Anda di halaman 1dari 40

METODELOGI PENELITIAN DAN ILMU KOMPUTER

UJIAN AKHIR SEMESTER


“Menyusun Draft Proposal”

Topik Penelitian :

Implementasi Aplikasi Pengembangan Dengan Model Pembelajaran Think Pair Share


(TPS) Berbasis Assessment As Learning Untuk Meningkatkan Metakognisi Peserta
Didik Di SMAN 3 Boyolali

Nama : Lilies Cahyanti


NIM : 201931272
Kelas :A

Dosen Pengampu :
Riki Ruli Affandi Siregar, S.Kom., M.Kom

S1 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TELEMATIKA ENERGI
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
2021
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan aplikasi pengembangan model


pembelajaran Think Pair Share (TPS) berbasis Assessment as Learning (AaL) yang valid dari
penilaian para ahli, praktis digunakan oleh pengguna, dan efektif untuk meningkatkan
metakognisi siswa SMAN 3 Boyolali. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keefektifan produk apakah siswa yang mengimplementasikan aplikasi pengembangan model
pembelajaran TPS berbasis AaL mempunyai metakognisi lebih baik daripada siswa yang
tidak mengimplementasikan aplikasi..
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian R & D (Riset and Development).
Prosedur penelitian yang digunakan yaitu: (1) studi pendahuluan mencakup penelitian awal,
analisis kebutuhan, dan studi literatur; (2) pengembangan produk mencakup produk teoritik,
produk prototipe, dan pengujian produk; (3) pengujian keampuhan produk; dan (5)
diseminasi dan implementasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 3
Boyolali tahun 2021/2022. Sampel pada penelitian ini sebanyak satu guru dan 215 siswa.
Pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling.
Hasil penelitian menujukkan bahwa modul interaktif yang dikembangkan memiliki
karakteristik sebagai berikut: (a) pembuatan produk menggunakan software macromedia
flash dan berbentuk .swf; (b) komponen produk berupa halaman utama, petunjuk, tokoh,
kompetensi inti dan kompetensi dasar, pembelajaran, soal, penilaian, dan kredit; (c) alur
pembelajaran berbasis AaL dengan langkah pembelajaran yang difasilitasi yaitu identifikasi
masalah, pemecahan masalah, penilaian diri sendiri, dan umpan balik; (d) memuat langkah
pembelajaran yang harus memenuhi kriteria lulus terlebih dahulu kemudian dapat
melanjutkan ke pembelajaran berikutnya; dan (e) cerita pada masalah dan soal latihan
menggunakan instrumen berupa komponen pengetahuan metakognisi dan pengalaman
metakognisi

Kata kunci : pengembangan, macromedia flash, think pair share, assessment as learning,
metakognisi

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nyalah, proposal ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodelogi
Penelitian dan Ilmu Komputer, pada semester V, di tahun ajaran 2020/2021, dengan judul
Implementasi Aplikasi Pengembangan Dengan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Berbasis Assessment As Learning Untuk Meningkatkan Metakognisi Peserta Didik Di Sman 3
Boyolali. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang
kemampuan metakognitif dapat mendorong perkembangan kognitif peserta didik. Kemampuan
metakognitif merupakan strategi sederhana, namun sangat kuat untuk meningatkan daya pikir
peserta didik dan kemampuan belajar.
Dalam penyelesaian proposal ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya proposal ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Riki Ruli Affandi Siregar, S.Kom., M.Kom, yang tidak lelah dan bosan untuk
memberikan arahan dan bimbingan kepada kami setiap saat.
2. Orang Tua dan keluarga kami tercinta yang banyak memberikan motivasi dan dorongan
serta bantuan, baik secara moral maupun spiritual.
3. Narasumber terpecaya dalam penelitian ini yang sudah banyak membantu dan guru
Matematika SMAN 3 Boyolali atas wawancaranya, serta semua pihak yang ikut membantu
dalam pencarian data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, cetak
maupun elektronik, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Terima kasih atas semuanya.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
proposal ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan proposal yang lebih baik lagi di masa
yang akan datang. Harapan kami, semoga proposal yang sederhana ini, dapat memberi
kesadaran tersendiri bagi generasi muda bahwa kita juga harus meningkatkan dan
menumbuhkan rasa minat belajar terhadap mata pelajaran tanpa ada rasa bosan.

Penyusun,
Lilies Cahyanti

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL ................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7


2.1 Kajian Pustaka ......................................................................................... 7
2.2 Landasan Teori ........................................................................................ 7
2.2.1 Pengertian Assessment as Learning ........................................... 7
2.2.2 Model Pembelajaran Think Pair Share ..................................... 8
2.2.3 Metakognisi ............................................................................... 10
2.2.4 Pengembangan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) berbasis
Assessment As Learning ............................................................ 13
2.2.5 Kerangka Berpikir ..................................................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 19


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 19
3.2 Desain Penelitian ...................................................................................... 19
3.2.1 Flowchart .................................................................................... 19
3.2.2 Use Case Diagram ...................................................................... 20
3.2.3 Activity Diagram ......................................................................... 20
3.2.4 Deployment Diagram ................................................................... 21
3.2.5 Design Aplikasi menggunakan Macromedia Flash 8 .................. 22
3.3 Metode Pengumpulan ............................................................................... 25
3.3.1 Analisis Data ............................................................................... 25
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 27

iv
3.3.3 Teknik Analisis Data ................................................................... 28
3.3.4 Jadwal Penelitian ......................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31


LAMPIRAN........................................................................................................... 33

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Kerangka Pikir ............................................................. 12

3.1 Metode SDLC Waterfall ......................................................... 14

3.2 Rancangan Usecase Diagram Aplikasi Modul Interaktif ........ 15

3.3 Rancangan Activity Diagram Aplikasi Modul Interaktif ....... 17

3.4 Rancangan Deployment Diagram Aplikasi ............................ 18

3.5 Tampilan Design ..................................................................... 53

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator Proses Metakognisi.................................................. 12

2.2 Gambaran Aktivitas Peserta Didik .......................................... 15

3.1 Kriteria Penilaian Lembar Validasi Ahli................................. 29

3.2 Kriteria Penilaian Kelayakan oleh Peserta Didik .................... 29

3.3 Jadwal Penelitian ..................................................................... 30

vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awal Abad 21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat
kompleks sehingga banyak hal yang harus diperbaiki jika ingin negaranya
berkembang. Pendidikan nasional di abad ini dituntut harus lebih kompetitif lagi dalam
mencetak SDM agar dapat bersaingan secara global. Berdasarkan sejumlah perubahan
yang harus dilakukan, perbaikan SDM adalah salah satu hal yang harus diperhatikan.
Salah satu perbaikan tersebut dapat terlaksana dengan cara mengubah metode
pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada. Hal tersebut dilakukan untuk
membentuk generasi dengan empat kompetensi baru sejak dini. Ditjen Pendidikan
Dasar dan Menengah (2017:6) dalam Panduan Implementasi Kecakapan Abad 21
menegaskan keempat kompetensi tersebut meliputi 1) Kecakapan berpikir kritis dan
pemecahan masalah, 2) Kecakapan berkomuniakasi, 3) Kreativitas dan inovasi, 4)
Kolaborasi. Keempat kecakapan atau kemampuan peserta didik tersebut dibina dan
dikembangkan di dalam setiap mata pelajaran.

Berdasarkan PISA (Programmer for International Student Assessment) yang


memiliki skor rata-rata internasional untuk matematika tahun 2020 yakni 490,
sedangkan Indonesia pada tahun tersebut memiliki skor rata-rata matematika adalah
386. Kemudian skor rata-rata internasional untuk matematika tahun 2018 yakni 489,
sedangkan Indonesia pada tahun tersebut memiliki skor rata-rata matematika adalah
379. Hasil penelitian dari PISA tersebut menunjukkan bahwa skor rata-rata untuk
pelajaran matematika mengalami penurunan.

Rendahnya kemampuan matematika di Indonesia juga tercermin pada hasil


ujian nasional 2020/2021 untuk jenjang SMA/MAN menyebutkan bahwa untuk nilai
rata-rata mata pelajaran Matematika menduduki peringkat paling terendah
dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya yaitu 46,65% sedangkan Bahasa indonesia
66,13 %, Bahasa inggris 49,76%, dan IPA 49,11%. Hal ini mengindikasikan masih
belum memuaskan hasil belajar matematika yang dicapai. Hamruni (2009:147)
menyatakan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan ialah lemahnya
proses pembelajaran.

1
Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu tipe pembelajaran yang
mengakomodasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan
keterlibatan peserta didik akan menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna.
Azlina (2010) menjelaskan bahwa :

Think-Pair-Share is a cooperativ learning technique which is said as a multi-mode


discussion cycle in which student listen to a question or presentation, have time to think
individually, talk with each other in pairs, and finally share responses with the larger
group. It is a learning technique that provides processing time and builds in wait-time
which enhances the depth and breadth of thinking.

Azlina menjelaskan bahwa TPS merupakan teknik pembelajaran kooperatif yang


dikatakan sebagai multi-mode siklus diskusi dimana peserta didik mendengarkan
pertanyaan atau presentasi, punya waktu untuk berpikir secara individual, berbicara
satu sama lain secara berpasangan, dan akhirnya berbagi tanggapan dengan kelompok
yang lebih besar. Ini adalah teknik pembelajaran yang menyediakan waktu dan
membangun pengolahan waktu untuk meningkatkan kedalaman dan luasnya berpikir.

Beberapa keunggulan pembelajaran TPS ialah adanya interaksi antara peserta


didik melalui diskusi untuk menyelesaikan masalah akan meningkatkan keterampilan
sosial peserta didik, baik peserta didik yang pandai maupun peserta didik yang kurang
pandai sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar kooperatif. Arends
(Trianto, 2011:81) menyatakan bahwa TPS (Think Pair Share) merupakan suatu cara
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Model pembelajaran ini dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik dimana dalam proses pembelajaran peserta
didik berpasangan, sehingga peserta didik dapat berdiskusi dan memberikan
kesempatan kepada anggotanya untuk memberikan ide dan mempertimbangkan
jawaban yang tepat untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas, serta
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Model ini pertama kali
dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Marryland. Model ini
memberikan peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain. Keunggulan lain dari TPS (Think Pair Share) ini adalah optimalisasi
partisipasi peserta didik. Karena dalam berkelompok hanya terdiri dari dua orang
peserta didik, sehingga menuntut kepada semua peserta didik untuk aktif memberikan
pendapatnya agar jika kelompok tersebut di minta untuk menyampaikan pendapatnya

2
agar jika kelompok yang memberikan ide maka akan semakin banyak pula pengetahuan
yang diperoleh oleh peserta didik.

Charles & O’Daffer (dalam Haryani, 2011) mengungkapkan bahwa satu di


antara tujuan diajarkannya pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah
untuk mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Lester (Gartman dan Freiberg, 1993) bahwa tujuan utama mengajarkan
pemecahan masalah dalam matematika adalah tidak hanya untuk melengkapi peserta
didik dengan sekumpulan keterampilan atau proses, tetapi lebih kepada memungkinkan
peserta didik berpikir tentang apa yang dipikirkannya. Proses menyadari dan mengatur
berpikir peserta didik itu sendiri, dikenal sebagai metakognisi, termasuk di dalamnya
adalah berpikir tentang bagaimana peserta didik membuat pendekatan terhadap
masalah, memilih strategi yang digunakan untuk menemukan pemecahan, dan bertanya
kepada diri sendiri tentang masalah tersebut (Gartman dan Freiberg, 1993). Sehingga
dapat dikatakan kemampuan metakognisi yang dimiliki peserta didik perlu
ditingkatkan.

Kemampuan metakognitif dikenal sebagai proses menyadari dan mengontrol


pikiran peserta didik sendiri. Termasuk didalamnya proses tersebut adalah berpikir
tentang bagaimana peserta didik membuat pendekatan terhadap masalah, memilih
strategi yang digunakan untuk menemukan pemecahan, dan bertanya kepada diri
sendiri tentang masalah tersebut (Gartman dan Freiberg, 1993:45). Oleh karena itu
metakognisi mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran matematika
khususnya dalam menyelesaikan masalah. Peserta didik akan sadar tentang proses
berpikirnya dan mengevaluasi dirinya sendiri terhadap hasil proses berpikirnya,
sehingga hal tersebut akan memperkecil kesalahan siswa dalam menyelesaikan
masalah.

Berdasarkan informasi penelitian yang diperoleh di SMAN 3 Boyolali melalui


observasi dan wawancara dengan salah satu guru matematika kelas X MIPA SMAN 3
Boyolali ditemukan beberapa masalah, diantaranya adalah sebagain besar peserta didik
menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit di mengerti dan tidak
disukai. Banyak peserta didik yang setelah belajar matematika, tidak mampu
memahami bahkan pada bagian yang sederhana sekalipun. Mereka merasa banyak
mengalami kesulitan ketika belajar dan menyelesaiakan masalah matematika. Selain itu

3
juga ditemukan terdapat peserta didik yang terlihat aktif dan antusias dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran dikelas tetapi nialai ulangan matematika yang mereka peroleh
kurang baik dan belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kurangnya kesadaran peserta didik dalam mengolah dan
memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga peserta didik kesulitan
menyusun strategi dalam menyelesaikan masalah matematika.

Hal itu sangatlah disayangkan, karena kemampuan metakognitif dapat


mendorong perkembangan kognitif peserta didik. Kemampuan metakognitif
merupakan strategi sederhana, namun sangat kuat untuk meningatkan daya pikir peserta
didik dan kemampuan belajar. Lebih lanjut, kurangnya pengembangan keterampilan
metakognitif dikhawatirkan menurunkan kualitas pendidikan matematika sehingga
tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Kurangnya kesadaran belajar peserta didik
dalam pembelajar menyebabkan hasil yang diperoleh tidak optimal hal tersebut
dikarenakan belumnya diterapkan penilaian Assessment as Learning dalam proses
pembelajaran sehingga peserta didik memiliki kemampuan metakognitif yang rendah.

Melihat fenomena yang ada, sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas


pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran perlu dikembangkan suatu model
pembelajaran yang disesuaikan dengan Assessment as Learning untuk dapat
mengetahui kemampuan peserta didik itu sendiri sehingga mampu menyelesaikan
masalah berdasarkan permasalahannya sendiri secara efektif menggunakan aplikasi.
Dalam hal ini, alternatif yang dapat ditawarkan adalah melalui pengembangan model
pembelajaran Think Pair Share yang berbasis Assessment as Learning. Berdasarkan
uraian permasalahan diatas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah

1.2.1 Bagaimana proses implementasi aplikasi pengembangan model pembelajaran Think


Pair Share berbasis Assessment as Learning untuk meningkatkan kemampuan
metakognisi peserta didik SMAN 3 Boyolali?
1.2.2 Bagaimana kelayakan aplikasi untuk pengembangan model pembelajaran Think Pair
Share berbasis Assessment as Learning untuk meningkatkan kemampuan metakognisi
peserta didik SMAN 3 Boyolali?

4
1.2.3 Bagaimana efektivitas aplikasi pengembangan model pembelajaran Think Pair Share
berbasis Assessment as Learning untuk meningkatkan kemampuan metakognitif
peserta didik SMAN 3 Boyolali?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah
1.3.1 Untuk mengetahui proses implementasi aplikasi pengembangan model pembelajaran
Think Pair Share berbasis Assessment as Learning untuk meningkatkan kemampuan
metakognisi peserta didik SMAN 3 Boyolali.
1.3.2 Untuk mengetahui kelayakan aplikasi untuk pengembangan model pembelajaran Think
Pair Share berbasis Assessment as Learning untuk meningkatkan kemampuan
metakognisi peserta didik SMAN 3 Boyolali.
1.3.3 Untuk mengetahui efektivitas aplikasi pengembangan model pembelajaran Think Pair
Share berbasis Assessment as Learning untuk meningkatkan kemampuan metakognitif
peserta didik SMAN 3 Boyolali.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini minimal dapat menemukan teori baru untuk
memanfaatkan model pembelajaran Think Pair Share yang berbasis Asssessment as
Learning yang dapat digunakan untuk peningkatan kemampuan metakognisi peserta
didik.
1.4.2 Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak, misalnya:
- Bagi Peneliti: mendapatkan kesempatan dan pengalaman dalam merancang dan
membuat aplikasi dengan model pembelajaran baru yang disesuaikan dengan
karakteristik materi dan metakognisi.
- Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan
model pembelajaran khususnya berbasis Assessment as Learning yang dapat
merangsang bagaimana merancang strategi pemecahan masalah, upaya yang
dilakukan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan dapat menilai sendiri
kemampuan yang dimiliki peserta didik sehingga dapat meningkatkan kemampuan
metakognitif.

5
- Bagi peserta didik, diharapkan dengan adanya pengembangan model pembelajaran
ini mampu mengoptimalkan kemampuan metakognisi.
- Bagi instansi dan lembaga penelitian, penelitian ini diharapkan juga berguna bagi
instansi dan lembaga penelitian untuk menyediakan koleksi model pembelajaran
yang inovatif, praktis, dan menyenangkan bagi peserta didik untuk dipelajari.

1.5 Batasan Masalah


Agar penelitian ini tidak menyimpang dari rumusan di atas maka di perlukan batasan-
batasan masalah penelitian sebagai berikut:
1.5.1 Pada penelitian ini menggunakan assessment yang berupa Assessment as Learning.
1.5.2 Penilaian ini berfokus pada penilaian kognitif peserta didik serta mampu mengatur diri
sendiri (self regulation).
1.5.3 Model yang digunakan berfokus pada think pair share (TPS) yang berbasis Assessment
as Learning terhadap peningkatan kemampuan metakognisi peserta didik SMAN 3
Boyolali.
1.5.4 Model ataupun bahan ajar pembelajaran yang digunakan berupa Think Pair Share
(TPS).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian yang Relevan


2.1.1 Penelitian yang dilakukan oleh Ngozi (2009) yang melakukan penelitian eksperimental
dengan membandingkan strategi metakognitif, TPS dan pembelajaran langsung dengan
hasil yang mengungkapkan bahwa strategi metakognitif yang paling efektif dalam
meningkatkan prestasi akademik yang diikuti oleh TPS. Persamaan dengan penelitian
ini adalah pada model pembelajaran yang digunakan yaitu TPS dan metakognitif.
Sedangkan perbedaannya terletak pada metode yang digunakan. Dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian pengembangan.
2.1.2 Penelitian yang dilakukan oleh Putra Adi Wibowo (2014), dengan judul
“Pengembangan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) berbasis Assessment as
Learning (AaL) melalui Penilaian Teman Sejawat untuk Pembelajaran Matematika
pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di SMP/Mts Kelas VIII
se-Kabupaten Magel”. Penelitian ini menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik yang
diberikan perlakukan model pembelajaran TPS berbasis AfL melalui penilaian tema
sejawat lebih baik dari peserta didik yang diberi perlakuan model TPS.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Assessment as Learning
Menurut Earl (2006: 7), Asessment of Learning adalah asesmen yang
digunakan untuk mengkonfirmasi apa yang peserta didik ketahui, untuk menunjukkan
apakah telah memenuhi standar dan/atau menunjukkan kedudukan peserta didik dengan
peserta didik lain. Kemudian, Assessment for Learning adalah asesmen yang rancang
untuk memberikan informasi kepada guru untuk memodifikasi kegiatan
pembelajarannya, membedakan dan memahami cara peserta didik melakukan
pendekatan belajar. Selanjutnya, Assessment as Learning adalah bagian dari assessment
for learning yang menekankan pada penggunaan asesmen sebagai proses
mengembangkan dan mendukung metakognisi peserta didik, dalam pengertian peserta
didik diberi kesempatan dan dibimbing untuk melakukan pemantauan dan
menggunakan hasil pemantuan untuk memperbaiki belajarnya. Assessment as
Learning memberikan pengalaman peserta didik untuk belajar menjadi penilai bagi
dirinya sendiri. Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antar teman merupakan
contoh assessment as learning. Dalam Assessment as Learning peserta didik juga dapat
dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman

7
penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan agar
memperoleh capaian belajar yang maksimal.

2.2.2 Model Pembelajaran Think Pair Share


Pembelajaran TPS merupakan salah satu tipe Cooperative Learning. Dalam
cooperative learning efeknya berdampak positif dalam proses berlangsungnya
pembelajaran. Seperti diungkapkan oleh Gerald (1997) bahwa :
Cooperative learning has een advocated as an instruction methodology because of
its effect on achievement and on other attributes that accompany the acquisition of
knowledge, including motivation, classroom socialization, the student’s confidence in
learning, and attitude toward the subject being learned.

Pembelajaran kooperatif telah dianjurkan sebagai metodelogi pembelajaran karena


efeknya pada prestasi dan atribut lain yang menyertai perolehan pengetahuan, temasuk
motivasi, sosialisasi kelas, kepercayaan diri peserta didik dalam belajar, dan sikap
terhadap subjek yang dipelajari. Sejalan dengan hal tersebut, Tan et.al (1999) juga
menyatakan bahwa :

“In cooperative learning, students have more opportunities to talk and to share
ideas, This interaction with groupmates encourages students to restructure their ideas.
Byworking in groups, students enjoy more opportunity to see how their peers think and
create new ideas. Cooperative learnin can foster provides student with a stronger
knowledge base from which to explore concepts.”

Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik memiliki lebih banyak kesempatan


untuk berbicara dan berbagi ide. Interaksi ini dengan kelompoknya mendorong peserta
didik untuk merekonstruksi ide-ide mereka. Dengan bekerja dalam keompok, peserta
didik menikmati lebih banyak kesempatan untuk melihat bagaimana rekan-
rekanmereka berpikir dan menciptakan ide-ide baru. Pembelajaran kooperatif dapat
mendorong peserta didik dengan memberikan pengetahuan dasar yang lebih kuat dari
mengeksplorasi konsep.
Think-Pair-Share activities pose a question to students that they must consider
alone and the discuss with a neighbor before settling on a final answer
(https://serc.carleton .edu/introgeo/interactive/tpshare.html).
Kegiatan TPS mengajukan pertanyaan kepada peserta didik bahwa mereka harus
mempertimbangkan sendiri dan kemudian mendiskusikan dengan tetangga, yaitu
pasangannya sebelumnya menetapkannya pada jawaban akhir, Pembelajaran dengan

8
TPS merupakan pembelajaran sederhana namun sangat bermanfaat, karena adanya
saling kerjasama dengan pasangan kelompoknya dalam aktivitas pembelajaran. Slavin
(2005:257) menyatakan bahwa ketika guru menyampaikan pelajaran, peserta didik
duduk berpasangan. Guru memberikan pertanyaan kemudian peserta didik diminta
untuk memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangannya
menetapkan kesepakatan jawaban. Akhirnya guru meminta peserta didik untuk berbagi
jwaban kepada kelas.
Selain itu, Tiur (2013) memberikan pernyataan bahwa:
Think Pair Share (TPS) is one of the cooperative Learnign methods which poses a
challenging or open-ended question and gives students a half to one minute to think
about the question. Students tehn pair with a collaborative group member or neighbor
sitting near by and discuss their edeas about the question for several minutes. The think-
pair-share structure gives all students the opportunity to disscuss their ideas.
Menurut Tiur, TPS merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
menantang atau memberi pertanyaan terbuka dan memberi peserta didik setengah
sampai satu menit untuk memikirkan pertanyan itu. Peserta didik kemudian
berpasangan dengan anggota kelompok kolaboratif atau tetangga yang duduk
didekatnya dan mendiskusikan ide-ide mereka tentang pertanyaan selama beberapa
menit. Struktur TPS memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk
mendiskusikan ide-ide mereka.
Arends (2007:354) memberikan langkah-langkah dalam pembelajaran TPS, yaitu
1) Berpikir.
Guru menimbulkan sebuah pertanyaan atau sebuah isu terkait dengan pelajaran dan
meminta peserta didik untuk menggunakan waktu dalam beberapa menit untuk
memikirkan sendiri tentang jawaban atau masalah ini (Thinking.The teacher poses a
question or an issue associated withthe lesson and asks students to spend a minute
thinking alone about the answer or the issue)
2) Berpasangan.
Selanjutnya guru meminta peserta didikuntuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka pikirkan. Interaksi selama periode ini dapat digunakan untuk berbagi
jawaban jika pertanyaan telah diajukan atau berbagi ide jika masalah khusus yang
diidentifikasi. Biasanya gur tidak lebih dari empat atau lima menit untuk melaksanakan
proses tahap ini

9
(Pairing. Next the teacher asks students to pairr off and discuss what they have
been thinking about.interaction during this period can be sharing answera if a question
has been posed or sharing ideas if a specific issue was identified. Usually teachers no
more than four or five minutes for pairing)
3) Berbagi.
Pada langkah terakhir, guru meminta pasangan untuk berbagi apa yang telah
mereka bicarakan dengan seluruh kelas. Itu efektif untuk hanya pergi diseluruh ruangan
dari pasangan untuk pasangan dan melanjutkan sampai sekitar seperempat atau
setengah dari pasangan memiliki kesempatan untuk melaporkan (Sharing. In the final
step, the teachers asks the pairs to share what they have been talking about with the
whole class. It is effective to simply go arround the room from pair and continue until
about a fourth ar a half of the pair have had a chace to report)
Dalam penelitiam ini, tahapan TPS merujuk pada tahapan yang disampaikan oleh
Arends. Namun, disamping beberapa keunggulan mengenai model TPS seperti yang
dijelaskan sebelumnya, ada beberapa kendala yang dialami ketika model TPS
diterapkan, diantaranya yaitu (1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor,
(2) lebih sedikit ide yang muncul, (3) jika ada perselisihan tidak ada penengah
(Lie:2008).
2.2.3 Metakognisi
a. Pengertian Metakognisi
Konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh john flavell pada tahun
1976 yang didasarkan pada konsep metamemori. Metakognisi terdiri dari imbuhan
“meta” dan “kognisi”. Meta merupakan awalan untuk kognisi yang artinya “sesudah”
kognisi. Penambahan awalan “meta” pada kognisi untuk merefleksikan ide bahwa
metakognisi diartikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang
pengetahuan atau berpikir tentang berpikir. Sedangkan Flavell mendefinisikan
metakognisi sebagai pengetahuan dan kognisi tentang obyek-obyek kognitif, yaitu
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kognisi (Desmita, 2010:132).
Metakognisi mempunyai peranan sebagai suatu bentuk representasi kognisi yang
didasarkan pada proses memonitor dan mengontrol berdasarkan representasi kognisi.
Flavell dan brown mengungkapkan bahwa ada 3 komponen yang digunakan, yakni
perencanaan diri (self-planning), pemantauan diri (self-monitoring) dan penilaian diri
(self-evaluation).

10
Sedangkan Metakognitif berhubungan dengan berpikir peserta didik tentang
mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertenu
dengan tepat. Oleh karena itu pembelajar dapat diajarkan strategi-strategi untuk menilai
pemahaman mereka sendiri, menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk
mempelajari sesuatu dan memilih rencana yang efektif untuk belajar atau memecahkan
masalah. (Trianto,2011:95).
Selanjutnya Blakey berpendapat bahwa “metacognition is thinking about
thinking, knowing what we know and what we don’t know” yang artinya metakognisi
merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.
Kemudian Tolga (2010:22) menjelaskan bahwa metakognitif sebagai pengetahuan
tentang kognisi dan regulasi kognisi, yaitu pengetahuan peserta didik tentang proses
kognisi dan kemampuan untuk mengendalikan dan memantau proses-proses kognisi
sebagai umpan balik yang diterima dari hasil pembelajaran. Terdapat korelasi yang kuat
antara pemecahan masalah dengan kemampuan metakognitif. Peserta didik yang
memiliki kemampuan metakognitif yang tinggi menjadi sukses dalam pemecahan
masalah.
Berdasarkan definisi metakognisi yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan kontrol seseorang
terhadap proses dan hasil berpikirnya sebagai umpan balik yang diterima dari hasil
pembelajaran.

b. Komponen Metakognisi
Secara lebih rinci Biryukov (2003) juga mengemukakan bahwa konsep
metakognisi merupakan dugaan pemikiran seseorang tentang pemikirannya yang
meliputi pengetahuan metakognisi (kesadaran seseorang tentang apa yang
diketahuinya), keterampilan metakognisi (kesadaran seseorang tentang sesuatu yang
dilakukannya) dan pengalaman metakognisi (kesadaran seseorang tentang kemampuan
kognisi yang dimilikinya).
Flavell dalam Gama (2004) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisiadalah
pengetahuan yang dimiliki seseorang dan tersimpan di dalam memori jangka panjang,
berarti pengetahuan tersebut dapat diaktifkan/ dipanggil kembali sebagai hasil dari
suatu pencarian memori yang dilakukan secara sadar dan disengaja, atau diaktifkan
tanpa sengaja atau secara otomatis muncul ketika seseorang dihadapkan pada
permasalahan tertentu. Pengetahuan metakognisi dapat digunakan tanpa disadari.
11
Karena itu, pengetahuan yang muncul melalui kesadaran dan dilakukan secara erulang
akan berubah menjadi sesuatu pengalaman, sehingga disebut pengalaman metakognisi.
Marzano dkk (1988) dalam Muhammad Romli (2010) menjelaskan bahwa
metakognisi mencakup dua komponen, (a) pengetahuan dan kontrol diri, dan (b)
pengetahuan dan kontrol proses. Peserta didik yang berhasil adalah peserta didik yang
secara sadar dapat memonitor dan mengontrol belajar mereka. Pusat dari pengetahuan
dan kontrol diri adalah komitmen, sikap, dan perhatian, Sedangkan elemen dari
pengetahuan dan kontrol proses adalah pengetahuan penting dalam metakognisi dan
kontrol pelaksanaan dariperilaku. Sedangkan Schoenfeld (1987) dalam Muhammad
Romli (2010) mengemukakan secara lebih spesifik tiga cara untuk menjelaskan tentang
metakognisi dalam pembelajaran matematika, yaitu: (a) keyakinan dan intuisi,
(b)pengetahuan, dan (c) kesadaran diri (regulasi diri).
Berdasarakan uraian di atas, komponen dari proses metakognisi yang akan
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga elemen yaitu: (1) menyusun strategi
atau rencana tindakan; (2) memonitor atau mengontrol tindakan; dan (3)
mengevaluasi atau menilai tindakan.
Indikator dari setiap komponen proses metakognisi tersebut berdasarkan
hasil penelitian Blakey dan Spence (1990) serta Huit (1997) dalam Muhammad
Romli (2010) disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Indikator Proses Metakognisi


Komponen Proses Indikator
Metakognisi
Menyusun strategi atau a. Peserta didik mengidentifikasi infor-
rencana tindakan masi pada suatu topik dan
menyatakan kembali dalam bentuk
yang lebih operasional

b. Peserta didik menggali pengetahuan


sebelumnya ketika mereka
menginterpretasi informasi yang
diberikan dan mengacu pada konsep
yang relevan sebelum pengembangan
rencana solusi

c. Peserta didik membuat prediksi


tentang informasi dalam masalah
yang akan dipecahkan berdasarkan
apa yang telah mereka baca.

12
Komponen Proses Indikator
Metakognisi
Memonitor atau me- a. Peserta didik menyelidiki suatu topik
ngontrol tindakan dengan menverifikasi, mengkla-
rifikasi dan mengembangkan, atau
mengubah pernyataan awal mereka
dengan informasi yang akurat.
b. Peserta didik menghasilkan
informasi baru dan menyatakan
masalah dengan gambar, simbol atau
tabel sebagaimana yang diorganisasi-
kannya menjadi suatu rencana
c. Peserta didik mengklasifikasikan ide-
ide yang terkait dengan meng-
identifikasi strategi yang digunakan
d. Peserta didik menginterpretasikan
hasil dan memformulasikan suatu
jawaban

Mengevaluasi atau a. Peserta didik mengevalasi keber-


menilai tindakan hasilan dan membuang strategi
strategi yang tepat.
b. Peserta didik mengindentifikasi
strategi yang dapat digunakan
kemudian dan mencari pendekatan
alternatif yang menjanjikan.

2.2.4 Pengembangan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) berbasis


Assessment As Learning
a. Pengertian Pengembangan
Menurut Barbara B. Seels & Rita Richey dalam Warsita (2008:38), pengembangan
adalah “proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik”. Berdasarkan
teori tersebut, maka terdapat suatu proses dalam pengembangan. Proses tersebut berisi
langkah-langkah yang disusun secara sistematis berdasarkan teori dan studi keilmuan
untuk menghasilkan suatu produk. Selain proses, dalam pengembangan juga terdapat
spesifikasi desain sebagai acuan untuk menghasilkan produk. Jelas terlihat bahwa dalam
membuat suatu produk harus terlebih dahulu merancang desain.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 disebutkan:
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya
untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.

13
Berdasarkan definisi tersebut, dikatakan bahwa pengembangan merupakan aplikasi
kegiatan ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya berdasarkan kaidah dan
teori dengan menyempurnakan produk teknologi yang telah ada ataupun menghasilkan
produk baru. Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer menurut Salim
(2002: 153), pengembangan berarti sebuah proses, cara atau suatu perbuatan
mengembangkan. Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu proses yang berisi
langkah-langkah kegiatan untuk mengembangkan.
Jadi, berdasarkan definisi pengembangan menurut beberapa ahli dapat disimpulkan
bahwa pengembangan adalah langkah-langkah yang direncanakan secara sistematis
untuk merealisasikan sebuah desain menjadi sebuah produk baru atau penyempurnaan
produk yang telah ada berdasarkan teori dan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
fungsi, manfaat dan hasil suatu produk.
b. Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif TPS (Think Pair Share) berbasis Assessment
As Learning
Setelah diuraikan mengenai TPS, AaL maka pembelajaran TPS berbasis AaL
merupakan aktifitas pembelajaran yang menerapkan prinsip berpikir, berpasangan dan
berbagi yang kemudian dikombinasikan dengan prinsip yang ada dalam AaL dengan cara
menginterpretasikan suatu bukti untuk digunakan oleh peserta didik serta gurunya dalam
rangka menentukan apakah pembelajaran akan dilanjut atau didalami sampai benar-benar
memahami atau berhasil dengan melibatkan peserta didik dalam menilai, memberi skor
ataupun umpan balik kepada teman sejawat lainnya. Kelemahan-kelemahan yang ada
pada model TPS ketika lebih sedikit ide yang muncul akan ditutupi saat proses Aal.
Selain itu ketika banyak kelompok yang perlu dimonitor,akan ditutupi ketika proses
penilaian teman sejawat dengan adanya pedoman penskoran serta guru sebagai fasilitator
akan mendampingi lebih intensif. Adapun rancangan langkah-langkah dalam model TPS
berbasis AaL yang dirancang peneliti berikut :
1) Guru menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran
2) Guru memberikan stimulus berupa masalah atau pertanyaan berkaitan dengan materi
pembelajaran
3) Guru meminta peserta didik untuk memikirkan permasalahan tersebut
4) Guru meminta peserta didik untuk berpasangan dan selanjutnya meminta untuk
berdiskusi atas apa yang telah dipikirkannya.
5) Guru meminta beberapa pasangan untuk menyampaikan hasil diskusinya
6) Guru memberikan soal kepada peserta didik untuk dikerjakan.

14
7) Guru mengarahkan peserta didik untuk mngoreksi lagi proses hasil pekerjaannya
apakah sudah tetap, menggunakan strategi penyelesaian yang efesian atau tidak,
8) Setelah itu hasil pekerjaannya dikumpulkan dan saling ditukarkan jawabannya
dengan teman sekelompoknya.
9) Guru membagi pedoman penilaian untuk dipakai peserta didik dalam melakukan
penilaian teman sejawat.
10) Hasil penilaian sejawat dikumpulkan.
11) Guru memberikan pekerjaan rumah, dan hasil penilaian sejawat diberi umpan balik
oleh guru, untuk dikembalikan keesokan harinya.

Kemudian berikut merupakan gambaran aktivitas peserta didik pada proses


pembelajaran dalam penelitian ini
Tabel 2.2 Gambaran aktivitas peserta didik pada proses Metakognisi dengan
menggunakan Model pembelajaran TPS

Komponen Proses Indikator Akitivitas


Metakognisi
Menyusun strategi a. Peserta didik a. Informasi apa saja
atau rencana mengidentifikasi informasi yang saya ketahui
tindakan pada suatu topik dan dari topik materi,
menyatakan kembali dalam materi, atau masalah
bentuk yang lebih operasional ini ?
b. Peserta didik menggali pe- b. Pengetahuan awal
ngetahuan sebelumnya ketika apa saja yang bisa
mereka menginterpretasi membantu saya
infor-masi yang diberikan dan untuk menyelesai-
me-ngacu pada konsep yang kan tugas ini ?
relevan sebelum pengem- c. Ke arah mana
bangan rencana solusi pemikiran ini akan
c. Peserta didik membuat membawa saya ?
prediksi tentang informasi d. Apa hal pertama yan
dalam masalah yang akan harus saya lakukan ?
dipecahkan berdasarkan apa e. Berapa lama saya
yang telah mereka baca. bisa menyelesaikan
tugas ini ?

Memonitor atau me- a. Peserta didik menyelidiki a. Bagaimana saya


ngontrol tindakan suatu topik dengan melakukannya ?
menverifikasi, mengklarifi- b. Apakah proses yang
kasi dan mengem-bangkan, saya kerjakan sudah
atau mengubah pernyataan benar ?
awal mereka dengan c. Bagaimana
informasi yang akurat. seharusnya saya
melakukannya ?

15
b. Peserta didik menghasilkan d. Informasi apa yang
informasi baru dan penting untuk
menyatakan masalah dengan diingat ?
gambar, simbol atau tabel e. Haruskah saya
sebagaimana yang mengganti cara saya
diorganisasikannya men-jadi dengan cara lain
suatu rencana yang sekiranya lebih
c. Peserta didik mengklasifika- efisien ?
sikan ide-ide yang terkait f. Haruskah saya mela-
dengan mengidentifikasi stra- kukan penyesuaian
tegi yang digunakan langkah berkaitan
d. Peserta didik menginterpre- dengan kesulitan ?
tasikan hasil dan memfor-
mulasikan suatu jawaban
Mengevaluasi atau a. Peserta didik mengevalasi a. Seberapa baik yang
menilai tindakan keberhasilan dan membuang bisa saya lakukan ?
strategi strategi yang tepat. b. Apakah pemikiran
b. Peserta didik menginden- khusus ini akan
tifikasi strategi yang dapat menghasilkan hasil
diguna-kan kemudian dan yang lebih atau
mencari pendekatan alternatif kurang dari yang
yang menjanjikan. saya harapkan ?
c. Apakah saya dapat
melakukan dengan
beberapa cara yang
berbeda ?

2.3 Kerangka Pemikiran


Pengembangan model pembelajaran Think Pair Share berbasis Assessment as Learning
dirancang untuk meningkatkan kemampuan metakognisi yang dimilikinya. Untuk itulah
dalam implementasinya model pembelajaran Think Pair Share merupakan model
pembelajaran kooperatif. Hal ini mengintegrasikan beberapa keterampilan yang diharapkan
dapat mengarahkan peserta didik agar dapat lebih aktif dan dapat mengoptimalkan
kemampuannya. Model pembelajaran Think Pair Share ini adalah salah satu model
pembelajaranyangterbagi menjadi tiga tahap yaitu berpikir, berpasangan dan berbagi. Yang
dalam penelitian ini menyatakan bahwa model pembelajaran Think Pair Share merupakan
suatu pembelajaran yang menggunakan melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga
peserta didik dilatih berpikir tingkat tinggi termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar
(metakognitif) dan melatih peserta didik menjadi belajar mandiri dan self-regulated untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Proses
pengembangan model pembelajarannya memerlukan beberapa tahapan yang nantinya akan

16
menunjukan padda suatu hasil prototipe model pembelajaran TPS berbasis AaL sesuai
dengan teori-teori yang mendukung.
Assessment as Learning adalah bagian dari Assessment for Learning yang menekankan
pada penggunaan assessment sebagai proses mengembangkan dan mendukung
metakognisi peserta didik, dalam pengertian peserta didik diberi kesempatan dan dibimbing
untuk melakukan pemantauan dan menggunakan hasil pemantuan untuk memperbaiki
belajarnya sehingga diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuanya. Assessment as
learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta
didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri dan penilaian
antar teman sejawat.
Dalam Assessment as Learning peserta didik juga dapat dilibatkan dalam merumuskan
prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka
mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang
maksimal sehingga diperkirakan mampu meningkatkan kemampuan metakognitif peserta
didik. Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah materi geometri dan pengukuran
di SMAN 3 Boyolali khususnya kelas X MIPA.
Pengembangan model pembelajaran Think Pair Share yang berbasis Assessment as
Learning untuk meningkatkan metakognitif peserta didik dapat dijadikan suatu alternatif
dalam pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi. Karena
dengan menerapan model pembelajaran tersebut penguasaan konsep akan lebih tertanam
sehingga membantu peserta didik untuk dapat mengukur atau menilai sendiri kemampuan
mereka menggunakan strategi-strategi belajar, menilai sendiri seberapa besar pemahaman
yang mereka miliki, dan menghitung keefektifan mereka dalam memecahkan masalah.
Dengan Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Think Pair Share yaitu
pertama guru memberikan sebuah pertanyaan atau sebuah isu terkait dengan pelajaran dan
meminta peserta didik untuk menggunakan waktu dalam beberapa menit untuk memikirkan
sendiri tentang jawaban atau masalah; Kedua, guru meminta peserta didik untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan; Ketiga, guru meminta
beberapa pasangan peserta didik untuk berbagi apa yang telah mereka bicarakan dengan
seluruh kelas.Bedasarakan tahapan TPS ini jika di terapkan dengan menambahkan
Assessment as Learning maka akan menghasilkan suatu metode pembelajaran yang akan
meningkatkan kemampuan metakognisi peserta didik karena tidak hanya akan mengasah
berpikirpeserta didik ,tetapi juga ada interaksi bertukar pikiran yang akan menambah

17
pengetahuan peserta didik serta dapat menilai secara langsung kemampuan teman
sejawatnya sehingga peserta didik dapat mengukur kemampuan yang ia miliki.
Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian sekaligus untuk mempermudah dalam
penelitian agar tidak menyimpang dari inti permasalahan maka perlu dijelaskan suatu
kerangka pemikiran sebagai landasan dalam pembahasan. Adapun kerangka pemikiran
digambarkan bagan sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka berpikir

Penerapan model TPS di SMAN 3 Boyolali


yang berbasis Assessment as learning

Geometri dan pengukuran (Trigonometri)

Fakta: Idealnya:
Untuk tercapainya tujuan pendidikan yang
Model pembelajaran yang digunakan
sekarang dituntun peserta didik harus
terkadang tidak disesuai dengan materi
mampu berpikir tingkat tinggi diperlukan
yang diajarkan sehingga tidak dapat
pembelajaran yang meningkatkan
meningkatkan kemampuan metakognisi
kemampuan metakognisis

Keadaan Pra Pengembangan:


Model pembelajaran yang digunakan masih bersifat
konvensional, sehingga peserta didik cepat merasa bosan

Alternatif:
Pengembangan model pmbelajaran TPS yang berbasis Assessment as learning

Potensi dari pengembangan


Pengembangan model pmbelajaran TPS yang berbasis Assessment as learning untuk
meningkatkan metakognitif peserta didik

Keadaan Pasca Pengembangan:


Tersedia Model pembelajaran TPS berbasis AaL yang layak dan dapat
digunakan sebagai alternatif metode pembelajaran untuk meningkatkan
metakognitif peserta didik.

18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Boyolali yang terletak di Jalan Perintis
Kemerdekaan No.10, Madumulyo, Pulisen, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa
Tengah. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dengan mengambil mata pelajaran
matematika mengenai trigonometri pada kelas X MIPA. Alasan peneliti memilih lokasi
tersebut dikarenakan:
1) Di SMAN 3 Boyolali belum ada pembelajaran yang menggunakan media interaktif dengan
model pembelajaran Think Pair Share berbasis Assessment as Learning dan para guru masih
menggunakan metode standar/konvensional dalam menyampaikan materi pembelajaran.
2) Peserta didik di SMA Negeri 3 Boyolali masih kurang termotivasi pada saat mata pelajaran
matematika di kelas.
3) Peserta didik masih kurang aktif dalam pembelajaran dikarenakan metode ataupun strategi
yang digunakan kurang tepat.
3.2 Desain Penelitian
Pada tahap perancangan desain penelitian meliputi: analisis permasalahan, analisis
pemecahan masalah, perancangan design dengan Unified Modelling Language (UML), dan
membuat aplikasi menggunakan bantuan macromedia flash 8. Pengujian aplikasi dilakukan
dengan memberi kuisioner ataupun wawancara kepada murid dan guru matematika di SMAN
3 Boyolali. Adapun design penelitian digambarkan di bawah ini:
3.2.1 Flowchart

Gambar 1: Metode SDLC Waterfall

19
3.2.2 Use Case Diagram
Rancangan Use Case Diagram aplikasi modul interaktif sebagai berikut:

Gambar 2: Rancangan Use Case Diagram aplikasi modul interaktif

3.2.3 Activity Diagram


Pada tahap activity diagram menggambarkan alur dari aplikasi modul interaktif. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh aplikasi yang dirancang. Halaman home
dari pembelajaran modul interaktif ini terdapat 6 pilihan menu pembelajaran
diantaranya adalah menu pada materi, petunjuk pengerjaan, KI/KD, latihan soal,
evaluasi soal, dan profil. Berikut adalah gambar diagram activity pada modul interaktif:

20
Gambar 3: Rancangan Diagram Activity aplikasi modul interaktif

3.2.4 Deployment Diagram


Di bawah ini merupakan diagram yang berisi komponen dalam aplikasi modul
interaktif.

Gambar 4: Rancangan deployment diagram aplikasi modul interaktif

21
3.2.5 Design Aplikasi menggunakan Macromedia Flash 8
- Tampilan Design Login

- Tampilan Design Home

- Tampilan Design Petunjuk Pengerjaan

22
- Tampilan Design Pengenalan Tokoh

- Tampilan Design KI/KD

- Tampilan Design Pilihan Soal

23
- Tampilan Design Latihan Soal

- Tampilan Design Hasil Pengerjaan

24
- Tampilan Design Evaluasi Pengerjaan

3.3 Metode Pengumpulan


3.3.1 Analisis Data
a. Analisis Kurikulum (curriculum analysis)
Analisis kurikulum dilakukan sebagai langkah awal pada tahap pendefinisian.
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kurikulum apa yang diterapkan di sekolah yang
digunakan sebagai objek penelitian. Dalam penelitian ini, kurikulum yang diterapkan
di SMAN 3 Boyolali adalah Kurikulum 2013.
b. Analisis Model Pembelajaran (Learning Model analysis)

25
Analisis model pembelajaran dilakukan sebagai tahap untuk menyesuaikan model
yang diterapkan dengan materi geometri dan pengukuran. Tahap ini dilakukan untuk
mengetahui model pembelajar apa yang tepat diterapkan di sekolah yang digunakan
sebagai objek penelitian. Dalam penelitian ini, model yang diterapkan di SMAN 3
Boyolali adalah Model Pembelajaran Think Pair Share yang berbasis Assessment as
Learning.
c. Analisis Awal-akhir (front-end analysis)
Dalam analisis ini dilakukan tahap analisis potensi masalah yang dilakukan
dengan cara pengumpulan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang muncul
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Selain itu, analisis ini dilakukan untuk
mengetahui kesenjangan apa saja yang terjadi berkaitan dengan sistem pembelajaran di
sekolah, agar nantinya dapat dipikirkan alternatif pemecahan masalah yang tepat untuk
mengatasi permasalahan yang ada. Analisis ini sangat penting untuk dilakukan supaya
produk model pembelajaran yang dikembangkan nantinya bisa sesuai dengan
kebutuhan penggunanya.
Analisis yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini adalah analisis permasalahan
yang muncul di SMAN 3 Boyolali berkaitan dengan proses pembelajaran materi
geometri dan pengukuran (trigonometri), khususnya yang berkaitan dengan model
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah tersebut.
Permasalahan yang ingin diketahui oleh peneliti pada tahap ini yaitu apakah model
pembelajaran yang dipergunakan pada SMA kelas X MIPA sudah tetap serta sudahkan
diterapkannya Assessment as Learning di sekolah tersebut.
d. Analisis konsep (concept analysis)
Tahap analisis konsep dilakukan untuk dapat mengetahui konsep apa yang
nantinya akan dikembangkan pada model pembelajaran TPS. Analisis ini dilaksanakan
dengan melihat perangkat pembelajaran materi bangun ruang sisi datar yang digunakan,
yaitu silabus pembelajaran, RPP, penilaian assessment as learning. Dari hasil analisis
tersebut diharapkan nantinya dapat produk yang akan dikembangkan sesuai dengan apa
yang diharapkan dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan metakognisi
peserta didik
e. Perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives)
Tahap analisis perumusan tujuan pembelajaran dilakukan dengan cara melihat
silabus pembelajaran matematika dan RPP sehingga nantinya akan dapat diketahui
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang akan dijadikan tujuan dari
26
pembelajaran. Selain itu dalam tahap ini juga dilakukan analisis secara spesifik yang
menggabungkan analisis tugas dan analisis konsep pada tahap sebelumnya. Hal ini
digunakan untuk dasar dalam penyusunan kegiatan apa saja yang nantinya akan
dikembangkan dengan model pembelajaran Think Pair Share pada materi geometri dan
pengukuran yang berbasis Assessment as learning untuk meningkatkan metakognitif
peserta didik.
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data
1) Instrumen pengumpulan data 1
Instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
pertama adalah lembar wawancara. Instrumen tersebut digunakan untuk
melakukan wawancara pada tahap awal sebelum produk dikembangkan.
Wawancara dilakukan kepada guru dan peserta didik untuk mengetahui potensi
masalah yang ada.
2) Instrumen pengumpulan data 2
Instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data
kedua adalah lembar angket validasi. Lembar angket validasi akan berisi aspek-
aspek penilaian dari ahli tentang model pembelajaran TPS berbasis AaL yang
dikembangkan. Kriteria yang digunakan dalam penilaian model pembelajaran TPS
berbasis AaL antara lain adalah aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian,
kelayakan bahasa, dan kelayakan kegrafikaan serta uji keefektifan pre-test dan
post-test pada materi persamaan garis lurus yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat metakognisi peserta didik. Lembar angket validasi diisi dengan memilih
kriteria jawaban yang disajikan menggunakan skala Likert, dengan 5 pilihan
jawaban sebagai berikut:
SB = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang
SK = Sangat Kurang
Pengisian dilakukan dengan cara memberikan tanda centang pada kolom yang
sudah disediakan. Kemudian, selain penilaian berdasarkan kriteria yang telah
disebutkan, pada lembar angket validasi disediakan pula ruang untuk menuliskan
masukan berupa kritik dan saran dari validator yang akan dipergunakan sebagai
bahan perbaikan produk model pembelajaran TPS berbasis AaL.

27
3) Instrumen pengumpulan data 3
Instrumen pengumpulan data yang digunakan mengumpulkan data ketiga
adalah lembar angket peserta didik. Lembar angket peserta didik akan berisi aspek-
aspek penilaian dari model pembelajaran TPS berbasis AaL yang dikembangkan,
kriteria yang digunakan dalam penilaian antara lain adalah aspek kelayakan,
kepraktisan serta uji prasyarat sebelum instrumen Pre-test dan post-test diujikan
dan uji kefektifan intrumen. Lembar angket validasi diisi dengan memilih kriteria
jawaban yang disajikan menggunakan skala Likert, dengan 5 pilihan jawaban
sebagai berikut:
SB = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang
SK = Sangat Kurang
Pengisian dilakukan dengan cara memberikan tanda centang pada kolom yang
sudah disediakan. Kemudian, selain penilaian berdasarkan kriteria yang telah
disebutkan, pada lembar angket validasi disediakan pula ruang untuk menuliskan
masukan berupa kritik dan saran dari peserta didik yang akan dipergunakan sebagai
bahan perbaikan produk model pembelajaran TPS berbasis AaL.
3.3.3 Teknik Analisis Data
1) Analisis data 1
Teknik analisis data yang dilakukan untuk mengolah data jenis pertama, yaitu data
hasil wawancara guru dan peserta didik adalah dengan analisis deskriptif kualitatif.
2) Analisis data 2
Teknik analisis data dilakukan untuk mengolah data berupa hasil validasi ahli
adalah dengan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Masukan berupa kritik dan
saran dari ahli dianalisis secara deskriptif kualitatif, sehingga dari pendapat para
ahli tersebut kemudian digunakan untuk memperbaiki produk model pembelajaran
TPS berbasis AaL. Berdasarkan data dari lembar angket validasi ahli akan
dilakukan analisis data dengan menggunakan skala Likert. Data yang diperoleh
tersebut kemudian akan dihitung skor yang diperoleh dari tiap komponen, untuk
kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan persentase.
Kriteria pengukuran hasil validasi disajikan pada tabel berikut:

28
Tabel 3.1. Kriteria Penilaian Lembar Validasi Ahli
Skor Kriteria
Sangat baik
5
Baik
4
Cukup
3
Kurang
2
Sangat
1
kurang
Sumber : Sugiyono (2010:136)

3) Analisis data 3
Teknik analisis data dilakukan untuk mengolah data ketiga berupa respon
peserta didik adalah dengan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Masukan
berupa kritik dan saran dari peserta didik dianalisis secara deskriptif kualitatif,
sehingga dari pendapat dari peserta didik kemudian digunakan untuk memperbaiki
produk model pembelajaran TPS berbasis AaL. Berdasarkan data dari lembar
angket angket peserta didik akan dilakukan analisis data dengan menggunakan
skala Likert. Data yang diperoleh tersebut kemudian akan dihitung skor yang
diperoleh dari tiap komponen, untuk kemudian dianalisis secara deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan persentase. Kriteria penilaian peserta didik
disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.2. Kriteria Penilaian Kelayakan oleh Peserta didik
Skor Kriteria
5 Sangat baik
4 Baik
3 Cukup
2 Kurang
1 Sangat kurang
Sumber: Sugiyono (2010:136)

3.4 Jadwal Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu 6 bulan dengan perincian kegiatan
dinyatakan pada Tabel 3.3

29
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
Kegiatan Juli’21 Aug’21 Sep’21 Oct’21 Nov’21 Des’21
Analisis permasalahan di

SMAN 3 Boyolali
Melakukan wawancara guru

di SMAN 3 Boyolali
Melakukan penyebaran
kuesioner kepada peserta √
didik di SMAN 3 Boyolali
Mengumpulkan data √ √
Memecahkan masalah √ √
Membuat aplikasi modul
√ √ √
interaktif
Pembuatan proposal

penelitian

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Bais, B., Hasbi. A.M., Majid, A.B., Yatim, B., Ali, M.A.M., et al. (2013).
Development of UKM-SID Teaching Interactive Multimedia for Space Science
Education. Social Behavioral Science. 102, 80-85.
Abualrob, M.M.A. & Shah, M. (2012). Science Technology and Society Interactive E-book
Development Process and Testing on its Effectiveness. Social and Behavioral
Sciences. 46, 811-816.
Ahuja, K.K. and H.K. Goel. 2010. E-books: basic issues, advantages and
disadvantages. International Reseach Journal. 2(11-12): 31-36.
Alias, N., DeWitt, D., Siraj, S. (2013). Design and development of Webquest for Physics
Interactive E-book by employing Isman Instructional Design Model. Social Behavioral
Science. 103, 273-280.
Choiriyah, N. dan S. Poedjiastuti. 2015. Developing of interactive e-book media on subject
matter of chemicals in daily life for high school deaf student. Unesa Journal of
Chemical Education. 4(1):119-125.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar.
Depdiknas. Jakarta.
Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
Ebert, R.J. & Griffin, R.W. (2006). Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Eskawati, S. Y. dan I.G.M.Sanjaya. 2012. Pengembangan e-book interaktif pada materi sifat
koligatif sebagai sumber belajar peserta didik kelas XII IPA. Unesa Journal of
Chemical Education. 1(2): 46-53.
Febriati, F.N., J.D. Budiono, dan Isnawati. 2013. Pengembangan buku ajar elektronik pada
materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan untuk kelas XI SMA. BioEdu. 2(2): 140-
144.
Huang, Y.M., T.H. Liang, Y.N. Su, and N.S. Chen. 2012. Empowering personalized learning
with an interactive e-book learning system for elementary school students.
Education Development Journal. 60:703–722.
Imani, A.K.N. dan I.G.M. Sanjaya. 2012. Pengembangan e-book interaktif pada materi kimia
unsur kelas XII. Unesa Journal of Chemical Education. 1(2): 7-10.
Johari, M., Arnyana, P., & Setiawan, N. (2014). Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Saintifik
Terhadap Hasil Belajar Biologi dan Keterampilan Proses Sains peserta didik MA
Mu’allimat NW Pancor Selong Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. E-
Journal Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Khasanah, N. (2013). Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Permasalahan Tenaga Kerja
Indonesia dengan Multimedia Interaktif. IJES (Economic Education Analysis Journal),
2 (2): 75-82.
Krisnadi, E. dan B. Pribadi. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Non Cetak. Direktorat
Ketenagaan, Dirjen Dikti, Kemendiknas. Jakarta. 66 hlm.
Kustiyani, Suyatmini. 2016. “Pengelolaan supervisi manajerial pengawas di DABIN 7 UPTD
pendidikan Purwodadi”. Varia Pendidikan ISSN 0852-0976. Vol 28 No. 1 : 69-76.
Liesaputra, V. and I. H. Witten. 2012. Realistic electronic books. International. Journal of
Human-Computer Studies. 70:588-610.

31
Machin, A. (2014). Implementasi Pendekatan Saintifik, Penanaman Karakter dan Konservasi
pada Pembelajaran Materi Pertumbuhan. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 3, (1) 28-
35.
Majid, A & Rochman, C. (2014). Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mayer, R. E. 2003. The promise of multimedia learning: using the same instructional design
methods across different media. Learning and Instruction. 13: 125–139.
Mayer, R. E. 2009. Multimedia Learning. 2nd edition. Cambridge University Press. New York.
USA.
Mayer, R. E., S. Fennell, L. Farmer, and J. Campbell. 2004. A personalization effect in
multimedia learning: students learn better when words are in conversational style
rather than formal style. Journal of Education Psychology. 96(2): 389-395.
Muhsetyo G. (2007). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nelson, M. R. 2008. E-books in higher education: nearing the end of the era of hype. Educase
Journal. 43(2):40-56.
Novianti, D.A. (2015). Pengembangan E-book Akuntansi Aset Tetap Dengan Pendekatan
Saintifik Sebagai Pendukung Implementasi K-13 di SMKN 2 Buduran. Jurnal
Pendidikan UNESA. 3, (1) 1-9.
Nuharini, Dewi dan Tri Wahyuni. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Pannen, P. dan Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Depdiknas. Jakarta.
Pastore, M. 2008. 30 Benefits of E-books. (Online), (http://epublishersweekly
blogspot.co.id/2008/02/30-benefits-of-ebooks. html.., diakses 18 Juli 2016).
Pearson-Labs. 2014. 10 ways eBooks enhance learning. (Online) (http://labs.pearson.com/10-
ways-ebooks-enhance-learning/diakses tanggal 02 Januari 2019)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendikbud no 54 tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidik-an Dasar dan
Menengah. Depdiknas. Jakarta.
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Restiyowati, I. dan I. G. M. Sanjaya. 2012. Pengembangan e-book interaktif pada materi kimia
semester genap kelas XI SMA. Unesa Journal of Chemical Education. 1(1): 130-135.
Richardson, J. C. and T. Ewby. 2006. The role of students’ cognitive engagement in e-learning.
American Journal of Distance Education. 20(1): 23-37.
Salim, Peter. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press.
Stirling, A. and J. Birt. 2014. An enriched multimedia e-book application to facilitate learning
of anatomy. Anatomical Sciences Education. 7:19-27.
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sukardi. (2003). Metodologi penelitian pendidikan kompetensi dan praktiknya. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Suprapto. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Buku Seru.

32
LAMPIRAN

1. Kisi – Kisi Instrumen Wawancara


Tahap Indikator Jumlah Nomor
Butir Item
Planning Memahami penjelasan masalah yang 1 1
diketahui
Information Mengetahui penjelasan strategi yang akan 1 2
Management digunakan untuk menyelesaikan masalah
Strategies
Comprehension Mengetahui kesadaran terhadap konsep 1 3
Monitoring dan strategi yang digunakan
Debugging Mengetahui kemampuan memperbaiki 1 4
Strategies kesalahan pada strategi yang digunakan
dan pengaplikasian strategi pada masalah
yang sama
Evaluation Mengetahui penjelasan cara untuk 1 5
memeriksa kembali

2. Wawancara

1. Apakah Anda memahami soal? Bagaimana caranya Anda dapat memahami soal?

2. Apa rencana Anda untuk mengerjakan soal? Berikan alasannya mengapa rencana tersebut
Anda pilih

3. Apakah Anda melakukan penyelesaian dengan rencana yang Anda buat? Mengapa Anda
beranggapan penyelesaian ini sesuai dengan rencana Anda?

4. Apakah Anda sudah yakin bahwa yang Anda kerjakan sudah benar? Jika iya, bagaimana
caranya Anda dapat mengetahui bahwa pekerjaan Anda sudah benar?

5. Apakah Anda sudah mengoreksi kembali? Bagaimana cara Anda untuk mengoreksi pekerjaan
Anda?

33

Anda mungkin juga menyukai