Anda di halaman 1dari 43

RANCANGAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENDIDIKAN PROFESI GURU


SEMESTER GENAP TAHUN 2019
DI SMK NEGERI 7 SURABAYA

Disusun Oleh:
Saptatuhu Mardinugroho, S.Pd
NIM. 19050441310284

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
DAN PENJAMINAN MUTU (LP3M)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG NILAI


RESITOR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA SISWA
KELAS X TITL 2 DI SMK NEGERI 7 SURABAYA

Surabaya, September 2019

Mengetahui, Penyusun,
Guru Pamong Peserta PPL PPGDJ

I Putu Gede Darmazatmika, S.T, M.M. Saptatuhu Mardinugroho, S.Pd


NIP. 19690527 199003 1 009 Nomor peserta: 19050441310284

Mengesahkan,

Kepala SMKN 7 Surabaya Dosen Pembimbing PPL

Mudianto, S.Pd., MM Muhamad Syariffuddien Zuhrie, S.Pd., M.T.


NIP. 19710101 200012 1 007 NIP. 19770625 200604 1 003

ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal PTK dengan judul

“Meningkatkan Kemampuan Menghitung Nilai Resistor Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Siswa Kelas X TITL 2

Di SMK Negeri 7 Surabaya “.

Dalam menyelesaikan proposal PTK ini, penulis banyak mendapatkan

bantuan semangat dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Agus Budi Santosa, M.Pd. Selaku Kaprodi Jurusan Pendidikan

Teknik Elektro Di PPG

2. Bapak Muhamad Syariffuddien Zuhrie, S.Pd., M.T. Selaku Dosen

Pembimbing Lapangan PPL yang telah memberikan saran dan bimbingan

hingga selesainya PTK ini.

3. Bapak Mudianto, S.Pd., MM. Selaku Kepala Sekolah SMK Negeri 7

Surabaya

4. Bapak Drs. Bambang Suprijono, S.T., M.T, Selaku Ketua Program

Keahlian Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 7 Surabaya

5. Bapak I Putu Gede D Z, ST, MM., Selaku guru pendamping kelas SMK

Negeri 7 Surabaya.

6. Bapak atau Ibu guru serta karyawan SMK Negeri 7 Surabaya

7. Rekan-rekan PPG Dalam Jjabatan, yang telah banyak membantu dalam

proses penyusunan proposal PTK

iii
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dan dukungannya baik pemikiran, saran, materiil dan

moril dalam rangka penyusunan proposal PTK ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini jauh dari

kesempurnaan dan masih perlu dibenahi, untuk itu kritik dan saran yang

membangun sangat penulis perlukan sebagai bahan untuk karya peneliti

berikutnya.

Surabaya, September 2019

Penulis

iv
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG NILAI
RESITOR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA SISWA
KELAS X TITL 2 DI SMK NEGERI 7 SURABAYA

Saptatuhu Mardinugroho, M.Pd


NP: 19050441310284
Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, Pendidikan Teknik Elektro,
Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan dalam
menghitung nilai tahanan resistor menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share peserta didik kelas X TITL 2 di SMKN 7 Surabaya.
Jenis penelitin yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
dilaksanakan dalam dua siklus. Dalam setiap siklus terdiri dari tahap Perencanaan,
Pelaksanaan Tindakan, Observasi dan Refleksi. Subjek penelitian adalah peserta
didik kelas X TITL 2 SMK Negeri 7 Surabaya yang terdiri dari 34 peserta didik.
Hasil penelitian penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
Share diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar peserta didik pada
mata pelajaran Dasar Listrik Dan Elektronika Kelas X TITL 2 SMK Negeri 7
Surabaya tahun pelajaran 2018/2019 pada materi menentukan nilai resistor, yang
dimulai dari siklus I dan siklus II. Pada siklus I dimungkinkan ketercapaian
peserta didik dalam menentukan nilai kapasitor masih di bawah KKM yaitu 75,
sehingga dapat dikategorikan peserta didik belum mampu dalam menentukan
nilai resistor. Pada siklus II diharapkan ada kenaikan jumlah peserta didik yang
nilainya di atas KKM, sedangkan peserta didik yang belum mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) tetap dilakukan remidi, sehingga dapat dikategorikan
peserta didik sudah mampu atau mengalami peningkatan kemampuan dalam
menghitung nilai resistor dari siklus I dan siklus II

Kata kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Think Pair Share, Kemampuan Peserta
Didik.

v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
E. Batasan Masalah................................................................................. 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 6
A. Belajar dan Pembelajaran ................................................................... 6
B. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ................. 7
1. Pengertian Cooperative Learning ................................................ 7
2. Keunggulan dan Kelemahan Cooperatif Learning ...................... 9
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share .................. 11
D. Kemampuan Peserta Didik ................................................................ 16
E. Resistor............................................................................................... 17
F. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................... 18
G. Kerangka Berfikir............................................................................... 18
H. Hipotesi Tindakan ............................................................................. 20
BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 21
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 21
B. Waktu dan Tempat Peneliian ............................................................. 21
C. Subjek Penelitian................................................................................ 21
D. Rancangan Penelitian ......................................................................... 21

vi
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 24
F. Instrumen Penelitian........................................................................... 24
G. Teknik Analisis Data .......................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 3

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif ................................... 8
2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Pair Share .......................................................................................... 14
3.1. Lembar Pengamatan Pembelajaran ................................................... 25
3.2. Lembar Tes Kemampuan Menghitung Nilai Tahanan Resistor ........ 27
3.3. Rubrik Penilaian Kemampuan Dalam Menghitung Nilai Tahanan
Resistor ............................................................................................... 28
3.4. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan ............................................... 29
3.5. Rentang Predikat KKM Tingkatan Kemampuan Menghitung Nilai
Tahanan Resistor ................................................................................ 31

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Siklus Atau Alur PTK ........................................................................ 22
1. Konsultasi Persiapan peragkat sebelum PPL
ke dosen pemateri PPG ...................................................................... 34
2. Kegiatan PPL sambil melaksanakan penyusunan proposal PTK...... 34

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal pembagian jam mengajar PPL


Lampiran 2. Daftar Nilai Siswa Kelas X TITL 2

x
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG NILAI
RESITOR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA SISWA
KELAS X TITL 2 DI SMK NEGERI 7 SURABAYA

Saptatuhu Mardinugroho, M.Pd


NP: 19050441310284
Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, Pendidikan Teknik Elektro,
Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan dalam
menghitung nilai tahanan resistor menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share peserta didik kelas X TITL 2 di SMKN 7 Surabaya.
Jenis penelitin yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
dilaksanakan dalam dua siklus. Dalam setiap siklus terdiri dari tahap Perencanaan,
Pelaksanaan Tindakan, Observasi dan Refleksi. Subjek penelitian adalah peserta
didik kelas X TITL 2 SMK Negeri 7 Surabaya yang terdiri dari 34 peserta didik.
Hasil penelitian penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair
Share diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar peserta didik pada
mata pelajaran Dasar Listrik Dan Elektronika Kelas X TITL 2 SMK Negeri 7
Surabaya tahun pelajaran 2018/2019 pada materi menentukan nilai resistor, yang
dimulai dari siklus I dan siklus II. Pada siklus I dimungkinkan ketercapaian
peserta didik dalam menentukan nilai kapasitor masih di bawah KKM yaitu 75,
sehingga dapat dikategorikan peserta didik belum mampu dalam menentukan
nilai resistor. Pada siklus II diharapkan ada kenaikan jumlah peserta didik yang
nilainya di atas KKM, sedangkan peserta didik yang belum mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) tetap dilakukan remidi, sehingga dapat dikategorikan
peserta didik sudah mampu atau mengalami peningkatan kemampuan dalam
menghitung nilai tahanan resistor dari siklus I dan siklus II

Kata kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Think Pair Share, Kemampuan Peserta
Didik.

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada masa sekarang ini pendidikan berperan penting untuk
meningkatkan sumber daya manusia, karena kemajuan suatu negara dapat
dilihat dari tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). Akan tetapi dunia
pendidikan kita saat ini tengah mengalami krisis yang cukup serius. Krisis ini
tidak saja disebabkan oleh anggaran pemerintah yang sangat rendah untuk
membiayai kebutuhan vital dunia pendidikan kita, tetapi juga lemahnya
tenaga ahli, visi serta politik pendidikan nasional yang tidak jelas. Dalam
berbagai forum seminar muncul kritik, konsep pendidikan telah tereduksi
menjadi pengajaran, dan pengajaran lalu menyempit menjadi kegiatan di
kelas. Sementara yang berlangsung di kelas tak lebih dari kegiatan guru
pengajar murid dengan target. Disisi lain dari keritik terebut menggambarkan
bahwa proses pendidikan pada jenjang prauniversitas kurang sekali memberi
tekanan pada pembentukan watak atau karakter, tetapi lebih pada hapalan dan
pemahaman kognitif. Akibatnya, ketika mereka masuk ke jenjang yang lebih
tinggi, mental akademik dan kemandirian belum terbentuk. Akibat lebih
lanjut, dunia pendidikan seakan merupakan dunia yang terpisah dari
masyarakat, sebuah dunia yang tidak menjanjikan dan tidak inspiring untuk
masa depan mereka serta masa depan bangsa.
Tentu saja, belajar sesungguhnya bukanlah dengan cara menghafal.
Kebanyakan dari yang kita hafal hilang dalam beberapa saat. Belajar tidak
dapat ditelan secara keseluruhan. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan,
peserta didik harus mencernanya. “untuk memproses informasi secara efektif,
otak (the brain) membantu melaksanakan refleksi baik secara eksternal
maupun internal” (Mel Silberman, 2009: 4).
Pada hakikatnya belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri
seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada kenyataannya
tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Seseorang dikatakan
belajar bila pikiran dan perasaannya aktif. Guru tidak dapat melihat aktivitas
pikiran dan perasaan peserta didik, yang dapat diamati guru ialah kegiatan

1
peserta didik sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan pada diri
peserta didik yang berupa kegiatan bertanya, menjawab pertanyaan,
menanggapi, melakukan diskusi, memecahkan soal, mengamati sesuatu,
melaporkan hasil pengamatan, dan sebagainya.
Salah satu pendidikan di Indonesia yang membentuk SDM menjadi manusia
yang siap kerja adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk itu, proses
pembelajaran di SMK lebih menekankan pada life skill. Pada kurikulum 2013
revisi yang sekarang ini, jenjang pendidikan SMK selain life skill juga
ditekankan untuk lebih meningkatkan proses pembelajaran daripada hasil
pembelajaran. Selain itu, adanya kurikulum 2013 yang baru tersebut
memberikan sistem yang baru pula. Salah satunya, pada materi pendidikan
kejuruan. Sebagai contoh adalah mata pelajaran dasar listrik dan elektronika
elemen pasif yakni menghitung nilai tahanan resistor.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti saat melakukan
kegiatan Mengajar di SMK Negeri 7 Surabaya dominan menggunakan model
pembelajaran langsung. Pada model pembelajaran langsung di SMK Negeri 7
Surabaya, guru menggunakan metode ceramah, demonstrasi, praktik, dan
kerja kelompok. Akan tetapi guru dominan menggunakan metode ceramah.
Dengan metode ini peserta didik menjadi pasif, peserta didik hanya
menunggu perintah dari guru untuk melakukan sesuatu. Bahkan ketika guru
melontarkan pertanyaan, peserta didik kebanyakan cenderung diam. Dalam
hal ini keaktifan peserta didik sangatlah kurang, sehingga banyak peserta
didik yang tidak bisa menghitung nilai tahanan resistor. Suasana
pembelajaran seperti ini terkesan membosankan yang pada akhirnya membuat
peserta didik jenuh. Peserta didik yang setiap hari harus menghadapi beberapa
mata diklat sekaligus, ditambah dengan jam pelajaran yang banyak. Selain
itu, saat peserta didik tidak ikut terlibat secara langsung dalam suatu
pembelajaran peserta didik menjadi kurang fokus, bosan bahkan mengantuk
saat jam pelajaran.
Model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif dalam memecahkan
masalah tersebut adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model belajar yang mengkondisikan
peserta didik belajar, bekerja sama dan aktif berinteraksi dalam kelompok-
kelompok kecil yang memenuhi lima unsur pokok pembelajaran kooperatif.
Lima unsur pokok tersebut adalah saling ketergantungan positif, tanggung
jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan evaluasi
proses kelompok. Adapun anggota kelompok pada pembelajaran kooperatif
hanya terdiri dari empat sampai enam orang peserta didik. Dalam proses
pembelajaran kooperatif setiap peserta didik memiliki tanggung jawab
individu dan tanggung jawab kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan kepada tiap kelompok, sehingga tidak terjadi dominasi oleh
salah seorang anggota kelompok dan tercipta kerja sama dan saling
menghargai antar anggota kelompok.
Pada penelitian tindakan kelas ini, peneliti menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share yang di terapkan pada kelas X TITL 2. Ciri
utama model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah peserta
didik diminta untuk mengerjakan secara mandiri kemudian mendiskusikan
dari hasil yang dikerjakan dan setalah hasil diskusi kemudian di tukarkan
hasil kerja kelompok dengan kelompok lain agar sama sama mengetahui hasil
dari kelompok lain. Dengan demikian peserta didik dapat belajar secara aktif
dan dapat bekerjasama dengan peserta didik lain dengan suasana yang
menyenangkan dan tidak monoton
Berdasarkan pada uraian di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Menghitung
Nilai Resistor Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share Pada Siswa Kelas X TITL 2 Di SMK Negeri 7 Surabaya” Dengan
menggunakan tipe Think Pair Share ini diharapkan peserta didik nantinya
dapat meningkatkan kemampuan dalam menghitung nilai tahanan resistor
yang telah diajarkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka


masalah penelitian yang diangkat adalah :
“Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
dapat meningkatkan kemampuan dalam menghitung nilai tahanan resistor
peserta didik kelas X TITL 2 semester 1 di SMKN 7 Surabaya?”

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
“Untuk mengetahui peningkatan kemampuan dalam menghitung nilai tahanan
resistor menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
peserta didik kelas X TITL 2 di SMKN 7 Surabaya”

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peserta didik
Memotivasi peserta didik, melatih kerja sama, meningkatkan kemampuan
kognitif maupun pesikomotor serta memaksimalkan belajar peserta didik.
2. Bagi Guru
Meningkatkan motivasi guru dalam memilih model atau strategi
pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didiknya serta dapat
dijadikan alternatif pilihan model pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Memberi kontribusi dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar.
4. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan di bidang pendidikan khususnya dalam
pembelajaran.

E. Batasan Masalah
Batasan-batasan pada penelitian ini adalah:
1. Kelas yang digunakan untuk penelitian tindakan kelas adalah kelas X
TITL 2 SMK Negeri 7 Surabaya.
2. Mata pelajaran Dasar Listrik dan Elektronika dan Kompetensi Dasar
yang digunakan adalah 3.3 menganalisis sifat elemen pasif rangkaian
listrik arus searah dan rangkaian peralihan, 4.3 memeriksa sifat
komponen pasif dalam rangkaian listrik arus searah dan rangkaian
peralihan
3. Materi yang disampaikan dalam penelitian ini adalah menghitung nilai
tahanan resistor
4. Tahun ajaran pelaksanaan penelitian 2017/2018 Semester Genap
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran


Menurut Hamalik (2004:154), belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Sedangkan menurut
Sardiman (2007:20), belajar merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dalam pengertian
luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya. Dalam arti sempit, belajar dimaksudkan
sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian
kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Secara umum, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi
antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya, yang mungkin
berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Proses interaksi itu adalah :
1. Proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar.
2. Dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.
Menurut Sardiman (2007:24), beberapa prinsip penting yang melengkapi
pengertian mengenai makna belajar, antara lain:
1. Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan
kelakuannya.
2. Belajar memerlukan proses dan pentahapan serta kematangan diri para
peserta didik.
3. Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi,
terutama motivasi dari dalam, dasar kebutuhan, dan kesadaran atau
intrinsic motivation, lain halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi
dengan rasa tertekan dan menderita.
4. Belajar dapat melakukan tiga cara yaitu:
a. Diajar secara langsung.
b. Kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung (seperti anak
belajar bicara, sopan santun, dan lain-lain).
c. Pengenalan dan atau peniruan.

7
Sedangkan Isjoni (2011:11) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah
sesuatu yang dilakukan oleh peserta didik, bukan dibuat untuk peserta didik.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta
didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan Pembelajaran adalah terwujudnya
efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakannnya sistem lingkungan
(kondisi) belajar yang lebih kondusif. Hal ini berkaitan dengan mengajar.
Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar.
Menurut Sardiman (2007:26-28) tujuan belajar ada tiga jenis yaitu:
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan
kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain
tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan,
sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Dalam hal
ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu
keterampilan. Keterampilan itu memang bisa dididik, yaitu dengan banyak
melatih kemampuan.
3. Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru
harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Dalam hal ini,
dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa
menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.

B. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


1. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Slavin dalam
Isjoni (2011:15) mengemukakan, “ In cooperative learning metods,
students work together in four members teams to master material initially
presented by the teachers”. Dari uraian tersebut dapat diuraikan bahwa
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6
orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih
bergairah dalam belajar.
Sedangkan menurut Isjoni (2011:16) mengemukakan bahwa
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang
berpusat pada peserta didik, terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan peserta didik, yang tidak dapat
bekerja sama dengan orang lain dan tidak peduli pada yang lain. Model
pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata
pelajaran dan berbagai usia.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar yang
mengkondisikan peserta didik belajar, bekerja sama dan aktif berinteraksi
dalam kelompok-kelompok kecil yang memenuhi lima unsur pokok
pembelajaran kooperatif. Lima unsur pokok tersebut adalah saling
ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan evaluasi proses kelompok.
Terdapat enam langkah utama atau tahap didalam pembelajaran kooperatif
(Suprijono, 2011: 65). Antara satu langkah dengan langkah lainnya saling
terkait. Pengertiannya adalah setiap langkah bila dilaksanakan dengan
baik akan saling menguatkan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Dimana enam tahap tersebut terdapat pada Tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru


Tahap 1 : Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang
Menyampaikan ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan
tujuan dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
memotivasi peserta
didik.

Tahap 2 : Guru menyajikan informasi kepada peserta didik


Menyajikan dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
informasi
Tahap 3 : Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana
Mengorganisir caranya membentuk kelompok belajar dan membantu
peserta didik setiap kelompok agar melakukan transisi secara
kedalam efisien.
kelompok-
kelompok belajar
Tahap 4 : Guru membimbing kelompok belajar pada saat
Membimbing mereka mengerjakan tugas.
kelompok bekerja
dan belajar
Tahap 5 : Guru mengevaluasi hasil belajar peserta didik tentang
Evaluasi materi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6 : Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya
Memberikan maupun hasil belajar individu dan kelompok.
penghargaan

Beberapa ciri dari cooperative learning adalah:


a. Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara peserta didik.
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya.
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok.
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

2. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative


Learning
Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2011:24-25) menyebutkan
keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah:
a. Saling ketergantungan yang positif.
b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
c. Peserta didik dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
d. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara peserta didik
dengan guru.
f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan.
Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping
itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
b. Agar proses pembelajarn berjalan dengan baik maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan
topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini
mengakibatkan peserta didik yang lain menjadi pasif.
Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk
mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al
dalam Isjoni (2011:27) yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam cooperative learning meskipun mencangkup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas
akademis lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul
dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep sulit.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas social,
kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif
memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan
kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan ini mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja
sama dan kolaboratif. Keterampilan-keterampilan sosial penting
dimiliki peserta didik sebab saat ini banyak anak muda masih kuramg
dalam keterampilan sosial.

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share


Think Pair Share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada
tahun 1985 sebagai salah satu struktur kegiatan cooperative learning. Think
Pair Share memberikan waktu kepada para peserta didik untuk berpikir dan
merespon serta saling bantu satu sama lain. Think Pair Share memberi
peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi
partisipasi peserta didik.
Kagan dalam (Atik Widarti :2007) menyatakan manfaat Think Pair Share
sebagai berikut:
1. Para peserta didik menggunakan waktu yang lebih banyak untuk
mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain, ketika
mereka terlibat dalam kegiatan Think Pair Share lebih banyak peserta
didik yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih
dalam pasangannya. Para peserta didik mungkin mengingat secara lebih
seiring penambahan waktu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih
baik.
2. Para guru juga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika
menggunakan Think Pair Share. Mereka dapat berkonsentrasi
mendengarkan jawaban peserta didik, mengamati reaksi peserta didik, dan
mengajukan pertanyaan.
Fogarty dan Robin (1996) menyatakan bahwa teknik belajar mengajar Think
Pair Share mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar.
2. Memberikan waktu kepada peserta didik untuk merefleksikan isi materi
pelajaran.
3. Memberikan waktu kepada peserta didik untuk melatih mengeluarkan
pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara
keseluruhan.
Dengan teknik belajar mengajar Think Pair Share yang disebutkan Fogarty
dan Robin peserta didik dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar
pendapat baik dengan teman sebangku ataupun dengan teman sekelas,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar karena peserta didik dituntut untuk
mengikuti proses pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan
berdiskusi.
a) Karateristik Pembelajaran
Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses
pembelajaran. Yaitu langkah Think (berpikir secara individual), Pair
(berpasangan dengan teman sebangku), dan Share (berbagi jawaban
dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
1) Think (Berfikir Secara Individu)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah
yang dikaitkan dengan pelajaran, dan peserta didik diminta untuk
berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang
diajukan. Pada tahapan ini, peserta didik sebaiknya menuliskan
jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua
jawaban peserta didik sehingga melalui catatan tersebut guru dapat
mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir
pembelajaran.
Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru harus
mempertimbangkan pengetahuan dasar peserta didik untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang
diberikan, serta jadwal pembelajaran untuk setiap kali pertemuan.
Kelebihan dari tahap ini adalah adanya “Think Time” atau waktu
berpikir yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan
tersebut dijawab oleh peserta didik lain. Selain itu, guru dapat
mengurangi masalah dari adanya peserta didik yang mengobrol,
karena tiap peserta didik memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
2) Pair (Berpasangan Dengan Teman Sebangku)
Langkah kedua adalah guru meminta para peserta didik untuk
berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama.
Biasanya guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan. Setiap pasangan peserta didik saling berdiskusi
mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil akhir yang
didapat menjadi lebih baik, karena peserta didik mendapat tambahan
informasi dan pemecahan masalah yang lain.
3) Share (Berbagi Jawaban Dengan Pasangan Lain Atau Dengan Teman
Satu Kelas)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut
untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain atau
dengan seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru
berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga
seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh
kesempatan untuk melapor. Langkah ini merupakan penyempurnaan
dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini
menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai
pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok
yang lain. Hal ini juga agar peserta didik benar-benar mengerti ketika
guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.
b) Langkah-Langkah (Syntaks) Model Embelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share
Langkah-langkah (syntaks) model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama
sebagai ciri khas yaitu think, pair, dan share. Kelima tahapan pembelajaran
dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
- Guru menjelaskan aturan main dan batasan
waktu untuk tiap kegiatan, memotivasi peserta
Tahap 1
didik terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
Pendahuluan
- Guru menjelaskan kompetensi yang harus
dicapai oleh peserta didik
- Guru menggali pengetahuan awal peserta didik
melalui demonstrasi
Tahap 2
- Guru memberikan lembar Tes kemampuan
Think
- Peserta didik mengerjakan lembar Tes
kemampuan tersebut secara individu
- Peserta didik dikelompokkan dengan teman
Tahap 3 sebangkunya
Pair - Peserta didik berdiskusi dengan pasangannya
mengenai jawaban tugas yang telah dikerjakan
- Satu pasangan peserta didik dipanggil secara
Tahap 4 acak untuk berbagi pendapat kepada seluruh
Share peserta didik dikelas dengan dengan dipandu
oleh guru
- Peserta didik dinilai secara individu dan
Tahap 5 kelompok
Penghargaan - Guru memberi penghargaan pada kelompok
terbaik dan amat baik

Penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut


a. Pendahuuan
Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus
memotivasi peserta didik agar terlibat pada aktivitas pembelajaran.
Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta
menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.
b. Tahap Think (Berfikir Secara Individu)
Proses Think Pair Share dimulai pada saat guru melakukan
demonstrasi untuk menggali konsepsi awal peserta didik. Pada
tahap ini, peserta didik diberi batasan waktu (“think time”) oleh
guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap
pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus
mempertimbangkan pengetahuan dasar peserta didik dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan.
c. Tahap Pair (Berpasangan Dengan Teman Sebangku)
Pada tahap ini, guru mengelompokkan peserta didik secara
berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan setiap peserta
didik adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar peserta
didik tidak pindah mendekati peserta didik lain yang pintar dan
meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, peserta didik mulai
bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai
jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap
peserta didik memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai
kemungkinan jawaban secara bersama.
d. Tahap Share (Berbagi jawaban dengan pasangan lain atau dengan
teman satu kelas)
Pada tahap ini, peserta didik dapat mempresentasikan jawaban
secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai
keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat
memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.
e. Tahap penghargaan
Peserta didik mendapat penghargaan berupa nilai baik secara
individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil
jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan
jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi
memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.
c) Teori Belajar Yang Melandasari Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dilandasi
oleh teori belajar konstruktivisme. Teori konstruktivisme menyatakan
bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu
tidak lagi sesuai. Bagi peserta didik agar benar-benar memahami dan
menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah
dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya.
Menurut teori konstruktivisme, peserta didik sebagai
pemain dan guru sebagai fasilitator. Guru mendorong peserta didik
untuk mengembangkan potensi secara optimal. Peserta didik belajar
bukanlah menerima paket-paket konsep yang sudah dikemas oleh
guru, melainkan peserta didik sendiri yang mengemasnya. Bagian
terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, peserta didiklah yang harus aktif mengembangkan
kemampuan mereka, bukan guru atau orang lain. Mereka harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.

D. Kemampuan Peserta Didik


Kemampuan peserta didik dalam belajar adalah kecakapan seorang
peserta didik, yang dimiliki dari hasil apa yang telah dipelajari yang dapat
ditunjukkan atau dilihat melalui hasil belajarnya (Syah, 2011: 150). Ada
tiga ranah (aspek) yang terkait dengan kemampuan peserta didik dalam
belajar, yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah
psikomotorik (keterampilan). Contoh ranah kognitif adalah kemampuan
peserta didik dalam menganalisis suatu masalah berdasarkan pemahaman
yang dimilikinya. Contoh ranah afektif adalah peserta didik mampu
menentukan sikap untuk menerima atau menolak suatu objek. Contoh
ranah psikomotorik adalah peserta didik mampu berekspresi dengan baik.
Setiap peserta didik dikatakan berhasil dalam belajar apabila
memiliki kemampuan dalam belajar sebagaimana dikemukakan di atas.
Akan tetapi yang menjadi masalah adalah tidak semua peserta didik
memiliki kemampuan yang sama. Banyak faktor yang mempengaruhi
kemampuan peserta didik dalam belajar, antara lain faktor internal, faktor
eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Contoh faktor internal yang
mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam belajar adalah kesehatan
peserta didik dan intelegensinya. Peserta didik yang sehat dan mempunyai
intelegensi yang baik akan mempunyai kesiapan yang lebih baik dalam
belajar sehingga kemampuan belajarnya dapat optimal. Sebaliknya peserta
didik yang kurang sehat (sedang sakit) akan sulit menerima pelajaran
sehingga kurang optimal kemampuan belajarnya. Contoh faktor eksternal
yang mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam belajar adalah
lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga yang mendukung akan membuat peserta didik
mudah untuk menerima pelajaran, sebaliknya lingkungan keluarga yang
tidak mendukung, akan membuat peserta didik tidak tenang dalam belajar
sehingga kemampuan peserta didik menjadi tidak optimal. Faktor
pendekatan belajar yang berbeda juga akan memberikan kemampuan
belajar yang berbeda. Peserta didik yang belajar secara mendalam akan
memiliki kemampuan belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang
hanya belajar sambil lalu saja (tidak mendalam).

E. Resistor
1. Pengertian Resistor
Resistor adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk
menghambat atau membatasi aliran listrik yang mengalir dalam suatu
rangkain elektronika. Sebagaimana fungsi resistor yang sesuai
namanya bersifat resistif dan termasuk salah satu komponen
elektronika dalam kategori komponen pasif.
2. Menghitung Nilai Resistor
Cara menentukan nilai tahanan resistor bisa berdasarkan kode warna
pita atau gelang dan juga bisa menggunakan alat ukur AVO meter.
Resistor merupakan komponen elektronika yang sangat populer
karena sering kali atau hampir semua rangkaian elektronika
menggunakan komponen yang satu ini. Namun meskipun komponen
resistor ini sudah sangat populer, masih banyak yang tidak tahu
bagaimana cara menghitung ataupun membaca kode warna gelang
resistor untuk mengetahui nilai tahanan dari sebuah resistor
F. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share pernah dilakukan oleh Rahmatun Nisa, Edwin Musdi,
dan Jazwinarti pada tahun 2014 dengan judul “Penerapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Pembelajaran Matematika Di
Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang” menunjukkan peningkatan
bahwa hasil belajar matematika peserta didik yang menggunakan model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share lebih baik dari pada hasil
belajar matematika peserta didik yang menggunakan pembelajaran
konvensional di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang.
Penelitian lain dilakukan oleh sfitri kunia lestari dan Ningrum pada
tahun 2016 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Cooperative Learning
Tipe Think-Pair-Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Kewirausahaan
Peserta didik Kelas X Semester Genap SMK Kartikatama 1 Metro T.P
2015/2016” menunjukan peningkatan dilihat dari perbandingan pada
evaluasi pre-test dan evaluasi post-test, yaitu peserta didik yang mencapai
kriteria ketuntasan minimal pada evaluasi pre-test adalah 20,83% atau 5
peserta didik dari total keseluruhan peserta didik sebanyak 24 peserta
didik, sedangkan peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan minimal
pada evaluasi post-test adalah 58,33% atau 14 peserta didik, dari total
keseluruhan peserta didik sebanyak 24 peserta didik. Secara keseluruhan
bahwa setelah peserta didik mendapatkan treatment atau perlakuan model
pengaruh penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Think-Pair-Share(TPS) hasil belajar kewirausahaan mengalami
peningkatan.

G. Kerangka Berfikir
Proses belajar mengajar mempunyai peran penting dalam pencapaian
hasil belajar. Guru mempunyai tugas utama dalam penyelenggaraan
pembelajaran, karena pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk
membelajarkan peserta didik. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru
dalam membelajarkan peserta didiknya yaitu dengan menggunakan
metode atau model belajar yang tepat. Selama ini dalam melakukan
pembelajaran pada kompetensi keahlian TITL kelas X di SMK Negeri 7
Surabaya guru menggunakan model pembelajaran langsung. Pada model
pembelajaran langsung di SMK Negeri 7 Surabaya, guru menggunakan
metode ceramah, demonstrasi, praktik, dan kerja kelompok. Akan tetapi
guru dominan menggunakan metode ceramah. Berdasarkan dari
pengamatan pada PPL 1 penggunaan metode ceramah tersebut peserta
didik cenderung pasif dan setelah dilakukan pertanyaan secara langsung
mengenai pemahaman peserta didik tentang menghitung nilai tahanan
resistor, ternyata peserta didik kurang mampun dalam menghitung nilai
tahanan resistor, selain itu pembelajaran menggunakan metode ceramah
tersebut peserta didik merasa bosan dan kurang tertarik mengikuti
pembelajaran di kelas. Beberapa peserta didik kurang memahami materi
yang disampaikan guru, dan terdapat beberapa peserta didik yang nilainya
masih berada dibawah KKM (Kriteria Kelulusan Minimal).
Padahal dalam proses pembelajaran harusnya peserta didik berperan
aktif dalam proses pembelajaran. Dengan keaktifan itu maka peserta didik
ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kreatifitasnya sendiri
serta lebih dapat memahami pelajaran dan terampil dalam menyelesaikan
permasalahan serta materi pembelajaran dapat berkesan pada peserta didik
sehingga dapat mudah mengingat materi pembelajaran yang disampaikan.
Oleh sebab itu guru hendaknya mampu memilih dan menerapkan teknik
atau strategi pembelajaran yang mampu merangsang peserta didik lebih
aktif dalam belajar serta meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
memahami pelajaran.
Fakta lainnya tentang menggunakan model pembelajaran searah
adalah berkaitan dengan hasil perolehan nilai pengetahuan siswa. Di akhir
pertemuan pertama ketika penulis melaksanakan PBM (Proses Belajar
Mengajar) telah mengadakan evaluasi dengan hasil perolehan nilai rata-
rata kelas adalah 57,05. Nilai tersebut jauh di bawah nilai KKM
(Ketuntasan Nilai Minimal) sebesar 75,00. Dengan demikian perlu
digunakan model pembelajaran yang lebih baik agar nilai hasil belajar
Siswa lebih baik.
Model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif dalam
memecahkan masalah tersebut adalah menggunakan model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar yang
mengkondisikan peserta didik belajar, bekerja sama dan aktif berinteraksi
dalam kelompok-kelompok kecil yang memenuhi lima unsur pokok
pembelajaran kooperatif. Lima unsur pokok tersebut adalah saling
ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan evaluasi proses kelompok.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki pembelajaran dengan
harapan kemampuan peserta didik dalam menghitung nilai tahanan resistor
dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat
menciptakan kondisi pembelajaran yang lebih bermakna, berkesan, dan
peserta didik akan mudah mengingat materi pembelajaran.

H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan serta
kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat
meningkatkan kemapuan dalam menghitung nilai resistor peserta didik
kelas X TITL 2 pada mata pelajaran Dasar Listrik dan elektronika di SMK
Negeri 7 Surabaya”.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Pada penelitian ini, peneliti menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share pada peserta didik kelas X TITL 2 di SMK
Negeri 7 Surabaya.
PTK adalah suatu penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru untuk
memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Kemmis dan Mc Taggart (1992) menyatakan bahwa PTK adalah suatu
penelitian yang dilakukan sendiri dalam melaksanakan pembelajaran dengan
cara melakukan perubahan-perubahan dan mempelajari akibat-akibat dari
perubahan itu. PTK yang akan dilaksanakan ini memilih model siklus
sebagaimana yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Oleh sebab
itu, penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, yaitu
siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat langkah penelitian yaitu:
(1) merencanakan (plan), (2) melaksanakan tindakan (action), (3) mengamati
perubahan yang terjadi (observation), (4) merefleksikan hasil-hasil
pengamatan menjadi bahan perencanaan berikutnya.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMK Negeri 7
Surabaya pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2019/2020

C. Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X TITL 2 di
SMK Negeri 7 Surabaya.

D. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini, diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share khusus pada mata pelajaran Dasar Listrik dan Elektronika
dengan kompetensi dasar 3.3 Menganalisis sifat elemen pasif rangkaian listrik
arus searah dan rangkaian peralihan dan 4.3. Memeriksa sifat komponen pasif
dalam rangkaian listrik arus searah dan rangkaian peralihan, yakni pada
materi menghitung nilai tahanan resitor. Sedangkan tahapan penelitian
tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 (dua) siklus, yaitu siklus I dan siklus
II. Setiap siklus terdiri dari empat langkah penelitian yaitu: (1) merencanakan
(plan), (2) melaksanakan tindakan (action), (3) mengamati perubahan yang
terjadi (observation), (4) merefleksikan hasil-hasil pengamatan menjadi
bahan perencanaan berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.1 yaitu sebagai berikut:

Gambar 3.1. Siklus Atau Alur PTK

Penjelasan dari tahapan-tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut:


Penjelasan alur di atas adalah:
SIKLUS PERTAMA
1. Rancangan/rencana awal
Sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah,
tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Pelaksanaan tindakan
Pada langkah ini, peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share pada pada mata pelajaran Dasar Listrik dan Elektronika
dengan kompetensi dasar 3.3 Menganalisis sifat elemen pasif rangkaian
listrik arus searah dan rangkaian peralihan dan 4.3. Memeriksa sifat
komponen pasif dalam rangkaian listrik arus searah dan rangkaian
peralihan, yakni pada maateri menghitung nilai tahanan resitor. Penelitian
tindakan kelas ini akan berhenti setelah kemampuan peserta didik dalam
menghitung nilai tahanan resistor mencapai 75% atau telah mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni dengan nilai 75.
3. Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Pengamatan atau observasi terhadap peserta didik dilakukan
oleh guru atau pengamat dengan menggunakan lembar Tes kemampuan
peserta didik. Lembar Tes kemampuan peserta didik ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan peserta didik dalam menghitung nilai tahanan
resistor sebagai hasil atau dampak dari diterapkannya model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share. Observasi dilakukan dalam beberapa
siklus. Siklus akan berhenti setelah kemampuan peserta didik dalam
menghitung nilai tahanan resistor mencapai prosentase 75% atau mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni dengan nilai 75. Masing-
masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu kompetesi dasar. Dibuat dalam dua siklus dimaksudkan
untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
4. Refleksi
Pada langkah ini, peneliti melakukan analisis dan refleksi terhadap hasil
pengamatan. Hasil analisis dan refleksi ini digunakan untuk mengetahui
apa yang sudah dicapai dan yang belum dicapai dalam pembelajaran serta
apa yang akan diperbaiki dalam pembelajaran siklus selanjutnya
sedangkan hal-hal yang menunjukkan hasil positif akan dipertahankan dan
ditingkatkan lagi.
SIKLUS KEDUA
Seperti halnya siklus pertama, siklus kedua pun terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi
1. Rancangan/rencana awal
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada
siklus pertama
2. Pelaksanaan tindakan
Guru melaksanakan tindakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama
3. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share.
4. Refleksi
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan
menganalisis untuk serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe Thik Pair Share dalam meningkatkan
kemampuan menghitung nilai tahanan resistor.

E. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan :
1. Hasil observasi di sekolah yaitu didapat dari proses belajar mengajar,
model pembelajaran yang telah digunakan di sekolah tersebut.
2. Lembar Tes kemampuan.

F. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah. Instrumen – instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini meliputi:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mendokumentasikan
pengaruh tindakan dan proses selama penelitian berlangsung. Dengan
adanya data dari observasi, dapat memberikan refleksi bagi tindakan
peneliti untuk melakukan perbaikan untuk siklus pada penelitian
selanjutnya. Lembar observasi yang akan digunakan peneliti adalah
lembar observasi dengan metode daftar tilik (Checklist). Berikut
merupakan lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian.
Tabel 3.1. Lembar Pengamatan Pembelajaran

NO KEGIATAN CHECKLIST KET

Guru memberikan orientasi kepada peserta didik mengenai


1 garis besar tujuan pembelajaran dan permasalahan mengenai
resistor.
Guru meyampaikan aturan dalam pembelajaran agar peserta
2
didik berlaku jujur, disiplin dan santun.
Guru mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-
3
kelompok belajar.
Guru memberikan informasi cara menghitung nilai tahanan
4
resistor.
Guru membagikan lembar kerja peserta didik pada tiap
5 kelompok untuk mempermudah dalam menyelesaikan
permasalahan.
Guru membimbing tiap kelompok belajar dalam penyelesaian
6
permasalahan menghitung nilai tahanan resistor.
Guru membimbing kelompok dalam penyajian hasil
7 kelompok dalam menghitung nilai tahanan dengan
mempresentasikannya ke depan kelas.
Guru melakukan penilaian baik/kurangnya terhadap hasil kerja
8
indiidu dan kelompok peserta didik.
Guru melakukan evaluasi terhadap proses penyelesaian
9 masalah tiap kelompok dalam menghitung nilai tahanan
resistor.
Memberikan penghargaan terhadap kelompok yang terbaik
10
dan memberikan semangat pada kelompok yang kurang baik.
Catatan Tambahan:

NO KEGIATAN CHECKLIST

Peserta didik memperhatikan informasi yang diberikan guru selama


1
pembelajaran berlangsung.

2 Peserta didik tertib selama pembelajaran berlangsung.

3 Peserta didik bertanya selama pembelajaran berlangsung.

Peserta didik saling bekerjasama di kelompok dalam mengerjakan atau


4
menyelesaikan permasalahan yang ada.

5 Suasana kelas kondusif selama pembelajaran berlangsung.

Catatan Tambahan:

2. Tes Kemampuan

Tes kemampuan digunakan sebagai media untuk mendapatkan data

untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menghitung nilai

tahanan resistor. Tes kemampuan ini yang akan digunakan merupakan

tes dengan jenis job sheet. Lembar Tes kemampuan peserta didik

dapat dilihat pada Tabel 3. 2.


Tabel 3.2. Lembar Tes Kemampuan Menghitung Nilai Tahanan Resistor

Nilai Nilai
Tahanan Tahanan
No Resistor Gel.1 Gel 2 Gel 3 Gel 4 berdasarkan Berdasarkan
pengamatan Pengukuran
(Ohm) (Ohm)
1

G. Teknik Analisa Data


Data yang telah terkumpul yang tidak akan bermakna tanpa dianalisis
yaitu diolah dan diinterpretasikan. Analisis data dapat dilakukan melalui tiga
tahap yaitu reduksi data, deskripsi data dan kesimpulan. Reduksi data
merupakan proses penyederhanaan data yang diperoleh. Pada tahap ini
peneliti mengumpulkan semua instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Hal ini juga digunakan peneliti untuk menyeleksi data
yang diperlukan atau tidak diperlukan.
Deskripsi data dilakukan agar data yang telah diorganisir menjadi
bermakna. Bentuk deskripsi tersebut dapat berupa naratif, grafik atau dalam
bentuk tabel. Tahap terakhir adalah membuat kesimpulan dari data yang telah
dideskripsikan. Tahap menganalisis dan menginterpretasikan data merupakan
tahap yang paling penting karena hal ini untuk memberikan makna dari data
yang telah dikumpulkan. Hasil analisis dan interpretasi data merupakan
jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif. Data yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah data
hasil Tes kemampuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam
menghitung nilai tahanan serta data yang diperoleh dari hasil observasi atau
pengamatan yang dilakukan guru atau peneliti saat pelaksanaan kegiatan
pembelajaran berlangsun. Data tersebut, kemudian akan diolah melalui tahap-
tahap sebagai berikut:
1. Seleksi Data
Langkah awal dalam pengolahan data adalah penyeleksian data yang telah
didapatkan. Melalui tahap seleksi data dapat diperoleh data yang benar-benar
memenuhi syarat untuk dianalisis sehingga kesimpulan yang diperoleh dalam
penelitian tidak akan diragukan.
2. Pengoreksian Data
Pada tahap pengoreksian, data yang masuk setelah diseleksi akan dikoreksi.
Pengoreksian data dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang ingin diketahui
dalam penelitian.
3. Pembobotan Data
Pembobotan data dilakukan dengan memberikan skor pada masing-masing
hasil Tes kemampuan peserta didik dalam menghitung nilai tahanan resistor.
Pemberian skor ini didasarkan pada aspek-aspek yang meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan kemampuan menghitung nilai tahanan resistor. Berikut
merupakan rubrik penilaian kemampuan dalam menghitung nilai tahanan
resistor.
Tabel 3.3. Rubrik Penilaian Kemampuan Dalam Menghitung Nilai Tahanan
Resistor

No Aspek Yang Dinilai Skor Nilai


1 Persiapan (skor maksimal 6)
a. Hadir tepat waktu, berseragam
1 2 3
lengkap dan rapi
b. Alat dipersiapkan dengan lengkap
1 2 3
dan rapi
2 Proses kerja (skor maksimal 2)
Prosedur pengamatan dan pengukuran
1 2 3
nilai resistor
3 Hasil (skor maksimal 6)
No Aspek Yang Dinilai Skor Nilai
a. Menghitung nilai tahanan resistor
berdasarkan pengamatan dengan 1 2 3
kode warna
b. Menghitung nilai tahanan resistor
berdasarkan pengukuran dengan 1 2 3
AVO Meter
4 Sikap Kerja (Skor Maksimal 3)
Sikap kerja saat melakukan
pengamatan dan pengukuran nilai 1 2 3
tahanan resitor
5 Waktu (skor maksimal 3)
Ketepatan waktu kerja 1 2 3

Penilaian Proses
Persiapan Proses Hasil Sikap Waktu Total
Skor Prolehan
Skor Maksimal 6 2 6 3 3
Bobot 10 15 50 115 10 100
Total

Keterangan
- Bobot wajib 100
- Cara perhitungan

Nilai Total = ∑

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan


1 Persiapan
Hadir tepat waktu berseragam lengkap dan rapi
3 = Hadir tepat waktu berseragam lengkap dan rapi
2 = Hadir tepat waktu berseragam lengkap
1 = Hadir tepat waktu, berseragam tidak lengkap
Alat dipersiapkan dengan lengkap dan rapih
3 = Alat dipersiapkan dengan lengkap dan rapi
2 = Alat dipersiapkan dengan lengkap
1 = Alat dipersiapkan tidak lengkap
2 Proses Kerja
Prosedur Pengamatan Dan Pengukuran Nilai Tahanan Resistor
2 = Menunjukan prosedur penggunaan dan pengukuran yang tepat
Menunjukan prosedur yang kurang tepat
1 =

3 Hasil
Menghitung Nilai Tahanan Resistor Berdasarkan Pengamatan Kode
Warna
3 = Mampu menghitung nilai tahanan resistor 5 dengan benar
2 = Mampu menghitung nilai tahanan resistor 3-4 dengan benar
1 = Mampu menghitung nilai tahanan resistor 1-2 dengan benar
Menghitung Nilai Tahanan Resistor Berdasarkan Pengukuran
Dengan AVO Meter
3 = Mampu mengukur nilai tahanan resistor 5 dengan benar
2 = Mampu mengukur nilai tahanan resistor 3-4 dengan benar
1 = Mampu mengukur nilai tahanan resistor 1-2 dengan benar
4 Sikap kerja
Sikap kerja saat melakukan Pengamatan Dan Pengukuran Nilai
Tahanan Resistor
Tertib dan rapi saat mempersiapkan, melakukan pengamatan,
3 =
melakukan pengukuran, dan melaporkan
Tertib dan rapi saat mempersiapkan, melakukan pengamatan, dan
2 =
pengukuran , namun kurang tertib saat melaporkan
Kurang Tertib dan rapi saat mempersiapkan, melakukan
1 =
pengamatan, pengukuran, dan melaporkan
5 Waktu
Ketepatan waktu kerja
3 = Kurang dari 120 menit
2 = 120 menit
1 = Lebih dari 120 menit

4. Penyimpulan Data
Pada tahap penyimpulan, kriteria keberhasilan peserta
didik/kemampuan peserta didik dalam menghitung nilai tahanan resistor
dapat disimpulkan dalam bentuk grafik maupun tabel. Penentuan tingkat
kemampuan/keberhasilan peserta didik dalam menghitung nilai tahanan
resistor ditentukan dalam bentuk prosentase yang didapatkan dari
pembobotan data.

Dimana: = ∑

Berdasarkan dari rubrik penilaian yang terdiri dari 5 kriteria


dengan jumlah skor maksimal bervarian di setiap kriteria, sehingga
peserta didik dapat dinyatakan lulus apabila peserta didik mempoleh nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan oleh SMK
Negeri 7 Surabaya yaitu sebesar 75, maka didapatkan tabel rentang
predikat (KKM) 75 dalam hal ini tingkatan kemampuan menghitung nilai
tahanan resistor sebagai berikut.
Tabel 3.5. Rentang Predikat KKM Tingkatan Kemampuan Menghitung
Nilai Tahanan Resistor

Nilai Predikat
92< A ≤ 100 A (Sangat Baik)
KKM 83 < B ≤ 91 B (Baik)
75
75 ≤ C ≤ 83 C (Cukup Baik)
D < 75 D (Perlu Bimbingan)

Di samping itu, hasil persentase kemampuan peserta didik dalam menghitung


nilai tahanan resistor adalah lebih dari 75% dari jumlah seluruh aspek
penilaian terhadap kemampuan menghitung nilai tahanan resistor. Serta
penelitian dikatakan berhasil jika > 75% dari seluruh peserta didik yang
sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75 dengan predikat
cukup baik dalam menghitung nilai tahanan resistor. Rumus yang digunakan
untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik/kesuksesan dalam
meningkatkan kemampuan menghitung nilai tahanan resistor dapat
dinyatakan sebagai berikut :

∑ Peserta didik yang mencapai kategori tertentu


= 100%
∑ Peserta didik yang mengikuti tes

dimana: P = presentase predikat kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat

baik

Anda mungkin juga menyukai