Anda di halaman 1dari 46

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai ……………………………… i


Daftar Isi ………………………………………………………………………… ii
PENGANTAR
AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI
1. Pendahuluan ………………………………………………………………... 1
1.1 Deskripsi Singkat ……………………………………………………... 1
1.2 Tujuan Instruksioan Umum …………………………………………... 1
1.3 Tujuan Instruksional Khusus ………………………………………… 1
2. Kegiatan Belajar (KB) 1
PENDAHULUAN AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI
2.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh ……………………………………... 2
A. Fungsi Pelayanan …………………………………………………. 2
B. Fungsi Pengawasan ………………………………………………. 3
C. Tri Tunggal Kepabeanan dan Cukai ……………………………… 5
(1) Pilar I : Self Assessment ……………………………………... 6
(2) Pilar II : Risk Management …………………………………... 7
(3) Pilar III : Post Clearance Audit ………………………………. 7
D. Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai …………………………. 14
2.2 Latihan 1 ……………………………………………………………… 17
2.3 Rangkuman …………………………………………………………… 17
3. Kegiatan Belajar (KB) 2

WEWENANG, TUJUAN DAN JENIS AUDIT


3.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh ……………………………………. 18
A. Wewenang Audit …………………………………………………. 18
B. Tujuan Audit ……………………………………………………... 19
C. Jenis Audit ………………………………………………………... 19
3.2 Latihan 2 ……………………………………………………………… 20
3.3 Rangkuman …………………………………………………………… 20
4. Kegiatan Belajar (KB) 3

TIM AUDIT DAN DASAR PELAKSANAAN AUDIT


4.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh …………………………………… 21

1
A. Tim Audit ………………………………………………………… 21
B. Surat Tugas dan Surat Perintah ………………………………… 22
1. Surat Tugas ………………………………………………… 22
2. Surat Perintah ……………………………………………… 23
C. Periode Audit ……………………………………………………... 23
4.2 Latihan 3 ……………………………………………………………… 24
4.3 Rangkuman …………………………………………………………… 24
5. Kegiatan Belajar (KB) 4

PERENCAAN DAN PELAKSANAAN AUDIT


5.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh ...…………………………………… 25
A. Penyusunan DROA ………………………………………………. 25
B. Rencana Kerja Audit …..………………………………………… 26
C. Kewenangan Tim Audit …………………………………….. 27
D. Kewajiban Auditee ………………………………………….. 27
E. Waktu Pelaksanaan Audit ………………………………… 27
F. Pekerjaan Lapangan ………………………………………… 28
1. Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi …………. 30
2. Pengumpulan data dan informasi …………………………….. 30
a. Batas waktu penyerahan data ……………………………... 31
b. Pencacahan fisik sediaan …………………………………. 31
3. Tindakan pengamanan ……………………………………….. 32
G. Pekerjaan Kantor …………………………………………………. 32
1. Menguji dan menganalisa data dan informasi ………………. 32
2. Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA) …………………….. 33
3. Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS) ………………. 33
5.2 Latihan 4 ……………………………………………………………… 34
5.3 Rangkuman …………………………………………………………… 35
6. Kegiatan Belajar (KB) 5

PELAPORAN HASIL AUDIT


6.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh …………………………………….. 36
A. Laporan Hasil Audit ……………………………………………… 36
B. Tindak Lanjut Laporan Hasil Audit …………………………….. 37
C. Surat Penetapan …………………………………………………... 38

2
6.2 Latihan 6 ……………………………………………………………… 39
6.3 Rangkuman …………………………………………………………… 40
7. Test Formatif ……………………………………………………………….. 41
8. Kunci Jawaban Test Formatif ……………………………………………… 43
9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………………………………… 43
10. Daftar Pustaka ……………………………………………………………… 44

MODUL
PENGANTAR
AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

Setelah mempelajari mata pelajaran lain terkait dengan Diklat , maka pada modul
ini akan membahas mengenai Audit Kepabeanan dan Cukai. Dalam ruang publik terdapat
beberapa jenis Audit yang kita kenal yaitu Audit Keuangan, Audit Kinerja dan Audit
untuk tujuan tertentu. Posisi Audit Kepabeanan dan Audit Cukai merupakan Audit
ketaatan (Compliance Audit) yang merupakan bagian dari jenis Audit untuk tujuan
tertentu. Titik berat Modul Audit Kepabeanan dan Audit Cukai ditekankan kepada Apa
itu Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, Obyek Audit, Tujuan audit, wewenang Tim
Audit dan Kewajiban Auditee, serta hal-hal yang terkait di dalam pelaksanaan Audit
secara teknis. Modul ini sebagai tahap awal untuk mempelajari Audit Kepabeanan dan
Audit Cukai. Ada banyak referensi yang bisa dipakai dan peraturan yang terus
berkembang terkait dengan kriteria di dalam pelaksanaan Audit. Dengan menambah dan
mempelajari sumber-sumber referensi yang ada tentu akan menambah wawasan kita
dalam menunjang pelaksanaan kegiatan Audit Kepabeanan dan Cukai.

1.2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini diharapkan para peserta diklat dapat memahami
Materi yang terkait dengan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.

3
1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari Modul ini, para peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan
latar belakang audit di bidang kepabeanan dan cukai, Perencanaan Audit, Pelaksanaan
Audit, Pelaporan Hasil Audit dan tindak lanjutnya, Standar Audit, Pedoman
Penyelenggaraan pembukuan di Bidang Kepabeanan dan Cukai , dan pelaksanaan Audit
sesuai program Audit.
2. Kegiatan Belajar (KB) 1

PENDAHULUAN
AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai fasilitator perdagangan (trade
facilitator), Pengawasan (customs control), dan pengumpul penerimaan negara (revenue
collecting). Secara garis besar, ketiga fungsi tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi
besar, yaitu fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan. DJBC dituntut untuk melaksanakan
kedua fungsi sekaligus tanpa mengurangi dan mengorbankan fungsi satu dan fungsi
lainnya.
Model pengawasan dan pelayanan telah diterapkan dengan berbagai kombinasi.
Berbagai kombinasi tersebut membawa perubahan paradigma dari waktu ke waktu.

A. Fungsi Pelayanan

Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dalam perkembangan sejarah telah melakukan
perubahan-perubahan maupun penyempurnaan-penyempurnaan kebijakan dalam rangka
melaksanakan fungsi pelayanan. Dari sejak Ordonansi Bea sampai dengan saat ini telah
banyak langkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka terus meningkatkan
kelancaran arus barang dan dokumen. Langkah kebijakan tersebut tidak hanya bersifat
penyempurnaan prosedur dan teknis pelayanan tetapi juga menyangkut peningkatan
kemampuan dan profesionalisme pegawai.

4
Perkembangan langkah dan kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan tersebut
antara lain sebagai berikut :
- Fasilitas Jalur Prioritas untuk Importir dengan reputasi sangat baik dan memenuhi
kriteria;
- Fasilitas MITA (Mitra Utama);
- Sistem baru penetapan jalur;
- Penyempurnaan Sistem Pembayaran secara on line (Online Payment System)
- Perbaikan sistem pengeluaran barang impor dan ekspor;
- Perbaikan teknik pemeriksaan barang;
- Modernisasi sistem otomasi DJBC (Aplikasi Impor, Aplikasi Ekspor, EDI-
Manifest).
Sistem pelayanan yang memiliki sifat mengedepankan unsur kecepatan dan
kemudahan dokumen dan barang dirancang dalam rangka mewujudkan misi DJBC yang
menyatakan “Pelayanan terbaik kepada industri, perdagangan dan masyarakat”. Namun
demikian, peningkatan pelayanan arus barang dan dokumen melalui berbagai fasilitas
kemudahan dan penyederhanaan tersebut diatas justru dapat mengakibatkan sesuatu yang
merugikan baik negara maupun masyarakat apabila tidak dibarengi dan diimbangi dengan
system dan kebijakan disisi lainnya, yaitu fungsi pengawasan.

B. Fungsi Pengawasan

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa fungsi pengawasan wajib dilakukan


oleh DJBC. Hal ini bukan sekedar memenuhi amanat yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan tetapi juga kepada konsekuensi logis dari sistem pelayanan yang diberikan
Negara kepada pengguna jasa. Fungsi pengawasan menjadi penting karena bertujuan
untuk melindungi masyarakat serta pengamanan penerimaan keuangan negara yang
dibebankan kepada DJBC.
Demikian halnya kebijakan dalam mengemban fungsi pelayanan, kebijakan dari sisi
pengawasan yang dilakukan oleh DJBC juga mengalami perkembangan kearah
penyempurnaan dan peningkatan, baik secara system maupun teknik. System pengawasan
yang dilakukan DJBC di Indonesia maupun oleh institusi Kepabeanan di Negara-negara
di dunia secara umum dapat dibagi dalam 4 (empat) tahapan :
(1) Tahap sebelum clearance (Pre-clearance stage), yaitu Sistem RKSP / EDI
Manifest dan Registrasi Importir;

5
(2) Tahap pada saat clearance barang (Clearance Stage), yaitu sistem penjaluran
barang dan Hi-Co Scan;
(3) Tahap pasca clearance barang (Post Clearance Audit Stage), yaitu Audit di Bidang
Kepabeanan dan Cukai; dan
(4) Tahap penyelidikan dan Penyidikan (Investigation Stage).

Perkembangan langkah dan kebijakan dalam rangka pengingkatan system


pengawasan yang telah dan sedang dilakukan oleh DJBC antara lain sebagai berikut :
- Pengembangan Customs Intelligent system melalui Penyusunan profil, data
pelanggaran dan analisis intelijen;
- Tertib Administrasi Importir melalui Registrasi Importir;
- Kampanye anti-penyelundupan melalui program pemberantasan penyelundupan
(eksternal) dan peningkatan integritas pegawai (internal);
- Optimasilisasi penggunaan Hi-Co Scan X-Ray System;
- Penyediaan tempat dan sarana pemeriksaan barang;
- Peningkatan fungsi unit intelijen dalam pengawasan termasuk pengembangan
anjing pelacak.
Sebelum dikenal adanya kegiatan Audit, pelaksanaan fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh DJBC pada awal perkembangannya memiliki keterbatasan baik yang
bersifat pelaksanaan teknisnya maupun dari segi dampak yang diakibatkannya. System
pengawasan dengan memastikan unsur kebenaran pemberitahuan pabean dan pengawasan
barang dapat berbenturan dengan fungsi dari system pelayanan. Selain hal tersebut, secara
teknis terdapat beberapa kondisi yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menghambat dilakukannya system pengawasan yang ada. Kondisi tersebut antara lain
sebagai berikut :
- Kondisi geografi Indonesia untuk melaksanakan pengawasan fisik yang efektif;
- Perkembangan sistem perdagangan internasional yang terus meningkat ke arah yang
lebih efisien dan menguntungkan;
- Keterbatasan sumber daya manusia dan biaya yang dimiliki DJBC dalam rangka
melaksanakan tugas pengawasan

Kegiatan pengawasan yang dilakukan DJBC pada saat ini secara ringkas dapat
digambarkan dalam suatu bagan sebagai berikut :

6
Bagan 1.1. Aktivitas Pengawasan DJBC

Aktivitas
Intelijen

Aktivitas Informasi
Pelayanan Bea
dan Cukai

Informasi Informasi
Jalur Merah

Informasi
Aktivitas
Aktivitas Audit
Analisis

Pemeriksaan
Fisik Barang
Impor

Namun demikian, peningkatan pengembangan system pengawasan yang terlalu


ketat dan kaku sebaliknya dapat mengurangi maupun menghambat fungsi pelayanan,
yaitu peningkatan kelancaran arus barang dan dokumen serta perdagangan internasional.
Sehingga dalam rangka mencapai tujuan dan misinya secara efektif DJBC dituntut untuk
melaksanakan kedua fungsi, yaitu fungsi pelayanan dan pengawasan tersebut secara
seimbang tanpa mengurangi maksud dan tujuan masing-masing fungsi.

7
C. Tri Tunggal Pilar Kepabeanan Modern

Berdasarkan kondisi dan pengaruh dari fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan
yang dilematis tersebut diatas, maka dikembangkanlah suatu system yang dapat
mengakomodasi kedua kepentingan secara berimbang dan sinergis.
Perkembangan paradigma pengawasan dan pelayanan akhirnya mencapai era
kepabeanan yang modern. Para ahli menyatakan bahwa kepabeanan modern saat ini
memiliki tiga pilar utama yang dijadikan ciri dalam menjalankan tugas-tugas
kepabeanannya.
Ketiga pilar tersebut adalah :
1. Self Assessment,
2. Risk Management, dan
3. Post Clearance Audit.

1. PILAR I : SELF ASSESSMENT :


Prinsip Self Assessment merupakan paradigma baru dalam proses Pelayanan
Kepabeanan yang mengedepankan prinsip pelayanan yang cepat dan mudah.
Tujuan dari Self Assessment adalah sebagai berikut :
- Peningkatan percepatan dan kelancaran arus dokumen dan barang impor/ekspor;

8
- Memberikan kepercayaan kepada pengguna jasa (market forces) dipandang dari
segi tingkat kepatuhan (compliance);
Mekanisme dari Prinsip Self Assessment adalah sebagai berikut :
- Pengisian Pemberitahuan Pabean secara mandiri;
- Penghitungan dan pembayaran BM dan PDRI ke bank secara mandiri ; dan
- Pengajuan dokumen kepabeanan secara elektronik dengan jaringan Pertukaran Data
Elektronik (PDE) / Electronic Data Interchange (EDI).

2. PILAR II : RISK MANAGEMENT


Prinsip Risk Management merupakan prinsip yang dikembangkan dalam rangka
penentuan tingkat pelayanan dan pengawasan secara selektif. Prinsip ini dilakukan
dengan system pengukuran tingkat resiko atas sejumlah indicator resiko dan kriteria
yang disusun secara sistematis dan dinamis. Prinsip penentuan tingkat resiko telah
dilakukan di beberapa Sistem atau Unit seperti pada :
- Sistem Registrasi Importir, Direktorat Audit Kantor Pusat DJBC
- Research and Analysis Unit, Direktorat Audit Kantor Pusat DJBC
- Customs Intelligent System, Direktorat P2 Kantor Pusat DJBC

3. PILAR III : POST CLEARANCE AUDIT


- Post Clearance Audit (PCA) adalah suatu innovative system yang memiliki peran
strategic dalam melaksanakan fungsi pengawasan kepabeanan dan cukai.
- Fungsi utama PCA adalah untuk menjaga keseimbangan antara prinsip “fast” dan
prinsip “correct” atau antara fungsi “pelayanan” dan “pengawasan”.

Kombinasi dari ketiga pilar tersebut dijadikan Bea dan Cukai sebagai Prakterk dan
Prinsip terbaik bagi DJBC. Prinsip pengawasan yang dilakukan tanpa mengurangi fungsi
pelayanan dapat dijawab dengan melaksanakan Post Clearance Audit (PCA) atau audit di
bidang kepabeanan dan cukai yang didasarkan pada prinsip Risk Management.
Boynton dan Kell menyatakan bahwa audit merupakan porses sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif terutama tentang asersi atas
economic actions and events guna menilai tingkat kesesuaiannya dengan General
Accepted Accounting Principle (GAAP) dan mengkomunikasikan kepada pihak yang
berkepentingan.

9
Berkaitan dengan audit kepabeanan, dibawah definisi dari Industy Panel Report on
Audit Customs Reforms yang digunakan oleh Australian Customs Service untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai aktivitas audit dibidang kepabeanan.
“As an element of a compliance improvement strategy, the panel considers Customs
Audit to be an evaluation of insudtry practices and records to assist in forming a
judgement about the integrity of information supplitd to Customs and, in turn, the level of
compliance with legslative requirements”.
Intinya adalah audit kepabeanan merupakan proses evaluasi terhadap catatan-catatan
dan praktik-praktik yang dilakukan oleh dunia industri untuk membantu penilaian
integritas (kejujuran) informasi yang disampaikan ke Bea dan Cukai dan tingkat ketaatan
terhadap peraturan-peraturan yang berlaku.
Audit pada awalnya diterapkan untuk menguji kewajaran laporan keuangan
dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan. Di Amerika, yang dimaksud kriteria adalah
General Accepted Accounting Principle (GAAP). Sedangkan di Indonesia kriteria yang
dimaksud adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada perkembangannya, audit
mulai diterapkan di berbagai sektor untuk berbagai tujuan. Misalnya audit pada lembaga
pemerintahan, lembaga amal, proyek-proyek dan lain-lain.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat ini sedang giat-giatnya meningkatkan
pengawasan di bidang Kepabeanan dan Cukai. Pengawasan dilakukan mulai dengan
penelitian pada tahap awal pengusaha mengajukan perijinan, kegiatan operasi intelijen,
penindakan, dan pelaksanaan Audit. Kegiatan Audit merupakan salah satu bidang
pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sebagai salah satu pilar utama praktik kepabeanan dan cukai, audit di bidang
kepabeanan dan cukai memainkan peran yang semakin signifikan dalam mengemban
tugas DJBC. Hal ini sebagai konsekuensi logis diterapkannya prinsip self-assesment
system yang mana importer/ pengguna jasa menghitung dan membayarkan kewajiban
pabean dan cukainya sendiri kepada Negara.
Secara entimologi, Audit berasal dari bahasa latin dengan kata “auderee” yang
berarti mendengar. Mendengar yang efektif adalah sebuah aktivitas menyerap informasi
dalam suatu media dengan menggunakan alat pendengaran yang diikuti dengan respon
yang terprogram. Dengan demikian agar kegiatan mendengar terjadi maka:
 Harus ada informasi
 Harus ada media
 Harus ada alat pendengaran

10
 Harus direspon
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemeriksaan adalah suatu kegiatan
menyerap, mengolah, dan merespon data yang dilakukan oleh pihak yang dapat dipercaya
dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan untuk ditindaklanjuti. Dari
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan:
 Terdiri dari beberapa kegiatan;
 Dilakukan oleh orang yang dapat dipercaya;
 Disampaikan kepada pihak yang berkepentingan;
 Pihak yang berkepentingan menindaklanjutinya.

Dalam prakteknya audit dikenal sebagai suatu proses pengumpulan dan


pengevaluasian bahan bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang ditetapkan. Arens dkk. mendefinisikan
auditing sebagai pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti dari informasi yang dilakukan
oleh orang yang kompeten dan independen, untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Definisi ini
mengandung beberapa hal sebagai berikut :

1. Informasi dan Kriteria yang Ditetapkan

Untuk melaksanakan audit, diperlukan beberapa informasi yang dapat


diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang dapat digunakan auditor untuk
mengevaluasi informasi tersebut. Auditor mengaudit informasi yang dapat diukur
seperti laporan keuangan perusahaan dan dokumen cukai yang diajukan oleh
pihak perusahaan. Auditor juga melaksanakan audit atas informasi yang bersifat
subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur.
Kriteria untuk mengevaluasi informasi dapat berupa berbagai macam
tergantung dari jenis informasi yang diaudit. Sebagai contoh, dalam audit atas
laporan keuangan yang dilakukan oleh kantor akuntan publik, kriteria yang
digunakan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam Audit
Kepabeanan dan Cukai kriteria yang digunakan adalah ketentuan perundang-
undangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.

2. Pengumpulan dan Pengevaluasian Bahan Bukti

11
Bahan bukti adalah informasi yang digunakan auditor dalam menentukan
kesesuaian informasi yang diaudit dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bahan
bukti terdiri dari berbagai macam bentuk yang berbeda, termasuk pernyataan lisan
dari Pihak yang diaudit (auditee), komunikasi tertulis dengan pihak luar,
pengamatan oleh auditor, dan data elektronik mengenai transaksi. Adalah hal yang
penting untuk memperoleh bahan bukti dalam jumlah dan kualitas yang cukup
untuk memenuhi tujuan audit. Proses penentuan jenis dan jumlah bahan bukti
yang diperlukan dan pengevaluasian kesesuaian informasi dengan kriteria yang
ditetapkan merupakan bagian penting dari audit.

3. Orang yang Kompeten dan Independen

Auditor harus mempunyai kemampuan dalam memahami kriteria yang


digunakan dan kompeten dalam menentukan jenis dan jumlah bahan bukti untuk
menghasilkan kesimpulan yang tepat setelah pengevaluasian bahan bukti. Selain
itu, auditor juga harus mempunyai sikap mental yang independen. Seorang auditor
yang independen memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang
andal walaupun auditor tersebut dibayar oleh auditee. Walaupun independen yang
bersifat mutlak tidak mungkin dimiliki, auditor harus memelihara
independensinya untuk menjaga tingkat kepercayaan pengguna atas laporan yang
dibuatnya.

4. Pelaporan

Tahap terakhir dalam audit adalah penyusunan laporan audit yang


merupakan alat penyampaian temuan kepada pengguna laporan tersebut.
Walaupun isi laporan audit dapat berbeda, tetapi pada hakekatnya laporan tersebut
harus mampu memberikan keterangan mengenai kesesuaian informasi dengan
kriteria yang ditetapkan.

12
Bagan 1.2 Audit Kepabeanan dan Audit Cukai

Informasi yang dapat


dikuantifikasi dari entitas
ekonomi tertentu

Dokumen yang
diajukan ke DJBC

Orang yang kompeten


dan independen
Mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti Melaporkan hasilnya

Penetapan atas
Memeriksa dokumen- Temuan Hasil Audit,
AUDITOR Menentukan tingkat kepatuhan
dokumen dan catatan- Kekurangan
Bea dan Cukai
catatan pendukung Pembayaran Bea
masuk, Cukai, PDRI
denda, bunga
Kriteria yang ditetapkan

Undang-undang
Kepabeanan dan Cukai
dan peraturan
pelaksanaannya

Agar Independensi pelaksanaan Audit tetap terjaga, maka pelaksanaan kegiatan


audit terbebas dari kegiatan pelayanan (operasional). Oleh karena itu pelaksanaan Audit
Di Bidang Kepabeanan dan Cukai dilaksanakan oleh Unit Direktorat Audit Kantor Pusat
DJBC, Unit Bidang Audit Kantor Wilayah DJBC dan Unit Bidang Audit pada Kantor
Pelayanan Utama DJBC
Dalam setiap audit, perlu dimulai dengan penetapan tujuan untuk menentukan jenis
audit yang dilaksanakan serta standar audit yang harus diikuti oleh auditor. Berdasarkan
tujuannya Audit khusus sektor publik dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1) Audit Keuangan
Audit keuangan meliputi audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah
menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha, dan arus kas

13
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2) Audit kinerja (audit operasional)


Adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti,
untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau
program/kegiatan pemerintah yang diaudit.

3) Audit Untuk Tujuan Tertentu


Pemeriksaan/audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksan yang dilakukan untuk
tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk
dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan
dengan keuangan dan bersifat investigatif ataupun audit ketaatan tertentu.
a. Audit Investigasi
Secara umum pengertian Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan
lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area
pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi
penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk
ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang
ditemukan.
b. Audit Ketaatan
Audit ketaatan bertujuan untuk menentukan apakah auditee telah memenuhi atau
mengikuti prosedur dan peraturan tertentu yang telah ditetapkan. Contoh dari
audit ketaatan adalah audit Kepabeanan dan audit Cukai yang dilakukan dengan
tujuan apakah auditee telah memenuhi peraturan penundang-undang di bidang
Kepabeanan dan Cukai.

Audit Kepabeanan dan Audit Cukai sebagai alat pengawasan yang komprehensif,
dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap Ketentuan di Bidang
Kepabeanan dan Cukai.
Kenapa Audit Kepabeanan dan audit Cukai ini sangat kita perlukan diperlukan ?
Kalau kita melihat hubungannya dengan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, Audit
Kepabenanan dilakukan sebagai konsekuensi dari pemberlakuan:
o Self Assessment (Pemberitahuan Dokumen Kepabeanan)
o Ketentuan Nilai pabean berdasarkan nilai transaksi

14
o Pemberian fasilitas bea masuk tidak dipungut, pembebasan, keringanan,
pengembalian, atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan
dievaluasi setelah barang impor keluar dari kawasan pabean.

Di bidang Cukai, Audit Cukai dilakukan sebagai konsekuensi diberlakukannya:


a. Sistem Self Assesment
Pada sistem self assesment di bidang cukai terdapat kewajiban pengusaha untuk
memberitahukan Barang Kena Cukai (BKC) yang selesai dibuat (untuk
BKC yang dibuat di Indonesia) dan memberitahukan BKC yang dimasukan ke
dalam Daerah Pabean (untuk BKC yang diimpor dari luar Daerah Pabean).
Hal ini didasarkan pada pasal 3 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai,
yang intinya adalah :
Cukai terutang ;
1. Saat selesai dibuat untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia.
Keterangan : Kewajiban untuk memberitahukan Barang Kena Cukai yang
dibuat dilakukan oleh Pengusaha, dengan dokumen cukai yang ditetapkan.
2. Saat Pemasukannya ke dalam Daerah Pabean untuk Barang Kena Cukai yang
diimpor.
Keterangan : Kewajiban memberitahukan pemasukan Barang Kena Cukai
dilakukan dengan Pemberitahuan Impor Barang.
Audit Cukai dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap
ketentuan peratuan di bidang cukai, apakah yang diberitahukan tentang Barang
Kena Cukai yang selesai dibuat dan yang dimasukkan telah sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.

b. Pemberian fasilitas tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, atau penundaan


cukai.
Pada Undang-undang Cukai pasal 7A tentang penundaan cukai, pasal 8 tentang
tidak dipungut cukai, dan pasal 9 tentang pembebasan cukai telah diatur norma
dan syarat pemberian fasilitas cukai tersebut.
Pengusaha berkewajiban untuk memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan selama
yang bersangkutan menggunakan fasilitas yang diperolehnya. Penyalahgunaan

15
terhadap kriteria yang telah ditetapkan dimungkinkan terjadi selama tidak ada
instrumen pengawasan yang komprehensif.
Audit Cukai sebagai instrumen pengawasan yang komprehensif diperlukan untuk
membandingkan antara kriteria yang ditetapkan dengan kondisi yang ada dan
untuk membuktikan apakah Barang Kena Cukai telah digunakan sesuai tujuan
peruntukannya.
c. Penggantian “Buku Persediaan” dengan Pembukuan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Penggantian “Buku Persediaan” dengan Pembukuan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, pada Pengusaha Pabrik non
skala kecil, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, dan
Penyalur non skala kecil, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan
administrasi perusahaan modern.

Audit Cukai sangat terkait erat dengan pembukuan di bidang cukai. Pengaturan dan
penegasan pembukuan dalam Undang-undang Cukai ini sangat penting karena dalam
pelaksanaan di lapangan diperlukan suatu aturan yang tegas dan batas – batas yang jelas
tentang norma – norma yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pembukuan.

D. Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa DJBC memainkan
peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara fungsi pelayanan dan fungsi
pengawasan. DJBC harus menerapkan suatu bentuk pengawasan tanpa mengganggu
proses kelancaran arus barang dan dokumen. Berdasarkan pemikiran dan latar belakang
tersebut, DJBC mengambil langkah maju dengan menerapkan satu bentuk pengawasan
pasca pelayanan selesai dilaksanakan (post clearance control), yaitu melalui Audit di
Bidang Kepabeanan dan Cukai.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor : 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007 dan Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus 2008, pengertian
Audit Kepabeanan adalah :

16
“Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
Kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan di bidang Kepabeanan.”
Sedangkan pengertian Audit Cukai menurut Undang-undang Nomor 39 tahun 2007
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 Tentang Cukai, dan
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus
2008 adalah :
“Serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan
dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan
dengan kegiatan di bidang cukai, dan/atau sediaan barang dalam rangka
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.”
Sedangkan yang dimaksud dengan pembukuan adalah proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan
mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus
menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa kemudian
diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa salah satu unsur pembukuan yaitu
laporan keuangan adalah sangat penting dalam hubungannya dengan “Audit” karena
laporan keuangan adalah instrumen yang dapat mengikhtisarkan seluruh kegiatan
perusahaan, dengan berbagai karakteristiknya.
Sesuai penjelasan di atas, “Laporan Keuangan” sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pembukuan perlu diminta/diperlihatkan kepada pejabat bea cukai
yang melaksanakan Audit Cukai karena walaupun Audit Cukai bersifat compliance tetapi
pada hakekatnya audit harus dilakukan secara komprehensif. Dimulai dari Laporan
Keuangan yang merupakan “suatu laporan yang disusun secara teratur dan disajikan
secara ringkas atas transaksi keuangan yang meliputi neraca, laba rugi, dan arus kas”
sampai dengan dokumen yang menjadi dasar pembukuan (divergen). Disamping itu,
dalam melakukan audit harus dilakukan pengujian – pengujian yang dapat
diperbandingkan (comparable) antara komponen pelaporan yang satu dengan yang
lainnya sesuai ruang lingkup pemeriksaan dalam audit cukai. Sehingga pada prinsipnya

17
proses audit adalah merupakan kebalikan dari proses penyusunan Laporan Keuangan,
seperti bagan di bawah ini :

DOKUMEN BUKU
TRANSAKSI JURNAL LAPORAN
PEMBUKUAN BESAR
KEUANGAN

BUKU PEMBANTU

proses penyusunan laporan keuangan


proses auditing

Sebagai salah satu pilar utama praktik kepabeanan, audit di bidang kepabeanan dan
cukai memainkan peran yang semakin signifikan dalam mengemban tugas DJBC. Audit
Kepabeanan dan Cukai bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan orang atas
pelaksanaan pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai
serta ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan kepabeanan dan
cukai.

18
2.2. Latihan 1

1. Sebutkan Tri Tunggal Pilar Kepabeanan Modern ?


2. Sebutkan 3 Jenis Audit sektor Publik, dan Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
termasuk dalam jenis Audit yang mana ?
3. Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan apakah sehingga perlu dilakukan Audit
Kepabeanan ?
4. Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan apakah sehingga perlu dilakukan Audit
Cukai ?

2.3. Rangkuman

System pengawasan yang dilakukan DJBC di Indonesia maupun oleh institusi


Kepabeanan di Negara-negara di dunia secara umum dapat dibagi dalam 4 (empat)
tahapan yaitu : Tahap sebelum clearance (Pre-clearance stage), Tahap pada saat clearance
barang (Clearance Stage), Tahap pasca clearance barang dan Tahap penyelidikan dan
Penyidikan (Investigation Stage).
Perkembangan paradigma pengawasan dan pelayanan akhirnya mencapai era
kepabeanan yang modern. Para ahli menyatakan bahwa kepabeanan modern saat ini
memiliki tiga pilar utama yang dijadikan ciri dalam menjalankan tugas-tugas
kepabeanannya yaitu : Self Assesment, Risk Management, dan post Clearance Audit.
Audit khusus sektor publik dibagi menjadi tiga jenis yaitu : Audit Keuangan,
Audit Kinerja (Operasional), dan Audit Ketaatan (Compliance Audit).

19
3. Kegiatan Belajar (KB) 2

WEWENANG, TUJUAN DAN JENIS AUDIT

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang pendahulan mengenai Audit


kepabeanan dan Audit Cukai, maka pada modul ini akan membahas tentang wewenang,
tujuan dan jenis Audit. Titik berat modul ini adalah ditekankan obyek audit yang menjadi
kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melaksanakan kegiatan Audit.
Tujuan dari kegiatan audit itu sendiri, serta jenis-jenis audit kepabeanan maupun audit
cukai.

A. Wewenang Audit

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap


perseorangan atau badan hukum yang bertindak sebagai :
1. Importir;
2. Eksportir;
3. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS);
4. Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB);
- Kawasan Berikat (KB)/Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB);
- Gudang Berikat;
- Toko Bebas Bea (TBB)/ Duty Free Shop; dan
- Entrepot untuk Tempat Pameran
5. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK);
6. Pengusaha Pengangkutan.
Untuk audit Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit terhadap :
a. Pengusaha Pabrik;
b. Pengusaha Tempat Penyimpanan;
c. Importir Barang Kena Cukai;
d. Penyalur;

20
e. Pengguna Barang Kena Cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai.

B. Tujuan Audit

Tujuan audit di bidang kepabeanan dan cukai adalah untuk menguji kepatuhan
perusahaan perseorangan dan badan hukum (seperti yang dirinci di bagian “wewenang
audit”) atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.

C. Jenis Audit

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dibagi menjadi :


1. Audit Umum
Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh
terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. Pelaksanaan audit umum
bisa dilakukan secara terencana atau insidental. Audit umum yang terencana
diakukan sesuai Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) yang disusun setiap 6
(enam) bulan/semester sekali, berdasarkan manajemen resiko. Sedangkan audit
umum yang sewaktu-waktu dilakukan atas Perintah Dirjen, Permintaan Direktur,
KaKanwil, KaKPU, Instansi diluar DJBC dan Informasi Masyarakat.
2. Audit Khusus
Audit khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan
terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu/cukai tertentu. Contohnya
adalah audit dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat BC mengenai nilai
pabean.
Audit khusus dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan perintah-perintah Dirjen,
Permintaan Direktur, KaKanwil, KaKPU, instansi diluar DJBC dan Informasi
Masyarakat, menggunakan skala prioritas.
3. Audit Investigasi
Audit Investigasi dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana kepabeanan /
cukai. Audit investigasi dilakukan secara sewaktu-waktu dalam hal terdapat
indikasi tindak pidana di bidang kepabeanan/cukai didasarkan pada rekomendasi
Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Kepala Bidang Penindakan dan
Penyidikan. Pelaksanaan audit investigasi harus didahulukan dari audit umum dan
audit khusus, guna penyelesaian secepatnya.

21
3.2. Latihan 2

1. Sebutkan siapa saja yang menjadi Obyek Audit Kepabeanan maupun Obyek Audit
Cukai ?
2. Apa yang menjadi Tujuan Audit Kepabeanan dan audit Cukai ?
3. Sebutkan 3 Jenis Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, jelaskan masing-masing ?

3.3. Rangkuman

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap


perseorangan atau badan hukum yang bertindak sebagai Importir, Eksportir, Pengusaha
Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB),
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), Pengusaha Pengangkutan.
Untuk audit Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit terhadap
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai,
Penyalur, Pengguna Barang Kena Cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai.
Tujuan audit di bidang kepabeanan dan cukai adalah untuk menguji kepatuhan
Obyek Audit atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan
cukai.
Audit kepabeanan dan Audit Cukai dibagi menjadi 3 jenis yaitu audit Umum, Audit
Khusus, dan Audit Inveatigasi.

22
4. Kegiatan Belajar (KB) 3

TIM AUDIT DAN DASAR PELAKSANAAN AUDIT

4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang kewenangan, tujuan dan jenis


audit, maka pada modul ini akan membahas tentang Tim Audit dan Dasar pelaksanaan
Audit . Titik berat modul ini adalah ditekankan pada susunan tim audit, penambahan tim
audit serta Surat Tugas dan Surat Perintah yang menjadi dasar dilaksanakannya tugas
audit. Pengertian di dalam susunan di dalam Tim Audit yaitu Auditor, Ketua Auditor,
Pengendali Teknis Audit, Pengawas Mutu Audit. Periode audit dijelaskan pada modul ini
yang merupakan periode pengawasan di dalam pelaksanaan audit.

A. Tim Audit

Dalam audit kepabeanan dan audit Cukai , setiap pelaksanaan audit dapat dilakukan
oleh Tim Audit Direktorat Audit, Tim Audit Kantor Wilayah atau Tim Audit Kantor
Pelayanan Utama.
Sebuah tim audit terdiri dari :
1. Seorang Pengawas Mutu Audit (PMA)
2. Seorang Pengendali Teknis Audit (PTA)
3. Seorang Ketua Auditor
4. Seorang atau lebih Auditor
Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu
lebih Pejabat Bea dan Cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang
Penindakan dan Penyidikan.
Selain itu, dalam hal dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat ditambah
dengan :
1. seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai selain auditor; dan/atau
2. seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Auditor adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah memperoleh

23
sertifikat keahlian sebagai auditor yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab
untuk melaksanakan audit.
Ketua Auditor adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai
Ketua Auditor Bea dan Cukai.
Pengendali Teknis Audit (PTA) adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat
keahlian sebagai PTA Bea dan Cukai.
Pengawas Mutu Audit (PMA) adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat
keahlian sebagai PMA Bea dan Cukai.
PMA, PTA, Ketua Auditor, Auditor, dan/atau pejabat Bea dan Cukai dalam Tim
Audit dapat diganti apabila dialihtugaskan, dianggap tidak mampu atau atas permintaan
dari yang bersangkutan. Disamping itu, jumlah Auditor dapat ditambah dalam hal volume
pekerjaan mempunyai tingkat kesulitan tinggi.
Dalam hal terdapat penggantian atau penambahan Auditor dalam suatu Tim Audit,
maka Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama harus menerbitkan surat tugas atau surat perintah. Khusus untuk
penggantian PMA, PTA, Ketua Auditor dan/atau pejabat Bea dan Cukai, surat tugas atau
surat perintah baru yang diterbitkan, ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah
terima penugasan.

B. Surat Tugas dan Surat Perintah

Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat
tugas digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus, sedangkan surat
perintah merupakan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Surat tugas dan surat
perintah ini diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah
atau Kepala Pelayanan Kantor Utama.

1. Surat Tugas
Sebagai dasar pelaksanaan Audit umum dan Khusus, surat tugas harus
diterbitkan pada periode DROA berjalan. Surat tugas diterbitkan berdasarkan
NPA (Nomor Pelaksanaan Audit) yang diterbitkan oleh Direktur Audit. Fungsi
dari NPA ini adalah sebagai sarana pengawasan pelaksanaan audit dan dasar
penerbitan surat tugas. Tetapi dalam hal pelaksanaan Audit Khusus dalam rangka

24
keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai atau Audit Investigasi, NPA
tidak diperlukan.
Dalam hal audit dilaksanakan sewaktu-waktu, permintaan NPA diajukan
kepada Direktur Audit. Direktur Audit memberikan keputusan atas permintaan
NPA paling lama 5 (lima) hari kerja setelah diterimnya permintaan NPA. Apabila
dalam 5 (lima) hari sejak kerja setelah diterimanya permintaan NPA, Direktur
Audit belum memberikan persetujuan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan
Utama dapat melaksanakan audit sewaktu-waktu. Sedangkan apabila dalam waktu
5 (lima) hari permintaan NPA diterima, maka surat tugas harus diterbikan paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diterimnya NPA, tetapi apabila dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari tersebut terlewati, maka NPA dinyatakan tidak berlaku.
Setiap penerbitan surat tugas harus diikuti dengan penerbitan kuisioner yang
ditujukan untuk diisi oleh auditee. Fungsi kuesioner ini adalah untuk menilai
kinerja tim audit dan sistem audit. Kuesioner ini diterbitkan oleh Direktur Audit,
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Direktur Audit
menyampaikan tembusan surat tugas Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pelayanan Utama, sedangkan apabila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah
atau Kantor Pelayanan Utama, maka Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pelayanan Utama menyampaikan tembusan surat tugas kepada Direktur Audit.

2. Surat Perintah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, surat perintah merupakan
dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Dalam hal audit investigasi berdasarkan
Surat Perintah Dirjen, tembusan surat perintah disampaikan kepada Direktur
Audit, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang terkait. Sedangkan
apabila audit berdasarkan Surat Perintah Kepala Kantor Wilayah dan Kepala
Kantor Pelayanan Utama, maka tembusan Surat Perintah disampaikan kepada
Direktur Jenderal dan Direktur Audit.

C. Periode Audit

Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir
bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. Dalam hal

25
Auditee belum pernah diaudit, maka periode audit dimulai sejak Auditee melakukan
kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas
atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. PMA dapat mengajukan perubahan
periode audit kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama.

4.2. Latihan 3

1. Sebutkan susunan keanggotaan Tim Audit ?


2. Sebutkan yang menjadi dasar pelaksanaan Audit oleh Tim Audit ?
3. Kapan periode audit untuk satu entitas perusahaan dimulai dan diakhiri ?

4.3. Rangkuman

Sebuah tim audit terdiri dari Seorang Pengawas Mutu Audit (PMA), Seorang
Pengendali Teknis Audit (PTA), Seorang Ketua Auditor, Seorang atau lebih Auditor.
Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu lebih
Pejabat Bea dan Cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang
Penindakan dan Penyidikan.
Selain itu, dalam hal dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat ditambah
dengan seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai selain auditor; dan/atau seorang atau
lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit.
Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir bulan
penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. Dalam hal
Auditee belum pernah diaudit, maka periode audit dimulai sejak Auditee melakukan
kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas
atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas.

26
5. Kegiatan Belajar (KB) 4

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN AUDIT

5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang Tim audit dan dasar pelaksanaan
audit, maka pada modul ini akan membahas tentang Perencanaan dan Pelaksanaan Audit.
Titik berat modul ini adalah ditekankan pada Penyusunan Daftar Rencana Obyek Audit
(DROA) dan pelaksanaan Audit yang meliputi pembuatan Rencana Kerja Audit,
Kewenangan tim Audit, Waktu Pelaksanaan Audit, Pekerjaan lapangan, Pekerjaan
Kantor. Hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan audit sangat penting untuk diperhatikan
karena terkait dengan prosedur dan tahapan tahapan di dalam pelaksanaan Audit.

A. Penyusunan DROA

Perencanaan audit merupakan langkah penting pertama yang harus dipersiapkan


dengan baik agar pekerjaan-pekerjaan audit yang akan dilakukan dalam suatu periode
berjalan dengan baik, terkoordinasi dan tidak saling tumpang-tindih. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai menuangkan rencana audit dalam Daftar Rencana Obyek
Audit (DROA)
DROA merupakan daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta
alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun
secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen resiko, sehingga
periode DROA ini adalah jangka waktu 1 Januari s.d.30 Juni dan 1 Juli s.d. 31
Desember (semesteran).
DROA disusun oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pelayanan Utama sesuai periode DROA. Untuk DROA yang disusun oleh Kepala
Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama, harus diusulkan dan
disampaikan terlebih dahulu kepada Direktur Audit selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sebelum Periode DROA. Kemudian Direktur Audit melakukan penelitian
terhadap usulan DROA, melakukan koreksi bila diperlukan, memberikan persetujuan
dan mencantumkan NPA.

27
Persetujuan DROA oleh Direktur Audit harus diberikan paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diterima. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari Direktur Audit belum
memberikan persetujuan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama dapat
melaksanakan Audit sesuai usulan DROA.
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat mengajukan
perubahan DROA kepada Direktur Audit paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum
periode DROA berakhir. Direktur Audit melakukan penelitian terhadap usulan
DROA, melakukan koreksi bila diperlukan, memberikan persetujuan dan
mencantumkan NPA bila diperlukan.
Keputusan atas hasil penelitian oleh Direktur Audit harus diberikan paling lama 15
(lima belas) hari sejak diterima pengajuan perubahan DROA. Apabila dalam 15 (lima
belas) hari Direktur Audit belum memberikan keputusan, Kantor Wilayah atau Kantor
Pelayanan Utama dapat melaksanakan Audit sesuai usulan DROA.

B. Rencana Kerja Audit

Untuk memulai satu pekerjaan audit, adanya persamaan persepsi mengenai


pelaksanaan audit diantara auditor dan auditee sangat diperlukan. Hal ini terutama
untuk mencegah adanya kesalahpahaman dalam proses audit. Untuk itulah Direktur
Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat
memanggil Auditee secara tertulis untuk diberikan penjelasan perihal pelaksanaan
audit yang akan dilaksanakan.
Selain yang berhubungan dengan Auditee, perencanaan kerja audit juga dibuat
intern dalam tim audit. Sebelum melaksanakan audit, tim audit akan membuat
perencanaan kerja audit yang dituangkan dalam sebuah formulir yang disebut
Rencana Kerja Audit (RKA). Rencana Kerja Audit memuat prosedur dan jadwal yang
tekait dengan Persiapan audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan
Sementara, Pembahasan Akhir, dan Pelaporan. Rencana Kerja Audit ini berfungsi
sebagai pedoman di dalam melaksanakan tugas audit agar sesuai dengan prosedur
dalam program audit, pembagian tugas antar anggota Tim serta pelaksanaannya agar
dapat selesai tepat waktu.

28
C. Kewenangan Tim Audit

Dalam melaksanakan pekerjaan audit, tim audit hendaknya memahami wewenang


yang dimilikinya. Wewenang tim audit dalam suatu pekerjaan audit adalah :
- Meminta data audit;
- Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee atau pihak lain yang terkait;
- Memasuki bangunan kegiatan usaha dan/atau ruangan tempat menyimpan data audit
termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan
cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk
tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta
melakukan pemeriksaan di tempat tersebut ;
- Melakukan tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan penyimpanan dokumen
yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai (penyegelan).

D. Kewajiban Auditee

Pekerjaan Audit memerlukan adanya kerjasama yang baik antara tim audit dan
auditee. Untuk itu peraturan mengenai kepabeanan dan cukai mengatur kewajiban
auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu :
- Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya
- Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
- Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan data
elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus.

E. Waktu Pelaksanaan Audit

Pelaksanaan audit sampai dengan pelaporannya wajib diselesaikan dalam jangka


waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau Surat
Perintah diterbitkan. Apabila diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan, maka selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu
penyelesaian berakhir PMA wajib mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu penyelesaian audit kepada Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU). Apabila permohonan
perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit diajukan setelah berakhirnya jangka

29
waktu penyelesaian (3 bulan), maka PMA harus memberikan penjelasan tertulis
tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Jenderal, Direktur Audit,
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU).

F. Pekerjaan Lapangan

Pelaksanaan audit dibagi meliputi pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor.


Pekerjaan lapangan adalah suatu pekerjaan dalam rangka audit yang dilakukan di
tempat Auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat usaha, atau tempat lain
yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Auditee.
Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi :
- Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi;
- Pengumpulan data dan informasi
Mekanisme mengenai pekerjaan lapangan dapat dipahami melalui bagan berikut ini.

30
Bagan 5.1. Mekanisme Audit Lapangan

A • STRUKTUR ORGANISASI
• SISTEM PEMASUKAN
• SISTEM PRODUKSI
• SISTEM PENGELUARAN
PENGUJIAN & EVALUASI
INTERNAL CONTROL &
SISTEM AKUNTANSI

• PENILAIAN VALIDITAS & KEASLIAN BUKU, CATATAN, DOKUMEN


• PENENTUAN LUAS PEMERIKSAAN

BUKTI-BUKTI

DOKUMEN, CATATAN,
PEMERIKSAAN
BUKU & REPORT TERKAIT LAPORAN KEUANGAN
SEDIAAN
DGN KEGIATAN PABEAN

KEPATUHAN THD PERATURAN KEPABEANAN &


ATURAN LAIN YG BERLAKU

KERTAS KERJA
AUDIT

31
1. Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi
Hal-hal yang harus dilakukan dalam tahap penyampaian surat tugas/surat perintah
adalah :
- Menyerahkan surat tugas/surat perintah, memperlihatkan tanda pengenal, dan
menjelaskan tujuan pelaksanaan audit kepada auditee atau yang mewakili;
- Meminta auditee atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan tentang
Struktur Pengendalian Intern (SPI) auditee;
- Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan SPI guna penyempurnaan Rencana
Kerja Audit
2. Pengumpulan data dan informasi
Dalam tahap ini, tim audit meminta auditee atau yang mewakili untuk
menyerahkan data sesuai ruang lingkup audit yang dikerjakan. Dalam proses
pengumpulan data ini, kerjasama dari auditee sangat diperlukan. Untuk menghindari
hambatan dalam pengumpulan data, telah diatur Kewajiban Auditee.
Audit memerlukan data yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari obyek
audit. Untuk itu tim audit yang mengambil data audit (baik berupa salinan, fotocopy,
dan/atau data elektronik) harus meminta auditee untuk mengisi Surat Pernyataan yang
berisi bahwa data yang diserahkan kepada Tim Audit adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Tidak semua auditee bersikap kooperatif terhadap tim audit. Jika dalam perkerjaan
lapangan ternyata auditee atau wakilnya menolak untuk diaudit, maka tim audit harus
meminta auditee atau wakilnya untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Diaudit. Bila auditee atau wakilnya juga menolak untuk menandatangani surat
pernyataan ini, Tim Audit harus membuat Berita Acara Penolakan Diaudit.
Ada kalanya dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan, auditee atau wakilnya tidak
berada ditempat. Bila hal ini terjadi, audit tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu
meminta pegawai yang ada untuk mewakili auditee dan mendampingi tim audit guna
membantu kelancaran audit. Namun bila pegawai tersebut menolak membantu, tim
audit harus memintanya untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Membantu Kelancaran Audit.
Suatu pekerjaan audit dapat pula dihentikan. Penghentian pekerjaan audit dapat
dilakukan dalam hal :
- Pekerjaan lapangan tidak dapat dilaksanakan.
- Pelaksanaan audit tidak dapat dilanjutkan setelah tindakan pengamanan.

32
- Terdapat alasan tertentu pelaksanaan audit tidak dapat dilaksanakan.
Berdasarkan pertimbangan Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
KPU selanjutnya tim audit menyusun LHA berdasarkan Berita Acara Penghentian
Audit (BAPA). Setelah itu auditee dapat direkomendasikan kepada direktorat atau
bidang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan dan berdasarkan pertimbangan
Direktur Jenderal, dapat direkomendasikan kepada instansi terkait untuk
ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
a. Batas waktu penyerahan data
Batas waktu penyerahan Data Audit oleh auditee secara lengkap paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat.
Perpanjangan batas waktu penyerahan dapat diberikan paling lama 3 (tiga)
hari kerja. Apabila setelah batas waktu auditee belum dapat/tidak bersedia
menyerahkan data audit secara lengkap, maka kepada auditee yang
bersangkutan diberikan Surat Peringatan I dan II dengan jangka waktu masing-
masing 3 hari kerja.
Apabila jangka waktu terlewati dan auditee masih belum menyerahkan data
audit secara lengkap, maka auditee dianggap menolak membantu kelancaran
audit serta dibuatkan Berita Acara.
Untuk audit khusus, batas waktu penyerahan data audit paling lama 3 (tiga)
hari kerja. Bila batas waktu dilewati, maka berdasarkan pertimbangan Direktur
Audit, Kepala kantor Wilayah atau Kepala KPU, tim audit membuat Berita
Acara Penghentian Audit (BAPA).
Sedangkan untuk audit investigasi, penyerahan data audit dilakukan pada saat
kedatangan tim audit. Apabila auditee tidak menyerahkan data audit, tim audit
dapat melakukan tindakan pengamanan. Tim audit dapat melakukan penindakan
di bidang kepabeanan berupa penegahan alat angkut, penyegelan barang
dan/atau alat angkut yang diduga terkait dengan tindak pidana.
b. Pencacahan Fisik Sediaan
Dalam pekerjaan lapangan, tim audit melakukan pencacahan fisik sediaan
barang, dengan terlebih dahulu memberitahukan rencana pelaksanaannya secara
tertulis dengan bentuk formulir. Hasil pelaksanaan pencacahan fisik tersebut
dituangkan dalam sebuah berita acara. Pemeriksan fisik barang dilakukan untuk
membandingkan antara saldo jenis dan jumlah barang berdasarkan pembukuan
dengan saldo fisik barang sebenarnya. Hasil perbandingan antara saldo buku

33
dengan saldo fisik akan menghasilkan beberapa kemungkinan, yaitu : saldo
buku sama dengan saldo fisik (sesuai) ; atau saldo buku lebih besar dari pada
saldo fisik (Selisih kurang); atau saldo buku lebih kecil daripada saldo fisik
(selisih kurang).

3. Tindakan Pengamanan
Apabila dianggap perlu, Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam
hal :
- Auditee tidak memberi kesempatan Tim Audit memasuki tempat yang menurut
peraturan audit dapat dimasuki Tim Audit.
- Auditee menolak untuk diaudit
- Pegawai auditee menolak membantu kelancaran audit
- Tim Audit memerlukan upaya pengamanan Data Audit

G. Pekerjaan Kantor

1. Menguji dan menganalisa data dan informasi


Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut
diatas, Tim Audit akan melakukan pengujian validitas dan keakuratan data yang ada.
Proses ini sering disebut sebagai Pengujian materi terhadap data atau informasi.
Setelah mendapatkan data dan informasi yang akurat dan terpercaya melalui
pengujian materi, langkah selanjutnya adalah membandingkan antara praktek
kegiatan Auditee dengan ketentuan atau kriteria yang ada berdasarkan peraturan
perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat kepatuhan perusahaan (Compliance) yang diukur dari tingkat
kesesuaian antara kinerja atau kondisi pelaksanaan kegiatan perusahaan
dibandingkan dengan ketentuan yang ada.
Hasil dari pengujian dan analisis data dan informasi berguna untuk :
- Menguji tingkat kepatuhan (compliance) auditee terhadap kriteria;
- Hasil pengujian dan analisa dituangkan dalam Kertas Kerja Audit;
2. Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA)
Tim Audit wajib menuangkan hasil pelaksanaan kegiatan auditnya dengan
membuat Kertas Kerja Audit (KKA). KKA disusun berdasarkan hasil dari tiap jenis
proses pengujian, pengolahan dan analisis data yang terstruktur dan sistematis.

34
Kertas Kerja Audit (KKA) sekurang-kurangnya memuat :
- Prosedur audit yang ditempuh,
- Pengujian yang dilakukan,
- Bukti dan keterangan yang dikumpulkannya dan
- Kesimpulan yang diambil Tim Audit.
3. Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS)
Dari KKA yang telah dibuat, tim audit membuat Daftar Temuan Sementara,
yaitu suatu daftar yang berisi hasil temuan sementara Tim Audit dan masih
memerlukan tanggapan dari pihak perusahaan yang sedang diaudit sebelum disusun
menjadi Laporan Hasil Audit (LHA). DTS dibuat oleh tim audit setelah pembuatan
KKA selesai dilakukan. DTS dikirim oleh Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala
Bidang Audit dengan surat pengantar kepada Perusahaan dengan disertai Lembar
Pernyataan Persetujuan DTS.
Perusahaan menanggapi DTS secara tertulis dengan cara mengisi dan
menandatangani pada kolom yang telah disediakan serta mengirim kembali kepada
Tim Audit selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja dihitung sejak diterimanya Surat
Pengantar atau dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
penyampaian paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Perusahaan dapat menanggapi DTS dengan melalui :
- Mengisi dan menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan DTS apabila
Perusahaan setuju seluruh DTS;
- Melampirkan bukti-bukti pendukungnya, apabila Perusahaan tidak setuju atas
sebagian atau seluruh DTS.
Dalam hal perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh isi DTS, maka
akan ditindaklanjuti dengan pembahasan Akhir antara Tim Audit dan Pihak
Perusahaan. Hasil dari Pembahasan akhir dituangkan dalam Risalah Pembahasan
Akhir Hasil Audit dan ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit.
Berita Acara Hasil Audit dilampiri Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit dan
Hasil pembahasan akhir yang berupa :
- Temuan audit yang disetujui auditee
- Temuan audit yang dibatalkan oleh Tim Audit; dan/atau
- Temuan audit yang dipertahankan oleh Tim Audit.
Hasil dari Pembahasan Akhir sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Hasil
Audit atau Perusahaan yang tidak menyampaikan tanggapan DTS, maka perusahaan

35
dianggap menyetujui seluruh DTS selanjutnya akan disusun Laporan Hasil Audit
(LHA).
DTS yang telah dibuat perlu untuk dibahas bersama auditee. Pembahasan ini
disebut pembahasan akhir. Pembahasan Akhir dilakukan untuk membahas tanggapan
auditee terhadap DTS dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja sejak
DTS diterima. Dalam hal ini auditee akan diundang oleh Kasubdit Pelaksanaan Audit
atau Ka Bid Audit. Auditee dapat meminta perubahan waktu pelaksanaan Pembahasan
Akhir ini.
Daftar Temuan Sementara tidak perlu dibuat dalam Audit Invesigasi dan Audit
Khusus dalam rangka keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
Pembahasan akhir DTS ini ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit. Dalam
hal ini Auditee menyetujui seluruh DTS. Lembar Pernyataan Persetujuan DTS
dijadikan dasar pembuatan Berita Acara Hasil Audit (BAHA). Dalam hal auditee tidak
menanggapi DTS, tidak menghadiri atau tidak melaksanakan pembahasan akhir maka
auditee dianggap menyetujui seluruh DTS dan dijadikan dasar pembuatan BAHA.

5.2 Latihan 4

1) Apa yang dimaksud dengan Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) ?


2) Apa fungsi dari rencana kerja Audit ?
3) Sebutkan wewenang Tim Audit dalam melaksanakan tugas Audit ?
4) Sebutkan kewajiban Auditee (Obyek Audit) ?
5) Dalam hal apa pekerjaan Audit dapat dihentikan ?
6) Dalam hal apa Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan ?
7) Sebutkan 3 hal (temuan) , terkait dengan Hasil pembahasan akhir ?

36
5.3 Rangkuman

DROA merupakan daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit
berserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA
disusun secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen resiko.
Rencana Kerja Audit memuat prosedur dan jadwal yang tekait dengan Persiapan
audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan Sementara, Pembahasan
Akhir, dan Pelaporan. Rencana Kerja Audit ini berfungsi sebagai pedoman di dalam
melaksanakan tugas audit agar sesuai dengan prosedur dalam program audit,
pembagian tugas antar anggota Tim serta pelaksanaannya agar dapat selesai tepat
waktu.
Wewenang tim audit dalam suatu pekerjaan audit adalah :
- Meminta data audit, Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee atau
pihak lain yang terkait;
- Memasuki bangunan kegiatan usaha dan/atau ruangan tempat menyimpan data audit
serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut;
- Melakukan tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan penyimpanan dokumen
yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai (penyegelan).
Kewajiban auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu :
- Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya;
- Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis;
- Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan data
elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus.
Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi : Penyampaian Surat
Tugas/Perintah, Inspeksi dan Observasi serta Pengumpulan data serta informasi.
Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam hal Auditee tidak memberi
kesempatan Tim Audit memasuki tempat yang menurut peraturan audit dapat dimasuki
Tim Audit, Auditee menolak untuk diaudit, Pegawai auditee menolak membantu
kelancaran audit. Tim Audit memerlukan upaya pengamanan Data Audit.
Pekerjaan Kantor meliputi : Pengujian dan analisa data dan informasi, Penyusunan
Kertas Kerja Audit (KKA), dan Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS).

37
6. Kegiatan Belajar (KB) 5

PELAPORAN HASIL AUDIT

6.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh

Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang Pelaksanaan Audit, maka pada


modul ini akan membahas kelanjutan dari pelasksanaan audit, yaitu Pelaporan Hasil
Audit. Titik berat modul ini adalah ditekankan pada penyusunan Laporan Hasil Audit dan
Tindak lanjut Laporan Hasil Audits serta Surat Penetapan.

A. Laporan Hasil Audit

Hasil dari pelaksanaan audit adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA), yang
disusun berdasarkan Berita Acara Hasil Audit (BAHA) atau Berita Acara Penghentian
Audit (BAPA). Untuk Audit Khusus dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea
Cukai dan Audit investigasi, LHA disusun berdasarkan BAPA atau KKA . Laporan Hasil
Audit ditandatangani oleh PMA, PTA dan Ketua Auditor. LHA dikirimkan kepada
Auditee, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
LHA yang disusun berdasarkan BAHA dibuat dalam bentuk panjang atau pendek.
LHA bentuk Pendek merupakan Bab I dari LHA bentuk Panjang. Untuk audit yang
dilakukan dalam rangka keberatan penetapan Pejabat Bea Cukai dan Audit Investigasi
LHA tidak perlu disampakan kepada Auditee.
LHA dibuat untuk disampaikan kepada :
- Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU;
- Auditee (yaitu LHA yang bentuk pendek).
Laporan Hasil Audit harus memuat :
- Ruang lingkup dan tujuan audit
- Pernyataan bahwa audit telah dilakukan sesuai dengan Standar Auditing di Bidang
Kepabeanan dan Cukai;
- Pernyataan mengenai tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan;
- Rekomendasi.

38
Laporan Hasil Audit (LHA) secara rinci berisikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kepada Auditee
- Kekurangan pembayaran / Restitusi; dan/atau
- Penolakan atau pemblokiran kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai;
dan/atau
- Peningkatan system Internal Control dan Accounting
b. Kepada Unit Terkait
- Penyidikan; atau
- Pencabutan Fasilitas; atau
- Operasi Inteligen; atau
- Kemudahan Prosedur Kepabeanan; atau
- Pembinaan Pegawai.
2. Gambaran Umum Perusahaan
3. Uraian Hasil Audit
a. Dasar Hukum
b. Tujuan Audit
c. Sifat dan Luas Audit
d. Prosedur Audit
e. Hasil Audit
4. Lampiran-lampiran
- Copy Surat Tugas
- Daftar Temuan Sementara (DTS)
- Berita Acara Hasil Audit/Lembar Pernyataan Persetujuan DTS/Surat
Pemberitahuan Tindak Lanjut DTS
- Kertas Kerja Audit (KKA)

B. Tindak Lanjut Laporan Hasil Audit

LHA ditindak lanjuti oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala
Kantor Pelayanan Utama :
a. Dalam hal Audit Kepabeanan mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran
pungutan negara, menerbitkan surat penetapan yang ditujukan kepada Auditee.

39
b. Dalam hal Audit Cukai mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran pungutan
negara, dengan menerbitkan surat tindak Lanjut hasil Audit yang ditujukan kepada
Kepala KPU, Kepala KPPBC dan atau Kepala Bidang yang melakukan penagihan.
c. Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran pungutan
negara, dengan menerbitkan surat rekomendasi yang ditujukan kepada pihak
terkait.
Dalam hal audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan
pejabat Bea dan Cukai, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
pendapat terkait dengan keberatan.
Untuk audit investigasi, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
temuan hasil audit.

C. Surat Penetapan

Surat penetapan merupakan bentuk tindak lanjut dari suatu pekerjaan audit. Surat
Penetapan ditindak lanjuti oleh Direktur Audit atau Kepala Kantor Wilayah, dengan
menerbitkan surat pemberitahuan hasil audit yang ditujukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Utama dan/atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan yang mengawasi.
Dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, surat tindak lanjut hasil audit
ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pengawasan dan
Pelayanan dan/atau Kepala KPU. Sedangkan dalam hal surat penetapan diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan Utama, surat pemberitahuan hasil audit ditujukan kepada
Kepala Bidang yang melakukan penagihan.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan harus menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan tindak lanjut hasil audit kepada Direktur Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
Kepala Bidang yang melakukan penagihan harus menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan tindak lanjut hasil audit kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Mekanisme pada tahap pelaporan dan tindak lanjut hasil audit dapat dilihat pada
bagan berikut ini.

40
Bagan 6.1. Mekanisme Tahap Pelaporan dan Tindak Lanjut

6.2 Latihan 5

1. Disusun berdasarkan apa Laporan Hasil Audit ?


2. Laporan Hasil Audit harus memuat apa saja ?
3. Tindak lanjut apa yang membedakan dalam Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, bila
dalam audit mengakibatkan kekurangan pembayaran pungutan negara ?
4. Tindak Lanjut apa yang dilakukan apabila di dalam Audit tidak mengakibatkan
temuan kekurangan pembayaran pungutan negara ?

41
6.3 Rangkuman

Hasil dari pelaksanaan audit adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA), yang
disusun berdasarkan Berita Acara Hasil Audit (BAHA) atau Berita Acara Penghentian
Audit (BAPA). Untuk Audit Khusus dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea
Cukai dan Audit investigasi, LHA disusun berdasarkan BAPA atau KKA
Laporan Hasil Audit harus memuat : Ruang lingkup dan tujuan audit, Pernyataan
bahwa audit telah dilakukan sesuai dengan Standar Auditing di Bidang Kepabeanan dan
Cukai, Pernyataan mengenai tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan,
dan Rekomendasi.
Dalam hal Audit Kepabeanan mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran
pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat penetapan yang
ditujukan kepada Auditee. Dalam hal Audit Cukai mengakibatkan temuan kekurangan
pembayaran pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat tindak
Lanjut hasil Audit yang ditujukan kepada Kepala KPU, Kepala KPPBC dan atau Kepala
Bidang yang melakukan penagihan.
Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran pungutan
negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat rekomendasi yang ditujukan
kepada pihak terkait.
Dalam hal audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan
pejabat Bea dan Cukai, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
pendapat terkait dengan keberatan.

42
7. Test Formatif

Pilihan Betul atau Salah

1. B - S Pada prinsipnya proses audit merupakan kebalikan dari proses


penyusunan Laporan Keuangan.
2. B - S PMA, PTA, Ketua Auditor, Auditor, dan/atau pejabat Bea dan Cukai
dapat diganti apabila dialihtugaskan, dianggap tidak mampu atau atas
permintaan yang bersangkutan.
3. B - S Audit “keberatan” perlu dibuat DTS dan dilakukan pembahasan Akhir.
4. B - S Audit oleh Bea dan Cukai termasuk Finansial Audit karena
mengakibatkan tambah bayar uang.
5. B - S Sebuah Tim Audit terdiri dari seorang PMA, seorang PTA dan seorang
atau lebih Auditor.
6. B - S Pekerjaan Lapangan adalah suatu pekerjaan dalam rangka audit yang
dilakukan di Tempat Auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat
usaha, atau tempat lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan
usaha Auditee.
7. B - S Bea dan Cukai berwenang melakukan Audit Cukai terhadap Pengusaha
Tempat Penjualan Eceran Minuman Mengandung Etil Alkohol
8. B - S Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai
dengan saat pelaksanaan stock opname
9. B - S Dalam pelaksanaan audit Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama wajib memanggil Auditee secara tertulis
untuk diberikan penjelasan perihal pelaksanaan audit yang akan
dilaksanakan
10. B - S Pengusaha Tempat Penyimpanan Etil Alkohol merupakan salah satu
Obyek Audit Cukai.
11. B - S Tujuan Audit Di Bidang Kepabeanan dan Cukai adalah untuk
mengamankan penerimaan negara.
12. B - S Audit Umum merupakan audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan
secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban
Kepabeanan dan cukai. Dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas.

43
13. B - S Audit Khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup
pemeriksaan terhadap kewajiban kepabeanan tertentu/cukai tertentu.
Dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah.
14. B - S Dalam hal Audit Investigasi, keanggotaan tim Audit harus melibatkan
satu atau lebih pejabat bea dan cukai dari Direktorat Penindakan dan
Penyidikan (P2) atau Bidang Penindakan dan Penyidikan.
15. B - S Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) merupakan daftar yang berisi
nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu
pelaksanaan audit dalam periode tertentu.
16. B - S Pelaksanaan audit sampai dengan pelaporannya wajib diselesaikan dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau
Surat Perintah diterbitkan.
17. B - S Laporan hasil Audit disusun berdasarkan DTS.
18. B - S Laporan Hasil Audit ditanda tangani oleh seluruh anggota tim.
19. B - S Dalam hal Audit Cukai mengakibatkan temuan kekurangan Pembayaran
pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan Surat
Penetapan yang ditujukan kepada Auditee.
20. B - S Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan pembayaran
pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan menerbitkan surat
rekomendasi yang ditujukan kepada pihak terkait.

44
8. Kunci Jawaban Test Formatif

1. B 6. B 11. S 16. S
2. B 7. S 12. B 17. S
3. S 8. S 13. S 18. S
4. S 9. S 14. B 19. S
5. S 10. B 15. B 20. B

8. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang


modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai :
91% s.d. 100% : Amat baik
81% s.d. 90,99% : Baik
71% s.d. 80,99% : Cukup
61% s.d. 70,99% : Kurang
bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% ke atas (kategori “baik”), maka disarankan
mengulangi materi.

Semoga berhasil

45
9. Daftar Pustaka

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.


10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
2. Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.
11 Tahun 1995 Tentang Cukai
3. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007
tentang Audit Kepabeanan
4. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 91/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008
tentang Audit Cukai.
5. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 138/PMK.04/2007 tanggal 12 November
2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Kepabeanan
6. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 110/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008
tentang Kewajiban Pencatatan bagi pengusaha pabrik Skala Kecil, Penyalur Skala
Kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempaty Penjualan eceran yang wajib
memiliki izin
7. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 109/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Cukai.
8. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-28/BC/2007 tentang Standar
Audit di Bidang Kepabeanan
9. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tentang Tata
Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
10. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-18/BC/2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Audit dan Evaluasi Laporan hasil Audit
11. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-17/BC/2008 tanggal 25
Maret 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan penentuan obyek Audit
12. Industry Panel Report on Audit Customs Reforms, Australian Customs Service, 1995
13. General Accepted Accounting Principle (GAAP),United State of America
14. Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Ikatan Akuntan Indonesia.
15. Audit Sektor Publik, Rahmadi Murwanto, AdiBudiarso, Fajar Hasri 2006.

46

Anda mungkin juga menyukai