PENGANTAR PAJAK
Diklat Teknis Substantif Dasar ( DTSD)
Kepabeanan dan Cukai
Oleh :
Drs. Arif Surojo, M Hum
( Widyaiswara Pusdiklat Pajak)
HUKUM PAJAK
3.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh .……………………………………. 8
A. Pengertian Hukum Pajak …………………………………………. 8
B. Kedudukan Hukum, Pajak Dalam Sistem Hukum Di Indonesia … 9
C. Pembagian Hukum Pajak ...………………………………………. 10
D. Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Perdata ……………..… 11
E. Pengaruh Hukum Pajak Terhadap Hukum Perdata ………………. 12
F. Hubungan Hukum Pajak Dengan Hukum Pidana .......................… 13
G. Penafsiran Dalam Hukum Pajak …………………………………. 17
3.2 Latihan 2 ……………………………………………………………… 20
3.3 Rangkuman …………………………………………………………… 20
i
4. Kegiatan Belajar (KB) 3
ii
PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
2.2. LATIHAN 1
1. Apa yang dimaksud dengan Pengantar Hukum Pajak?
2. Sebutkan dasar hukum berlakunya undang-undang perpajakan hasil
peninggalan Pemerintah Hindia Belanda pada awal kemerdekaan?
Jawab : Pasal II (Aturan Peralihan) UUD 1945 jo Undang-Undang No. 4
Tahun 1952
3. Undang-undang pajak apa yang disahkan pada masa 17-8-1945 s/d
1983?
2.3. RANGKUMAN
1. Berlakunya Undang-undang Perpajakan setelah Proklamasi
Kemerdekaan yang berasal dari Pemerintahan Hindia Belanda
berdasarkan Pasal II (Aturan Peralihan) UUD 1945 jo Undang-undang
No. 4 tahun 1952.
2. Dalam rangka perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah ada beberapa Pajak Negara diserahkan ke Pemerintah Daerah
antara lain Pajak Rumah Tangga, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak
Verponding, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ke Pemda Tingkat I
dan Pajak Jalan, Pajak Kopra, Pajak Potong, Pajak Pembangunan I,
Pajak Bangsa Asing, Pajak Radio ke Pemda Tingkat II.
3. Pembaharuan perpajakan dengan disahkannya Undang-undang :
a. UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP yang berkali-kali diubah terakhir
dengan UU No. 28 Tahun 2007
b. UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh yang berkali-kali diubah terakhir
dengan UU No. 36 Tahun 2008
c. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPn BM yang berkali-kali
diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000
d. UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB yang berkali-kali diubah terakhir
dengan UU No. 12 Tahun 1994
e. UU No. 13 Tahun 1985 tentang BM
HUKUM PAJAK
Hukum Pajak
Hukum Pidana
b. Pemalsuan Surat.
Pasal 263 KUHP.
(1). Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat
yang dapat menimbulkan suatu hak atau pembebasan hutang
atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar atau tidak
dipalsukan, diancam, jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan
pidana penjara paling lama enam bulan.
(2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siap dengan
sengaja memakai surat palsu atau dipalsukan, seolah-olah
sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 39 ayat (1) huruf e U.U. KUP.
Setiap orang yang dengan sengaja :
a, b, c, dan seterusnya.
e. Memperhatikan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.
f. Dan seterusnya.
Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
b. Menerima hadiah/pemberian.
Pasal 418 KUHP :
Pegawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia
tahu atau patut dapat menyangka, bahwa apa yang dihadiahkan
atau dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak
karena jabatannya, atau yang menurut pkiran orang yang
menghadiahkan atau berjanji itu ada berhubungan dengan jabatan
itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
(KUHP 35, 36, 92, 309, 419)
pasal ini dikategorikan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 419 KUHP :
Dengan hukuman selama-lamanya lima tahun dihukum pegawai
negeri :
3.3. RANGKUMAN.
1. Hukum Pajak adalah keselruh dari peraturan-peraturan yang meliputi
wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui Kas Negara,
sehingga ia merupakan bagian dari hukum Publik yang mengatur
hubungan hukum antara Negara dengan orang-orang atau badan hukum
yang berkewajiban membayar pajak.
2. Hukum Pajak termasuk bagian Hukum Publik dalam hal ini Hukum Tata
Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara).
A. PAJAK
1. Arti Pajak
Pengertian pajak ada bermacam-macam, yang lain
dikemukakan oleh para sarjana, yang oleh Santoso Brotodhardjo, S.H.
(1982 : 2) yaitu :
a. Definisi Leroy Beaulieu yang berbunyi : “Pajak adalah bantuan,
baik secara langsung maupun tidak, yang dipaksakan oleh
kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup
belanja Pemerintah”.
b. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) :
“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik
(dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh Badan
yang bersifat Umum (Negara), untuk mempeloreh pendapatan,
dimana terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang
karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak”.
c. Definisi Prof Edwin R.A. Seligman.
“Tax is a compulsory contribution from the person, to the
government to defray the expenses incurred in the common
interest of all, without reference to special benefit conferred”.
Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without reference”
karena bagaimana juga uang pajak tersebut digunakan untuk
B. RETRIBUSI
Retribusi ialah pembayaran-pembayaran kepada Negara yang
dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa Negara. Dalam
retribusi nyata-nyata bahwa atas pembayaran-pembayaran itu si
pembayar mendapat prestasi kembali yang langsung.
Misalnya : pembayaran uang sekolah, uang kuliah, langganan
PAM, retribusi pasar dan lain-lain.
C. SUMBANGAN
Menurut Santoso Brotodihadjo, S.H. (1982 : 6), sumbangan
mengandung pikiran, bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi
4.2. LATIHAN 3.
1. Apa yang dimaksud dengan pajak menurut Prof. DR. P.J.A. Adriani?
Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
2. Berikan contoh retribusi !
Contoh retribusi : retribusi pasar, retribusi parker dan lain-lain.
3. Apa saja Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Departemen Kehakiman ?
Penerimaan dari Departemen Kehakiman :
- Penerimaan dari pendaftaran ciptaan.
- Penerimaan dari permintaan hak paten.
4.3. RANGKUMAN.
1. Macam-macam pungutan yang termasuk pendapatan Negara antara lain
pajak, retribusi, sumbangan dan penerimaan Negara bukan pajak.
2. Pajak ialah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale
(kontraprestasi) yang dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membiyai pengeluaran umum.
3. Retribusi ialah pembayaran-pembayaran kepada Negara yang dilakukan
oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa Negara. Para pembayar
retribusi menerima prestasi kembali yang langsung.
4. Selain retribusi pendapatan Negara dapat berupa sumbangan.
5. Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat berupa penerimaan yang
dipeloreh Instansi Pemerintah (Departemen dan Lembaga Non-
Departemen).
B. ASAS YURIDIS.
Hukum Pajak harus memberi jaminan hukum yang perlu untuk
menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk Negara maupun untuk
warganya. Dasar hukum pemungutan pajak dalam pasal 23 ayat (2)
Undang-undang Dasar 1945.”Segala pajak untuk kegunaan kas Negara
berdasarkan undang-undang’.
Di Indonesia, Pasal 23 ayat (2) ini mempunyai arti yang sangat
dalam, yaitu sangat menetukan nasib rakyat. Memori penjelasannya
mengatakan : “Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa akan hidup dan
dari mana didapatnya belanja untuk hidup, harus ditetapkan oleh rakyat
itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat.
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara
hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk
menetukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menetapkan
beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan
undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Demikianlah halnya dengan yang sudah menjadi kelaziman (karena
keharusan) di Negara hukum.
Selain secara formal harus dipungut berdasarkan undang-undang,
dalam menyusun undang-undangnya nyata-nyata harus diusahakan oleh
pembuat undang-undang tercapainya keadilannya dalam pemungutan
pajak dengan mengindahkan keempat unsur dari Adam Smith’s Canon.
Karenanya niscaya tidak lagi cara-cara lama akan terulang, yaitu untuk
fiksus hanya dicantumkan haknya, dan untuk wajib pajak hanya
kewajibannya saja. In concreto secara umum tidak boleh dilupakan hal-
hal sebagai berikut :
C. ASAS EKONOMIS.
Pajak selain mempunyai fungsi budgetair juga berfungsi mengatur,
digunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, maka
politik pemungutan pajaknya harus :
1. Diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi
dan perdagangan.
2. Diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya menuju ke bahagiaan dan jangan sampai merugikan
kepentingan umum.
D. ASAS FINANSIAL.
Sesuai dengan fungsi budgetair, maka sudah tentu bahwa biaya-
biaya untuk mengenakan dan memungut pajak harus sekecil-kecilnya, di
bandingkan dengan pendapatannya.
5.3. RANGKUMAN.
1. Menurut Aristoteles dalam bukunya Rhetorica menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah untuk menegakkan keadilan.
2. Adam Smith (1723 – 1790) melancarkan ajarannya sebagai asas
pemungutan pajak dengan nama “The Four Maxims”.
3. Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa asas antara lain asas falsafah
hukum yang terdiri dari beberapa teori yang melandasi mengapa Negara
memungut pajak, yaitu :
a. Teori asuransi
b. Teori kepentingan
c. Teori kewajiban pajak mutlak.
d. Teori asas gaya beli.
e. Teori asas gaya pikul.
i
C. Tarif yang Menurun (Degresif) …………………………………... 8
D. Tarif yang Tetap ……………...…………………………………... 9
4.2 Latihan 3 ……………………………………………………………… 9
4.3 Rangkuman …………………………………………………………… 9
5. Kegiatan Belajar (KB) 4
ii
MODUL 2
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
PENGGOLONGAN PAJAK
TARIF PAJAK
1. PENDAHULUAN
I. DESKRIPSI SINGKAT / RELEVANSI / PENGANTAR
Tiap-tiap negara mempunyai sistem pemungutan yang berbeda sesuai
dengan kondisi yang bersangkutan.
Di dalam Hukum Pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak,
maka dalam modul ini akan diuraikan bermacam-macam sistem pemungutan
pajak.
B. OFFICIAL ASSESSMENT
Official assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak,
diaman aparatur pajak menetapkan jumlah pajak yang terhutang dan
wajib pajak.
C. WITHOLDING SYSTEM.
Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana
perhitungan pemotongan dan pembayaran pajak serta pelaporan pajak
dipercayakan kepada pihak ketiga oleh Negara.
Pihak ketiga yang diberi kepercayaan pemerintah untuk memotong
atau memungut pajak misalnya Badan-badan tertentu, Direktorat Jenderal
Bea Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan dan lain-lain.
Contoh pajak yang menganut sistem ini misalnya PPh Pasal-pasal 21, 22,
23, 26.
D. STELSEL RIIL
Stelsel Riil / stelsel nyata (Rieele stelsel) ialah suatu sistem
pengenaan pajak, yang didasarkan pada penghasilan yang
sesungguhnya diperoleh dalam suatu tahun pajak.
Karena penghasilan yang sesungguhnya diperoleh dalam suatu
tahun pajak baru diketahui pada akhir tahun, maka pajak baru dikenakan
sesudah akhir tahun pajak berakhir. Dan biasanya pajak ini dikenakan di
belakang (naheffing).
Contoh : Pajak Penghasilan.
E. STELSEL FIKTIF
Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel) ialah suatu sistem pengenaan pajak
yang didasarkan pada suatu fiktif / anggapan. Bunyi suatu fiksi tergantung
dari ketentuan undang-undang perpajakan yang bersangkutan.
Contoh : Dalam PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 dengan rumus
secara umum ialah 1/12 x PPh tahun yang lalu – PPh Pasal –
Pasal 21, 22, 23, 24.
F. STELSEL CAMPURAN
Stelsel campuran ialah suatu sistem pengenaan pajak yang
didasarkan baik pada stelsel riil maupun stelsel fiktif. Pada awal tahun
2.2. LATIHAN 1
1. Apakah yang dimaksud dengan witholding sistem?
Witholding sistem ialah suatu sistem pemungutan pajak dimana
penghitungan, pemotongan, penyebaran dan pelaporan pajak
dipercayakan oleh Negara kepada pihak ketiga.
2. Apakah yang dimaksud dengan stelsel riil?
Stelsel riil ialah suatu sistem pengenaan pajak yang didasarkan pada
penghasilan yang sesungguhnya diperoleh dalam satu tahun pajak.
3. Berikan contoh pajak yang menganut witholding sistem?
Contoh Witholding sistem : PPh Pasal-pasal 21, 22, 23, 26.
2.3. RANGKUMAN
Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa macam sistem, sistem
mana yang dipergunakan tergantung kepada politik negara yang
bersangkutan. Sistem pemungutan yang dipergunakan di Indonesia adalah
sistem self assessment dan stelsel campuran.
Macam-macam sistem pemungutan pajak yaitu self assessment,
official assessment, witholding system.
(B) Pajak Daerah / Pajak Lokal, ialah pajak yang dipungut oleh daerah
Tingkat I, daerah Tingkat II (Kodya, Kabupaten)
Yang termasuk Pajak Daerah seperti, PKB, PRO, PBA, Pajak
Tontonan, Pajak Reklame dan lain-lain.
3.2. LATIHAN 2
1. Pajak apa saja yang termaswuk Pajak Pusat?
Pajak Pusat : - Pajak Penghasilan
- PPN dan PPn BM
- PBB
- Bea Meterai
2. Dapatkah Pajak Langsung dilimpahkan kepada orang lain?
Jelaskan dan beri contoh pajak yang bersangkutan!
- Pajak langsung ditinjau dari segi ekonomis tidak dapat dilimpahkan
kepada orang lain, harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
3. Sebutkan beberapa macam Pajak Lokal (Pajak Daerah) :
Pajak Lokal : - Pajak Reklame
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Pajak Hotel dan Restoran
- Pajak Hiburan
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
4.2. LATIHAN 3
1. Pajak Penghasilan menganut tarif apa?
Pajak Penghasilan menganut tarif progresif sebagaimana di atur dalam
Pasal 17 Undang Undang PPh.
2. Berikan contoh pajak-pajak yang menganut tarif sepandan!
Pajak yang menganut tarif sepadan antara lain, PPN.
3. Apakah tarif menurun dianut dalam undang-undang pajak di Indonesia?
Tarif menurun / degresif tidak dianut di Indonesia.
4.3. RANGKUMAN
Di dalam Hukum Pajak dikenal beberapa macam tarif, tiap-tiap negara
menganut macam tarif yang telah ditentukan dalam Undang-undang Pajak
yang bersangkutan.
Ada empat macam tarif yaitu Tarif Sepadan, Tarif Progresif, Tarif
Menurun dan Tarif Tetap.
5.2. LATIHAN 4
a. Sebutkan jenis-jenis surat ketetapan pajak
Jenis-jenis surat ketetapan pajak.
1. SKPKB
2. SKPKBT
3. SKPN
4. SKPLB
b. Sebutkan Syarat-syarat diterbitkannya SKPKBT
Syarat-syarat a.1. :
1. Ada data baru (usulan) dan/atau
2. Data yang semula bahan terungkap
c. Sanksi-sanksi apa saja yang dapat dikenakan dalam SKPKB atau SKPKBT
?
Sanksi-sanksi tersebut a.1. :
a. Bunga dan/atau
b. Kenaikan.
5.3. RANGKUMAN
a. Jenis surat ketetapan pajak.
Terdapat beberapa jenis surat ketetapan pajak, yaitu :
i
MODUL 3
TIMBULNYA DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
KEBERATAN DAN BANDING
1. PENDAHULUAN
I. DESKRIPSI SINGKAT / RELEVANSI / PENGANTAR
Di dunia ini sudah kodrat alam bahwa bila ada sesuatu yang timbul,
maka kemudian akan lenyap atau hapus, demikian pula halnya dengan utang
pajak. Di dalam Hukum Pajak dikenal dua ajaran tentang timbulnya utang
pajak.
Di dalam modul ini akan diuraikan tentang pengertian utang pajak,
timbulnya utang pajak, dan hapusnya utang pajak.
2. Kompensasi
Utang pajak yang masih belum dibayar dapat hapus dengan
dilakukannya kompensasi pembayaran antara kelebihan pembayaran
pajak dengan utang pajak yang belum dibayar. Kompensasi
pembayaran harus dimintakan kepada Kepala KPP, agar tidak timbul
kesulitan di kemudian hari, dan secara administrasi telah diselesaikan
di Kantor Pelayanan Pajak.
3. Daluwarsa
Daluwarsa yang dimaksud disini adalah daluwarsa penagih, seperti
yang tercantum dalam Pasal 22 Undang-undang KUP. Pajak yang
penagihannya telah kedaluwarsa tidak dapat dilakukan tindakan
penagihan, maka setelah dilakukan penelitian administrasi dapat
diusulkan untuk dihapuskan.
4. Penghapusan
Wajib Pajak yang menunggak pajak, dan setelah diadakan penelitian
setempat dan diketahui Wajib Pajak telah meninggal dunia tidak
meninggalkan ahli waris dan tanpa warisan, atau wajib pajak pailit,
atau alamat wajib pajak tidak diketemukan lagi, tunggakan pajak dapat
diusulkan untuk dihapuskan.
2.2. LATIHAN 1
a. Apakah yang dimaksud dengan ajaran material dalam Hukum Pajak
mengenai timbulnya utang pajak ?
Ajaran material adalah suatu ajaran mengenai timbulnya utang pajak yang
menyatakan bahwa utang pajak timbul karena undang-undang, tanpa
diperlukan suatu perbuatan manusia, asal dipenuhi syarat telah
terdapatnya suatu Tatbestand.
2.3. RANGKUMAN
1. Utang pajak timbul karena Undang-undang.
2. Hukum Pajak mengenal dua ajaran tentang timbulnya utang pajak yaitu
ajaran material dan ajaran formal.
3. Utang pajak hapus karena pembayaran, kompensasi, daluwarsa atau
penghapusan.
Masalah lain yang sering dijumpai dalam praktek adalah bahwa Wajib
Pajak dalam surat keberatannya tidak menyebutkan jumlah pajak yang
seharusnya terhutang secara jelas menurut perhitungan Wajib Pajak,
tetapi hanya menunjuk jumlah pajak terhutang menurut SPT Tahunan
yang telah dimasukkan.
Contoh :
- Pengiriman berkas keberatan PPh Pasal 21 tahun 2001 harus
dipisahkan dengan pengiriman berkas keberatan PPh Pasal 26 Tahun
2001 karena jenis pajaknya berbeda.
- Pengiriman berkas keberatan PPh tahun 2000 harus dipisahkan
dengan pengiriman berkas keberatan PPh tahun 2001 karena tahun
pajaknya berbeda.
C. PENGADILAN PAJAK
(A) Pengertian
a. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka
pelaksanaan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
b. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan
pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atau pelaksanaan penagihan
berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
c. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib
Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang
dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
d. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib
Pajak atau penanggung Pajak terhadap Pelaksanaan Penagihan
Pajak atau terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan
(E) GUGATAN
(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak.
(2) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan
penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pelaksanaan penagihan.
(3) Jangka waktu untuk mengajukan Gugutan terhadap Keputusan
selama Gugatan dimaksud pada angka (2) adalah 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
(4) Jangka waktu tersebut tidak mengikat apabila jangka waktu
dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
penggugat.
B. PERSIAPAN PERSIDANGAN
(1) Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada
terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal diterima Surat banding atau Surat
Gugatan.
(2) Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau
dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak (Pasal 38) jangka
B. SAKSI
(1) Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau
karena jabatan, Hakim Ketua dapat memerintahkan saksi
untuk hadir dan didengar keterangannya dalam
persidangan.
(2) Saksi yang diperintahkan oleh Hakim Ketua wajib datang di
persidangan dan tidak diwakilkan.
(3) Dalam hal saksi tidak dating meskipun telah dipanggil
dengan patut dan Majelis dapat mengambil putusan tanpa
mendengar keterangan saksi, Hakim Ketua melanjutkan
persidangan.
(4) Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan
patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk
menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, serta
Majelis tidak dapat mengambil putusan tanpa keterangan
dari saksi dimaksud, Hakim Ketua dapat meminta bantuan
polisi untuk membawa saksi ke persidangan.
C. ALASAN PK
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
3. Pengecualian
Persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum tidak diperlukan
dalam hal yang mendampingi atau mewakili apemohon banding
atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua, pengurus, pegawai atau pengampu. Di
samping itu, untuk seseorang yang baru pertama kali
mendampingi atau mewakili pemohon banding / penggugat,
meskipun belum terdaftar atau memperoleh ijin sebagai Kuasa
Hukum dapat bertindak sebagai Kuasa Hukum, namun dalam
sidang berikutnya harus sudah terdaftar atau memperoleh ijin
sebagai Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
3.3. LATIHAN 2
a. Jelaskan Ajaran Formal tentang timbulnya Utang Pajak!
Ajaran Formal adalah suatu ajaran timbulnya utang pajak, yang
meyatakan bahwa utang pajak timbul tanpa melihat adanya Tatbestand,
tetapi menggantungkan adanya pada adanya surat ketetapan pajak. Jadi
menurut ajaran ini utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya surat
ketetapan pajak. Walaupun Tatbestand telah dipenuhi, tetapi jika belum
dikeluarkan surat ketetapan pajak, maka belum ada suatu utang pajak.
b. Apa dan terhadap apa keberatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak ?
Yang dimaksud dengan keberatan disini adalah keberatan yang diajukan
oleh Wajib Pajak kepada Dirjen Pajak berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU
KUP atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ke III berdasarkan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.
c. Apa yang dimaksud dengan Sengketa Pajak !
4.3. RANGKUMAN
a. Syarat-syarat Banding adalah sebagai berikut :
1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia
kepada Pengadilan Pajak
2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima Keputusan yang disbanding, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Jangka waktu di atas tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon
Banding.
4. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
5. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan
dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.
6. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang disbanding.
7. Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang
terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang
dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
8. Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk
memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka
waktunya.
b. Syarat-syarat Gugatan adalah sebagai berikut :
(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak.
(2) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan
penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pelaksanaan penagihan.
(3) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain
Gugatan dimaksud pada angka (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterima Keputusan yang digugat.
PENAGIHAN PAJAK
3.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh .……………………………………. 7
A. Pejabat dan Juru Sita Pajak …………………………..................... 9
B. Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak .................................... … 13
C. Surat Paksa ………………………………….……………………. 14
D. Penyitaan ……………………………………………..................... 17
E. Pencegahan dan Penyanderaan ……………............................. … 25
F. Gugatan ….………………………………….……………………. 30
3.2 Latihan 2 ……………………………………………………………… 31
3.3 Rangkuman …………………………………………………………… 32
4. Test Formatif ……………………………………………………………….. 34
5. Kunci Jawaban Test Formatif ……………………………………………… 36
6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………………………………… 36
7. Daftar Pustaka ……………………………………………………………… 37
i
MODUL 4
PERJANJIAN PERPAJAKAN
PENAGIHAN PAJAK
1. PENDAHULUAN
1.1. DESKRIPSI SINGKAT / RELEVANSI / PENGANTAR
Tiap-tiap negar amempunyai ketentuan perundang-undangna
perpajakan sendiri berdasarkan falsafahnya yang dianut di negara yang
bersangkutan. Dalam Hukum Pajak dikenal asas-asas pemungutan pajak
antara lain asas domisli, asa sumber dan asas kebangsaan dan lain-lain.
Wewenang negara memungut pajak didasarkan pada asas
pemungutan yang dianutnya, dapat saling tumpang tindih sehingga
menimbulkan pajak ganda, dalam hal ini akan dirasakan Wajib pajak sebagai
beban yang sangat memberatkan.
Modul ini akan menguraikan sepitnas tentang perjanjian perpajakan
sebagai salah satu cara untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda.
PERJANJIAN PERPAJAKAN
A. Subyek yang sama dikenalan pajak yang ada di beberapa negara, karena
:
b. Kewarganegaraan rangkap
Contoh: X oleh negara A dapat dianggap sebagai warga
negaranya karena ia dilahirkan dari seorang warga negara A (ius
sanguinis), sedangkan oleh negara B ia dianggap juga sebagai warga
negara B karena dilahirkan di wilayah negara B (ius soli).
b. Cara bilateral
Disamping cara unilateral yang diatur dalam Undang-undang
perpajakan sendiri, dikenal pula cara bilateral antar negara yaitu
dengan suatu traktat atau perjanjian penghindaran pajak berganda
lazim dikenal dengan Tax Treaty.
Secara sederhana dapat diuraikan cara penghindaran pajak berganda
sebagai berikut:
Pembebasan
Cara pembebasan meliputi dua, yaitu:
1) Pembebasan penuh.
2.2. LATIHAN 1
1) Mengapa terjadi pajak berganda?
- Pajak berganda terjadi karena adanya bentrokan jurisdiksi (conflict of
jurisdiction).
2) Metode apa yang dikenal dalam penghindaran pajak berganda bilateral?
2.3. RANGKUMAN
a. Terjadinya pajak berganda karena conflict of jurisdiction, perbedaan
wewenang pemajakan, misalnya:
• Subyek yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara,
karena domisili rangkap, kewarganegaraan rangkap atau bentrok asas
domisili dan asas kebangsaan.
• Obyek yang sama merupakan bagian dari pendapatan yang diperoleh
atau transaksi yang dilakukan di negara lain di kenakan pajak yang
sama di lebih dari satu negara.
• Subyek yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal
berdasarkan world wide income, sedang dinegara situs dikenakan
berdasarkan asus sumber karena mempunyai pendapatan yang
berasal dari sumber yang ada di negara itu.
PENAGIHAN PAJAK
C. SURAT PAKSA
Pengertian Surat Paksa
Pengertian Surat Paksa tercantum dalam Pasal 1 angka 12 Undang-
undang No. 19 Tahun 1997, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang No. 19 Tahun 2000.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
Isi dan karakter Surat Paksa.
Surat Paksa dapat ditinjau dari dua segi yaitu:
a. Surat Paksa ditinjau dari segi isinya.
Surat Paksa ditinjau dari segi isinya, memuat :
1) Titel eksekusi tercemin dari Kepala Surat Paksa yang berkepala :
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA” sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang
Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman.
D. PENYITAAN
Pengertian Penyitaan
Pengertian penyitaan dicantumlan dalam Pasal 1 angka Undang-undang
No. 19 Tahun 1997, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 19 Tahun 2000 :
Tahun 2000 :
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang
Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang Pajak
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
F. GUGATAN
Arti Gugatan
Arti gugatan diatur dalam Pasal 1 angka 22 Undang-undang no. 1 Tahun
1997, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undnag Nomor 19
Tahun 2000 tentang Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
Gugatan atau sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanan
penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaiman diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Sanggahan
a) Sanggahan ke Pengadilan Negeri
Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita
diatur dalam Pasal 38 Undang-undang No. 19 Tahun 1997
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2000 yang menyatakan bahwa :
1) Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita
hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri.
2) Pengadilan Negeri yang menerima surat gugatan memberitahukan
kepada Pejabat.
3) Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya
terhadap barang yang digugat kepemilikannya sejak menerima
pemebritahuan dari Pengadilan Negeri.
4) Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita
tidak dapat diajukan setelah lelang dilaksanakan.
b) Gugatan Penanggung Pajak ke Pengadilan Negeri
3.2. LATIHAN 2
a. Sebutkan pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan penagihan dan
terhadap jenis-jenis pajak apa saja?
Pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan penagihan ialah
1) Pejabat Kantor Pelayanan Pajak, sebagai pejabat untuk penagihan:
a) Pajak Penghasilan;
b) Pajak Pertambahan Nlai;
c) Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sebagai pejabat
untuk penagihan:
a) Pajak Bumi dan Bangunan
b) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
b. Siapa yang disebut dengan Juru Sita Pajak?
Pengertian Jurusita tercantum dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 19 Tahun
1997, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2000:
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, Pemberitahuan Surat Paksa,
Penyitaan dan Penyandraan.
c. Sebutkan yang menjadi dasar Penagihan Pajak!
Dasar Penagihan pajak diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
yaitu:
a. Surat Tagihan Pajak (STP).
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
3.3. RANGKUMAN
a. Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat apabila:
1) Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau berniat untuk itu.
2) Penangguhan Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan
kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia,
ataupun memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya.
3) Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan
badan usahanya dan berniat untuk itu.
4) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara atau
5) Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga
atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
b. Pemberitahuan Surat Paksa kepada orang pribadi.
Surat paksa diberiahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a) Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain
yang memungkinkan.
b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja
di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai.
c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus
harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan
harta warisan belum dibagi, atau
d) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
c. Pemberitahuan Surat Paksa kepada badan
Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,
pemilik modal baik di tempat keduduka badan yang bersangkutan, di
tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan
atau