor Maksimal × 100%).
Penggambaran kriteria dapat dilihat dari Gambar 3.1 mengenai Garis
Kontinum Penelitian Social Media Marketing (X), Brand Awareness (Y)
dan Keputusan Pembelian (Z) berikut:
89
Pengujian Hipotesis
Ŋ = β0 + βŋ + Гξ + ζ
Ŋj = Σi βji ŋi + Σi үjb ξb + ζj
Βji dan үjb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen
dan laten eksogen ξ dan Ŋ sepanjang range indeks i dan b, dan ζj adalah inner
residual variable. Adapun variabel laten endogen dalam penelitian ini adalah
CBBE, sedangkan variabel eksogennya yaitu endorser credibility dan brand
credibility.
Setelah menentukan variabel laten sebagai variabel yang membangun dalam
inner model, selanjutnya adalah merancang outer model. Model yang biasa
disebut dengan outer relation atau measurement model mendefinisikan bagaimana
setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Dalam penelitian ini,
93
blok indikator yang digunakan adalah blok indikator refleksif dengan persamaan
sebagai berikut:
X = Λx ξ + εx
Y = Λy ŋ + εy
Dari model tersebut X dan Y adalah indikator atau manifes variabel untuk
variabel laten eksogen dan endogen, ξ dan ŋ, sedangkan Λx dan Λy merupakan
matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang
menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya. Sementara itu, εx dan
εy adalah simbol kesalahan pengukuran atau noise.
3.2.7.4 Rancangan Spesifikasi Model
Terdapat dua jenis dalam sebuah model perhitungan SEM, yaitu terdiri
dari model pengukuran dan model struktural sebagai berikut.
1. Model Pengukuran
Model pengukuran merupakan bagian dari suatu model SEM yang
berhubungan dengan variabel-variabel laten dan indikator-indikatornya. Model
pengkuran sendiri digunakan untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas
instrumen. Model pengukuran murni disebut model analisis faktor konfirmatori
atau confirmatory factor analysis (CFA) Di mana terdapat kovarian yang tidak
terukur antara masing-masing pasangan variabel-variabel yang memungkinkan.
Model pengukuran dievaluasi sebagaimana model SEM lainnya dengan
menggunakan pengukuran uji keselarasan. Proses analisis hanya dapat dilanjutkan
jika model pengukuran valid (Sarwono, 2010).
Pada penelitian ini, variabel laten eksogen terdiri dari brand knowledge
dan keputusan pembelian. Kedua variable tersebut akan dilihat hubungannya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Spesifikasi model pengukuran model
variabel adalah sebagi berikut:
a. Social media Marketing
94
GAMBAR 3. 1
MODEL PENGUKURAN SOCIAL MEDIA MARKETING
GAMBAR 3. 2
MODEL PENGUKURAN CUSTOMER ENGAGEMENT
95
c. Purchase decision
GAMBAR 3. 3
MODEL PENGUKURAN PURCHASE DECISION
2. Model Struktural
Secara grafis garis dengan satu kepala anak panah menggambarkan
hubungan regresi dan garis dengan dua kepala anak panah menggambarkan
hubungan korelasi atau kovarian. Penelitian ini membuat suatu model struktural
yang disajikan pada Gambar 3.4 Model Struktural Pengaruh brand knowledge
terhadap keputusan pembelian.
96
GAMBAR 3. 4
MODEL STRUKTURAL PENGARUH BRAND AWARENESS TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN
1. Uji Hipotesis 1
H0: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap customer engagement
H1: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap customer engagement
2. Uji Hipotesis 2
H0: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap purchase decision
H1: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap purchase decision
3. Uji Hipotesis 3
H0: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara customer
engagement terhadap purchase decision
H1: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara customer
engagement terhadap purchase decision
98
99
DAFTAR PUSTAKA
100
Barreda, A., & Bilgihan, A. (2015). Generating brand awareness in Online Social
Networks. Computers in Human Behaviour.
Basu Swastha, H. H. (2011). Manajemen Pemasaran-Analisis Perilaku.
Yogyakarta: BPFE.
Beckett, A., & et al. (2000). An Exposition of Consumer Behaviour in The
Financial Services Industry. International Journal of Bank Marketing, 18,
15-26. Retrieved from https://doi.org/10.1108/02652320010315325
Blanchard, O. (2011). Social Media ROI. United States of America: Pearson
Education, Inc.
Bollen, & Long. (1993). Testing Structural Equation Models. Thousand Oaks :
CA: Sage.
Bowen, J. T. (2015). Trends affecting social media: Implications for practitioners
and researchers. Worldwide Hospitality and Tourism Themes.
Bruhn, M., & et al. (2012). Are Social Media Replacing Traditional Media in
Terms of Brand Equity Creation? Management Research Review, 35(9),
770–790. Retrieved from https://doi.org/10.1108/01409171211255948
Buil, I., & et al. (2013). Examining the Role of Advertising and Sales Promotions
in Brand Equity Creation. Journal of Business Research, 66, 115-122.
Chae, H., Shin, J., & Ko, E. (2018). The power of e-WOM using the hashtag:
focusing on SNS advertising of SPA brands. International Journal of
Advertising.
Chan, N. L., & Guillet, B. D. (2011). Investigation of Social Media Marketing:
How Does the Hotel Industry in Hong Kong Perform in Marketing on
Social Media Websites? Journal of Travel & Tourism Marketing.
Chang, T. S., & Hsiao, W. H. (2011). Consumers’ Automotive Purchase
Decisions: The Significance of Vehicle-based Infotainment Systems.
African Journal of Business Management, 5(11), 4152–4163. Retrieved
from https://doi.org/10.5897/AJBM10.480
Cheung, M. L., & Pires, G. D. (2020). Driving COBRAs: the power of social
media marketing. Marketing Intelligence & Planning.
Chi, S. L., Chih, J. C., Chin, F. Y., & Da, C. P. (2010). The Effects of Corporate
Social Responsibility on Brand Performance: The Mediating Effect of
Industrial Brand Equity and Corporate Reputation. Journal of Business
Ethic.
101
Chikandiwa, S. T. (2013). The Adoption of Social Media Marketing in South
African Banks. European Business Review.
Chowcote, K. (2017). Factors affecting purchase decision of Top three Tissue
brands ( Kleenex , Scott and Cellox) of customers in Bangkok.
Chwelos, P., Bensabat, I., & Dexter, A. X. (2001). Research Report: Empirical
Test of an EDI Adoption Model. Information Systems Research.
Coon, M. (2014). Social Media Marketing: Successful Case Studies of Businesses
Using Facebook and YouTube With An InDepth Look in the Business Use
of Twitter, Communication M.A. Project.
Dahnil, M. (2014). Factors Influencing SMEs Adoption of Social Media
Marketing. Procedia - Social and Behavioral Sciences.
Dessart, L. (2015). Consumer engagement in online brand.
Dharmmesta, B. S. (2012). Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku
Konsumen.Edisi Pertama. Yogyakarta: BPPFE.
Drs. Johni Dimyati, M. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan dan
Aplikasinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Durianto, S., & Budiman, L. (2004). Brand Equity Trend:Strategi Memimpin
Pasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dwivedi, Y. K., Kapoor, K. K., & Chen, H. (2015). Social media marketing and
advertising. The Marketing Review.
Eagleman, A. N. (2013). Acceptance, motivations, and usage of social media as a
marketing communications tool amongst employees of sport national
governing bodies. Sport Management Review.
Ekhveh, A., & Darvishi, Z. A. (2015). The Impact of Brand Awareness on
Repurchase Intention of Customers With Trilogy of Emotions Approach
( Case Study for Cell Phones ).
EL- Gohary, D. (2010). E-Marketing - A literature Review from a Small
Businesses perspective. 10.
Fauzi, V. P. (2016). PEMANFAATAN INSTAGRAM SEBAGAI SOCIAL
MEDIA MARKETING ER-CORNER.
Felix, R., Rauschnabel, P. A., & Hinsch, C. (2016). Elements of strategic social
media marketing: A holistic framework. Journal of Business Research.
102
Filo, K., Lock, D. J., & Karg, A. (2015). Sport and social media research: A
review. Sport Management Review.
Fischer, E., & Reuber, A. R. (2011). Social interaction via new social media:
(How) can interactions on Twitter affect effectual thinking and behavior?
Journal of Business Venturing.
Gallaugher, J. M., & Ransbotham, S. (2010). Social Media and Customer Dialog
Management at Starbucks. MIS Quarterly Executive.
Gensler, S., & Volckner, F. (2013). Managing Brands in the Social Media
Environment. Journal of Interactive Marketing.
Ghobakhloo, M. (2011). nformation Technology Adoption in Small and Medium-
sized Enterprises; An Appraisal of Two Decades Literature.
Ghozali, I. (2014). Model Persamaan Struktural. Konsep dan Aplikasi dengan
Program AMOS 24. Update Bayesian SEM. Yogyakarta: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Glynn, M. W., & Faulds, D. J. (2009). The New Hybrid Element of The
Promotion Mix. Business Horizon, 52(1), 357-365. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2009.03.002
Godey, B. (2016). Social media marketing efforts of luxury brands: Influence on
brand equity and consumer behavior. Journal of Business Research.
Gordhamer, S. (2009). Mashable. Retrieved from Mashable Media:
http://Mashable.Com/2009/09/22/Social-Media-Business
Gunelius, S. (2011). 30-Minute Social Media Marketing. United States: McGraw-
Hill Companies.
Gursoy, D., Chen, J. S., & Chi, C. (2014). Theoretical examination of destination
loyalty formation. International Journal of Contemporary Hospitality
Management.
Gustafsson, A., Johnson, M., & Roos, I. (2005). The Effects of Customer
Satisfaction, Relationship Commitment Dimensions, and Triggers on
Customer Retention. Journal of Marketing.
Hafiz, K., & Ali, K. (2018). The Influence of Marketing Stimuli on Consumer
Purchase Decision on Malaysia’s Cosmetic Industry. 2nd Asia
International Multidisciplnary. Johor Bahru: Universiti Teknologi
Malaysia.
103
Hajli, N. (2015). Social commerce construct and consumer’s intention to buy.
International Journal of Information Management.
Hawkins, D. d. (2010). Consumer Behavior: Building Marketing. McGraw-Hill,
Irwin.
Heding, T. K. (2009). Brand Management Research,Theory and Practice. Oxon:
Routledge.
Hermawan, A. (2006). Penelitian Bisnis : Paradigma Kuantitatif. Jakarta :
Grasindo.
Homeschooling Alam. (2020, September). Retrieved from Homeschooling Alam
Website : https://homeschoolingalam.com/
Howcroft, B., & et al. (2003). Consumer Decision-Making Styles and The
Purchase of Financial Services. Service Industries Journal, 23, 63-81.
Retrieved from https://doi.org/10.1080/714005120
Hsu. (2012). Adoption of the mobile Internet: An empirical study of multimedia
message service (MMS).
Hutter, K. H. (2013). Journal of Product & Brand Management. The impact of
user interactions in social media on brand awareness and purchase
intention : the case of MINI in facebook.
Idris, S., & et al. (2018). Product and Brand as Determinant Factors in Customer
Purchase Decision in Kota Kinabalu. International Journal of Modern
Trends in Business Research, 1. Diambil kembali dari www.ijmtbr.com
Ismara, K. I. (2005). Merobah Tantangan menjadi Peluang dalam Bisnis dan
Idealisme Pendidikan. Yogyakarta: FT-UNY.
Jalivland, M. R., & Samiel, N. (2012). The effect of electronic word of mouth on
brand image and purchase intention: An empirical study in the automobile
industry in Iran. Marketing Intelligence & Planning.
Julia Wolny, C. M. (2013). mpacts of Luxury Fashion Brand’s Social Media
Marketing on Customer Relationship and Purchase Intention.
Kandampully, J., Zhang, T., & Bilgihain, A. (2015). Customer loyalty: A review
and future directions with a special focus on the hospitality industry.
International Journal of Contemporary Hospitality Management.
Kaplan, A., & Haenlein, M. (2010). Users of the World, Unite! The Challenges
and Opportunities of Social Media. Business Horizon.
104
Kartajaya, H. (2010). Brand Operation. Jakarta: Esensi Erlangga Group.
Keller, K. (2009). Manajemen Pemasaran. Edisi kedua. Jakarta: Kelompok
Gramedia.
Keller, K. L. (1993). Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based
Brand Equity. Journal of Marketing, 57(1), 1–22. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.2307/1252054
Keller, K. L. (2003). Brand Synthesis: The Multidimensionality of Brand
Knowledge. Journal of Consumer Research, 29(4), 595–600. Diambil
kembali dari https://doi.org/10.1086/346254
Keller, K. L. (2008). Strategic Brand Management: Building, Measuring and
Managing Brand Equity. New Jersey: Pearson Education.
Kevin, Z., Kraemer, K. L., & Xu, S. (2006). he Process of Innovation
Assimilation by Firms in Different Countries: A Technology Diffusion
Perspective on E-Business. Management Science.
Khuong, M. N., & Duyen, H. M. (2016). Personal Factors Affecting Consumer
Purchase Decision towards Men Skin Care Products — A Study in Ho Chi
Minh City, Vietnam. International Journal of Trade, Economics and
Finance, 7(2), 44–50.
Kim, A. J., & Ko, E. (2012). Do social media marketing activities enhance
customer equity? An empirical study of luxury fashion brand. Journal of
Business Research.
Kotler, P. d. (2014). Principles of Marketing, 12th Edition. Jakarta: Erlangga.
Kotler, P., & Armstrong, G. (2012). Principles of Marketing. New Jersey:
Prentice-Hall International.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2011). Manajemen Pemasaran (3rd ed.). Jakarta:
Erlangga.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Manajemen Pemasaran Edisi 12. Jakarta:
Erlangga.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management (15th ed.). New
Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc.
Kudeshia, C., & Kumah, A. (2017). Social eWOM: does it affect the brand
attitude and purchase intention of brands?
105
Kumar, B., Asheq, A. A., & Rahaman, M. (2019). Determinants of Social Media
Marketing Adoption among Smes: A Conceptual Framework. Academy of
Marketing Studies Journal.
Laksamana, P. (2018). International Review of Management and. IMPACT OF
SOCIAL MEDIA MARKETING ON PURCHASE INTENTION AND
BRAND LOYALTY: EVIDENCE FROM INDONESIA’S BANKING
INDUSTRY.
Lee, C. S., & Ma, L. (2012). News sharing in social media: The effect of
gratifications and prior experience. Computers in Human Behavior.
Li, C. &. (2011). Groundswell- Winning in a world transformed by social
technologies.
Lim, Y. J., & et al. (2016). Factors Influencing Online Shopping Behavior: The
Mediating Role of Purchase Intention. Procedia Economics and Finance,
35, 401–410. Retrieved from https://doi.org/10.1016/s2212-
5671(16)00050-2
Luo, X., Zhang, J., & Duan, W. (2013). Social Media and Firm Equity Value.
Information Systems Research.
Lyold, A., & Luk, S. T. (2010). The Devil Wears Prada or Zara: A Revelation into
Customer Perceived Value of Luxury and Mass Fashion Brands*. Journal
of Global Fashion Markting.
Malhotra, N. K. (2015). Essential of Markting Research (Global Edition).
England: Pearson Education Limited.
Malik, M. (2013). Importance of brand awareness and brand loyalty in assessing
purchase intentions of consumer.
Manthiou, A., Chiang, L., & Tang, L. (2013). Identifying and Responding to
Customer Needs on Facebook Fan Pages. International Journal of
Technology and Human Interaction.
Mason, R. B. (2008). Word of mouth as a promotional tool for turbulent markets.
Journal of Marketing Communications.
Mccan, M., & Barlow, A. (2015). Use and measurement of social media for
SMEs. Journal of Small Business and Enterprise Development.
Merrilees, B. (2016). Interactive brand experience pathways to customer-brand
engagement and value co-creation. Journal of Product & Brand
Management.
106
Milewicz, C., & Saxby, C. (2013). Leaders’ Social Media Usage Intentions for in‐
bound Customer Communications. Management Research Review, 36(9),
849–867. Retrieved from https://doi.org/10.1108/MRR-03-2012-0049
Momani, A. (2015). The Impact of Brand Dimension on the Purchasing Decision
Making of the Jordanian Consumer for Shopping Goods. International
Journal of Business and Social, 6. Diambil kembali dari
www.ijbssnet.com
Murphy, P. E. (1986). Classifying products strategically. . Journal of Marketing.
Mutinga, D., Moorman, M., & Smit, E. G. (2011). Introducing COBRAs:
Exploring motivations for Brand-Related social media use. International
Journal of Advertising.
Namaan, M., Gravano, L., & Becker, H. (2011). Hip and Trendy: Characterizing
Emerging Trends on Twitter. Journal of the American Society for
Information Science and Technology.
Narimawati, U. (2010). Metodologi Penelitian : Dasar Penyusun Penelitian.
Jakarta: Genesis.
Nasional, D. P. (2017). Jumlah Homeschooling di Indonesia. Jakarta.
Nasional, D. P. (2017). Jumlah Homeschooling di Indonesia. Jakarta.
Nasution, E. H., & Musnadi, S. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA DAN DAMPAKNYA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI KANWIL DIREKTORAT
JENDERAL KEKAYAAN NEGARA ACEH. Jurnal Magister
Management.
Nazari, M., & Elahi, M. (2011). A Study of Consumer Preferences for Higher
Education Institutes in Tehran through Conjoint Analysis. Journal of
Management Research, 4. Retrieved from
https://doi.org/10.5296/jmr.v4i1.1082
Nia Budi Puspitasari, S. N. (2018). Consumer’s Buying Decision-Making Process
in E-Commerce. The 2nd International Conference on Energy,
Environmental and Information System (ICENIS 2017).
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Osei, B., & Abenyin, A. (2016). Applying the Engell–Kollat–Blackwell Model in
Understanding International Tourists’ Use of Social Media for Travel
107
Decision to Ghana. Information Technology & Tourism, 16. Retrieved
from https://doi.org/10.1007/s40558-016-0055-2
Palmatier, R., Dant, R. P., & Grewal, D. (2006). Factors Influencing the
Effectiveness of Relationship Marketing: A Meta-Analysis. SSRN
Electronic Journal.
Pfeffer, J., & Carley, K. M. (2013). Understanding online firestorms: Negative
word-of-mouth dynamics in social media networks. Journal of Marketing
Communications.
Pierre R. Berthon, L. F. (2007). When customers get clever: Managerial
approaches to dealing with creative consumers.
Prasad, R., & Jha, M. (2014). Consumer buying decisions models: A descriptive
study. International Journal of Innovation and Applied Studies, 6(2028–
9324).
Priansa, D. J. (2017). Perilaku Konsumen dalam Bisnis Kontemporer. Bandung:
Alfabeta.
Qashou, A., & Saleh, Y. (2018). E-marketing implementation in small and
medium-sized restaurants in Palestine. Arab Economic and Business
Journal.
Rahayu, R., & Day, J. (2015). Determinant Factors of E-commerce Adoption by
SMEs in Developing Country: Evidence from Indonesia. Procedia -
Social and Behavioral Sciences.
Rahmah, Y. (2020). THE EFFECT OF BRAND EQUITY ON BRAND TRUST
WITH BRAND REPUTATION AS A MEDIATING VARIABLE
(STUDY ON COSTUMERS OF SATE KMS IN PADANG CITY).
Ramdani, B., Chevers, D., & Williams, D. A. (2013). SMEs' adoption of
enterprise applications: A technology-organisation-environment model.
Journal of Small Business and Enterprise Development.
Rangkuti, F. (2012). Studi Kelayakan Bisnis & Investasi. . Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Rivero, L. (2008). The Homeschooling Option. New York: Palgrave Macmillan.
Rivero, S. (2020). Oke. Jakarta: Erlangga.
Roger. (2003). DETAILED REVIEW OF ROGERS’ DIFFUSION OF
INNOVATIONS THEORY. The Turkish Online Journal of Educational
Technology.
108
Rowley, J. (2005). The four Cs of customer loyalty. Marketing Intelligence &
Planning.
Rust, R. T., Lemon, K. L., & Zeitahaml, V. A. (2004). Return on Marketing:
Using Customer Equity To Focus Marketing Strategy. Journal of
Marketing.
Sangar, K. (2012). Gucci – Social media marketing strategies using internet and
social networking sites. Journal of Interactive Advertising,.
Santoso, S. (2011). Structural Equation Modeling (Konsep dan Aplikasi dengan
AMOS 18). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Santoso, S. (2015). Structural Equation Modelling untuk AMOS 22. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Santoso, S. (2018). Konsep Dasar dan Aplikasi SEM dengan AMOS 24. Jakarta:
PT Eley Media Komputindo.
Sastroasmoro, S. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto.
Sekaran, U. (2003). Research Methods For Business: A Skill Building. New York-
USA: John Wiley and Sons, Inc.
Sharma, S. V. (2012). 5th IIMA Conference on Marketing in Emerging
Economies. An Empirical Study on Social Media Behaviour of Consumers
and Social Media Marketing Practices of Marketers.
Soegoto, E. S. (2008). Marketing Research The Smart Way to Solve a Problem.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
Sugiyono. (2012). Sugiyono. Bandung: ALFABETA.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sumarwan, U. (2003). Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
109
Tabachnick, & Fidell. (2013). Using Multivariate Statisrics, Sixth Edition.
Boston: Pearson Education,Inc.
Tajeddini, K., & Nikdavoodi, J. (2014). Cosmetic Buying Behavior: Examining
The Effective Factors. Journal of Global Scholars of Marketing Science,
24, 395–410. Retrieved from
https://doi.org/10.1080/21639159.2014.949034
Teas, R., & Agarwal, S. (2000). The Effects of Extrinsic Product Cues on
Consumers’ Perceptions of Quality, Sacrifice, and Value. Journal of the
Academy of Marketing Science.
Teixeira, T. S. (2014). The Rising Cost of Consumer Attention: Why You Should
Care and What You Can Do about It. Harvard Business School.
Tjiptono, F. (2014). Pemasaran Jasa – Prinsip, Penerapan, dan Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset.
Tugrul, T. O. (2015). Handbook of Research on Integrating Social Media into
Strategic Marketing. United Kingdom: Newcastle University Business
School.
Umar, H. (2011). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi 11.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada .
Ural, T., & Yuksel, D. (2015). The Mediating Roles of Perceived Customer
Equity Drivers between Social media Marketing Activities and Purchase
Intention A Study on Turkish Culture. International Journal of
Economics, Commerce and Managemen.
Usman, S. (2004). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Valtari, M., & Kärkkäinen, S. (2016). Sosiaalinen Media Suomessa 2017. Diambil
kembali dari LM Someco: lmsomeco.fi
Vinerean, S. (2017). Importance of Strategic Social Media Marketing. Expert
Journal of Marketing, 5(2), 28–35. Diambil kembali dari
https://ideas.repec.org/a/exp/mkting/v5y2017i2p2835.html
Wang, Y., Po-Lo, H., & Yang, Y. (2004). An Integrated Framework for Service
Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China's
Telecommunication Industry. Information Systems Frontiers.
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
110
Wijaya, T. (2009). Analisis SEM dengan AMOS versi 18. Yogyakarta : Univ
Atmajaya.
Winatapradja, N. (2013). EKUITAS MEREK PENGARUHNYA TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK DONAT J.CO DONUTS &
COFFEE DI MANADO TOWN SQUARE. JURNAL EMBA: JURNAL
RISET EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS DAN AKUNTANSI.
Xu, B., & Chen, J. (2017). Consumer Purchase Decision- Making Process Based
on the Traditional Clothing Shopping Form. Journal of Fashion
Technology & Textile Engineering, 05(03). Retrieved from
https://doi.org/10.4172/2329-9568.1000156
Yadav, M., & Rahman, Z. (2017). Measuring Consumer Perception of Social
Media Marketing Activities in E-Commerce Industry: Scale Development
& Validation. Telematics and Informatics.
Zeithaml, V. A. (1988). Consumer Perceptions of Price, Quality and Value: A
Means-End Model and Synthesis of Evidence. Journal of Marketing.
Zhu, Y. Q., & Chen, H. G. (2015). Social Media and Human Need Satisfaction:
Implications for Social Media Marketing. Business Horizons.
111