Anda di halaman 1dari 36

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

( PTK)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


LEARNING PADA KOMPOTENSI DASAR MENGANALISIS
KUE INDONESIA DARI TERIGU UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI
SMK NEGERI 1 ROTE BARAT

OLEH :
I.A KOMANG SUGIASTINI, S.Pd
NIM. 19241585910111

PESERTA PPG DALAM JABATAN TAHAP 4


KULINER
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING PADA KOMPOENSI DASAR MENGANALISIS KUE
INDONESIA DARI TERIGU UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK KELAS XI SMK NEGERI 1 ROTE BARAT” tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga
proposal penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan
kepada:
1. Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd selaku dosen pembimbing PTK.
2. Dr. Meda Wahini, M.Si selaku Dosen pembimbing PTK
3. Teman-teman PPGJ angkatan 4 yang telah berjuang bersama-sama penulis
dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal peelitian ini sebaik
mungkin, penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan proposal
penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi
para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Surabaya, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar……………………………………..................................... i
Daftar isi…………………............................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………........... 1
B. Perumusan Masalah………………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 7
D. Manfaat Hasil Penelitian…………………….................................. 7

BAB II LANDASAN TEORI


A. Tinjuan Pustaka…………………………………………………….. 9
a. Hakekat Model Pembelajaran Problem Based
Learning…………………………………………………………… 9
b. Keberhasilan Pendekatan dalam Proses
dan Hasil pembelajaran…………………………………………... 11
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran
Problem Based Learning………………………………………….... 12
B. Hasil Belajar………………………………………………………….... 14
a. Hakikat Hasil Belajar…………………………………………….. 14
b. Klasifikasi Hasil Belajar………………………………………….. 14
C. Mata Pelajaran Cake dan Kue Indonesia
KD. Menganalisis Kue Indonesia dari Terigu……………………….. 19
a. Hakikat Kue Indonesia dari Terigu……………………………... 19
D. Penelitian Yang Relevan………………………………………………. 21
E. Kerangka Berpikir dan hipotesis Tindakan………………………… 21
a. Kerangka Berpikir………………………………………………... 21
b. Hipotesis Tindakan………………………………………………. 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian………………………………………………… 23
1. Perencanaan…………………………………………………… 24
2. Pelaksanaan……………………………………………………. 25
3. Pengamatan…………………………………………………….. 25
4. Refleksi…………………………………………………………. 26
B. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………. 26
C. Subjek Penelitian…………………………………………………….... 26
D. Variable Penelitian dan Definisi Operasional………………………. 26
1. Variable Penelitian…………………………………………….. 26
2. Definisi Operasional………………………………………….... 27
E. Metode Pengumpulan Data…………………………………………… 28
F. Instrumen Penelitian………………………………………………….. 28

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki tujuan umum dan


tujuan khusus. Tujuan umum SMK, yaitu (1) menyiapkan peserta didik agar
dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga
negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik
agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia,
dan (5) menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup
sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni. Tujuan khusus,
yaitu (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri
atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri
sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program
keahlian yang diminati, (2) membekali peserta didik agar mampu memilih
karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan
sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali
peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu
mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi
(Dikmenjur, 2003).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tetang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional
“berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untukberkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” (Kemendikbud, 2015:1).

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 1


SMK adalah lembaga pendidikan formal tingkat menengah yang
bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkarakter,
terampil dan terlatih untuk memasuki lapangan pekerjaan. Sebagai sekolah
menengah kejuruan, SMK Negeri 1 Rote Barat juga turut melaksanakan
berbagai kegiatan pendidikan formal dengan tujuan mewujudkan
ketercapaian lulusannya. Sekolah ini menerapkan berbagai rumpun
pembelajaran yang disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai. Salah
satu rumpun pembelajarannya adalah Program Keahlian Tata Boga
Produk Cake dan Kue Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang
terdapat pada Program Keahlian Tata Boga kelas XI di SMK Negeri 1 Rote
Barat. Dalam mata pelajaran ini terdapat pembelajaran Kue Indonesia dari
terigu, yang menuntut peserta didik bukan hanya mempelajari pengetahuan
teori saja melainkan juga menuntut keterampilan.
Pada pembelajaran Cake dan Kue Indonesia, proses pembelajaran di
SMK Negeri 1 Rote Barat selama ini guru menggunakan metode ceramah,
penugasan dan sedikit tanya jawab. Guru mengajar mengacu pada kurikulum
2013, menggunakan bahan ajar yang disesuaikan dengan silabus. Diharapkan
dengan proses pembelajaran tersebut siswa dapat berperan aktif.
Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran, kenyataan
menunjukkan bahwa dengan tugas yang diberikan sudah nampak motivasi
dari siswa, namun beberapa peserta didik masih kurang memperhatikan
proses pembelajaran. Peserta didik cenderung masih kurang aktif dan kurang
berinteraksi dengan peserta didik lain selama proses pembelajaran
berlangsung. Peserta didik kurang antusias ketika mengikuti pembelajaran
dikarenakan pembelajaran yang lebih dominan diisi oleh guru sehingga
peserta didik kurang berperan dalam proses pembelajaran. Guru juga tidak
terlihat berkeliling memperhatikan pekerjaan peserta didik, sehingga peserta
didik terlihat santai dan tidak memperhatikan pembelajaran. Hal tersebut
membuat beberapa peserta didik berbincang-bincang namun tidak berkaitan
dengan materi yang diberikan oleh guru. Selain itu dalam pemberian tanya
jawab hanya beberapa peserta didik saja yang berani mengemukakan

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 2


pendapatnya sehingga terjadi pendominasian bagi peserta didik yang lainnya
yang cenderung pasif. Dengan kata lain bahwa keterampilan proses peserta
didik belum berkembang atau belum dimaksimalkan dengan sepenuhnya.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru, pada peserta didik
kelas XI Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat yang berjumlah 25 orang
peserta didik dalam mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia, sekitar
70 % yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 70.
Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Produk Cake dan
Kue Indonesia di SMK Negeri 1 Rote Barat, yang menjadi permasalahan saat
proses pembelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia sehari-hari
berlangsung adalah kurangnya perhatian peserta didik dan partisipasi peserta
didik ketika guru menjelaskan materi, dan kurangnya respon positif dari
peserta didik ketika guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menyampaikan pendapatnya. Sehingga pada akhirnya peserta didik tidak
mampu memahami dan mengingat materi dengan baik.
Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab hal tersebut terjadi
adalah karena proses pembelajaran selama ini masih berorientasi pada guru.
Guru belum pernah memberikan permasalahan pada peserta didik. Oleh
karena itu guru dianggap membutuhkan model pembelajaran yang bisa
membantu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menerima materi
pembelajaran. Guru perlu mengadakan perbaikan dalam kegiatan
pembelajaran. Di mana guru harus memberikan kesempatan kepada peserta
didik lebih berperan aktif dalam proses. Hal tersebut selain untuk
meningkatkan aktivitas peserta didik untuk belajar secara langsung peserta
didik akan lebih memahami terhadap materi yang dipelajari dan akan
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin menerapkan model
pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dimana siswa
diberlakukan dalam subyek belajar, sehingga nantinya peserta didik dapat
berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan
dan menggali sendiri materi pelajaran tersebut. Salah satu model

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 3


pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah di atas yang
sesuai dengan karakter peserta didik dan pelajaran Produk Cake dan Kue
Indonesia sehari hari adalah model pembelajaran Problem Based Learning.
Delisle dalam Abidin (2014: 159) menyatakan bahwa model Problem based
Learning merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu
guru mengembangkan kemampuan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah
pada peserta didik selama mereka mempelajari materi pembelajaran. Model
Problem Based Learning (PBL) berakar dari keyakinan Jhon Dewey dalam
Abidin (2014: 158 ) bahwa guru harus mengajar dengan menarik naluri alami
peserta didik untuk menyelidiki dan menciptakan. Dewey menulis bahwa
pendekatan utama yang seyogyanya digunakan untuk setiap mata pelajaran
di sekolah adalah pendekatan yang manpu merangsang pikiran peserta didik
untuk memperoleh segala keterampilan belajar yang bersifat non skolastik.
Berdasarkan pandangan tersebut model PBL selanjutnya berkembang
menjadi sebuah model pembelajaran yang berbasiskan masalah sebagai hal
yang muncul pertama kali pada saat proses pembelajaran. Masalah tersebut
disajikan sealamiah mungkin dan selanjutnya peserta didik bekerja dengan
masalah yang menuntut peserta didik mengaplikasikan pengetahuan dan
kemampuannya sesuai dengan tingkat kematangan psikologis dan
kemampuan belajarnya. Konsep pembelajaran ini selanjutnya dipandang
sebagai konsep pembelajaran yang sangat sesua dengan tuntutan belajar pada
abad ke-21 yang mengharuskan siswa senantiasa mengembangkan
kemampuan berfikir, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan
melaksanaka penelitian sebagai kemampuan yang diperlukan dalam konteks
dunia yang cepat berubah.
Kemendikbud (2013b) dalam Abidin (2014:159) memandang model
PBL suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar
bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk
mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang
dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 4


mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus
dipecahkan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, model PBL merupakan
model pembelajaran yang menyediakan pengalaman otentik yang mendorong
siswa untuk belajar aktif, mengonstruksi pengetahuan, dan mengintegrasikan
konteks belajar disekolah dan belajar di kehidupan nyata secara alamiah.
Model ini menempatkan situasi bermasalah sebagai pusat pembelajaran,
menarik dan mempertahankan minat siswa, yang keduanya digunakan agar
siswa mampu mengungkapkan pendapatnya tentang sesuatu secara multi
perspektif. Dalam praktiknya siswa terlibat secara langsung dalam
memecahkan masalah, mengidentifikasi akar masalah dan kondisi yang
diperlukan untuk menghasilkan solusi yang baik, mengajar makna dan
pemahaman, dan menjadi pembelajaran mandiri.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diharapkan model pembelajaran
Problem Based Learning dapat diterapkan dalam pembelajaran Produk Cake
dan Kue Indonesia pada kompetensi dasar menganalilis Kue Indonesia dari
Terigu, ntuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar peserta didik Pada Pembelajaran Kue Indonesia dari Terigu di Kelas
XI Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning pada
kompetensi dasar Kue Indonesia dari Terigu dapat Meningkatkan Hasil
Belajar Peserta Didik, Kelas XI Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat?

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 5


C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Kelas XI Tata
Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat mealui Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning.

D. Manfaat Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini memiliki manfaat teoritis maupun praktis. Manfaat
teoritis merupakan manfaat jangka panjang dalam pengembangan teori
pembelajaran. Manfaat praktis memberikan dampak secara langsung terhadap
komponen-komponen pembelajaran. Secara umum dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau
menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, khususnya
dalam mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia di SMK. Penerapan
Model Pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik ini menjadi pertimbangan dalam pengembangan teori
pembelajaran dan mempengaruhi serta membenahi kualitas pendidikan dan
pembelajaran khusunya pada peserta didik kelas XI Tata Boga di SMK Negeri 1
Rote Barat.

b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.
a. Bagi peserta didik
Mempermudah siswa untuk memahami, dan menggali sendiri
pengetahuannya, karena melalui penerapan model pembelajaran Problem
Based Learning ini dapat membantu mengikat peserta didik pada rasa
ingin tahu pada pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 6


a) Bagi guru
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat dijadikan
alternatif dalam proses pembelajaran untuk membantu meningkatkan hasil
belajar peserta didik dalam mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia
khususnya kue Indonesia dari terigu. Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai sarana untuk mengevaluasi terhadap pembelajaran yang
sudah berlangsung dan mengembangkan kurikulum di tingkat kelas, serta
untuk mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran.
b) Bagi sekolah
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam
mengelola pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik pembelajaran
Produk cake dan Kue Indonesia khususnya kue Indonesia dari terigu,
sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya pada
kompetensi dasar anaalisis kue Indonesia dari terigu.
c) Bagi peneliti
Dapat digunakan sebagai suatu acuan bagi peneliti untuk
mengembangkan kemampuan diri dalam mempersiapkan diri sebagai guru
yang berkompeten dan mengingkatkan pemahaman mengenai kurikulum
2013 dengan penerapan model pembelajaran Problem based Learning

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 7


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
a. Hakekat Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) di Indonesia lebih dikenal dengan
belajar berbasis masalah. Beberapa ahli menyebut PBL sebagai model
pembelajaran tetapi ada pula ahli yang menyebutnya sebagai metode
pembelajaran. Perbedaan pokok antara model pembelajaran dengan metode
pembelajaran adalah pada model pembelajaran sintaksnya relatif sudah ada
langkah-langkahnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh ahli yang
mengungkapkannya, sedangkan dalam metode pembelajaran guru masih diberi
keleluasaan dalam bervariasi (Warsono &Hariyanto, 2013: 147). Jadi, dalam
suatu model pembelajaran sintaksnya sangat bergantung pada sumber yang
digunakan. Menurut Egen & Kauchak (2012: 307) Problem Based Learning
(PBL) adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai
fokus untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi, pemecahan
masalah, materi, dan pengaturan diri. Sejalan dengan itu,Ali, et al. (2010: 68)
mengungkapkan bahwa “in the problem based learning approach the students’
turn from passive listeners of information receivers to active, free self-learner
and problem solver”. Artinya bahwa PBL merupakan sebuah model
pembelajaran yang berpusat pada siswa dari pendengar informasi pasif menjadi
aktif, mengembangkan masalah dan keterampilan pemecahan masalah. PBL
merupakan suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah sebagai titik
awal untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Pembelajaran dengan model
PBL dapat terjadi jika guru merancang dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada
siswa.Pembelajaran dengan PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 8


keterampilan pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pelajaran.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic,
dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan,
sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-
objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya,
dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan
(tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah
mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya .
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol.
Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem
simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase
enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui
perbuatan (ia bergeser ke depan atau ke belakang di papan mainan untuk
menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive.
Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau
bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip
keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Problem Based Learning menuntut
guru mempersiapkan bahan pembelajaran yang kompleks. Guru juga harus
memahami dan melaksanakan langkah-langkah dalam Problem Based Learning
(PBL). Menurut Tan(2004: 9) proses pembelajaran PBL terdiri dari beberapa
langkah yaitu: 1) menemukan masalah; 2) menganalisis masalah; 3)
menemukan dan melaporkan; 4) mempresentasikan solusi dan merefleksi;5)
melihat kembali, mengevaluasi dan belajar secara mandiri. Meskipun

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 9


kemampuan individual dituntut bagi setiap peserta didik, tetapi dalam proses
pembelajaran PBL peserta didik belajar dalam bentuk kelompok untuk
memahami persoalan yang dihadapi guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan Peserta didik sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145).

b. Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran.


Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan
pendekatan Problem Based Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-
kelebihan dan kelemahan-kelemahan, antara lain :
1. Kelebihan Penerapan Problem Based Learning
1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha
penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4) Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5) Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6) Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak
sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)
karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 10


9) Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru.
11) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
12) Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri.
13) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
15) Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya.
16) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
17) Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai
jenis sumber belajar.
18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

c. Langkah - Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning


Aris Shoimin (2014:131) mengemukakan bahwa langkah-langkah dalam
model pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilih.
b. Guru membantusiswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,
jadwal, dll).
c. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.
d. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan serta menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan
temannya.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 11


e. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sedangkan langkah-langkah dalam model pembelajaran yang diakses
pada tanggal 12 Juni 2016 dari
www.infoduniapendidikan.com/2015/06/pengertiandanlangkahmodelpembelaja
ran-problem-based-learning.html?m=1 menyatakan bahwa langkah-langkah
pembelajarannya adalah:
a. Orientasi peserta didik kepada masalah. Kegiatan yang pertama dilakukan
dalam model ini adalah dijelaskannya tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai oleh guru, selanjutnya disampaikannya terkait logistik yang
dibutuhkan, diajukannya suatu masalah yang harus dipecahkan peserta
didik, memotivasi para peserta didik agar dapat terlibat secara langsung
untuk melakukan aktivitas pemecahan masalah yang menjadi pilihannya.
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Guru dapat melakukan
perannya untuk membantu siswa dalam mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang terkait dengan masalah yang
disajikan.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru melakukan
usaha untuk mendorong peserta didik dalam mengumpulkan informasi yang
relevan, mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, dan untuk
mendapat pencerahan dalam pemecahan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karyaGuru membantu para siswa-
siswinya dalam melakukan perencanaan dan penyiapan karya yang sesuai
misalnya laporan, video atau model, serta guru membantu para siswa untuk
berbagi tugas antar anggota dalam kelompoknya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru
membantu para siswa dalam melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dalam setiap proses yang mereka gunakan.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai langkah-langkah dalam model
pembelajaran Problem Based Learning dapat diambil kesimpulan bahwa
langkah-langkah dalam model PBL ini dimulai dengan menyiapkan logistic

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 12


yang dibutuhkan lalu penyajian topik atau masalah, dilanjutkan dengan peserta
didik melakukan diskusi dalam kelompok kecil, mencari solusi dari
permasalahan dari berbagai sumber secara mandiri atau kelompok,
menyampaikan solusi dari permasalahan dalam kelompok berupa hasil karya
dalam bentuk laporan, dan kemudian melakukan evaluasi terhadap proses apa
saja yang mereka gunakan.

B. Hasil Belajar
a. Hakikat Hasil Belajar
Abdurrahman (dalam Jihad dan Haris, 2013:14) menyatakan
bahwa, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Jihad dan
Haris, 2013:14) ada 3 ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotoris. Hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan
perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif dan
psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.

b. Klasifikasi Hasil Belajar


Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,
baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar terbagi
menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif
tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi,
dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek,

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 13


yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks,
dan gerakan ekspresif serta interpretetatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian. Adapun penjelasan
mengenai ketiga ranah sebagai berikut (Sudjana, 2013:22-33).
1) Ranah Kognitif
a) Tipe Hasil Belajar Mengingat
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan knowledge
dalam taksonomi Bloom. Istilah tersebut termasuk pula pengetahuan
faktual, disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus,
batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh,
dan nama-nama kota. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah
tersebut perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar
bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Tipe hasil
belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah.
Namun, tipe hasil belajar pengetahuan menjadi prasyarat bagi tipe hasil
belajar berikutnya.
b) Tipe Hasil Belajar Memahami
Tipe hasil belajar dalam arti sebenarnya, misalnya dari bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia atau mengartikan Bhineka Tunggal
Ika. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan
bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau
menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian,
membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan
pengetahuan tentang konjugsi kata kerja subjek, dan possesive pronoun,
sehingga mampu menyusun kalimat dengan baik dan benar. Tingkat
ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman
ekstrapolasi diharapkan untuk membentuk siswa yang mampu melihat di
balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau
dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun
masalahnya.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 14


c) Tipe Hasil Belajar Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau
situasi khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-
ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi
pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat
sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah.
d) Tipe Hasil Belajar Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur
atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe
sebelumnya. Analisis diharapkan untuk membentuk siswa yang
mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan
integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal
memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk
hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah
dapat berkembang pada siswa, maka siswa akan dapat
mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
e) Tipe Hasil Belajar evaluasi
Penyatuan unsur atau bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut
sintesis.Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman,
berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir
konvergen yang satu tingkat lebih rendah dari berpikir divergen. Dalam
berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui
berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir
divergen. Dalam berpikir divergen, pemecahan atau jawabannya belum
dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan
mengumpulkannya ke dalam satu kelompok besar. Berpikir sintesis
merupakan salah satu terminal untuk menjadikan seseorang menjadi lebih
kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai
dalam pendidikan. Kreativitas juga beroperasi dengan cara berpikir

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 15


divergen. Kemampuan sintesis dapat membantu seseorang untuk
menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan
abstraksi atau operasionalnya.
f) Tipe Hasil Belajar Mencipta
Mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan
mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi satu pola atau struktur
yang tidak pernah ada sebelumnya. Dalam mencipta siswa
mengumpulkan elemen-elemen dari banyak sumber dan menggabungkan
mereka jadi sebuah struktur atau pola baru yang bertalian dengan
pengetahuan siswa sebelumnya. Mencipta berisikan tiga proses kognitif:
1) merumuskan yang melibatkan proses menggambarkan masalah dan
membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu;
2) merencanakan yang melibatkan proses merencanakan metode
penyelesaian masalah yang sesuai dengan kriteria- kriteria masalahnya,
yakni membuat rencana untuk menyelesaikan masalah; 3) memproduksi
melibatkan proses melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah
yang memenuhi spesifikasi-spesifikasi tertentu (Anderson &
Krathwohl,2010:128-132).
2) Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar
afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian
siswa terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan
teman sekelas, kebiasaan dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis
kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategori dimulai dari tingkat
yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks adalah sebagai
berikut.
a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini
termasuk kesadaran, keinginana untuk menerima stimulus, kontrol,
dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 16


b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang
datang kepada dirinya.
c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus. Dalam evaluasi ini termasuk dalam kesediaan
menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai
dan kesepakatan terhadap nilai.
d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan, dan priortitas nilai yang dimilikinya.
e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya.

3) Ranah Psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan
keterampilan, yakni gerakan refleks, keterampilan pada gerakan-gerakan
dasar, kemampuan perseptual (membedakan visual, auditif, motoris, dan
lain-lain), kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill, dan
kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan ekspresif dan interpretatif. Tipe hasil belajar psikomotoris
berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah peserta
didik menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotoris
sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak
kecenderungan untuk berperilaku.

C. Mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia Kompetensi Dasar


Menganalisis Kue Indonesia dari Terigu

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 17


Dalam mata pelajaran terdapat kompetensi dasar menganalisis kue
Indonesia dari terigu.
a. Hakikat Kue Indonesia dari Terigu
Kue Indonesia bahan terigu dapat diartikan sebagai kudapan yng
berbahan dasar tepung terigu. Makanan kecil ini dapat dikonsumsi sebagai
makanan selingan pada suatu hidangan pesta atau selamatan, dapat pula
sebagai pengiring minum teh yang disajikan kepada tamu atau sebagai
bekal ke kantor atau ke sekolah. Setiap Negara mempunyai kekhasan
makanan kecil atau kue kuenya, seperti “English cake” adalah kue yang
berasal dari Inggris, kue donat berasal dari Amerika, sedangkan dodol dari
Indonesia. Kue tradisional Indonesia sangat banyak jenisnya, yang masing-
masing berbeda sesuai dengan daerah asalnya dan mempunyai ciri khas
masing-masing daerah. Dari jenisnya, kita bisa mengenal kue tersebut
berasal dari daerah mana. Contohnya wingko dari Jawa Tengah disebut
juga dengan wingko babat, kerak telor berasal dari Jakarta/Betawi, dodol
berasal dari Garut, bika ambon dari Medan, dan bolu koja dari Palembang.
Ada juga kue yang terdapat hampir di setiap daerah Nusantara, seperti kue
mangkok namun memiliki nama yang berbeda walaupun mempunyai
bentuk, rupa, rasa yang sama. Dodol juga termasuk kue yang terdapat di
seluruh daerah di Indonesia, namun namanya berbeda-beda.
Kalau di Jawa namanya dodol maka di Sumatera Barat/Minang
namanya adalah kalamai, di Sulawesi Utara dinamakan koyabu sedangkan
di Jawa Tengah namanya iwel-iwel. Disamping perbedaan nama, kue
Indonesia dapat juga berbeda dari segi fungsi atau kegunaannya. Misalnya
kue cucur di daerah tertentu mempunyai arti yang penting karena
digunakan sebagai suatu hidangan pada upacara selamatan atau syukuran.
Berdasarkan karakteristiknya kue Indonesia ada dua macam yaitu kue
basah dan kue kering. Bila diperhatikan karakteristik kue basah salah
satunya yaitu mempunyai tekstur basah/lembab. Karakteristik kue kering
yaitu mempunyai tekstur kering dan umumnya dengan teknik pengolahan
digoreng dan dibakar.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 18


Macam-mcam kue dari terigu.
Kue Indonesia yang terbuat dari tepung terigu antara Lain:
a. Pisang Molen
Merupakan kue tradisional yang menggunakan tepung terigu pada
bahan dasar kulitnya dengan isian buah pisang di dalamnya. Pisang
molen merupakan salah satu jenis kue Indonesia yang diolah dengan
cara digoreng.
b. Pastel
Pastel adalah semacam pastry yang dibuat dengan meletakkan isian di
atas adonan, lalu dilipat dan ditutup rapat membentuk setengah
lingkaran. Pastel dapat terasa manis atau gurih tergantung dari isian.
Pastel umumnya diolah dengan cara digoreng
c. Pukis
Pukis adalah sebuah kue khas Indonesia. Kue ini dibuat dari adonan
telur, gula pasir, tepung terigu, ragi dan santan. Adonan itu kemudian
dituangkan ke dalam cetakan setengah bulan serta dipanggang di atas
api (bukan oven).
d. Kue lumpur
adalah penganan ringan dengan bahan utama santan, kentang, tepung
terigu, dan telur. Sebagai pewangi digunakan vanila dan seringkali
diberi hiasan kismis dan kelapa muda iris di permukaannya. Kue ini
tergolong kue basah sehingga tidak tahan disimpan lama
e. Kue putu ayu
adalah kue basah indonesia yang termasuk kategori jajanan pasar khas
nusantara. Kue putu ayu dapat dibuat dengan berbagai macam variasi
warna, umumnya dicetak menggunakan cetakan berbentuk bunga
dengan parutan kelapa di atasnya. Kue ini diolah dengan cara dikukus

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 19


D. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan kajian teori yang terdapat pada penelitian ini, dan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartono dari SMAN 1 Karang
Rayun dan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Gina Rosarina, Ali Sudin dan
Atep Sujana dari Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang,
sehingga dapat dilakukan penelitian tindakan kelas mata pelajaran Produk Cake
dan Kue Indonesia kompetensi dasar kue Indonesia dari terigu
1. Penelitian dilakukan oleh Hartono dari SMAN 1 Karang Rayun dengan judul
“Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika
Bagi Siswa Kelas X6 Sman 1 Karangrayung Semester 1 Tahun Pelajaran
2015/2016” dan hasil penelitiannya adalah hasil penelitian 1) hasil belajar
aspek pengetahuan sebelum tindakan 56%, siklus 1 68% dan siklus 2
88% 2) hasil belajar aspek keterampilan sebelum tindakan 73%, siklus
1 80% dan siklus 2 100% 3) hasil belajar aspek sikap jumlah kategori
amat baik dan baik sebelum tindakan 68%, siklus 1 94% dan siklus 2
100%
2. Jurnal penelitian dengan judul penerapan model Problem Based Learning
untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan wujud
benda oleh Gina Rosarina1 , Ali Sudin dan Atep Sujana dari Program
Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang dan hasil penelitiannya terjadi
Peningkatan yang dilihat dari persentase ketuntasan tiap siklus. Siswa
yang dinyatakan tuntas pada siklus I berdasarkan hasil tes ada 7 siswa
(26,92%), siklus II menjadi 17 siswa (65,38%) dan siklus III 23 siswa
(88,46%).
3. Riska Labdulla. 2013. PengaruhModel Problem Based Learning terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas VIII pada Materi Luas Permukaandan Volume
Prisma Tegakdan Limas. Hasil penelitian ini menunjukanbahwa
penerapan modelPBLdapat meningkatkan hasil belajar siswapada
pembelajaran Materi Luas Permukaan Dan Volume Prisma Tegak Dan
Limas. Hasil belajar yang didapat dari hasil test diperoleh nilai rata-rata
untuk kelas eksperimen adalah60,2273dan untuk kelas kontro ladalah

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 20


40,8182. Hal ini menunjukkan bahwa kelas yang dibelajarkan dengan
menggunakan model PBL hasil belajarnya lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelas yang dibelajarkan dengan tanpa menggunakan PBL.
4. Dwita Purnama Sari.2013. Pengaruh Model Problem Based Learning
Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pendidikan Kewaganegaraan Sekolah
Dasar. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh
penggunaan model PBL terhadap hasil belajar. Hal ini terlihat dari rata-
rata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen yaitu 75,56, di
mananilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu
sebesar70,24. Yang juga berpengaruh pada nilai signifikansinya.
5. Yuda Cipta Nuari.2014. PengaruhModel Problem Based Laerning
Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa SDN 04 Rasau Jaya. Hasil penelitian
ini menunjukkan perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran PBL dengan hasil belajar siswa yang
diajar tanpa menggunakan model PBL. Pada penelitian ini model
pembelajaran PBL memberikan pengaruh sebesar 0,76 terhadap
peningkatan hasil belajar IPS.

E. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian


a. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
siswa, guru,metode, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu
pada kurikulum, sertalingkungan fisik, sosial,budayayang merupakan input
untuk melaksanakan proses pengajaran. Guru merupakan tenaga pengajar dan
pendidik peserta didik. Karakteristik peserta didik termasuk remaja akhir
karena telah berusia antara 17-18 tahun dimana keadaan perasaan maupun
emosinya belum stabil, sudah mampu berpikir kritis, dan kemauannya
tinggi. Metode pembelajaran yang digunakan belum bervariasi, dominan
ceramah tanya jawab serta diskusi. Metode yang kurang bervariasi
tersebut menyebabkan keaktifan kurang dan hasil belajar siswa belum
optimal.Terkait dengan hal tersebut, perlu adanya suatu tindakan yang

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 21


dapat membantu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik.
Tindakan yang cocok adalah diterapkannya model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik secara langsung. Hal itu dapat dilakukan dengan
menerapkan model Problem Based Learning (PBL), karena dalam model
tersebut peserta didik dapat terlibat untuk aktif berpikir, menemukan konsep
baru dalam memecahkan permasalahan pembelajaran yang dikaitkan dengan
masalah dunia nyata (a real world problems). Pada proses pembelajaran
dengan penerapan model Problem Based Learning diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Tetapi, apabila antara input dan
proses pembelajaran tidak saling mendukung, maka tidak akan terjadi
peningkatan hasil belajar peserta didik.

b. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan
dilandasi oleh generalisasi, dan biasanya menyangkut hubungan di antara
variabel penelitian. Hipotesis dalam penelitian merupakan jawaban yang
paling mungkin diberikan dan memiliki tingkat kebenaran jawaban lebih tinggi
daripada opini (Setyosari, 2013: 123). Berdasarkan teori dan kerangka berpikir
yang telah diuraikan tersebut, maka dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai
berikut. “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning
pada Kompetensi Dasar. Menganalisis Kue Indonesia dari Terigu
dapat Meningkatkan Hasil Belajar peserta didik Kelas XI SMK
Negeri 1 Rote Barat”

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 22


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang


dilaksanakan tahun pelajaran 2015/2016. Menurut Arikunto, dkk (2015:1)
mendefinisikan bahwa “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian
yang memaparksn terjadinya sebab-akibat dari perlakuan, sekaligus
memaparkan seluruh poses sejak awal pemberian perlakuan sampai dengan
dampak dari perlakuan tersebut”. Dengan demikian, dapat dikatakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) adalah jenis penelitian yang memaparkan baik proses
maupun hasil, yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di kelasnya
untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini akan dilakukan secara bersiklus
untuk mendapatkan hasil terbaik agar diperoleh data yang valid. Masing-masing
siklus terdiri atas empat tahapan, yakni (1) perencanaan tindakan (2) tahap
pelaksanaan tindakan, (3) tahap pengamatan, dan (4) tahap refleksi. Setiap
siklus direncanakan tiga kali pertemuan. Jika sudah memenuhi hasil yang
diharapkan maka siklus tidak dilanjutkan lagi.
Rancangan penelitian ini menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dari Arikunto (2015:41), penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus dengan
mempertimbangkan cakupan materi yang akan dibelajarkan, waktu yang tersedia,
serta kemampuan peneliti sendiri. Jika hasil yang diperoleh siklus I kurang
memuaskan maka dilanjutkan ke siklus ke II. Tiap siklus terdiri atas empat tahapan,
yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi. Jika sudah
memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan, maka siklus akan diakhiri dan
tidak lagi dilanjutkan. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 23


Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(sumber: Arikunto, 2015:42)

1. Perencanaan

Berdasarkan hasil refleksi awal, maka diterapkan alternatif tindakan


dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning.
Tindakan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar pada pembelajaran produk cake dan kue Indonesia . Hal-hal yang
dipersiapkan adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis silabus.
2. Membuat RPP yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam
pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning
3. Menyediakan alat, bahan dan materi ajar lain yang mendukung.
4. Membuat tes siklus I untuk mengukur tingkat kemampuan peserta didik
pada pembelajaran produk cake dan kue Indonesia

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 24


2. Pelaksanaan
Setelah perencanaan tindakan I disusun, maka tahap selanjutnya adalah
pelaksanaan tindakan I, yaitu sebagai berikut.
1. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL). Dimana peneliti berkolaborasi dengan
guru dalam kegiatan pembelajaran.
2. Membentuk kelompok belajar.
3. Membagikan permasalah kepada siswa dan menugaskan siswa untuk
berdiskusi menyelesaikan permasalahan tersebut dengan kelompok masing-
masing.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab
tentang soal yang diberikan dan tentang materi yang kurang dipahami.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil
diskusi bersama dengan kelompoknya.
6. Pada akhir tindakan I, diberikan tes kepada siswa untuk mengetahui hasil
belajar peserta didik pada pembelajaran kue Indonesia dari terigu sehari-
hari.

3. Pengamatan
1) Mengobservasi secara langsung proses pembelajaran di kelas dengan cara
mengamati secara langsung pelaksanaan pembelajaran yang diberikan oleh
guru
2) Mengevaluasi proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning yang meliputi tes hasil belajar kue
Indonesia dari terigu, rubrik observasi aktivitas dan angket respon peserta
didik untuk mengetahui hasil belajar, aktivitas dan respon peserta didik
terhadap pembelajaran yang telah disampaikan setelah penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 25


4. Refleksi
Refleksi merupakan perenungan terhadap tuntas tidaknya pelaksanaan tindakan
pada siklus I, jika siklus I belum mencapai ketuntasan yang direfleksikan maka
diadakan perbaikan pada pembelajaran siklus II.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri Rote Barat pada semester


ganjil tahun pelajaran 2019/2020 di kelas XI Tata Boga. Penelitian ini
dilaksanakan dari Bulan ....sampai bulan ... 2020

C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik
kelas XI Tata Boga tahun pelajaran 2019/2020 sebanyak 25 orang peserta didik.
Kelas XI Tata Boga dipilih sebagai subjek penelitian karena kelas ini memiliki
hasil belajar serta aktivitas belajar peserta didik yang masih rendah. Hal ini
terjadi karena di kelas tersebut terungkap permasalahan-permasalahan yang
telah diungkapkan pada bagian latar belakang. Di samping itu, di sekolah ini
belum pernah diadakan penelitian terkait dengan permasalahan tersebut,
sehingga dirasa perlu melakukan penelitian di tempat ini.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


a. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan dalam penelitian (Setyosari, 2010:108). Menurut Agung
(2012:44), variabel adalah objek penelitian atau segala sesuatu yang
menjadi titik fokus perhatian dalam suatu penelitian. Variabel dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah hasil belajar, sedangkan variabel
bebasnya adalah penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning.

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 26


b. Definisi Operasional
Pada hakikatnya dalam perumusan definisi operasional variabel
penelitian mengandung definisi teoritik dan segala sesuatu yang menjadi
ciri-ciri (karakteristik) variabel tersebut yang secara operasional dapat
diukur (Agung, 2012:46). Dalam penelitian ini ada tiga definisi
operasional menurut variabel dalam penelitian ini, yang diantaranya
adalah sebagai berikut.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah ketercapainya setiap kompetensi dasar baik kognitif,
afektif, maupun psikomotor yang diperolah peserta didik dari kegiatan
pembelajaran yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh pengalaman. Hasil belajar ranah kognitif dalam
pembelajaran kue Indonesia menilai pengetahuan peserta didik dalam
pembelajaran kue Indonesia dari terigu, diukur dengan menggunakan
tes pilihan ganda (multiple choice) yang tediri dari 25 soal, kemudian
hasil belajar ranah afektif pada pembelajaran kue Indonesia dari terigu
menilai sikap peserta didik selama proses pembelajaran kue Indonesia
dari terigu berlangsung, diukur dengan menggunakan lembar observasi
sikap yang terdiri dari 4 indikator yang mencakup rasa ingin tahu,
kerjasama, disiplin, dan rasa percaya diri dan hasil belajar ranah
psikomotor pada pembelajaran kue Indonesia dari terigu menilai
keterampilan peserta didik dalam melakukan kinerja dalam menganalisis
kue Indonesia dari terigu yang diukur dengan menggunakan lembar
observasi kinerja

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 27


E. Metode Pengumpulan Data
Tabel 3.1 Metode Pengumpulan Data
No Variable Sumber data Metode Waktu
Pengumpulan Data Pemberian
1 Aktifitas Belajar Peserta Didik Lembar Observasi Setiap
Peeserta Didik Pelaksanaan
Siklus
2 Respon siswa Peserta Didik Angket Diakhir
penelitian

No Variable Sumber Metode Waktu Pemberian


data Pengumpulan
Data
1 Ranah Peserta Tes Pilihan Setiap akhir
kognitif Didik (pilihan gnda) Siklus
2 Hasil Ranah fektif Peserta Penilaian Sikap Setiap
belajar Didik pelaksanaan
siklus
3 Ranah Peserta Observasi Setiap
psikomotor Didik pelaksanaan
siklus

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dirancang akan digunakan dalam penelitian ini
sebagai alat untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian tindakan kelas terdiri
atas lembar soal tes untuk setiap siklus, lembar observasi dan angket.
a. Instrumen Penilaian Pengetahuan (Ranah Kognitif)
Untuk data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui tes pilihan ganda
(multiple choice). Multiple choice test terdiri dari satu keterangan atau
pemberitahuan tentang satu pengertian yang belum lengkap dan untuk
melengkapinya harus memilih satu diantara beberapa jawaban yang telah
disediakan (Arikunto, 2013:183). Instrumen multiple choice yang digunakan

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 28


dalam penelitian ini mengunakan 5 pilihan (option) A, B, C, D dan E yang
mengandung satu jawaban yang paling benar.
Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)

Jumlah soal tes yang digunakan adalah 25 soal untuk siklus I dan 25 soal
untuk siklus II. Skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 25 dan skor
minimal adalah 0.
Sebelum sebuah instrumen multiple choice test digunakan, terlebih dahulu
dilakukan uji validitas instrumen untuk memenuhi syarat instrumen yang
baik. Uji validitas isi dilakukan melalui expert judgement oleh para ahli di
bidangnya. Penelitian ini menggunakan uji expert judgement atau dosen ahli
dan guru pengampu pembelajaran kue Indonesia dari terigu di kelas X1 Tata
Boga SMK Negeri 1 Rote Barat.
Mekanisme perhitungan validitas tersebut, yaitu: 1) pakar menilai setiap
instrumen; 2) penilaian dikelompokkan menjadi kurang relevan dan sangat
relevan; 3) hasil penilaian pakar ditabulasi ke dalam bentuk matriks; 4)
melakukan tabulasi silang antara dua pakar; dan 5) menghitung validitas isi.
Analisis validasi mengacu pada formula yang dikembangkan oleh Robert
Gregory yakni :
Tabel 3.3 Matriks Tabulasi Penilaian Dua Pakar

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 29


Hasil dari proses tabulasi silang dua pakar tersebut selanjutnya dimasukkan
ke dalam rumus.

Keterangan:
V = validitas isi
A = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan tidak relevan oleh kedua
pakar
B = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan relevan oleh pakar I dan
kurang relevan oleh pakar II
C = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan kurang relevan oleh
pakar I dan relevan oleh pakar II
D = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan relevan oleh kedua
pakar

Nilai validitas isi yang diperoleh mencerminkan keseluruhan butir tes yang
dihasilkan. Adapun kriteria untuk validitas isi (content validity) sebagai berikut:
0,80 – 1,00 = validitas sangat tinggi.
0,60 – 0,79 = validitas tinggi
0,40 – 0,59 = validitas sedang
0,20 – 0,39 = validitas rendah
0,00 – 0,19 = validitas sangat rendah
Berdasarkan koreksi dari pakar (jugjes), setelah perbaikan dan konsultasikan
kembali, validitas isi dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Uji Pakar Ranah Kognitif Siklus I

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 30


Tabel 3.4 Uji Koesioner Expert Judgment Tes Kognitif

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai 0,833. Hal ini berarti tingkat validitas
instrumen berada dalam kriteria sangat tinggi. Setelah diuji pakar, selanjutnya
instrumen tes dapat digunakan sebagai tes untuk menilai hasil belajar ranah kognitif
siswa.

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai 0,833. Hal ini berarti tingkat validitas
instrumen berada dalam kriteria sangat tinggi. Setelah diuji pakar, selanjutnya instrumen tes
dapat digunakan sebagai tes untuk menilai hasil belajar ranah kognitif peserta didik

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 31


DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Rusmono.(2014). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu


perlu. Bogor : Penerbit Ghalia IndoneSsia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun


2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta :
Menteri Pendidikan Nasional. Diakses pada tanggal 05 Maret 2016 darihttp://bsnp-
indonesia.org/id/wpcontent/uploads/isi/Permen_22_2006.pdf

Wina, Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmuzi, Ahmad. 2013.Mengingat dan Memahami Kembali tentang Teori


Taksonomi Bloom. Kompasiana, 5 Februari 2013, http:// edukasi.kompasiana.com

PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd 32

Anda mungkin juga menyukai