1
A. Tim Audit ………………………………………………………… 21
B. Surat Tugas dan Surat Perintah ………………………………… 22
1. Surat Tugas ………………………………………………… 22
2. Surat Perintah ……………………………………………… 23
C. Periode Audit ……………………………………………………... 23
4.2 Latihan 3 ……………………………………………………………… 24
4.3 Rangkuman …………………………………………………………… 24
5. Kegiatan Belajar (KB) 4
2
6.2 Latihan 6 ……………………………………………………………… 39
6.3 Rangkuman …………………………………………………………… 40
7. Test Formatif ……………………………………………………………….. 41
8. Kunci Jawaban Test Formatif ……………………………………………… 43
9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………………………………… 43
10. Daftar Pustaka ……………………………………………………………… 44
MODUL
PENGANTAR
AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI
1. PENDAHULUAN
Setelah mempelajari mata pelajaran lain terkait dengan Diklat , maka pada modul
ini akan membahas mengenai Audit Kepabeanan dan Cukai. Dalam ruang publik terdapat
beberapa jenis Audit yang kita kenal yaitu Audit Keuangan, Audit Kinerja dan Audit
untuk tujuan tertentu. Posisi Audit Kepabeanan dan Audit Cukai merupakan Audit
ketaatan (Compliance Audit) yang merupakan bagian dari jenis Audit untuk tujuan
tertentu. Titik berat Modul Audit Kepabeanan dan Audit Cukai ditekankan kepada Apa
itu Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, Obyek Audit, Tujuan audit, wewenang Tim
Audit dan Kewajiban Auditee, serta hal-hal yang terkait di dalam pelaksanaan Audit
secara teknis. Modul ini sebagai tahap awal untuk mempelajari Audit Kepabeanan dan
Audit Cukai. Ada banyak referensi yang bisa dipakai dan peraturan yang terus
berkembang terkait dengan kriteria di dalam pelaksanaan Audit. Dengan menambah dan
mempelajari sumber-sumber referensi yang ada tentu akan menambah wawasan kita
dalam menunjang pelaksanaan kegiatan Audit Kepabeanan dan Cukai.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan para peserta diklat dapat memahami
Materi yang terkait dengan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
3
1.3. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari Modul ini, para peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan
latar belakang audit di bidang kepabeanan dan cukai, Perencanaan Audit, Pelaksanaan
Audit, Pelaporan Hasil Audit dan tindak lanjutnya, Standar Audit, Pedoman
Penyelenggaraan pembukuan di Bidang Kepabeanan dan Cukai , dan pelaksanaan Audit
sesuai program Audit.
2. Kegiatan Belajar (KB) 1
PENDAHULUAN
AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai fasilitator perdagangan (trade
facilitator), Pengawasan (customs control), dan pengumpul penerimaan negara (revenue
collecting). Secara garis besar, ketiga fungsi tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi
besar, yaitu fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan. DJBC dituntut untuk melaksanakan
kedua fungsi sekaligus tanpa mengurangi dan mengorbankan fungsi satu dan fungsi
lainnya.
Model pengawasan dan pelayanan telah diterapkan dengan berbagai kombinasi.
Berbagai kombinasi tersebut membawa perubahan paradigma dari waktu ke waktu.
A. Fungsi Pelayanan
Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dalam perkembangan sejarah telah melakukan
perubahan-perubahan maupun penyempurnaan-penyempurnaan kebijakan dalam rangka
melaksanakan fungsi pelayanan. Dari sejak Ordonansi Bea sampai dengan saat ini telah
banyak langkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka terus meningkatkan
kelancaran arus barang dan dokumen. Langkah kebijakan tersebut tidak hanya bersifat
penyempurnaan prosedur dan teknis pelayanan tetapi juga menyangkut peningkatan
kemampuan dan profesionalisme pegawai.
4
Perkembangan langkah dan kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan tersebut
antara lain sebagai berikut :
- Fasilitas Jalur Prioritas untuk Importir dengan reputasi sangat baik dan memenuhi
kriteria;
- Fasilitas MITA (Mitra Utama);
- Sistem baru penetapan jalur;
- Penyempurnaan Sistem Pembayaran secara on line (Online Payment System)
- Perbaikan sistem pengeluaran barang impor dan ekspor;
- Perbaikan teknik pemeriksaan barang;
- Modernisasi sistem otomasi DJBC (Aplikasi Impor, Aplikasi Ekspor, EDI-
Manifest).
Sistem pelayanan yang memiliki sifat mengedepankan unsur kecepatan dan
kemudahan dokumen dan barang dirancang dalam rangka mewujudkan misi DJBC yang
menyatakan “Pelayanan terbaik kepada industri, perdagangan dan masyarakat”. Namun
demikian, peningkatan pelayanan arus barang dan dokumen melalui berbagai fasilitas
kemudahan dan penyederhanaan tersebut diatas justru dapat mengakibatkan sesuatu yang
merugikan baik negara maupun masyarakat apabila tidak dibarengi dan diimbangi dengan
system dan kebijakan disisi lainnya, yaitu fungsi pengawasan.
B. Fungsi Pengawasan
5
(2) Tahap pada saat clearance barang (Clearance Stage), yaitu sistem penjaluran
barang dan Hi-Co Scan;
(3) Tahap pasca clearance barang (Post Clearance Audit Stage), yaitu Audit di Bidang
Kepabeanan dan Cukai; dan
(4) Tahap penyelidikan dan Penyidikan (Investigation Stage).
Kegiatan pengawasan yang dilakukan DJBC pada saat ini secara ringkas dapat
digambarkan dalam suatu bagan sebagai berikut :
6
Bagan 1.1. Aktivitas Pengawasan DJBC
Aktivitas
Intelijen
Aktivitas Informasi
Pelayanan Bea
dan Cukai
Informasi Informasi
Jalur Merah
Informasi
Aktivitas
Aktivitas Audit
Analisis
Pemeriksaan
Fisik Barang
Impor
7
C. Tri Tunggal Pilar Kepabeanan Modern
Berdasarkan kondisi dan pengaruh dari fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan
yang dilematis tersebut diatas, maka dikembangkanlah suatu system yang dapat
mengakomodasi kedua kepentingan secara berimbang dan sinergis.
Perkembangan paradigma pengawasan dan pelayanan akhirnya mencapai era
kepabeanan yang modern. Para ahli menyatakan bahwa kepabeanan modern saat ini
memiliki tiga pilar utama yang dijadikan ciri dalam menjalankan tugas-tugas
kepabeanannya.
Ketiga pilar tersebut adalah :
1. Self Assessment,
2. Risk Management, dan
3. Post Clearance Audit.
8
- Memberikan kepercayaan kepada pengguna jasa (market forces) dipandang dari
segi tingkat kepatuhan (compliance);
Mekanisme dari Prinsip Self Assessment adalah sebagai berikut :
- Pengisian Pemberitahuan Pabean secara mandiri;
- Penghitungan dan pembayaran BM dan PDRI ke bank secara mandiri ; dan
- Pengajuan dokumen kepabeanan secara elektronik dengan jaringan Pertukaran Data
Elektronik (PDE) / Electronic Data Interchange (EDI).
Kombinasi dari ketiga pilar tersebut dijadikan Bea dan Cukai sebagai Prakterk dan
Prinsip terbaik bagi DJBC. Prinsip pengawasan yang dilakukan tanpa mengurangi fungsi
pelayanan dapat dijawab dengan melaksanakan Post Clearance Audit (PCA) atau audit di
bidang kepabeanan dan cukai yang didasarkan pada prinsip Risk Management.
Boynton dan Kell menyatakan bahwa audit merupakan porses sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif terutama tentang asersi atas
economic actions and events guna menilai tingkat kesesuaiannya dengan General
Accepted Accounting Principle (GAAP) dan mengkomunikasikan kepada pihak yang
berkepentingan.
9
Berkaitan dengan audit kepabeanan, dibawah definisi dari Industy Panel Report on
Audit Customs Reforms yang digunakan oleh Australian Customs Service untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai aktivitas audit dibidang kepabeanan.
“As an element of a compliance improvement strategy, the panel considers Customs
Audit to be an evaluation of insudtry practices and records to assist in forming a
judgement about the integrity of information supplitd to Customs and, in turn, the level of
compliance with legslative requirements”.
Intinya adalah audit kepabeanan merupakan proses evaluasi terhadap catatan-catatan
dan praktik-praktik yang dilakukan oleh dunia industri untuk membantu penilaian
integritas (kejujuran) informasi yang disampaikan ke Bea dan Cukai dan tingkat ketaatan
terhadap peraturan-peraturan yang berlaku.
Audit pada awalnya diterapkan untuk menguji kewajaran laporan keuangan
dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan. Di Amerika, yang dimaksud kriteria adalah
General Accepted Accounting Principle (GAAP). Sedangkan di Indonesia kriteria yang
dimaksud adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada perkembangannya, audit
mulai diterapkan di berbagai sektor untuk berbagai tujuan. Misalnya audit pada lembaga
pemerintahan, lembaga amal, proyek-proyek dan lain-lain.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat ini sedang giat-giatnya meningkatkan
pengawasan di bidang Kepabeanan dan Cukai. Pengawasan dilakukan mulai dengan
penelitian pada tahap awal pengusaha mengajukan perijinan, kegiatan operasi intelijen,
penindakan, dan pelaksanaan Audit. Kegiatan Audit merupakan salah satu bidang
pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sebagai salah satu pilar utama praktik kepabeanan dan cukai, audit di bidang
kepabeanan dan cukai memainkan peran yang semakin signifikan dalam mengemban
tugas DJBC. Hal ini sebagai konsekuensi logis diterapkannya prinsip self-assesment
system yang mana importer/ pengguna jasa menghitung dan membayarkan kewajiban
pabean dan cukainya sendiri kepada Negara.
Secara entimologi, Audit berasal dari bahasa latin dengan kata “auderee” yang
berarti mendengar. Mendengar yang efektif adalah sebuah aktivitas menyerap informasi
dalam suatu media dengan menggunakan alat pendengaran yang diikuti dengan respon
yang terprogram. Dengan demikian agar kegiatan mendengar terjadi maka:
Harus ada informasi
Harus ada media
Harus ada alat pendengaran
10
Harus direspon
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemeriksaan adalah suatu kegiatan
menyerap, mengolah, dan merespon data yang dilakukan oleh pihak yang dapat dipercaya
dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan untuk ditindaklanjuti. Dari
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan:
Terdiri dari beberapa kegiatan;
Dilakukan oleh orang yang dapat dipercaya;
Disampaikan kepada pihak yang berkepentingan;
Pihak yang berkepentingan menindaklanjutinya.
11
Bahan bukti adalah informasi yang digunakan auditor dalam menentukan
kesesuaian informasi yang diaudit dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bahan
bukti terdiri dari berbagai macam bentuk yang berbeda, termasuk pernyataan lisan
dari Pihak yang diaudit (auditee), komunikasi tertulis dengan pihak luar,
pengamatan oleh auditor, dan data elektronik mengenai transaksi. Adalah hal yang
penting untuk memperoleh bahan bukti dalam jumlah dan kualitas yang cukup
untuk memenuhi tujuan audit. Proses penentuan jenis dan jumlah bahan bukti
yang diperlukan dan pengevaluasian kesesuaian informasi dengan kriteria yang
ditetapkan merupakan bagian penting dari audit.
4. Pelaporan
12
Bagan 1.2 Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Dokumen yang
diajukan ke DJBC
Penetapan atas
Memeriksa dokumen- Temuan Hasil Audit,
AUDITOR Menentukan tingkat kepatuhan
dokumen dan catatan- Kekurangan
Bea dan Cukai
catatan pendukung Pembayaran Bea
masuk, Cukai, PDRI
denda, bunga
Kriteria yang ditetapkan
Undang-undang
Kepabeanan dan Cukai
dan peraturan
pelaksanaannya
1) Audit Keuangan
Audit keuangan meliputi audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah
menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha, dan arus kas
13
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Audit Kepabeanan dan Audit Cukai sebagai alat pengawasan yang komprehensif,
dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap Ketentuan di Bidang
Kepabeanan dan Cukai.
Kenapa Audit Kepabeanan dan audit Cukai ini sangat kita perlukan diperlukan ?
Kalau kita melihat hubungannya dengan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, Audit
Kepabenanan dilakukan sebagai konsekuensi dari pemberlakuan:
o Self Assessment (Pemberitahuan Dokumen Kepabeanan)
o Ketentuan Nilai pabean berdasarkan nilai transaksi
14
o Pemberian fasilitas bea masuk tidak dipungut, pembebasan, keringanan,
pengembalian, atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan
dievaluasi setelah barang impor keluar dari kawasan pabean.
15
terhadap kriteria yang telah ditetapkan dimungkinkan terjadi selama tidak ada
instrumen pengawasan yang komprehensif.
Audit Cukai sebagai instrumen pengawasan yang komprehensif diperlukan untuk
membandingkan antara kriteria yang ditetapkan dengan kondisi yang ada dan
untuk membuktikan apakah Barang Kena Cukai telah digunakan sesuai tujuan
peruntukannya.
c. Penggantian “Buku Persediaan” dengan Pembukuan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Penggantian “Buku Persediaan” dengan Pembukuan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, pada Pengusaha Pabrik non
skala kecil, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, dan
Penyalur non skala kecil, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan
administrasi perusahaan modern.
Audit Cukai sangat terkait erat dengan pembukuan di bidang cukai. Pengaturan dan
penegasan pembukuan dalam Undang-undang Cukai ini sangat penting karena dalam
pelaksanaan di lapangan diperlukan suatu aturan yang tegas dan batas – batas yang jelas
tentang norma – norma yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pembukuan.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa DJBC memainkan
peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara fungsi pelayanan dan fungsi
pengawasan. DJBC harus menerapkan suatu bentuk pengawasan tanpa mengganggu
proses kelancaran arus barang dan dokumen. Berdasarkan pemikiran dan latar belakang
tersebut, DJBC mengambil langkah maju dengan menerapkan satu bentuk pengawasan
pasca pelayanan selesai dilaksanakan (post clearance control), yaitu melalui Audit di
Bidang Kepabeanan dan Cukai.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor : 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007 dan Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus 2008, pengertian
Audit Kepabeanan adalah :
16
“Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
Kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan di bidang Kepabeanan.”
Sedangkan pengertian Audit Cukai menurut Undang-undang Nomor 39 tahun 2007
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 Tentang Cukai, dan
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus
2008 adalah :
“Serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan
dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan
dengan kegiatan di bidang cukai, dan/atau sediaan barang dalam rangka
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.”
Sedangkan yang dimaksud dengan pembukuan adalah proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan
mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus
menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa kemudian
diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa salah satu unsur pembukuan yaitu
laporan keuangan adalah sangat penting dalam hubungannya dengan “Audit” karena
laporan keuangan adalah instrumen yang dapat mengikhtisarkan seluruh kegiatan
perusahaan, dengan berbagai karakteristiknya.
Sesuai penjelasan di atas, “Laporan Keuangan” sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pembukuan perlu diminta/diperlihatkan kepada pejabat bea cukai
yang melaksanakan Audit Cukai karena walaupun Audit Cukai bersifat compliance tetapi
pada hakekatnya audit harus dilakukan secara komprehensif. Dimulai dari Laporan
Keuangan yang merupakan “suatu laporan yang disusun secara teratur dan disajikan
secara ringkas atas transaksi keuangan yang meliputi neraca, laba rugi, dan arus kas”
sampai dengan dokumen yang menjadi dasar pembukuan (divergen). Disamping itu,
dalam melakukan audit harus dilakukan pengujian – pengujian yang dapat
diperbandingkan (comparable) antara komponen pelaporan yang satu dengan yang
lainnya sesuai ruang lingkup pemeriksaan dalam audit cukai. Sehingga pada prinsipnya
17
proses audit adalah merupakan kebalikan dari proses penyusunan Laporan Keuangan,
seperti bagan di bawah ini :
DOKUMEN BUKU
TRANSAKSI JURNAL LAPORAN
PEMBUKUAN BESAR
KEUANGAN
BUKU PEMBANTU
Sebagai salah satu pilar utama praktik kepabeanan, audit di bidang kepabeanan dan
cukai memainkan peran yang semakin signifikan dalam mengemban tugas DJBC. Audit
Kepabeanan dan Cukai bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan orang atas
pelaksanaan pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai
serta ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan kepabeanan dan
cukai.
18
2.2. Latihan 1
2.3. Rangkuman
19
3. Kegiatan Belajar (KB) 2
A. Wewenang Audit
20
e. Pengguna Barang Kena Cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai.
B. Tujuan Audit
Tujuan audit di bidang kepabeanan dan cukai adalah untuk menguji kepatuhan
perusahaan perseorangan dan badan hukum (seperti yang dirinci di bagian “wewenang
audit”) atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
C. Jenis Audit
21
3.2. Latihan 2
1. Sebutkan siapa saja yang menjadi Obyek Audit Kepabeanan maupun Obyek Audit
Cukai ?
2. Apa yang menjadi Tujuan Audit Kepabeanan dan audit Cukai ?
3. Sebutkan 3 Jenis Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, jelaskan masing-masing ?
3.3. Rangkuman
22
4. Kegiatan Belajar (KB) 3
A. Tim Audit
Dalam audit kepabeanan dan audit Cukai , setiap pelaksanaan audit dapat dilakukan
oleh Tim Audit Direktorat Audit, Tim Audit Kantor Wilayah atau Tim Audit Kantor
Pelayanan Utama.
Sebuah tim audit terdiri dari :
1. Seorang Pengawas Mutu Audit (PMA)
2. Seorang Pengendali Teknis Audit (PTA)
3. Seorang Ketua Auditor
4. Seorang atau lebih Auditor
Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu
lebih Pejabat Bea dan Cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang
Penindakan dan Penyidikan.
Selain itu, dalam hal dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat ditambah
dengan :
1. seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai selain auditor; dan/atau
2. seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Auditor adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah memperoleh
23
sertifikat keahlian sebagai auditor yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab
untuk melaksanakan audit.
Ketua Auditor adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai
Ketua Auditor Bea dan Cukai.
Pengendali Teknis Audit (PTA) adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat
keahlian sebagai PTA Bea dan Cukai.
Pengawas Mutu Audit (PMA) adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat
keahlian sebagai PMA Bea dan Cukai.
PMA, PTA, Ketua Auditor, Auditor, dan/atau pejabat Bea dan Cukai dalam Tim
Audit dapat diganti apabila dialihtugaskan, dianggap tidak mampu atau atas permintaan
dari yang bersangkutan. Disamping itu, jumlah Auditor dapat ditambah dalam hal volume
pekerjaan mempunyai tingkat kesulitan tinggi.
Dalam hal terdapat penggantian atau penambahan Auditor dalam suatu Tim Audit,
maka Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama harus menerbitkan surat tugas atau surat perintah. Khusus untuk
penggantian PMA, PTA, Ketua Auditor dan/atau pejabat Bea dan Cukai, surat tugas atau
surat perintah baru yang diterbitkan, ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah
terima penugasan.
Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat
tugas digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus, sedangkan surat
perintah merupakan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Surat tugas dan surat
perintah ini diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah
atau Kepala Pelayanan Kantor Utama.
1. Surat Tugas
Sebagai dasar pelaksanaan Audit umum dan Khusus, surat tugas harus
diterbitkan pada periode DROA berjalan. Surat tugas diterbitkan berdasarkan
NPA (Nomor Pelaksanaan Audit) yang diterbitkan oleh Direktur Audit. Fungsi
dari NPA ini adalah sebagai sarana pengawasan pelaksanaan audit dan dasar
penerbitan surat tugas. Tetapi dalam hal pelaksanaan Audit Khusus dalam rangka
24
keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai atau Audit Investigasi, NPA
tidak diperlukan.
Dalam hal audit dilaksanakan sewaktu-waktu, permintaan NPA diajukan
kepada Direktur Audit. Direktur Audit memberikan keputusan atas permintaan
NPA paling lama 5 (lima) hari kerja setelah diterimnya permintaan NPA. Apabila
dalam 5 (lima) hari sejak kerja setelah diterimanya permintaan NPA, Direktur
Audit belum memberikan persetujuan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan
Utama dapat melaksanakan audit sewaktu-waktu. Sedangkan apabila dalam waktu
5 (lima) hari permintaan NPA diterima, maka surat tugas harus diterbikan paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diterimnya NPA, tetapi apabila dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari tersebut terlewati, maka NPA dinyatakan tidak berlaku.
Setiap penerbitan surat tugas harus diikuti dengan penerbitan kuisioner yang
ditujukan untuk diisi oleh auditee. Fungsi kuesioner ini adalah untuk menilai
kinerja tim audit dan sistem audit. Kuesioner ini diterbitkan oleh Direktur Audit,
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Direktur Audit
menyampaikan tembusan surat tugas Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pelayanan Utama, sedangkan apabila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
atau Kantor Pelayanan Utama, maka Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pelayanan Utama menyampaikan tembusan surat tugas kepada Direktur Audit.
2. Surat Perintah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, surat perintah merupakan
dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Dalam hal audit investigasi berdasarkan
Surat Perintah Dirjen, tembusan surat perintah disampaikan kepada Direktur
Audit, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang terkait. Sedangkan
apabila audit berdasarkan Surat Perintah Kepala Kantor Wilayah dan Kepala
Kantor Pelayanan Utama, maka tembusan Surat Perintah disampaikan kepada
Direktur Jenderal dan Direktur Audit.
C. Periode Audit
Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir
bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. Dalam hal
25
Auditee belum pernah diaudit, maka periode audit dimulai sejak Auditee melakukan
kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas
atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. PMA dapat mengajukan perubahan
periode audit kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama.
4.2. Latihan 3
4.3. Rangkuman
Sebuah tim audit terdiri dari Seorang Pengawas Mutu Audit (PMA), Seorang
Pengendali Teknis Audit (PTA), Seorang Ketua Auditor, Seorang atau lebih Auditor.
Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu lebih
Pejabat Bea dan Cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang
Penindakan dan Penyidikan.
Selain itu, dalam hal dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat ditambah
dengan seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai selain auditor; dan/atau seorang atau
lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit.
Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir bulan
penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. Dalam hal
Auditee belum pernah diaudit, maka periode audit dimulai sejak Auditee melakukan
kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas
atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas.
26
5. Kegiatan Belajar (KB) 4
Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang Tim audit dan dasar pelaksanaan
audit, maka pada modul ini akan membahas tentang Perencanaan dan Pelaksanaan Audit.
Titik berat modul ini adalah ditekankan pada Penyusunan Daftar Rencana Obyek Audit
(DROA) dan pelaksanaan Audit yang meliputi pembuatan Rencana Kerja Audit,
Kewenangan tim Audit, Waktu Pelaksanaan Audit, Pekerjaan lapangan, Pekerjaan
Kantor. Hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan audit sangat penting untuk diperhatikan
karena terkait dengan prosedur dan tahapan tahapan di dalam pelaksanaan Audit.
A. Penyusunan DROA
27
Persetujuan DROA oleh Direktur Audit harus diberikan paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diterima. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari Direktur Audit belum
memberikan persetujuan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama dapat
melaksanakan Audit sesuai usulan DROA.
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat mengajukan
perubahan DROA kepada Direktur Audit paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum
periode DROA berakhir. Direktur Audit melakukan penelitian terhadap usulan
DROA, melakukan koreksi bila diperlukan, memberikan persetujuan dan
mencantumkan NPA bila diperlukan.
Keputusan atas hasil penelitian oleh Direktur Audit harus diberikan paling lama 15
(lima belas) hari sejak diterima pengajuan perubahan DROA. Apabila dalam 15 (lima
belas) hari Direktur Audit belum memberikan keputusan, Kantor Wilayah atau Kantor
Pelayanan Utama dapat melaksanakan Audit sesuai usulan DROA.
28
C. Kewenangan Tim Audit
D. Kewajiban Auditee
Pekerjaan Audit memerlukan adanya kerjasama yang baik antara tim audit dan
auditee. Untuk itu peraturan mengenai kepabeanan dan cukai mengatur kewajiban
auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu :
- Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya
- Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
- Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan data
elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus.
29
waktu penyelesaian (3 bulan), maka PMA harus memberikan penjelasan tertulis
tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Jenderal, Direktur Audit,
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU).
F. Pekerjaan Lapangan
30
Bagan 5.1. Mekanisme Audit Lapangan
A • STRUKTUR ORGANISASI
• SISTEM PEMASUKAN
• SISTEM PRODUKSI
• SISTEM PENGELUARAN
PENGUJIAN & EVALUASI
INTERNAL CONTROL &
SISTEM AKUNTANSI
BUKTI-BUKTI
DOKUMEN, CATATAN,
PEMERIKSAAN
BUKU & REPORT TERKAIT LAPORAN KEUANGAN
SEDIAAN
DGN KEGIATAN PABEAN
KERTAS KERJA
AUDIT
31
1. Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi
Hal-hal yang harus dilakukan dalam tahap penyampaian surat tugas/surat perintah
adalah :
- Menyerahkan surat tugas/surat perintah, memperlihatkan tanda pengenal, dan
menjelaskan tujuan pelaksanaan audit kepada auditee atau yang mewakili;
- Meminta auditee atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan tentang
Struktur Pengendalian Intern (SPI) auditee;
- Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan SPI guna penyempurnaan Rencana
Kerja Audit
2. Pengumpulan data dan informasi
Dalam tahap ini, tim audit meminta auditee atau yang mewakili untuk
menyerahkan data sesuai ruang lingkup audit yang dikerjakan. Dalam proses
pengumpulan data ini, kerjasama dari auditee sangat diperlukan. Untuk menghindari
hambatan dalam pengumpulan data, telah diatur Kewajiban Auditee.
Audit memerlukan data yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari obyek
audit. Untuk itu tim audit yang mengambil data audit (baik berupa salinan, fotocopy,
dan/atau data elektronik) harus meminta auditee untuk mengisi Surat Pernyataan yang
berisi bahwa data yang diserahkan kepada Tim Audit adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Tidak semua auditee bersikap kooperatif terhadap tim audit. Jika dalam perkerjaan
lapangan ternyata auditee atau wakilnya menolak untuk diaudit, maka tim audit harus
meminta auditee atau wakilnya untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Diaudit. Bila auditee atau wakilnya juga menolak untuk menandatangani surat
pernyataan ini, Tim Audit harus membuat Berita Acara Penolakan Diaudit.
Ada kalanya dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan, auditee atau wakilnya tidak
berada ditempat. Bila hal ini terjadi, audit tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu
meminta pegawai yang ada untuk mewakili auditee dan mendampingi tim audit guna
membantu kelancaran audit. Namun bila pegawai tersebut menolak membantu, tim
audit harus memintanya untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Membantu Kelancaran Audit.
Suatu pekerjaan audit dapat pula dihentikan. Penghentian pekerjaan audit dapat
dilakukan dalam hal :
- Pekerjaan lapangan tidak dapat dilaksanakan.
- Pelaksanaan audit tidak dapat dilanjutkan setelah tindakan pengamanan.
32
- Terdapat alasan tertentu pelaksanaan audit tidak dapat dilaksanakan.
Berdasarkan pertimbangan Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
KPU selanjutnya tim audit menyusun LHA berdasarkan Berita Acara Penghentian
Audit (BAPA). Setelah itu auditee dapat direkomendasikan kepada direktorat atau
bidang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan dan berdasarkan pertimbangan
Direktur Jenderal, dapat direkomendasikan kepada instansi terkait untuk
ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
a. Batas waktu penyerahan data
Batas waktu penyerahan Data Audit oleh auditee secara lengkap paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat.
Perpanjangan batas waktu penyerahan dapat diberikan paling lama 3 (tiga)
hari kerja. Apabila setelah batas waktu auditee belum dapat/tidak bersedia
menyerahkan data audit secara lengkap, maka kepada auditee yang
bersangkutan diberikan Surat Peringatan I dan II dengan jangka waktu masing-
masing 3 hari kerja.
Apabila jangka waktu terlewati dan auditee masih belum menyerahkan data
audit secara lengkap, maka auditee dianggap menolak membantu kelancaran
audit serta dibuatkan Berita Acara.
Untuk audit khusus, batas waktu penyerahan data audit paling lama 3 (tiga)
hari kerja. Bila batas waktu dilewati, maka berdasarkan pertimbangan Direktur
Audit, Kepala kantor Wilayah atau Kepala KPU, tim audit membuat Berita
Acara Penghentian Audit (BAPA).
Sedangkan untuk audit investigasi, penyerahan data audit dilakukan pada saat
kedatangan tim audit. Apabila auditee tidak menyerahkan data audit, tim audit
dapat melakukan tindakan pengamanan. Tim audit dapat melakukan penindakan
di bidang kepabeanan berupa penegahan alat angkut, penyegelan barang
dan/atau alat angkut yang diduga terkait dengan tindak pidana.
b. Pencacahan Fisik Sediaan
Dalam pekerjaan lapangan, tim audit melakukan pencacahan fisik sediaan
barang, dengan terlebih dahulu memberitahukan rencana pelaksanaannya secara
tertulis dengan bentuk formulir. Hasil pelaksanaan pencacahan fisik tersebut
dituangkan dalam sebuah berita acara. Pemeriksan fisik barang dilakukan untuk
membandingkan antara saldo jenis dan jumlah barang berdasarkan pembukuan
dengan saldo fisik barang sebenarnya. Hasil perbandingan antara saldo buku
33
dengan saldo fisik akan menghasilkan beberapa kemungkinan, yaitu : saldo
buku sama dengan saldo fisik (sesuai) ; atau saldo buku lebih besar dari pada
saldo fisik (Selisih kurang); atau saldo buku lebih kecil daripada saldo fisik
(selisih kurang).
3. Tindakan Pengamanan
Apabila dianggap perlu, Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam
hal :
- Auditee tidak memberi kesempatan Tim Audit memasuki tempat yang menurut
peraturan audit dapat dimasuki Tim Audit.
- Auditee menolak untuk diaudit
- Pegawai auditee menolak membantu kelancaran audit
- Tim Audit memerlukan upaya pengamanan Data Audit
G. Pekerjaan Kantor
34
Kertas Kerja Audit (KKA) sekurang-kurangnya memuat :
- Prosedur audit yang ditempuh,
- Pengujian yang dilakukan,
- Bukti dan keterangan yang dikumpulkannya dan
- Kesimpulan yang diambil Tim Audit.
3. Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS)
Dari KKA yang telah dibuat, tim audit membuat Daftar Temuan Sementara,
yaitu suatu daftar yang berisi hasil temuan sementara Tim Audit dan masih
memerlukan tanggapan dari pihak perusahaan yang sedang diaudit sebelum disusun
menjadi Laporan Hasil Audit (LHA). DTS dibuat oleh tim audit setelah pembuatan
KKA selesai dilakukan. DTS dikirim oleh Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala
Bidang Audit dengan surat pengantar kepada Perusahaan dengan disertai Lembar
Pernyataan Persetujuan DTS.
Perusahaan menanggapi DTS secara tertulis dengan cara mengisi dan
menandatangani pada kolom yang telah disediakan serta mengirim kembali kepada
Tim Audit selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja dihitung sejak diterimanya Surat
Pengantar atau dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
penyampaian paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Perusahaan dapat menanggapi DTS dengan melalui :
- Mengisi dan menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan DTS apabila
Perusahaan setuju seluruh DTS;
- Melampirkan bukti-bukti pendukungnya, apabila Perusahaan tidak setuju atas
sebagian atau seluruh DTS.
Dalam hal perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh isi DTS, maka
akan ditindaklanjuti dengan pembahasan Akhir antara Tim Audit dan Pihak
Perusahaan. Hasil dari Pembahasan akhir dituangkan dalam Risalah Pembahasan
Akhir Hasil Audit dan ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit.
Berita Acara Hasil Audit dilampiri Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit dan
Hasil pembahasan akhir yang berupa :
- Temuan audit yang disetujui auditee
- Temuan audit yang dibatalkan oleh Tim Audit; dan/atau
- Temuan audit yang dipertahankan oleh Tim Audit.
Hasil dari Pembahasan Akhir sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Hasil
Audit atau Perusahaan yang tidak menyampaikan tanggapan DTS, maka perusahaan
35
dianggap menyetujui seluruh DTS selanjutnya akan disusun Laporan Hasil Audit
(LHA).
DTS yang telah dibuat perlu untuk dibahas bersama auditee. Pembahasan ini
disebut pembahasan akhir. Pembahasan Akhir dilakukan untuk membahas tanggapan
auditee terhadap DTS dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja sejak
DTS diterima. Dalam hal ini auditee akan diundang oleh Kasubdit Pelaksanaan Audit
atau Ka Bid Audit. Auditee dapat meminta perubahan waktu pelaksanaan Pembahasan
Akhir ini.
Daftar Temuan Sementara tidak perlu dibuat dalam Audit Invesigasi dan Audit
Khusus dalam rangka keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
Pembahasan akhir DTS ini ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit. Dalam
hal ini Auditee menyetujui seluruh DTS. Lembar Pernyataan Persetujuan DTS
dijadikan dasar pembuatan Berita Acara Hasil Audit (BAHA). Dalam hal auditee tidak
menanggapi DTS, tidak menghadiri atau tidak melaksanakan pembahasan akhir maka
auditee dianggap menyetujui seluruh DTS dan dijadikan dasar pembuatan BAHA.
5.2 Latihan 4
36
5.3 Rangkuman
DROA merupakan daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit
berserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA
disusun secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen resiko.
Rencana Kerja Audit memuat prosedur dan jadwal yang tekait dengan Persiapan
audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan Sementara, Pembahasan
Akhir, dan Pelaporan. Rencana Kerja Audit ini berfungsi sebagai pedoman di dalam
melaksanakan tugas audit agar sesuai dengan prosedur dalam program audit,
pembagian tugas antar anggota Tim serta pelaksanaannya agar dapat selesai tepat
waktu.
Wewenang tim audit dalam suatu pekerjaan audit adalah :
- Meminta data audit, Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee atau
pihak lain yang terkait;
- Memasuki bangunan kegiatan usaha dan/atau ruangan tempat menyimpan data audit
serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut;
- Melakukan tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan penyimpanan dokumen
yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai (penyegelan).
Kewajiban auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu :
- Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya;
- Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis;
- Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan data
elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus.
Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi : Penyampaian Surat
Tugas/Perintah, Inspeksi dan Observasi serta Pengumpulan data serta informasi.
Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam hal Auditee tidak memberi
kesempatan Tim Audit memasuki tempat yang menurut peraturan audit dapat dimasuki
Tim Audit, Auditee menolak untuk diaudit, Pegawai auditee menolak membantu
kelancaran audit. Tim Audit memerlukan upaya pengamanan Data Audit.
Pekerjaan Kantor meliputi : Pengujian dan analisa data dan informasi, Penyusunan
Kertas Kerja Audit (KKA), dan Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS).
37
6. Kegiatan Belajar (KB) 5
Hasil dari pelaksanaan audit adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA), yang
disusun berdasarkan Berita Acara Hasil Audit (BAHA) atau Berita Acara Penghentian
Audit (BAPA). Untuk Audit Khusus dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea
Cukai dan Audit investigasi, LHA disusun berdasarkan BAPA atau KKA . Laporan Hasil
Audit ditandatangani oleh PMA, PTA dan Ketua Auditor. LHA dikirimkan kepada
Auditee, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
LHA yang disusun berdasarkan BAHA dibuat dalam bentuk panjang atau pendek.
LHA bentuk Pendek merupakan Bab I dari LHA bentuk Panjang. Untuk audit yang
dilakukan dalam rangka keberatan penetapan Pejabat Bea Cukai dan Audit Investigasi
LHA tidak perlu disampakan kepada Auditee.
LHA dibuat untuk disampaikan kepada :
- Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU;
- Auditee (yaitu LHA yang bentuk pendek).
Laporan Hasil Audit harus memuat :
- Ruang lingkup dan tujuan audit
- Pernyataan bahwa audit telah dilakukan sesuai dengan Standar Auditing di Bidang
Kepabeanan dan Cukai;
- Pernyataan mengenai tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan;
- Rekomendasi.
38
Laporan Hasil Audit (LHA) secara rinci berisikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kepada Auditee
- Kekurangan pembayaran / Restitusi; dan/atau
- Penolakan atau pemblokiran kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai;
dan/atau
- Peningkatan system Internal Control dan Accounting
b. Kepada Unit Terkait
- Penyidikan; atau
- Pencabutan Fasilitas; atau
- Operasi Inteligen; atau
- Kemudahan Prosedur Kepabeanan; atau
- Pembinaan Pegawai.
2. Gambaran Umum Perusahaan
3. Uraian Hasil Audit
a. Dasar Hukum
b. Tujuan Audit
c. Sifat dan Luas Audit
d. Prosedur Audit
e. Hasil Audit
4. Lampiran-lampiran
- Copy Surat Tugas
- Daftar Temuan Sementara (DTS)
- Berita Acara Hasil Audit/Lembar Pernyataan Persetujuan DTS/Surat
Pemberitahuan Tindak Lanjut DTS
- Kertas Kerja Audit (KKA)
LHA ditindak lanjuti oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala
Kantor Pelayanan Utama :
a. Dalam hal Audit Kepabeanan mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran
pungutan negara, menerbitkan surat penetapan yang ditujukan kepada Auditee.
39
b. Dalam hal Audit Cukai mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran pungutan
negara, dengan menerbitkan surat tindak Lanjut hasil Audit yang ditujukan kepada
Kepala KPU, Kepala KPPBC dan atau Kepala Bidang yang melakukan penagihan.
c. Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran pungutan
negara, dengan menerbitkan surat rekomendasi yang ditujukan kepada pihak
terkait.
Dalam hal audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan
pejabat Bea dan Cukai, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
pendapat terkait dengan keberatan.
Untuk audit investigasi, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
temuan hasil audit.
C. Surat Penetapan
Surat penetapan merupakan bentuk tindak lanjut dari suatu pekerjaan audit. Surat
Penetapan ditindak lanjuti oleh Direktur Audit atau Kepala Kantor Wilayah, dengan
menerbitkan surat pemberitahuan hasil audit yang ditujukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Utama dan/atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan yang mengawasi.
Dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, surat tindak lanjut hasil audit
ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pengawasan dan
Pelayanan dan/atau Kepala KPU. Sedangkan dalam hal surat penetapan diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Utama, surat pemberitahuan hasil audit ditujukan kepada
Kepala Bidang yang melakukan penagihan.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan harus menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan tindak lanjut hasil audit kepada Direktur Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
Kepala Bidang yang melakukan penagihan harus menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan tindak lanjut hasil audit kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Mekanisme pada tahap pelaporan dan tindak lanjut hasil audit dapat dilihat pada
bagan berikut ini.
40
Bagan 6.1. Mekanisme Tahap Pelaporan dan Tindak Lanjut
6.2 Latihan 5
41
6.3 Rangkuman
Hasil dari pelaksanaan audit adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA), yang
disusun berdasarkan Berita Acara Hasil Audit (BAHA) atau Berita Acara Penghentian
Audit (BAPA). Untuk Audit Khusus dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea
Cukai dan Audit investigasi, LHA disusun berdasarkan BAPA atau KKA
Laporan Hasil Audit harus memuat : Ruang lingkup dan tujuan audit, Pernyataan
bahwa audit telah dilakukan sesuai dengan Standar Auditing di Bidang Kepabeanan dan
Cukai, Pernyataan mengenai tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan,
dan Rekomendasi.
Dalam hal Audit Kepabeanan mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran
pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat penetapan yang
ditujukan kepada Auditee. Dalam hal Audit Cukai mengakibatkan temuan kekurangan
pembayaran pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat tindak
Lanjut hasil Audit yang ditujukan kepada Kepala KPU, Kepala KPPBC dan atau Kepala
Bidang yang melakukan penagihan.
Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran pungutan
negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat rekomendasi yang ditujukan
kepada pihak terkait.
Dalam hal audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan
pejabat Bea dan Cukai, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
pendapat terkait dengan keberatan.
42
7. Test Formatif
43
13. B - S Audit Khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup
pemeriksaan terhadap kewajiban kepabeanan tertentu/cukai tertentu.
Dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah.
14. B - S Dalam hal Audit Investigasi, keanggotaan tim Audit harus melibatkan
satu atau lebih pejabat bea dan cukai dari Direktorat Penindakan dan
Penyidikan (P2) atau Bidang Penindakan dan Penyidikan.
15. B - S Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) merupakan daftar yang berisi
nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu
pelaksanaan audit dalam periode tertentu.
16. B - S Pelaksanaan audit sampai dengan pelaporannya wajib diselesaikan dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau
Surat Perintah diterbitkan.
17. B - S Laporan hasil Audit disusun berdasarkan DTS.
18. B - S Laporan Hasil Audit ditanda tangani oleh seluruh anggota tim.
19. B - S Dalam hal Audit Cukai mengakibatkan temuan kekurangan Pembayaran
pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan Surat
Penetapan yang ditujukan kepada Auditee.
20. B - S Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran
pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat
rekomendasi yang ditujukan kepada pihak terkait.
44
8. Kunci Jawaban Test Formatif
1. B 6. B 11. S 16. S
2. B 7. S 12. B 17. S
3. S 8. S 13. S 18. S
4. S 9. S 14. B 19. S
5. S 10. B 15. B 20. B
Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai :
91% s.d. 100% : Amat baik
81% s.d. 90,99% : Baik
71% s.d. 80,99% : Cukup
61% s.d. 70,99% : Kurang
bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori “baik”), maka disarankan
mengulangi materi.
Semoga berhasil
45
9. Daftar Pustaka
46