Anda di halaman 1dari 13

KEGIATAN PEMBUATAN KOMPOS DAUN MENGGUNAKAN EM4 DI

KEC. TANAH PUTIH KAB. ROKAN HILIR RIAU


LAPORAN

OLEH:
DILLA SEPTIA RINI
170301126
AGRONOMI

MATA KULIAH PENGELOLAAN LAHAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan sampah organik sudah banyak dilakukan dan dimanfaatkan

untuk kebutuhan di pertanian atau sebagai sumber biogas. Dipertanian sampah

organic yang berupa dedaunan, tanaman sisa panen, jerami dll, dijadikan sebagai

bahan pembuatan pupuk kompos. Pupuk ini digunakan sebagai pupuk penyubur

tanah di awal penanaman. Ataupun diperjual belikan sebagai penyubur tanah di

lahan terbuka lainnya (Syafrudin, 2004).

Sampah organik adalah sampah yang banyak dihasilkan oleh rumah

tangga, pasar, pertanian, maupun industri dll. Sehingga pemanfaatan sampah

organik sangat berpeluang besar karena banyaknya bahan baku di lingkungan.

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari

bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan yang telah mengalami proses

rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan

organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Wahyono, et.al., 2011).

Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sampah organik yang

sebagian besar berasal dari rumah tangga. Sebetulnya, kompos merupakan pupuk

warisan alam yang sudah dikenal nenek moyang kita, tetapi kita lupa untuk

memanfatkannya. Kompos adalah bahan organik yang bisa lapuk, seperti daun-

daunan, sampah dapur, jerami, rumput dan kotoran lain, yang semua itu berguna

untuk kesuburan tanah (Sumekto, 2006).

Dalam pembuatan kompos, aktivator digunakan untuk mempercepat

proses kematangan kompos. Selain menggunakan aktivator komersial, dapat

digunakan bioaktivator dengan memanfaatkan mikroorganisme lokal (MOL).


2

Larutan MOL merupakan hasil fermentasi yang dapat dibuat dari berbagai bahan

yang tersedia di lingkungan sekitar kita. Larutan ini mengandung mikroorganisme

yang dapat merombak bahan organik, merangsang pertumbuhan tanaman dan

sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Cahaya dan Nugroho, 2009).

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik

menjadi sama dengan C/N rasio tanah. C/N rasio adalah hasil perbandingan antara

karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai C/N rasio

tanah adalah 10-12. Bahan organic yang memiliki C/N rasio sama dengan tanah

memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Widarti, 2015).

Tujuan praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara

pembuatan pengelolaan lahan dengan membuat kompos daun kering

menggunakan EM4.

Kegunaan penulisan

Adapun kegunaan penulisan ini adalah untuk memenuhi komponen

penilaian Mata Kuliah Pengelolaan Lahan Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahaan bacaan bagi pihak yang

membutuhkan.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Mikro organisme seperti Effektivitas Migroorganisme (EM4)

[/B] merupakan bahan stater untuk membangun pertanian akrab lingkungan

dengan memanfatkan mikro organisme pembusuk yang bermanfaat untuk

kesuburan tanah, dengan cara pembuatan kompos pupuk kandang dengan

menggunakan EM4 atau sejenisnya, sesuai dengan dosis atau pemakaian yang

tepat berdasarkan petunjuk penggunaan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka

organisme di dalam tanah akan tumbuh subur kembali, sehingga fisik tanah yaitu

tektur dan struktur menjadi lebih baik, tanaman akan tumbuh subur, dengan

produktifitas yang tinggi (Badan Standarisasi Nasional, 2004).

Untuk menghasilkan kompos yang baik, selama proses fermentasi harus

memperhatikan beberapa faktor di antaranya yaitu suhu, pH, dan kelembaban.

Suhu normal diawal proses fermentasi pengomposan adalah 40-50˚C. Suhu ini

akan meningkat setelah hari ke tiga hingga mencapai 60˚C dan akan menurun

seiring dengan matangnya kompos. Yang perlu diperhatikan adalah suhu setelah 2

minggu pengomposan. Suhu yang cenderung tinggi setelah 2 minggu

pengomposan harus segera di turunkan (Unus, 2002).

Manfaat EM4 dalam proses fermentasi bahan organik, mikroorganisme

akan bekerja dengan baik bila kondisi sesuai. Proses fermentasi akan berlangsung

dalam kondisi anaerob, pH rendah (3-4), kadar garam dan gula tinggi, kandungan

air sedang 30-40%, kandungan antioksidan dari tanaman rempah dan obat, adanya

mikroorganisme fermentasi, serta suhu yang mendukung (40-50% ˚C) (Gazer,

2005).
4

Kandungan di dalam EM4 terdiri dari: Bakteri fotosintetik merupakan

bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan subtansi

bioaktif lainya. Hasil metabolit yang diproduksi dapat diserap secara langsung

oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan

mikroorganisme yang menguntungkan. Lactobacillus sp. (bakteri asam laktat),

merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula

dan karbohidrat lain. Strepmyces sp, mengeluarkan enzim streptomisin yang

bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan (Indriani, 2011).

Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu, Rasio C/N,

Ukuran partikel, Aerasi, Porositas, Kelembaban (Moisture content), Temperatur,

Derajat keasaman (pH), Kandungan hara. Teknologi pengomposan sampah sangat

beragam baik secara aerob maupun anaerob, dengan atau tanpa aktivator

pengomposan. Pada pengomposan secara aerob dan proses dekomposisi akan

berlangsung optimal jika ada oksigen. Sementara, proses anaerob berlangsung

optimal jika tidak terdapat oksigen. Aktivator merupakan bahan yang terdiri atas

enzim, asam humat, dan mikroorganisme (kultur bakteri) yang berfungsi untuk

mempercepat proses pengomposan. Proses anaerob merupakan suatu proses

biokimia dimana reaksinya berlangsung tanpa kehadiran oksigen (Yuniwati,

2012).
5

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat praktikum

Praktikum dilaksanakan di lahan pekarangan rumah tepatnya di Desa

Ujung Tanjung kec. Tanah Putih Kab. Rokan Hilir Riau dengan ketinggian ±20

mdpl pada 23 Oktober 2020 sampai dengan 8 November 2020.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam pengelolaan lahan pembuatan kompos

daun menggunakan EM4 ini adalah gunting untuk mencacah daun kering, wadah

untuk tempat penyimpanan kompos, kayu sebagai pengaduk, baskom sebagai

tempat melarutkan cairan EM4.

Adapun bahan yang digunakan dalam pengelolaan lahan yakni pembuatan

kompos daun ini adalah daun kering sebagai media pembuatan kompos, EM4

sebagai bakteri mikroorganisme dalam membantu pematangan kompos, air

sebagai pelarut, gula sebagai nutrisi bagi bakteri.

Prosedur Percobaan

- Disiapkan alat dan bahan

- Dibuat larutan EM4 dengan EM4 : gula : air dengan perbandingan 1 : 1 :

50

- Kemudian dicacah daun kering agar cepat mengurai

- Dimasukkan sebagian daun kering

- Lalu ditimpa dan dicampur dengan sebagian larutan EM4


6

- Dilakukan terus menerus hingga semua daun kering dan larutan EM4 nya

habis

- Kemudian di aduk hingga tercampur semuanya

- Lalu ditutup, namun jangan terlalu rapat

- Diaduk setiap harinya agar matang merata

- Didiamkan hingga matang


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pembahasan

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah

dicampur. Secara sederhana proses pengomposan dapat dibagi menjadi dua tahap,

yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Hal ini sesuai dengan literatur

Sulistyorini (2005), selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-

senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba

mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula

akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas

500 – 700 C selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah

mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini

terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-


8

mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan

bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan

telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat

ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat

humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun

biomassa bahan.

Penggunaan EM4 dapat membantu proses pematangan kompos daun

dengan bantuan bakteri yang ada pada EM4. Hal ini sesuai dengan literatur

Asngad dan Suparti (2005) dalam EM4 ini terdapat sekitar 80 genus

mikroorganisme fermentor, yang dikategorikan menjadi 5 golongan pokok yaitu:

bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomycetes sp, Ragi (yeast), dan

Actinomycetes.

Sampah daun yang berserakan dilingkungan dapat digunakan kembali

sebagai kompos daun. Pemanfaatan daun sebagai kompos sangat efektif dalam

pemanfaatan limbah. Pembuatan kompos daun juga sangat mudah dilakukan. Hal

ini sesuai dengan literatur Sulistyorini (2005) yang menyatakan bahwa sampah

dari sayuran termasuk daun-daunan sangat bagus hasilnya apabila dibuat menjadi

kompos organik. Kompos daun ini akan sangat bagus digunakan kembali untuk

menyuburkan tanah pertanian. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Arief

Budiharjo (2006) yang menyatakan bahwa ada 7 komponen sampah yang akan

sangat bermanfaat untuk dijadikan kompos apabila ada penambahan EM4.

Kompos yang sudah matang ditandai dengan warna yang kehitaman,

tekstur daun akan menggumpal ketika digenggam dan aroma yang tidak terlalu

menyengat. Hal ini sesuai dengan literatur Setyaningsih (2017) yang menyatakan
9

bahwa Proses pengomposan akan berhenti setelah mencapai kematangan yang

sempurna dengan indikator yang dapat diamati meliputi warna, aroma, dan

tekstur. Warna yang ideal adalah coklat kehitaman atau serupa dengan warna

tanah. warna yang terlalu hitam disebabkan kadar air yang terlalu tinggi selama

proses pengomposan. Sebaliknya, warna yang terlalu cerah merupakan hasil dari

pengomposan yang terlalu kering atau kelembabannya di bawah 30%.

Kelembaban pada pembuatan kompos harus selalu dijaga agar tidak

mengganggu proses pematangan kompos. Hal ini sesuai dengan literatur

Setyaningsih (2017) yang menyatakan bahwa kelembaban berkaitan dengan kadar

air yang terdapat dalam bahan kompos. Diawal proses pengomposan, sampah

daun sudah dipisahkan berdasarkan tingkat kelembabannya. Tingkat kelembaban

ideal untuk pengomposan adalah 60%. Kelembaban rendah atau di bawah 60%

akan membuat bahan terlalu kering dan pematangan kompos menjadi lebih lama.

Adapun kelembaban yang terlalu tinggi atau lebih dari 60% akan membuat

kondisi bahan menjadi sangat basah. Kondisi ini akan sangat merugikan karena

menjadi media pertumbuhan berbagai bakteri nondekomposer. Bakteri ini pula

yang akan aktif memproduksi gas sehingga berakibat menimbukan bau yang

sangat menyengat pada kompos. Suhu, pH, dan kelembaban merupakan tiga aktor

yang harus selalu dipantau selama proses pengomposan.


10

KESIMPULAN

1. Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah

dicampur. Secara sederhana proses pengomposan dapat dibagi menjadi

dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan.

2. Penggunaan EM4 dapat membantu proses pematangan kompos daun

dengan bantuan bakteri yang ada pada EM4.

3. Pemanfaatan daun sebagai kompos sangat efektif dalam pemanfaatan

limbah.

4. Proses pengomposan akan berhenti setelah mencapai kematangan yang

sempurna dengan indikator yang dapat diamati meliputi warna, aroma, dan

tekstur.

5. Suhu, pH, dan kelembaban merupakan tiga aktor yang harus selalu

dipantau selama proses pengomposan.

6.
11

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 19-
7030-2004. tentang Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.
Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Cahaya, A.T.S dan D.A. Nugroho. 2009. Pembuatan kompos dengan


menggunakan limbah padat organic (sampah sayuran dan ampas tebu).
Laporan penelitian. Semarang: Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro.

Gazer Z. 2005. Bio production of compost with low pH and high soluble
phosphorus from sugar cne bagasse enriched with rock phosphate. World
Journal of Microbiology and Biotechnology. 21:741-745.

Indriani, H. Y.2011.Pembuatan Pupuk Kilat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Sumekto R. 2006. Pupuk Organik. PT Intan Sejati; Klaten Jawa Tengah.

Syafrudin, H 2004. Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Kajian


awal untuk kota Semarang). Makalah pada diskusi interaktif : Pengelolaan
sampah perkotaan secara terpadu. Semarang. Program Magister Ilmu
Lingkungan UNDIP.

Unus S. 2002. Pupuk organik kompos dari sampah. Bioteknologi Agroindustri.


Bandung: Humaniora Utama Press.

Wahyono S, Sahwan F.L dan Suryanto F. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul
dari Aneka Limbah. Agromedia Pustaka : Jakarta.

Widarti, N.2015. Pengruh Rasio C/N Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos Dari
Kubis Dan Kulit Pisang, Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2, 77.

Yuniwati. 2012. Optimasi kondisi proses pembuatan kompos dari sampah organik
dengan cara fermentasi menggunakan EM4. Jurnal Teknologi. 5(2): 172-
181.
12

LAMPIRAN
Link video :
https://drive.google.com/file/d/1kqe1q5xkrHeLCUkTehzy2tt5vAkut2bw/v
iew?usp=sharing

Lamiran Foto

Anda mungkin juga menyukai