Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS SOCIAL MEDIA MARKETING TERHADAP SOCIAL

MEDIA ENGAGEMENT IMPLIKASINYA


TERHADAP KEPUTUSAN MENGGUNAKAN
LAYANAN JASA
(Studi pada Orangtua Siswa yang Tergabung dalam Pengikut
Fanpage Facebook Homeschooling Alam)

DRAFT PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang


Sarjana Pada Program Studi Pendidikan Bisnis

Oleh
Peni Rizki Yani
1705422

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkah, rahmat, karena atas karunia dan kehendak-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi.

iii
Penelitian ini ditulis sebagai salah satu pemenuhan syarat untuk kelulusan
pada Program Studi Pendidikan Bisnis. Proposal yang berjudul “Analisis Social
Media Marketing pada Social Media Engagement Serta Dampaknya
Terhadap Keputusan Menggunakan Layanan Jasa Homeschooling” yang
disusun untuk memperoleh temuan mengenai gambaran pengaruh social media
marketing dan social media engagement terhadap purchase decision.
Proposal ini dikerjakan penulis dengan sebaik dan seoptimal mungkin
dengan harapan dapat mendatangkan manfaat serta memberi sumbangsih yang
berarti bagi kemajuan dunia pemasaran serta pendidikan. Penulis memohon maaf
apabila masih terdapat kekurangan dan kesalahan, dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan
landasan perbaikan yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandung,November 2021

Peni Rizki Yani

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................III
DAFTAR ISI..........................................................................................................IV
DAFTAR TABEL...................................................................................................V
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................VI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

iv
1.1 Latar Belakang Penelitian.............................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah....................................................................................11
1.3 Rumusan Penelitian.....................................................................................12
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................12
1.5 Kegunaan Penelitian...................................................................................13
1.5.1 Teoritis.....................................................................................................13
1.5.2 Praktis......................................................................................................13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 14
2.1 Kajian Pustaka.............................................................................................14
2.1.1 Purchase decision....................................................................................14
2.1.2 Social media engagement........................................................................22
2.1.3 Social media Marketing...........................................................................29
2.2 Kerangka Pemikiran....................................................................................42
2.3 Hipotesis Penelitian.....................................................................................46
BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN.......................................48
3.1 Objek Penelitian..........................................................................................48
3.2 Metode Penelitian.......................................................................................48
3.2.1 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan.........................................48
3.2.2 Operasionalisasi Variabel........................................................................49
3.2.3 Jenis dan Sumber Data............................................................................52
3.2.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel...................................53
3.2.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................................55
3.2.6 Pengujian Validitas dan Reliabilitas........................................................55
3.2.7 Teknik Analisis Data...............................................................................57
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................72

DAFTAR TABEL

TABEL 1. 1 Jumlah Siswa Homeschooling Alam Depok..................................................5


Tabel 3. 1 Operasionalisasi Variabel................................................................48
Tabel 3. 2 Jenis dan Sumber Data.....................................................................50
Tabel 3. 3 Skor Alternatif..................................................................................58
Tabel 3. 4 Cross Tabulation..............................................................................59
Tabel 3. 5 Analisis Deskriptif...........................................................................60

v
vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Penetrasi Pengguna Internet Indonesia oleh APJII........................7


Y
Gambar 2. 1 Five Stage Model of The Consumer Buying Process...................20
Gambar 2. 2 Model Purchase Decision............................................................22
Gambar 2. 3 Tingkatan Brand Awareness........................................................28
Gambar 2. 4 Model Kerangka dan Konseptual Brand Awareness...................29
Gambar 2. 5 Kerangka Konseptual Adopsi Social Media Marketing UKM....39
Gambar 2. 6 Ekuitas Konsumen.......................................................................42
Gambar 2. 7 Social Media Marketing...............................................................43
Gambar 2. 8 Kerangka Pemikiran....................................................................45
Gambar 2. 9 Paradigma Penelitian...................................................................46
Gambar 3. 1 Garis Kontinum Penelitian Brand Knowledge dan Purchase
Decision.......................................................................................61
Gambar 3. 2 Model Pengukuran Social Media Marketing...............................66
Gambar 3. 3 Model Pengukuran Brand Awareness..........................................66
Gambar 3. 4 Model Pengukuran Brand Knowledge.........................................67
Gambar 3. 5 Model Pengukuran Purchase Decision........................................67
Gambar 3. 6 Model Struktural Pengaruh Brand Knowledge Terhadap
Keputusan Pembelian...................................................................68
Gambar 3. 7 Diagram Jalur Hipotesis Penelitian..............................................69

vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Industri pendidikan atau lembaga pendidikan pada beberapa tahun ini
mengalami peningkatan yang signifikan. Maraknya pertumbuhan lembaga
pendidikan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan dinamisnya sektor
pendidikan [ CITATION Usm04 \l 14345 ] . Meningkatnya kesadaran akan pendidikan
menjadi salah satu unsur yang mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai
lembaga pendidikan. Persaingan antar lembaga pendidikan merupakan sebuah
proses evolusi. Maksud evolusi adalah makna persaingan antar lembaga
pendidikan yang telah bergeser dari konteks, substansi, strategi, dan polanya
sehingga terdapat konsekuensi terhadap kecenderungan kompetisi dalam bisnis
pendidikan. Persaingan tidak lagi menyangkut efisiensi penyelenggaraan
pendidikan, namun secara terstruktur telah menjadi common sense jika lembaga
pendidikan yang dipilih adalah yang memiliki keunggulan pada hampir semua
aspek (input, proses, dan output) [ CITATION Ism05 \l 14345 ].
Ismara (2005) menyatakan bahwa manajemen pelayanan publik mulai
ditinggalkan menjadi manajemen bisnis yang mau tidak mau harus
mengutamakan price, prospect, product, profit, priority, place, people, profile,
and promotion.Akibatnya, juga perlu mempertimbangkan kompetitor, competitive
advantages, added value, dan diversity, untuk dapat membuat puas konsumen
(impressive experienced and satisfied services), sehingga pangsa pasar bisnis
pendidikan dicermati dengan sangat teliti.Spesifikasi permintaan pelanggan
dijabarkan dengan rinci dan diberi atribut kompetensi, yang kelak diharapkan
dapat menciptakan performansi kerja luaran (baik output, outcome, maupun
impact) yang sempurnas.
Salah satu lembaga pendidikan yang merasakan persaingan adalah
homeschooling. Homeschooling merupakan sistem pendidikan atau pembelajaran
[CITATION Lis08 \l 1033 ][ CITATION Khu16 \l 1033 ][CITATION Lis08 \l 1033 ][ CITATION
Tei14 \l 1033 ]yang diselenggarakan di rumah sebagai sekolah alternatif dengan
cara menempatkan anak-anak sebagai subjek yang menggunakan pendekatan di
rumah. Pengajar atau guru dari program homeschooling biasanya dilakukan oleh
orang tua atau orang lain yang ditunjuk sebagai gurunya. Homeschooling dapat
dilaksanakan sesuai dengan tahap perkembangan anak, sehingga pada anak usia
dini, orang tua dapat memberikan materi pembelajaran pada saat anak bermain,
makan, dan segala aktivitas anak. [CITATION Lis08 \l 1033 ]
Keputusan pembelian atau purchase decision dapat diartikan sebagai
aktivitas atau tindakan yang mengevaluasi dua perilaku atau lebih dan memilih
satu sebagai pilihan sebagai bentuk keinginan perilaku [CITATION Kot12 \l 14345 ].
Keputusan pembelian adalah ranah yang wajib diteliti karena proses keputusan
pembelian menjelaskan tahapan yang dilalui konsumen sebelum memutuskan
untuk membeli produk. Memahami proses pembelian konsumen tidak hanya
sangat penting bagi tenaga penjualan (salesman), tapi juga akan memungkinkan
perusahaan untuk menyelaraskan strategi dalam penjualan produk [CITATION
Mom15 \l 14345 ]. Perilaku konsumen seringkali tidak rasional dan tidak dapat
diprediksi. Mereka mengatakan satu hal tetapi melakukan hal lain. Namun, upaya
yang dihabiskan untuk mencoba memahami cara orang berpikir tentang perilaku
pembelian merupakan faktor kunci dalam pemasaran yang sukses (Idris et al.,
2018).

Konsep dari purchase decision muncul pertama kali pada tahun 1966.
Model ini menunjukkan hubungan interaktif antara perusahaan dan konsumen.
Dalam Nikosia Model, proses pengambilan keputusan dibagi menjadi empat
bidang: (1) sikap konsumen yang dibentuk oleh informasi dari pasar; (2) evaluasi
produk: konsumen mencari informasi tentang produk tertentu dan memberi
mereka nilai; (3) tindakan pembelian; (4) umpan balik: sebagai hasil dari
konsumsi, konsumen memperoleh pengalaman baru berdasarkan preferensi
barunya (kecenderungan) [ CITATION Pra14 \l 14345 ]. Pada tahun 1968, Engel,
Kollat, dan Blackwell mengajukan model pengambilan keputusan pembelian
konsumen yang cukup komprehensif, Model Engel-Kollat-Blackwell (Model
EKB) terdiri dari aktivitas psikologis konsumen, prosedur pemrosesan informasi,
proses pengambilan keputusan, dan faktor lingkungan [ CITATION Ose16 \l 14345 ].
Pada tahun 1974, Reynolds mengusulkan model S-O-R (Stimulus-Organism
Response), di mana perilaku pembelian konsumen disebabkan oleh stimulus, yang
berasal dari faktor fisiologis dan psikologis konsumen serta lingkungan eksternal.
Dengan efek gabungan dari semua rangsangan, konsumen dipandu untuk
membuat keputusan pembelian dan melakukan pembelian [CITATION XuB17 \l
14345 ]. Pada tahun 2001, Philip Kotler memberikan model pengambilan
keputusan pembelian konsumen, yang mengklaim bahwa budaya, masyarakat, dan
individualitas juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pembelian konsumen [CITATION Kot11 \l 14345 ].
Dengan Customer Engagement, brand fokus untuk memuaskan pelanggan
dengan memberikan mereka value yang lebih atau superior dari pesaing untuk
membangun kepercayaan dan komitment pada hubungan jangka panjang. (Sashi,
2012: 260)

User media sosial memiliki engagement yang tinggi pada media sosial
mereka (Groth, Buchauer & Schlögl, 2018). Generasi muda yang sering disebut
sebagai mobile generation ini menjadikan media sosial sebagai teman setia
mereka (Cabral, 2011) dan menginvestasikan banyak waktu mereka di media
sosial dan komunitas online setiap harinya (Groth, dkk. 2018). Engagement pada
media sosial dilakukan baik dengan membaca artikel, meng-klik tombol like pada
media sosial seperti Instagram dan Facebook, pemberian komentar, maupun
dengan berbagi artikel tertentu melalui media sosial mereka (Groth, dkk. 2018).

Tingginya jumlah dan tingkat engagement masyarakat yang mengadopsi


platform media sosial telah menciptakan pergeseran paradigma dalam dunia
pemasaran, khususnya pada konsep customer engagement (Dolan, 2015). Sifat
interaktif media sosial telah mengubah cara konsumen berkomunikasi dan
berinteraksi (Dolan, 2015) yang kemudian merevolusi peran konsumen dari
sekedar penerima pasif menjadi partisipan aktif pada proses pemasaran (Hanna,
Rohm & Crittenden, 2011) melalui percakapan, interaksi, dan perilaku mereka
secara online (Dolan, 2015). Melalui engagement yang dilakukan, konsumen
secara aktif terlibat dalam kegiatan pemasaran misalnya melalui penciptaan word
of mouth, penulisan referensi dan rekomendasi yang kemudian dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen lain (Gupta & Harris, 2010). Peran
internet pun kini berubah dari platform untuk menyebarkan informasi menjadi
platform untuk menyebarkan pengaruh (Hanna, dkk. 2011).
Keberadaan homeschooling di Indonesia telah ditetapkan oleh sistem
pendidikan nasional, bahwa penyelenggaraan homeschooling didasarkan pada
undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, dalam pasal 27 ayat 1, menyebutkan “kegiatan pendidikan
informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri, selanjutnya pada ayat (2) hasil pendidikan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dengan demikian, secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh
undang-undang.
Homeschooling Alam Depok adalah lembaga pendidikan nonformal dan
informal yang mengkombinasikan konsep Sekolah Alam dengan Homeschooling.
Homeschooling Alam Depok mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan
berbagai pengetahuan yang dipelajari juga memadukan kecerdasan majemuk
dalam kurikulum pendidikan nasional dan karena bakat dan minat setiap anak
berbeda sekolah kami mengadopsi konsep homeschooling sehingga waktu belajar
yang direkomendasikan untuk setiap siswa cukup seminggu tiga kali sehingga
siswa memiliki banyak waktu untuk lebih menggali dan mangasah minat dan
bakatnya. Lembaga sekolah ini setiap tahun menerima siswa (Tabel 1.2), namun
besarnya penerimaan siswa baru selama empat tahun terakhir tidak begitu
signifikan dibandingkan dengan homeshooling kak seto yang ada di daerah
Jabodetabek apabila dibandingkan dengan lembaga Homeschooling lain nya
seperti Homeschooling Kak Seto.
TABEL 1. 1
JUMLAH SISWA HOMESCHOOLING ALAM DEPOK
TAHUN 2016-2019
Tahun Ajaran Home Schooling Alam Depok Home Schooling Kak Seto
TK SD TK SD
T.A 2016/2017 7 25 15 28
T.A 2017/2018 7 21 16 28
T.A 2018/2019 9 27 20 30
T.A 2019/2020 8 33 25 40
Sumber:[ CITATION Hom20 \l 1033 ]
Keputusan konsumen untuk menggunakan jasa pendidikan didasari dari
berbagai faktor, salah satunya adalah factor sosial media.Sumber daya keuangan
dan waktu yang terbatas menciptakan tantangan terutama bagi perusahaan kecil
seperti sekolah non formal Homeschooling Alam untuk mengimbangi platform
social media Facebook dan pengembangan yang berkelanjutan untuk
memanfaatkan semua potensi yang ditawarkan oleh platform media sosial untuk
berkomunikasi dengan orangtua siswa,seperti berbagai pilihan peluang iklan
berbayar. [CITATION Val16 \l 14345 ].
Potensi besar yang ditawarkan oleh media sosial untuk menjangkau
konsumen, meningkatnya persaingan untuk mendapatkan perhatian, dan tren
menuju iklan berbayar, dikombinasikan dengan pengguna media sosial yang kritis
terhadap iklan, memaksa perusahaan-perusahaan kecil untuk mempertimbangkan
kehadiran media sosial dan kegiatan pemasaran yang lebih strategis daripada
sebelumnya [ CITATION Val16 \l 14345 ].
Janelle Barlow dan Dianna Mail mengatakan dalam buku Emotional
Value: Creating Strong Brand with Your Customer, pada saat ini banyak
pelanggan yang karena semakin canggih, mereka bukan hanya butuh sebuah
servis atau produk dengan kualitas tinggi tapi juga suatu pengalaman personal
yang positif, yang secara emosional sangat menyentuh dan memorable (dalam
Kertajaya,2006,p.556). Customer yang terkait dengan media sosial akan
terhubung dalam hubungan dan interaksi secara virtual dan menjadi semakin
personal (Scoot,2009,p.245). Disini Facebook, sebagai salah satu media sosial,
muncul sebagai media yang penting dimana customer dapat terus berinteraksi
dengan customer lain secara personal ataupun dengan organisasi yang dianggap
penting oleh mereka tanpa terbatasi oleh karakter.
Customer yang bergabung dalam Facebook ingin tetap terpapar informasi
mengenai perusahaan atau subjek yang mereka sukai dan bisa terkait dengan
fleksibel sehingga pelanggan mengalami suatu ikatan pengalaman emosional yang
positif dari interaksi dengan suatu produk atau servis perusahaan dimana ia
dilibatkan. Melalui Facebook, customer juga bisa memberikan rekomendasi,
review, atau rating yang bisa digunakan oleh customer lain sebagai bahan
pertimbangan atau evaluasi mengenai suatu merek atau perusahaan secara lebih
komprehensif, karena tidak terbatas pada karakter.

TABEL 1. 2
AKTIVITAS SOCIAL MEDIA MARKETING HOMESCHOOLING ALAM
DEPOK DI FANPAGE FACEBOOK
TAHUN 2020-2021
No Dimensi Link Penjelasan
. Social
Media
Marketin
g
1 Relevansi https://www.faceb Tingkat relevansi dari post ini cukup relevan
ook.com/homesch karena apa yang dipublikasikan sesuai dengan
oolingalamdepok/ keadaan di homeschooling alam mengenai
posts/2257916804 program belajar dan tingkat pendidikan yang
352131 ditawarkan oleh homeschooling alam
2 Timing https://www.faceb Timing di fanpage facebook homeschooling
ook.com/homesch alam, ketika ada audiens atau pertanyaan di
oolingalamdepok/ kolom komentar dijawab dengan cukup cepat
posts/2272664319 dalam waktu kurang dari 24 jam di hari dan
544046 jam kerja
3 Kualitas https://www.faceb Kualitas informasi yang diberikan atas
ook.com/homesch jawaban dari komentar dan pertanyaan di
oolingalamdepok/ fanpage facebook homeschooling alam cukup
posts/2257916804 berkualiatas, jawaban yang diberikan singkat
352131 dan padat
4 Interaksi https://www.faceb Interaksi dari pengikut fanpage facebook
ook.com/homesch homeschooling alam masih amat kurang di
oolingalamdepok/ setiap post nya karena dari kualitas post yang
kurang engage ke audience atau pengikut nya.
Sumber:[ CITATION Hom20 \l 1033 ]

Berkaitan dengan fenomena berkembangnya media social marketing


ditengah masyarakat, maka peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh
penggunaan social media marketing terhadap social media engagement sebuah
jasa dan mengkaji apakah hal tersebut mampu mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli produk tersebut. Adapun judul dari penelitian ini adalah
“Analisis Social media Marketing terhadap social media Engagement Serta
Dampaknya terhadap Menggunakan Layanan Jasa Homeschooling”

1.2 Identifikasi Masalah


Salah satu cara untuk tetap unggul dalam suatu persaingan pasar dan
sekaligus mempertahankan market share dari produk adalah dengan
meningkatkan keputusan pembelian konsumen terhadap produk tersebut.
Keputusan pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen pada akhir
pemilihan barang tidak dapat langsung begitu saja. Sebelum melakukan proses
pembelian, seorang konsumen terlebih dahulu akan mencari informasi tentang
produk yang akan dibeli bahkan membandingkan dengan produk yang lain
[ CITATION Anw15 \l 1033 ].
Keputusan pembelian adalah proses berpikir yang mengarahkan konsumen
dari mengidentifikasi suatu kebutuhan, menghasilkan opsi, dan memilih produk
dan merek tertentu. Beberapa keputusan pembelian kecil, seperti membeli pasta
gigi, sementara pembelian lainnya besar, seperti membeli rumah. Semakin besar
keputusan pembelian, semakin banyak upaya yang dilakukan [ CITATION Vin17 \l
14345 ].
Keputusan konsumen membeli suatu produk dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti harga, kualitas, iklan dan pengetahuan merek (Rosyid, et al.., 2013).
Pengetahuan Merek yaitu sebagai persepsi atau kesan tentang sesuatu produk
yang direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan konsumen
dengan merek dalam ingatannya [CITATION Kel03 \t \l 14345 ].
Tuntutan untuk melibatkan pelanggan (customer engagement) dengan
perusahaan dalam usaha menciptakan pengalaman yang unik mengharuskan
perusahaan tidak hanya berhubungan saja dengan customernya, melainkan juga
harus meng-engange mereka ke dalam suatu pengalaman dengan merek
berlandaskan kepercayaan karena kepercayaan terhadap merek menjadi sangat
penting dimana kini manusia memiliki terlalu banyak pilihan dan terlalu sedikit
waktu, terlalu banyak penawaran yang memiliki kualitas dan fitus yang serupa,
sehingga manusia kini cenderung mendasarkan keputusan pembelian pada
kepercayaan (Darmadji, Sugiarto, Sitinjak, 2001). Sehingga menjadi penting bagi
Homeschooling Alam untuk melibatkan customernya dengan salah satu merek
kebanggaan miliknya, yaitu Homeschooling Alam , guna menciptakan hubungan
jangka panjang yang didasari oleh kepercayaan.
Strategi Homeschooling Alam melalui media sosial ditempuh dengan
menggunakan media Facebook dimana bila Homeschooling Alam meng-update
status atau konten-konten baru melalui Facebook, Facebook profile atau page
adalah upaya yang penting untuk melibatkan customer. Customer bergabung
suatu merek atau perusahaan secara lebih komprehensif, karena tidak terbatas
pada karakter. Oleh karena itu, tingkat word-of-mouth pada media sosial satu ini
akan lebih tercipta dibandingkan dengan media sosial lainnya karena ulasan atau
review customer yang muncul lebih jelas dan panjang
Facebook Homeschooling Alam, yang merupakan salah satu tools
Homeschooling Alam dalam usaha melibatkan pelanggan sejauh ini, tertanggal 2
Februari 2021, sudah memiliki 3.764 likes dengan 3.769 orang yang mengikuti
fanpage facebook Homeschooling Alam sedangkan kompetitor utamanya yaitu
Homeschooling Kak Seto melalui Facebook Homeschooling Kak Seto lebih
banyak memiliki jumlah likes yaitu 9.790 dengan 10.125 orang mengikuti merek
ini Adapun likes adalah indikator yang menunjukkan jumlah anggota ( di dalam
Facebook disebut fan) dari fanpage Facebook.

Namun rupanya, upaya engagement melalui media sosial Homeschooling


Alam belum mampu meraih banyak like pada page Facebooknya yang bisa
menjadi indikasi bahwa tidak banyak pelanggan yang memiliki keyakinan yang
spesifik terhadap kualitas, kinerja, dan kemampuan Facebook Homeschooling
Alam dalam memberikan manfaat dan kegunaan sesuai dengan harapan dan
kebutuhan responden. Padahal ketika customer terkait dengan Facebook, mereka
akan terhubung dalam hubungan dan interaksi secara virtual dan semakin
personal hingga menimbulkan pengalaman emosional yang tinggi, dimana
semakin tinggi aspek nilai emosional yang muncul di dalam interaksi pengalaman
konsumen dengan merek, maka keterlibatan yang dirasakan oleh konsumen akan
menumbuhkan rasa empati, puas, percaya, rasa aman, dan sense-of-belonging di
dalam grup serta dapat membangun hubungan yang kuat.
1.3 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah


penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tingkat purchase decision pada followers Fanpage


Facebook Homeschooling Alam?

2. Bagaimana gambaran tingkat social media engagement pada followers


Fanpage Facebook Homeschooling Alam?

3. Bagaimana gambaran tingkat social media marketing pada followers


Fanpage Facebook Homeschooling Alam?

4. Bagaimana besaran pengaruh social media marketing terhadap social


media engagement pada followers Fanpage Facebook Homeschooling
Alam?

5. Bagaimana besaran pengaruh social media marketing terhadap purchase


decision pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam?

6. Bagaimana besaran pengaruh social media engagement terhadap purchase


decision pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini untuk


memperoleh temuan mengenai:

1. Gambaran tingkat purchase decision pada followers Fanpage Facebook


Homeschooling Alam
2. Gambaran tingkat social media engagement pada followers Fanpage
Facebook Homeschooling Alam
3. Gambaran Tingkat social media marketing pada followers Fanpage
Facebook Homeschooling Alam
4. Besaran pengaruh social media marketing terhadap social media
engagement pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam

17
5. Besaran pengaruh social media marketing terhadap purchase decision
pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam
6. Besaran pengaruh social media engagement terhadap purchase decision
pada followers Fanpage Facebook Homeschooling Alam
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan referensi kajian studi


ilmu pendidikan ekonomi khususnya dalam mengetahui pengaruh social media
marketing terhadap social media engagement dan dampaknya pada peningkatan
keputusan pembelian konsumen. Di mana terdapat beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dalam suatu pesan kampanye seperti pesan tersebut harus
dibuat sedemikan rupa dan selalu menarik perhatian, dirumuskan melalui
lambang-lambang yang mudah dipahami atau dimengerti oleh komunikan,
menimbulkan kebutuhan pribadi dari komunikannya serta merupakan kebutuhan
yang dapat dipenuhi, sesuai dengan situasi dan keadaan kondisi dari komunikan.
Tujuan dari diadakannya kampanye tentu untuk mempengaruhi masyakarat
berkaitan dengan customer engagement yang dilakukan melalui platform sosial
media. Sehingga dapat memberikan efek pada sikap mereka. Penelitian ini juga
dapat mengetahui bahwa adanya teori yang berkaitan dengan sikap.
Pembentukan sikap pada diri seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu:
komponen cognitive, afektive, behavioral atau conative.
1.5.2 Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi industry


pendidikan Indonesia serta menjadi bahan untuk evaluasi terhadap pemanfaatan
social media dalam meningkatkan keterlibatan pelanggan . Melalui penelitian ini
diharapkan indsutri pendidikan dapat mengetahui apakah pesan kampanye yang
telah dirancang tersebut dapat mempengaruhi sikap pengguna terhadap merek
yang dikampanyekan.

18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Purchase Decision
2.1.1.1 Konsep Purchase Decision dalam Consumer Behaviour
Inti dari pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari
pemasaran ialah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”.
Pemasaran menurut American Marketing Association dalam buku “Marketing
Management” [CITATION Kot16 \t \l 14345 ], “Marketing is the activity, set of
institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and
exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at
large”. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan
untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan para pemangku kepentingannya.
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah proses yang terjadi pada
konsumen ketika ia memutuskan membeli, yaitu mengenai apa yang ingin dibeli,
dimana, kapan, dan bagaimana membelinya (Ma’ruf, 2006). Definisi yang lain
menyatakan bahwa perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu,
kelompok, dan organisasi memilih, membeli, dan memakai serta memanfaatkan
barang, jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan
hasrat mereka (Kotler, 2012). Sedangkan menurut Engel perilaku konsumen adalah
tindakan langsung untuk mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk atau
jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Perilaku konsumen mengandung dua elemen penting
yaitu, proses pengambilan keputusan (dalam pembelian) dan kegiatan fisik yang
menyangkut kegiatan individu (konsumen)
Keputusan pembelian adalah serangkaian pilihan yang dibuat oleh
konsumen sebelum melakukan pembelian yang dimulai begitu konsumen telah
menetapkan kemauan untuk membeli. Konsumen kemudian harus memutuskan di
mana melakukan pembelian, merek, model, atau ukuran apa yang harus dibeli,

19
kapan untuk melakukan pembelian, berapa banyak yang harus dibelanjakan, dan
metode pembayaran apa yang akan digunakan. Pemasar mencoba memengaruhi
masing-masing keputusan ini dengan menyediakan informasi yang dapat
membentuk proses evaluasi konsumen [ CITATION Uja03 \l 1033 ].
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Keputusan pembelian adalah
proses pemikiran yang mengarahkan konsumen untuk mengidentifikasi kebutuhan,
menghasilkan opsi, dan memilih produk dan merek tertentu. Beberapa keputusan
pembelian kecil, seperti membeli pasta gigi, sementara pembelian lainnya besar,
seperti membeli rumah. Semakin besar keputusan pembelian, semakin banyak
usaha yang dimasukkan ke dalam proses.
2.1.1.2 Definisi Purchase decision
Purchase decision merupakan serangkaian proses yang berawal dari
konsumen mengenal masalahnya, mencari informasi tentang produk atau merek
tertentu dan mengevaluasi produk atau merek tersebut seberapa baik masing-
masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya, yang kemudian
serangkaian proses tersebut mengarah kepada keputusan pembelian (Tjiptono,
2014:21).
(Kotler & Keller, 2016:240) berpendapat bahwa dalam tahap evaluasi para
konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan
pilihan. Dalam beberapa kasus, konsumen bisa mengambil keputusan untuk tidak
secara formal mengevaluasi setiap merek.
Menurut [ CITATION Kot14 \l 1033 ] purchase decision adalah tindakan dari
konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor
yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk atau
jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangan kualitas, harga dan produk
sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat sebelum konsumen memutuskan untuk
membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu yaitu, (1)
pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan
membeli atau tidak, (5) perilaku pasca pembelian.
Menurut Coney (dikutip oleh Priansa, 2017:61) menyatakan bahwa
‘purchase decision merupakan studi mengenai bagaimana individu, kelompok, dan
organisasi, dalam proses memilih, mengamankan, menggunakan, dan

20
menghentikan produk, jasa, ide, dan pengalaman untuk memuaskan kebutuhannya,
dan dampaknya bagi masyarakat dan konsumen itu sendiri’.
Menurut Minor dalam (dikutip oleh Priansa, 2017:61) menyatakan bahwa
‘purchase decision merupakan studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran
yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman,
serta ide-ide’.
Berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa purchase decision adalah
tindakan yang dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk
atau Jasa. Oleh karena itu, pengambilan purchase decision konsumen merupakan
suatu proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian masalah
dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah itu konsumen dapat melakukan evaluasi
pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.
2.1.1.3 Dimensi Purchase decision
Keputusan untuk membeli yang diambil oleh pembeli sebenarnya
merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan [ CITATION Dha12 \l 1033 ].
Keputusan pembelian konsumen merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan dan
terdiri dari tujuh komponen yaitu jenis produk, bentuk produk, merek, penjual,
jumlah produk, waktu pembelian, dan cara pembayaran [ CITATION Dha12 \l 1033 ].
1. Jenis Produk. Terdapat tiga indikator dalam pemilihan produk (Kotler dan
Armstrong, 2011) yaitu: (a) Keunggulan produk, yang berupa tingkat kualitas
yang diharapkan oleh konsumen pada produk yang dibutuhkannya dari
berbagai pilihan produk. (b) Manfaat produk, yang berupa tingkat kegunaan
yang dapat dirasakan oleh konsumen pada setiap pilihan produk dalam
memenuhi kebutuhannya. (c) Pemilihan produk, yang berupa pilihan konsumen
pada produk yang dibelinya, sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan
manfaat yang akan diperolehnya.
2. Bentuk Produk. Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli bentuk
produk tertentu. Keputusan tersebut berkaitan dengan ukuran, mutu, suara,
corak, dan sebagainya [ CITATION Dha12 \l 1033 ].
3. Merek. Terdapat tiga indikator dalam memilih merek (Kotler dan Armstrong,
2011) yaitu: (a) Ketertarikan pada merek, yang berupa ketertarikan pada citra
merek yang telah melekat pada produk yang dibutuhkan. (b) Kebiasaan pada

21
merek, Di mana konsumen memilih produk yang dibelinya dengan merek
tertentu karena telah biasa menggunakan merek tersebut pada produk yang
diputuskan untuk dibeli. (c) Kesesuaian harga, Di mana konsumen selalu
mempertimbangkan harga yang sesuai dengan kualitas dan manfaat produk.
Jika sebuah produk memiliki citra merek yang baik, kualitas yang bagus dan
manfaat yang besar, konsumen tidak akan segan mengeluarkan biaya tinggi
untuk mendapatkan produk tersebut.
4. Penjual. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi konsumen untuk memilih
penyalur [ CITATION Kot12 \l 1033 ] yaitu; (a) Pelayanan yang diberikan, Di
mana pelayanan yang baik serta kenyamanan yang diberikan oleh distributor
ataupun pengecer pada konsumen membuat konsumen akan selalu memilih
lokasi tersebut untuk membeli produk yang dibutuhkannya. (b) Kemudahan
untuk mendapatkan, Di mana lokasi pendistribusian (pengecer, grosir, dan lain
– lain) mudah dijangkau dalam waktu singkat dan menyediakan barang yang
dibutuhkan. (c) Persediaan barang, Di mana kebutuhan dan keinginan
konsumen terhadap suatu produk tidak dapat dipastikan terjadinya, tetapi
persediaan barang yang memadai pada penyalur akan membuat konsumen
memilih untuk melakukan pembelian di tempat tersebut.
5. Jumlah Produk. Terdapat dua indikator dalam jumlah produk [ CITATION
Kot12 \l 1033 ] yaitu; (a) Keputusan jumlah pembelian, Di mana selain
keputusan pada suatu pilihan merek yang diambil konsumen, konsumen juga
dapat menentukan jumlah produk yang akan dibelinya sesuai kebutuhan. (b)
Keputusan pembelian untuk persediaan, Di mana konsumen membeli produk
selain untuk memenuhi kebutuhannya, juga melakukan beberapa tindakan
persiapan dengan sejumlah persediaan produk yang mungkin dibutuhkan pada
saat mendatang.
6. Waktu Pembelian. Terdapat tiga perbedaan pemilihan waktu pembelian
[ CITATION Kot12 \l 1033 ] yaitu; (a) Kesesuaian dengan kebutuhan, Di mana
ketika seseorang merasa membutuhkan sesuatu dan merasa perlu melakukan
pembelian, ia akan melakukan pembelian. (b) Keuntungan yang dirasakan, Di
mana ketika konsumen memenuhi kebutuhannya terhadap suatu produk pada
saat tertentu, saat itu konsumen akan merasakan keuntungan sesuai

22
kebutuhannya melalui produk yang dibeli sesuai waktu dibutuhkannya. (c)
Alasan pembelian, Di mana setiap produk selalu memiliki alasan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen pada saat dibutuhkan.
7. Cara Pembayaran. Konsumen harus mengambil keputusan tentang metode atau
cara pembayaran produk yang dibeli, apakah secara tunai atau cicilan.
Keputusan tersebut akan memengaruhi keputusan tentang penjualan dan
jumlah pembeliannya. Perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli
terhadap cara pembayaran [ CITATION Dha12 \l 1033 ] . Keputusan pembelian
adalah sebagai tahap keputusan Di mana konsumen secara aktual melakukan
pembelian suatu produk. Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh
[ CITATION Tji14 \l 1033 ]. Dimensi Keputusan pembelian terdiri dari pemilihan
produk, pemilihan merek, pemilihan penyalur waktu dan jumlah pembelian
Berdasarkan teori Kotler & Armstrong (2012), purchase decision memiliki
lima dimensi yaitu Pengakuan masalah, Pencarian informasi, Evaluasi alternatif,
Keputusan pembelian, dan Perilaku setelah pembelian.
1. Pengenalan Masalah (Problem Recognition)

Proses pembeli dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Pembeli


menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang
diinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri
pembeli atau dari luar. Pemasar perlu mengenal berbagai hal yang dapat
menggerakkan kebutuhan atau minat tertentu dalam konsumen.

2. Pencarian Informasi (Information Search)

Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin
tidak mencari informasi yang lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah
kuat, dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, konsumen
akanmembeli obyek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap
dalam ingatannya dan tidak lebih lanjut mencari informasi sehubungan dengan
kebutuhan itu.

3. Penilaian Alternatif (Evaluation of Alternatives)

23
Setelah melakukan pencarian informasi sebanyak mungkin tentang banyak hal,
selanjutnya konsumen harus melakukan penilaian tentang beberapa alternatif yang
ada dan menentukan langkah selanjutnya.

4. Keputusan Membeli (Purchase Decision)

Setelah tahap-tahap awal tadi dilakukan, sekarang tiba saatnya bagi pembeli untuk
menentukan pengambilan keputusan apakah jadi membeli atau tidak. Jika
keputusanmenyangkut jenis produk, bentuk produk, merek, penjual, kualitas dan
sebagainya.

5. Perilaku setelah pembelian (Postpurchase Behavior)

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat


kepuasan atau tidak ada kepuasan. Ada kemungkinan bahwa pembeli memiliki
ketidakpuasan setelah melakukan pembelian, karena mungkin harga barang
dianggap terlalu mahal, atau mungkin karena tidak sesuai dengan keinginan atau
gambaran sebelumnya dan sebagainya. Untuk mencapai keharmonisan dan
meminimumkanketidakpuasan pembeli harus mengurangi keinginan-keinginan lain
sesudah pembelian, atau juga pembeli harus mengeluarkan waktu lebih banyak lagi
untuk melakukan evaluasi sebelum membeli.

Dimensi dan indikator keputusan pembelian menurut Tjiptono (2012:184)


menjelaskannya bahwa keputusan konsumen untuk melakukan pembelian suatu
produk meliputi enam sub keputusan sebagai berikut:

1) Pemilihan produk

Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau


menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini perusahaan harus
memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli sebuah
produk serta alternatif yang mereka pertimbangkan. Misalnya: kebutuhan suatu
produk, keberagaman varian produk dan kualitas produk.

2) Pemilihan merek

Pembeli harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan dibeli. Setiap
merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus

24
mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek. Misalnya: kepercayaan
dan popularitas merek.

3) Pemilihan penyalur

Pembeli harus mengambil keputusan penyalur mana yang akan dikunjungi. Setiap
pembeli mempunyai pertimbangan yang berbeda-beda dalam hal menentukan
penyalur bisa dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah, persediaan
barang yang lengkap dan lain-lain. Misalnya: kemudahan mendapatkan produk dan
ketersediaan produk.

4) Waktu pembelian

Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian bisa berbeda-beda,


Misalnya : ada yang membeli sebulan sekali, tiga bulan sekali. 5) Jumlah pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang akan
dibelinya pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari satu.
Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan
keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli. Misalnya: kebutuhan akan produk.

Kualitas pelayanan jasa menurut Tjiptono (2004), adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Dengan kata lain, ada dua faktor utama mempengaruhi
kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service atau kualitas jasa yang
diharapkan dan kualitas jasa yang diterima atau dirasakan. 5 dimensi faktor utama
dalam penentuan indikator pelayanan jasa (Tjiptono, 2004: 70) yaitu :

1. Tangibles (Tampilan fisik/bukti langsung) :

Merupakan penampilan dan kemampuan langsung sarana dan prasarana fisik


yang meliputi fasilitas fisik perlengkapan, karyawan dan sarana komunikasi.

2. Reliability (keandalan)

Yaitu kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang dengan


segera, akurat dan memuaskan

3. Responsiveness (daya tanggap),

25
Yaitu keinginan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan yang tanggap.

4. Assurance (jaminan)

Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang


dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Emphaty (empati)

Yaitu memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi secara tulus
kepada pelanggan, dan memahami apa yang dibutuhkan oleh pelanggan

Dari keempat pendapat tersebut bahwa di dalam mengambil keputusan


pembelian sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi
konsumen.

2.1.1.4 Model Purchase decision


Ada sejumlah tahapan yang akan dilewati oleh konsumen ketika melakukan
pembelian dan tahapan inilah yang dijadikan dasar pengetahuan oleh para pemasar
untuk memahami perilaku konsumen [ CITATION Kot09 \l 1033 ] dan [ CITATION
Haw10 \l 1033 ] mengungkapkan serupa bahwa ada 5 tahapan ketika konsumen
mengambil keputusan yaitu: problem recognition, information search, evaluation
of alternatives, purchase decision, dan postpurchase behavior.

Problem Information Evaluation of Purchase Postpurchase


Recognition search alternative decision behavior

Sumber: Kotler & Keller (2009)


GAMBAR 2. 1
FIVE STAGE MODEL OF THE CONSUMER BUYING PROCESS
Lebih lanjut [ CITATION Haw10 \l 1033 ] membagi 3 tipe pengambilan
keputusan, yaitu: Pertama, Nominal Decision Making, Di mana keputusan untuk
membeli hanya didasarkan pada pengetahuan yang terbatas pada satu produk yang
disukai dan evaluasi setelah pembelian juga terbatas.
Kedua, Limited Decision Making, melibatkan pencarian informasi baik
secara internal maupun eksternal sehingga berbagai alternatif muncul dan evaluasi
terhadap pembelian juga terbatas. Limited Decision Making hampir sama dengan

26
Nominal Decision Making, yang berbeda adalah adanya variasi alternatif dan terjadi
ketika munculnya kebutuhan secara emosional. Hampir sama dengan Nominal
Decision Making, yang berbeda adalah adanya variasi alternatif dan terjadi ketika
munculnya kebutuhan secara emosional.
Ketiga, Extended Decision Making, melibatkan pemikiran dan pencarian
infomasi yang panjang (baik internal maupun eksternal) yang diikuti oleh sejumlah
alternatif yang kompleks dan cenderung mengalami postpurchase dissonance.
Proses di atas menjelaskan adanya tahapan yang akan dilalui oleh konsumen
ketika mengambil keputusan namun sebenarnya tahapan-tahapan tersebut tidak
dilalui oleh konsumen secara keseluruhan artinya semakin penting sebuah produk
untuk dipertimbangkan maka semakin pula tahapan tersebut akan kita ikuti
[ CITATION Kot09 \l 1033 ].
Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan
fungsinya. Kemampuan termasuk daya tahan, keandalan, akurasi dihasilkan, mudah
dioperasikan, dan perbaikan serta atribut berharga lainnya untuk semua produk.
Menurut Kotler dan Keller, kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk
memberikan hasil kinerja yang sesuai atau bahkan melebihi apa yang pelanggan
inginkan. Menurut Tjptono, kualitas yang mencerminkan semua dimensi dari
penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefit) bagi pelanggan. Kualitas
produk dalam bentuk barang atau jasa ditentukan oleh dimensi. Dimensi kualitas
produk menurut Tjiptono adalah kinerja (kinerja), daya tahan (durability),
kepatuhan terhadap spesifikasi (kesesuaian dengan spesifikasi), fitur (fitur),
Keyakinan (keandalan), Estetika (Estetika), kesan kualitas (persepsi kualitas),
kemampuan melayani.
Harga adalah salah satu keberhasilan penting perusahaan karena harga
menentukan berapa banyak laba yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan
produknya dalam bentuk barang atau jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan
menyebabkan penjualan menurun, tetapi jika harga terlalu rendah akan mengurangi
manfaat yang akan diperoleh oleh organisasi. Menurut [ CITATION Adi10 \l 1033 ]
"harga produk adalah satu elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan
pendapatan penjualan, sedangkan elemen lain dari bauran itu menghasilkan biaya".

27
Promosi dapat didefinisikan sebagai bentuk komunikasi pemasaran,
komunikasi pemasaran adalah kegiatan pemasaran yang berupaya menyebarluaskan
informasi, mempengaruhi / membujuk dan / atau mengingatkan target pasar bagi
perusahaan dan produk-produknya agar mau menerima, membeli, dan loyal kepada
produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Promosi adalah
kegiatan terpenting yang berperan aktif dalam memperkenalkan,
menginformasikan, dan mengingat manfaat suatu produk untuk mendorong
konsumen membeli produk yang dipromosikan. Untuk mengadakan promosi, setiap
perusahaan harus dapat menentukan dengan tepat alat promosi mana yang
digunakan untuk mencapai keberhasilan dalam penjualan.
Lokasi adalah kesibukan oleh perusahaan untuk mendistribusikan produk-
produknya kepada konsumen yang ditargetkan akan tersedia, dan bahwa tempat dan
waktu yang tepat untuk pengambilan keputusan tentang lokasi sulit diubah dan
untuk penyesuaian membutuhkan waktu lama, kemudian keputusan mengenai
lokasi yang digunakan membutuhkan pemikiran yang cermat untuk memperhatikan
karakteristik konsumen, karakteristik lingkungan. Menurut Elliott, Rundle-Thiele,
dan Waller, lokasi adalah aktivitas perusahaan untuk memberikan produk atau
layanan yang tersedia bagi konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. Melalui
tempat-tempat maka suatu perusahaan dapat menempatkan produk / jasa yang akan
dijangkau oleh target pelanggan. Lokasi itu sendiri adalah perencanaan program
distribusi dan implementasi produk atau layanan melalui tempat atau lokasi yang
tepat.
Menurut [ CITATION Bas11 \l 1033 ] berpendapat bahwa "proses keputusan
pembelian dalam pembelian nyata, apakah akan membeli atau tidak." Menurut
Kotler dan Keller menunjukkan keputusan pembelian konsumen adalah tahap di
mana konsumen juga dimungkinkan untuk membentuk niat untuk membeli produk
yang paling disukai, di mana keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda,
atau menghindari sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi purchase decision yaitu quality of product, price,
promotion dan location.

28
Sumber: [ CITATION Cho17 \l 1033 ]
GAMBAR 2. 2
MODEL PURCHASE DECISION
CITATION Nia 18 ¿ 1033( Nia Budi Puspitasari , 2018) dari jurnal berjudul
Consumer’s Buying Decision-Making Process in E-Commerce Keputusan
Pembelian Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan
dalam pembelian mereka. Proses pengambilan keputusan adalah pendekatan
penyelesaian masalah yang terdiri dari lima tahap: pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.
Niat Beli, Niat pembelian adalah aktivitas mental yang mendahului
tindakan seseorang sebelum mengambil tindakan menggunakan produk atau
layanan. Elektronik Word of Mouth (EWOM) Word of Mouth (WOM) dapat
digambarkan sebagai komunikasi antar pribadi konsumen tentang produk atau
layanan, dan secara umum sekarang WOM memainkan peran kunci dalam
memengaruhi sikap konsumen, tren konsumen, dan perilaku konsumen. WOM
dalam sistem online ini disebut EWOM.
Identitas Sosial Identifikasi dengan kelompok sosial adalah keadaan
psikologis yang sangat berbeda dari kategori sosial tertentu dan memiliki hasil
evaluasi diri yang penting. Secara keseluruhan, identitas sosial dapat mendukung

29
ketika dalam keadaan tertekan. Alasan mengapa konsumen berpartisipasi aktif
dalam komunitas online ditemukan oleh Dholakia et al (2004). Dia menemukan
bahwa identitas sosial memotivasi partisipasi dalam interaksi online melalui
peningkatan "niat kami", misalnya, adalah komitmen masyarakat yang
berpartisipasi dalam aksi bersama, dan termasuk kesepakatan antara peserta untuk
terlibat dalam aksi kolektif. Mereka menambahkan keanggotaan, frekuensi dan
tingkat partisipasi yang didorong oleh kehendak pilihan.
Risiko Yang Dipersepsikan Menurut [ CITATION Mur86 \l 1033 ] , dikutip
oleh persepsi risiko adalah fenomena yang tidak terduga yang ditemui oleh
konsumen selama kesalahan proses pembelian yang disebabkan oleh konsumen
atau hasil keputusan yang tidak sesuai dengan penilaian subyektif dalam keputusan-
proses pembuatan. Pada perilaku konsumen dan literatur pemasaran, persepsi risiko
adalah konsep penting dan berbagai risiko yang telah diidentifikasi.
Kepercayaan mendefinisikan kepercayaan sebagai kecenderungan salah
satu pihak untuk bersedia menerima sikap pihak lain meskipun pihak pertama tidak
dilindungi oleh pihak kedua dan gagal mengendalikan sikap pihak kedua.
Konsumen lebih menyukai produk yang menawarkan kualitas, performa,
dan fitur inovatif yang terbaik, sehingga konsumen akan memilih kualitas produk
(Product Quality) yang terbaik menurut mereka (Kotler & Keller, 2009). Saraswati
dkk. (2014) menyatakan untuk meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan akan
dinilai baik oleh konsumen dan dapat menarik konsumen sehingga berpengaruh
terhadap keputusan pembelian konsumen. Menurut Wicaksono (2016)
mengemukakan bahwa minat beli dapat memediasi hubungan antara kualitas
produk dengan keputusan pembelian. Namun berbeda dengan hasil penelitian Wee
et al. (2014) dan penelitian sebelumnya oleh Parts dan Vida (2013) yang
menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap persepsi perilaku pembelian kualitas
produk melalui minat beli.

Berdasarkan perkembangan hipotesis yang dijelaskan di atas maka dapat


disusun kerangka kerja dalam penelitian ini seperti pada Gambar dibawah ini

30
Sumber: (Prihandono,2019)
GAMBAR 2. 3
MODEL PURCHASE DECISION

Gaya hidup menggunakan tiga indikator (aktivitas, minat, dan pendapat),


etnosentrisme konsumen menggunakan tiga indikator (membeli lokal membantu
negara terus berkembang, preferensi terhadap produk lokal, dan membeli produk
luar negeri merupakan faktor negatif bagi perekonomian dalam negeri), kualitas
produk menggunakan tiga indikator (fitur, estetika dan persepsi kualitas), niat beli
menggunakan tiga indikator indikator (minat, keinginan, keyakinan) dan keputusan
pembelian menggunakan lima indikator (merek yang disukai, pilihan penjual,
pilihan kuantitas, waktu dan pilihan metode pembayaran).

2.1.2 Social Media Engagement


2.1.2.1 Konsep Social Media Engagement dalam Customer Engagement
Inti dari pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari
pemasaran ialah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”.
Pemasaran menurut American Marketing Association dalam buku “Marketing
Management” [CITATION Kot16 \t \l 14345 ], “Marketing is the activity, set of
institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and
exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at
large”. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan

31
untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan para pemangku kepentingannya.
Istilah relationship marketing muncul pertama kali dalam literatur
pemasaran jasa melalui sebuah makalah pada tahun 1983 oleh Leonard L. Berry.
Berry mendefinisikan “relationship marketing sebagai menarik, memelihara dalam
organisasi multi jasa dengan memperkuat hubungan dengan pelanggan.”
Relationship marketing merupakan suatu konsep yang mencakup tentang menjalin
hubungan antara penjual dan pelanggan.
Relationship marketing merupakan pendekatan pemasaran yang
penekanannya adalah membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen
untuk membangun kepercayaan, komitmen, dan pada akhirnya menumbuhkan
loyalitas terhadap perusahaan.
Menurut Saputra, “relationship marketing juga memunculkan hubungan
yang kokoh dan salingmenguntngkan antara penyedia jasa dan pelanggan “ Selain
itu, pelanggan juga dapat membangun transaksi ulangan, sehingga hal tersebut
mampu menciptakan loyalitas pelanggan.
Lovelock dan Wright berpendapat, bahwa :“relationship marketing
merupakan sebuah kegiatan dalam perusahaan yang melibatkan akt ifitas dari para
pelaku operasional dan pemasaran dalam perusahaan tersebut untuk membangun
hubungan yang baik dengan pelanggan melalui serangkaian usaha untuk
menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara pemasar atau perusahaan
dengan pelanggan dalam jangka panjang.”
Customer engagement dapat menjadi alat untuk menciptakan, membangun
dan meningkatkan customer relationship yang merupakan strategi untuk
meningkatkan dan mempertahankan performance bisnis di masa depan dimana
persaingan semakin meningkat. Dari aspek nilai emosional pada customer
engagement muncul sebagai penggambaran tinggi atau rendahnya intensitas dan
sisi afektif jangka pendek atau panjang yang ditunjukan pada sebuah ketelibatan
produk atau brand secara spesifik. Karena keterlibatan yang dirasakan oleh
customer selama proses engagement di dalam komunitas ini akan menumbuhkan
rasa empati, puas, percaya, rasa aman, dan sense-of-belonging di dalam grup serta
dapat membangun hubungan yang kuat antar customer dengan saling membagi

32
pengalaman dan informasi (Bowden, 2009a; Brodie et al., 2011; Khan, Rahman, &
Fatma, 2016).
Tingginya jumlah dan tingkat engagement masyarakat yang mengadopsi
platform media sosial telah menciptakan pergeseran paradigma yang signifikan
pada konsep customer engagement dan mendorong lahirnya konsep social media
engagement pada aspek perilaku konsep tersebut (Dolan, 2015).

2.1.2.2 Definisi Social Media Engagement


Menurut [ CITATION McC16 \l 1033 ] Social media engagement didefiniskan
memprediksi bahwa pengalaman pengguna, yang mencakup baik interaksi sosial
antar pengguna dan fitur teknis platform media sosial, akan mempengaruhi
keterlibatan pengguna. Keterlibatan pengguna, pada gilirannya, akan memengaruhi
penggunaan secara positif.

Tingginya jumlah dan tingkat engagement masyarakat yang mengadopsi


platform media sosial telah menciptakan pergeseran paradigma yang signifikan
pada konsep customer engagement dan mendorong lahirnya konsep social media
engagement pada aspek perilaku konsep tersebut (Dolan, 2015). Berbeda dengan
pendekatan komunikasi pemasaran tradisional yang dicirikan oleh komunikasi
terkontrol dari pemasar ke pelanggan yang bersifat satu arah, media sosial telah
memungkinkan komunikasi yang bersifat interaktif dan dinamis. Sifat interaktif
tersebut kemudian merevolusi peran konsumen (Hanna, Rohm & Crittenden, 2011)
dari sekedar penerima pasif menjadi partisipan aktif pada proses pemasaran melalui
percakapan, interaksi, dan perilaku yang dilakukan (Dolan, 2015).

Dolan (2015) mendefinisikan social media engagement sebagai kontribusi


sukarela pelanggan terhadap suatu merek atau perusahaan yang bersifat non-
transaksi. Doorn dkk. (2010) mendefinisikan social media engagement sebagai
“behaviours that go beyond transactions, and may be specifically defined as a
customer’s behavioural manifestations that have a social media focus [adapted],
beyond purchase, resulting from motivational drivers”. Social media engagement
ini dilakukan dengan membaca, berkomentar, meninjau, dan berbagi informasi
mengenai merek atau perusahaan secara online (Calder dkk. 2009).

33
Seiring dengan kemudahan pelanggan untuk berinteraksi secara online,
perilaku non-transaksional pelanggan menjadi pertimbangan yang semakin penting
online (Verhoef, Reinartz, & Krafft, 2010). Social media engagement pelanggan
dengan perusahaan, khususnya, dapat menguntungkan merek, misalnya melalui
pemberian saran yang membangun secara online (Hoyer dkk. 2010; Verleye dkk.
2013), penciptaan word of mouth, dan penulisan referensi dan ulasan online
pelanggan yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pelanggan lain (Gupta &
Harris, 2010).

2.1.2.3 Dimensi Social Media Engagement


Dolan (2015) mengusulkan konstruk social media engagement berdasarkan
intensitas social media engagement pelanggan. Konstruk ini terdiri dari enam
dimensi yang mencakup tiga sifat engagement: engagement bersifat netral yang
terdiri dari dimensi dormancy, engagement bersifat positif yang terdiri dari dimensi
consuming, contributing, dan creating; dan engagement bersifat negatif yang terdiri
dari dimensi detachment dan destruction. Masing-masing dimensi dijelaskan di
bawah ini.

1) Creating, dimana user terlibat dengan merek dan user lain dengan membuat
konten positif di platform media sosial. Hal ini diantaranya dapat dilakukan
dalam bentuk:
a) knowledge seeking, dimana user menciptakan konten pada platform media
sosial dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan dari user lain untuk
dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan konsumsi;
b) sharing experience, dimana user menciptakan konten berisi informasi,
pengetahuan, maupun pengalaman dengan merek melalui storytelling;
c) advocating, dimana user merekomendasikan suatu merek, produk/jasa,
organisasi, atau cara penggunaan produk atau merek;
d) socializing, dimana user menciptakan interaksi dan konten dua arah yang
dapat membantu dalam pengembangan produk atau jasa baru;
e) affirming, dimana user menciptakan konten dengan tujuan untuk
menyebarkan dukungan, dorongan, dan pengakuan yang dapat berkontribusi
untuk kesuksesan merek, perusahaan, atau organisasi.

34
2) Contributing, dimana user berkontribusi pada konten yang sebelumnya telah
dibuat oleh merek, perusahaan, atau organisasi alih-alih membuat konten baru.
Kontribusi ini dapat dilakukan misalnya melalui fungsi ‘sharing’, memberikan
like pada post, memberikan komentar, dll.
3) Consuming, dimana user mengkonsumsi konten secara pasif misalnya dengan
membaca ulasan, diskusi, dan komentar; melihat foto; membaca artikel;
menonton video; dan mengklik tautan pada konten.
4) Dormancy, dimana user tidak berperan, baik dalam penciptaan konten maupun
kontribusi lain. Ketidakaktifan ini tidak selalu berarti ketidakaktifan secara
kognitif atau emosional. Namun, tidak terlihat interaksi yang dapat diamati oleh
pihak lain seperti user lain pada media sosial pengguna yang tidak aktif.
5) Detaching, dimana user mengambil tindakan untuk menghapus konten merek
yang muncul pada news-feed mereka secara privat, misalnya melalui fitur
‘unlike’ atau ‘unsubscribe’ pada media sosial mereka.
6) Destructing, dimana user membuat kontribusi negatif pada media sosial
mereka, misalnya dengan menyebarkan word of moth negatif atau memberikan
ulasan buruk yang dapat berdampak buruk terhadap merek maupun sikap user
lain.
Model social media engagement lain diajukan oleh Groth, dkk. (2018) yang
secara khusus melakukan penelitian mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan.
Model ini berkaitan dengan seberapa sering user:

1) membaca atau melihat post mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan;


2) menge-like post mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan;
3) memberi komentar pada post mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan;
4) secara aktif membagikan post mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan; dan
5) secara aktif berbagi mengenai perilaku perjalanan berkelanjutan secara offline;
Beberapa ahli berpendapat bahwa keterlibatan media sosial (social media
engagement) terdiri dari tiga jenis kegiatan meliputi consumption, contribution dan
creation (Muntinga, Moorman, & Smit, 2011 ;[ CITATION Tsa14 \l 1033 ]) dalam
[ CITATION Sis17 \l 1033 ]

1. Consumption

35
Tsai and Men (2013) dalam (Sisson, 2017: 183) berpendapat bahwa konsumsi
(consumption) adalah tingkat keterlibatan media sosial paling rendah karena itu
terdiri dari membaca komentar dan melihat foto dan video.

2. Contribution

Kontribusi (contribution) adalah tingkat keterlibatan media sosial yang termasuk


kategori taraf sedang, terdiri dari bertanya dan menjawab pertanyaan di media
sosial milik organisasi (Tsai & Men, 2013) dalam (Sisson, 2017: 183)

3. Creation

Tsai and Men (2013) dalam (Sisson, 2017: 183) menyatakan bahwa penciptaan
(creation) adalah level tertinggi dari keterlibatan media sosial karena ini terdiri dari
“posting dan sharing video dan foto sehingga orang lain dapat mengkonsumsi
(consume) dan berkontribusi (contribute) untuk” (Tsai& Men, 2013) dalam (Sisson,
2017: 183)

Social media engagement untuk komunikasi krisis sebagai berikut [ CITATION Jia16 \l
1033 ]

1. Keterlibatan (yaitu, kesadaran dan kehadiran) dalam komunikasi krisis:

Organisasi perlu memberikan informasi yang tepat waktu dan akurat informasi
untuk menumbuhkan tingkat keterlibatan dan kesadaran on-line yang tinggi di
antara masyarakat yang terkena dampak. Tingkat kesadaran dan kehadiran yang
dicapai dapat diukur dengan lalu lintas situs, tampilan halaman, waktu yang
dihabiskan, klik tautan, lacak balik Facebook, Twitter, Google+, Instagram,
Pinterest, YouTube, dll. Contoh lain termasuk jumlah posting tentang krisis,jumlah
komentar tentang krisis, dan jumlah pengunjung unik.

2. Interaksi (yaitu, tindakan dialogis) dalam komunikasi krisis:

Organisasi perlu memantau dan memfasilitasi interaksi yang melibatkan.


Efektivitas tindakan dialogis organisasi tersebut diukur dengan sejauh mana semua
terpengaruh dan pihak yang berkepentingan dapat dengan mudah meminta
informasi waktu nyata (misalnya, jumlah tautan terkait krisis ke dan dari situs lain),

36
bagikan pesan dengan sumber yang kredibel, buat dan kurasi saksi mata tanpa filter
namun jujur, dan konten media reaksi (misalnya, video, foto, teks), dll.

3. Keintiman (yaitu, sentimen, afinitas, dan nada suara) dalam komunikasi


krisis:

Manajemen rumor, empati dan simpati adalah kunci untuk manajemen krisis
organisasi. Kebutuhan emosional masyarakat yang terkena dampak harus
dipertimbangkan dengan baik sehingga mereka dapat menunjukkan tindakan
konstruktif yang kondusif untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Itu diukur melalui makna di balik posting, komentar, ulasan, dan utas media sosial.

4. Pengaruh (yaitu, dampak dan pembangunan komunitas) dalam komunikasi


krisis:

Individu, kelompok dan organisasi bersama-sama membangun komunitas on-line


krisis yang ditandai dengan percakapan multimedia yang terus-menerus, penerusan
konten, dan jaringan komunikasi multi-arah (misalnya, satu-ke-satu, satu-ke-
banyak, dan banyak-ke-banyak). Penilaian berfokus pada tindakan perluasan
penjangkauan yang ditunjukkan oleh pihak yang terkena dampak, seperti
meloloskan perusahaan tweet atau video YouTube ke jejaring sosial mereka
(keluarga, teman, kenalan, dan pengikut media sosial, di antara yang lain).

Menurut [ CITATION DiG16 \l 1033 ] dimensi social media engagement terdiri


dari individual involment didefinisikan sebagai intensitas dimana pengguna
merasakan perannya dalam platform media sosial dan personal meaning
didefinisikan sebagai sejauh mana pengguna merasakan pemenuhan kebutuhan dan
minatnya ketika menggunakan sosial media. Pemenuhan diperoleh ketika minat
pengguna dipenuhi oleh pengalaman pengguna

2.1.2.4 Model Social Media Engagement


Dalam buku Social Media Marketimg : The Next Generation of Social
Engagement dijabarkan mengenai 4 tahap proses engagement yang terjadi dari
adanya interaksi dengan konsumen. Adapun keempat tahap itu adalah (D. Evans,
2010).

37
Sumber : buku Social Media Marketimg : The Next Generation of Social Engagement
GAMBAR 2.1
MODEL TAHAPAN SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT
Model tahapan social media engagement ini berbentuk tangga karena
anatara tahap satu dan tahap selanjutnya saling mendukung. Tahap satu akan
mendukung tahap tiga, dan seterusnya, Model tahapan social media engagement ini
terdiri dari empat tahapan yakni :
1) Consumption, pada tahap ini keterlibatan konsumen menjadi acuan untuk
memulai aktifitas-akitifitas online yang terdiri dari kegiatan membaca,
mengunduh, melihat sebuah konten digital dan informasi. Informasi yang
dimaksud bisa berupa promosi dari perusahaan atau sebuah merek maupun
informasi mengenai pengalaman dan curhat dari customer lain. Konsumsi juga
dapat membangun keterlibatan pelanggan yang kuat, Dalam proses ini,
customer mendapatkan informasi dari sebuah merek (Brodie et al., 2011).
2) Curation, kurasi adalah tindakan pemilhan dan penyaringan, penilaian,
peninjauan, mengomentari, penandaan, atau penggambaran konten. Kurasi
membuat konten yang lebih bergunan untuk orang lain. Sebagai contoh, ketika
seseorang menciptakan resensi buku, harapannya adalah bahwa review akan
menjadi dasar untuk keputusan pembelian berikutnya (D. Evans, 2010). Proses
kurasi adalah titik pertama di mana peserta dalam proses social sebenarnya
menciptakan sesutau. Oleh karena itu, kurasi adalah tindakan yang sangat
penting untuk mendorong, mengajarkan orang untuk berpartisipasi, dan untuk
menciptakan. Dengan memperkenalkan kurasi kepada pelanggan akan
memudahkan mereka untuk menjadi anggota aktif dari masyarakat dan untuk
berpartisipasi, kemudia kreatif dalam proses kolaboratif yang mendorong hal
itu dalam jangka panjang.

38
3) Creation, pada proses ini menuntut anggota komunitas untuk “mengiklan”
sendiri apa yang mereka ciptakan. Creation adalah apa yang lebih umum
dikenal sebagai langkah besar yang memerlukan lebih dari sekedar respon.
Karena pada dasarnya, pada pembuatan konten, orang ingin berbagi apa yang
mereka lakukan, berbicaa (posting) tentang hal-hal yang menarik perhatian
mereka, dan umunya diakui atas kontribusi mereka sendiri dalam komunitas
yang lebih besar (Brodie et al., 2011).
4) Collaboration, adalah titik akhir dari pembentukan engagement untuk
membangun komunitas yang solid. Proses akhir ini juga merupakan titik akhir
dari pembentukan engagement untuk membangun komunitas yang solid.
Proses akhir ini juga merupakan titik belok kunci dalam mewujudkan sebuah
komunitas dinamis dan tempat masuk bagi social business sejati.

Sumber : [ CITATION McC16 \l 1033 ]


GAMBAR 2.2
MODEL SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT CONTEXT

Model dari social media engagement terdiri dari 6 elemen. [ CITATION McC16 \l
1033 ]

1. Presentasi diri:

Pembuatan profil pribadi atau diri virtual dari waktu ke waktu menandakan
identitas.

2. Tindakan dan partisipasi:

39
Situs media sosial memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai tugas
seperti melihat konten yang dibagikan, memposting konten, berkomentar,
berdiskusi,dan berkolaborasi.

3. Kegunaan dan kepuasan: Pengguna termotivasi untuk terus menggunakan sosial


media berbagai alasan, mulai dari informasi yang akan dipertukarkan hingga
manfaat sosial yang akan diperoleh.

4. Pengalaman positif: Ini termasuk emosi positif yang mungkin dialami pengguna
selama mereka menggunakan media sosial.

5. Penggunaan dan jumlah aktivitas: Data numerik yang berkaitan dengan tindakan
pengguna dan partisipasi dalam sebuah situs, yang dapat disajikan secara real time
dalam bentuk mentah atau bentuk melalui nilai numerik atau visualisasi (misalnya
grafik).

6. Konteks sosial: Jaringan sosial pengguna dalam situs media sosial, termasuk
ukuran dan sifat jaringan ini. Konteks sosial mungkin budaya, pekerjaan, atau
bersifat pribadi—mis. kelompok kecil yang erat atau jaringan besar yang tersebar
dari aktivis sosial internasional.

Interaktivitas pada social media sangat memfasilitasi proses pembentukan


hubungan yang intimate dengan kepercayaan dan komitment antara penjual (brand)
dan pembeli (pelanggan). Customer engagement dapat “menghidupkan” pelanggan
dengan membangun ikatan yang emosional. Terdapat 6 tahapan dari Customer
Engagement Cycle. Seperti pada gambar berikut ini.

40
GAMBAR 2.3
MODEL SIKLUS CUSTOMER ENGAGEMENT DALAM
INTERAKTIVITAS SOCIAL MEDIA
Hubungan jangka panjang yang affective dan juga calculative, mereka juga
senang dan loyal terhadap brand. Pelanggan yang berada di kategor fans, percaya
pada brand dan mereka juga menjadi advocate bagi brand.Pada dasarnya, sebuah
brand mempunyai banyak pelanggan yang merupakan Fans tetapi brand tidak hanya
menginginkan Fans, mereka juga menginginkan Delighted Customers, Loyal
Customers dan Transactional Customers yang dapat diubah menjadi fans di masa
datang. Kepuasan dalam untuk tetap terhubung dengan pelanggan dan bukan
pelanggan dengan tingginya tingakt interaksi, yang pada akhirnya akan
menigkatkan kemungkinan untuk memuaskan Transactional Customers Proses
pembentukan customer engagement yang terus berlanjut merupakan Customer
Engagement Cycle. Berikut tahap – tahap dari Customer Engagement Cycle
1. Connection: Untuk dapat membangun pertukaran yang rasional dengan ikatan
emosional, dibutuhkan penjual (brand) dan pelanggan (fans & followers) yang
berhubungan satu sama lain. Hubungan ini dapat dibentuk menggunakan metode
offline yaitu dengan tenaga penjual atau dengan digital online baru, seperti dengan
jejaring sosial. Kehadiran sosial media sangat memudahkan brand untuk
membentuk hubungan dalam jumlah besar dan ke berbagai individu dan
perusahaan. Pelanggan dapat mengunakan hubungan yang sudah ada antar penjual
dan pelanggan lainnya untuk memuaskan kebutuhan atau pelanggan juga dapat
mencari koneksi baru dengan seller dan pelanggan lainnya, diluar lingkungan yang
sudah ada.
2. Interaction: Saat sudah terhubung, pelanggan dapat berinteraksi dengan penjual
(brand) dan juga dengan pelanggan lainnya. Sebelum ada internet, hubungan ini
sangat terbatas dikarenakan teknologi yang tersedia, seperti surat, telefon, dan
lingkungan keluarga, teman, dll. Hubungan juga terhambat dikarenakan lokasi.
Tetapi dengan Web 2.0, hambatan seperti ruang dan jarak semakin hilang. Texting,
instant messaging, email, blogging, virtual worlds dan social networking adalah
contoh alat yang memungkinkan interaksi yang lebih sering dan cepat dalam
kelompok yang lebih besar dari individu, organisasi, dan komunitas yang
terhubung. Interaksi antara penjual dan pelanggan dapat menigkatkan pemahaman
akan kebutuhan pelanggan, terutama kebutuhan yang selalu berubah waktu ke

41
waktu, dan memodifikasi produk yang sudah adak atau mengembangkan produk
baru untuk lebih memenuhi kebutuhan pelanggan. Interaksi sosial di dunia maya,
misalnya, dimana penggunaan berkomunikasi dan berinteraksi secara real time,
dapat diguanakan untuk terhubung dengan pelanggan, memberikan informasi dan
pengalaman dan juga mendapatkan masukan dari pelanggan. (Tikkanen et al,
2009).
3. Satisfaction: Hanya jika interaksi antara penjual dan pelanggan menghasilkan
kepuasan, maka pelanggan akan tetap terhubung dan terus berinteraksi satu sama
lain agar terjadi kemajuan dalam engagement.
4. Retention: Customer retention dapat berasal dari kepuasan secara keseluruhan
dari waktu ke waktu atau emosi positif yang sangat tinggi. Kepuasan secara
keseluruhan muncul dari repurchases dan menyiratkan hubungan jangka panjang
antara pejual dan pelanggan tetapi hal yang sama belum tentu terjadi pada emosi
positif yang sangat tinggi. Pelanggan yang memiliki emosi positif yang tinggi
terhadap penjual belum tentu pelanggan akan memiliki hubungan yang panjang
dengan penjual. Jadi Customer Retention mungkin merupakan hasil dari hubungan
jangka panjang tanpa ikatan emosional atau ikatan emosional tanpa hubungan
jangka panjang.
5. Commitment: Komitment dalam hubungan mempunyai 2 tipe yaitu affective
commitment dan calculative commitment. Calculative commitment lebih rasional
dan berasal dari kurangnya pilihan, dengan calculative commitment brand dapat
menigkatkan loyalitas pelanggan ke tingkat yang lebih tinggi dan adanya hubungan
yang dekat dengan brand. Sedangkan affective commitment lebih kepada emosional
dan berasal dari kepercayaan dan adanya timbal balik dalam sebuah hubungan,
dimana affective commitment mengarah ke tingkat kepercayaan yang lebih tinggi
dan ikatan emosional dengan brand.
6. Advocacy: Pelanggan yang senang dapat menyimpan kegembiraan mereka untuk
diri mereka sendiri atau dengan adanya social media, mereka dapat berinteraksi
dengan orang lain dalam social media untuk menyebarkan berita tentang
pengalaman positif mereka dengan produk, brand atau perusahaan.
7. Engagement: Saat pelanggan yang senang berbagi kesenangan dan loyalitas
mereka dengan cara berinteraksi dengan orang lain di jejaring social dan menjadi
advocate bagi produk, brand, persusahaan. Pelanggan yang senang sangat

42
diperlukan untuk customer engagement karena customer engagement
membutuhkan affective commitment dan calculative commitment atau kepercayaan
dan juga komitment antara brand dan pelanggan. Customer engagement terjadi saat
pelanggan mempunyai ikatan emosional yang kuat dalam pertukaran yang rasional
dengan brand. (Sashi, 2012: 260 – 264)

GAMBAR 2.4
MODEL CONCEPTUAL SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT

Menurut [CITATION Des17 \l 1033 ] Social media engagement terdiri dari community
engagament dan brand engagement, dan karena itu memahami bagaimana kedua
fokus keterlibatan ini berdampingan menjadi penting Dinamika spesifik mereka
mungkin sebenarnya berkontribusi pada penciptaan, pemeliharaan, dan vitalitas
komunitas dan pengaruh hubungan pelanggan dan strategi manajemen merek.

GAMBAR 2.5
MODEL PENELITIAN SOCIAL MEDIA ENGAGEMENT

43
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Groth, dkk. (2018) yang
menyelidiki dampak moderasi social media engagement pada pengaruh sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap niat. Meskipun demikian, tidak
seperti penelitian yang dilakukan Groth, dkk. (2018) yang mengangkat setiap media
sosial secara khusus, penelitian ini mengangkat media sosial secara umum sebagai
indikator pada variabel social media engagement untuk memudahkan generalisasi.

2.1.3 Social media Marketing


2.1.3.1 Konsep Social media Marketing dalam Relationship Marketing
Inti dari pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari
pemasaran ialah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”.
Pemasaran menurut American Marketing Association dalam buku “Marketing
Management” [CITATION Kot16 \t \l 14345 ], “Marketing is the activity, set of
institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and
exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at
large”. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan
untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan para pemangku kepentingannya.
Istilah relationship marketing muncul pertama kali dalam literatur
pemasaran jasa melalui sebuah makalah pada tahun 1983 oleh Leonard L. Berry.
Berry mendefinisikan “relationship marketing sebagai menarik, memelihara dalam
organisasi multi jasa dengan memperkuat hubungan dengan pelanggan.”
Relationship marketing merupakan suatu konsep yang mencakup tentang menjalin
hubungan antara penjual dan pelanggan.

Relationship marketing merupakan pendekatan pemasaran yang


penekanannya adalah membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen
untuk membangun kepercayaan, komitmen, dan pada akhirnya menumbuhkan
loyalitas terhadap perusahaan.
Menurut Saputra, “relationship marketing juga memunculkan hubungan
yang kokoh dan saling menguntngkan antara penyedia jasa dan pelanggan.” Selain

44
itu, pelanggan juga dapat membangun transaksi ulangan, sehingga hal tersebut
mampu menciptakan loyalitas pelanggan.
Lovelock dan Wright berpendapat, bahwa : “relationship marketing
merupakan sebuah kegiatan dalam perusahaan yang melibatkan akt ifitas dari para
pelaku operasional dan pemasaran dalam perusahaan tersebut untuk membangun
hubungan yang baik dengan pelanggan melalui serangkaian usaha untuk
menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara pemasar atau perusahaan
dengan pelanggan dalam jangka panjang.
[ CITATION Vin17 \l 14345 ] dari jurnal berjudul Importance of Strategic
Social media Marketing. Sebelum menjelaskan konsep Social media marketing
(SMM), penting untuk mempertimbangkan dan memahami istilah 'media sosial'.
Seperti yang diusulkan oleh [ CITATION Kap10 \l 1033 ], media sosial adalah aplikasi
berbasis yang tersedia di Internet dan memungkinkan pengembangan, konsumsi,
dan berbagi Konten Buatan Pengguna. Aplikasi ini telah menciptakan banyak
peluang bagi siapa saja untuk membuat konten pribadi, membagikannya, dan
bertukar gagasan dalam kerangka kerja interaktif, yang mengambil bentuk berbeda,
dari blog, wiki, microblogging, dan situs web jejaring sosial umum. Juga, dari
perspektif umum, [ CITATION Fil15 \l 1033 ] menjelaskan konsep 'media sosial'
dengan berfokus pada interaktivitas dan pembuatan bersama konten yang dibuat
pengguna dalam hubungan yang dibangun antara organisasi dan individu.
Dengan meningkatnya popularitas di bidang akademik dan praktik, Social
media marketing (SMM) telah mendapatkan banyak sudut pandang beberapa
peneliti mendefinisikan konsep ini sebagai fasilitator konektivitas dan interaksi
dengan pelanggan yang ada dan prospektif [ CITATION Yad17 \l 1033 ], sedangkan
penulis lain menetapkan akar SMM dalam memenuhi tujuan bisnis, karena mereka
berhubungan dengan ekuitas konsumen, kesetiaan, kepuasan dan niat beli
[ CITATION Yad17 \l 1033 ]
Dari perspektif pemasaran, [ CITATION Yad17 \l 1033 ] memberikan
konseptualisasi Social media marketing dengan berfokus pada dialog (disediakan
oleh interaktivitas) yang dibuat di sekitar penawaran pemasaran. Dialog ini
membantu pengguna media sosial lainnya untuk bersentuhan dengan informasi
promosi atau belajar dari pengalaman orang lain dengan penawaran pemasaran

45
tertentu. Menurut [ CITATION Fel16 \l 1033 ] , mengusulkan definisi baru social media
marketing berdasarkan studi komprehensif mereka yang bertujuan menyediakan
kerangka kerja holistik untuk konsep pemasaran online ini. Dengan demikian,
[ CITATION Fel16 \l 1033 ] mendefinisikan pendekatan holistik social media
marketing dan juga menjelaskan tingkat strategis social media marketing yang
'mencakup keputusan organisasi tentang ruang lingkup pemasaran media sosial
(mulai dari pembela hingga penjelajah), budaya (mulai dari konservatisme hingga
modernisme), struktur (mulai dari hierarki hingga jaringan), dan pemerintahan
(mulai dari otokrasi hingga anarki). '
Ada berbagai konseptualisasi yang fokus pada perspektif yang berbeda.
social media marketing (SMM) telah memberikan peluang bagi konsumen dan
organisasi untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang produk atau layanan,
berkontribusi dan berkolaborasi dalam menciptakan mereka, serta memberdayakan
pelanggan untuk menjadi pendukung dan influencer dari penawaran pemasaran
khusus untuk khalayak luas. Berdasarkan kemampuan SMM untuk menciptakan
nilai pada platform online ini, serta mengkomunikasikannya dan mengirimkannya
ke audiens target utama, konsep ini dapat dilacak ke Relationship marketing dan
digital marketing.
2.1.3.2 Definisi Social media Marketing
Menurut (Fikri 2018) Social media marketing adalah salah satu bentuk
pemasaran menggunakan media sosial untuk memasarkan suatu produk, jasa,
brand atau isu dengan memanfaatkan khalayak yang berpartisipasi di media sosial
tersebut.
Menurut (Chikandiwa et al, 2013) Social media marketing adalah sistem
yang memungkinkan pemasar untuk terlibat, berkolaborasi, berinteraksi, dan
memanfaatkan kecerdasan orang-orang yang berpartisipasi didalamnya untuk
tujuan pemasaran.
Drury menyebutkan bahwa penggunaan Social media sudah mulai sering
digunakan dalam pemasaran, komunikasi publik, kantor atau departemen yang
berhubungan langsung dengan konsumen atau stakeholder. Dalam bisnis juga
Social media adalah salah satu saluran yang mendukung komunikasi dalam
memasarkan barang dagangan secara cepat dan menguntungkan dibandingkann

46
dengan menjual langsung ke pasar. Penggabungan Social media dengan pemasaran
adalah untuk mendukung kinerja pemasaran seiring perkembangan teknologi dan
informasi. Social media marketing adalah sebagai proses yang memberdayakan
individu dan perusahaan untuk mempromosikan website mereka, produk atau
layanan Online dan melalui saluran sosial untuk berkomunikasi dengan sebuah
komunitas yang jauh lebih besar yang tidak mungkin tersedia melalui saluran
periklanan tradisional.
Menurut [ CITATION Fau16 \l 1033 ] social media marketing adalah teknik
atau taktik marketing yang menggunakan Social media sebagai sarana untuk
mempromosikan suatu produk (link halaman website bisnis Online) atau suatu jasa,
atau produk lainnya secara lebih spesifik. Social media marketing lebih kepada
pembangunan dan pemanfaatan area media sosial sebagai sarana atau tempat untuk
membangun target pasar dari bisnis Online. Dalam pembangunan Social media
marketing perlu diingat bahwa pebisnis harus membangun kelompok atau target
pasar dengan sikap saling menghormati dan selalu berkomunikasi dengan target
pasar. Semakin banyak area social media marketing yang dibangun, maka akan
semakin besar pula dampak yang dihasilkan bagi website bisnis tersebut.
Menurut Abu-Rumman dan Alhadid [CITATION Abu14 \n \t \l 14345 ]
mendefinisikan social media marketing sebagai strategi pemasaran yang digunakan
orang-orang dalam bentuk jaringan secara Online.
Menurut [ CITATION Gun11 \l 1033 ] social media marketing merupakan
suatu bentuk pemasaran langsung ataupun tidak langsung yang digunakan untuk
membangun kesadaran, pengakuan, daya ingat dan tindakan untuk merek, bisnis,
produk, orang atau entitas lainnya dan dilakukan dengan menggunakan alat dari
web sosial seperti blogging, microblogging, Social networking, Social
bookmarking, dan content sharing.
2.1.3.3 Dimensi Social Media Marketing
Menurut [ CITATION Gun11 \l 1033 ] terdapat empat elemen yang dijadikan
sebagai variabel kesuksesan social media marketing, yaitu:
1. Content Creation
Konten yang menarik menjadi landasan strategi dalam melakukan
pemasaran media sosial. Konten yang dibuat harus menarik serta harus

47
mewakili kepribadian dari sebuah bisnis agar dapat dipercaya oleh target
konsumen. Content Creation dapat dilihat dari pembuatan konten yang
menarik serta dapat mewakili kepribadian dari sebuah bisnis agar dapat
dipercaya oleh target konsumen. Pembuatan konten akan membantu konsumen
untuk membentuk kredibilitas, hubungan serta loyalitas.
2. Content Sharing
Membagikan konten kepada komunitas sosial dapat membantu memperluas
jaringan sebuah bisnis dan memperluas Online audience. Berbagi konten dapat
menyebabkan penjualan tidak langsung dan langsung tergantung pada jenis
konten yang dibagikan.
3. Connecting
Jejaring sosial memungkinkan seseorang bertemu dengan lebih banyak
orang yang memiliki minat yang sama. Jaringan yang luas dapat membangun
hubungan yang dapat menghasilkan lebih banyak bisnis. Komunikasi yang
jujur dan hati-hati harus diperhatikan saat melakukan Social networking.
4. Community Building
Web sosial merupakan sebuah komunitas Online besar individu Di mana
terjadi interaksi antar manusia yang tinggal di seluruh dunia dengan
menggunakan teknologi. Membangun komunitas di internet yang memiliki
kesamaan minat dapat terjadi dengan adanya Social networking. Community
Building bertujuan untuk mencari target konsumen yang memiliki ketertarikan
terhadap produk dan jasa yang mereka tawarkan dengan adanya interaksi
antara satu dengan yang lainnya serta menjalin hubungan dengan mereka.
Menurut [ CITATION Bla11 \l 1033 ] Media social adalah cara lain untuk
berbicara satu sama lain yang merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi
manusia.Dari sisi bisnis harus dilihat sebagai cara lain berkomunikasi antar
perusahaan dengan pelanggan dan dimensi social media marketing terdiri atas tiga
dimensi yaitu : (1) Content Quality atau kualitas Konten,apakah konten yang dibuat
oleh perusahaan sudah berkualitas dan mengikuti standar perusahaan,Relevansi
konten dengan informasi mengenai penjualan barang atau jasa di perusahaan dan
timing apakah perusahaan mempublikasikan konten pada waktu yang tepat sesuai
dengan keinginan audience. (2) Involvement atau keterlibatan, bagaimana

48
keterlibatan antara followers dan audience di social media dengan perusahaan. (3)
Integration with other marketing channels,bagaimana perusahaan memanfaatkan
beragam pilihan social media untuk menyampaikan pesan kepada target konsumen
yang dituju.
Menurut [ CITATION Che20 \l 1033 ] social media marketing adalah
konstruksi variable yang kompleks dengan beberapa dimensi, yaitu: hiburan,
penyesuaian, interaksi, elektronik dari mulut ke mulut (EWOM) dan trendiness
[ CITATION Tug15 \l 1033 ]. Masing-masing dimensi ini dibahas di bawah ini.
Hiburan dalam social media marketing terjadi ketika pemasar menciptakan
pengalaman yang menyenangkan dan menyenangkan di platform media social
[ CITATION Agi08 \l 1033 ]. Kegiatan yang bisa dibilang menghibur tersedia di
platform media sosial, seperti permainan, berbagi video dan partisipasi dalam
kontes, dapat menyebabkan konsumen menikmati pengalaman di media sosial dan
memotivasi partisipasi mereka dalam komunitas merek berbasis media social
[ CITATION Man13 \l 1033 ]  Sebagai contoh, penelitian sebelumnya mengungkapkan
bahwa hiburan adalah faktor pendorong dalam mendorong partisipasi di platform
media sosial [ CITATION Ash15 \l 1033 ], membangun rasa keintiman dengan merek
dan memperkuat niat pembelian konsumen [ CITATION Des15 \l 1033 ]. Oleh karena
itu, dalam konteks sosial-media, hiburan mewakili sejauh mana platform media
sosial menawarkan konten dan informasi yang menarik, mengasyikkan dan lucu
kepada konsumen [ CITATION Gal10 \l 1033 ]. Pemasar menggunakan media sosial
sebagai sarana untuk menghibur konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka
akan kesenangan dengan berbagi foto dan berita tentang produk [ CITATION Lee12 \l
1033 ], seperti halaman merek Facebook dengan klip video, gambar dan cerita, yang
dapat efektif dalam menarik perhatian dari konsumen [ CITATION Mer16 \l 1033 ].
Kustomisasi di media sosial mengacu pada sejauh mana layanan yang
disesuaikan untuk memenuhi preferensi pribadi konsumen [ CITATION God16 \l
1033 ], sehingga layanan yang disesuaikan dan pencarian informasi yang
disesuaikan untuk konsumen mudah digunakan [ CITATION Kim12 \l 1033 ]. Studi
sebelumnya mengungkapkan bahwa upaya kustomisasi berpengaruh dalam
menjangkau audiens yang dituju, membangun kepercayaan dalam pikiran
konsumen dan memperkuat niat pembelian konsumen (Martin dan Todorov,

49
2010). Untuk mencapai kustomisasi, pemasar menyesuaikan upaya pemasaran dan
layanan serta pesan khusus untuk menciptakan nilai bagi kelompok konsumen
tertentu [ CITATION Zhu15 \l 1033 ] Untuk misalnya, pemasar merek mewah
mengkomunikasikan pesan khusus ke kelompok konsumen sasaran tertentu,
memungkinkan mereka untuk menyesuaikan dan merancang produk mereka sendiri
sesuai dengan preferensi mereka [ CITATION San121 \l 1033 ]. Contoh kustomisasi
lain dapat dilihat ketika pemasar menggunakan platform media sosial untuk
memberikan balasan instan ke pertanyaan pribadi konsumen dan layanan pelanggan
membangun kepuasan dan retensi pelanggan [ CITATION ChanCha11 \l 1033 ].
Interaksi dalam social media marketing terjadi ketika pengguna media
sosial menyumbangkan ide-ide mereka untuk bertemu, berinteraksi dan berdiskusi
dengan orang lain yang berpikiran sama tentang produk atau merek tertentu pada
platform media sosial [ CITATION Mut11 \l 1033 ]. Oleh karena itu, interaksi mewakili
sejauh mana platform media sosial menawarkan peluang untuk pertukaran
pendapat, interaksi dua arah dan berbagi informasi [ CITATION Kim12 \l 1033 \m
Des15] Studi sebelumnya telah menemukan bahwa interaksi di media sosial adalah
faktor pendorong bagi konsumen untuk membuat konten yang dibuat pengguna dan
bertukar ide dengan orang lain [ CITATION Fis11 \l 1033 ], dengan interaksi seperti itu
juga berpengaruh dalam memperkuat sikap konsumen terhadap merek serta niat
beli mereka [ CITATION Haj15 \l 1033 ] . Selain itu, kegiatan dan pesan interaktif yang
tersedia di situs jejaring sosial dapat lebih efektif dalam menjangkau konsumen
daripada media tradisional, seperti media cetak, TV dan radio [ CITATION Bow15 \l
1033 ]. Mengingat pentingnya interaksi, pemasar dianjurkan untuk mendorong
pengguna media sosial untuk berinteraksi pada topik dan diskusi tertentu yang
tersedia di platform media sosial [ CITATION Zhu15 \l 1033 ] , sehingga
menggabungkan posting informasi yang sesuai dengan profil sosial yang
ditargetkan mereka. -media pengguna dan mendorong diskusi dan interaksi untuk
meningkatkan hubungan antara konsumen dan merek [ CITATION Man13 \l 1033 ].
E-WOM mengacu pada pernyataan dan komentar yang dibuat oleh
pelanggan potensial, aktual atau sebelumnya tentang suatu produk, merek atau
perusahaan, yang disediakan untuk publik melalui platform media sosial (Hennig-
Thurau et al., 2004). Oleh karena itu, E-WOM mengacu pada sejauh mana

50
konsumen bertukar, menyebarluaskan dan mengunggah konten pada platform
media sosial [ CITATION Kud17 \l 1033 ]. Ini termasuk sejauh mana konsumen
menyampaikan informasi tentang merek, mengunggah konten dari halaman merek
ke blog mereka dan berbagi pendapat dengan rekan mereka [ CITATION Cha18 \l 1033
].
E-WOM pada platform media sosial berpengaruh dalam mempengaruhi
evaluasi konsumen terhadap produk karena persepsi kepercayaannya, konsumen
semakin menghasilkan dan berbagi informasi terkait merek dalam bentuk E-WOM
kepada pengguna media sosial lainnya, termasuk teman-teman, teman sebaya, dan
umum. publik tanpa kendala (Cheung et al., 2008; Wu dan Wang, 2011; Reza
Jalilvand dan Samiei, 2012). Ketika konsumen bertindak sebagai duta merek untuk
menyebarkan E-WOM positif di platform media sosial, hal ini bermanfaat dalam
membangun persepsi positif konsumen terhadap merek dan memperkuat niat
pembelian mereka. Sama, E-WOM negatif juga dapat kurang diinginkan hasil
terkait merek, termasuk melemahnya kepercayaan merek, efek merugikan pada
sikap merek dan dilusi ekuitas merek [ CITATION Jal12 \l 1033 ]
Trendiness mengacu pada sejauh mana merek mengkomunikasikan
informasi terbaru, terkini dan trendi (yaitu, 'topik hangat') tentang merek [ CITATION
Nam11 \l 1033 ]. Konsumen semakin mencari dan memperoleh informasi terkait
produk melalui platform media sosial, karena dianggap lebih berguna dan terbaru
daripada saluran tradisional (Glynn & Faulds, 2009; [ CITATION Ash15 \l
1033 ]. Menggunakan komunikasi merek sosial-media, pemasar dapat menyediakan
konsumen dengan informasi tentang tren dan topik diskusi hangat, sehingga
mengurangi upaya pencarian informasi konsumen [ CITATION Bec00 \l 1033 ].
Informasi trendi mencakup pembaruan informasi terkait merek, ulasan produk, dan
gagasan baru tentang merek yang diprakarsai oleh pemasar dan konsumen, yang
berguna dalam membangun kepercayaan merek konsumen [ CITATION God16 \l
1033 ], dan karenanya memperkuat persepsi positif konsumen terhadap merek
[ CITATION Man13 \l 1033 ].
2.1.3.4 Model Social Media Marketing
Menurut (Kumar et al 2019) Konsep 'Media Sosial' dapat didefinisikan
sebagai ‘Sekelompok aplikasi berbasis Internet yang membangun fondasi ideologis

51
dan teknologi web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten
yang dibuat pengguna.[ CITATION Kap10 \l 1033 ], menciptakan media sosial sebagai
‘Proses perencanaan yang diarahkan pada tujuan untuk menciptakan konten yang
dibuat pengguna, didorong oleh sekelompok aplikasi internet, untuk menciptakan
posisi kompetitif yang unik dan berharga’.
Tujuan awal dari strategi media sosial adalah untuk mengintegrasikan
platform SM dengan tujuan pemasaran strategis organisasi bisnis dan menawarkan
rute praktis menuju pencapaian tujuan tersebut [ CITATION Mcc15 \l 1033 ] . Media
sosial (SM) memicu pendekatan pemasaran baru (Eagleman, 2013). Pemasaran
media sosial dapat diamati sebagai platform perdagangan yang relatif baru yang
terintegrasi dengan kegiatan promosi dan pemasaran berbagai barang, dan layanan,
melalui platform online yang didukung TI yang diikuti oleh media sosial (Dahnil et
al, 2014). Konsep pemasaran media sosial dapat didefinisikan sebagai
memanfaatkan fitur media sosial untuk mencapai tujuan pemasaran yang sejalan
dengan pendekatan pemasaran lainnya.
Para penulis makalah ini meneliti literatur yang ada dengan
mengidentifikasi sumber data primer yang dapat dianggap sebagai publikasi yang
menonjol dalam domain pemasaran elektronik, pemasaran online, dan pemasaran
media sosial. Juga, beberapa domain publikasi terkait juga dicari seperti pemasaran
elektronik dan online di perusahaan-perusahaan UKM sebagai bagian dari tinjauan
literatur. Berdasarkan ini, faktor-faktor berikut diidentifikasi sebagai variabel
penentu adopsi pemasaran media sosial oleh UKM.
Konteks teknologi menilai keuntungan yang beragam dari mengadopsi
pemasaran media sosial di perusahaan-perusahaan UKM. [ CITATION Rog03 \l 1033 ]
mengemukakan bahwa adopsi teknologi oleh perusahaan bisnis berkorelasi positif
dengan manfaat yang dirasakan yang ditawarkan oleh teknologi. Manfaat yang
dirasakan menunjukkan manfaat yang dapat direalisasikan yang dapat diberikan
oleh teknologi e-commerce ke organisasi bisnis [ CITATION Rah15 \l 1033 ]. Dalam
pengaturan organisasi, kemajuan teknologi dapat diterima dengan lancar jika
kompatibel dengan budaya dan nilai-nilai organisasi (Ghobakhloo et al., 2011).
menunjukkan bahwa semakin mahal suatu teknologi spesifik, semakin kecil
kemungkinannya akan diadopsi oleh suatu perusahaan. Biaya telah diperiksa

52
sebagai variabel penentu untuk mempengaruhi adopsi pemasaran elektronik dalam
studi sebelumnya [ CITATION ELG10 \l 1033 ].
Dimensi organisasi menawarkan faktor internal organisasi bisnis yang akan
memengaruhi pilihan perusahaan untuk mengadopsi teknologi apa pun [ CITATION
Qas18 \l 1033 ]. Konteks organisasi mencerminkan karakteristik organisasi seperti
apa yang mendorong adopsi teknologi oleh UKM. Ukuran perusahaan bisnis
kemungkinan akan mempengaruhi adopsi teknologi [ CITATION Rog03 \l 1033 ].
Dapat dirasakan bahwa perusahaan bisnis yang lebih besar ditandai dengan lebih
banyak sumber daya teknis dan ekonomi untuk mengadopsi teknologi daripada
perusahaan yang ukurannya relatif kecil (Luo, Zhang, & Duan, 2013). Faktor lain
yang akan menentukan adopsi teknologi UKM adalah kesiapan teknologi, yang
terdiri dari infrastruktur TI dan sumber daya manusia yang sehat secara teknologi
(Kevin, Kraemer, & Xu, 2006). [ CITATION Rah15 \l 1033 ] menemukan hubungan
saling tergantung positif antara adopsi e-commerce dan kesiapan teknologi. Dari
sudut pandang organisasi, dukungan dari manajemen puncak memainkan peran
penting dalam mendukung adopsi pemasaran media sosial dalam konteks UKM.
Perusahaan-perusahaan UKM akan lebih cenderung menerima dan menerapkan
teknologi baru ketika manajemen puncak akan memberikan tingkat dukungan yang
substansial. Selanjutnya, dalam keadaan keterbatasan sumber daya di UKM,
bantuan manajemen puncak memastikan alokasi sumber daya untuk adopsi
teknologi [ CITATION Ram13 \l 1033 ]
Konteks lingkungan mencerminkan tekanan dari saingan yang bersaing dan
mitra dagang untuk perusahaan UKM [ CITATION Chw01 \l 1033 ]. Dalam beberapa
kasus, pelanggan memiliki tingkat kekuatan tertentu untuk membuat perusahaan
UKM mengadopsi teknologi tertentu [ CITATION Rah15 \l 1033 ]. Penelitian
menunjukkan bahwa tekanan pesaing kemungkinan besar akan memengaruhi
keputusan perusahaan bisnis individu untuk mengadopsi teknologi dan tekanan dari
organisasi pemerintah yang berbeda memiliki tingkat pengaruh yang lebih besar
pada pilihan UKM.

53
Sumber: [ CITATION Kum19 \l 1033 ]
GAMBAR 2. 3
KERANGKA KONSEPTUAL ADOPSI
SOCIAL MEDIA MARKETING UKM

Menurut [ CITATION Ura15 \l 1033 ] Social media marketing activities media


sosial didefinisikan sebagai "aplikasi online, platform dan media yang bertujuan
untuk memfasilitasi interaksi, kolaborasi dan berbagi konten". Media sosial
memiliki banyak bentuk seperti; weblog, blog sosial, microbloging, wiki, podcast,
video, rating dll. Perusahaan secara aktif menggunakan media sosial untuk
pemasaran dan periklanan. Berkembang menjadi kegiatan pemasaran online
memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan untuk menjangkau pelanggan
dengan cara interaktif dan untuk melakukan kegiatan pemasaran terpadu kurang
upaya dan biaya daripada sebelumnya. Tujuan utama dari kegiatan pemasaran
adalah untuk meningkatkan penjualan dan profitabilitas [ CITATION Kim12 \l 1033 ].
Teori ekuitas pelanggan yang dikembangkan oleh [ CITATION Rus04 \l 1033 ]
menyelidiki tiga dimensi konsep: Nilai ekuitas, hubungan ekuitas dan ekuitas
merek. Jika nilai-nilai ini meningkat, maka mereka akan menghasilkan lebih
banyak kepuasan dan keuntungan pelanggan.
Value equity didefinisikan sebagai “penilaian obyektif konsumen terhadap
utilitas yang berasal dari suatu merek berdasarkan persepsi tentang apa yang
diberikan untuk apa yang diterima” [ CITATION Rus04 \l 1033 ].

54
Definisi ekuitas nilai ini mencakup berbagai aspek penawaran kepada
konsumen untuk penilaian rasio manfaat-biaya. Berbagai aspek penawaran dapat
mencakup harga kompetitif, kenyamanan, kualitas informasi produk, persepsi nilai-
untuk-uang, dan layanan pelanggan [ CITATION Zei88 \l 1033 ] Hasil penting dari nilai
yang dirasakan adalah peningkatan kepuasan pelanggan [ CITATION Wan04 \l 1033 ]
dan niat pembelian dan pembelian kembali yang lebih besar [ CITATION Tea00 \l 1033
].
Ekuitas hubungan didefinisikan sebagai "kecenderungan pelanggan untuk
tetap dengan merek, di atas dan di luar penilaian obyektif dan subyektif" [ CITATION
Rus04 \l 1033 ]. Hubungan merek-konsumen dapat ditingkatkan melalui penggunaan
program hadiah oleh perusahaan, program pengakuan khusus, program
pembangunan komunitas, dan program pembangunan pengetahuan [ CITATION Dwi15
\l 1033 ], Hubungan konsumen-merek yang ditingkatkan mengarah pada pangsa
pasar yang lebih besar [ CITATION Pal06 \l 1033 ], yang berkembang sebagai hasil dari
retensi konsumen yang lebih tinggi [ CITATION Gus05 \l 1033 ].
Ekuitas merek didefinisikan sebagai “penilaian keseluruhan konsumen
terhadap merek yang tidak berwujud, di luar nilainya yang dirasakan secara
objektif” [ CITATION Rus04 \l 1033 ] “Definisi ini konsisten dengan konseptualisasi
terkemuka ekuitas merek; yang menganggap ekuitas merek sebagai disposisi sikap
konsumen, utilitas tambahannya dan pengetahuan merek keseluruhan konsumen”
[ CITATION Dwi15 \l 1033 ]. Keuntungan utama bertambah pada perusahaan sebagai
hasil dari ekuitas merek yang menguntungkan, seperti bagian yang lebih besar dari
pembelian kategori produk konsumen [ CITATION Aak96 \l 1033 ] meningkatkan
peluang untuk memperluas merek [CITATION Kel08 \t \l 14345 ].
Purchase Intention, Purchase Intention adalah kombinasi dari keterlibatan
konsumen dan kemungkinan membeli suatu produk. Menurut temuan banyak
penelitian, itu sangat terkait dengan sikap dan preferensi terhadap suatu merek atau
produk [ CITATION Lyo10 \l 1033 ] . Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa
perilaku masa depan konsumen berkembang berdasarkan sikap mereka. Niat
pembelian adalah variabel sikap untuk mengukur kontribusi masa depan pelanggan
terhadap suatu merek. Karena memperkirakan perilaku masa depan konsumen

55
menjadi masalah penting bagi suatu perusahaan, perilaku masa depan harus
dianggap lebih tepat waktu [ CITATION Kim12 \l 1033 ].

Sumber: [ CITATION Ura15 \l 1033 ]


GAMBAR 2. 4
EKUITAS KONSUMEN

Menurut [ CITATION Pat18 \l 1033 ] media sosial didefinisikan sebagai


"sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas fondasi ideologis dan
teknologi web 2.0, dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten yang
dihasilkan pengguna" [ CITATION Kap10 \l 1033 ]. Ini telah dipelajari dalam berbagai
konteks, seperti hubungan masyarakat (Andzulis et al., 2012; He et al., 2013),
keterlibatan [ CITATION Kum19 \l 1033 ], jaringan (Hsu et al ., 2012), promosi dan
penjualan (Curran et al., 2011; Phan et al., 2011) dan branding (Gensler et al .,
2013). Ada empat jenis media sosial, yaitu weblog, jejaring sosial mikro-blog, situs
berbagi foto dan video. Lebih lanjut, keuntungan menggunakan media sosial adalah
tidak ada batasan waktu, tempat, media dan biaya [ CITATION Kim12 \l 1033 ].
Perbankan ritel secara aktif memanfaatkan media sosial untuk iklan dan
pemasaran. Platform komunikasi dua arah ini sangat ideal untuk meningkatkan
nilai pelanggan dengan berinteraksi dengan informasi, media, acara, dan hiburan
yang relevan (Kim dan Ko, 2010).
Dengan keputusan pembelian yang konstan setiap hari dan berbagai
pilihan di pasar, konsumen harus mengatasi kelebihan informasi. Niat pembelian
didefinisikan sebagai kemungkinan konsumen dalam membeli produk atau layanan

56
dalam waktu dekat [ CITATION Ajz80 \l 1033 ]. Salah satu model HOE paling terkenal
dalam keputusan pembelian adalah perhatian, minat, keinginan, tindakan (AIDA)
yang terdiri dari AIDA (Hutter et al ., 2013).
Loyalitas merek didefinisikan sebagai pembelian kembali satu merek
secara konsisten dari sekelompok merek alternatif [ CITATION Aak96 \l 1033 ].
Loyalitas merek penting karena dapat menghasilkan hambatan masuk ke pesaing,
menghindari ancaman pesaing dari pesaing, meningkatkan penjualan dan
pendapatan [ CITATION Bal01 \l 1033 ] dan menurunkan sensitivitas harga pelanggan [
CITATION Row05 \l 1033 ].

Sumber: [ CITATION Pat18 \l 1033 ]


GAMBAR 2. 5
SOCIAL MEDIA MARKETING

2.2 Kerangka Pemikiran


Pemasaran adalah proses pembentukan hubungan terpadu yang bertujuan
untuk memberikan nilai secara tuntas mengenai barang maupun jasa dalam
kaitannya memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia (Kotler & Keller, 2016).
Pemasaran strategis merupakan proses pengembangan market-driven strategy,
dengan mempertimbangkan lingkungan bisnis yang terus berubah sesuai dengan
kebutuhan pelanggan dan bertujuan untuk memberikan nilai yang unggul.
Fokus pemasaran strategis lebih berpusat pada kinerja organisasi dibandingkan
usaha untuk meningkatkan penjualan (Cravens, D. W., & Piercy, 2013).
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah proses yang terjadi pada
konsumen ketika ia memutuskan membeli, yaitu mengenai apa yang ingin dibeli,
dimana, kapan, dan bagaimana membelinya (Ma’ruf, 2006). Definisi yang lain
menyatakan bahwa perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu,
kelompok, dan organisasi memilih, membeli, dan memakai serta memanfaatkan
barang, jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan
hasrat mereka (Kotler, 2012). Sedangkan menurut Engel perilaku konsumen adalah
tindakan langsung untuk mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk atau

57
jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Perilaku konsumen mengandung dua elemen penting,
yaitu: 1) Proses pengambilan keputusan (dalam pembelian). 2) Kegiatan fisik yang
menyangkut kegiatan individu (konsumen) dalam menilai, mendapatkan, ataupun
mengevaluasi barang dan jasa. Keputusan pembelian adalah serangkaian pilihan
yang dibuat oleh konsumen sebelum melakukan pembelian yang dimulai begitu
konsumen telah menetapkan kemauan untuk membeli. Konsumen kemudian harus
memutuskan di mana melakukan pembelian, merek, model, atau ukuran apa yang
harus dibeli, kapan untuk melakukan pembelian, berapa banyak yang harus
dibelanjakan, dan metode pembayaran apa yang akan digunakan. Pemasar mencoba
memengaruhi masing-masing keputusan ini dengan menyediakan informasi yang
dapat membentuk proses evaluasi konsumen [ CITATION Uja03 \l 1033 ].
Strategi program pemasaran menerapkan customer relationship
management yang berbasis pada upaya menciptakan hubungan antara pihak
perusahaan dengan pelanggan. Customer relationship management mempunyai
tiga elemen utama yang menjadi kunci keberhasilan penerapan customer
relationship management yaitu, people, process dan technology (Chen &
Popovich, 2003). Technology menjadi hal utama bagi perusahaan untuk
meningkatkan dan mempertahankan performance bisnis di masa depan dimana
persaingan semakin meningkat.
Social media engagement dapat menjadi alat untuk menciptakan,
membangun dan meningkatkan customer relationship, perusahaan tidak hanya
berhubungan saja dengan customernya, melainkan juga harus meng-engage mereka
ke dalam suatau pengalaman yang mampu membangkitkan aspek nilai emosional
customer yang nantinya akan mempengaruhi keputusan pembelian, profitabilitas
dan mencapi cross-sell serta share of wallet customer, persentase belanja pelanggan
yang bisa diperoleh perusahaan atas keberlangganan seumur hidup sang pelanggan
(Messner, 2005).
[ CITATION Vin17 \l 14345 ] dari jurnal berjudul Importance of Strategic
Social media Marketing.Sebelum menjelaskan konsep Social media marketing
(SMM), penting untuk mempertimbangkan dan memahami istilah 'media sosial'.
Seperti yang diusulkan oleh [ CITATION Kap10 \l 1033 ], media sosial adalah aplikasi

58
berbasis yang tersedia di Internet dan memungkinkan pengembangan, konsumsi,
dan berbagi Konten Buatan Pengguna. Aplikasi ini telah menciptakan banyak
peluang bagi siapa saja untuk membuat konten pribadi, membagikannya, dan
bertukar gagasan dalam kerangka kerja interaktif, yang mengambil bentuk berbeda,
dari blog, wiki, microblogging, dan situs web jejaring sosial umum. Juga, dari
perspektif umum, [ CITATION Fil15 \l 1033 ] menjelaskan konsep 'media sosial'
dengan berfokus pada interaktivitas dan pembuatan bersama konten yang dibuat
pengguna dalam hubungan yang dibangun antara organisasi dan individu.
Dengan meningkatnya popularitas di bidang akademik dan praktik, Social
media marketing (SMM) telah mendapatkan banyak sudut pandang beberapa
peneliti mendefinisikan konsep ini sebagai fasilitator konektivitas dan interaksi
dengan pelanggan yang ada dan prospektif [ CITATION Yad17 \l 1033 ], sedangkan
penulis lain menetapkan akar SMM dalam memenuhi tujuan bisnis, karena mereka
berhubungan dengan ekuitas konsumen, kesetiaan, kepuasan dan niat beli
[ CITATION Yad17 \l 1033 ]
Dari perspektif pemasaran, [ CITATION Yad17 \l 1033 ] memberikan
konseptualisasi Social media marketing dengan berfokus pada dialog (disediakan
oleh interaktivitas) yang dibuat di sekitar penawaran pemasaran. Dialog ini
membantu pengguna media sosial lainnya untuk bersentuhan dengan informasi
promosi atau belajar dari pengalaman orang lain dengan penawaran pemasaran
tertentu. Menurut [ CITATION Fel16 \l 1033 ] mengusulkan definisi baru social media
marketing berdasarkan studi komprehensif mereka yang bertujuan menyediakan
kerangka kerja holistik untuk konsep pemasaran online ini. Dengan demikian,
[ CITATION Fel16 \l 1033 ] mendefinisikan pendekatan holistik social media
marketing dan juga menjelaskan tingkat strategis social media marketing yang
'mencakup keputusan organisasi tentang ruang lingkup pemasaran media sosial
(mulai dari pembela hingga penjelajah), budaya (mulai dari konservatisme hingga
modernisme), struktur (mulai dari hierarki hingga jaringan), dan pemerintahan
(mulai dari otokrasi hingga anarki). '
Ada berbagai konseptualisasi yang fokus pada perspektif yang berbeda.
social media marketing (SMM) telah memberikan peluang bagi konsumen dan
organisasi untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang produk atau layanan,

59
berkontribusi dan berkolaborasi dalam menciptakan mereka, serta memberdayakan
pelanggan untuk menjadi pendukung dan influencer dari penawaran pemasaran
khusus untuk khalayak luas. Berdasarkan kemampuan SMM untuk menciptakan
nilai pada platform online ini, serta mengkomunikasikannya dan mengirimkannya
ke audiens target utama, konsep ini dapat dilacak ke Relationship marketing dan
digital marketing.

60
61
Keterangan :

: : Variabel yang Diteliti

: Diteliti

: Pengaruh

: Proses

62
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka paradigma penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:

Social Media
Marketing Purchase
Decision

Social Media
Engagement

GAMBAR 2. 6
PARADIGMA PENELITIAN

2.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, hipotesis penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut. “
1. Social Media Marketing memiliki pengaruh terhadap keputusan menggunakan
layanan jasa Homeschooling Alam.
2. Social media Engagement memiliki pengaruh terhadap keputusan
menggunakan layanan jasa Homeschooling Alam.
3. Social Media Marketing memiliki pengaruh terhadap Social media
Engagement

63
64
BAB III
OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan manajemen pemasaran untuk
mengkaji pengaruh antara social media marketing dan social media engagement
terhadap purchase decision. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari variable eksogen dan variable endogen. Variabel eksogen yaitu social media
marketing (X1) dan social media engagement (X2). Sedangkan variable endogen
yaitu purchase decision (Y).
Penelitian ini dilakukan dilakukan selama kurang dari satu tahun, yakni
mulai dari januari sampai dengan April 2021. Metode penelitian yang digunakan
adalah cross sectional method. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu salah satu bentuk studi
observasional (non-eksperimental) yang pengukurannya dilakukan hanya satu kali
atau dengan kata lain variabel bebas (faktor risiko) dan tergantung (efek) dinilai
secara simultan pada satu saat [ CITATION Sas14 \l 1033 ].
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya, menurut [ CITATION Sug12 \l 1033 ] Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan studi penelitian ini adalah deskriftif dan
verifikatif. Sifat penelitian verifikatif adalah untuk menguji kebenaran dari suatu
hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data dilapangan. Penelitian ini
ditujukan untuk memperoleh gambaran lebih jauh mengenai variabel penelitian
yaitu pengaruh brand knowledge terhadap keputusan pembelian.
Metode penelitian ini menggunakan survey yaitu penelitian yang
dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah
data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan

65
kejadian-kejadian relatif, distributif dan hubungan antar variabel sosiologis
maupun psikologis [ CITATION Sug08 \l 1033 ] survey yang digunakan adalah
bersifat deskriptif dan verifikatif dengan konsep riset evaluasi. Sesuai dengan
tujuan penelitian, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk memperoleh
gambaran tentang ciri-ciri variabel yang diteliti. Adanya hipotesis yang akan diuji
kebenarannya melalui penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah
explanatory research, yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan
variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel
lain [ CITATION Sug08 \l 1033 ]
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel atau dapat dikatakan
semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel
Zainudin dalam Widyantoro (2005:54) memberikan pengertian tentang definisi
operasional adalah unsur penelitian yang memberikan petunjuk bagaimana
variabel diukur. Operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu
variabel yang memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang relevan untuk
variabel tersebut.
Berdasarkan objek penelitian dapat diketahui bahwa variable yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Variabel eksogen yaitu social media
marketing (X1) dan customer engagement (X2). Sedangkan variable endogen
yaitu purchase decision (Y). Penjabaran operasionalisasi dari variable- variable
yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 3.1. Operasionalisasi variabel sebagai
berikut :

66
TABEL 3. 1
OPERASIONALISASI VARIABEL
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
Purchase Keputusan
decision pembelian
adalah proses
(Y) semua
pengalaman
dalam
mempelajari,
memilih,
menggunakan,
dan
menghabiskan
suatu produk
(Kotler &
Armstrong,
2018)

Pilihan Konsumen dapat Kemenarikan Tingkat Interval 1


kemenarikan
Produk/ Jasa mengambil keputusan pilihan
pilihan konsumen
untuk membeli atau konsumen akan produk/jasa
yang diberikan
menggunalanan layanan akan
jasa atau menggunakan produk/jasa
uangnya untuk tujuan yang diberikan
lain. Dalam hal ini
perusahaan harus
memusatkan
perhatiannya kepada
orang- orang yang
berminat membeli
sebuah produk atau
layanan jasa serta
alternatif yang mereka
pertimbangkan
Kebutuhan Tingkat kebutuhan Interval 2

67
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
konsumen konsumen
terhadap jenis terhadap jasa
pendidikan
produk/jasa alternatif yaitu
tertentu homeschooling
alam

Pilihan merek Pembeli harus Kesukaan Tingkat kesukaan Interval 3


mengambil keputusan konsumen konsumen
terhadap merek
tentang merek mana terhadap homeschooling
yang akan dibeli. Setiap sebuah merek alam
merek memiliki
perbedaan-perbedaan
tersendiri. Dalam hal ini
perusahaan harus
mengetahui bagaimana
konsumen memilih
sebuah merek
Kebiasaan Tingkat kebiasaan 4
konsumen konsumen
terhadap
terhadap merek
penggunaan
layanan jasa dari
merek
homeschooling
alam

Evaluasi Evaluasi alternatif adalah Kualitas Tingkat kualitas 5


Alternatif proses mengevaluasi produk/jasa produk/ jasa
terhadap
sesuai dengan
pilihan produk/jasa dan kebutuhan
kebutuhan konsumen dari
merek dan memilihnya
konsumen homeschooling
sesuai dengan yang
alam
diinginkan konsumen.
Pelayanan jasa Tingkat pelayanan
jasa yang
diberikan
homeschooling
alam terhadap
konsumen

68
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
Social Social media marketing
Media merupakan penggunaan
social media dalam
Marketing komunikasi pemasaran,
(X1) yang mendukung
internet marketing
sebagai alternatif untuk
proses pemasaran dan
melakukan interaksi
dengan konsumen
(Peterson,2018)
Entertaiment Pengalaman yang dicapai Content Tingkat Interval 6
kemenarikan
untuk memuaskan
content di social
kebutuhan interpersonal media
homeschooling
melalui media (Uri and Ma
alam
2017)
Feeling Tingkat perasaan Interval 7
yang dirasa
konsumen ketika
melihat konten di
social media
homeschooling
alam
Following Tingkat Interval 8
keingginan untuk
mengikuti atau
menjadi follower
social media
homeschooling
alam
Trendiness Hal- hal baru yang sedang Informasi Tingkat informasi 9
diperbincangkan yang disajikan di
social media
homeschooling
alam
Inspiration Tingkat 10
penerimaan
follower social

69
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
media
homeschooling
alam terhadap
informasi yang
disajikan pada
social media
Follow-up Tingkat keinginan 11
followers social
media
homeschooling
alam terhadap
informasi dan
konten selanjutnya
Interaction Proses yang terus- menurus Sharing Tingkat social 12
muncul, sebagai media
komunikasi dalam arti yang homeschooling
paling inklusif alam membagikan
informasi kepada
pengikut nya
Interactivity Tingkat interaksi 13
social media
homeschooling
alam terhadap
pengikutnya
Attitude Tingkat 14
kemampuan
social media
homeschooling
alam terhadap
kritik dan pujian
dari pengikutnya
Informasi dari Tingkat 15
konsumen kemampuan
social media
70
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
homeschooling
alam terhadap
informasi yang
diberikan
konsumen di
social media
Customizat Personalisasi yang Permintaan Tingkat 16
ion membolehkan pengguna pemenuhan
untuk mengatur/ mengikuti permintaan
gaya yang mereka senangi informasi yang
(on and culture 2015). diharapkan
followers di social
media
homeschooling
alam
Service Tingkat 17
pemenuhan
permintaan
layanan yang
diharapkan
followers di social
media alam
Feeling Tingkat perasaan 18
setelah
mendapatkan
informasi dan
layanan yang
diharapkan dari
social media
homeschooling
alam
Social Social media Consumption frekuensi atau Tingkat frekuensi Interval 19
engagement atau intensitas atau intensitas
media sebagai
menonton video
71
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
engag kontribusi di social media menonton video di
sukarela homeschooling social media
ement pelanggan
alam
terhadap suatu homeschooling
merek atau alam
perusahaan
yang bersifat
non-transaksi.
Social media
engagement
ini dilakukan
dengan
membaca,
berkomentar,
meninjau, dan
berbagi
informasi
mengenai
merek atau
perusahaan
secara online
(Calder dkk.
2009).
Frekuensi atau Tingkat Frekuensi 20
intensitas atau intensitas
melihat foto di melihat foto di
social media social media
Homeschooling Homeschooling
alam alam

72
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
Frekuensi atau Tingkat Frekuensi 21
intesitas atau intesitas
membaca membaca
informasi informasi terkait
terkait homeschooling
homeschoolin alam
g alam

Ketertarikan Tingkat
untuk menjadi ketetarikan untuk
followers menjadi followers
social media di beragam social
homeschoolin media
g alam homeschooling
alam

Contribution Bertanya dan menjawab Engaging Tingkat Interval 11


pertanyaan di social media keterlibatan
pelanggan
terhadap social
media
homeschooling
alam
Sharing Tingkat pengikut
berbagi unggahan
social media
homeschooling
alam di social
media pribadi
mereka
Publishing Tingkat pengikut
membuat
unggahan social
73
Konsep Variabel/
Variabel Dimensi Indikator Ukuran Skala No. Item
Dimensi
1 2 3 4 5 6 7
media yang terkait
dengan
homeschooling
alam di social
media pribadi
Creation Posting dan sharing Creating Tingkat partisipasi Interval 12
pembuatan konten
video dan foto sehingga dari pengikut
orang lain dapat social media
homeschooling
mengkonsumsi dan alam di social
media
berkontribusi homeschooling
alam
Publishing Tingkat partisipasi
pembuatan konten
and Sharing
dan berbagi dari
pengikut social
media
homeschooling
alam
Sumber: Hasil Pengolahaan Data, 2021

3.2.3 Jenis dan Sumber Data


Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu: data primer
dan data sekunder. Menurut Umar (2002:67-68) sebagai berikut:
1. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama yang
diperoleh langsung dari penyebaran kuesioner kepada responden yang
dianggap telah mewakili populasi.
2. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sebelumnya, diperoleh
dari pihak lain yang berasal dari buku-buku, literatur, artikel, dan tulisan-
tulisan ilmiah.
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
lebih jelas pada Tabel 3.2 Jenis dan Sumber Data sebagai berikut:
TABEL 3. 2
74
JENIS DAN SUMBER DATA
No Data Jenis Data Sumber Data
1 Profil Anggota Home Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
schooling Alam Depok Home schooling Alam Depok
berdasarkan karakteristik,
pengalaman dan penilaian
2 Keterkaitan Anggota Home Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
schooling Alam Depok Home schooling Alam Depok
dengan usia dan jenis
kelamin
3 Keterkaitan Anggota Home Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
schooling Alam Depok Home schooling Alam Depok
dengan pendidikan terakhir
dan pekerjaan
4 Keterkaitan Anggota Home Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
schooling Alam Depok Home schooling Alam Depok
dengan ung saku,
pendapatan perbulan dan
pekerjaan
5 Keterkaitan Anggota Home Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
schooling Alam Depok Home schooling Alam Depok
dengan popularitas,
kepercayaan dan
ketertarikan terhadap merek
Home schooling Alam
Depok
8 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai social media Home schooling Alam Depok
marketing
9 Tangapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai social media Home schooling Alam Depok
engagement
10 Tangapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai keputusan Home schooling Alam Depok
pembelian
11 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Pemilihan Produk/ Home schooling Alam Depok
jasa
12 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Pemilihan Merek Home schooling Alam Depok
13 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Pemilihan Home schooling Alam Depok
Evaluasi Alternatif
14 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Pemilihan Home schooling Alam Depok
Entertaiment
75
15 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Dimensi Home schooling Alam Depok
Trendiness
16 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Dimensi Home schooling Alam Depok
Interaction
17 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Dimensi Home schooling Alam Depok
customazition
18 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Dimensi Home schooling Alam Depok
Consumtion
19 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Dimensi Home schooling Alam Depok
contribution
20 Tanggapan Anggota Primer Hasil pengolahan data Anggota Fan page
mengenai Dimensi Cretion Home schooling Alam Depok
21 Data Siswa Home schooling Sekunder Hmc.depok.co.id
Alam Depok
Sumber: Hasil Pengolahaan Data dan Referensi, 2021
3.2.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel
3.2.4.1 Populasi
Populasi adalah total dari semua elemen yang terbagi dalam berapa
seperangkat karakteristik. Tujuan dari sebagian besar proyek riset adalah untuk
memperoleh informasi tentang karakteristik suatu populasi dengan cara
mengambil sensus ataupun sampel [ CITATION Her06 \l 1033 ]
Populasi dalam penelitian ini adalah orangtua murid yang anaknya
bersekolah di homeschooling alam. Alasan penentuan orangtua siswa karena
peneliti hendak meneliti mengenai keputusan penggunaan layanan jasa dan ketika
memilih sekolah tentu nya orangtua yang memilihkan sekolah untuk anaknya.
3.2.4.2 Sampel
Sampel adalah subkelompok dari populasi yang dipilih untuk proyek riset
(Malhotra, 2015). Hal ini mencakup sejumlah anggota yang dipilih dari populasi.
Dengan mengambil sampel, peneliti ingin menarik kesimpulan yang akan
digeneralisasi terhadap populasi. Objek populasi diperkenankan diambil dari

76
sebagian jumlah yang ditentukan, dengan catatan bagian yang diambil tersebut
mewakili yang lain yang tidak diteliti.
3.2.4.3 Teknik Penarikan Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang
relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Sampel merupakan bagian dari
jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh suatu populasi yang akan diteliti.
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan jenis Non Probability
Sampling. Non Probability Sampling jenis sampel ini tidak dipilih secara acak.
Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa
dipilih menjadi sampel.
Menurut Sugiyono (2001: 60) nonprobability sampling adalah teknik
yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik Non Probability Sampling yang dipilih yaitu dengan Sampling
Jenuh (sensus) yaitu metode penarikan sampel bila semua anggota populasi
dijadikan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan apabila jumlah populasi kecil,
kurang dari 30 orang (Supriyanto dan Machfudz, 2010: 188).
Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah seluruh orangtua
siswa dari Homeschooling Alam yaitu 42 orang. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan metode sampel jenuh. Metode sampel jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi sampel.
3.2.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah primer dan sekunder.
Data Sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, data primer diperoleh dari hasil
angket dan wawancara yang dilakukan secara online, apabila sangat diperlukan
untuk melakukan observasi secara langsung akan dilakukan dengan tetap
memperhatikan protol kesehatan, objek yang saya teliti homeschooling alam
sudah mengadakan kembali pembelajaran secara tatap muka dengan protokol
kesehatan yang ketat dan membatasi siswa dan orangtua siswa yang datang ke
77
sekolah, maximal 5 siswa/kelas/ 1 jam pembelajaran dengan 1 guru. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan empat macam teknik
pengumpulan data, yaitu:
1. Studi kepustakaan, pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data,
memperlajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari
literatur dan data sekunder yang berkenaan dengan masalah penelitian.
2. Studi lapangan, terdiri dari:
a) Observasi, melakukan pengamatan langsung mengenai fenomena-
fenomena di lapangan yang mempunyai keterkaitan dengan variabel
penelitian.
b) Wawancara, dilakukan dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan
yang sudah berstruktur kepada responden untuk selanjutnya diperdalam
dengan mengorek keterangan yang lebih lengkap dari responden
penelitian.
c) Angket, yaitu dengan cara membagikan daftar pertanyaan yang bersifat
tertutup kepada responden yang telah ditentukan. Dalam daftar
pertanyaan tersebut responden tinggal memilih salah satu jawaban yang
sesuai dengan apa kata hatinya.
3.2.6 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Valid menunjukkan derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya
terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. [ CITATION
Sug07 \l 1033 ]. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. [ CITATION Sug07 \l 1033 ]
Menurut Masrum, dalam [ CITATION Sug07 \l 1033 ] menyatakan item yang
mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi
pula menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.
78
Untuk mencari nilai validitas dari sebuah item kita akan mengkorelasikan skor
item tersebut dengan total skor item-item dari variabel tersebut. Apabila nilai
korelasi diatas 0,3 maka dikatakan item tersebut memberikan tingkat kevalidan
yang cukup, sebaliknya apabila nilai korelasi dibawah 0,3 maka di katakan item
tersebut kurang valid. Metode korelasi yang digunakan adalah Pearson Product
Moment
Untuk variabel kinerja karyawan menggungaa skala pengukuran, Selalu, sering,
jarang, pernah dan tidak pernah

No Pernyataan  rhitung rtabel Keterangan


Entertaiment
1 Tingkat kemenarikan content di 0,769 0,344 Valid
social media homeschooling alam
2 Tingkat perasaan yang dirasa 0,716 0,344 Valid
konsumen ketika melihat konten di
social media homeschooling alam
3 Tingkat keingginan untuk mengikuti 0,713 0,344 Valid
atau menjadi follower social media
homeschooling alam
Trendiness
4 Tingkat informasi yang disajikan di 0,733 0,344 Valid
social media homeschooling alam
5 Tingkat penerimaan follower social 0,711 0,344 Valid
media homeschooling alam terhadap
informasi yang disajikan pada social
media
6 Tingkat keinginan followers social 0,721 0,344 Valid
media homeschooling alam terhadap
informasi dan konten selanjutnya
Interaction
7 Tingkat social media homeschooling 0,767 0,344 Valid
alam membagikan informasi kepada
pengikut nya
8 Tingkat interaksi social media 0,672 0,344 Valid
homeschooling alam terhadap
pengikutnya)
9 Tingkat kemampuan social media 0,694 0,344 Valid
homeschooling alam terhadap kritik
dan pujian dari pengikutnya
Customization
10 Tingkat pemenuhan permintaan 0,663 0,344 Valid
informasi yang diharapkan followers
di social media homeschooling alam
11 Tingkat pemenuhan permintaan 0,711 0,344 Valid
79
layanan yang diharapkan
12 Tingkat perasaan setelah 0,701 0,344 Valid
mendapatkan informasi dan layanan
yang diharapkan dari social media
homeschooling alam

Berdasarkan Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel X1


(Social Media Marketing (X1)) dapat diketahui bahwa nilai tertinggi terdapat pada
dimensi Entertaiment dengan pernyataan tingkat rasa percaya diri sebagai
Tingkat kemenarikan content di social media homeschooling alam yang bernilai
0,769, sedangkan nilai yang terendah terdapat pada dimensi Customization
dengan Tingkat pemenuhan permintaan informasi yang diharapkan followers di
social media homeschooling alam dengan nilai 0,663. Berikut ini Tabel 3.4
mengenai Hasil Pengujian Validitas Variabel X2 (Social media engagement).

TABEL 3.4
HASIL PENGUJIAN VALIDITAS VARIABEL X2 (SOCIAL MEDIA
ENGAGEMENT)
No Pernyataan  rhitung rtabel Keterangan
Consumption
Tingkat frekuensi atau intensitas 0,512 0,344 Valid
13. menonton video di social media
homeschooling alam
Tingkat Frekuensi atau intensitas 0,431 0,344 Valid
14. melihat foto di social media
Homeschooling alam
Tingkat Frekuensi atau intesitas 0,568 0,344
15 membaca informasi terkait
homeschooling alam
Tingkat ketetarikan untuk menjadi 0,761 0,344
16 followers di beragam social
media homeschooling alam
Contribution
Tingkat keterlibatan pelanggan 0,714 0,344 Valid
17.
terhadap social media
Tingkat pengikut berbagi 0,711 0,344 Valid
unggahan social media
18.
homeschooling alam di social
media pribadi mereka
19 Tingkat pengikut membuat 0,564 0,344 Valid

80
unggahan social media yang
terkait dengan homeschooling
alam di social media pribadi
Creation
20. Tingkat partisipasi pembuatan 0,729 0,344 Valid
konten dari pengikut social media
homeschooling alam di social
media homeschooling alam
21. Tingkat partisipasi pembuatan 0,739 0,344 Valid
konten dan berbagi dari pengikut
social media homeschooling alam
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021. (Menggunakan IBM SPSS versi 22.0 for Windows)
Berdasarkan Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel X2
(Social Media Engegment) dapat dilihat bahwa nilai tertinggi terdapat pada
dimensi Consumption dengan pernyataan tingkat rasa ingin tahu tentang Tingkat
ketetarikan untuk menjadi followers di beragam social media homeschooling alam
yang digunakan yang bernilai 0,761, sedangkan nilai yang terendah terdapat pada
dimensi Consumption dengan pernyataan selalu ingin memikirkan Tingkat
Frekuensi atau intensitas melihat foto di social media Homeschooling alam yang
digunakan, dengan nilai 0,637. Berikut ini Tabel 3.5 mengenai Hasil Pengujian
Validitas Variabel Y (purchase decision).
TABEL 3.5
HASIL PENGUJIAN VALIDITAS VARIABEL Y (PURCHASE

DECISION )
No Pernyataan  rhitung rtabel Keterangan
Pilihan Produk/ Jasa
29. Tingkat kemenarikan pilihan 0,693 0,344 Valid
konsumen akan produk/jasa yang
diberikan
30 Tingkat kebutuhan konsumen 0,542 0,344
terhadap jasa pendidikan alternatif
yaitu homeschooling alam
Pilihan Merek
31. Tingkat kesukaan konsumen 0,758 0,344 Valid
terhadap merek homeschooling
alam
32 Tingkat kebiasaan konsumen 0,654 0,344
terhadap penggunaan layanan jasa
dari merek homeschooling alam
Evaluasi Alternatif

81
33. Tingkat kualitas produk/ jasa 0,781 0,344 Valid
terhadap kebutuhan konsumen
dari homeschooling alam
34 Tingkat pelayanan jasa yang 0,670 0,433 Valid
diberikan homeschooling alam
terhadap konsumen
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021.
(Menggunakan IBM SPSS versi 22.0 for Windows)

Berdasarkan Tabel 3.4 mengenai Hasil Pengujian Validitas Variabel Y


(purchase decision) dapat dilihat bahwa nilai tertinggi terdapat pada
dimensi Evaluasi Alternatif dengan pernyataan Tingkat kualitas produk/ jasa
terhadap kebutuhan konsumen dari homeschooling alam bernilai 0,878, sedangkan
nilai yang terendah terdapat pada dimensi pilihan produk dan jasa dengan
pernyataan Tingkat kebutuhan konsumen terhadap jasa pendidikan alternatif yaitu
homeschooling alam, dengan nilai 0,542.
Hasil uji coba instrumen untuk variabel Social Media Marketing, brand
Social Media Engegment dan purchase decision berdasarkan hasil perhitungan
validitas item instrumen yang dilakukan dengan bantyan program SPSS 22.0 for
windows, pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dinyatakan valid karena score
rhitung lebih besar dari pada rtabel yang bernilai 0,344.

Hasil Pengujian Reliabilitas


Reliabilitas didefinisikan sejauh mana data informasi terbebas dari
kesalahan sehingga dapat menjamin pengukuran yang konsisten sepanjang waktu
dalam semua instrumen. Reliabilitas adalah indikasi stabilitas dan konsistensi
instrumen untuk mengukur konsep ide dan membantu untuk menilai kebaikan dari
ukuran (Sekaran, 2003:203). Berikut adalah rumus dari uji realibitas

N xy−( x)( y )
r xy =
2 2 2 2
√ { N x − ( x ) } {N y −( y ) }
Sumber: (Sugiyono, 2002:248)

82
Di mana :
r = koefisien korelasi
n = jumlah responden
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi/keajegan data dalam
interval waktu tertentu [ CITATION Sug07 \l 1033 ]. Instrumen yang memiliki
reliabilitas dapat digunakan untuk mengukur secara berkali-kali yang
menghasilkan data yang sama (konsisten).
Menurut [ CITATION Sug07 \l 1033 ] , bahwa reliabilitas adalah sejauh mana
hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan menghasilkan data
yang sama. Untuk menguji reliabilitasnya digunakan metode (split half) item
tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok item ganjil dan kelompok
item genap, kemudian masing-masing kelompok skor tiap itemnya dijumlahkan
sehingga menghasilkan skor total.
Koefisien korelasinya dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown
yaitu:

2 ×r b
r=
1+ r b

Di mana:
r = nilai reliabilitas
rb = korelasi product momen antara belahan pertama dan belahan kedua
Setelah dapat nilai reliabilitas instrumen (rb hitung), maka nilai tersebut
dibandingkan dengan jumlah responden dan taraf nyata. Bila rhitung > dari rtabel,
maka instrumen tersebut dikatakan reliabel, sebaliknya jika r hitung < dari rtabel maka
instrumen tersebut dikatakan tidak reliabel.
Berdasarkan jumlah kuesioner yang diuji kepada 35 responden dengan tingkat
signifikansi 5% maka didapatkan nilai cobrach alpa sebesar 0,6. Hasil pengujian
83
reliabilitas instrumen yang dilakukan dengan bantuan IBM SPSS versi 22.0 for
Windows diketahui bahwa semua variabel reliabel, hal ini disebabkan oleh nilai
rhitung lebih besar dibandingkan dengan nilai rtabel yang dapat dilihat pada Tabel
3.6 mengenai Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel X1, X2 dan Y berikut:

TABEL 3.6
HASIL PENGUJIAN RELIABILITAS VARIABEL X1, X2 DAN Y
NO. VARIABEL rhitung rtabel Keterangan
1. Social Media Marketing 0,811 0,6 Reliabel
2. brand Social Media 0,816 0,6 Reliabel
Engegment
3. purchase decision 0,812 0,6 Reliabel
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021.
(Menggunakan IBM SPSS versi 22.0 for Windows).

3.2.7 Teknik Analisis Data


3.2.7.1 Rancangan Analisis Data
Analisis data merupakan langkah untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan secara statistik untuk melihat apakah hipotesis yang dihasilkan telah
didukung oleh data (Sekaran, 2003). Alat penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah angket atau kuesioner. Kuesioner disusun oleh peneliti
berdasarkan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian.
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahap, diantaranya:
1. Menyusun data, kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kelengkapan identitas
reponden, kelengkapan data dan pengisian data yang disesuaikan dengan
tujuan penelitian.
2. Menyeleksi data, kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa kesempurnaan dan
kebenaran data yang telah terkumpul.
3. Tabulasi data, penelitian ini melakukan tabulasi data dengan langkah-langkah
berikut ini:
84
a. Memasukan/input data ke program Microsoft Office Excel
b. Memberi skor pada setiap item
c. Menjumlahkan skor pada setiap item
d. Menyusun ranking skor pada setiap variabel penelitian
4. Menganalisis data, kegiatan ini merupakan proses pengolahan data dengan
menggunakan rumus statistik dan menginterprestasi data agar diperoleh suatu
kesimpulan.
5. Pengujian, kegiatan ini dilakukan untuk menguji hipotesis. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation
Modeling dengan Partial Least Square (SEM-PLS).
Penelitian ini meneliti pengaruh Social Media Marketing (X), Brand
Awareness (Y) dan Keputusan Pembelian (Z). Skala pengukuran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sematic differential scale yang biasanya menunjukkan
skala tujuh poin dengan atribut bipolar mengukur arti suatu objek atau konsep
bagi responden (Sekaran, 2003).
Semantic differential Scale digunakan untuk mengukur sikap hanya
bentuknya tidak pilihan ganda atau checklist, tetapi tersusun dalam garis
kontinum yang jawaban sangat positifnya terletak pada bagian kanan garis dan
jawaban yang sangat negatif terletak pada kiri garis atau sebaliknya (Sugiyono,
2002).
3.2.7.2 Analisis Data Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mencari kuatnya hubungan antara
variabel melalui analisis korelasi dan membuat perbandingan rata-rata data
sampel atau populasi tanpa perlu diuji signifikasinya. Alat penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner yang disusun
berdasarkan variabel yang terdapat pada data penelitian, yaitu memberikan
keterangan dan data mengenai pengaruh Social Media Marketing (X1), Social
Media Engagement (X2) dan Keputusan Pembelian (Y) Pengolahan data yang

85
terkumpul dari hasil kuesioner dapat dikelompokkan kedalam tiga langkah, yaitu
persiapan, tabulasi dan penerapan data pada pendekatan penelitian.
Langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan analisis deskriptif
kedua variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Analisis Tabulasi Silang (Cross Tabulation)
Metode cross tabulation merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat
apakah terdapat hubungan deskriptif antara dua variabel atau lebih dalam data
yang diperoleh [ CITATION NKM15 \l 14345 ]. Analisis ini pada prinsipnya
menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom. Data yang
digunakan untuk penyajian cross tabulation adalah data berskala nominal atau
kategori [ CITATION Gho18 \l 1033 ].
Cross tabulation merupakan metode yang menggunakan uji statistic untuk
mengidentifikasikan dan mengetahui korelasi antar dua variabel, apabila terdapat
hubungan antar keduanya, maka terdapat tingkat ketergantungan yang saling
mempengaruhi yaitu perubahan variabel yang satu ikut mempengaruhi perubahan
pada variabel lain.
TABEL 3.8
CROSS TABULATION
Judul
(Identitas/Karakteristik/Pengala
Judul
Variabel man)
(Identitas/Karakteristik/Pen Total
Kontrol Klasifikasi
galaman)
(Identitas/Karakteristik/Pengala
man)
F % F % F %
Total skor
Total Keseluruan
Sumber: Modifikasi dari Sudjana (2000).

2. Skor Ideal
Skor ideal merupakan skor yang secara ideal diharapkan untuk jawaban dari
pernyataan yang terdapat pada angket kuesioner yang akan dibandingkan dengan
perolehan skor total perolehan untuk mengetahui hasil kinerja dari variabel.

86
Penelitian atau survei membutuhkan instrumen atau alat yang digunakan untuk
melakukan pengumpulan data seperti kuesioner. Kuesioner berisikan berbagai
pernyataan yang diajukan kepada responden atau sampel dalam suatu proses
penelitian atau survei. Jumlah pernyataan yang dimuat dalam penelitian cukup
banyak sehingga membutuhkan scoring untuk memudahkan dalam proses
penilaian dan akan membantu dalam proses analisis data yang telah ditemukan.
Formula yang dibuat untuk memperoleh skor ideal adalah sebagai berikut:
Skor Ideal = Kriteria Nilai Tertinggi × Jumlah Responden
3. Teknik Analisis Deskriptif
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan
variabel-variabel penelitian, antara lain: 1) Analisis Deskriptif Variabel X1
(Social Media Marketing ) dimana variable X terfokus pada penelitian terhadap
Relevansi, Timing, Kualitas dan Interaksi ; 2) Analisis Deskriptif Variabel X2
(Customer Engagement) yang terfokus pada penelitian Enthusiasm, Attention,
Absortion, Interanction dan Identification 3) Analisis Deskriptif Variabel Y
(Purchase Decision) yang terfokus pada penelitian keputusan tentang Tangibles,
Reability, Responsiveness, Assurance dan empathy.
Cara yang dilakukan untuk mengategorikan hasil perhitungan yaitu dengan
menggunakan kriteria penafsiran persentase yang diambil dari 0% sampai 100%.
Tabel 3.10 Tabel Analisis Data Deskriptif menunjukan format table yang
digunakan dalam menganalisis atau menguji data deskriptif pada penelitian ini
sebagai berikut:

TABEL 3.10
TABEL ANALISIS DESKRIPTIF
Total
Skor
Per-
Item
Skor %
No Pernyataan Total
7 6 5 4 3 2 1 Ideal Skor

87
Skor

Total Skor
Sumber : Dimodifikasi dari (Sekaran, 2003).

Penafsiran ketercapaian kinerja berdasarkan batas-batas dan skor ideal


disajikan pada Tabel 3.11 Kriteria Penafsiran Hasil Perhitungan Responden.
TABEL 3. 11
KRITERIA PENAFSIRAN HASIL PERHITUNGAN RESPONDEN
No Kriteria Penafsiran Keterangan
1 0% Tidak Satupun
2 1% - 25% Sebagian Kecil
3 26% - 49% Hampir Setengahnya
4 50% Setengahnya
5 51% - 75% Sebagian Besar
6 76% - 99% Hampir Seluruhnya
7 100% Seluruhnya
Sumber: Moch. Ali (1985:184)

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah mengkategorikan hasil


perhitungan berdasarkan kriteria penafsiran, dibuatlah garis kontinum yang
dibedakan menjadi tujuh tingkatan, di antaranya sangat tinggi, tinggi, cukup
tinggi, sedang, cukup rendah, rendah dan sangat rendah. Tujuan dibuatnya garis
kontinum ini adalah untuk membandingkan setiap skor total tiap variabel untuk
memperoleh gambaran Social Media Marketing (X1), Social Media Engagement
(X2) dan Keputusan Pembelian (Y) Rancangan langkah-langkah pembuatan
garis kontinum dijelaskan sebagai berikut:
1. Menentukan kontinum tertinggi dan terendah
Kontinum Tertinggi = Skor Tertinggi × Jumlah Pernyataan × Jumlah
Responden
Kontinum Terendah = Skor Terendah × Jumlah Pernyataan × Jumlah
Responden
2. Menentukan selisih skor kontinum dari setiap tingkatan
Kontinum Tertinggi − Kontinum
Skor Setiap Tingkatan =
Terendah
Banyaknya Tingkatan

88
3. Membuat garis kontinum dan menentukan daerah letak skor hasil
penelitian. Menentukan persentase letak skor hasil penelitian (rating
scale) dalam garis kontinum (Skor/Skor Maksimal × 100%).
Penggambaran kriteria dapat dilihat dari Gambar 3.1 mengenai Garis
Kontinum Penelitian Social Media Marketing (X), Brand Awareness (Y)
dan Keputusan Pembelian (Z) berikut:

89


Sangat Buruk Cukup Sedang Cukup Baik Sangat


Buruk Buruk Baik Baik
A N
b
GAMBAR 3.1
GARIS KONTINUM PENELITIAN ENDORSER CREDIBILITY, BRAND
CREDIBILITY DAN CUSTOMER BASED BRAND EQUITY
Keterangan:

a = Skor minimum Σ = Jumlah perolehan skor


b = Jarak interval N = Skor ideal Teknik Analisis Data
Verifikatif
3.2.7.3 Analisis Data Verifikatif
3.2.7.3.1 Definisi SEM
Setelah keseluruhan data yang diperoleh dari responden telah terkumpul
dan dilakukan analisis deskriptif, maka dilakukan analisis berikutnya yaitu
analisis data
verifikatif. Penelitian verifikatif merupakan penelitian yang dilaksanakan untuk
menguji kebenaran ilmu-ilmu yang telah ada, berupa konsep, prinsip, prosedur,
dalil maupun praktek dari ilmu itu sendiri sehinggan tujuan dari penelitian
verifikatif dalam penelitian ini untuk memperoleh kebenaran dari sebuah
hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan [ CITATION
Arifin \l 1033 ].
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis SEM (Structural Equation Model). SEM adalah suatu teknik statistik
yang mampu menganalisis pola hubungan antara konstruk laten dan
indikatornya, konstrak laten yang satu dengan lainnya, serta kesalahan
pengukuran secara langsung. SEM merupakan keluarga statistik multivariate
dependent, SEM memungkinkan dilakukannya analisis di antara beberapa
variabel dependen dan independen secara langsung (Hair et al, 1995) dalam
90
Ghozali (2006, hlm.20).
Secara teknis SEM dibagi dalam 2 kelompok,SEM yang berbasis
kovarian dengan menggunakan LISREL atau AMOS dan SEM yang berbasis
varian yang mengunakan SmartPLS atau PLSGraph. Basis kovarian SEM model
harus dikembangkan berdasarkan pada teori yang kuat dan bertujuan untk
mengkonfirmasi model dengan data empirisnya. Sedangkan yang berbasis varian
lebih menitikberatkan pada model prediksi sehingga dukungan teori yang kuat
tidak begitu menjadi hal terpenting (Ghozali, 2014, hlm 21).
Basis komponent atau varian merupakan alternatif kovarian dengan
pendekatan metode Partial Least Square (PLS) bertujuan sebagai prediksi. SEM
yang berbasis varian menurut Abdilah (2015,hlm.144), adalah SEM yang
menggunakan varian dalam proses iterasi atau blok varian antar indikator atau
parameter yang diestimasi dalam satu variabel laten lain dalam satu model
penelitian. Konsekuensi proses iterasi berbasis varian adalah adanya pengabaian
efek multikolinearitas antar indikator dan variabel laten. Keunggulan metode ini
adalah (Abdilah, 2015,hlm.165):
a. Metode ini tepat digunakan untuk model prediksi yang bertujuan
memprediksi hubungan efek kausalitas pada jenjang variabel
laten.
b. Mampu memodelkan banyak variabel dependen dan variabel
independen (model kompleks)
c. Mampu mengelola masalah multikolinearitas antar variabel
independen
d. Hasil tetap kokoh (robust) walaupun terdapat data yang tidak
normal dan hilang (missing values)
e. Lebih kuat secara praktis karen alebih efisien dalam proses
eksekusi.
f. Dapat mengolah data sample kecil, kokoh terhadap deviasi asumsi
normalitas, mengukur indikator-indikator reflektif dan formatif,
91
dan mengukur model rekursif.
g. Tidak mensyaratkan data berdistribusi normal.
h. Dapat digunakan pada data dengan tipe skala berbeda yaitu
nominal, ordinal dan kontinus.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan PLS adalah membantu
peneliti untuk mendapatkan variabel laten untuk tujuan prediksi. Menurut Chin
(1998) dalam Ghozali (2014,hlm.21) menyatakan bahwa PLS tidak
mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk estimasi parameter, maka teknik
parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan. Model
evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi mempunyai sifat non
parametrik.
3.2.7.3.2 Model Dalam SEM PLS
Tahapan Analisis Data PLS menjelaskan tahapan-tahapan dalam pengujian
dengan menggunakan PLS diantaranya adalah sebagai berikut [CITATION
Placeholder1 \t \l 1057 ]:

Merancang model struktural dan


pengukuran (diagram jalur outer dan
inner model)

Merumuskan Persamaan Pengukuran


dan Struktural
Evaluasi model pengukuran reflektif

Memilih Data Iput dan Estimasi


Model

Evaluasi model struktural

Pengujian Hipotesis

Gambar 1.1Tahapan Analisi Data


PLSPengujian Hipotesis
GAMBAR 3. 2

TAHAPAN ANALISIS DATA PLS


92
Berikut merupakan penjelasan dari setiap tahapan analisis data dengan
menggunakan PLS:
1. Merancang model struktural dan pengukuran
Inner model atau biasa disebut dengan inner relation, structural model dan
substantive theory memiliki fungsi untuk menggambarkan hubungan antar
variabel laten berdasarkan substantive theory. Perancangan model ini didasarkan
pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian. Model persamaan dari inner
model adalah sebagai berikut:

Ŋ = β0 + βŋ + Гξ + ζ

Dimana Ŋ menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ


adalah vektor variabel laten eksogen, ζ adalah vektor variabel residual
(unexplained variance). Pada dasarnya PLS ini mendesain model recursive, maka
hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen Ŋ, atau biasa disebut
dengan causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan berikut ini:

Ŋj = Σi βji ŋi + Σi үjb ξb + ζj

Βji dan үjb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen
dan laten eksogen ξ dan Ŋ sepanjang range indeks i dan b, dan ζj adalah inner
residual variable. Adapun variabel laten endogen dalam penelitian ini adalah
CBBE, sedangkan variabel eksogennya yaitu endorser credibility dan brand
credibility.
Setelah menentukan variabel laten sebagai variabel yang membangun dalam
inner model, selanjutnya adalah merancang outer model. Model yang biasa
disebut dengan outer relation atau measurement model mendefinisikan bagaimana
setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Dalam penelitian ini,

93
blok indikator yang digunakan adalah blok indikator refleksif dengan persamaan
sebagai berikut:

X = Λx ξ + εx
Y = Λy ŋ + εy

Dari model tersebut X dan Y adalah indikator atau manifes variabel untuk
variabel laten eksogen dan endogen, ξ dan ŋ, sedangkan Λx dan Λy merupakan
matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang
menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya. Sementara itu, εx dan
εy adalah simbol kesalahan pengukuran atau noise.
3.2.7.4 Rancangan Spesifikasi Model
Terdapat dua jenis dalam sebuah model perhitungan SEM, yaitu terdiri
dari model pengukuran dan model struktural sebagai berikut.
1. Model Pengukuran
Model pengukuran merupakan bagian dari suatu model SEM yang
berhubungan dengan variabel-variabel laten dan indikator-indikatornya. Model
pengkuran sendiri digunakan untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas
instrumen. Model pengukuran murni disebut model analisis faktor konfirmatori
atau confirmatory factor analysis (CFA) Di mana terdapat kovarian yang tidak
terukur antara masing-masing pasangan variabel-variabel yang memungkinkan.
Model pengukuran dievaluasi sebagaimana model SEM lainnya dengan
menggunakan pengukuran uji keselarasan. Proses analisis hanya dapat dilanjutkan
jika model pengukuran valid (Sarwono, 2010).
Pada penelitian ini, variabel laten eksogen terdiri dari brand knowledge
dan keputusan pembelian. Kedua variable tersebut akan dilihat hubungannya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Spesifikasi model pengukuran model
variabel adalah sebagi berikut:
a. Social media Marketing
94
GAMBAR 3. 1
MODEL PENGUKURAN SOCIAL MEDIA MARKETING

b. Sosial Media Engagement

GAMBAR 3. 2
MODEL PENGUKURAN CUSTOMER ENGAGEMENT

95
c. Purchase decision

GAMBAR 3. 3
MODEL PENGUKURAN PURCHASE DECISION

2. Model Struktural
Secara grafis garis dengan satu kepala anak panah menggambarkan
hubungan regresi dan garis dengan dua kepala anak panah menggambarkan
hubungan korelasi atau kovarian. Penelitian ini membuat suatu model struktural
yang disajikan pada Gambar 3.4 Model Struktural Pengaruh brand knowledge
terhadap keputusan pembelian.

96
GAMBAR 3. 4
MODEL STRUKTURAL PENGARUH BRAND AWARENESS TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN

3.2.7.1 Pengujian Hipotesis


Hipotesis ialah proposisi yang akan dicoba keberlakuannya, atau
merupakan tanggapan sementara atas pertanyaan penelititi. Hipotesis dalam
penelitian kuantitatif dapat berupa hipotesis satu variabel dan hipotesis setidaknya
dua atau lebih variabel yang dikenal sebagai hipotesis (Priyono, 2016:66).
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan t-value dengan tingkat
signifikansi 0,005 dan derajat bebas sebesar n (sampel). Nilai t-value dalam
program IBM SPSS AMOS versi 22 merupakan nilai critical ratio (C.R) ≥ t-tabel
(1, 96) atau nilai probabilitas (P) ≤ 0,05 maka H o ditolak (hipotesis penelitian
diterima). Sementara besaran pengaruh dapat dilihat dari hasil output estimates
pada kolom total effect.
Pada penelitian ini menggunakan variabel X dengan Media sosial
marketing, Media sosial enggegmanet dan variabel Y adalah purchase Discusion.
Selanjutnya berdasarkan model persamaan struktural pada gambar 3.6
tersebut, dibuatlah uji hipotesis statistik untuk pengujian masing-masing hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
97
a. Hipotesisi Penelitian

1. Uji Hipotesis 1
H0: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap customer engagement
H1: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap customer engagement
2. Uji Hipotesis 2
H0: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap purchase decision
H1: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara social media
marketing terhadap purchase decision
3. Uji Hipotesis 3
H0: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara customer
engagement terhadap purchase decision
H1: c.r ≤ t-tabel (1,96), artinya tidak terdapat pengaruh antara customer
engagement terhadap purchase decision

98
99
DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D. (1991). Manajemen Equitas Merek, mamanfaatkan nilai dari suatu


merek. Jakarta: Mitra Utama.
Aaker, D. (1996). Measuring Brand Equity across Products and Markets.
Measuring Brand Equity across Products and Markets.
Abu-Rumman, A. H., & Alhadid, A. Y. (2014). The Impact of Social Media
Marketing on Brand Equity: An Empirical Study on Mobile Service
Providers in Jordan. Review of Integrative Business & Economics
Research, 3(1), 315-326. Diambil kembali dari www.sibresearch.org
Adisaputro, G. (2010). Manajemen Pemasaran : Analisis Untuk Perancangan
Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Agichtein, E., Castillo, C., & Donato, D. (2008). Finding High-Quality Content in
Social Media. Proceedings of the International Conference on Web
Search and Web Data MiningFinding High-Quality Content in Social
Media. California.
Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). Understanding attitudes and predicting social
behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hal.
Angella Jiyoung Kim, E. K. (2010). Journal of Global Fashion Marketing. mpacts
of Luxury Fashion Brand’s Social Media Marketing on Customer
Relationship and Purchase Intention.
Anwar, I. &. (2015). Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. Pengaruh Harga dan
Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian, Vol.4. No.12.
Ashley, C., & Tuten, T. (2015). Creative Strategies in Social Media Marketing:
An Exploratory Study of Branded Social Content and Consumer
Engagement. Psychology and Marketing.
B M, D. (2018). Influence of Social Media on Vehicle Purchasing Decisions: An
Empirical Study on Automobile Industry. International Journal of
Mechanical Engineering and Technology, 9, 974–981.
Ballester, E. D., & Aleman, J. M. (2001). Brand trust in the context of consumer
loyalty. European Journal Marketing.
Barreda, A. A., Bilgihan, A., Nusair, K., & Okumus, F. (2015). Generating brand
awareness in Online Social Networks. Computers in Human Behaviour.

100
Barreda, A., & Bilgihan, A. (2015). Generating brand awareness in Online Social
Networks. Computers in Human Behaviour.
Basu Swastha, H. H. (2011). Manajemen Pemasaran-Analisis Perilaku.
Yogyakarta: BPFE.
Beckett, A., & et al. (2000). An Exposition of Consumer Behaviour in The
Financial Services Industry. International Journal of Bank Marketing, 18,
15-26. Retrieved from https://doi.org/10.1108/02652320010315325
Blanchard, O. (2011). Social Media ROI. United States of America: Pearson
Education, Inc.
Bollen, & Long. (1993). Testing Structural Equation Models. Thousand Oaks :
CA: Sage.
Bowen, J. T. (2015). Trends affecting social media: Implications for practitioners
and researchers. Worldwide Hospitality and Tourism Themes.
Bruhn, M., & et al. (2012). Are Social Media Replacing Traditional Media in
Terms of Brand Equity Creation? Management Research Review, 35(9),
770–790. Retrieved from https://doi.org/10.1108/01409171211255948
Buil, I., & et al. (2013). Examining the Role of Advertising and Sales Promotions
in Brand Equity Creation. Journal of Business Research, 66, 115-122.
Chae, H., Shin, J., & Ko, E. (2018). The power of e-WOM using the hashtag:
focusing on SNS advertising of SPA brands. International Journal of
Advertising.
Chan, N. L., & Guillet, B. D. (2011). Investigation of Social Media Marketing:
How Does the Hotel Industry in Hong Kong Perform in Marketing on
Social Media Websites? Journal of Travel & Tourism Marketing.
Chang, T. S., & Hsiao, W. H. (2011). Consumers’ Automotive Purchase
Decisions: The Significance of Vehicle-based Infotainment Systems.
African Journal of Business Management, 5(11), 4152–4163. Retrieved
from https://doi.org/10.5897/AJBM10.480
Cheung, M. L., & Pires, G. D. (2020). Driving COBRAs: the power of social
media marketing. Marketing Intelligence & Planning.
Chi, S. L., Chih, J. C., Chin, F. Y., & Da, C. P. (2010). The Effects of Corporate
Social Responsibility on Brand Performance: The Mediating Effect of
Industrial Brand Equity and Corporate Reputation. Journal of Business
Ethic.

101
Chikandiwa, S. T. (2013). The Adoption of Social Media Marketing in South
African Banks. European Business Review.
Chowcote, K. (2017). Factors affecting purchase decision of Top three Tissue
brands ( Kleenex , Scott and Cellox) of customers in Bangkok.
Chwelos, P., Bensabat, I., & Dexter, A. X. (2001). Research Report: Empirical
Test of an EDI Adoption Model. Information Systems Research.
Coon, M. (2014). Social Media Marketing: Successful Case Studies of Businesses
Using Facebook and YouTube With An InDepth Look in the Business Use
of Twitter, Communication M.A. Project.
Dahnil, M. (2014). Factors Influencing SMEs Adoption of Social Media
Marketing. Procedia - Social and Behavioral Sciences.
Dessart, L. (2015). Consumer engagement in online brand.
Dharmmesta, B. S. (2012). Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku
Konsumen.Edisi Pertama. Yogyakarta: BPPFE.
Drs. Johni Dimyati, M. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan dan
Aplikasinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Durianto, S., & Budiman, L. (2004). Brand Equity Trend:Strategi Memimpin
Pasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dwivedi, Y. K., Kapoor, K. K., & Chen, H. (2015). Social media marketing and
advertising. The Marketing Review.
Eagleman, A. N. (2013). Acceptance, motivations, and usage of social media as a
marketing communications tool amongst employees of sport national
governing bodies. Sport Management Review.
Ekhveh, A., & Darvishi, Z. A. (2015). The Impact of Brand Awareness on
Repurchase Intention of Customers With Trilogy of Emotions Approach
( Case Study for Cell Phones ).
EL- Gohary, D. (2010). E-Marketing - A literature Review from a Small
Businesses perspective. 10.
Fauzi, V. P. (2016). PEMANFAATAN INSTAGRAM SEBAGAI SOCIAL
MEDIA MARKETING ER-CORNER.
Felix, R., Rauschnabel, P. A., & Hinsch, C. (2016). Elements of strategic social
media marketing: A holistic framework. Journal of Business Research.

102
Filo, K., Lock, D. J., & Karg, A. (2015). Sport and social media research: A
review. Sport Management Review.
Fischer, E., & Reuber, A. R. (2011). Social interaction via new social media:
(How) can interactions on Twitter affect effectual thinking and behavior?
Journal of Business Venturing.
Gallaugher, J. M., & Ransbotham, S. (2010). Social Media and Customer Dialog
Management at Starbucks. MIS Quarterly Executive.
Gensler, S., & Volckner, F. (2013). Managing Brands in the Social Media
Environment. Journal of Interactive Marketing.
Ghobakhloo, M. (2011). nformation Technology Adoption in Small and Medium-
sized Enterprises; An Appraisal of Two Decades Literature.
Ghozali, I. (2014). Model Persamaan Struktural. Konsep dan Aplikasi dengan
Program AMOS 24. Update Bayesian SEM. Yogyakarta: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Glynn, M. W., & Faulds, D. J. (2009). The New Hybrid Element of The
Promotion Mix. Business Horizon, 52(1), 357-365. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2009.03.002
Godey, B. (2016). Social media marketing efforts of luxury brands: Influence on
brand equity and consumer behavior. Journal of Business Research.
Gordhamer, S. (2009). Mashable. Retrieved from Mashable Media:
http://Mashable.Com/2009/09/22/Social-Media-Business
Gunelius, S. (2011). 30-Minute Social Media Marketing. United States: McGraw-
Hill Companies.
Gursoy, D., Chen, J. S., & Chi, C. (2014). Theoretical examination of destination
loyalty formation. International Journal of Contemporary Hospitality
Management.
Gustafsson, A., Johnson, M., & Roos, I. (2005). The Effects of Customer
Satisfaction, Relationship Commitment Dimensions, and Triggers on
Customer Retention. Journal of Marketing.
Hafiz, K., & Ali, K. (2018). The Influence of Marketing Stimuli on Consumer
Purchase Decision on Malaysia’s Cosmetic Industry. 2nd Asia
International Multidisciplnary. Johor Bahru: Universiti Teknologi
Malaysia.

103
Hajli, N. (2015). Social commerce construct and consumer’s intention to buy.
International Journal of Information Management.
Hawkins, D. d. (2010). Consumer Behavior: Building Marketing. McGraw-Hill,
Irwin.
Heding, T. K. (2009). Brand Management Research,Theory and Practice. Oxon:
Routledge.
Hermawan, A. (2006). Penelitian Bisnis : Paradigma Kuantitatif. Jakarta :
Grasindo.
Homeschooling Alam. (2020, September). Retrieved from Homeschooling Alam
Website : https://homeschoolingalam.com/
Howcroft, B., & et al. (2003). Consumer Decision-Making Styles and The
Purchase of Financial Services. Service Industries Journal, 23, 63-81.
Retrieved from https://doi.org/10.1080/714005120
Hsu. (2012). Adoption of the mobile Internet: An empirical study of multimedia
message service (MMS).
Hutter, K. H. (2013). Journal of Product & Brand Management. The impact of
user interactions in social media on brand awareness and purchase
intention : the case of MINI in facebook.
Idris, S., & et al. (2018). Product and Brand as Determinant Factors in Customer
Purchase Decision in Kota Kinabalu. International Journal of Modern
Trends in Business Research, 1. Diambil kembali dari www.ijmtbr.com
Ismara, K. I. (2005). Merobah Tantangan menjadi Peluang dalam Bisnis dan
Idealisme Pendidikan. Yogyakarta: FT-UNY.
Jalivland, M. R., & Samiel, N. (2012). The effect of electronic word of mouth on
brand image and purchase intention: An empirical study in the automobile
industry in Iran. Marketing Intelligence & Planning.
Julia Wolny, C. M. (2013). mpacts of Luxury Fashion Brand’s Social Media
Marketing on Customer Relationship and Purchase Intention.
Kandampully, J., Zhang, T., & Bilgihain, A. (2015). Customer loyalty: A review
and future directions with a special focus on the hospitality industry.
International Journal of Contemporary Hospitality Management.
Kaplan, A., & Haenlein, M. (2010). Users of the World, Unite! The Challenges
and Opportunities of Social Media. Business Horizon.

104
Kartajaya, H. (2010). Brand Operation. Jakarta: Esensi Erlangga Group.
Keller, K. (2009). Manajemen Pemasaran. Edisi kedua. Jakarta: Kelompok
Gramedia.
Keller, K. L. (1993). Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based
Brand Equity. Journal of Marketing, 57(1), 1–22. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.2307/1252054
Keller, K. L. (2003). Brand Synthesis: The Multidimensionality of Brand
Knowledge. Journal of Consumer Research, 29(4), 595–600. Diambil
kembali dari https://doi.org/10.1086/346254
Keller, K. L. (2008). Strategic Brand Management: Building, Measuring and
Managing Brand Equity. New Jersey: Pearson Education.
Kevin, Z., Kraemer, K. L., & Xu, S. (2006). he Process of Innovation
Assimilation by Firms in Different Countries: A Technology Diffusion
Perspective on E-Business. Management Science.
Khuong, M. N., & Duyen, H. M. (2016). Personal Factors Affecting Consumer
Purchase Decision towards Men Skin Care Products — A Study in Ho Chi
Minh City, Vietnam. International Journal of Trade, Economics and
Finance, 7(2), 44–50.
Kim, A. J., & Ko, E. (2012). Do social media marketing activities enhance
customer equity? An empirical study of luxury fashion brand. Journal of
Business Research.
Kotler, P. d. (2014). Principles of Marketing, 12th Edition. Jakarta: Erlangga.
Kotler, P., & Armstrong, G. (2012). Principles of Marketing. New Jersey:
Prentice-Hall International.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2011). Manajemen Pemasaran (3rd ed.). Jakarta:
Erlangga.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Manajemen Pemasaran Edisi 12. Jakarta:
Erlangga.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management (15th ed.). New
Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc.
Kudeshia, C., & Kumah, A. (2017). Social eWOM: does it affect the brand
attitude and purchase intention of brands?

105
Kumar, B., Asheq, A. A., & Rahaman, M. (2019). Determinants of Social Media
Marketing Adoption among Smes: A Conceptual Framework. Academy of
Marketing Studies Journal.
Laksamana, P. (2018). International Review of Management and. IMPACT OF
SOCIAL MEDIA MARKETING ON PURCHASE INTENTION AND
BRAND LOYALTY: EVIDENCE FROM INDONESIA’S BANKING
INDUSTRY.
Lee, C. S., & Ma, L. (2012). News sharing in social media: The effect of
gratifications and prior experience. Computers in Human Behavior.
Li, C. &. (2011). Groundswell- Winning in a world transformed by social
technologies.
Lim, Y. J., & et al. (2016). Factors Influencing Online Shopping Behavior: The
Mediating Role of Purchase Intention. Procedia Economics and Finance,
35, 401–410. Retrieved from https://doi.org/10.1016/s2212-
5671(16)00050-2
Luo, X., Zhang, J., & Duan, W. (2013). Social Media and Firm Equity Value.
Information Systems Research.
Lyold, A., & Luk, S. T. (2010). The Devil Wears Prada or Zara: A Revelation into
Customer Perceived Value of Luxury and Mass Fashion Brands*. Journal
of Global Fashion Markting.
Malhotra, N. K. (2015). Essential of Markting Research (Global Edition).
England: Pearson Education Limited.
Malik, M. (2013). Importance of brand awareness and brand loyalty in assessing
purchase intentions of consumer.
Manthiou, A., Chiang, L., & Tang, L. (2013). Identifying and Responding to
Customer Needs on Facebook Fan Pages. International Journal of
Technology and Human Interaction.
Mason, R. B. (2008). Word of mouth as a promotional tool for turbulent markets.
Journal of Marketing Communications.
Mccan, M., & Barlow, A. (2015). Use and measurement of social media for
SMEs. Journal of Small Business and Enterprise Development.
Merrilees, B. (2016). Interactive brand experience pathways to customer-brand
engagement and value co-creation. Journal of Product & Brand
Management.

106
Milewicz, C., & Saxby, C. (2013). Leaders’ Social Media Usage Intentions for in‐
bound Customer Communications. Management Research Review, 36(9),
849–867. Retrieved from https://doi.org/10.1108/MRR-03-2012-0049
Momani, A. (2015). The Impact of Brand Dimension on the Purchasing Decision
Making of the Jordanian Consumer for Shopping Goods. International
Journal of Business and Social, 6. Diambil kembali dari
www.ijbssnet.com
Murphy, P. E. (1986). Classifying products strategically. . Journal of Marketing.
Mutinga, D., Moorman, M., & Smit, E. G. (2011). Introducing COBRAs:
Exploring motivations for Brand-Related social media use. International
Journal of Advertising.
Namaan, M., Gravano, L., & Becker, H. (2011). Hip and Trendy: Characterizing
Emerging Trends on Twitter. Journal of the American Society for
Information Science and Technology.
Narimawati, U. (2010). Metodologi Penelitian : Dasar Penyusun Penelitian.
Jakarta: Genesis.
Nasional, D. P. (2017). Jumlah Homeschooling di Indonesia. Jakarta.
Nasional, D. P. (2017). Jumlah Homeschooling di Indonesia. Jakarta.
Nasution, E. H., & Musnadi, S. (2018). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA DAN DAMPAKNYA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI KANWIL DIREKTORAT
JENDERAL KEKAYAAN NEGARA ACEH. Jurnal Magister
Management.
Nazari, M., & Elahi, M. (2011). A Study of Consumer Preferences for Higher
Education Institutes in Tehran through Conjoint Analysis. Journal of
Management Research, 4. Retrieved from
https://doi.org/10.5296/jmr.v4i1.1082
Nia Budi Puspitasari, S. N. (2018). Consumer’s Buying Decision-Making Process
in E-Commerce. The 2nd International Conference on Energy,
Environmental and Information System (ICENIS 2017).
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Osei, B., & Abenyin, A. (2016). Applying the Engell–Kollat–Blackwell Model in
Understanding International Tourists’ Use of Social Media for Travel

107
Decision to Ghana. Information Technology & Tourism, 16. Retrieved
from https://doi.org/10.1007/s40558-016-0055-2
Palmatier, R., Dant, R. P., & Grewal, D. (2006). Factors Influencing the
Effectiveness of Relationship Marketing: A Meta-Analysis. SSRN
Electronic Journal.
Pfeffer, J., & Carley, K. M. (2013). Understanding online firestorms: Negative
word-of-mouth dynamics in social media networks. Journal of Marketing
Communications.
Pierre R. Berthon, L. F. (2007). When customers get clever: Managerial
approaches to dealing with creative consumers.
Prasad, R., & Jha, M. (2014). Consumer buying decisions models: A descriptive
study. International Journal of Innovation and Applied Studies, 6(2028–
9324).
Priansa, D. J. (2017). Perilaku Konsumen dalam Bisnis Kontemporer. Bandung:
Alfabeta.
Qashou, A., & Saleh, Y. (2018). E-marketing implementation in small and
medium-sized restaurants in Palestine. Arab Economic and Business
Journal.
Rahayu, R., & Day, J. (2015). Determinant Factors of E-commerce Adoption by
SMEs in Developing Country: Evidence from Indonesia. Procedia -
Social and Behavioral Sciences.
Rahmah, Y. (2020). THE EFFECT OF BRAND EQUITY ON BRAND TRUST
WITH BRAND REPUTATION AS A MEDIATING VARIABLE
(STUDY ON COSTUMERS OF SATE KMS IN PADANG CITY).
Ramdani, B., Chevers, D., & Williams, D. A. (2013). SMEs' adoption of
enterprise applications: A technology-organisation-environment model.
Journal of Small Business and Enterprise Development.
Rangkuti, F. (2012). Studi Kelayakan Bisnis & Investasi. . Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Rivero, L. (2008). The Homeschooling Option. New York: Palgrave Macmillan.
Rivero, S. (2020). Oke. Jakarta: Erlangga.
Roger. (2003). DETAILED REVIEW OF ROGERS’ DIFFUSION OF
INNOVATIONS THEORY. The Turkish Online Journal of Educational
Technology.
108
Rowley, J. (2005). The four Cs of customer loyalty. Marketing Intelligence &
Planning.
Rust, R. T., Lemon, K. L., & Zeitahaml, V. A. (2004). Return on Marketing:
Using Customer Equity To Focus Marketing Strategy. Journal of
Marketing.
Sangar, K. (2012). Gucci – Social media marketing strategies using internet and
social networking sites. Journal of Interactive Advertising,.
Santoso, S. (2011). Structural Equation Modeling (Konsep dan Aplikasi dengan
AMOS 18). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Santoso, S. (2015). Structural Equation Modelling untuk AMOS 22. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Santoso, S. (2018). Konsep Dasar dan Aplikasi SEM dengan AMOS 24. Jakarta:
PT Eley Media Komputindo.
Sastroasmoro, S. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto.
Sekaran, U. (2003). Research Methods For Business: A Skill Building. New York-
USA: John Wiley and Sons, Inc.
Sharma, S. V. (2012). 5th IIMA Conference on Marketing in Emerging
Economies. An Empirical Study on Social Media Behaviour of Consumers
and Social Media Marketing Practices of Marketers.
Soegoto, E. S. (2008). Marketing Research The Smart Way to Solve a Problem.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
Sugiyono. (2012). Sugiyono. Bandung: ALFABETA.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sumarwan, U. (2003). Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.

109
Tabachnick, & Fidell. (2013). Using Multivariate Statisrics, Sixth Edition.
Boston: Pearson Education,Inc.
Tajeddini, K., & Nikdavoodi, J. (2014). Cosmetic Buying Behavior: Examining
The Effective Factors. Journal of Global Scholars of Marketing Science,
24, 395–410. Retrieved from
https://doi.org/10.1080/21639159.2014.949034
Teas, R., & Agarwal, S. (2000). The Effects of Extrinsic Product Cues on
Consumers’ Perceptions of Quality, Sacrifice, and Value. Journal of the
Academy of Marketing Science.
Teixeira, T. S. (2014). The Rising Cost of Consumer Attention: Why You Should
Care and What You Can Do about It. Harvard Business School.
Tjiptono, F. (2014). Pemasaran Jasa – Prinsip, Penerapan, dan Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset.
Tugrul, T. O. (2015). Handbook of Research on Integrating Social Media into
Strategic Marketing. United Kingdom: Newcastle University Business
School.
Umar, H. (2011). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi 11.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada .
Ural, T., & Yuksel, D. (2015). The Mediating Roles of Perceived Customer
Equity Drivers between Social media Marketing Activities and Purchase
Intention A Study on Turkish Culture. International Journal of
Economics, Commerce and Managemen.
Usman, S. (2004). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Valtari, M., & Kärkkäinen, S. (2016). Sosiaalinen Media Suomessa 2017. Diambil
kembali dari LM Someco: lmsomeco.fi
Vinerean, S. (2017). Importance of Strategic Social Media Marketing. Expert
Journal of Marketing, 5(2), 28–35. Diambil kembali dari
https://ideas.repec.org/a/exp/mkting/v5y2017i2p2835.html
Wang, Y., Po-Lo, H., & Yang, Y. (2004). An Integrated Framework for Service
Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China's
Telecommunication Industry. Information Systems Frontiers.
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

110
Wijaya, T. (2009). Analisis SEM dengan AMOS versi 18. Yogyakarta : Univ
Atmajaya.
Winatapradja, N. (2013). EKUITAS MEREK PENGARUHNYA TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK DONAT J.CO DONUTS &
COFFEE DI MANADO TOWN SQUARE. JURNAL EMBA: JURNAL
RISET EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS DAN AKUNTANSI.
Xu, B., & Chen, J. (2017). Consumer Purchase Decision- Making Process Based
on the Traditional Clothing Shopping Form. Journal of Fashion
Technology & Textile Engineering, 05(03). Retrieved from
https://doi.org/10.4172/2329-9568.1000156
Yadav, M., & Rahman, Z. (2017). Measuring Consumer Perception of Social
Media Marketing Activities in E-Commerce Industry: Scale Development
& Validation. Telematics and Informatics.
Zeithaml, V. A. (1988). Consumer Perceptions of Price, Quality and Value: A
Means-End Model and Synthesis of Evidence. Journal of Marketing.
Zhu, Y. Q., & Chen, H. G. (2015). Social Media and Human Need Satisfaction:
Implications for Social Media Marketing. Business Horizons.

111

Anda mungkin juga menyukai