dan Wasiat
Nama :
1. Bayu Dwiyanto (3019210183)
2. Silvia Dantyana (3018210082)
3. Wenny Parliana (3018210127)
4. Ratu Cahaya Fortuna (3018210181)
5. Habib Nur Fauzan (3018210280)
Kelas : D
Universitas Pancasila
Tahun Ajaran 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adat adalah hukum yang lahir, hidup dan berkembang di kalangan masyarakat
Indonesia asli dalam bentuk yang tidak tertulis. Adapun sifat perkembangannya adalah
dinamis dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan juga bersifat elastis yang artinya
mudah menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa hukum yang timbul dari perkembangan
masyarakat tersebut. Hal tersebut juga berlaku bagi hukum waris adat di Indonesia.
Namun sesuai dengan perkembangan dan kemajuan jaman, status kewarisan hukum
adat mengalami perubahan pada beberapa bentuk pelaksanaannya dikarenakan adanya
beberapa faktor, salah satunya adalah karena pengaruh ajaran agama dan adanya keputusan
MK mengenai perkara waris adat yang terjadi di beberapa daerah dengan pokok
permasalahan yang sama namun berbeda bentuk keputusannya antara satu daerah dengan
daerah yang lain.
Sehingga dalam makalah ini yang akan menjadi fokus pembahasan adalah pengaruh
serta perkembangan kewarisan adat oleh 2 faktor yaitu faktor pengaruh agama dan faktor
perubahan dan perkembangan waris adat dengan adanya keputusan MK. Kedua faktor
tersebut sangat mendominasi perkembangan dan perubahan kewarisan adat pada jaman
sekarang ini. Dan hanya menjadikan beberapa daerah sebagai objek tempat yang mengalami
perkembangan dan perubahan, karena di Indonesia sendiri terdapat banyak daerah dengan
suku atau ras yang berbeda dan tidak memungkinkan semuanya dijabarkan dalam makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
masalah hukum adat waris tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan tentang hukum adat
kekeluargaan, karena sistem kekeluargaan yang dipergunakan membawa akibat kepada
penentuan aturan-aturan tentang warisan. Di samping itu, peranan agama yang dianut tidak
kalah pentingnya pula dalam penentuan aturan-aturan tentang warisan karena unsur agama
adalah salah satu unsur hukum adat, begitu juga dengan keberadaan keputusan ataupun
ketetapan MA dalam berbagai kasus yang bervariasi di setiap daerah.
Hal ini mengakibatkan pula bahwa meskipun hukum adat kekeluargaan contohnya di
Bali menganut sistem patrilineal, tetapi dalam pelaksanaannya berbeda dengan daerah-daerah
lain yang juga memakai sistem patrilineal, seperti halnya di Batak.[1] sehingga dengan
adanya perbedaan seperti itu menimbulkan permasalahan tersendiri dan yang mana
keputusannya hanya bisa diproses melalui jalan hukum. Dan hasil keputusan dari masalah
tersebut menjadi yurisprudensi di MA dalam menindak lanjuti perkara selanjutnya. Dan
dengan sendirinya mengakibatkan perubahan bentuk hukum adat itu sendiri.
Peran agama sebagaimana disebutkan tadi sangat berpengaruh dikarenakan sebagian
bentuk hukum waris adat ada padanya unsur atau kaidah yang sesuai dengan hukum agama
islam
C. Tujuan Makalah
BAB II
ISI
Sesungguhnya kedudukan balu sebagai waris atau bukan waris dipengaruhi oleh
sistem kekerabatan dari masyarakat yang bersangkutan dan bentuk perkawinan
yang berlaku diantara mereka. Ada balu setelah teman hidupnya wafat namun
belum bebas menentukan sikap tindaknya oleh karena itu ia harus masih menetap di
tempat kerabat suami atau istri. Dan ada yang dapat kembali ke kerabat asalnya dan
atau bebas menentukan pilihannya untuk menikah lagi atau tidak.
a. Daerah Bojonegoro
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol. 24-1-1960 No. 302 K/Sip/1960
menyatakan dengan alasan bahwa seorang janda perempuan merupakan ahli waris
terhadap barang asal dari suaminya dalam arti bahwa sekurang-kurangnya dari
barang-barang asal itu sebagian harus tetap di tangan janda sepanjang perlu untuk
hidup secara pantas sampai ia meninggal atau kawin lagi, sedang di beberapa
daerah Indonesia di samping ketentuan ini mungkin dalam hal barang-barang
warisan amat banyak harganya, janda berhak atas bagian warisan seperti seorang
anak kandung.
b. Daerah Blitar
Seorang janda bila ia memerlukan untuk penghidupannya dapat menguasai
barang-barang tinggalan mendiang suaminya selama hidup dan tidak kawin lagi.
Hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol. 19-10-1960 No. 307
K/Sip/1960.
c. Daerah Tulungagung.
Dalam hal seseorang meninggal dengan meninggalkan seorang janda dengan 5
orang anak, yang menjadi akhli warisnya adalah janda dan kelima orang anak itu
dengan masing-masing berhak atas bagian yang sama dari harta warisan. Hal ini
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung : _ol. 22-6-1961 No. 140 K/Sip/1961.
a. Daerah Makassar.
Mahkamah Agung menganggap sebagai hal yang nyata di seluruh Indonesia
bahwa dalam hal warisan pada hakikatnya berlaku Hukum Adat, yang di daerah
dengan pengaruh agama Islam yang kuat sedikit banyak mengandung unsur-unsur
hukum Islam.
b. Daerah Jakarta
Karena tidak terbukti bahwa dalam hal warisan disini (daerah Jakarta) hukum
Islam telah diterima dalam hukum Adat, dalam hal ini harus diperlakukan hukum
Adat.
c. Daerah Kabanjahe.
Hukum Adat yang harus diperlakukan adalah hukum Adat yang berlaku pada
saat dilakukan pembagian warisan jadi hukum Adat yang berlaku pada dewasa ini,
bukannya hukum Adat yang berlaku sewaktu meninggalnya orang yang
meninggalkan warisan. (Putusan Mahkamah Agung : _ol. 24-2-1971 No. 782
K/Sip/1970).
2. Kedudukan Anak
Kedudukan anak baik laki-laki maupun perempuan di dalam pelaksanaan
pmbaggian harta warisan merupakan ahli waris kelompok utama. Sengketa yang terjadi
disebabkan harta warisan dikuasai oleh saudara dan keponakan atau putusan pengadilan
negeri dan pengadilan agama di kabupaten Donggala, menetapkan bahwa anak sebagai
ahli waris dari orang tuanya.
Persesuaian di atas juga diiringi adanya perbedaan dalam beberapa asas hukum mengenai
penentuan harta warisan, pembagian harta warisan, kelompok keutamaan ahli waris,
pengalihan harta warisan, dan pembagian harta warisan. Perbedaan asas hukum tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Penentuan harta warisan
Dalam penentuan harta warisan dalam hukum kewarisan adat masyarakat
Donggala terdapat beberapa harta peninggalan yang tidak dibagikan kepada ahli waris.
Harta peninggalan itu disebut mbara-mbara nimana, misalnya kavari, geno, lola, dan
alat-alat pesta adat lainnya. Dapat juga berupa rumah. Harta warisan tersebut tidak
dibagikan kepada ahli waris, tetapi diwakafkan kepada 6ayasan yang mengurusi anak
yatim.
2. Pembagian harta warisan
Dalam pembagian harta warisan dalam hukum kewarisan adat masyarakat
Donggala terdapat beberapa harta peninggalan pewaris yang beralih kepada ahli waris
lainnya dalam bentuk pembagian hasil kebun dan pembagian pengolahan sawah secara
bergilir kepada setiap ahli waris.
3. Kedudukan kelompok keutamaan ahli waris
Dalam hukum kewarisan adat masyarakat Donggala belum ditemukan kasus
mengenai ayah atau ibu yang mendapat harta warisan bila pewaris meninggalkan anak,
sedangkan dalam hukum kewarisan Islam dalam kasus yang sama, anak menjadi ahli
waris bersama dengan ibu dan/atau ayah pewaris.
4. Penentuan hak warisan
Pelaksanaan hukum kewarisan Islam dalam hukum kewarisan adat masyarakat
Donggala mengenai porsi pembagian ½, ¼, 1/8, 1/3, 1/6, dan 2/3 harta warisan bagi
setiap ahli waris berdasarkan perioritas dekat dan jauhnya hubungan kekerabatan dengan
pewaris, namun dalam kasus penambahan hak waris (raad) dan pengurangan hak waris
(awl) belum dikenal dalam pelaksanaan hukum adat kewarisan masyarakat muslim
kabupaten Donggala.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengertian pewarisan sebelum maupun sesudah kemerdekaan adalah suatu proses beralihnya
harta (baik berwujud atau tidak berwujud) dari suatu generasi kepada generasi berikutnya
dengan tidak disertai ketentuan apakah proses itu terjadi sebelum atau sesudah meninggalnya
pewaris.
Pengertian ahli waris sebelum Proklamasi Kemerdekaan selalu dikaitkan dengan
hubungan darah. Akibatnya janda bukan ahli waris dari suaminya karena janda tidak punya
hubungan darah dengan suaminya. Namun setelah proklamasi janda ditetapkan sebagai ahli
waris suaminya dan memperoleh harta gono-gini. Hal tersebut berdasarkan keputusan MA tol
20 April 1960 No. 110 K/Sip/1960.
Dengan adanya keputusan MA, dengan sendirinya mengubah bentuk hukum waris
adat yang sudah ada.
Bentuk hukum waris adat di daerah Donggala pada saat sekarang ini sudah sangat di
pengaruhi oleh ajaran agama islam. Hal itu terlihat dari penyelesaian permasalahan
berdasarkan ajaran agama islam yakni berlandaskan Al-quran dan hadits.