Anda di halaman 1dari 7

NASIB PEKERJA KONTRAK SEBELUM DAN SESUDAH UU CIPTA

KERJA

Muhammad Rosyid Al Fahmi

Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang

Jl. Gajayana No.50, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur

Mralfahmi77@gmail.com

Abstrak

Omnibus Law Cipta Kerja telah sah menjadi undang-undang (UU). Salah
satu poin yang menuai kontroversi adalah soal klaster ketenagakerjaan. Salah
satunya ialah dalam masalah kontrak pekerja, pada dasarnya baik perusahaan
maupun karyawan, saling terikat dalam sebuah kontrak kerja. Perjanjian kerja
tersebut harus memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam perundang-
undangan indonesia, dikenal dua perjanjian yaitu perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Dalam revisi terbaru
di UU Omnibus Law Cipta Kerja, memang ada sejumlah pasal yang mengalami
revisi dalam dua skema perjanjian kerja tersebut. Di dalam artikel ini akan dibahas
mengenai sejumlah revisi tersebut dan apa dampak sebelum dan sesudah
pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dalam dunia ketenagakerjaan.

Kata Kunci : Dampak, Perjanjian Kerja, Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Abstract

The Omnibus Law on Job Creation has legally become a law (UU). One of the
points that caused controversy was the employment cluster. One of them is in the
case of workers' contracts, basically both companies and employees are bound to
each other in a work contract. The work agreement must contain the rights and
obligations of both parties. In Indonesian legislation, there are two agreements,
namely a certain time work agreement (PKWT) and an indefinite work agreement
(PKWTT). In the most recent revision of the Omnibus Law on Cipta Kerja, there
are indeed a number of articles that have undergone revisions in the two work
agreement schemes. In this article, we will discuss a number of these revisions
and their impact before and after the ratification of the Omnibus Law on Job
Creation in the world of employment.

Keywords: Impact, Work Agreement, Omnibus Law, Job Creation Law.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Omnibus Law Cipta Kerja telah sah menjadi undang-undang (UU). Salah satu
poin yang menuai kontroversi adalah soal klaster ketenagakerjaan. Salah satunya
ialah dalam masalah kontrak pekerja, pada dasarnya baik perusahaan maupun
karyawan, saling terikat dalam sebuah kontrak kerja. Perjanjian kerja tersebut
harus memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam perundang-undangan
indonesia, dikenal dua perjanjian yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Omnibus Law ketenagakerjaan merevisi ketentuan PKWT di UU No 13


Tahun 2003 melalui pengubahan, penghapusan, dan penambahan pasal. Meski
demikian, aturan mengenai karyawan kontrak hanya dijelaskan secara garis besar
di UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020. Ketentuan secara rinci ada di Peraturan
Pemerintah (PP) No 35 Tahun 2021 sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.

PP UU Cipta Kerja tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja tersebut menjelaskan aturan PKWT
terbaru, yang berlaku sejak diterbitkan pada Februari 2021 menggantikan aturan
sebelumnya di UU Ketenagakerjaan. Berikut akan dijelaskan pemaparan tentang
perubahan setelah disahkannya UU Cipta Kerja.
PEMBAHASAN

Perbedaan PKWT dan PKWTT Serta Perubahannya di UU Cipta Kerja

Menurut Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), perjanjian kerja adalah suatu perjanjian
antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dengan menyepakati perjanjian kerja,
seorang karyawan memiliki suatu ikatan hukum serta kewajiban yang harus
dipenuhi pada perusahaan tempatnya bekerja. Sebaliknya, perusahaan pun juga
memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak karyawan seperti memberikan
upah, mendaftarkan karyawan dalam program jaminan kesehatan dan
ketenagakerjaan, serta hak atas cuti bagi karyawan. Pemerintah juga telah
menetapkan aturan-aturan perjanjian kerja yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan pada kedua belah pihak. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi
dapat terjaga, dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terdapat dua jenis


perjanjian kerja yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perbedaan utama antara PKWT dan
PKWTT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

PKWT merupakan sebuah kontrak yang dilakukan antar karyawan dengan


perusahaan untuk menjalin hubungan kerja dalam waktu yang telah ditentukan.
Dalam PKWT, tetap terdapat ketentuan umum yang mengatur tentang hubungan
kerja antar perusahaan dengan karyawan seperti hak dan kewajiban masing-
masing pihak, beserta jabatan, upah, dan hal ketentuan lainnya. Namun, yang
membedakan adalah adanya batasan waktu hubungan kerja karena karyawan tidak
dipekerjakan secara permanen melainkan hanya untuk jangka waktu tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)


PKWTT merupakan kontrak kerja atau perjanjian yang dibuat dengan
jangka waktu yang tidak ditentukan sehingga karyawan dipekerjakan secara
permanen, tidak ada batasan waktu. Berbeda dengan PKWT yang harus dibuat
secara tertulis dan dicatatkan pada dinas ketenagakerjaan, PKWTT dapat dibuat
dalam bentuk tertulis maupun secara lisan, dan tidak diwajibkan untuk dicatatkan
pada dinas ketenagakerjaan.

PKWT berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu

Jika pekerjaan yang diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih


cepat dari waktu yang disepakati, maka kontrak otomatis putus saat selesainya
pekerjaan. Sebaliknya, jika pekerjaan belum selesai dalam waktu yang disepakati,
maka kontrak dapat diperpanjang sampai batas waktu tertentu hingga pekerjaan
selesai.

Masa kerja karyawan kontrak

PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Jika tetap
disyaratkan, maka masa percobaan batal demi hukum dan dianggap sebagai
bagian dari masa kerja karyawan kontrak. Dengan demikian, masa kerja karyawan
kontrak di perusahaan dihitung sejak terjadinya hubungan kerja berdasarkan
PKWT sampai perpanjangan kontrak berakhir.

Kewajiban pembayaran kompensasi bagi karyawan kontrak

Berbeda dari aturan sebelumnya, UU Cipta Kerja mewajibkan pengusaha


untuk memberikan uang kompensasi sebagai bentuk pesangon atau penghargaan
masa kerja bagi karyawan kontrak pada saat berakhirnya PKWT. Ketentuannya,
karyawan minimal telah bekerja 1 bulan secara terus menerus.

Perhitungan Uang Kompensasi

Besaran uang kompensasi karyawan PKWT disesuaikan berdasarkan masa


kerja, dengan perhitungan sebagai berikut:
1. PKWT selama 12 bulan secara terus menerus diberikan sebesar 1 bulan
upah.
2. PKWT selama 1 bulan atau lebih namun kurang dari 12 bulan dihitung
secara proporsional dengan rumus masa kerja dibagi 12 dikalikan 1 bulan
upah.
3. PKWT lebih dari 12 bulan dihitung dengan rumus masa kerja dibagi 12
dikalikan 1 bulan upah.

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum jangka waktu
PKWT berakhir, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi yang dihitung
berdasarkan masa PKWT yang telah dijalani pekerja. Ketentuan ini juga berlaku
jika pekerjaan selesai sebelum jangka waktu berakhir.

Nasib Pekerja Kontrak Sebelum dan Sesudah Adanya UU Cipta Kerja

PKWT berdasarkan jangka waktu

Kontrak PKWT berdasarkan ‘jangka waktu’ dapat dibuat untuk paling


lama 5 tahun. Apabila jangka waktu berakhir dan pekerjaan belum selesai, maka
dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan
antara pengusaha dan pekerja. Ketentuannya, jangka waktu keseluruhan PKWT
beserta perpanjangan kontrak tidak melebihi 5 tahun.

Dalam aturan terbaru, tidak ada ketentuan mengenai pembaharuan kontrak


PKWT. Di aturan sebelumnya (UU No 13 Tahun 2003), maksimal jangka waktu
PKWT dapat dibuat untuk 2 tahun, perpanjangan maksimal 1 tahun, dan
pembaruan maksimal 2 tahun setelah melewati masa tenggang 30 hari.

Pengamat ketenagakerjaan Hadi Subhan mengatakan adanya UU Cipta


Kerja ini membuat pekerja/buruh memungkinkan untuk jadi pekerja kontrak
seumur hidup. Jika di aturan sebelumnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) dibatasi paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang 1-2 tahun, saat ini
menurut aturan UU Cipta Kerja tidak dijelaskan dan hanya disesuaikan oleh
perjanjian kerja. jadi bisa sampai pensiun itu dikontrak. Hal itu dinilai dapat
membuat pekerja/buruh tidak mendapat pesangon karena hanya sebagai pekerja
kontrak, bukan tetap. Untung saja terdapat aturan yang mengharuskan pekerja
kontrak menerima pesangon dengan syarat minimal kerja 1 bulan.

Bertambahnya Alasan tentang Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut UU Cipta Kerja, bertambahnya alasan pemutusan hubungan kerja


(PHK) yang diperbolehkan di pasal 154A, sehingga dapat mempermudah PHK.
Alasan baru PHK yang diperbolehkan di UU Cipta Kerja adalah jika perusahaan
melakukan efisiensi, serta jika pekerja/buruh melakukan pelanggaran perusahaan
tanpa adanya surat peringatan (SP) 1-3. Jadi perusahaan bebas melakukan
efisiensi apapun. Termasuk pengurangan karyawan dan juga tidak adanya surat
peringatan tersebut menimbulkan polemik, sehingga perusahaan pun dengan
mudah bebas mem-phk karyawan. Kemudian dalam ayat 2 disebutkan alasan
pemutusan hubungan kerja lainnya dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sehingga, alasan PHK
bergantung dari kesepakatan pemberi kerja dan pekerja/buruh.

Tidak adanya UMK

Menurut UU Cipta Kerja, Dalam pasal 88C disebutkan bahwa Gubernur


dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu
berdasarkan kondisi pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi pada
kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dinilai dapat memicu adanya buruh
dibayar murah.

Penambahan Waktu Kerja

Jika di aturan lama maksimal lembur 1 hari 3 jam, menurut UU Cipta


Kerja, dalam pasal 78 saat ini maksimal lembur menjadi 4 jam 1 hari. Kemudian
juga adanya tambahan waktu kerja 6 hari dalam satu minggu, dengan catatan
bahwa 1 hari waktu pekerja hanya boleh 7 jam.
Kesimpulan

Dampak dari disahkanya UU Cipta Kerja sangat besar bagi kesejahteraan


para buruh atau pekerja di indonesia, putusan-putusan tersebut seringkali di
pandang memberikan dampak negatif, padahal tidak sedikit putusan tersebut yang
berdampak positif bagi kesejahteraan buruh dan pekerja di Indonesia, apalagi
setelah adanya revisi UU Cipta Kerja.

Daftar Pustaka

Alfiyani, Nur. "Perbandingan Regulasi Ketenagakerjaan Dalam Undang-Undang


Ketengakerjaan Dan Undang-Undang Cipta Kerja." AN-NIZAM 14.2 (2020):
121-139.

Anggraeny, Isdian, and Nur Putri Hidayah. "KEABSAHAN PERJANJIAN


KERJA WAKTU TERTENTU DENGAN KONSEP REMOTE WORKING
DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA." Jurnal Hukum
dan Kenotariatan 5.1 (2021): 52-73.

http://suaralira.com/mobile/detailberita/21588/sebelum-dan-sesudah-ada-uu-cipta-
kerja-nasib-pekerja-kontrak

https://www.gadjian.com/blog/2021/03/05/aturan-karyawan-kontrak-pkwt-pp-uu-
cipta-kerja/

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201006135421-532-554944/5-
dampak-omnibus-law-ciptaker-bagi-pekerja-di-indonesia

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5202068/nasib-pekerja-kontrak-
sebelum-dan-sesudah-ada-uu-cipta-kerja

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fb4e462866ba/10-dampak-uu-cipta-
kerja-terhadap-uu-ketenagakerjaan?page=all

https://www.gadjian.com/blog/2021/03/05/aturan-karyawan-kontrak-pkwt-pp-uu-
cipta-kerja/

Anda mungkin juga menyukai