Anda di halaman 1dari 163

KATA PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

Sebagai bagian dari proses belajar mengajar yang berlangsung di Pusdiklat Bea dan
Cukai, kebutuhan akan modul yang mudah dan dapat dipelajari oleh para peserta Diklat
Teknis Substantif Dasar (DTSD) adalah sangat mendesak diperlukan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, maka disusunlah Modul Ketentuan
Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk Kepentingan Perlindungan Bidang
Pertahanan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
Rangkuman yang dijadikan dasar pembuatan modul terdiri dari berbagai ketentuan
dan peraturan yang sedang dan masih berlaku antara lain diambil dari Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 tanggal 15 Nopember 2006 tentang Perubahan atas Undang Nomor
10 Tahun 1995 tanggal 30 Desember 1995 tentang Kepabeanan, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2007 tanggal 15 Agustus 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1995 tanggal 30 Desember 1995 tentang cukai, dan Peraturan Pemerintah RI, Surat
Keputusan Menteri Keuangan RI, Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan
aturan-aturan lain yang berkaitan dengan topik bahasan dalam modul ini.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi
sehingga modul ini dapat disajikan. Kami menyadari akan keterbatasan prasarana dan sarana
penunjang dalam pembuatan modul ini, karena itu kami harapkan saran-saran dan kritik dari
pihak yang berkepentingan akan modul ini, yang nantinya akan dapat menyempurnakan
modul ini.

Jakarta, Nopember 2007


Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai

Endang Tata
NIP 060044462
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ....................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................................ ii
MODUL I
KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN (KBLP) UNTUK
KEPENTINGAN PERLINDUNGAN BIDANG PERTAHANAN KEAMANAN DAN
KETERTIBAN MASYARAKAT
1. Pendahuluan ............................................................................................................... 1
1.1. Deskripsi Singkat ................................................................................................ 1
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus ............................................................................ 3
1.4. Petunjuk Pembelajaran ....................................................................................... 3
2. Kegiatan Belajar (KB) 1 .............................................................................................. 4
Senjata Api ..……………....................................................................................... 4
2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ......................................................................... 4
2.2. Latihan ………………………………………………………………………… 12
2.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 13
3. Kegiatan Belajar (KB) 2 ............................................................................................. 14
Amuniasi dan Mesiu ……………..….…..………………………………………... 14
3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ....................................................................... 14
32. Latihan ………………………………………………………………………… 17
33. Rangkuman …………………………………………………………………… 17
4. Kegiatan Belajar (KB) 3 ............................................................................................. 19
Bahan Peledak ……………..………………………....................………………... 19
4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ........................................................................ 19
4.2. Latihan ………………………………………………………………………… 23
4.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 23

5. Kegiatan Belajar (KB) 4 ............................................................................................... 24


Selpeter .………………………............................................................................... 24
5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ......................................................................... 24
5.2. Latihan ...……………………………………………………………………… 27
5.3. Rangkuman ..…..……………………………………………………………… 27
6. Kegiatan Belajar (KB) 5 ............................................................................................ 28
Petasan / Happy Crackers ..................................................................................... 28
6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh .................................................................... 28
6.2. Latihan ..……………………………………………………………………… 30
6.3. Rangkuman ...………………………………………………………………… 30
7. Kegiatan Belajar (KB.) 6 ............................................................................................ 32
Barang Cetak ..…………....................................................................................... 32
7.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ....................................................................... 32
7.2. Latihan ..……………………………………………………………………… 34
7.3. Rangkuman ..………………………………………………………………… 34
8. Kegiatan Belajar (KB) 7 . ......................................................................................... 35
Film dan Kaset Video …………….................................................................... 35
8.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ..................................................................... 35
8.2. Latihan ………………………………………………………………………… 39
8.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 40

9. Test Formatif …….…………………………………………………………………. 41


10. Kunci Jawaban Test Formatif …….……………………………………………….. 44
11. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ………………………………………………… .. 44
12. Daftar Pustaka …….... ………………………………………………..………...… 45
MODUL I

KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN (KBLP)


UNTUK KEPENTINGAN PERLINDUNGAN BIDANG PERTAHANAN
KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

1. Pendahuluan

1.1.Deskripsi Singkat
Senjata api, amunisi dan mesiu adalah barang yang berbahaya bagi pertahanan dan
keamanan Republik Indonesia dan juga berbahaya bagi keselamatan jiwa masyarakat.
Tujuan utama dari pengelolaan peraturan dan larangan guna perlindungan, pertahanan,
keamanan dan ketertiban masyarakat adalah menjaminnya terlaksananya keamanan di
dalam masyarakat. Setiap kegiatan impor maupun ekspor komoditi yang berkaitan
dengan pertahanan, keamanan dan ketertiban masyarakat, dimanapun pasti akan
menimbulkan dampak. Dampak yang ditimbulkan dapat positif maupun negatif.
Senjata api, amunisi dan mesiu dalam arti positif merupakan alat untuk membela diri,
mempertahankan kedaulatan negara, penegakan hukum, tetapi dalam arti negatif
penggunaan senjata api, amunisi dan mesiu secara ilegal, akan mengganggu ketertiban
umum (tindak kriminalitas) dan merupakan ancaman terhadap negara kesatuan Republik
Indonesia.
Bahan-bahan berbahaya memang sangat berbahaya sekali baik pada kesehatan maupun
pada lingkungan hidup, oleh karena itu pemasukan bahan-bahan berbahaya ke Indonesia
harus diawasi. Tata niaga dari bahan berbahaya ini sudah diatur oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, sedangkan Bea dan Cukai hanya mengawasi dengan tetap
menjaga kelancaran arus barang, jasa, ataupun kelancaran dokumen. Bahan-bahan
berbahaya benar-benar sangat berbahaya jika tidak diawasi penggunaannya. Penggunaan
bahan-bahan berbahaya yang tidak sesuai dengan kegunaannya sangat riskan sekali
terhadap efek sampingnya. Apalagi penggunaannya hanya dengan tujuan untuk
mengambil keuntungan bagi perusahaan saja, tanpa memperhatikan kesehatan masyarakat
dan lingkungan pada umumnya.
Disinilah peran Badan POM (Pengawasan Obat dan Minuman) dalam mengawasi
penggunaan bahan-bahan berbahaya tersebut, jika penggunaan bahan-bahan berbahaya
tersebut untuk bahan dalam pembuatan obat dan makanan. Sebenarnya tanpa peran aktif
dari masyarakat dan para pelaku dunia usaha (pengusaha), kesemua instansi tersebut tidak
akan bisa menjalankan perannya dengan maksimal. Diharapkan disini para pengusaha
untuk menggunakan bahan-bahan berbahaya tersebut sesuai dengan fungsinya. Jangan
hanya untuk mengejar keuntungan saja, masyarakat yang menjadi korbannya. Serta peran
aktif masyarakat untuk lebih teliti dalam mengkonsumsi barang-barang dengan terlebih
dahulu mengetahui komposisi atau bahan baku apa yang digunakan. Jika terdapat bahan-
bahan berbahaya yang terkandung di dalamnya dan sebagai bahan yang tidak selayaknya
untuk digunakan, maka diharapkan untuk melaporkan kepada pihak-pihak yang terkait,
seperti Badan POM misalnya.
Bahan peledak adalah suatu bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, gas atau
campurannya yang apabila dikenai suatu aksi berupa panas, benturan, atau gesekan akan
berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang sebagian besar atau seluruhnya
berbentuk gas dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan
disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi.
Selpeter atau asam sendawa yang mempunyai nama kimiawi Kalium Nitrate(KNO3)
adalah bahan atau zat berupa butir-butir putih transparan yang memiliki rasa asin, mudah
larut dalam air, dapat larut sedikit dalam alkohol serta berkadar racun rendah. Ketentuan
impor selpeter sama dengan ketentuan impor bahan peledak . Happy crackers adalah
petasan yang memiliki kembang api yang dapat meledak seperti petasan tetapi sekaligus
mengeluarkan kembang api yang berwarna-warni . Sejak tahun 1977 happy crackers
merupakan salah satu jenis barang yang dilarang sepenuhnya atas produksi dan impornya.
Bahan peledak merupakan salah satu barang dibatasi yang sangat berbahaya dan perlu
diawasi sejak dari pengadaan, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan sampai dengan
pemusnahannya sehingga terhadap importasinya diperlukan ketentuan-ketentuan baik dari
intern DJBC sendiri maupun ketentuan-ketentuan dari instansi/departemen terkait yang
nantinya dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan pengawasan untuk memperkecil
kemungkinan penyalahgunaan bahan peledak tersebut oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
Bahan kimia yang biasa dipakai untuk bahan peledak sangat banyak jenisnya.
Pengelompokan bahan-bahan peledak ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya berdasarkan komposisi senyawa kimia, kegunaannya, jenis bahan baku
dan/atau bahan setengah jadi menurut sifat eksplosifnya dan lingkungan penggunaannya.

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu melaksanakan dan
menjelaskan Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk Kepentingan
Perlindungan Bidang Pertahanan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat atas pelaksanaan
penyelesaian pelanggaran Kepabeanan dan Cukai secara optimal.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Bahan ajar atau Modul Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk
Kepentingan Perlindungan Bidang Pertahanan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ini
bermanfaat bagi peserta didik dan/atau peserta Diklat sebagai pedoman dalam mengikuti
ujian, evaluasi pembelajaran dan nantinya berguna bagi peserta DTSS I dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya sewaktu bekerja sesuai bidang spesialisasinya.

1.4. Petunjuk Pembelajaran


Baca dan pelajari modul ini dengan seksama serta teliti dan pada bagian berupa data,
definisi, pengertian, hal-hal yang dianggap penting agar dihafal dengan baik. Pelajari
terlebih dahulu sistematika penyajian modul, latar belakang, diskripsi singkat, tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
Kerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar, dalam hal ada yang tidak dapat
difahami/dimengerti atas penjelasan, keterangan, data yang ada pada modul agar
dibuatkan catatan untuk ditanyakan kepada pengajar.
Setiap akan belajar untuk mata pembelajaran ini agar modul dibaca dan dipelajari,
berdasarkan sistem pembelajaran KBK (pembelajaran atau kuliah berbasiskan
kompetensi), artinya sistem ini memacu peserta diklat harus lebih aktif belajar, diskusi
dan bertanya kepada pengajar, widyaiswara, diruang pembelajaran untuk memandu
diskusi sebagai moderator atau fasilitator, untuk memacu peserta diklat lebih maju dan
kreatif.
2. Kegiatan Belajar (KB) 1

SENJATA API

2.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Semua negara yang berdaulat dan merdeka selalu ingin melindungi negara, pemerintah
dan rakyatnya dari gangguan ekonomi, politik, sosial, budaya, militer, lingkungan hidup,
keamanan, kesehatan dan kesejahteraannya dari gangguan negara lain maupun dari
gangguan lainnya.

Untuk itu peran serta Bea dan Cukai adalah mengamankan dan melindungi wilayah
teritorial negara, wilayah Republik Indonesia dari gangguan yang timbul pada lalu lintas
barang, alat angkut, orang yang mengganggu kepentingan negara yang berdaulat dan
mengganggu kelancaran arus dokumen dan barang, yang salah satunya dengan
melakukan Penegakan Hukum.

Untuk melakukan penegakan hukum tersebut diperlukan pengetahuan dan keterampilan


penanganan tentang larangan, pembatasan dan wewenang pegawai, demikian juga
masyarakat usaha, importir, eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)
juga diharapkan mengetahui dan terampil dalam mengurus atau memproses barang yang
termasuk terkena peraturan larangan dan pembatasan untuk kepentingan perlindungan
bidang pertahanan keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti Senjata Api, Amunisi
dan Mesiu, Bahan Peledak, Selpeter, Petasan / Happy Crackers, Barang Cetakan, Film.
Pada dasarnya impor senjata api tidak dibenarkan dilakukan instansi lain selain Tentara
Nasional Indonesia dan Polri.

Namun demikian dapat diimpor, diekspor dan dimiliki, dikuasai dan atau penggunaan
senjata api dapat dilakukan untuk yang Non standar TNI/Polri yang berkaliber maksimal
senjata genggam atau laras pendek kaliber 32 MM, yang berkaliber maksimal senjata
bahu atau laras panjang kaliber 22 MM dan digunakan instansi pemerintah lainnya dalam
rangka penegakan hukum.
Pengertian dan definisi Senjata api
“Senjata Api” berarti setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang
dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau dirubah, atau yang dapat
dirubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang
dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar di dalam alat tersebut, dan
termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada
alat demikian.
Pengertian senjata api berdasarkan ordonansi Senjata Api tahun 1939 juncto Undang-
undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 adalah termasuk juga :
 Bagian-bagian dari senjata api
 Meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk bagiannya
 Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per tanpa mengindahkan kalibernya,
slachtpistolen (pistol penyembelih/pemotong), sein pistolen (pistol isyarat), demikian
juga senjata api imitasi seperti alarm pistolen(pistol tanda bahaya), start
revolvers(revolver perlombaan), shijndood pistolen(pistol suar), schijndood
revolvers(revolver suar) dan benda-benda lainnya sejenis itu, yang dapat
dipergunakan untuk mengancam atau menakut-nakuti begitu pula bagian-bagiannya.

Dikeluarkan dari pengertian senjata api :


 Senjata yang nyata-nyata dipandang sebagai mainan anak-anak
 Senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang antik
 Sesuatu senjata yang tidak tetap terpakai atau dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
dapat dipergunakan

Penggolongan senjata api menurut versi TNI/POLRI:


 Pistol/ revolver, dari berbagai macam tipe dan kaliber
 Pistol Mitraliur, dari berbagai macam tipe dan kaliber
 Senapan, dari berbagai macam tipe dan kaliber
 Senapan mesin, dari jenis senapan mesin ringan dan berat
 Roket Launcher, dari berbagai macam.
 Mortir, dari berbagai macam
 Meriam, dari berbagai macam, dan Peluru kendali, dari berbagai macam
Gambar senjata genggam atau laras pendek
Gambar senjata bahu atau laras panjang

SS2-V1 Asault Rifle. Kaliber : 5,56 x 45 mm Panjang Laras : 460 mm


Berat : 3.2 kg Panjang Keseluruhan : 930 mm (24 September 2004)

Menurut Undang-undang Darurat No 12 tahun 1951 Pasal 1 (1) :


Barang siapa tanpa hak memasukkan ke Indonesia atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara selama-lamanya 20 tahun.
Sanksi berdasarkan undang-undang ini hukumannya jauh lebih berat dibandingkan
Ordonansi 1937 yang sanksi hukumannya hanya satu tahun kurungan. Senjata dapat
diimpor apabila memiliki izin dalam hal ini Pejabat yang berwenang untuk memberi izin
pemasukan senjata api non standar TNI/POLRI adalah Kepala Kepolisian Republik
Indonesia qq. Kepala Direktorat Intelijen Pengamanan.
Di dalam Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata
Nomor KEP/27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang Tuntunan kebijaksanaan
untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian senjata api sebagai pelaksanaan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976, izin untuk mengimpor,
memiliki, menguasai, dan atau menggunakan senjata api dan atau amunisi untuk
perorangan dapat diberikan untuk keperluan :
 Pembatasan Senjata api perorangan untuk bela diri
- Izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai dan atau menggunakan senjata api
dan atau amunisi untuk perorangan dibatasi untuk kepentingan bela diri karena
untuk menghadapi ancaman yang nyata-nyata dapat membahayakan keselamatan
jiwanya
- Pemberian izin senjata api perorangan untuk membela diri tersebut dibatasi 1
(satu) pucuk senjata api dari jenis, macam dan ukuran/kaliber non standar
TNI/POLRI dengan amunisi sebanyak untuk 1(satu) magazyne/cylinder
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan lainnya yang diperlukan agar pembatasan dapat dikendalikan
- Izin senjata api perorangan untuk bela diri sewaktu-waktu dapat dicabut atau tidak
diperbaharui, apabila alasan tersebut tidak sesui lagi

Dalam hal dipandang perlu kepada pejabat-pejabat pemerintah tertentu dapat


memberikan izin untuk menguasai dan atau menggunakan senjata api dan amunisi
dari jenis, macam dan ukuran standar TNI/POLRI. Senjata api yang dimaksud
merupakan pinjaman dari Departemen Pertahanan dan Keamanan yang diperoleh
melalui permohonan diri yang berkepentingan kepada Menteri Pertahanan dan
Keamanan / Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berdasarkan
Rekomendasi dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

 Pembatasan senjata api perorangan untuk olahraga


- Izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai dan atau menggunakan senjata api
dan atau amunisi untuk olahraga dibatasi pada olahraga menembak sasaran (target
shooting) dan atau berburu
- Senjata api yang digunakan untuk olahraga tersebut adalah senjata api dari jenis,
macam dan ukuran/ kaliber yang khusus (original) digunakan untuk olahraga
tersebut dan bukan berasal dari senjata api lain yang telah dirombak
- Setiap olahragawan menembak sasaran dan atau berburu diwajibkan menjadi
anggota dari Persatuan Olahraga menembak dan atau berburu yang telah
mendapatkan pengesahan dari Komite Olahraga Nasional Indonesia
- Permohonan izin untuk pemasukan, pemilikan, penguasaan dan atau penggunaan
senjata api, amunisi untuk keperluan olahraga menembak sasaran dan atau
berburu wajib disertai rekomendasi dari persatuan olahraga yang dimaksud pada
sub c di atas
- Izin yang dapat diberikan kepada setiap olahragawan menembak sasaran dan atau
menggunakan senjata api, amunisi dibatasi pada satu senjata api dan amunisi dari
jenis, macam dan ukuran/ kaliber yang digunakan untuk setiap jenis mata lomba
(event)
- Izin yang dapat diberikan kepada setiap olahragawan berburu untuk memiliki,
menguasai dan atau menggunakan senjata api, amunisi dibatasi pada satu senjata
dari jenis, macam, dan ukuran/ kaliber yang digunakan untuk memburu binatang
yang diizinkan sesuai dengan akta berburu (jacht-acte) dan atau izin berburu
(jachtvergunning)
- Izin senjata perorangan untuk olahraga menembak sasaran dan atau berburu,
sewaktu-waktu dapat dicabut atau tidak diperbaharui jika pemegang izin tersebut
tidak melakukan kegiatan olahraga tersebut
- Pengurus Persatuan Olahraga yang dimaksud pada sub c di atas ikut bertanggung
jawab terhadap senjata api dan amunisi yang dimiliki, dikuasai dan atau
digunakan untuk para anggotanya

 Pembatasan senjata api perorangan untuk koleksi


- Izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai sejata api untuk keperluan koleksi
dibatasi pada senjata api antik atau senjata api lainnya yang mempunyai arti
khusus bagi si kolektor
- Senjata api koleksi dibuat menjadi tidak berfungsi dengan diambil pasak dan
pegas pemalunya (slagpinveer) atau peralatan vital lainnya
- Pasak dan pegas pemalu atau peralatan vital lainnya dari senjata koleksi tersebut
wajib diserahkan kepada pihak kepolisian yang memberikan izin
- Senjata api koleksi tidak dapat digunakan untuk tujuan lain kecuali untuk koleksi
semata-mata
 Senjata api dan amunisi untuk kapal laut indonesia dan asing
- Untuk kepentingan keamanan, ketentraman dan ketertiban pelayaran kapal-kapal
Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta, kepada pemilik kapal-kapal
tersebut apabila dipandang perlu dapat diberikan izin untuk memasukkan,
memiliki, menguasai dan atau menggunakan senjata api dan atau amunisi
- Senjata api dan amunisi yang dimaksud adalah jenis, macam dan kaliber senjata
api non standar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
- Jumlah senjata api dan amunisi yang diizinkan adalah hanya untuk
mempersenjatai 1/3 (sepertiga) dari kekuatan awak kapal dengan maksimum 10
(sepuluh) pucuk senjata api setiap kapal dan amunisi sebanyak untuk 3 (tiga)
magazyn/ cylinder untuk setiap senjata api.
- Senjata api dan amunisi yang dimaksud merupakan perlengkapan kapal yang
dipertanggungjawabkan kepada nahkoda
- Permohonan izin untuk memasukkan, memiliki, menguasai dan atau
menggunakan senjata api dan amunisi untuk kapal-kapal tersebut wajib disertai
rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
- Awak-awak dari kapal laut asing bukan kapal perang yang berlabuh di pelabuhan
Indonesia dilarang untuk membawa senjata api dan atau amunisinya ke darat
 Ketentuan wajib simpan senjata api dan amunisi.
Senjata api perorangan untuk membela diri, olahraga dan amunisinya berdasarkan
pertimbangan keamanan dapat dikenakan wajib simpan pada komando-komando
kepolisian

Ketentuan impor senjata api.


Untuk bisa memasukkan senjata api ini, importir harus, memiliki izin dari Kepala
Kepolisia Republik Indonesia, memiliki Angka Pengenal Impor dari Departemen
Perindustrian dan Perdagangan Tempat pemasukan senjata api dan amunisi dapat
dilakukan melalui pelabuhan laut maupun udara. Untuk pelabuhan laut dapat melalui
Medan (Belawan), Jakarta (Tanjung Priok), Surabaya (Tanjung Perak), Makassar
(Soekarno-Hatta). Untuk pelabuhan udara dapat melalui Bandara Polonia, Bandara
Soekarno-Hatta, Bandara Juanda dan Bandara Hasanuddin.
Prosedur yang harus ditempuh adalah, importir mengajukan permohonan kepada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia dengan mencantumkan :
 identitas,
 jumlah dan jenis senjata api,
 negara penjual,
 jangka waktu pemasukkan,
 pelabuhan pemasukkan,
 dan lain-lain
izin yang dikeluarkan berlaku selama enam bulan, dan apabila realisasi impor tidak
dipenuhi dalm jangka waktu tersebut izin harus diperpanjang.

Peralatan Keamanan yang dapat digunakan untuk mengancam atau menakut-


nakuti/mengejutkan berdasarkan Surat Direktur Intelpam atas nama Kapolri Nomor :
R/WSD 404/VII/98/Dit LPP tanggal 21 Agustus 1998, adalah:
 Senjata gas air mata yang berbentuk :
- pistol/ revolver gas
- stick/ pentungan gas
- spray gas
- gantungan kunci gas
- extinguising gun/ pemadam api ringan
- pulpen gas, dll.
 Senjata kejutan listrik yang berbentuk :
- stick/ tongkat listrik
- kejutan genggam
- senter serba guna, dll.
 Senjata panah :
- model cross bow (senjata panah)
- panah busur, dll.
 Senjata tiruan/ replika
 Senjata angin kaliber 4,5 mm
 Alat pemancang paku beton
Surat Direktur Intelpam Nomor : B/337/VI/1988 Tanggal 20 Juni 1988 mengenai senjata
api mainan yang impornya tidak perlu izin Kapolri :
 Terbuat dari plastik
 Komponen pokok tidak terbuat dari : logam, aluminium atau sejenisnya
 Laras, magazen, kamar peluru, dan traggernya tidak berfungsi sbg senjata api

Surat Direktur Intelpam Nomor : R/SWD-368/VII/1998/Dit LPP Tanggal 24 Juli 1998


mengenai senjata api tiruan :
 Senpi type clock 17 pistol dari plastik
 Crossman 50 caliber poin gun
 The cat pistol
 Marksman semi auto pistol
 22 black revolver mini cross bow
 Mainan berbentuk senjata api asli
 Replika senjata mainan menyerupai senpi
 Alat keamanan/ bela diri yang sejenis

2.2. Latihan
Bagaimana Mr Ronaldiho dari Mexico, melakukan kegiatan importasi senjata api di
Indonesia? Jelaskan!
Jawaban: Mr Ronaldiho untuk bisa memasukkan senjata api ini, importir harus,
memiliki izin dari Kepala Kepolisia Republik Indonesia, memiliki Angka Pengenal
Impor atau API/T dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Tempat
pemasukan senjata api dan amunisi dapat dilakukan melalui pelabuhan laut maupun
udara. Untuk pelabuhan laut dapat melalui Medan (Belawan), Jakarta (Tanjung
Priok), Surabaya (Tanjung Perak), Makassar (Soekarno-Hatta).
Untuk pelabuhan udara dapat melalui Bandara Polonia, Bandara Soekarno-Hatta,
Bandara Juanda dan Bandara Hasanuddin.Yang dapat diimpor adalah jenis senjata api
Non Standar TNI/Polri
2.3. Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai sangatlah penting yaitu sebagai community protector, karena
merupakan ujung tombak pertahanan dan keamanan Negara Republik Indonesia ini
dari masuknya barang-barang yang dapat mengganggu keamanan, ketentraman, dan
keselamatan masyarakat. Selain itu perlu diperhatikan bahwa dalam segala tindakan
yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai haruslah berdasarkan Undang-undang.
Agar fungsi ini dapat berjalan dengan maksimal, maka diperlukan kebijakan yang
saling mendukung antara TNI, Polri, maupun instansi lain yang erat kaitannya dengan
kegiatan ekspor-impor barang. Demikian uraian mengenai peraturan larangan dan
pembatasan yang melindungi kepentingan pertahanan, keamanan, dan ketertiban
masyarakat.
Pada dasarnya impor senjata api tidak dibenarkan dilakukan instansi lain selain
Tentara Nasional Indonesia dan Polri. Namun demikian dapat diimpor, diekspor dan
dimiliki, dikuasai dan atau penggunaan senjata api dapat dilakukan untuk yang Non
standar TNI/Polri yang berkaliber maksimal senjata genggam atau laras pendek
kaliber 32 MM, yang berkaliber maksimal senjata bahu atau laras panjang kaliber 22
MM dan digunakan instansi pemerintah lainnya dalam rangka penegakan hukum
Untuk itu peran serta Bea dan Cukai adalah mengamankan dan melindungi wilayah
teritorial negara, wilayah Republik Indonesia dari gangguan yang timbul pada lalu
lintas barang, alat angkut, orang yang mengganggu kepentingan negara yang
berdaulat dan mengganggu kelancaran arus dokumen dan barang, yang salah satunya
dengan melaksankan Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan.
Untuk melaksankan Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan tersebut diperlukan
pengetahuan dan keterampilan pegawai Bea dan Cukai, juga diharapkan mengetahui
dan terampil dalam mengurus atau memproses barang yang termasuk terkena
peraturan barang larangan dan pembatasan untuk kepentingan perlindungan bidang
pertahanan keamanan dan ketertiban masyarakat.
3. Kegiatan Belajar (KB) 2

AMUNIASI DAN MESIU

3.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tanggal 15 Nopember
2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tanggal 30 Desember
1995 Tentang Kepabeanan disebutkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, pada saat
barang-barang tersebut memasuki daerah pabean, saat itu pula barang tersebut wajib
membayar bea masuk. Pengertian tersebut merupakan dasar yuridis bagi pejabat Bea dan
Cukai untuk melakukan pengawasan (termasuk di dalamnya penegakan hukum) dalam
daerah yurisdiksinya.

Pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur
dalam undang-undang, sebenamya bukan merupakan tujuan, tetapi suatu proses yang
harus ada, sejalan dengan kehadiran suatu peraturan hukum. Di dalam proses itu sendiri,
penegakan hukum melibatkan manusia di dalamnya, baik si pelanggar maupun pejabat
yang berwenang dalam penegakan hukum. Pengawasan merupakan suatu upaya dari
pemerintah untuk dipatuhinya ketentuan perundang-undangan dan peraturan- peraturan
pelaksanaannya. Kepatuhan dan kepastian terhadap hukum menunjukkan adanya
kewibawaan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pernerintahannya.

Pada hakekatnya pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan larangan dan pembatasan


atas impor dan ekspor barang tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri oleh tiap instansi
teknis yang menetapkan peraturan larangan atau pembatasan pada saat pemasukan atau
pengeluaran barang ke atau dari daerah pabean. Sesuai dengan praktik kepabeanan
internasional, pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar dari Daerah Pabean
dilakukan oleh instansi pabean.
Pengertian
Amunisi berarti alat apa saja yang dibuat atau dimaksudkan untuk digunakan dalam
senjata api sebagai proyektil atau yang berisi bahan yang mudah terbakar yang dibuat
atau dimaksudkan untuk menghasilkan perkembangan gas di dalam Senjata Api untuk
meluncurkan proyektil.
Amunisi juga berarti bagian-bagian dari amunisi seperti patroon hulzen (selongsong
peluru), slaghoedjes (penggalak), mantel kogels (peluru palutan), slachtveepatroonen
(pemalut peluru) demikian juga proyektil-proyektil yang dipergunakan untuk
menyebarkan gas-gas yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Amunisi adalah
merupakan salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok bagi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (sekarang TNI/POLRI) di bidang pertahanan dan keamanan. Dengan
demikian, pada dasarnya impor amunisi tidak dibenarkan dilakukan instansi lain selain
TNI/POLRI. Namun demikian, diluar lingkungan. Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia terdapat impor, pemilikan, penguasaan dan atau penggunaan amunisi yang
digunakan oleh instansi pemerintah lainnya dalam rangka penegakan hukum, maka
pemerintah memandang perlu adanya penertiban, pengawasan, dan pengendalian amunisi
di masyarakat, sehingga dicegah sejauh mungkin timbulnya ekses yang dapat
menimbulkan ancaman atau gangguan terhadap keamanan.

Mesiu, bubuk mesiu atau bubuk hitam ialah zat yang membakar sangat cepat dan
digunakan sebagai bahan pembakar dalam senjata api, khususnya bubuk hitam atau
bubuk tak berasap. Saat membakar, gelombang deflagrasi subsonik diproduksi dari
gelombang detonasi supersonik yang bahan peledak berkekuatan tinggi akan
memproduksi. Ini mereduksi tekanan puncak dalam senapan, namun membuatnya kurang
cocok untuk menghancurkan batu atau kubu pertahanan.
Bubuk hitam merupakan bahan pembakar kimia pertama dan peledak pertama yang
tercatat dalam sejarah. Bubuk hitam ialah campuran belerang, arang kayu, dan potasium
atau sodium nitrat. Tak seperti bahan pembakar tak berasap, itu berbuat lebih seperti
peledak sejak kecepatan bakarnya tak dipengaruhi tekanan, namun merupakan peledak
yang amat jelek sebab memiliki tingkat pembusukan yang rendah dan kemudian brisance
yang amat rendah.
Sifat yang sama ini yang membuatnya meledak jelek menjadikannya berguna sebagai
bahan pembakar--kurangnya brisance mencegah bubuk hitam menghancurkan laras, dan
menghubungkan energi untuk menggerakkan peluru. Kelemahan utama bubuk hitam
ialah berat jenis energi yang rendah secara relatif (dibandingkan dengan bubuk tak
berasap modern) dan semata-mata jumlah jelaga yang besar yang tertinggal di
belakangnya.
Menurut Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 (1) :
Barang siapa tanpa hak memasukan ke Indonesia atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati
atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara selama-lamanya 20
tahun.
Di dalam Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata
Nomor KEP/27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang Tuntunan Kebijaksanaan
untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian amunisi sebagai pelaksanaan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1976, izin untuk mengimpor,
memiliki, menguasai, dan atau amunisi untuk perorangan dapat diberikan untuk
keperluan Pembatasan senjata dan amunisi perorangan untuk bela diri.
Senjata api dan amunisinya adalah barang yang berbahaya bagi pertahanan dan keamanan
Republik Indonesia dan juga berbahaya bagi keselamatan jiwa masyarakat. Setiap
kegiatan impor maupun ekspor komoditi yang berkaitan dengan pertahanan, keamanan
dan ketertiban masyarakat, dimanapun pasti akan menimbulkan dampak, baik dampak
positif maupun negatif.
Senjata api dan Amunisi dalam arti positif merupakan alat untuk membela diri,
mempertahankan kedaulatan negara, penegakan hukum, tetapi dalam arti negatif
penggunaan senjata api, amunisi dan mesiu secara ilegal, akan mengganggu ketertiban
umum (tindak kriminalitas) dan merupakan ancaman terhadap negara kesatuan Republik
Indonesia. Pemasukan dan penggunaan dari senjata api dan amunisi diatur oleh undang-
undang agar pengadaan serta penggunaanya tepat guna dan sasaran sehingga tidak
merugikan masyarakat.
3.2.Latihan
Pertanyaan: Kedapatan sebuah kapal motor “KM Golden One” berbendera Singapore,
masuk daerah pabean Indonesia di daerah Kepulauan Riau dan kapal tersebut disinyalir
membawa barang-barang larangan dan pembatasan berupa amunisi, dan mesiu. Saudara
sebagai pejabat bea dan cukai yang ditunjuk sebagai Komandan Patroli BC. 20004 yang
kebetulan sedang ditugaskan di daerah tersebut, apa yang anda akan lakukan ?

Jawaban: Sesuai dengan Undang-undang Darurat No. 12 tahun 1951 pasal (1) tentang
senjata api dan amunisi, disebutkan bahwa “Barang siapa tanpa hak memasukan ke
Indonesia atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu
bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau
hukuman penjara selama-lamanya 20 tahun.
Penghentian sarana pengangkut dilakukan dengan menggunakan isyarat yang lazim
berupa lampu, isyarat morse, atau sirine kapal. Jika dengan isyarat yang lazim sarana
pengangkut tidak berhenti, maka penghentian dilakukan dengan paksa yaitu dengan
tembakan ke udara sebanyak 3 (tiga) kali. Jika dengan tembakan ke udara tetap tidak mau
berhenti, maka terpaksa sarana pengangkut tersebut dilumpuhkan dengan menembak ke
bagian yang vital dari kapal tersebut.
Setelah sarana pengangkut berhenti, pejabat Bea Cukai segera naik ke atas kapal dan
langsung menuju ruang kendali kapal. Ditanyakan surat izin pemasukan yang diberikan
oleh Kapolri qq. Direktorat Intelapam.. Jika dokumen-dokumen tersebut tidak ada, maka
sarana pengangkut melakukan pelanggaran dan kapal tersebut dibawa ke Kantor Pabean.
Hasil temuan tersebut segera dicatat dalam BAP untuk selanjutnya dilakukan penyidikan.

3.3.Rangkuman
Amunisi dan mesiu adalah barang yang berbahaya bagi pertahanan dan keamanan
Republik Indonesia dan juga berbahaya bagi keselamatan jiwa masyarakat. Sehingga
proses dalam pemasukan dan pengeluarannya ke daerah pabean perlu benar-benar
diawasi karena apabila dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab akan
membahayakan keadaan Negara Republik Indonesia.
Surat Pernyataan Barang Impor Dephankam/ABRI yang ditandatangani oleh Direktur
Jenderal Material, Fasilitas dan Jasa atau oleh Direktur Pengadaan dalam hal barang dan
bahan diimpor oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan; Asisten Logistik Kepala Staf
Umum ABRI atau Wakil Asisten Logistik dalam hal barang dan barang diimpor oleh
Markas besar ABRI/(TNI/POLRI). Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas
impor barang-barang. Produsen Industri Strategis yang ditetapkan oleh pemerintah
mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea
danCukai, dengan melampirkan rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan
pembebasan bea masuk beserta nilai pabeannya.
4. Kegiatan Belajar (KB) 3

BAHAN PELEDAK

4.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Berbagai lingkungan strategis di tingkat nasional, regional, dan global dan
perkembangannya yang sangat cepat di bidang teknologi informasi, telekomunikasi, dan
transportasi berdampak pada semakin meningkatnya tuntutan masyarakat perdagangan
dan perekonomian dunia terhadap peningkatan kinerja institusi kepabeanan di setiap
negara.
Tuntutan terhadap peningkatan kinerja tersebut telah mendorong Direktorat Jenderal Bea
Cukai (DJBC) untuk melakukan berbagai upaya serius dan menempuh langkah-langkah
strategis guna melakukan perbaikan dan reformasi di bidang kepabeanan yang telah
diwujudkan dalam bentuk penyusunan program reformasi kebijakan di bidang
Kepabeanan atau yang sering dikenal dengan Program Reformasi Kepabeanan (Customs
Reform).
Pengawasan terhadap barang larangan dan pembatasan pada hakekatnya merupakan
pelaksanaan dari tugas DJBC untuk melindungi masyarakat dari masuknya barang-
barang yang dapat berdampak negatif dan untuk melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan dari berbagai instansi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada kesempatan kali ini penyusun akan mencoba
memaparkan mengenai barang larangan dan pembatasan terutama untuk perlindungan di
bidang hankamtibnas khususnya mengenai ketentuan impor bahan peledak.
Penyusun mengambil bahasan ketentuan impor bahan peledak dikarenakan bahan
peledak merupakan salah satu barang dibatasi yang sangat berbahaya dan perlu diawasi
sejak dari pengadaan, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan sampai dengan
pemusnahannya sehingga terhadap importasinya diperlukan ketentuan-ketentuan baik
dari intern DJBC sendiri maupun ketentuan-ketentuan dari instansi/departemen terkait
yang nantinya dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan pengawasan untuk
memperkecil kemungkinan penyalahgunaan bahan peledak tersebut oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.
Pengertian
Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 1999 tentang
bahan peledak, bahan peledak merupakan barang yang sangat berbahaya dan rawan,
sehingga untuk mendukung kebutuhan dan penggunaannya dalam penyelenggaraan
pembangunan nasional dan kegiatan pertahanan keamanan negara diperlukan adanya
pengawasan dan pengendalian secara khusus.
”Bahan peledak” adalah suatu bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, gas atau
campurannya yang apabila dikenai suatu aksi berupa panas, benturan, atau gesekan akan
berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang sebagian besar atau seluruhnya
berbentuk gas dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan
disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi.
“Bahan Peledak” berarti senyawa kimia atau adukan mekanis yang mengandung unsur-
unsur yang mengoksidasi atau mudah terbakar, dalam takaran, jumlah atau bungkusan
sehingga jika dinyalakan oleh api, gesekan, gegaran, pukulan, atau peledakan dari bagian
apa saja daripadanya, dapat atau dimaksudkan dapat menyebabkan ledakan. Bahan
peledak termasuk, sebagai contoh dan tidak dimaksudkan sebagai pembatasan, serbuk
mesiu, serbuk yang digunakan dalam peledakan, dinamit, sumbu detonator atau bahan
peledak yang digunakan untuk menjalankan peledakan, serbuk yang tidak berasap,
granat, ranjau atau alat peledak apa saja. Bahan peledak tidak termasuk bahan bakar
mesin kecuali jika digabungkan dengan adukan lain dengan tujuan menyebabkan
peledakan
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun
1999 tentang Bahan Peledak – Lampiran I. Unsur-unsur definisi :
 Bahan atau zat
 Berbentuk padat, cair, gas, atau campurannya
 Dikenai aksi berupa panas, benturan, gesekan
 Berubah secara kimiawi
 Menjadi zat lain (sebagian besar atau seluruhnya berbentuk gas)
 Perubahannya berlangsung secara singkat
 Disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi
Sebagai Dual Munition agent, di satu sisi bahan peledak bermanfaat untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional, namun akan sangat berbahaya apabila
disalahgunakan terutama untuk kepentingan kegiatan terrorism. Sesuai Undang-undang
Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan, maka pengawasan dan pengendalian terhadap
pengelolaan bahan peledak dilaksanakan secara terkoordinasi terpadu antar instansi dan
dikoordinasikan oleh Departemen Pertahanan.
Bahan peledak ada dua macam yaitu komersial dan militer. Untuk bahan peledak militer,
pembinaan dan pengendaliannya diatur khusus oleh Dephan dan Mabes
ABRI/(TNI/POLRI). Untuk pengawasan pengendalian bahan peledak komersial telah
disusun suatu Pedoman Pembinaan dan Pengendalian Bahan Peledak Komersial oleh
Polri dan Depperindag. Kegunaan untuk latihan dan operasi militer, destruksi/
demolition, perizinan bahan peledak militer diatur khusus oleh Dephan dan instansi
terkait.

Bahan peledak komersial harus memiliki beberapa karakteristik/spesifikasi antara lain :


 Peka terhadap suatu reaksi (panas, getaran, gesekan atau benturan)
 Mempunyai kecepatan detonasi tertentu (high dan low explosive)
 Memiliki daya tahan air (water resistance) terbatas
 Dapat disimpan dengan stabil
 Menghasilkan gas-gas hasil eledak (gas dalam bentuk molekul lebih stabil)
 Memerlukan stemming/penyumbatan dalam penggunaannya

Macam bahan peledak komersial, adalah semua jenis :


 Dinamit, yang dikenal dengan nama “Nitro Glycerine Based Explosives”, Blasting
 Agents (ANFO)
 Water Based Explosives seperti Slurry, Watergel, Emulsion Explosives.
 Bahan peledak pembantu (Blasting Accessories) seperti Primer (Booster), Detonator,
Sumbu Api, Sumbu Peledak, MS Connector (Detonating Relay), Igniter, Igniter Cord,
Connector dan sejenisnya.
 Shaped Charges seperti RDX, HMX, dan sejenisnya.
Untuk bahan peledak komersial ketentuan impornya adalah :
 Diimpor oleh badan usaha (importir) yang telah ditunjuk oleh Departemen
Pertahanan. Badan usaha di bidang bahan peledak yang telah ditunjuk oleh
Departemen Pertahanan, antara lain :
- PT Dahana
- PT Multi Nitrotama Kimia (MNK)
- PT Tridaya Esta
- PT Pindad
- PT Amindo Prima
- PT Pupuk Kaltim
- PT Inti Cellulose Utama Indonesia
- PT Trifita Perkasa
 Importir memiliki izin impor dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negri
Deperindag.
 Importir memiliki rekomendasi dari Departemen Pertahanan, Polri, Bais TNI.

Sedangkan untuk masalah ketentuan impornya konteks yang dibicarakan adalah


mengenai bahan peledak militer dan bahan peledak komersial. Untuk bahan peledak
militer berdasarkan Pasal 25 Ayat (1.) Butir (h) Undang-undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, maka terhadapnya diberikan pembebasan bea masuk. Pembebasan bea
masuk tersebut diberikan dengan cara pihak yang bersangkutan dalam hal ini
Dephankam, Mabes TNI, atau Polri dapat langsumg mengajukan PIB (BC 2.0) dan
dokumen pelengkap pabean lainnya kepada KPBC tempat pemasukkan barang .
4.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan bahan peledak, dan digunakan untuk
apa sajakah bahan peledak itu?

Jawab : Bahan peledak adalah suatu bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, gas atau
campurannya yang apabila dikenai suatu aksi berupa panas, benturan, atau gesekan akan
berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang sebagian besar atau seluruhnya
berbentuk gas dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan
disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi. Bahan peledak ada dua macam yaitu
komersial dan militer. Untuk bahan peledak militer, pembinaan dan pengendaliannya
diatur khusus oleh Dephan dan Mabes ABRI/(TNI/POLRI). Untuk pengawasan
pengendalian bahan peledak komersial telah disusun suatu Pedoman Pembinaan dan
Pengendalian Bahan Peledak Komersial oleh Polri dan Depperindag. Kegunaan untuk
latihan dan operasi militer, destruksi/demolition, perizinan bahan peledak militer diatur
khusus oleh Dephan dan instansi terkait.

4.3.Rangkuman
Bahan peledak merupakan salah satu barang dibatasi yang sangat berbahaya dan perlu
diawasi sejak dari pengadaan, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan sampai dengan
pemusnahannya sehingga terhadap importasinya diperlukan ketentuan-ketentuan baik
dari intern DJBC sendiri maupun ketentuan-ketentuan dari instansi/departemen terkait
yang nantinya dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan pengawasan untuk
memperkecil kemungkinan penyalahgunaan bahan peledak tersebut oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.

Bahan kimia yang biasa dipakai untuk bahan peledak sangat banyak jenisnya.
Pengelompokan bahan-bahan peledak ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya berdasarkan komposisi senyawa kimia, kegunaannya, jenis bahan baku
dan/atau bahan setengah jadi menurut sifat eksplosifnya dan lingkungan penggunaannya.
5. Kegiatan Belajar (KB) 4

SELPETER

5.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Selpeter merupakan komponen bubuk hitam teroksidasi (disuplai oksigen). Sebelum
fiksasi industri nitrogen skala besar (proses Haber), sumber utama Kalium Nitrat ialah
deposit yang mengkristalisasikan dari dinding gua atau mengalirkan bahan organik yang
membusuk. Tumpukan kotoran juga sumber umum yang utama, amonia dari dekomposisi
urea dan zat nitrogen lainnya akan melalui oksidasi bakteri untuk memproduksi nitrat.
Secara historis, nitre-beds tersedia dengan mencampurkan rabuk dengan adukan semen
ataupun abu kayu, bahan tanah dan organik yang umum seperti jerami untuk memberikan
porositas pada tumpukan kompos yang secara tipikal setinggi 1,5 m dengan seluas 2 m
dengan sepanjang 5 m.
Timbunannya biasanya di bawah penutup dari hujan, mencegah basah dengan urin, kerap
berubah untuk mempercepat pembusukan dan dilepaskan dengan air setelah kurang lebih
setahun. Cairan yang memuat bermacam nitrat kemudian diubah dengan abu kayu kepada
kalium nitrat, dikristalisasikan dan dibersihkan untuk penggunaan dalam bubuk mesiu. Di
Inggris, hak pengolahan bahan peledak telah ada di tangan keluarga John Evelyn, diaris
ternama, sebagai monopoli puncak sejak sebelum tahun 1588. Salah satu penerapan yang
paling berguna dari kalium nitrat ialah dalam produksi asam sendawa, dengan
menambahkan asam sulfat yang terkonsentrasi pada larutan encer kalium nitrat,
menghasilkan asam sendawa dan kalium sulfat yang terpisah melalui distilasi fraksional.
Kalium Nitrat juga digunakan sebagai pupuk, sebagai model bahan pembakar rocket, dan
dalam beberapa petasan seperti bom asap, dicampuran dengan gula memproduksi jelaga
asap 600 kali dari volumnya sendiri.
Yang akan dibahas lebih lanjut adalah selpeter, menimbang bahwa selpeter merupakan
barang yang berbahaya dan rawan, sehingga untuk mendukung kebutuhan dan
penggunaannya dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dan kegiatan pertahanan
keamanan negara, diperlukan adanya pengawasan dan pengendalian secara khusus.
Dalam hal pemasukannya (importasi) pun dibutuhkan pengawasan yang khusus pula
yang dilakukan oleh aparat Bea dan Cukai, terutama oleh bagian penegakan hukum.

Pengertian
Selpeter atau asam sendawa atau kalium nitrate (KNO3) adalah berupa bahan atau zat
berupa butir-butir putih transparan yang memiliki rasa asin, mudah larut dalam air, dapat
larut sedikit dalam alkohol serta berkadar racun rendah, yang digunakan untuk membuat
mesiu, petasan, korek api, serta campuran bahan peledak
Selpeter hanya di impor oleh importir yang ditunjuk, yaitu:
 PT Dahana, PT Multi Nitrotama Kimia, dan PT Tri Daya Esa
Saltpeter atau asam sendawa mempunyai sifat – sifat antara lain :
 Sifat – sifat umum :
- Saltpeter atau asam sendawa juga mempunyai nama lain Kalium nitrat
- Mempunyai rupa padatan putih atau abu – abu kotor
- Mudah larut dalam air
- Memiliki rasa asin
- Dapat larut sedikit dalam alkohol
- Memilki kadar racun rendah. Oleh karena sifat ini, penggunaan saltpeter atau
asam sendawa harus hati – hati dan sesuai kadarnya agar tidak membahayakan
 Sifat – sifat fisik
- Bobot senyawa 101,1 sma
- Titik lebur 607 K (334 °C)
- Titik didih terdekomposisi pada 673 K (400 °C)
- Densitas 2,1 ×103 kg/m3
- Struktur kristal Aragonit
- Kelarutan 38 g dalam 100 g air
 Termokimia
- ?fH0gas ? kJ/mol
- ?fH0cair -483 kJ/mol
- ?fH0padat -495 kJ/mol
- S0gas, 1 bar ? J/mol·K
- S0cair, 1 bar ? J/mol·K
- S0padat ? J/mol·K

Sendawa dibuat dengan mereaksikan kalium khlorida dengan asam nitrat atau natrium
nitrat. Cairan yang memuat bermacam nitrat kemudian diubah dengan abu kayu menjadi
kalium nitrat, dikristalisasikan dan dibersihkan untuk penggunaan dalam bubuk mesiu.
Kalium nitrat sangat luas kegunaannya baik di bidang industri, pertanian, maupun dalam
praktikum di laboratorium. Kalium nitrat antara lain digunakan untuk:
 Bubuk mesiu
 Bahan Peledak
 Pupuk
 Bahan pengawet makanan
 Petasan dan kembang api
Pada dasarnya ketentuan impor dan ekspor salpeter sama dengan ketentuan impor dan
ekspor bahan peledak yaitu:
 Diimpor oleh importir yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan
 Memiliki izin dari Departemen Perdagangan
 Memiliki rekomendasi dari Departemen Pertahanan,Kepolisian Republik Indonesia,
dan Badan Inteligen Strategis (BAIS) TNI.
Dalam ketentuan impor dan ekspor bahan peledak, persyaratan administrasi bagi importir
atau eksportir bahan peledak adalah antara lain :
 Importir
Perusahaan telah mendapat penunjukan dari Departemen Pertahanan. Memenuhi
prosedur untuk medapatkan izin impor bahan peledak, mengajukan permohonan
impor salpeter beserta komponennya kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar
Negeri Departemen Perdagangan.
 Ekportir
Perusahaan telah mendapat penunjukan dari Departemen Pertahanan, memenuhi
prosedur untuk menapatkan izin ekspor bahan peledak, mengajukan rencana ekspor
salpeter beserta komponennya kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri
Deperdag
5.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan selpeter, dan bagaimana ketentuan
impor selpeter tersebut dalam hal importasinya dilakukan di Kantor Pelayanan Utama
Tanjung Priok-Jakarta?

Jawab: Selpeter atau asam sendawa atau kalium nitrate (KNO3) adalah bahan atau zat
berupa butir-butir putih transparan yang memiliki rasa asin, mudah larut dalam air, dapat
larut sedikit dalam alkohol serta berkadar racun rendah, yang digunakan untuk membuat
mesiu, petasan, korek api, serta campuran bahan peledak. Perusahaan atau importir
setelah mendapat penunjukan dari Departemen Pertahanan, mengajukan permohonan
untuk medapatkan izin impor selpeter beserta komponennya kepada Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan. Diimpor oleh importir yang ditunjuk
oleh Departemen Pertahanan, memiliki izin dari Departemen Perdagangan, dan memiliki
rekomendasi dari Departemen Pertahanan,Kepolisian Republik Indonesia, dan Badan
Inteligen Strategis (BAIS) TNI.

5.3.Rangkuman
Selpeter merupakan barang yang berbahaya dan rawan, sehingga untuk mendukung
kebutuhan dan penggunaannya dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dan
kegiatan pertahanan keamanan negara, diperlukan adanya pengawasan dan pengendalian
secara khusus. Dalam hal pemasukannya (importasi) pun dibutuhkan pengawasan yang
khusus pula yang dilakukan oleh aparat Bea dan Cukai, terutama oleh bagian penegakan
hukum. Importir yang diberi izin atau yang ditunjuk melakukan importasi selpeter atau
asam sendawa yaitu PT Dahana, PT Multi Nitrotama Kimia, dan PT Tri Daya Esa
6. Kegiatan Belajar (KB) 5

PETASAN / HAPPY CRACKERS

6.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Pengguna petasan memang bisa dijerat dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun
1951 tentang Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak Ilegal. Pada langkah awal,
mesti dicermati adalah soal mengganggu ketertiban umum.
Pasalnya, bahan pembuat petasan yang mengandung bubuk mesiu memang bisa dipakai
untuk membuat bom dalam kapasitas besar. Bertolak dari hal itu, yang harus dicermati
pertama kali adalah kondisi bahwa penggunaan petasan, memang kian hari kian
mengganggu. Beberapa korban berjatuhan akibat petasan, penggunaan petasan memang
mengganggu, bahkan dapat mengganggu ketertiban umum.
Polri dalam upaya mengurangi dampak pengunaan petasan, menerapkan ketentuan
melalui UU Darurat nomor 12/1951 sekaligus penegakan sanksi Pasal 187 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman penjara 12 tahun, bidikan UU
Darurat memang perlu terhadap pengguna petasan, UU Darurat tetap bisa dimanfaatkan
selama UU itu belum dihapus dan belum ada penggantinya.
Oleh karena itu, polisi tetap bisa menggunakan UU Darurat untuk menuntaskan masalah
petasan yang penggunaannya memang mengganggu ketertiban umum.Penggunaan
selpeter untuk pertama kali erat kaitannya dengan penemuan kembang api.
Menurut sejarahnya, kembang api bermula dari ditemukannya petasan pada abad ke-9 di
Cina. Waktu itu seorang juru masak secara tidak sengaja mencampur tiga bahan bubuk
hitam (black powder) yang ada di dapurnya, yaitu garam peter atau KNO3 (kalium nitrat),
belerang (sulfur) dan arang dari kayu (charcoal).
Ternyata campuran ketiga bahan tersebut merupakan bubuk mesiu yang mudah terbakar.
Jika bubuk mesiu itu dimasukkan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya,
kemudian sumbu dibakar, maka mesiu itu akan meledak dan mengeluarkan suara ledakan
keras.
Pengertian
Petasan dan happy crackers dilarang di Indonesia, alasan pelarangan potensi
menyebabkan kebakaran mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat dalam
bentuk polusi suara. Sejak tahun 1977 karena membahayakan keselamatan jiwa
masyarakat, untuk itu produksi dan impornya dilarang sepenuhnya.
Happy Crackers adalah petasan yang memiliki kembang api, yang dapat meledak
seperti petasan tapi sekaligus mengeluarkan kembang api yang berwana warni, dan
biasanya dipergunakan di malam hari. Kalium nitrat, stronsium nitrat, kuprum oksida,
karbon perklorat, barium klorat, potasium perklorat, sulfur, serbuk aluminium dan arsenik
adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam petasan. Tujuan penggunaan berbagai
bahan ini adalah untuk memberi fungsi yang berlainan seperti menghasilkan oksigen dan
karbon, kesan bunyi dan warna. Warna-warni yang muncul pada petasan/kembang api
berasal dari pembakaran unsur-unsur kimia tertentu. Warna merah berasal dari
pembakaran strontium dan litium, warna kuning berasal dari pembakaran natrium, warna
hijau berasal dari pembakaran barium dan warna biru dari pembakaran tembaga.
Campuran bahan kimia itu dibentuk ke dalam kubus kecil-kecil yang disebut star. Star
inilah yang menentukan warna dan bentuk bila kembang api itu meledak nantinya.
Kumpulan star dimasukkan ke dalam silinder yang terbuat dari kertas atau plastik. Lalu
dimasukkan juga bubuk mesiu serta sumbu untuk menyalakannya.Konon, menurut
kepercayaan Cina, petasan dipercaya bisa mengusir roh jahat. Petasan jenis seperti mesiu
dipakai pada perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan dan
upacara-upacara keagamaan. Kemudian petasan ini menjadi dasar dari pembuatan
kembang api, yang lebih menitikberatkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di
udara.Pembuatan kembang api kemudian berkembang pesat di Eropa. Marco Polo
membawa serbuk mesiu itu dari Cina ke Eropa pada abad ke-13. Di Eropa serbuk petasan
dipergunakan untuk keperluan militer, misalnya untuk peluncuran roket, meriam, dan
senjata. Kembang api akan melesat ke udara apabila sumbunya dibakar, sedangkan
petasan hanya mengeluarkan suara ledakan tanpa diiringi pencaran api berwarna-warni.
Pada abad ke-18 Jerman muncul sebagai pembuat kembang api yang unggul bersama
Italia. Kembang api menjadi sangat terkenal di Inggris Raya selama pemerintahan Ratu
Elizabeth I.
Berkat kemajuan teknologi, kini kembang api bisa bermacam-macam bentuknya. Ada
yang seperti komet, pohon palem, bunga krisan, planet Saturnus, sarang laba-laba, dan
getah pohon.

6.2.Latihan
Pertanyaan: Bagaimana langka pemerintah melalui Polri dalam upaya mengurangi
dampak pengunaan Happy Crackers, dan jelaskan apa yang dimaksud dengan Happy
Crackers?

Jawab: Pemerintah dalam hal ini dilakuikan oleh Polri dalam upaya mengurangi dampak
pengunaan petasan, menerapkan ketentuan melalui UU Darurat nomor 12/1951 sekaligus
penegakan sanksi Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan
ancaman hukuman penjara 12 tahun. Yang dimaksud dengan Happy Ckreckers adalah
petasan yang memiliki kembang api, yang dapat meledak seperti petasan tapi sekaligus
mengeluarkan kembang api yang berwana warni, dan biasanya dipergunakan di malam
hari, jenis petasan ini dilarang karena dapat menimbulkan polusi suara dan bahaya
kebakaran.

6.3.Rangkuman
Happy Crackers adalah petasan yang memiliki kembang api, yang dapat meledak
seperti petasan tapi sekaligus mengeluarkan kembang api yang berwana warni, dan
biasanya dipergunakan di malam hari. Kalium nitrat, stronsium nitrat, kuprum oksida,
karbon perklorat, barium klorat, potasium perklorat, sulfur, serbuk aluminium dan arsenik
adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam petasan. Tujuan penggunaan berbagai
bahan ini adalah untuk memberi fungsi yang berlainan seperti menghasilkan oksigen dan
karbon, kesan bunyi dan warna.
Warna-warni yang muncul pada petasan/kembang api berasal dari pembakaran unsur-
unsur kimia tertentu. Warna merah berasal dari pembakaran strontium dan litium, warna
kuning berasal dari pembakaran natrium, warna hijau berasal dari pembakaran barium
dan warna biru dari pembakaran tembaga. Campuran bahan kimia itu dibentuk ke dalam
kubus kecil-kecil yang disebut star.
Star inilah yang menentukan warna dan bentuk bila kembang api itu meledak nantinya.
Kumpulan star dimasukkan ke dalam silinder yang terbuat dari kertas atau plastik. Lalu
dimasukkan juga bubuk mesiu serta sumbu untuk menyalakannya. Happy Crackers ini
dilarang karena dapat menimbulkan polusi suara dan bahaya kebakaran, dan dapat
dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU Darurat nomor 12/1951 sekaligus penegakan
sanksi Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman
hukuman penjara 12 tahun.
7. Kegiatan Belajar (KB) 6

BARANG CETAK

7.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Ketentuan peraturan yang mengatur tentang barang cetak adalah Undang-undang Pers,
untuk itu dipelajari ketentuan tenatang pers. Kemerdekaan pers merupakan salah satu
wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28
Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin; Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan
hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat
hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa; Pers nasional sebagai wahana
komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan
asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan
kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan
hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun; Pers nasional berperan
ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial; Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan
diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman; Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media
lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
tersebut. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak
bersalah. Pers wajib melayani Hak Jawab. Pers wajib melayani Hak Koreksi. Wartawan
memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Dalam melaksanakan profesinya wartawan
mendapat perlindungan hukum. Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang
penting dan strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pengertian
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi.
Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi
yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat
mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari
pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
 yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan
hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
 minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Klasifikasi Barang Cetak


Yang termasuk dalam klasifikasi barang cetak, adalah barang cetak yang bentuknya
berupa Buku, Brosur, Pamflet, dan Poster. Barang cetak yang dilarang, adalah barang
cetak yang dapat mempengaruhi ideologi negara, dapat melanggar kesusilaan, dan dapat
melanggar budaya pancasila. Berdasarkan Pasal 20 UU. 40/PPNS/1999 Tentang Pers,
bahwa surat kabar, majalah, penerbitan berkala, dan buletin tidak termasuk sebagai
barang cetak

Ketentuan Pidana
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah). Perusahaan pers yang melanggar ketentuan, dipidana dengan pidana denda
paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
7.2.Latihan
Pertanyaan: Apa saja yang termasuk klasifikasi barang cetak, barang cetak yang dilarang
itu yang bagaimana, dan jelaskan apa yang dimaksud dengan penyensoran!

Jawab: Yang termasuk dalam klasifikasi barang cetak, adalah barang cetak yang
bentuknya berupa Buku, Brosur, Pamflet, dan Poster. Barang cetak yang dilarang,
adalah barang cetak yang dapat mempengaruhi ideologi negara, dapat melanggar
kesusilaan, dan dapat melanggar budaya pancasila. Penyensoran adalah penghapusan
secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan,
atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan
atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan
kegiatan jurnalistik.

7.3.Rangkuman
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah
dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982, Pers yang meliputi media cetak, media
elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan tersebut.
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi. Barang cetak adalah barang cetak yang bentuknya berupa Buku, Brosur,
Pamflet, dan Poster.
Barang cetak yang dilarang, adalah barang cetak yang dapat mempengaruhi ideologi
negara, dapat melanggar kesusilaan, dan dapat melanggar budaya pancasila. Berdasarkan
Pasal 20 UU. 40/PPNS/1999 Tentang Pers, bahwa surat kabar, majalah, penerbitan
berkala, dan buletin tidak termasuk sebagai barang cetak
8. Kegiatan Belajar (KB) 7

FILM DAN KASET VIDEO

8.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh


Seperti yang telah kita ketahui bahwa dewasa ini banyak sekali film-film luar negeri yang
diputar di bioskop-bioskop kita. Hampir tiap minggu film-film yang diputar tersebut
berganti dengan film yang lebih baru. Banyak sekali macam dari film-film tersebut, mulai
dari cerita klasik percintaan sampai cerita tentang peperangan. Hal ini menunjukkan
bahwa banyak sekali film luar negeri yang masuk Indonesia tiap minggunya.
Jika dilihat lebih dalam, film-film tersebut mempunyai muatan nilai-nilai yang banyak
dan beragam. Sedikit banyak karena muatan nilai yang terkandung di dalamnya bisa
mempengaruhi pola pikir masyarakat kita. Menghindari kemungkinan akan pengaruh
budaya ataupun nilai-nilai negative kepada masyarakat itulah yang menjadikan alasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam perannya sebagai community protector
memasukkan impor film sebagai barang terkena larangan dan pembatasan.
Hal ini dimaksudkan agar impor film mendapatkan pengawasan yang lebih, karena
dampaknya besar sekali terhadap masyarakat. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hanya
bisa melakukan pembatasan terhadap pengimporan saja. Masalah isi yang terkandung di
dalamnya DJBC tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan.
Untuk itu ada satu badan independent yang berwenang melakukan penyensoran film yaitu
Lembaga Sensor Film (LSF). Lembaga ini bertugas melakukan penyensoran, yaitu
pemotongan bagian film yang dirasa tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat. Setiap
film yang berasal dari luar negeri wajib melewati pihak Bea dan Cukai, yang berwenang
dalam melakukan pemungutan penerimaan negara berupa Bea Masuk dan Pungutan
Dalam Rangka Impor (PDRI) yang meliputi PPN, PPNBM, PPh dan lainnya, yaitu
importir membayar bea masuk serta pungutan-pungutan lainnya.
Sedangkan Lembaga Sensor Film adalah badan yang menentukan apakah sebuah film
layak ditonton ataukah tidak. Lewat dua lembaga (DJBC dan LSF) inilah diharapkan
pengaruh buruk dari film-film luar negeri dapat dihindari.
Namun pada akhirnya masyarakat sendirilah yang menilai apakah film yang dia konsumsi
mempunyai pengaruh buruk ataukah tidak. Maka dari itu diharapkan kerjasama
masyarakat dalam upaya filterisasi terhadap pengaruh buruk film luar negeri tersebut.

Pengertian Film
Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang-dengar (audio visual) yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita selluloid, pita, video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan
teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses
elektronik atau proses lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan
atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya.
Sensor film adalah penelitian dan penilaian terhadap film dan reklame film, untuk
menentukan dapat tidaknya sebuah film dipertunjukkan dan atau ditayangkan kepada
umum, baik secara utuh maupun setelah peniadaan bagian gambar atau suara tertentu.
Lembaga sensor film (LSF) adalah sebuah lembaga yang berdiri dibawah Departemen
Kehakiman dan bertanggung jawab keatasnya yang bertugas untuk melakukan
penyensoran terhadap film, memberikan keputusan apakah sebuah film dapat
dipertunjukkan kepada umum (layak dikonsumsi) atau tidak.
Sebab sebuah film tidak layak untuk ditayangkan atau layak ditayangkan setelah
dilakukan penyensoran terlebih dahulu, apakah mengandung ideologi yang sangat
bertentangan dengan pancasila, mengandung unsur kekerasan yang berlebihan, dan
mengandung unsur seks yang berlebihan atau bisa dikatakan terlalu vulgar, dan
sebagainya Ketentuan perundang-undangan terbaru yang mengatur mengenai film adalah
Undang-undang Nomor 8 tahun 1992 tentang film yang menggantikan ordonansi
Staatsblaad 1940 No. 507. undang-undang tersebut mencakup usaha perfilman yang
meliputi, Pembuatan film, Jasa teknik film, Ekspor film, Impor film, Pengedaran film,
Pertunjukan film dan penayangan film. Undang undang tersebut menetapkan bahwa
setiap usaha perfilman tersebut di atas harus dimiliki oleh warga negara Indonesia,
berbentuk badan hukum, serta memiliki ijin usaha dari Departemen Penerangan. Dilihat
dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1992 diatas impor dan ekspor film diatur juga.
Tidak sembarang perusahaan bisa mengimpor ataupun mengekspor film.
Untuk ekspor film, perusahaan yang diijinkan untuk mengekspor yaitu, Perusahaan
ekspor film, Perusahaan pembuatan film, Perusahaan pengedaran film, Sedangkan untuk
importasi film, perusahaan yang diijinkan untuk melakukan pengimporan film yaitu
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan impor film.
Ekspor maupun impor film hanya dapat dilakukan melalui kantor pabean tempat
Lembaga Sensor Film berada. Dalam hal ini berarti yang impor atau ekspor film melalui,
Bandara Sukarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok, Kantor Pos Besar Pasar Baru.
Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh importer ketika melakukan impor film
adalah mempertaruhkan uang jaminan, film diserahkan ke Lembaga Sensor Film, jika
film tsb lolos sensor, maka wajib membayar bea masuk dan pungutan lainnya.

Video
Video digunakan sebagai media penyimpanan sebuah film. Sebuah film direkam
menggunakan kamera pada waktu pengambilan gambar, setelah melalui bermacam
langkah-langkah pembuatan film seperti pengambilan gambar dan penyuntingan
(melakukan proses editing) kemudian sebuah film direkam atau disimpan dalam sebuah
media yaitu berupa kaset video. Video sebagai media tempat penyimpanan sebuah film
diatur juga dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1992.
Seperti halnya dengan importasi film, video juga diperlakukan sama. Untuk perusahaan
atau importIr yang melakukan pengimporan video juga ditunjuk oleh pemerintah. Jadi
disini tidak sembarang perusahaan atau importir yang boleh melakukan pengimporan
video. Berdasarkan Surat Keputusan menteri Penerangan No.220/Kep/MenPen/95 ada
sebelas perusahaan yang diberi ijin untuk melakukan pengimporan terhadap rekaman
video.
Perusahaan-perusahaan tersebut diataslah yang berhak atau diberi hak untuk melakukan
pengimporan video. Perusahaan atau importir yang ditunjuk dan diijinkan untuk
mengimpor video, pengimporan harus memenuhi persyaratan yaitu :
 Rekaman video yang diimpor adalah rekaman induk atau master.
 Isi rekaman :
- Tidak bertentangan dengan ideology negara Indonesia dan kepribadian bangsa
Indonesia.
- Tidak dijadikan alat propaganda ideologi negara asing.
- Tidak mengganggu ketertiban umum.
- Tidak merugikan kepentingan nasional.
- Harus diberi teks bahasa Indonesia.

Khusus untuk film dan rekaman video milik penumpang/anak buah kapal dan kiriman-
kiriman rekaman video melalui pos, penyelesaian prosedur impornya mengacu pada
Surat Jaksa Agung No. B.253/D/4/1979 tanggal 3 April 1979. Seperti halnya impor
sebuah film, video juga mempunyai ketentuan pidana jika perusahaan tersebut tidak
melakukan sebuah pelanggaran.
Ketentuan pidananya juga sama dengan film, yaitu pasal 40 dan 41 Undang-undang No. 8
tahun 1994. sedangkan penegakan hukumnya dilaksanakan oleh Kepolisian Repulik
Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Penerangan. Dengan
demikian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai hanya melakukan penegahan terhadap impor
dan ekspor illegal rekaman video, sedangkan proses selanjutnya diserahkan kepada pihak
Kejaksaan.

Kaset Video
Seperti halnya video, kaset video juga diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1992.
kaset video merupakan suatu media penyimpanan sebuah gambar (video). Disini kaset
video kadang disama artikan dengan sebuah video. Akan tetapi ada perbedaan mendasar
dari video dan kaset video yaitu video adalah sebuah perpaduan antara gambar dan suara
sedangkan kaset video adalah merupakan media penyimpanannya.
Dalam hal ini, istilah kaset sendiri mengacu pada fisik barang tersebut yang berupa pita
seluloid yang dapat merekam gambar serta suara.Sebenarnya ada berbagai macam media
penyimpanan antara lain, Kaset, Compact Dist (CD),Video Compact Disc (VCD, Digital
Video Disc (DVD).
Kaset seperti yang sudah disebutkan diatas merupakan media penyimpanan yang
berbentuk pita seluloid yang digulung dalam suatu wadah. Keunggulannya tahan lama
tapi mempunyai kelemahan yaitu harganya mahal. Compact Disc merupakan media
penyimpanan yang hanya berupa suara saja.
Keunggulannya harganya murah dan mudah untuk diperbanyak namun tidak tahan lama.
Sekali saja tergores maka kemungkinan besar sudah tidak dapat dibaca lagi. Video
Compact Disc merupakan media penyimpanan gambar dan suara, seperti halnya Compact
Disc, Video compact Disc murah harganya dan mudah untuk diperbanyak namun mudah
rusak.

8.2.Latihan

Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan film, video, dan bagaimana
persyaratan impor video.!

Jawab: Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi
massa pandang-dengar (audio visual) yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita selluloid, pita, video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan
teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses
elektronik atau proses lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan
atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya. kaset
video merupakan suatu media penyimpanan sebuah gambar (video). Disini kaset video
kadang disama artikan dengan sebuah video.

Akan tetapi ada perbedaan mendasar dari video dan kaset video yaitu video adalah
sebuah perpaduan antara gambar dan suara sedangkan kaset video adalah merupakan
media penyimpanannya. Pengertian kaset sendiri mengacu pada fisik barang tersebut
yang berupa pita seluloid yang dapat merekam gambar serta suara.

Perusahaan atau importir yang ditunjuk dan diijinkan untuk mengimpor video,
pengimporan harus memenuhi persyaratan yaitu Rekaman video yang diimpor adalah
rekaman induk atau master, Isi rekaman tidak bertentangan dengan ideology negara
Indonesia dan kepribadian bangsa Indonesia, tidak dijadikan alat propaganda ideologi
negara asing, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak merugikan kepentingan nasional,
harus diberi teks bahasa Indonesia.
8.3.Rangkuman

Khusus untuk film dan rekaman video milik penumpang/anak buah kapal dan kiriman
rekaman video melalui pos, penyelesaian prosedur impornya mengacu pada Surat Jaksa
Agung No. B.253/D/4/1979 tanggal 3 April 1979. Ketentuan pidananya juga sama
dengan film, yaitu pasal 40 dan 41 Undang-undang No. 8 tahun 1994. sedangkan
penegakan hukumnya dilaksanakan oleh Kepolisian Repulik Indonesia dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Departemen Penerangan.

Dengan demikian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai hanya melakukan penegahan
terhadap impor dan ekspor illegal rekaman video, sedangkan proses selanjutnya
diserahkan kepada pihak Kejaksaan.

Ekspor maupun impor film hanya dapat dilakukan melalui kantor pabean tempat
Lembaga Sensor Film berada. Dalam hal ini berarti yang impor atau ekspor film melalui,
Bandara Sukarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok, Kantor Pos Besar Pasar Baru.

Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh importir ketika melakukan impor film
adalah mempertaruhkan uang jaminan, film diserahkan ke Lembaga Sensor Film, jika
film tersebut lolos sensor, maka wajib membayar bea masuk dan pungutan lainnya
9. Test Formatif
Pilihlah jawaban yang saudara anggap paling benar, dengan cara memberi tanda bulatan
atau lingkaran pada salah satu huruf yang tersedia didepan kalimat soal pilihan ganda.
1. Yang dimaksud dengan senjata non standar TNI-Polri, berdasarkan ketentuan senjata
api, adalah kaliber :
a. Senjata api genggam maks. 32 mm; senjata api bahu maks. 25 mm
b. Senjata api genggam maks. 35 mm; senjata api bahu maks. 22 mm
c. Senjata api genggam maks. 32 mm; senjata api bahu maks. 22 mm
d. Senjata api genggam maks. 22 mm; senjata api bahu maks. 32 mm

2. Selpeter atau asam sendawa atau kalium nitrate (KNO3), adalah bahan atau zat
berupa butir-butir putih transparan yang memilik rasa asin, mudah larut dalam air,
dapat larut sedikit dalam alkohol serta berkadar racun rendah membuat:
a. Mesiu, dan pembersi karat pada besi
b. Bahan air accu, dan petasan
c. Korek api, dan campuran bahan gas helium
d. Petasan, dan campuran bahan peledak

3. Barang cetak yang dilarang impornya karena terdapat unsur-unsur dapat


mempengaruhi ideologi negara, dapat melanggar kesusilaan, dapat melanggar,
budaya pancasila, adalah klasifikasi barang cetak yang berupa:
a. Buku, brosur, pamflet dan majalah
b. Buku, brosur, pamflet dan poster
c. Bku, brosur, koran dan poster
d. Buku, buletin, pamflet dan poster

4. Berdasarkan UU nomor 8/1992 tentang film, barang impor berupa film wajib sensor
film oleh Lembaga Sensor Film yang ada di Jakarta, dan diatur juga film yang
dibebaskan dari kewajiban sensor (bebas sensor), adalah :
a. Film berita yang ditayangkan di bioskop
b. Film sejarah yang ditayangkan di bioskop
c. Film berita yang ditayangkan oleh media elektronik
d. Film sejarah yang ditayangkan oleh media elektronik

5. Berdasarkan ketentuan tentang senjata api, penggunaan senjata api non standar TNI-
Polri yang di-izinkan digunakan di kapal laut berbendera asing maupun bendera
Indonesia, jumlah yang dapat diberikan untuk amunisinya 3 magazen/ silinder untuk
setiap pucuk, dan untuk senjata apinya adalah:
a. 1/3 jumlah awak kapal, maksimal 5 pucuk,
b. 1/3 jumlah awak kapal, maksimal 10 pucuk,
c. 2/3 jumlah awak kapal, maksimal 15 pucuk,
d. 2/3 jumlah awak kapal, maksimal 20 pucuk,

6. Senjata api non standar TNI-Polri dapat diimpor oleh importir yang ditunjuk oleh
departemen pertahanan, memiliki izin impor dari Ditjen Perdagangan Luar Negeri –
Deperindag, dan harus memiliki rekomendasi dari :
a. Departemen Pertahanan, Polri, dan Bais TNI
b. Departemen Pertahanan, Deperindag , dan Bais TNI
c. Departemen Pertahanan, Polri, dan Deperindag
d. Deperindag, Polri, dan Bais TNI

7. Amunisi berarti alat apa saja yang dibuat atau dimaksudkan untuk digunakan dalam
Senjata Api sebagai proyektil atau yang berisi bahan yang mudah terbakar yang
dibuat atau dimaksudkan untuk menghasilkan perkembangan gas di dalam Senjata
Api untuk:
a. Meluncurkan peluru
b. Meluncurkan proyektil
c. Meledakan peluru
d. Meledakan proyektil
8. Ekspor maupun impor film hanya dapat dilakukan melalui kantor pabean tempat
Lembaga Sensor Film berada. Kegiatan impor atau ekspor film melalui Bandara
Sukarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Priok, dan melalui :
a. Bandara Polonia - Medan
b. Bandara Juanda – Surabaya
c. Kantor Pos Besar - Pasar Baru – Jakarta
d. Bandara Adi Sucipto – Yogyakarta.

9. Perusahaan pers dilarang memuat iklan yang berakibat merendahkan martabat suatu
agama dan/atau bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; serta mengganggu:
a. Kerukunan hidup antar umat beragama
b. Kegiatan impor
c. Kegiatan ekspor
d. Kegiatan perekonomian

10. Petasan dan happy crackers dilarang di Indonesia, alasan pelarangan potensi
menyebabkan kebakaran mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat dalam
bentuk:
a. Polusi udara.
b. Pencemaran lingkungan hidup
c. Pencemaran Kehidupan Manusia.
d. Polusi suara.
10 Kunci Jawaban Test Formatif

1. c 6. a
2. d 7. b
3. b 8. c
4. c 9. a
5. b 10. d

11. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang disediakan pada modul ini. Hitung
jawaban Anda yang kedapatan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui
tingkat pemahaman terhadap materi. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan
hasil perhitungan sesuai rumus dengan hasil pencapaian prestasi belajar sebagaimana data
pada kolom dibawa ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori “Baik”), maka


disarankan mengulangi materi.
12. Daftar Pustaka
1. Undang-undang No. 17 tahun 2006 Tanggal 15 Nopember 2006 tentang Perubahan
Undang-undang No. 10 tahun 1995 Tanggal 30 Desember 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Pertahanan.
3. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Undang-undang Nomor: 40
Tahun 1999 tentang PERS Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999
Presiden Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887
4. Undang-undang Nomor 4/PPNS/1963 Tentang Pers
5. Undang-undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Film yang menggantikan Ordonansi
Film Staatsblaad 1940 No. 507
6. Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Usaha Perfilman.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film
8. Ordonansi Senjata api Staadblaad 1937 Nomor 170 tanggal 19 Maret 1937
9. Ordonansi Senjata api Staadblaad 1939 Nomor 278 tanggal 30 Mei 1939
10. Ordonansi Bahan Peledak Staatsblaad 1893 Nomor 234
11. Ordonansi Bahan Peledak staatsblaad 1931 Nomor 168 tanggal 9 Mei 1931
12. Reglemen Senjata api Staadblaad 1939 Nomor 279 tanggal 30 Mei 1939
13. Undang-undang Nomor 8 tahun 1948 Lembaran Negara Nomor 17 tahun 1948
tentang Pendaftaran dan Pemberian Ijin Senjata Api
14. Undang-undang Darurat No.12/Drt/1951 LN 1951 No.78 tanggal 1 September 1951
Mengenai Peraturan Hukum Istimewa Sementara Lembaran Negara Nomor 78
tanggal 4 September 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak
15. Undang-undang Nomor 20/PPNS/1960 tanggal 13 Mei 1960 tentang Kewenangan
Perizinan Yang Diberikan Menurut Undang-unadang Mengenai Senjata Api.
16. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1997 tentang Pengadaan Bahan Peledak
17. Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1976 tanggal 6 April 1976 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Senjata Api
18. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/ Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia Nomor Kep/27/XII/1977 tanggal 28 Desember 1977 tentang
Tuntunan Kebijaksanaan untuk Meningkatkan Pengawasan dan Pengendalian Senjata
Api Sebagai Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976
19. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan Nomor : Kep/03/XI/1997 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Bahan Peledak
20. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 139//KMK.05/1997
tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Persenjataan, Amunisi, Termasuk Suku
Cadang Dan Perlengkapan Militer Serta Barang Dan Bahan Yang Dipergunakan
Untuk Menghasilkan Barang Yang Diperuntukkan Bagi Keperluan Pertahanan Dan
Keamanan Negara
21. Keputusan Menteri Pertahanan Nomor : Kep05/M/VII/2001 tanggal 19 Juli 2001
tentang Penunjukkan Badan Usaha di Bidang Bahan Peledak
22. Keputusan Menteri Pertahanan Nomor : Kep06/M/VII/2001 tanggal 19 Juli 2001
tentang Penunjukkan Badan Usaha di Bidang Bahan Peledak
23. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : SE-16/BC/2003 tentang Tata
Cara Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Persenjataan, Amunisi, Termasuk Suku
Cadang Dan Perlengkapan Militer Serta Barang Dan Bahan Yang Dipergunakan
Untuk Menghasilkan Barang Yang Diperuntukkan Bagi Keperluan Pertahanan Dan
Keamanan Negara
24. Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 215/Kep/MenPen/94 tanggal 28
Oktober 1994 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Usaha Pefilman.
25. Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 220/Kep/MenPen/95 tanggal 6
September 1995 tentang Jumlah Perusahaan Impor Rekaman Video.
26. Undang-undang No. 8 tahun 1994 tentang film.
27. Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Usaha Perfilman
28. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film.
29. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1994 tentang Badan Pertimbangan Perfilman
Nasional.
30. Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 215/Kep/MenPen/94 tentang Tata cara
Penyelenggaraan Usaha Perfilman.
31. Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 220/Kep/MenPen/95 tentang Jumlah
Perusahaan Impor Rekaman Video.
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ...................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................... ii

MODUL II
KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN (KBLP)
UNTUK KEPENTINGAN PERLINDUNGAN BIDANG KESEHATAN
MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN HIDUP

4. Pendahuluan ............................................................................................................... 1

4.1. Deskripsi Singkat ................................................................................................ 1

4.2. Tujuan Pembelajaran Umum .............................................................................. 3

4.3. Tujuan Pembelajaran Khusus ............................................................................ 3

4.4. Petunjuk Pembelajaran ....................................................................................... 3

5. Kegiatan Belajar (KB) 1 .............................................................................................. 4

Narkotika …………………...................................................................................... 4
2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ......................................................................... 4

2.2. Latihan ..……………………………………………………………….……… 7

2.3. Rangkuman ..………………………………………………………….……… 8

3. Kegiatan Belajar (KB) 2 ............................................................................................... 9

Psikotropika ….…..………............……....................………………….….……... 9
3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ........................................................................ 9

3.2. Latihan …..……………………………………………………………….…… 12

3.3. Rangkuman ……..………………………………………………….………… 12


4. Kegiatan Belajar (KB) 3 .............................................................................................. 13

Prekursor .............…..……..……......……………....................………….……... 13
4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ........................................................................ 13

4.2. Latihan ………………………………………………………………………… 15

4.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 15

5. Kegiatan Belajar (KB) 4 .............................................................................................. 17

Sediaan Farmasi, Obat Tradisional dan Alat Kesehatan ................................... 17


5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ........................................................................ 17

5.2. Latihan ………………………………………………………………………… 21

5.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 21

6. Kegiatan Belajar (KB) 5 ........................................................................................... 23

Makanan dan Minuman Beralkohol ................................................................... 23


6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ..................................................................... 23

6.2. Latihan ………………………………………………………………………… 27

6.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 28

7. Kegiatan Belajar (KB) 6 ............................................................................................. 29

Pencemaran Lingkungan Hidup ............................................................................... 29


7.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ........................................................................ 29

7.2. Latihan ………………………………………………………………………… 40

7.3. Rangkuman …………………………………………………………………… 40

8. Test Formatif ……………………………………………………………………… 42

9. Kunci Jawaban Test Formatif …………………………………………………….. 45.

10. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……..………………………………………… .. 45

11. Daftar Pustaka ………....………………………………………………..…….....… 46


MODUL II

KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN (KBLP)


UNTUK KEPENTINGAN PERLINDUNGAN BIDANG KESEHATAN
MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Pendahuluan
1.1.Deskripsi Singkat
Maraknya kasus penyelundupan dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika akhir-
akhir ini merupakan satu indikasi bahwa masalah penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika telah mengancam generai muda kita. Hal demikian ini menuntut kita untuk
selalu waspada terhadap bahaya yang mengancam di lingkungan sekitar kita. Seperti
diketahui bahwa Indonesia telah merativikasi Konvensi PBB tentang pemberantasan
peredaran gelap narkotika dan psikotropika dengan UU NO. 7 tahun 1997. Sejalan
dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menangani bahaya narkotika dan psikotropika
DJBC harus berperan aktif melakukan upaya pencegahan sesuai tugas dan fungsinya.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai instasi yang bertugas paling depan baik di
darat, laut maupun udara mempunyai peran yang strategis dalam upaya pencegahan
peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Peran DJBC tidak saja terbatas pada upaya
pencegahan peredaran narkotika dan psikotropika secara ilegal, tetapi juga harus
melindungi masyarakat dari bahayanya.
Dengan teknologi yang semakin maju maka dalam mengolah atau menghasilkan suatu
produk akan lebih mudah dan waktu yang digunakan untuk menghasilkan barang itu juga
semakin singkat. Memang perkembangan teknologi mempunyai banyak dampak positif,
namun perkembangan teknologi juga bisa menimbulkan dampak negatif, penyalahgunaan
teknologi modern untuk hal- hal yang merugikan khalayak misalnya pembuatan bom atau
penggunaan bahan- bahan berbahaya yang dapat menimbulkan kerusakan alam maaupun
berbahaya bagi kehidupan manusia. Meningkatnya penggunaan bahan berbahaya sebagai
akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penggunaan yang
menyimpang dapat berakibat ancaman terhadap kesehatan manusia/hewan/tumbuh-
tumbuhan dan merusak kelestarian lingkungan hidup, bahwa sehubungan dengan hal itu
maka untuk menghindari serta mengurangi resiko akibat tidak sesuainya penggunaan dan
peruntukkan bahan berbahaya maka impornya perlu dikendalikan dengan tetap
memperhatikan kelancaran arus barang. Memasuki era globalisasi dengan akan
dimulainya perdagangan bebas antar negara, tuntutan profesionalitas kinerja Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai semakin meningkat. Fungsi sebagai suatu badan yang
mengumpulkan pungutan untuk keuangan negara mungkin memang berkurang, namun
tugas utama seorang pegawai Bea dan Cukai tidaklah terpaku pada satu titik pokok yang
memang merupakan suatu dasar dibentuknya badan ini. Bea Cukai sebagai suatu lembaga
memiliki peranan yang sangat penting yang mungkin kurang disadari oleh masyarakat,
yaitu untuk melindungi masyarakat itu sendiri dari berbagai hal yang memiliki
kemungkinan untuk menciptakan kerusakan maupun membahayakan bagi lingkungan
masyarakat Indonesia pada khususnya. Sebagai gerbang pertama dari masuknya barang-
barang yang berasal dari luar negeri, pegawai Bea dan Cukai memiliki kewajiban untuk
memberlakukan peraturan dan perundang-undangan yang sesuai terhadap jenis barang
yang akan memasuki daerah pabean Indonesia.
Selain itu, sebagai fasilitator perdagangan internasional, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai menempatkan posisinya sebagai suatu organisasi yang memegang andil yang
menuntut suatu sikap profesional dalam diri setiap pegawainya. Lancar tidaknya
perdagangan atau arus lalu lintas barang sangat tergantung pada keahlian yang dimiliki
oleh seorang pegawai Bea dan Cukai.
Dalam hubungannya dengan bidang farmasi dan kesehatan, importasi barang-barang
farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan sangat tinggi. Sekitar 80-90% obat-obatan
yang beredar di Indonesia berasal dari negara-negara asing. Bahkan, berdasarkan sumber
data lainnya, untuk obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri sekitar 80% bahan
bakunya diimpor dari luar negeri.
Bekerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berada
di bawah naungan Departemen Kesehatan, DJBC turut serta melakukan pengawasan
terhadap obat, bahan baku obat dan alat kesehatan yang akan beredar di Indonesia.
Perbedaan mendasar dari tugas Badan POM dengan DJBC itu sendiri adalah pada
perbedaan waktu dan letak di mana obat, bahan obat dan alat kesehatan itu berada. Tugas
utama dari Badan POM adalah mengawasi sediaan farmasi yang telah dan baru akan
beredar di dalam negeri. Sedangkan tugas DJBC adalah mengawasi, dalam hal ini,
sediaan farmasi yang akan memasuki wilayah Indonesia dan menetapkan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku bagi sediaan farmasi tersebut (diizinkan, dibatasi, atau
dilarang).

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu melaksanakan dan
menjelaskan Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk Kepentingan
Perlindungan Bidang Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup atas pelaksanaan
penyelesaian pelanggaran Kepabeanan dan Cukai secara optimal.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Bahan ajar atau Modul Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk
Kepentingan Perlindungan Bidang Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup ini
bermanfaat bagi peserta didik dan/atau peserta Diklat sebagai pedoman dalam mengikuti
ujian, evaluasi pembelajaran dan nantinya berguna bagi peserta DTSS I dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya sewaktu bekerja sesuai bidang specialisasinya.

1.4. Petunjuk Pembelajaran


Baca dan pelajari modul ini dengan seksama serta teliti dan pada bagian berupa data,
definisi, pengertian, hal-hal yang dianggap penting agar dihafal dengan baik. Pelajari
terlebih dahulu sistematika penyajian modul, latar belakang, diskripsi singkat, tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
Kerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar, dalam hal ada yang tidak dapat
difahami/dimengerti atas penjelasan, keterangan, data yang ada pada modul agar
dibuatkan catatan untuk ditanyakan kepada pengajar. Setiap akan belajar untuk mata
pembelajaran ini agar modul dibaca dan dipelajari, berdasarkan sistem pembelajaran KBK
(pembelajaran atau kuliah berbasiskan kompetensi), artinya sistem ini memacu peserta
diklat harus lebih aktif belajar, diskusi dan bertanya kepada pengajar, widyaiswara,
diruang pembelajaran untuk memandu diskusi sebagai moderatur atau fasilitator, untuk
memacu peserta diklat lebih maju dan kreatif.
2. Kegiatan Belajar (KB) 1
NARKOTIKA

2.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Secara geografis Indonesia terletak diantara dua benua, yaitu Asia dan Australia dan
Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia, merupakan negara kepulauan yang terbesar di
dunia dengan 17.508 pulau. Indonesia juga memiliki garis pantai dan perbatasan yang
sangat panjang dan terbuka serta terletak relatif tidak jauh dari daerah penghasil opiun
terbesar di dunia yaitu "Segi Tiga Emas" (Laos, Thailand dan Myanmar) dan daerah
"Bulan Sabit Emas" (Iran, Afganistan dan Pakistan) serta tidak terlalu susah dicapai dari
tiga negara,Amerika Latin yang juga penghasil opium (Peru, Bolivia dan Colombia). Hal
ini merupakan potensi pasar yang besar untuk peredaran gelap narkotika dan psikotropika
dan mendorong timbulnya pengedar- pengedar yang ingin cepat kaya dengan sedikit
susah payah. Derasnya informasi dari negara-negara industri maju dan proses globalisasi
membawa pergeseran nilai-mlai perubahan selera dan gaya hidup kearah yang lebih
berorientasi kepada keangkuhan (egoismei, individualisme, konsumtifisme, dan
hedonisme. Jenis narkotika yang paling dominan dalam penyalahgunaan dan
perdagangan gelapnya di Indonesia adalah ganja disamping heroin,morphine atau putaw.
Peran serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam strategi ini adalah dengan
melakukan pengawasan atas jalur masuk/keluamya barang baik melalui laut,darat,udara.
Pengetesan narkotika di lapangan menggunakan intrumen atau peralatan yang disebut
narkotest-kit dengan ampul-ampul berisi cairan Reagent antara lain : reagent marquis,
reagent cobalt Thiocyanate, reagent KN dan reagent Koppanyi. Perlu diketahui bahwa tes
ini merupakan identifikasi awal dan untuk meyakinkan harus dikonfirmasikan dengan uji
laboratorium. Jenis-jenis narakotika adalah Candu (Opium), Morphine, Codeine,
Heroine, Cocain, Marihuana atau Ganj, dan Hashish
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Penggolongan narkotika :
 Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat dipergunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan untuk terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Opium mentah/masak, tanaman koka, daun
koka, kokain mentah, ganja.
 Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai plihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Dekstromoramida, metadonia interemdiate, dipipanona.
 Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi da/atau
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantunagan. Contoh: Dihidrokodenia, etilmorphina.

Peraturan Perundang-undangan tentang Pelarangan Impor dan Ekspor Narkotika:


 Secara Internasional
 Secara Nasional:
- UU no.9 tahun 1976 jo UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika.
- PP no.1 tahun 1990 tentang ketentuan penanaman papaver, koka, dan ganja
- Keputusan Menteri Kesehatan no.195/Menkes/SK/VIII/1977 tentang penetapan alat-
alat dan bahan sebagai barang dibawah pengawasan
- Peraturan Menkes no.28/menkes/per/I/1978 tentang penyimpanan narkotika
- Peraturan Menkes no.229/Menkes/Per/VII/1978 tentang jarum suntik, semprit suntik,
pipa pemadatan dan anhidrida asam asetat

Ketentuan Mengimpor Narkotika


Berdasarkan Undang-undang No.22 tahun 1997 disebutkan bahwa untuk tujuan
pengobatan dan/atau tujuan ilmu pengetahuan, narkotika hanya dapat diimpor ke
Indonesia oleh salah satu importir pedagang besar farmasi setelah memperoleh keputusan
Menteri Kesehatan dan mendapat izin impor dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan,
dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, Memiliki Angka Pengenal Impor,
Memiliki surat persetujuan impor untuk setiiap kali impor dari Menteri Kesehatan,
Memiliki persetujuan pemerintah negara eksportir.
Sedangkan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan Undang-undang no.22
tahun 1997 yang boleh mengekspor narkotika hanyalah satu perusahaan pedagang besar
farmasi milik negara yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, Memiliki Angka
Pengenal Impor, Memiliki surat persetujuan ekspor untuk setiap kali ekspor dari Menteri
Kesehatan, Memiliki persetujuan pemerintah negara pengimpor.
Selain pemenuhan pesyaratan yang digariskan oleh Undang-undang no.22 tahun 1997
pelaksanaan impor dan ekspor tetap harus memenuhi ketentuan Undang-undang
Kepabeanan.Narkotika yang diangkut harus dilengkapi persetujuan ekspor dari
pemerintah negara eksportir.
Narkotika yang diangkut harus dilengkapi persetujuan impor dari Menteri Kesehatan.
Narkotika yang diangkut harus disimpan dalam kemasan khusus serta aman dan disegel
oleh nakhoda, Penyegelan harus disaksikan oleh pengirim dilengkapi dengan Berita
Acara Penyegelan, Nakhoda harus memberitahukan kedatangannya kapada Kepala
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat paling lambat 24 jam setelah tiba
Pembongkaran harus dilakukan pada kesempatan pertama dan disaksikan oleh Pejabat
Bea dan Cukai

Pengangkutan Narkotika
Untuk lebih menjaga kepentingan masyarakat, pemerintah juga mengatur perihal
pengangkutan narkotika di dalam bagian kedua (pasal 20-pasal 25) Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1997. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengangkutan narkotika, baik
melalui laut maupun udara adalah:
 Narkotika yg diangkut harus dilengkapi persetujuan ekspor dari pemerintah eksportir.
 Narkotika yang diangkur harus dilengkapi persetujuan impor dari Menteri Kesehatan
 Narkotika yang diangkut harus disimpan dalam kemasan khusus serta aman dan disegel
oleh Nakhoda
 Penyegelan harus disaksikan oleh pengirim dilengkapi dengan Berita Acara Penyegelan
 Nakhoda harus memberitahukan kedatangannya pada Kepala Kantor Pelayanan Bea
dan Cukai setempat paling lambat 24 jam setelah tiba.
 Pembongkaran harus dilakukan pada kesempatan pertama dan disaksikan oleh pejabat
Bea dan Cukai.

Selain mengatur mengenai pengangkutan, pemerintah jua mengatur perihal transito di


dalam bagian ketiga (pasal 26 sampai dengan 29) Undang-Undang No. 22 Th. 1997.
Syarat yang harus dipenuhi dalam transito adalah narkotika harus dilengkapi dengan
Surat Persetujuan Ekspor dan Surat Persetujuan Impor yang memuat keterangan antara
lain, Nama dan alamat importir dan eksportir, Jenis, bentuk, dan jumlah narkotika,
Negara tujuan ekspor narkotika. Lebih jauh, pemerintah juga mengatur mengenai alat-
alat bantu yang dapat dipergunakan untuk menggunakan narkotika. Objek pengawasan
pemerintah terhadap alat-alat bantu ini meliputi pipa pemadatan, jarum suntik, semprit
suntik dan peng-gunaan anhidrida asam asetat (acetic acid anhydride). Pemerintah
melalui menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan No. 229/Menkes/Per /VII/1978
tanggal 15 Juli 1978. Di dalam keputusan ini, pipa pemadatan dilarang diproduksi,
diedarkan, dijual, dimiliki, disimpan, atau digunakan.
Sedangkan produksi, impor, dan penyaluran jarum suntik, semprit suntik, produksi,
impor, ekspor, penyaluran, pemilikan, penyimpanan dan penggunaan anhidrida asam
asetat (acetic acid anhydride) harus mendapatkan ijin khusus dari Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.

2.2.Latihan
Pertanyaan: Narkotika digolongkan menjadi berapa golongan, dan jelaskan golongan
Narkotika yang termasuk berasal dari tanaman hayati.!
Jawab: Ada tiga jenis penggolongan Narkotika, yaitu Golongan I, Golongan II, dan
Golongan III. Jenis narkotika seperti Opium mentah/masak, tanaman koka, daun koka,
kokain mentah, ganja yaitu Narkotika Golongan I yang pengertiannya adalah Narkotika
yang hanya dapat dipergunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
untuk terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk mengakibatkan
ketergantungan. Berpotensi menurunkan kesadaran manusia.
2.3.Rangkuman
Peran serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam strategi penanggulangan bahaya
narkotika adalah dengan melakukan pengawasan atas jalur masuk/keluarnya barang baik
melalui laut, darat, udara. Pengetesan narkotika di lapangan menggunakan intrumen atau
peralatan yang disebut narkotest-kit dengan ampul-ampul berisi cairan Reagent.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

Untuk tujuan pengobatan dan/atau tujuan ilmu pengetahuan, narkotika hanya dapat
diimpor ke Indonesia oleh salah satu importir pedagang besar farmasi setelah
memperoleh keputusan Menteri Kesehatan dan mendapat izin impor dari Menteri
Perindustrian dan Perdagangan, dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut,
memiliki angka pengenal impor (API/T), memiliki surat persetujuan impor untuk setiap
kali impor dari menteri kesehatan, memiliki persetujuan pemerintah negara eksportir,
berdasarkan ketentuan Undang-undang No.22 tahun 1997.

Objek pengawasan pemerintah terhadap alat-alat bantu ini meliputi pipa pemadatan,
jarum suntik, semprit suntik dan peng-gunaan anhidrida asam asetat (acetic acid
anhydride). Pemerintah melalui menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan No.
229/Menkes/Per /VII/1978 tanggal 15 Juli 1978.

Di dalam keputusan ini, pipa pemadatan dilarang diproduksi, diedarkan, dijual, dimiliki,
disimpan, atau digunakan. Sedangkan produksi, impor, dan penyaluran jarum suntik,
semprit suntik, produksi, impor, ekspor, penyaluran, pemilikan, penyimpanan dan
penggunaan anhidrida asam asetat (acetic acid anhydride) harus mendapatkan ijin khusus
dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
3. Kegiatan Belajar (KB) 2

PSIKOTROPIKA

3.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Maraknya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika merupakan suatu indikasi
mengancam generasi yang akan datang. Permasalahan penyalahgunaan dan
pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika beserta prekursor narkotika
dan prekursor psikotropika merupakan permasalahan yang demikian kompleks, sehingga
memerlukan penanggulangan secara komperehensif dan terpadu antara berbagai disiplin
ilmu dan profesi, agama dan social budaya, antara berbagai sektor terkait baik pemerintah
maupun masyarakat dan kerjasama luar negeri secara terarah,berencana dan
berkelanjutan. Dalam modul ini akan dibahas secara lebih khusus mengenai psikotropika.
Oleh karena itu pengenalan terhadap psikotropika tersebut sangat diperlukan dalam upaya
mencegah dan melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan psikotropika. Melalui
tulisan ini diharapkan para pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya dan
masyarakat umumnya dapat lebih mengenal tentang jenis-jenis psikotropika, sehingga
memiliki pengetahuan untuk menangkal bahaya yang ditimbulkannya.
Melalui tulisan ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan pegawai DJBC tentang
beberapa modus operandi yang selalu berkembang dan kadang berulang, sehingga dapat
melakukan pencegahan dengan lebih baik. Melalui tulisan ini pula dimaksudkan untuk
membekali pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan beberapa
peraturan yang terkait dengan psikotropika beserta prekursornya, sehingga dengan
demikian memiliki landasan yang jelas dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap
perdagangan gelap psikotropika
Pengertian Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikotropika aktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dari pengertian
psikotropika bisa berasal dari bahan-bahan alami maupun non alami. Psikotropika ada
yang mengakibatkan sindroma ketergantungan ada juga yang tidak.
Penggolongan Psikotropika
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika menggolongkan Psikotropika
yang mengakibatkan sindroma ketergantungan sebagai berikut:

Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang termasuk golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan ini terdiri dari 27 macam.
Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang termasuk golongan II yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan II ini terdiri dari 14 macam.
Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang termasuk golongan III ialah yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Golongan III ini terdiri dari 11 macam.
Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang termasuk golongan IV ini adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Golongan IV ini terdiri dari 60 macam.

Secara lebih detail jenis-jenis psikotropika dan penggolongannya dirinci dalam lampiran
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tanggal 11 Maret 1997. Perubahan jumlah dari
setiap golongan psikotropika ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.

Transito Psikotropika
Seperti layaknya dalam transito narkotika, untuk transito psikotropika juga memiliki
persyaratan khusus, antara lain:
 Persetujuan ekspor dari negara pengekspor
 Persetujuan impor dari negara tujuan
 Perubahan persetujuan impor dapat diberikan, Negara Pengekspor, Negara pengimpor
semula, Negara pengimpor terakhir

Tidak hanya psikotropika, akan tetapi zat atau bahan pemula atau bahan kimia (disebut
juga prekursor psikotropika) yang dapat digunakan dalam pembuatan psikotropika juga
termasuk kedalam objek pelarangan ekspor dan impor. Hal ini dipandang perlu
mengingat penyalahgunaan psikotropika yang semakin meluas dan berdimensi
internasional dan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan bahan
tersebut untuk pembuatan dan produksi psikotropika.
Secara lebih detail jenis-jenis prekursor psikotropika dan penggolongan pos tarifnya
dirinci dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan No. 917/MENKES/VIII/1997
tanggal 25 Agustus 1997 tentang Jenis-jenis prekursor Psikotropika. Penambahan dan
perubahan jenis prekursor psikotropika ini ditetapkan oleh badan internasional di bidang
psikotropika.
Sesuai dengan undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika,yang dimaksud
dengan psikotropika adalah Zat atau Obat,baik alamiah atau sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam Undang-undang
tersebut psikotropika digolongkan menjadi 4 (empat) golongan sesuai dengan akibat yang
dapat ditimbulkannya. Golongan I ada 26 jenis, golongan II ada 14 jenis, golongan III
ada 9 jenis dan golongan IV sebanyak ada 60 jenis. Berikut ini adalah beberapa jenis
psikotropika dengan penyebutan berdasarkan nama di dalam perdagangannya,
Benzedrine, Biphethamine, Dexedrine, Desoxyn, Preludin, Ritalin, Tranxene, Valium,
Morphine Sulfate, Ecstasy / XTC. Salah satu fungsi Direktorat Bea dan Cukai sebagai
"border enforcement agency", adalah mencegah lalu-lintas ilegal barang-barang larangan
yang dapat membahayakan masyarakat,diantaranya pencegahan impor atau ekspor ilegal
psikotropika.
3.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan Psikotropika dan bagaimana ketentuan
impor Psikotropika!
Jawab: Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikotropika aktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dari pengertian
psikotropika bisa berasal dari bahan-bahan alami maupun non alami. Psikotropika ada
yang mengakibatkan sindroma ketergantungan ada juga yang tidak. Impor dan ekspor
Psikotropika hanya untuk tujuan pengobatan dan/atau tujuan ilmu pengetahuan, hanya
dapat diimpor oleh salah satu importir pedagang besar farmasi setelah memperoleh
keputusan Menteri Kesehatan dan izin impor dari Menteri Perdagangan, dengan
memenuhi syarat-syarat : memiliki angka pengenal impor (API/T), memiliki surat
persetujuan impor untuk setiap kali impor dari menteri kesehatan, memiliki persetujuan
pemerintah negara eksportir, berdasarkan ketentuan UU No.22 tahun 1997.

3.3.Rangkuman
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika, yang
dimaksud dengan psikotropika adalah Zat atau Obat, baik alamiah atau sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Dalam UnU tersebut psikotropika digolongkan menjadi 4 (empat) golongan sesuai
dengan akibat yang dapat ditimbulkannya, yaitu Psikotropika Golongan I, II, III dan IV.
Tidak hanya psikotropika, akan tetapi zat atau bahan pemula atau bahan kimia (disebut
juga prekursor psikotropika) yang dapat digunakan dalam pembuatan psikotropika juga
termasuk kedalam objek pelarangan ekspor dan impor. Hal ini dipandang perlu
mengingat penyalahgunaan psikotropika yang semakin meluas dan berdimensi
internasional dan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan bahan
tersebut untuk pembuatan dan produksi psikotropika.Salah satu fungsi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai sebagai "border enforcement agency", adalah mencegah lalu-
lintas ilegal barang-barang larangan yang dapat membahayakan masyarakat, diantaranya
pencegahan impor atau ekspor ilegal psikotropika.
4. Kegiatan Belajar (KB) 3

PREKURSOR

4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh


Peraturan larangan dan pembatasan yang melindungi kepentingan kesehatan masyarakat,
dilatarbelakangi sifatnya yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat serta
lingkungan hidup. Beberapa komoditi yang termasuk dalam objek larangan dan
pembatasan ini dapat mempengaruhi perilaku pemakai kearah negatif dan memiliki
kecenderungan addiktif. Sebagai contoh, narkotika yang dapat mempengaruhi
pemakainya kearah perbuatan negatif dan destruktif.
Lebih jauh, pelarangan dan pembatasan terhadap narkotika ini bertujuan untuk
menyelamatkan masyarakat dari kehancuran kesehatan, kahancuran kehidupan,
kehancuran moral dan akhlak serta menurunkan kejahatan, bahka lebih jauh lagi dapat
pula menghancurkan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat
melemahkan ketahanan nasional.

Mengingat pentingnya hal tersebut, prekursor sebagai bahan-bahan pembuat narkotika


dan psikotropika diatur tersendiri dalam peraturan hukum, baik dalam keputusan
setingkat menteri maupun yang lebih rendah. Hal ini dimaksudkan agar nantinya tidak
terjadi penyalahgunaan prekursor untuk hal-hal yang negatif dan merusak, misalnya
untuk membuat narkoba sehingga nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat umum dan
akan berakibat kepada hancurnya moral dan kepribadian bangsa, khususnya generasi
muda. Dalam Modul ini akan dikemukakan mengenai prekursor dan peraturan-peraturan
yang mengaturnya. Hal ini dimaksudkan agar nantinya pengertian dan pemahaman
tentang prekursor, baik mengenai prekursor narkotika maupun prekursor psikotropika
dapat dipahami dengan tepat dan lebih mendalam.
Pengertian Prekursor
Prekursor dalam hal ini diartikan sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan narkotika (Prekursor Narkotika) atau yang dapat
digunakan dalam pembuatan Psikotropika (Prekursor Psikotropika).

Prekursor Narkotika, ialah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan narkotika. Prekursor Psikotropika, ialah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan psikotropika.
Prekursor, baik prekursor narkotika maupun prekursor psikotropika merupakan salah satu
objek pelarangan dan pembatasan impor dan ekspor. Prekursor Psikotropika adalah zat
atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan

Psikotropika. Prekursor perlu dilakukan pemantauan untuk mencegah penyalahgunaan


pembuatan Psikotropika. Penambahan dan perubahan jenis prekursor mengacu kepada
jenis prekursor yang ditetapkan oleh internasional di bidang psikotropika. Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.06.6.03181 tanggal 18
Desember 1997 Tentang Pemantauan Prekursor Psikotropika. Berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan tentang
Pemantauan Prekursor Psikotropika.

Daftar Jenis Prekursor


Kelompok I
Anhidrida asetat, Asam Fenil asetat, Asam Lisergat, Asam N asetil antranilat, Ephedrin,
Ergometrin, Ergotamin, 1-fenil 2-propanon, Isosafrol,Kalium Permanganat,
3,4-Metilon dioksi fenil-2 propanon, Norefedrin, Piperonal, Pseudoefedrin, Safrol.

Kelompok II
Asam antranilat, Asam klorida, Asam sulfat, Aseton, Etil eter, Metil etil keton,
Piperidin, Toluen. Termasuk garam-garam dan sediaan-sediaannya yang mengandung
satu atau lebih bahan tersebut kecuali asam klorida dan asam sulfat.
4.2.Latihan
Pertanyaan: Prekursor, baik prekursor narkotika maupun prekursor psikotropika
merupakan salah satu objek pelarangan dan pembatasan impor dan ekspor. Terhadap
prekursor jenis apakah yang harus dilakukan pemantauan dan pengawasan? Jelaskan.
Bagaimanakah wujud pengawasan dan pemantauan terhadap impor dan ekspor
prekursor? Dan sebutkan jenis prekursor yang apabila diimpor atau diekspor wajib
dilaporkan kepada Kepala Kantor?
Jawab: Pemantauan dan Pengawasan precursor dilakukan terhadap semua jenis
precursor. Hal ini dipandang perlu mengingat penyalahgunaan narkotika dan psikotropika
yang semakin meluas dan berdimensi internasional dan untuk mencegah kemungkinan
terjadinya penyalahgunaan bahan tersebut untuk pembuatan dan produksi psikotropika
dan narkotika. Pemantauan dan Pengawasan terhadap impor dan ekspor prekursor
diwujudkan dengan jalan pemberian Surat Persetujuan Impor setiap kali mengimpor;
pemberian Surat Persetujuan Ekspor setiap kali mengekspor; pem-beritahuan ekspor dari
pemerintah negara pengekspor (pre ekspor notifikasi), kewajiban menyampaikan catatan
dan laporan bagi sarana pengelola precursor; Jenis prekursor yang apabila diimpor atau
diekspor wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor adalah Asam N-Asetil Antranilat,
Efedrin, Ergometrin, Ergotamin, Isosafrol, Asam Lisergat, 3,4-metilen dioksifenil 2-
propanon, 1-Fenil–2 Propanon, Piperonal, Pseudoefedrine, Safrol,Anhidrida Asam
Asetat, Asam Fenil Asetat,Kalium Permanganat, Metil etil keton.

4.3.Rangkuman
Peraturan larangan dan pembatasan yang melindungi kepentingan kesehatan masyarakat,
dilatarbelakangi sifatnya yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat serta
lingkungan hidup. Beberapa komoditi yang termasuk dalam objek larangan dan
pembatasan ini dapat mempengaruhi perilaku pemakai kearah negatif dan memiliki
kecenderungan addiktif. Sebagai contoh, narkotika yang dapat mempengaruhi
pemakanya kearah perbuatan negatif dan destruktif. Lebih jauh, pelarangan dan
pembatasan terhadap narkotika ini bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari
kehancuran kesehatan, kahancuran kehidupan, kehancuran moral dan akhlak serta
menurunkan kejahatan, bahka lebih jauh lagi dapat pula menghancurkan nilai-nilai
budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Tidak
kalah pentingnya ialah pengawasan terhadap pentingnya ialah pengawasan terhadap
prekursor yaitu bahan-bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
narkotika dan psikotropika. Terhadap impor dan ekspor precursor dilakukan pengawasan
lebih lanjut setelah mendapat persetujuan impor atau ekspor dari Pejabat Bea dan Cukai.
Pengawasan sebagaimana dimaksud dilakukan secara tertutup/ surveillance dan
dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan dan Kantor Wilayah. Ada 15 jenis Prekursor yang
diimpor atau diekspor yang wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor Pabean. Laporan
sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat tentang, Nama, NPWP dan alamat
perusahaan, yang mengimpor atau mengekspor, Jenis dan jumlah dari tiap jenis
precursor, Nomor dan tanggal dokumen Impor (PIB)/ dokumen ekspor (PEB), Nomor
dan tanggal Surat Persetujuan Impor (SPI)/ Surat Persetujuan Ekspor(SPE), Negara Asal/
Negara Tujuan.
5. Kegiatan Belajar (KB) 4

SEDIAAN FARMASI, OBAT TRADISIONAL


DAN ALAT KESEHATAN

5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh


Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai suatu lembaga memiliki peranan yang sangat
penting yang mungkin kurang disadari oleh masyarakat, yaitu untuk melindungi
masyarakat itu sendiri dari berbagai hal yang memiliki kemungkinan untuk menciptakan
kerusakan maupun membahayakan bagi lingkungan masyarakat Indonesia pada
khususnya.
Sebagai gerbang pertama dari masuknya barang-barang yang berasal dari luar negeri,
pegawai Bea dan Cukai memiliki kewajiban untuk memberlakukan peraturan dan
perundang-undangan yang sesuai terhadap jenis barang yang akan memasuki daerah
pabean Indonesia.
Selain itu, sebagai fasilitator perdagangan internasional, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai menempatkan posisinya sebagai suatu organisasi yang memegang andil yang
menuntut suatu sikap profesional dalam diri setiap pegawainya. Lancar tidaknya
perdagangan atau arus lalu lintas barang sangat tergantung pada keahlian yang dimiliki
oleh seorang pegawai Bea dan Cukai.
Bekerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berada
di bawah naungan Departemen Kesehatan, DJBC turut serta melakukan pengawasan
terhadap obat, bahan baku obat dan alat kesehatan yang akan beredar di Indonesia.
Perbedaan mendasar dari tugas Badan POM dengan DJBC itu sendiri adalah pada
perbedaan waktu dan letak di mana obat, bahan obat dan alat kesehatan itu berada. Tugas
utama dari Badan POM adalah mengawasi sediaan farmasi yang telah dan baru akan
beredar di dalam negeri.
Sedangkan tugas DJBC adalah mengawasi, dalam hal ini, sediaan farmasi yang akan
memasuki wilayah Indonesia dan menetapkan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku bagi sediaan farmasi tersebut (diizinkan, dibatasi, atau dilarang).
Pengertian
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Alat Kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin, atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk
membentuk struktur dan mampu memperbaiki fungsi tubuh.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.

Standar-standar yang berlaku:


 Standar untuk obat adalah buku farmakope Indonesia. Apabila belum ditetapkan,
digunakan standar dari buku farmakope lain atau buku standar lain.
 Standar untuk obat tradisional adalah buku Materia Medika.
 Standar untuk kosmetika adalah buku Kodeks Kosmetika Indonesia.
 Untuk alat kesehatan ditetapkan berdasarkan persyaratan yang berlaku.

Standardisasi obat tradisional hanya diberlakukan bagi industri obat tradisional yang
diproduksi dalam skala besar. Bagi industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu
gendong masih dalam tahap pembinaan dan belum diberlakukan ketentuan pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Ketentuan Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Lainnya Menurut PP No.
72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang telah
memenuhi izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Ketentuan dimaksud tidak berlaku bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional
yang diproduksi oleh perorangan. Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri
dari penyaluran dan penyerahan.
Ketentuan Pemasukan dan Pengeluaran Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan ke Dalam
dan Dari Wilayah Indonesia
Ketentuan-ketentuan yang sekarang ini berlaku di Indonesia mengenai pemasukan dan
pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam dan dari wilayah Indonesia,
antara lain:
 Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari
wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan.
 Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam dan dari
wilayah Indonesia harus dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin
sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan dapat memasukkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
 Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia
untuk diedarkan harus memiliki izin edar dari Menteri. Terhadap sediaan farmasi
yang berupa obat yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan serta belum
diproduksi di Indonesia, dapat dilakukan pemasukan ke dalam wilayah Indonesia
selain oleh importir tersebut.

Ketentuan Impor Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan


Dilakukan oleh badan usaha dan lembaga pendidikan atau lembaga penelitian. Memiliki
Angka Pengenal Impor (API). Dilindungi oleh Certificate of Analysis dari instansi yang
berwenang di negara pengekspor (pabrik yang memproduksi).
Bila tidak memiliki ‘Certificate of Analysis’, maka Pejabat Bea dan Cukai dapat
mengambil contoh untuk obat jadi masing-masing 5 bungkus, dan untuk bahan obat
masing-masing 50 sampai dengan 100 gram. Mengirim contoh ke Badan POM, paling
lambat 3 x 24 jam setelah pengambilan contoh tersebut.
Badan POM akan meneliti contoh barang dan kemudian memberikan keputusan yang
dituangkan dalam surat. Surat dikirimkan ke petugas Bea dan Cukai yang digunakan
untuk melindungi pengeluaran barang ke peredaran bebas.

Impor atau Ekspor Obat Tradisional


Berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tahun 1990
serta disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No1297/Menkes/ Per/XI/1998
tanggal 23 Nopember 1998 tentang peredaran obat tradisional impor bahwasanya badan
usaha yang dapat melakukan kegiatan ekspor dan impor adalah produsen obat tradisional
atau badan usaha yang ditunjuk oleh produsen luar negeri. Permohonan impor dan
ekspor ditujukan kepada Badan POM yang dilengkapi Certificate OF Free Sale, sertifikat
uji keamanan, dan surat penunjukan dari produsen luar negeri.
Ketentuan-ketentuan untuk mengimpor/mengekspor obat-obatan tradisional, a.l:
 Dilakukan oleh produsen obat tradisional.
 memiliki izin impor atau ekspor dari Kepala Badan POM.
 Harus dibungkus atau memiliki wadah pengemas yang memuat informasi yang
lengkap di dalamnya mengenai:
- nama obat;
- komposisi;
- bobot, isi atau jumlah tiap kemasan;
- dosis pemakaian;
- khasiat,kegunaan dan kontradiksi;
- masa kadaluwarsa;
- nomor pendaftaran;
- nama dan alamat pabrik yang bertanggung jawab di Indonesia, dan
- dibuat dalam Bahasa Indonesia

Tindak Pidana Pelanggaran Ketentuan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan


Tindak pidana yang dapat terjadi berkenaan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapat dibedakan berdasarkan dua peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bila tindak
pidana itu terjadi dalam hal peristiwa terjadinya tindak pidana berlangsung di dalam
wilayah Indonesia, dan Undang-undang Kepabeanan bila tindak pidana itu terjadi dalam
hal peristiwa terjadinya tindak pidana itu pada saat memasuki atau keluar dari Daerah
Pabean Indonesia (sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan barang impor atau
ekspor).

5.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan sediaan farmasi, obat tradisional, dan
alat kesehatan!
Jawab: Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Obat
Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Alat
Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk
membentuk struktur dan mampu memperbaiki fungsi tubuh.

5.3.Rangkuman
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menempatkan posisinya sebagai suatu organisasi yang
memegang andil yang menuntut suatu sikap profesional dalam diri setiap pegawainya.
Lancar tidaknya perdagangan atau arus lalu lintas barang sangat tergantung pada keahlian
yang dimiliki oleh seorang pegawai Bea dan Cukai.
Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM)
yang berada di bawah naungan Departemen Kesehatan, DJBC turut serta melakukan
pengawasan terhadap obat, bahan baku obat dan alat kesehatan yang akan beredar di
Indonesia. Perbedaan mendasar dari tugas Ditjen POM dengan DJBC itu sendiri adalah
pada perbedaan waktu dan letak di mana obat, bahan obat dan alat kesehatan itu berada.
Tugas utama dari Ditjen POM adalah mengawasi sediaan farmasi yang telah dan baru
akan beredar di dalam negeri.
Tindak pidana yang dapat terjadi berkenaan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapat dibedakan berdasarkan dua peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bila tindak
pidana itu terjadi dalam hal peristiwa terjadinya tindak pidana berlangsung di dalam
wilayah Indonesia, dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan bila tindak pidana itu
terjadi dalam hal peristiwa terjadinya tindak pidana itu pada saat memasuki atau keluar
dari Daerah Pabean Indonesia (sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan barang
impor atau ekspor).
6. Kegiatan Belajar (KB) 5

MAKANAN DAN MINUMAN BERALKOHOL

6.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Berdasarkan Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 1996 tanggal 04 Nopember 1996
Tentang Pangan, menyatakan Pembangunan nasional merupakan pencerminan
kehendak untuk terus-menerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan
secara terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila
dan Undang- Undang Dasar 1945.
Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman
disebut Pangan. Minuman yang beralkohol, yang lazim disebut sebagai minuman keras
atau khamr adalah produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan
menggunakan khamir (ragi sacharomyces cereviciae), pada bahan yang mengandung pati
atau mengandung gula tinggi.

Proses fermentasi adalah proses yang sudah dikenal sejak berabad tahun yang lalu. Pada
zaman kehidupan Rasulullah saw, beliau melarang para sahabat untuk mengkonsumsi jus
buah yang umurnya lebih dari tiga hari, atau ketika saribuah tersebut dalam kondisi
menggelegak (berbuih). Berdasarkan fakta inilah kemudian komisi Fatwa MUI
menetapkan batas maksimal kandungan alkohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol) yang
digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan yaitu satu persen. Bagi konsumen
muslim, minuman yang merupakan hasil fermentasi yang menghasilkan minuman
beralkohol adalah haram untuk dikonsumsi.
Berkaitan dengan hal itu maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan
komitmennya, sebagai “Community Protector”, memasukkan alkohol sebagai salah satu
barang kena cukai. Karena sifatnya, maka alkohol dimasukkan dalam barang yang
dibatasi dan diawasi. Berkaitan dengan hal itu maka pemerintah juga menetapkan
beberapa peraturan tentang hal tersebut.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No 86 tahun 1997, minuman beralkohol dibedakan
menjadi tiga golongan. Proses produksi fermentasi karbohidrat mencakup tiga tahapan
yaitu tahapan pertama pembuatan larutan nutrien, tahapan kedua proses fermentasi, dan
tahapan ketiga destilasi etanol.

Pengertian
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari
bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi
atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu
atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara
mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman dengan
ethanol. Importir Minuman Beralkohol adalah perusahaan Importir Toko Bebas Bea
(Duty Free Shop) adalah perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat dan
Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 109/KMK.00/1993
tentang Toko Bebas Bea (Duty Free Shop), yang menjual Minuman Beralkohol secara
eceran dalam kemasan. Pengecer adalah perusahaan yang menjual secara eceran
Minuman Beralkohol khusus dalam kemasan.
Dalam pengawasan dan pengendalian makanan dan minumam mengandung etil alkohol,
minuman mengandung alkohol di bedakan menjadi 3 golongan :
 Minuman Beralkohol golongan A adalah Minuman Beralkohol dengan kadar ethanol
(C2H5OH) 1% (satu perseratus) sampai dengan 5% (lima perseratus); misalnya Bir
 Minuman Beralkohol golongan B adalah Minuman Beralkohol dengan kadar ethanol
(C2H5OH) lebih dari 5% (lima perseratus) dengan 20% (dua puluh perseratus);
misalnya anggur.
 Minuman Beralkohol golongan C adalah Minuman Beralkohol dengan kadar ethanol
(C2H5OH) lebih dari 20 % (dua puluh perseratus) sampai dengan 55% (lima puluh
lima perseratus); misalnya whisky dan brandy.
 Dalam melaksanakan produksinya, industri minuman mengandung alkohol hanya
diperbolehkan menggunakan proses fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa
destilasi dalam produksinya untuk memperoleh kadar alkohol yang diinginkan.

Pada setiap kemasan atau botol Minuman Beralkohol golongan A, B dan C yang
diproduksi untuk konsumsi di dalam negeri wajib dilengkapi label, lebel wajib
menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin dan sekurang-kurangnya
memuat keterangan mengenai, nama produk; kadar alkohol; daftar bahan yang
digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi;
tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa; pencantuman tulisan "Minuman Beralkohol".
Pada label Minuman Beralkohol golongan A, B dan C yang diproduksi di dalam negeri
dilarang mencantumkan kata "halal".

Larangan dalam importasi minuman beralkohol antara lain:


 Mengimpor Minuman Beralkohol yang isi kemasannya kurang dari 180 (seratus
delapan puluh) ml, kecuali untuk keperluan penjualan dikamar hotel.
 Bahan baku Minuman Beralkohol dalam bentuk konsentrat dilarang diimpor.
 Minuman Beralkohol yang tidak termasuk Minuman Beralkohol golongan A, B dan
C dilarang diimpor.
 Siapapun dilarang membawa Minuman Beralkohol golongan A, B dan C dari luar
negeri sebagai barang bawaan, kecuali untuk dikonsumsi sendiri sebanyak-
banyaknya 1000 (seribu) ml per orang dengan isi kemasan tidak kurang dari 180
(seratus delapan puluh) ml.

Pengecer atau Penjual Langsung Untuk Diminum dilarang menjual Minuman Beralkohol
golongan A, B dan C, kecuali kepada Warga Negara Indonesia yang telah berusia 21
(dua puluh satu) tahun yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan Warga
Negara Asing yang telah dewasa.
Toko Bebas Bea dilarang menjual Minuman Beralkohol golongan B dan C, kecuali
secara eceran kepada Anggota Korps Diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1957; Tenaga (Ahli) Bangsa Asing yang
bekerja pada Lembaga-lembaga Internasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1955; Mereka yang akan bepergian ke
luar negeri; dan Mereka yang baru tiba dari luar negeri.

Larangan
 Melakukan pengemasan ulang (repacking), atau melakukan proses produksi dengan
cara pengenceran dan atau pencampuran dengan ethanol (C2H5OH).
 Memproduksi Minuman Beralkohol yang isi kemasannya kurang dari 180 (seratus
delapan puluh) ml, kecuali untuk memenuhi kebutuhan penjualan langsung untuk
diminum dikamar hotel
 Menyimpan dan menggunakan ethanol (C2H5OH) sebagai bahan baku dalam
pembuatan Minuman Beralkohol.
 Minuman Beralkohol yang tidak termasuk Minuman Beralkohol golongan A, B dan
C diproduksi di dalam negeri.
 Bahan baku Minuman Beralkohol dalam bentuk konsentrat dilarang diimpor.
 Minuman Beralkohol yang tidak termasuk Minuman Beralkohol golongan A, B dan
C dilarang diimpor.
 Siapapun dilarang membawa Minuman Beralkohol golongan A, B dan C dari luar
negeri sebagai barang bawaan, kecuali untuk dikonsumsi sendiri sebanyak-
banyaknya 1000 (seribu) ml per orang dengan isi kemasan tidak kurang dari 180
(seratus delapan puluh) ml.
 Mencantumkan label halal pada kemasan minuman mengandung alkohol.

6.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pangan, dan jelaskan ketentuan impor
dan ekspor untuk Toko Bebas Bea di Indonesia.

Jawab: Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan
atau minuman. Toko Bebas Bea dilarang menjual Minuman Beralkohol golongan B dan
C, kecuali secara eceran kepada Anggota Korps Diplomatik sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1957; Tenaga (Ahli)
Bangsa Asing yang bekerja pada Lembaga-lembaga Internasional sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1955; Mereka yang
akan bepergian ke luar negeri; dan Mereka yang baru tiba dari luar negeri. Toko Bebas
Bea (Duty Free Shop) adalah perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan
Berikat dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
109/KMK.00/1993 tentang Toko Bebas Bea (Duty Free Shop), yang menjual Minuman
Beralkohol secara eceran dalam kemasan
6.3.Rangkuman
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata
dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan secara terpadu, terarah, dan
berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
makmur, baik material maupun spiritual. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman disebut Pangan.

Minuman yang beralkohol, yang lazim disebut sebagai minuman keras atau khamr adalah
produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan khamir (ragi
sacharomyces cereviciae), pada bahan yang mengandung pati atau mengandung gula
tinggi. Karena sifatnya, maka alkohol dimasukkan dalam barang yang dibatasi dan
diawasi. Pada setiap kemasan atau botol Minuman Beralkohol golongan A, B dan C
yang diproduksi untuk konsumsi di dalam negeri wajib dilengkapi label, lebel wajib
menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin dan sekurang-kurangnya
memuat keterangan mengenai, nama produk; kadar alkohol; daftar bahan yang
digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi;
tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa; pencantuman tulisan "Minuman Beralkohol
7. Kegiatan Belajar (KB) 6

PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

7.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup,bahwa Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerah kan
Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan
rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap
menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk
hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Pancasila,
sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang
memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup
akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia,
manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan
lahir dan kebahagiaan batin.

Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang
selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian,
dan keseimbangan yang dinamis.
Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas
wilayah wewenang pengelolaannya.
Di antara dampak yang timbul dari kegiatan ini, yang sengat menonjol adalah masalah
pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan menurut pengertian dalam Undang-
Undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, menegaskan bahwa, Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku ada beberapa barang-barang yang berbahaya bagi
lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah, dan Radioaktif.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 26 November 2001 Tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dengan meningkatnya kegiatan
pembangunan di berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan, terdapat
kecenderungan semakin meningkat pula penggunaan bahan berbahaya dan beracun;
Sampai saat ini terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, akan tetapi masih belum cukup memadai
terutama untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup;
Untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan
manusia, dan makhluk hidup lainnya diperlukan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun secara terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Pengaturan pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan atau mengurangi risiko
dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pengelolaan B3 yang tidak termasuk dalam lingkup Peraturan Pemerintah ini adalah
pengelolaan bahan radioaktif, bahan peledak, hasil produksi tambang serta minyak dan
gas bumi dan hasil olahannya, makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan
lainnya, perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika, bahan sediaan farmasi,
narkotika, psikotropika, dan prekursornya serta zat adiktif lainnya, senjata kimia dan
senjata biologi.
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Setiap orang yang melakukan
kegiatan ekspor B3 yang terbatas dipergunakan, wajib menyampaikan notifikasi ke
otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang bertanggung
jawab. Ekspor B3 hanya dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan dari otoritas
negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang bertanggung jawab.
Persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab merupakan dasar untuk penerbitan atau
penolakan izin ekspor dari instansi yang berwenang di bidang perdagangan.
Pengertian.
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya;
Tata cara notifikasi ditetapkan dengan Keputusan Kepala instansi yang bertanggung
jawab.Setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat Lembar Data Keselamatan
Bahan (Material Safety Data Sheet). Setiap penanggung jawab pengangkutan,
penyimpanan, dan pengedaran B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan
(Material Safety Data Sheet). Pengangkutan B3 wajib menggunakan sarana
pengangkutan yang laik operasi serta pelaksanaannya sesuai dengan tata cara
pengangkutan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Persyaratan sarana pengangkutan dan tata cara pengangkutan ditetapkan oleh instansi
yang berwenang di bidang transportasi.

Setiap B3 yang dihasilkan, diangkut, diedarkan, disimpan wajib dikemas sesuai dengan
klasifikasinya. Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label serta dilengkapi
dengan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet). Tata cara
pengemasan, pemberian simbol dan label ditetapkan dengan Keputusan Kepala instansi
yang bertanggung jawab.
Wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 dilakukan oleh instansi yang
bertanggung jawab dan instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing. Dalam hal tertentu, wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3
dapat diserahkan menjadi urusan daerah Propinsi/Kabupaten/Kota. Penyerahan
wewenang pengawasan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab dan atau
instansi yang berwenang di bidang tugasnya masing-masing. Pengawas dalam
melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 wajib dilengkapi tanda
pengenal dan surat tugas yang dikeluarkan oleh instansi yang bertanggung jawab dan
instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib:
 mengizinkan pengawas untuk memasuki lokasi kerja dan membantu terlaksananya
tugas pengawasan;
 mengizinkan pengawas untuk mengambil contoh B3;
 memberikan keterangan dengan benar baik lisan maupun tertulis;
 mengizinkan pengawas untuk melakukan pemotretan di lokasi kerja dan atau
mengambil gambar.

Bahan Perusak Lapisan Ozon (Ozone Depleting Substances)


Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
410/Mpp/Kep/9/1998 Tanggal 27 Januari 1998 Tentang Perubahan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 110/Mpp/Kep/1/1998 3 September 1998 Tentang
Larangan Memproduksi dan Memperdagangkan Bahan Perusak Lapisan Ozon Serta
Memproduksi dan Memperdagangkan Barang Baru Yang Menggunakan Bahan Perusak
Lapisan Ozon (Ozone Depleting Substances) Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
Republik Indonesia. Metil Bromida ditetapkan sebagai salah satu bahan perusak lapisan
ozon yang dilarang diproduksi dan diperdagangkan; mengingat Metil Bromida masih
diperlukan sebagai fumigan untuk karantina, penggunaan di gudang dan pra pengapalan
dan sesuai dengan pengecualian dari Copenhagen Amandemen, penggunaan bahan
tersebut tetap diperkenankan. Khusus Metil Bromida No. HS. 2903.30.000
diperkenankan untuk diperdagangkan, sepanjang penggunaannya sebagai fumigan untuk
karantina, di gudang dan pra pengapalan. Metil Bromida yang diperdagangkan wajib
mencantumkan label dengan tulisan digunakan hanya untuk karantina, di gudang dan pra
pengapalan.

Pasir Laut
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 Tahun 2002 tanggal
23 Mei 2002 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Pungusahaan Pasir Laut
Kegiatan penambangan, pengerukan, pengangkutan, dan perdagangan pasir laut,yang
selama ini berlangsung tidak terkendali, telah menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir
dan laut, keterpurukan nelayan dan pembudidaya ikan, serta jatuhnya harga pasir laut;
Untuk mencegah dampak negatif dan untuk melindungi dan member-dayakan nelayan,
pembudidaya ikan , dan masyarakat pesisir umumnya, serta memperbaiki nilai jual pasir
laut, perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pengusahaan pasir laut;
Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan terhadap pengusahaan pasir laut masih
diselenggarakan secara sektoral sehingga penegakan hukum belum terkoordinasi
sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Pengertian
Pasir laut adalah bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang
tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau golongan B dalam jumlah yang
berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Perusakan laut adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau
hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan laut.

Perdaganan Ekspor Pasir Laut


Ekspor pasir laut ditetapkan menjadi komoditi yang diawasi tata niaga ekspornya. Pasir
laut yang ditetapkan sebagai komoditi yang diawasi tata niaga ekspornya dapat diubah
menjadi komoditi yang dilarang ekspornya setelah mempertimbangkan usulan dari Tim
Pengendali dan Pengawas Pengusahaan Pasir Laut. Ekspor pasir laut hanya dapat
dilakukan oleh perorangan atau badan hukum setelah mendapatkan persetujuan ekspor
dari menteri yang bertanggung jawab dibidang perindustrian dan perdagangan.

Bahan-Bahan Galian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 Tanggal
15 Agustus 1980 Tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian Dengan mencabut
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1964 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian
(Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 57);
Bahan-bahan galian terbagi atas tiga golongan:
a. Golongan bahan galian yang strategis adalah:
- minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam;
- bitumen padat, aspal;
- antrasit, batubara, batubara muda;
- uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktip lainnya;
- nikel, kobalt;
- timah.

b. Golongan bahan galian yang vital adalah:


- besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan;
- bauksit, tembaga, timbal, seng;
- emas, platina, perak, air raksa, intan;
- arsin, antimon, bismut;
- yttrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya;
- berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa;
- kriolit, fluorpar, barit;
- yodium, brom, khlor, belerang;

c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b adalah:


- nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite);
- asbes, talk, mika, grafit, magnesit;
- yarosit, leusit, tawas (alum), oker;
- batu permata, batu setengah permata;
- pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit;
- batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth);
- marmer, batu tulis;
- batu kapur, dolomit, kalsit;
- granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-
unsur mineral golongan a amupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari
segi ekonomi pertambangan.

Pemegang Kuasa Pertambangan wajib memasang alat pantau produksi pada kapal yang
telah didaftarkan. Nakhkoda kapal wajib mengaktifkan dan memelihara alat pantau
produksi agar berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Setiap pelanggaran atas kewajiban dalam pengusahaan pasir laut yang ditemukan dalam
pelaksanaan operasi pengawasan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bagi bahan-bahan galian sepanjang terletak di lepas
pantai, izin usaha pertambangannya diberikan oleh Menteri.

Pabrikasi Pelumas dan Pengolahan Pelumas Bekas Serta Penetapan Mutu Pelumas
Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1693 K/34/Mem/2001
Tanggal 22 Juni 2001 Tentang Pelaksanaan Pabrikasi Pelumas Dan Pengolahan Pelumas
Bekas Serta Penetapan Mutu Pelumas Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001 Tanggal 22 Juni 2001, dan
Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Tentang Pelaksanaan Pabrikasi
Pelumas Dan Pengolahan Pelumas Bekas Serta Penetapan Mutu Pelumas.

Pengertian
Pelumas Bekas adalah pelumas yang pernah dipakai dan atau tidak memenuhi spesifikasi
dan/atau mutu pelumas yang ditetapkan. Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) adalah nomor
yang diberikan oleh Direktur Jenderal terhadap Pelumas dengan Nama Dagang Pelumas
yang didaftarkan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Nama Dagang Pelumas
adalah merek dari suatu Pelumas disertai identitas klasifikasi mutu dan ketentuan yang
dicantumkan pada Kemasan Pelumas dan atau sertifikat mutu atau dokumen pelumas.
Daftar Umum Pelumas adalah daftar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal mengenai
NPT, memuat Nama Dagang Pelumas yang dapat diedarkan dan dipasarkan di dalam
negeri serta keterangan penggunaan dan klasifikasinya. Pengemasan Pelumas, adalah
kegiatan atau usaha menempatkan Pelumas yang diperoleh bukan dari hasil Pabrikasi
Pelumas (Blending) milik sendiri ke dalam Kemasan Pelumas. Kemasan Pelumas adalah
wadah atau tempat berukuran tertentu untuk menempatkan
Pelumas disertai identitas Pelumas antara lain tentang klasifikasi mutu dan kekentalan,
nama Perusahaan, Nomor Batch, NPT dan tujuan penggunaan yang ditempelkan dan/atau
dituliskan pada kemasan tersebut. Laboratorium Uji adalah laboratorium yang
mempunyai kemampuan teknis dan tenaga ahli untuk melaksanakan pengujian mutu
Pelumas dan telah mendapatkan akreditasi dari instansi yang berwenang.
Sebelum mendapatkan izin usaha untuk mendirikan pabrik dan melaksanakan Pabrikasi
Pelumas (Blending) dan atau Pengolahan Pelumas Bekas dari Menteri yang
bertanggungjawab di bidang perindustrian, Perusahaan terlebih dahulu wajib mendapat
pertimbangan tertulis dari Menteri.
Limbah
Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat yang
dilaksanakan melalui rencana pembangunan jangka panjang yang bertumpu pada
pembangunan di bidang industri. Pembangunan di bidang industri tersebut di satu pihak
akan menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, dan di lain
pihak industri itu juga akan menghasilkan limbah.
Untuk mengindentifikasi limbah sebagai limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologi atas limbah tersebut. Pengujian ini
meliputi karakterisasi limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau mudah terbakar dan
atau bersifat reaktif, dan atau beracun dan atau menyebabkan infeksi, dan atau bersifat
korosif.
Sedangkan uji toksikologi digunakan untuk mengetahui nilai akut dan atau kronik
limbah. Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengetahui
hubungan dosis-respon antara limbah dengan kematian hewan uji untuk menetapkan nilai
LD50. Apabila suatu limbah tidak tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah ini,
lolos uji karakteristik limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), lolos uji LD50, dan
tidak bersifat kronis maka limbah tersebut bukan limbah bahan beracun dan berbahaya
(B3), namun pengelolaannya harus memenuhi ketentuan. Limbah bahan beracun dan
berbahaya (B3) yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya
terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Mengingat resiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan industri dapat
meminimalkan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) yang dihasilkan dan
mencegah masuknya limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dari luar Wilayah
Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam pengawasan perpindahan lintas batas limbah B3
telah meratifikasi Konvesi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden
Nomor 61 Tahun 1993.
Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3
yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola secara khusus.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing
merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu Penghasil Limbah B3;
Pengumpul Limbah B3; Pengangkut Limbah B3; Pemanfaat Limbah B3; Pengolah
Limbah B3; Penimbun Limbah B3.

Pengertian
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan; Limbah bahan berbahaya dan beracun,
disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
Sedangkan ketentuan nasional ada beberapa yang mengatur tentang limbah yakni :
 Undang undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan tentang lingkungan hidup
tanggal 19 september 1997 sbg. pengganyi undang undang No 4 tahun 1982
 Peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 tanggal 7 oktober 1999 tentang
pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya sebagai pengganti peraturan
pemerintah nomor 18 tahun 1999.
 Surat keputusan menteri perdagangan dan perindustrian Nomor 230/MPP/Kep/7/
1997 tanggal 4 juli 1997 tentang barang yang diatur tata niaga impornya .
 Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 231/MPP/KEP/7/
1997 tanggal 4 juli 1997 tentang Prosedure Impor Limbah.
Dari berbagai ketentuan di atas limbah dapat diartikan sebagai bahan sisa pada suatu
kegiatan dan atau proses produksi, sedangkan limbah bahan beracun dan berbahaya
adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak dan atau dapat membahayakan kesehatan umat manusia. Limbah
bahan beracun dan berbahaya mengandung beberapa karakteristik yaitu Mudah Meledak,
dan Mudah Terbakar.
Limbah Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia
dan lingkungan . limbah bahan beracun dan berbahaya ini dapat menyebabkan kematian
dan yang serius pada semua organisme hidup, apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit, atau mulut . Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat
menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching
Prosedure). Pencemar organic dan an organic dalam limbah.

Limbah jenis lainnya


Limbah jenis lainnya adalah limbah lain yang apabila diujii dengan metode toksilogi
dapat diketahui termasuk dalam jenis limbah B3, misalnya dengan metode LD 50(Lethal
Dose Fifty), yaitu perhitungan dosis (Gram pencemar per kilogram berat bahan) yang
dapat menyebabkan kematian 50% populasi mahluk hidup yang dijadikan percobaan.

Menteri Perindustrian dan Perdagangan atas persetujuan Kepala Badan Pengendalian


dampak lingkungan telah menyepakati tentang limbah bahan beracun dan berbahaya yang
masih dimungkinkan untuk diimpor, yaitu:
 Sisa dan skrap timah hitam (HS 7802.00.0000)
 Sisa dan skrap dari sel primer, baterei primer, dan akumulator listrik, sel primer habis
pakai, baterai primer habis pakai dan akimulator listrik habis pakai (HS 8548.10.000)

Dari sisi status perusahaan dikenal tiga macam importir limbah:


 Importir umum limbah adalah importir umum yang diakui dan disetujui oleh
direktorat Jenderal Perdagangan Internasional untuk mengimpor limbah ada sejumlah
18 (delapan belas )tarip pos yang diizinkan untuk diimpor
 Importir Produsen Limbah Bahan beracun dan berbahaya adalah produsen yg diakui
dan disetujui oleh menteri perindustrian dan perdagangan untuk mengimpor sendiri
limbah bahan beracun dan berbahaya diperlukan hanya untuk semata mata keperluan
proses produksinya ada 2 macam tarip pos yang diizinkan untuk diimpor.
 Importir produsen limbah non bahan beracun dan berbahaya,adalah produsen yang
diakui dan disetujui oleh direktorat jenderal perdagangan internasional untuk
mengimpor sendiri limbah bahan beracun dan berbahaya yang diperlukan hanya untuk
semata mata keperluan proses produksinya.ada 2 macam tarip pos yang diizinkan
untuk diimpor.

Ketentuan larangan dan pembatasan untuk mengimpor limbah beracun dan berbahaya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 yakni:
 Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan beracun dan berbahaya
 Pengangkutan limbah bahan beracun dan berbahaya dari luar negeri melalui wilayah
negara RI dengan transit wajib memiliki persetujuan tertulis dari kepala badan
pengendalian dampak lingkungan.
 Pengangkutan limbah bahan beracun dan berbahaya dari luar negeri melalui wilayah
negara RI wajib diberitahukan terlebih dulu.
 Pengiriman limbah bahan beracun dan berbahaya ke luar negeri dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pengimpor dan juga dari
kepala badan pengendalian lingkungan.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata niaga impr limbah ditetapkan oleh menteri
perindustrian dan perdagangan setelah mendapat persetujuan dari kepala badan
pengendalian dampak lingkungan.

Ketentuan Pidana
Setiap orang yang melanggar ketentuan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan
atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana berdasarkan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hal terdapat B3
yang telah beredar tetapi belum diregistrasikan maka wajib diregistrasikan oleh
penyimpan, pengedar dan atau pengguna menurut ketentuan.
7.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan barang atau benda apa saja yang dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan hidup. Jelaskan ketentuan pengawasan atau penegakan hukumnya atas salah
satu barang atau benda yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup, dan
merugikan manusia.

Jawab:Yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup, adalah Bahan-bahan


berbahaya bagi kesehatan masyarakat (meliputi: bahan berbahaya dan beracun/B3; Bahan
perusak lapisan ozon; pasir laut, pelumas, dan pupuk); Limbah; dan Radio Aktif.
Pengawasan atau penegakan hukumnya dengan cara menetapkan ketentuan larangan dan
pembatasan untuk mengimpor limbah beracun dan berbahaya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 yakni setiap orang dilarang melakukan impor limbah
bahan beracun dan berbahaya; pengangkutan limbah bahan beracun dan berbahaya dari
luar negeri melalui wilayah negara RI dengan transit wajib memiliki persetujuan tertulis
dari kepala badan pengendalian dampak lingkungan.; pengangkutan limbah bahan
beracun dan berbahaya dari luar negeri melalui wilayah negara RI wajib diberitahukan
terlebih dulu.; pengiriman limbah bahan beracun dan berbahaya ke luar negeri dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pengimpor dan
juga dari kepala badan pengendalian lingkungan.; dan ketentuan lebih lanjut mengenai
tata niaga impr limbah ditetapkan oleh menteri perindustrian dan perdagangan setelah
mendapat persetujuan dari kepala badan pengendalian dampak lingkungan.

7.3.Rangkuman
Untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan
manusia, dan makhluk hidup lainnya diperlukan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun secara terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Pengaturan pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan atau mengurangi risiko
dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya;
Metil Bromida ditetapkan sebagai salah satu bahan perusak lapisan ozon yang dilarang
diproduksi dan diperdagangkan; mengingat Metil Bromida masih diperlukan sebagai
fumigan untuk karantina, penggunaan di gudang dan pra pengapalan dan sesuai dengan
pengecualian dari Copenhagen Amandemen, penggunaan bahan tersebut tetap
diperkenankan. Khusus Metil Bromida No. HS. 2903.30.000 diperkenankan untuk
diperdagangkan, sepanjang penggunaannya sebagai fumigan untuk karantina, di gudang
dan pra pengapalan. Metil Bromida yang diperdagangkan wajib mencantumkan label
dengan tulisan digunakan hanya untuk karantina, di gudang dan pra pengapalan. Ekspor
pasir laut ditetapkan menjadi komoditi yang diawasi tata niaga ekspornya. Pasir laut yang
ditetapkan sebagai komoditi yang diawasi tata niaga ekspornya dapat diubah menjadi
komoditi yang dilarang ekspornya setelah mempertimbangkan usulan dari Tim
Pengendali dan Pengawas Pengusahaan Pasir Laut. Ekspor pasir laut hanya dapat
dilakukan oleh perorangan atau badan hukum setelah mendapatkan persetujuan ekspor
dari menteri yang bertanggung jawab dibidang perindustrian dan perdagangan. Setiap
pelanggaran atas kewajiban dalam pengusahaan pasir laut yang ditemukan dalam
pelaksanaan operasi pengawasan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bagi bahan-bahan galian sepanjang terletak di lepas
pantai, izin usaha pertambangannya diberikan oleh Menteri.
Pelumas disertai identitas Pelumas antara lain tentang klasifikasi mutu dan kekentalan,
nama Perusahaan, Nomor Batch, NPT dan tujuan penggunaan yang ditempelkan dan/atau
dituliskan pada kemasan tersebut. Laboratorium Uji adalah laboratorium yang
mempunyai kemampuan teknis dan tenaga ahli untuk melaksanakan pengujian mutu
Pelumas dan telah mendapatkan akreditasi dari instansi yang berwenang.
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan; Limbah bahan berbahaya dan beracun,
disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
Selain itu, bahan nuklir harus dimiliki dan dikuasai oleh negara, sedangkan jual beli
bahan tersebut sudah dilakukan secara internasional sehingga persyaratan yang harus
dimiliki oleh negara akan menghambat perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir.
8. Test Formatif
Pilihlah jawaban yang saudara anggap paling benar, dengan cara memberi tanda bulatan
atau lingkaran pada salah satu huruf yang tersedia didepan kalimat soal pilihan ganda.

1. Narkotika golongan I yaitu golongan narkotika yang mempunyai potensi sangat


tinggi yang mengakibatkan ketergantungan, dan ...
a hanya dapat dipergunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
untuk terapi
b berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi
c berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan
d berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

2. Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat aktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku adalah ...
a prekusor
b narkotika
c psikotropika
d obat tradisional

3. Zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam memproses
pembuatan narkotika atau psikotropika adalah ...
a bahan narkotik
b bahan psikotropika
c bahan obat narkotika dan psikotropika
d prekursor
4. Berdasarkan undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dan peraturan
pemerintah no. 72 tahun 1998 tentang penanganan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah ...
a obat, alat mendiagnosa
b bahan obat, instrumen
c kosmetika, dan obat tradisionil
d obat tradisionil, alat meringankan penyakit

5. Salah satu ketentuan impor sediaan farmasi dan alat kesehatan dilindungi oleh
certificate of analysis dari instansi yang berwenang di negara pengekspor (pabrik
yang memproduksi), mengirim contoh ke badan pengawas obat dan makanan (pom),
bila tidak memiliki ‘certificate of analysis’ maka pejabat bea dan cukai dapat
mengambil contoh ...
a obat jadi masing-masing 5 bungkus, bahan obat masing-masing 50 sampai
dengan 100 gram
b obat jadi masing-masing 5 bungkus, bahan obat masing-masing 50 gram
c obat jadi masing-masing 5 bungkus, bahan obat masing-masing 100 gram
d obat jadi masing-masing 10 bungkus, bahan obat masing-masing 100 gram

6. Golongan minuman beralkohol, untuk golongan B adalah minuman beralkohol


dengan kadar ethanol ...
a. dari 5% sampai dengan 20%
b. lebih dari 5% sampai dengan 20%
c. dari 10% sampai dengan 20%
d. lebih dari 10% sampai dengan 20%

7. Barang-barang berbahaya bagi lingkungan hidup, meliputi ...


a B3, limbah, dan radio aktif
b Non B3, B3, dan radio aktif
c Bahan-bahan berbahaya, Non B3, dan B3
d Bahan-bahan berbahaya, limbah, dan radio aktif
8. Ada tiga macam importir limbah melakukan kegiatan impor di Indonesia, yaitu ...
a Importir umum limbah, importir produsen limbah B3, importir produsen limbah
non B3
b Importir umum limbah, importir produsen limbah, importir produsen non limbah
c Importir limbah, importir produsen limbah , importir produsen non limbah
d Importir umum limbah, importir produsen limbah B3, importir limbah radio aktif

9. Berdasarkan Undang-undang no. 7 tahun 1996 tanggal 4 Nopember 1996 tentang


pangan, Undang-undang no.23 th 1992 tentang kesehatan, dan peraturan pemerintah
No. 329/Menkes/Per/1985 tentang makanan kadaluarsa, ketentuan impor makanan
dan minuman sebelum impor harus didaftarkan dahulu pada badan POM, impor harus
mendapatkan izin impor dari badan POM, dilampiri sertifikat kesehatan, dan
dilampiri...
a. nama perusahaan yang memproduksi
b. negara asal barang yang di impor
c. label dengan memuat keterangan yang jelas tentang obat tersebut
d. nama perusahaan yang mengimpor

10. Ketentuan larangan dan pembatasan untuk mengimpor limbah beracun dan berbahaya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 yakni:
a. Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan beracun dan berbahaya
b. Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.
c. Setiap orang dilarang melakukan impor bahan berbahaya dan beracun.
d. Setiap orang dilarang melakukan impor bahan beracun dan berbahaya
9. Kunci Jawaban Test Formatif

1. a 6. b
2. c 7. d
3. d 8. a
4. c 9. c
5. a 10. a

10. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang disediakan pada modul ini. Hitung
jawaban Anda yang kedapatan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui
tingkat pemahaman terhadap materi. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan
hasil perhitungan sesuai rumus dengan hasil pencapaian prestasi belajar sebagaimana data
pada kolom dibawa ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori “Baik”), maka


disarankan mengulangi materi.
11. Daftar Pustaka

1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 Tanggal 15 Nopember 2006 tentang


Perubahan Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 Tanggal 30 Desember 1995
tentang Kepabeanan.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Tahun 1997
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671);
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations
Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychothropic Substances,
1998 (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran
Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1998) (Lembaran Negara Tahun 1997 No.17,
Tambahan Lembar Negara No. 3673);
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
7. Undang undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup,
tanggal 19 september 1997 sebagai pengganti undang– undang no. 4 tahun 1982.
8. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1997, Tentang Ketenaga nukliran
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/MENKES/SK/VIII/1997 tanggal 25
Agustus 1997 tentang Jenis Prekursor Psikotropika.
10. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.
HK.00.06.6.03181 tanggal 18 Desember 1997 tentang pemantauan Prekursor
Psikotropika.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 890/MENKES/SK/VIII/199824 Agustus
1998 tentang Jenis Prekursor Narkotika.
12. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP–32/BC/2001 Tentang
Pengawasan Impor dan Ekspor Prekursor
13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor :
HK.00.05.35.02771 Tentang Pemantauan dan Pengawasan Prekursor
14. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.350.02770 tentang Penambahan Jenis Prekursor Tahun 2002.
15. Keputusan Menteri Peraturan pemerintah nomor 85 tahun 1999 tanggal 7 oktober
1999 tentang pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya sebagai pengganti
peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1999.
16. Surat keputusan menteri perdagangan dan perindustrian Nomor 230/MPP/Kep
/7/1997 tanggal 4 juli 1997 tentang barang yang diatur tata niaga impornya .
17. Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 231/MPP/KEP
/7/1997 tanggal 4 juli 1997 tentang Prosedur Impor Limbah.
18. Perindustrian dan Perdagangan RI No.254/MPP/KEP/7/2000 tanggal 4 Juli 2000 ttg
Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu Tgl.4 Juli 2000
19. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan
Pendaftaran Obat Jadi Impor, dan
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran
Obat Tradisional Impor.
22. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian
Minuman Beralkohol
23. Peraturan Pemerintah No. 5 Th 1998 Tentang Nomor Pokok Pengusaha Kena Cukai
24. Keputusan Menkes Nomor 282/Menkes/SK/1998 Tentang Standar Mutu Produksi
Minuman Beralkohol
25. Peraturan Menkes Nomor 86/Menkes/SK/1997 Tentang Penggolongan Minuman
Beralkohol
26. Keputusan Memperindag Nomor 359/MPP/KEP/10/1997 Tentang Pengawasan dan
Pengendalian Produksi, Impor, Pengedaran, Penjualan Minuman Beralkohol
27. Keputusan Memperindag Nomor 360/MPP/KEP10/1997 Tentang Tata Cara
Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol.
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun1 999 Tentang Label
Dan Iklan Pangan
29. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 711/Kpts/TP.270/7/1997 tentang
Perpanjangan dan Pemberian Izin Pestisida Berbahan Aktif Metil Bromida;
30. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 110/MPP/Kep/1/1998
tentang Larangan Memproduksi dan Memperdagangkan Bahan Perusak Lapisan
Ozon Serta Memproduksi dan Memperdagangkan Barang Baru Yang Menggunakan
Bahan Perusak Lapisan Ozon (Ozone Depleting Substances)
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................................. i
Daftar Isi .......................................................................................................................... ii

MODUL III
KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN (KBLP)
UNTUK KEPENTINGAN PERLINDUNGAN FLORA, FAUNA, CITES,
INDUSTRI PERDAGANGAN, KEUANGAN, DAN KEBUDAYAAN

6. Pendahuluan .......................................................................................................... 1
6.1. Deskripsi Singkat ......................................................................................... 1
6.2. Tujuan Pembelajaran Umum ........................................................................ 3
6.3. Tujuan Pembelajaran Khusus ...................................................................... 3
6.4. Petunjuk Pembelajaran ................................................................................. 3
7. Kegiatan Belajar (KB) 1 ......................................................................................... 4
Flora ...………….................................................................................................. 4
2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh .................................................................... 4
2.2. Latihan …………………………………………………………….……… 6
2.3. Rangkuman ……………………………………………………….……… 7
8. Kegiatan Belajar (KB) 2 ........................................................................................ 8
Fauna ….....…..……………....................…...............……………….….……... 8
3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ................................................................... 8
3.2. Latihan ……………………………………………………………….…… 13
3.3. Rangkuman …………………………………………………….………… 14
9. Kegiatan Belajar (KB) 3 ......................................................................................... 15
Cites ......…..……..……......……........………....................………….……... 15
4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ................................................................... 15
4.2. Latihan …..………………………………………………………………… 20
4.3. Rangkuman ..……………………………………………………………… 21
10. Kegiatan Belajar (KB) 4 ........................................................................................ 22
Penggolongan Barang Ekspor ....................................................................... 22
5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ................................................................. 22
5.2. Latihan …………………………………………………………………… 25
5.3. Rangkuman ……………………………………………………………… 26
11. Kegiatan Belajar (KB) 5 ................................................................................... 27
Pembawaan Uang ....................................................................................... 27
6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh .............................................................. 27
6.2. Latihan …………………………………………………………………… 33
6.3. Rangkuman ……………………………………………………………… 34
12. Kegiatan Belajar (KB) 6 ..................................................................................... 35
Money Laundering .......................................................................................... 35
7.1 Uraian, Contoh dan Non Contoh . ............................................................... 35
7.2. Latihan ………………………………………………………………….… 41
7.3. Rangkuman …………………………………………………….………… 42
13. Kegiatan Belajar (KB) 7
..................................................................................... 43
Deteksi Uang Palsu …..................................................................................... 43
8.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ................................................................. 43
8.2. Latihan ………………………………………………………………….… 50
8.3. Rangkuman …………………………………………….………………… 51
14. Kegiatan Belajar (KB) 8 ..................................................................................... 52
Benda Cagar Budaya, dan Situs ......................................................................... 52
9.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh ................................................................ 52
9.2. Latihan ……………………………………………………………….… 55
9.3. Rangkuman ..………………………………………….………………… 56
10. Test Formatif …………………………………………………….…………… 57
11. Kunci Jawaban Test Formatif ………………………………….……….……. 60
12. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ………………………………….……….…. 60
13. Daftar Pustaka . ….………………………………………………..….……...… 61
MODUL III

KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN (KBLP)


UNTUK KEPENTINGAN PERLINDUNGAN FLORA, FAUNA, CITES,
INDUSTRI PERDAGANGAN, KEUANGAN, DAN KEBUDAYAAN

1. Pendahuluan
1.1.Deskripsi Singkat
Pengawasan terhadap peredaran flora dan fauna yang dilindungi merupakan tanggung
jawab bersama seluruh masyarakat Indonesia. Namun sesuai fungsinya sebagai
Community protector maka pejabat Bea dan Cukai yang merupakan orang pertama
mengidentifikasi masuknya segala hal kedalam negeri ini mendapatkan mandat untuk
melakukan pengawasan terhadap masukknya flora fauna yang dilindungi ke Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya pejabat Bea dan Cukai menggunakan peraturan yang
dititipkan oleh pihak yang berwenang terhadap peredaran flora dan fauna yaitu dalam
skala nasional adalah Departemen Kehutanan dan Departeen Pertanian, sedangkan untuk
skala internasional adalah CITES.
Dewasa ini dunia sedang dihadapkan dengan permasalahan yang sangat kompleks, mulai
dari masalah moral, keamanan sampai dengan masalah lingkuan hidup. Perusakan
lingkungan yang terjadi dewasa ini sungguh sangat mengkhawatirkan. Penggundulan
hutan-hutan, pencemaran lingkungan menyebabkan rusaknya habitat-habitat asli yang
seharusnya kita jaga. Rusaknya habitat tersebut mengganggu keseimbangan ekosistem
sehingga mengancam kelangsungan hidup beberapa jenis flora dan fauna.
Negara-negara di dunia sangat memperhatikan masalah ini. Dalam kaitannya dengan
perdagangan, negara-negara maju tidak menerima produk dari suatu negara yang dalam
proses pembuatannya menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal lain yang dilakukan
adalah, negara-negara di dunia melakukan pengawasan terhadap flora dan fauna yang
tergolong langka. Di indonesia sendiri, yang nota bene merupakan negara dengan
keanekaragaman hayati yang sangat banyak, telah membuat peraturan-peraturan yang
membahas masalah peredaran flora dan fauna langka ini. Salah satunya dengan
melakukan pengawasan ketat dalam hal impor ekspor flora dan dan fauna langka, masalah
inilah yang akan kita bahas lebih lanjut dalam modul ini.
Dengan adanya tren perdagangan perekonomian dunia yang mengarah pada konsep
perdagangan bebas, maka tidak hanya lalu lintas barang, jasa, ataupun orang saja, tetapi
arus lalu lintas uang juga makin ramai keluar masuk daerah pabean Indonesia. Maka
dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang supaya dapat
berjalan secara efektif, menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah serta dalam
rangka pengawasan terhadap lalu lintas peredaran uang termasuk pengawasan terhadap
uang palsu kedalam daerah pabean Indonesia, diperlukan peningkatan pengetahuan
pegawai Bea dan Cukai sesuai bidangnya masing-masing.
Dalam konteks kebudayaan dan Benda Cagar Budaya mempunyai arti penting bagi bangsa
karena merupakan warisan budaya bangsa yang dapat membangkitkan kebanggaan
Nasional dan kesadaran akan jati diri bangsa sehingga harus dilestarikan dan dilindungi.
Sebagian besar benda cagar budaya suatu bangsa adalah hasil ciptaan bangsa itu pada
masa lalu yang dapat menjadi sumber kebanggaan bangsa yang bersangkutan.
Oleh karena itu pelestarian benda cagar budaya Indonesia merupakan ikhtiar untuk
memupuk kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa yang
banyak dipengaruhi oleh pengetahuan tentang masa lalu bangsa yang bersangkutan
sehingga keberadaan kebangsaan itu masa kini dan dalam proyeksinya ke masa depan
bertahan kepada ciri khasnya sebagai bangsa yang tetap berpijak pada landasan falsafah
dan budayanya sendiri.Usaha pelestarian itu tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi
yang terkait tetapi menjadi tanggung jawab kita semua sebagai bangsa Indonesia.
Semua ciri tersebut harus menjadi bagian yang integral dari sistem dan prosedur
kepabeanan, jika DJBC ingin berperan dalam upaya pembangunan ekonomi secara umum
dalam era persaingan yang semakin tajam, era liberalisasi perdagangan dan investasi serta
globalisasi dalam arti seluas-luasnya.
Sejalan dengan itu, semakin beragamnya sentra-sentra pelayanan baik dari segi
perlindungan terhadap Intellectual Property Rights, adanya Penindakan Atas Barang Yang
Terkait Dengan Terorisme, adanya ketentuan Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk
Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, Bea Masuk Pembalasan, Kejahatan Lintas
Negara, dan adanya kemudahan berupa self Assessment, maka secara ringkas DJBC
diharapkan dapat do more with less, berbuat lebih banyak dengan biaya lebih rendah.

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu melaksanakan dan
menjelaskan Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk Kepentingan
Perlindungan Flora, Fauna, Cites; Industri Perdagangan, Keuangan; dan Kebudayaan
atas pelaksanaan penyelesaian pelanggaran Kepabeanan dan Cukai secara optimal.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Bahan ajar atau Modul Ketentuan Barang Larangan dan Pembatasan (KBLP) untuk
Kepentingan Perlindungan Flora, Fauna, Cites; Industri Perdagangan, Keuangan; dan
Kebudayaan ini bermanfaat bagi peserta didik dan/atau peserta Diklat sebagai pedoman
dalam mengikuti ujian, evaluasi pembelajaran dan nantinya berguna bagi peserta DTSS
I dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sewaktu bekerja sesuai bidang
spesialisasinya.

1.4. Petunjuk Pembelajaran


Baca dan pelajari modul ini dengan seksama serta teliti dan pada bagian berupa data,
definisi, pengertian, hal-hal yang dianggap penting agar dihafal dengan baik. Pelajari
terlebih dahulu sistematika penyajian modul, latar belakang, diskripsi singkat, tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
Kerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar, dalam hal ada yang tidak dapat
difahami/dimengerti atas penjelasan, keterangan, data yang ada pada modul agar
dibuatkan catatan untuk ditanyakan kepada pengajar.
Setiap akan belajar untuk mata pembelajaran ini agar modul dibaca dan dipelajari,
berdasarkan sistem pembelajaran KBK (pembelajaran atau kuliah berbasiskan
kompetensi), artinya sistem ini memacu peserta diklat harus lebih aktif belajar, diskusi
dan bertanya kepada pengajar, widyaiswara, diruang pembelajaran untuk memandu
diskusi sebagai moderatur atau fasilitator, untuk memacu peserta diklat lebih maju dan
kreatif.
2. Kegiatan Belajar (KB) 1

FLORA

2.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina


Hewan, Ikan dan Tumbuhan pada tanggal 8 Juni 1992, dan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tanggal 23 April 2002 Tentang
Karantina Tumbuhan, penyelenggaraan kegiatan karantina hewan, ikan dan tumbuhan di
Indonesia telah mempunyai landasan hukum baru yang lengkap dan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan,

Setiap Media Pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu Area ke Area lain di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia, wajib, dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan
dari Area asal bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya, kecuali Media Pembawa yang
tergolong benda lain; melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah
ditetapkan; dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-
tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan Karantina Tumbuhan.
Kewajiban dikenakan terhadap setiap Media Pembawa yang dibawa atau dikirim dari
suatu Area yang tidak bebas ke Area lain yang bebas dari Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina. Penetapan Area dilakukan oleh Menteri berdasarkan hasil survei
dan pemantauan daerah sebar serta dengan mempertimbangkan hasil analisis resiko
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina.

Setiap Media Pembawa yang akan dikeluarkan dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, apabila disyaratkan oleh negara tujuan wajib dilengkapi Sertifikat Kesehatan
Tumbuhan dari tempat pengeluaran bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya, kecuali Media
Pembawa yang tergolong benda lain; melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah
ditetapkan; dilaporkan dan diserahkan kepada petugas Karantina Tumbuhan di tempat-
tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan Karantina Tumbuhan.
Pengertian
Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati,
baik belum diolah maupun telah diolah; Karantina Tumbuhan adalah tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dari luar
negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam
wilayah Negara Republik Indonesia; Instalasi Karantina Tumbuhan yang selanjutnya
disebut Instalasi Karantina adalah tempat beserta segala sarana yang ada padanya yang
digunakan untuk melaksanakan tindakan Karantina Tumbuhan;
Sertifikat Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang di negara atau Area asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa tumbuhan
atau bagian-bagian tumbuhan yang tercantum di dalamnya bebas dari Organisme
Pengganggu Tumbuhan, Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I, Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina Golongn II, dan/atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting serta telah
memenuhi persyaratan Karantina Tumbuhan yang ditetapkan dan/atau menyatakan
keterangan lain yang diperlukan;

Tindakan Karantina Tumbuhan


Setiap Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia
dikenakan tindakan Karantina Tumbuhan. Setiap Media Pembawa yang dibawa atau
dikirim dari suatu Area yang tidak bebas ke Area lain yang bebas di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia dikenakan tindakan Karantina Tumbuhan. Setiap Media
Pembawa yang akan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan
tindakan Karantina Tumbuhan apabila disyaratkan oleh negara tujuan.
Tindakan Karantina Tumbuhan dilakukan oleh petugas Karantina Tumbuhan berupa
pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan
dan pembebasan. Pemeriksaan meliputi, pemeriksaan administratif untuk mengetahui
kelengkapan, kebenaran isi, dan keabsahan dokumen persyaratan; dan pemeriksaan
kesehatan untuk mendeteksi kemungkinan adanya Organisme Pengganggu Tumbuhan
dan/atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Pemeriksaan kesehatan dapat
dilakukan secara visual dan/atau laboratoris.
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan ternyata Media Pembawa tersebut :
 tidak bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan II, maka
terhadap Media Pembawa tersebut dilakukan perlakuan di atas alat angkut;
 tidak bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I, busuk,
rusak atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya, maka terhadap Media
Pembawa tersebut dilakukan penolakan dan dilarang diturunkan dari alat angkut yang
membawanya;
 bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, maka Media Pembawa
tersebut dapat diturunkan dari alat angkut yang membawanya.
Dokumen tindakan Karantina Tumbuhan yang wajib segera disampaikan kepada Pemilik
dan/atau pihak lain yang berkepentingan antara lain :
 Surat Keterangan Masuk Karantina ;
 Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri;
 Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Domestik;
 Sertifikat Karantina Tumbuhan Domestik;
 Phytosanitary Certificate;
 Phytosanitary Certificate for Re-Export;
 Fumigation Certificate;
 Berita Acara Pemusnahan;
 Surat Penahanan;
 Surat Penolakan;
 Laporan Pemeriksaan Kapal;
 Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan.

2.2. Latihan
Pertanyaan: Suatu kegiatan atau pergerakan Flora dari suatu area menuju ke area yang
bebas media pembawa, dari suatu area menuju keluar daerah pabean Indonesia, atau dari
luar daerah pabean Indonesia masuk kedalam daerah pabean Indonesia, jelaskan
kaitannya dengan ketentuan larangan dan pembatasan.
Jawab: Setiap Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik
Indonesia dikenakan tindakan Karantina Tumbuhan. Setiap Media Pembawa yang dibawa
atau dikirim dari suatu Area yang tidak bebas ke Area lain yang bebas di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia dikenakan tindakan Karantina Tumbuhan. Setiap Media
Pembawa yang akan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan
tindakan Karantina Tumbuhan apabila disyaratkan oleh negara tujuan.
Tindakan Karantina Tumbuhan dilakukan oleh petugas Karantina Tumbuhan berupa
pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan
dan pembebasan. Pemeriksaan meliputi, pemeriksaan administratif untuk mengetahui
kelengkapan, kebenaran isi, dan keabsahan dokumen persyaratan; dan pemeriksaan
kesehatan untuk mendeteksi kemungkinan adanya Organisme Pengganggu Tumbuhan
dan/atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Pemeriksaan kesehatan dapat
dilakukan secara visual dan/atau laboratoris.

2.3. Rangkuman
Dalam hal setelah dilakukan pemeriksaan ternyata Media Pembawa tersebut tidak bebas
dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan II, maka terhadap Media
Pembawa tersebut dilakukan perlakuan di atas alat angkut; tidak bebas dari Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I, busuk, rusak atau merupakan jenis-jenis
yang dilarang pemasukannya, maka terhadap Media Pembawa tersebut dilakukan
penolakan dan dilarang diturunkan dari alat angkut yang membawanya; dan untuk yang
bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, maka Media Pembawa tersebut
dapat diturunkan dari alat angkut yang membawanya.Dalam hal hasil pemeriksaan
karantina kedapatan tidak ditemukan media pembawa atau biasa disebut flora tersebut
sehat, maka diberiikan sertifikat kesehatan.
Sertifikat Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang di negara atau Area asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa tumbuhan
atau bagian-bagian tumbuhan yang tercantum di dalamnya bebas dari Organisme
Pengganggu Tumbuhan, Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I dan II, dan/atau Organisme Pengganggu
Tumbuhan Penting serta telah memenuhi persyaratan Karantina Tumbuhan yang
ditetapkan dan/atau menyatakan keterangan lain yang diperlukan;
3. Kegiatan Belajar (KB) 2

FAUNA

3.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh

Karantina Hewan
Perlindungan terhadap kesehatan masyarakat verteriner sangat diutamakan salah satunya
dengan adanya Sertifkasi hewan atau sertifikasi sanitasi. Tindakan yang tegas juga sangat
diperlukan dalam hal terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
Persyaratan Karantina, meliputi memasukkan ke dalam wilayah Negara RI, media
pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara
Republik Indonesia, dan media pembawa yang akan dikeluarkan dari wilayah negara
Republik RI
Wewenang dan tanggung jawab tindakan karantina berada pada dokter hewan karantina.
Pelaksanaan tindakan karantina oleh dokter hewan karantina harus berdasarkan tanggung
jawab profesi sebagai dokter hewan. Paramedik karantina dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada dokter hewan karantina. Pemasukan media pembawa harus
disertai sertifikat kesehatan, sertifikat sanitasi, atau surat keterangan asal dan persyaratan
dokumen karantina, dilengkapi juga keterangan mutasi muatan untuk hewan, keterangan
tidak terjadi kontaminasi selama dalam perjalanan atau catatan suhu untuk bahan asal
hewan dan hasil bahan asal hewan yang dipersyaratkan diangkut dalam suhu tertentu dari
penanggung jawab alat angkut ;
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2000 Tanggal
19 September 2000 Tentang Karantina Hewan. Tempat pemasukan dan tempat
pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan
penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain dan tempat-
tempat lain yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan atau mengeluarkan
media pembawa.
Hama dan penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut hama penyakit hewan
karantina adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak
sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan
kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
Hama penyakit hewan karantina golongan I
adalah hama penyakit hewan karantina yang mempunyai sifat dan potensi penyebaran
penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui cara penanganannya, belum terdapat di
suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
Hama penyakit hewan karantina golongan II
adalah hama penyakit hewan karantina yang potensi penyebarannya berhubungan erat
dengan lalu lintas media pembawa, sudah diketahui cara penanganannya dan telah
dinyatakan ada di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.

Persyaratan Karantina
Media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara RI, wajib :
 dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di
negara asal dan negara transit;
 dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang
tergolong benda lain;
 melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan
 dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan untuk
keperluan tindakan karantina.
Media pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah
negara Republik Indonesia, wajib :
 dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina dari
tempat pengeluaran dan tempat transit;
 dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang
tergolong benda lain;
 melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
 dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan
pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
Media pembawa yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik RI, wajib :
 dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina di
tempat pengeluaran;
 dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang
tergolong benda lain;
 melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
 dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran untuk
keperluan tindakan karantina.

Pemasukan
Rencana pemasukan media pembawa oleh pemilik disampaikan kepada petugas
karantina. Media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia dari luar negeri atau ke dalam suatu area dari area lain di dalam wilayah negara
Republik Indonesia harus diperiksa kelengkapan, kebenaran isi dan keabsahan dokumen
karantina serta kesehatannya oleh dokter hewan karantina di atas alat angkut sebelum
diturunkan atau melewati tempat pemasukan.
Jika pemeriksaan kesehatan tidak dapat dilakukan di atas alat angkut, pemeriksaan dapat
dilakukan setelah media pembawa diturunkan atau melewati tempat pemasukan dengan
ketentuan pemeriksaan pendahuluan telah selesai dilakukan, kecuali untuk hewan yang
berstatus sebagai barang muatan. Khusus untuk media pembawa yang dibawa oleh
penumpang, pemeriksaan dapat dilakukan setelah diturunkan dari alat angkut atau
melewati tempat pemasukan.
Selain persyaratan dokumen karantina, pemasukan media pembawa harus dilengkapi,
keterangan mutasi muatan untuk hewan, keterangan tidak terjadi kontaminasi selama
dalam perjalanan atau catatan suhu untuk bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan
yang dipersyaratkan diangkut dalam suhu tertentu dari penanggung jawab alat angkut ;
dan atau dokumen lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika
pemasukan media pembawa tidak disertai sertifikat kesehatan, sertifikat sanitasi, atau
surat keterangan asal maka media pembawa tersebut ditolak pemasukannya.
Media pembawa yang ditolak pemasukannya dapat dilakukan penahanan, apabila,
pemiliknya menjamin sertifikat kesehatan hewan, sertifikat sanitasi, atau surat keterangan
asal, dapat ditunjukkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari; media pembawa tersebut
bukan berasal dari negara, area, atau tempat yang pemasukannya dilarang; dan pada
pemeriksaan di atas alat angkut menurut pertimbangan dokter hewan tidak ditemukan
adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan I dan risiko penularan hama
penyakit hewan karantina golongan II.

Perikanan
Berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 1985 Tanggal 19 Juni 1985 Tentang
Perikanan. Perairan yang merupakan bagian terbesar wilayah Negara Republik Indonesia
dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mengandung sumber daya ikan yang sangat
potensial dan penting arti, peranan, dan manfaatnya sebagai modal dasar pembangunan
untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; Dalam rangka
pelaksanaan pembangunan nasional dengan Wawasan Nusantara pengelolaan sumber
daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam
pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan
taraf hidup bagi nelayan dan petani ikan kecil serta terbinanya kelestarian sumber daya
ikan dan lingkungannya yang akan meningkatkan ketahanan nasional;

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan


pemanfaatan sumber daya ikan; Sumber daya ikan adalah semua jenis ikan termasuk
biota perairan lainnya, Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan
hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial; Penangkapan ikan adalah
kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau
mengawetkannya; Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk untuk melakukan survai
atau eksplorasi perikanan.
Ketentuan Pidana Kejahatanww.hukumonline.com
Tindak pidana berupa Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia
Wilayah perikanan Republik Indonesia meliputi Perairan Indonesia; Sungai, danau,
waduk, rawa, dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia; melakukan
usaha perikanan di bidang penangkapan ikan tanpa izin.
Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan memiliki
izin usaha perikanan. Nelayan dan petani ikan kecil atau perorangan lainnya yang sifat
usahanya merupakan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
tidak dikenakan kewajiban memiliki izin usaha perikanan, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda banyakbanyaknya Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah), apabila dalam kegiatannya menggunakan kapal bermotor
berukuran 30 (tiga puluh) gros ton atau lebih; dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,-
(dua puluh lima juta rupiah), apabila dalam kegiatannya menggunakan kapal bermotor
berukuran kurang dari 30 (tiga puluh) gros ton. adalah kejahatan.

Ketentuan Pidana Pelanggaran


Tindak pidana berupa Barangsiapa di dalam wilayah perikanan Republik Indonesia
Wilayah perikanan Republik Indonesia meliputi Perairan Indonesia; Sungai, danau,
waduk, rawa, dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia; melakukan
usaha perikanan di bidang pembudidayaan ikan tanpa izin Setiap orang atau badan
hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan memiliki izin usaha perikanan.
Nelayan dan petani ikan kecil atau perorangan lainnya yang sifat usahanya merupakan
mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak dikenakan
kewajiban memiliki izin usaha perikanan, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- .
Yang dimaksud dengan semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya adalah :
 Pisces (ikan bersirip);
 Crustacea (udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya);
 Mollusca (kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya);
 Coelenterata (ubur-ubur dan sebangsanya);
 Echinodermata (tripang, bulu babi dan sebangsanya);
 Amphibia (kodok dan sebangsanya);
 Reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan sebangsanya);
 Mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya);
 Algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air);
 Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas;
semuanya termasuk bagian-bagiannya.

3.2.Latihan
Pertanyaan: Perlindungan terhadap kesehatan masyarakat verteriner sangat diutamakan
salah satunya dengan adanya Sertifkasi hewan atau sertifikasi sanitasi. Tindakan yang
tegas juga sangat diperlukan dalam hal terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sertifikasi hewan
atau sertifikasi sanitasi, dan siapa yang berwenang menerbitkan sertifikasi tsb.

Jawab: Wewenang dan tanggung jawab tindakan karantina berada pada dokter hewan
karantina. Pelaksanaan tindakan karantina, dan sertifikasi hewan atau sertifikasi sanitasi
oleh dokter hewan karantina. berdasarkan tanggung jawab profesi sebagai dokter hewan.
Media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara RI, wajib dilengkapi
sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal dan
negara transit; dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa
yang tergolong benda lain; melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan
dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan untuk
keperluan tindakan karantina.
Media pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah
negara Republik Indonesia, wajib dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh
dokter hewan karantina dari tempat pengeluaran dan tempat transit; dilengkapi surat
keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang tergolong benda lain;
melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; dan dilaporkan
dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran untuk
keperluan tindakan karantina.
Media pembawa yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik RI, wajib
dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina di tempat
pengeluaran; dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa
yang tergolong benda lain; melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran untuk
keperluan tindakan karantina.

3.3.Rangkuman
Berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 1985 Tanggal 19 Juni 1985 Tentang
Perikanan.Perairan yang merupakan bagian terbesar wilayah Negara Republik Indonesia
dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mengandung sumber daya ikan yang sangat
potensial dan penting arti, peranan, dan manfaatnya sebagai modal dasar pembangunan
untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dengan Wawasan Nusantara
pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan
pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja
dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan petani ikan kecil serta terbinanya
kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya yang akan meningkatkan ketahanan
nasional.
Hama dan penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut hama penyakit hewan
karantina adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak
sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan
kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
Hama penyakit hewan karantina golongan I, adalah hama penyakit hewan karantina yang
mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui
cara penanganannya, belum terdapat di suatu area atau wilayah negara Republik
Indonesia.
Hama penyakit hewan karantina golongan II , adalah hama penyakit hewan karantina
yang potensi penyebarannya berhubungan erat dengan lalu lintas media pembawa, sudah
diketahui cara penanganannya dan telah dinyatakan ada di suatu area atau wilayah negara
Republik Indonesia.
4. Kegiatan Belajar (KB) 3

CITES

4.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh

Sejak dahulu kita ketahui bahwa banyak sekali aneka ragam flora dan fauna di dunia ini
yang apabila dijadikan sebagai komoditas ekspor impor maka akan memiliki nilai jual
yang sangat tinggi.Hal ini membuat sebagian besar para pengusaha dari negara maju
untuk cenderung melakukan jual beli dengan para penjual flora dan fauna di suatu negara
yang memiliki flora dan fauna yg menjadi ciri khas dari negaranya tersebut,yang memang
tidak didapat di negara dari si pengusaha.
Sebagai contoh; suatu perusahaan pabrik sepatu ternama di Amerika menggunakan kulit
buaya Asia yg berasal Indonesia sebagai bahan baku dalam proses pembuatan, sedangkan
di lain pihak spesies buaya Asia tersebut semakin terancam kelestarian hidupnya akibat
dari ketidakseimbangan ekosistemnya karena jumlah buaya yg mati terbunuh untuk
diambil kulitnya untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan sepatu tersebut tidak
seimbang dengan jumlah kelahiran anak buaya yg memang masa perkembangbiakannya
relatif lama, sehingga dengan kata lain hal ini mempengaruhi proses regenerasi dalam
spesiesnya.
Hal ini disebabkan karena adanya oknum yang terlibat dalam kegiatan ini, sehingga tak
jarang dari kedua belah pihak tersebut juga cenderung menggunakan cara yang tidak
legal yaitu dengan penggelapan pengiriman (penyelundupan), ataupun dalam hal
transaksi jual belinya. Sebagai contoh lain, kegiatan ekspor impor komoditas ular cobra
yg hendak dimanfaatkan darahnya sebagai bahan dasar ramuan obat kuat yg paling
digemari oleh masyarakat di negara-negara Asia saat ini.
Ada juga kegiatan ekspor impor gading gajah afrika yang biasanya digunakan untuk
pajangan bagi orang-orang yg kaya saja. Sangatlah ironis bila disatu sisi hal ini
menguntungkan kepentingan pribadi atau golongan tetapi di lain sisi sangat merugikan
kepentingan suatu bangsa atau negara.Bahkan dampak lain yang lebih menakutkan dari
masalah ini adalah menyangkut ekosistem dunia.
Bila ular punah maka perkembangbiakan tikus akan sulit terbedung karena adanya
kepincangan dalam rantai makanan. Bahkan tidak mustahil bila akan muncul wabah
penyakit yg disebabkan oleh tikus.

Pengertian
Berikut ini juga adalah definisi-definsi dari istilah-istilah yang berkaitan dengan CITES;
antara lain:
 Spesies : semua jenis, anak jenis dan populasi yang terpisah secara geografis
diseluruh dunia.
 Specimen: binatang atau tumbuhan, hidup atau mati, atau semua bagian-bagian yang
masih dapat dikenal atau derivate jenis tumbuh-tumbuhan/binatang.
 Bagian : kulit atau bagian dari kulit, tulang, atau kerangka tempurung, tanduk,
gading dan gigi, bulu, telur, daging dan kayu.
 Derivat : darah, urine, musk, obyek yang terbuat dari bagian ( contoh: tut piano,
alat musik dari rosewood, perabotan dari tempurung penyu, tas, jaket bulu, ikat
pinggang, tali, jam, sepatu, sarung tangan dll) parfum dari spesies C I T E S juga
obat-obatan dari spesies C I T E S.
 Tumbuhan : semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup didarat maupun
di dalam lautan.
 Satwa : semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup didarat dalam laut
ataupun di udara.
Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna
(CITES) ialah konvensi tingkat Internasional yang mengatur tentang perdagangan
spesies flora dan fauna yang terancam punah. Di Indonesia sendiri CITES telah
diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 pada tanggal
15 Desember 1978, dengan demikian 3 bulan sejak tanggal Keputusan Presiden itu
(Maret 1979) Indonesia menerima isi dari konvensi tersebut. Sekretariat CITES
berkedudukan di SwissCITES secara historical berhubungan langsung dengan World
Wild Fauna(WWF) dan IUCN. Berikut ini juga adalah tahap-tahap yang harus
diperhatikan dalam penyusunan sertifikat C I T E S; yaitu:
 Harus dibuat dalam satu bahasa, Inggris, Perancis, dan Spanyol
 Bahasa nasional negara penerbit ijin boleh ditambahkan sebagai tambahan atau
bisa diterima jika terjemahan dari tiap judul tiap-tiap kata dibuat dibawahnya.
 Harus berisi uraian dari specimen dalam salah satu bahasa dari ketiga bahasa tsb.
 Tidak boleh ada perubahan, perubahan hanya dapat dilakukan secara otentik dengan
membubuhkan stempel dan tanda tangan.
 Harus menunjuk dengan jelas annex-nya dan jumlah lembar harus berisikan, jumlah
lembar izin dari sertifikat dan tanggal penerbitan, Tanda tangan dan stempel dari
penguasa yang berhak mengeluarkan dokume
 Dalam konvensi CITES ini akhirnya ditetapkan pembagian flora dan fauna.
Pembagian ini berdasarkan atas tingkat kelangkaan yang secara garis besar
diklasifikasikan kedalam 3(tiga) appendiks , yaitu:
- Appendiks I
o Terdiri dari jenis flora fauna yang dianggap sangat langka (endangered) dan
terancam punah, sehingga pemanfaatannya harus diawasi secar ketat.
o Dilarang untuk diperadagangkan baik dalam keadaan hidup maupun mati.
o Pemanfaatan hanya boleh dipergunakan untuk kegiatan konservasi, penelitian
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, hadiah
kenegaraan, dan hasil penangkaran dari generasi kedua.
o Jumlah jenis flora dan fauna dalam appendiks ini sebanyak, 420 spesies, 22
genus, 17 familia, dan 4 ordo
 Appendiks II
o Terdiri dari jenis flora dan fauna yang tidak terancam punah.
o Dapat diperdagangkan tetapi perlu diatur secara ketat agar tidak mengancam ke
kepunahan.
o Sistem perdagangan harus berdasarkan penjatahan (quota) yang ditentukan
oleh masing-nasing negara peserta sesuai dengan tingkat kelestarian dan
perkembangbiakan dari jenis flora dan fauna tersebut yang hendak akan
diperdagangkan.
o Jumlah jenis flora dan fauna dalam Appendiks ini sebanyak, 144 spesies, 40
genus, 17 familia, dan 4 ordo
 Appendiks III
o Terdiri dari jenis flora dan fauna yang dianggap sangat langka bagi geografis
atau Negara.
o Dilaporkan setiap kali diadakan sidang pleno.
o Jenis flora dan fauna ini mendapat perlindungan khusus dari Negara anggota C I
T E S.
o Jumlah jenis flora dan fauna dalam Appendiks ini sebayak 235 spesies.

Berikut adalah berbagai jenis satwa yang dilindungi berdasarkan keputusan dari
CITES, antara lain:
 Kelompok Mamalia : 70 jenis, contohnya Anoa, Babi Rusa, Lumba-lumba air laut,
Malu-malu,Harimau Sumatra, Kera Hitam Sulawesi, Bilou, Owa Jawa dsb.
 Kelompok Aves : 93 jenis, contohnya Elang Trulek ekor putih, Elang Jawa,
Cendrawasih Botak, Cendrawasih Merah, Kakaktua Raja, Burung Walet, Kasuari
 Kelompok Reptilia: 31 jenis, contohnya Tutong, Kura-kura Irian, Penyu Hijau, Penyu
Sisik,Komodo dsb.
 Kelompok Pisces: 7 jenis,contohnya Peyang Malaya, Balida Jawa, Arwana Merah
 Kelompok Insect : 20 jenis, contohnya Kupu-kupu Sayap dsb.
 Kelompok Coral : 16 jenis, contohnya Akar Bahar dsb.
 Kelompok Bivalvia : 14 jenis, contohnya Ketam Kelapa, Siput Hijan dsb.

Daftar fauna yang dilindungi secara lengkap tercantum pada Peraturan Permerintah
Nomor 7 Tahun 1999. Disamping satwa, sebagian tumbuhan atau flora juga termasuk
kedalam kelompok yang dilindungi, yaitu:
 Kelompok Palmae:14 jenis,contoh Palem Raja, Bunga Bangkai (raflessia arnoldi)
 Kelompok Raflessiaceae: 1 jenis, Bunga Padma.
 Kelompok Orchidaceae: 20 jenis, contohnya Anggrek Kebutan, anggrek
kalajengking, Anggrek Bulan
 Kelompok Nephentaceae: 29 jenis,contohnya Kantung Semar.
 Kelompok Dipterocarpaceae: 13 jenis,contohnya Tengkawang.
Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan diatas adalah pidana penjara paling lama 5 tahun
dan denda paling banyak Rp100 juta. Jika perbuatan diatas dilakukan karena kelalaian
maka sanksinya adalah pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
Rp. 50 juta.
.
Segala sesuatu tentang flora dan fauna yang berkaitan dengan ketentuan ekspor, a.l.
 Satwa yang tidak dilindungi:
Eksportir mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
Dan Pelestarian Alam. Dalam Surat Permohonan harus dilengkapi dengan:
- Fotokopi order dari pemesan di luar negeri.
- Surat ijin memelihara satwa yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam. Khusus ekspor kera, beruk,
lutung,siriliharus dilengkapi dengan foto.
- Eksportir juga harus memenuhi ketentuan pabean.
 Satwa yang dilindungi:
- Yang Termasuk Dalam Appendiks I CITES, diperlukan Ijin Dari Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam,
- Yang Termasuk Dalam Appendiks II CITES, Diperlukan ijin dari Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam saja.
- Yang temasuk dalam Appendiks III CITES, diperlukan persyaratan yang sama
seperti dengan flora dan fauna dalam Appendiks I CITES.

Dalam lingkup nasional.


Indonesia menerapkan ketentuan larangan yang tertera dalam peraturan tentang
perlindungan flora dan fauna antara lain:
 Setiap orang dilarang untuk mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagin-
bagiannya baik dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain didalam atau diluar Indonesia.
 Setiap orang dilarang mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di
Indonesia ketempat lain didalam atau diluar Indonesia.
 Setiap orang dilarang mengeluarkan kulit, tubuh, dan atau bagian-bagian lain satwa
yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut
dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain baik di dalam atau diluar Indonesia.

Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan diatas adalah pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Jika perbuatan diatas dilakukan karena
kelalaian maka sanksinya adalah pidana kurungan paling lama 1(satu) tahun dan denda
paling banyak Rp. 50 juta.

4.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa saja yang Saudara ketahui tentang CITES

Jawab: Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and


Fauna (CITES) ialah konvensi tingkat Internasional yang mengatur tentang perdagangan
spesies flora dan fauna yang terancam punah. Penyusunan sertifikat CITES; yaitu Harus
dibuat dalam satu bahasa, Inggris, Perancis, dan Spanyol; Bahasa nasional negara
penerbit ijin boleh ditambahkan sebagai tambahan atau bisa diterima jika terjemahan dari
tiap judul tiap-tiap kata dibuat dibawahnya., Harus berisi uraian dari specimen dalam
salah satu bahasa dari ketiga bahasa tsb., Tidak boleh ada perubahan, perubahan hanya
dapat dilakukan secara otentik dengan membubuhkan stempel dan tanda tangan..

Harus menunjuk dengan jelas annex-nya dan jumlah lembar harus berisikan, jumlah
lembar izin dari sertifikat dan tanggal penerbitan, Tanda tangan dan stempel dari
penguasa yang berhak mengeluarkan dokumen, Dalam konvensi C I T E S ini akhirnya
ditetapkan pembagian flora dan fauna. Pembagian ini berdasarkan atas tingkat
kelangkaan yang secara garis besar diklasifikasikan kedalam 3(tiga) appendiks , yaitu
Appendiks I , Appendiks II, dan Appendiks III
4.3.Rangkuman
Di Indonesia sendiri CITES telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 43
Tahun 1978 pada tanggal 15 Desember 1978, dengan demikian tiga bulan sejak tanggal
Keputusan Presiden itu (Maret 1979) Indonesia menerima isi dari konvensi
tersebut.Sekretariat CITES berkedudukan diSwiss CITES secara historical berhubungan
langsung dengan World Wild Fauna(W W F) dan IUCN.
Indonesia menerapkan ketentuan larangan yang tertera dalam peraturan tentang
perlindungan flora dan fauna antara lain setiap orang dilarang untuk mengeluarkan
tumbuhan yang dilindungi atau bagin-bagiannya baik dalam keadaan hidup atau mati dari
suatu tempat di Indonesia ke tempat lain didalam atau diluar Indonesia. Setiap orang
dilarang mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ketempat
lain didalam atau diluar Indonesia. Setiap orang dilarang mengeluarkan kulit, tubuh, dan
atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari
bagian-bagian satwa tersebut dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain baik di dalam
atau diluar Indonesia.
5. Kegiatan Belajar (KB) 4

PENGGOLONGAN BARANG EKSPOR

5.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh

Pemerintah melalui instansi terkait telah berupaya meningkatkan kegiatan perdagangan


luar negeri melalui ekspor dan impor. Namun upaya pemerintah tersebut dipandang
belum maksimal, karena pelaku ekspor dan impor masih menghadapai berbagai
permasalahan yang menyebabkan biaya tinggi dalam kegiatan ekspor dan impor.
Akibatnya, produk nasional semakin tidak kompetitif di pasar luar negeri.

Beberapa permasalahan yang dihadapi tersebut antara lain; pembiayaan, ketenagakerjaan,


kepelabuhan dan kepabeanan, efisiensi pabrik dan industri, energi, perpajakan, hukum
dan keamanan. Terhadap permasalahan tsb maka dipandang perlu segera diselesaikan.
Untuk itu pemerintah melalui Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang
Ekspor dan Impor ( Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2002) telah melakukan
pembahasan khususnya yang menyangkut permasalahan kepabeanan dan kepelabuhan.

Di Kantor Pabean yang termasuk Kantor Pelayanan Utama sejak 1 Mei 2004, PEB sudah
EDI dan paperless . Ijin ekspor dari bea dan cukai dengan Persetujuan Ekspor dicetak di
kantor eksportir atau PPJK tidak dengan fiat dokumen PEB. Pengawalan Barang tersebut
berhubungan dengan fasilitas yang diberikan Bea dan Cukai karena permohonan
importir, misalnya pengawalan barang yang akan ditimbun atau diperiksa di gudang
importir, hal ini dibenarkan dalam Undang-undang Kepabeanan.

Penjelasan pasal 81(2) Undang-undang Kepabeanan, Ketentuan tersebut memberikan


kewajiban kepada pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan untuk memberikan
bantuan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak
tersedia akomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lain berupa
tempat atau ruang kerja, akomodasi, serta makanan dan minuman yang cukup.
Keputusan menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor 558/Mpp/Kep/1 2/1998
Tanggal 4 Desember 1998 Tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor Menteri
Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia. Dalam rangka reformasi ekonomi
nasional dan untuk-meningkatkan daya saing, peningkatan ekspor serta menjamin
kepastian dan kesinambungan bahan baku industri kecil dan menengah, dipandang perlu
menyempurnakan Ketentuan Umum di Bidang Ekspor dengan mengubah status jenis
barang tertentu yang semula termasuk kelompok barang yang dilarang dan bebas
ekspornya menjadi kelompok barang yang diatur ekspornya, barang yang diawasi
ekspornya, dan barang yang dilarang ekspornya.

Ekspor dapat dilakukan oleh setiap perusahaan atau perorangan yang telah memiliki
Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) / Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP); atau
Ijin Usaha dan Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
Setiap eksportir yang melakukan ekspor Barang yang Diatur Ekspornya harus
rnempunyai persyaratan dan telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar dari
Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri.
Setiap eksportir yang melakukan ekspor Barang yang Diawasi Ekspornya harus
memenuhi persyaratan dan telah mendapat persetujuan ekspor dan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan atau
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kimia dengan mempertimbangkan usulan dan
Direktur Pembina Teknis yang bersangkutan di lingkungan Departemen Perindustrian
dan Perdagangan dan atau instansi/Departemen lain yang terkait.
Pembayaran ekspor dapat dilakukan dengan Letter of Credit (L/C) atau dengan cara
pembayaran lain yang lazim berlaku dalam perdagangan internasional sesuai kesepakatan
antara penjual dan pembeli, kecuali untuk jenis barang tertentu sistim pembayarannya
hanya dapat dilakukan dengan Sight L/C.Terhadap barang ekspor tertentu, Menteri
Perindustrian dan Perdagangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri
menetapkan Harga Patokan Ekspor secara berkala sebagai dasar perhitungan Pajak
Ekspor.
Penggolongan barang ekspor menurut deperindag:
 Barang yang diatur ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat
dilakukan oleh eksportir terdaftar. Barang tersebut adalah :
- amoniak, khusus untuk ekspor tujuan negara eropa ,
- tekstil, dan produk tekstil, khusus untuk ekspor tujuan negara kuota (USA,
Uni Eropa, Canada, Norwegia, dan Turki)
- lembaran kayu venir, dan lembaran kayu lapis
- kopi
 Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan
dengan persetujuan Memperindag atau pejabat yang ditunjuknya
- sapi, sapi bibit, dan kerbau
- ikan dalam keadaan hidup :
o ikan dan anak ikan napoleon wrasse (cheilinus undulatus)
o benih ikan bandeng (nener)
o ikan dan anak arwana jenis sclerophages jardini
- inti kelapa sawit (palm kernel)
- minyak dan gas bumi
- pupuk urea
- kulit buaya dalam bentuk wet blue
- satwa liar dan tumbuhan alam yg dilindungi yg termasuk dalam appendix 2 cites
- perak dalam segala bentuk kecuali dalam bentuk perhiasan
- emas dalam segala bentuk kecuali dalam bentuk perhiasan
- limbah dan scrap ferro hasil peleburan skrap besi atau baja (khusus yang berasal
dari wilayah pulau Batam)
- limbah dan skrap dari :
o baja stainless
o tembaga
o kuningan
o aluminium
 Barang yang dilarang ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor
- ikan dalam keadaan hidup:
o ikan dan anak ikan arwana jenis sclerophages formosus
o benih ikan sidat (anguila ssp) di bawah ukuran 5 mm
o ikan hias air tawar jenis botia macracanthus ukuran 15 cm ke atas
o udang galah air tawar di bawah ukuran 8 cm
o induk dan calon induk udang panaeidae
- karet bongkah
- bahan-bahan remiling berupa :
o slabs, lumps, scraps, karet tanah
o unsmoked sheets
o blnaked sheets
o smoked lebih rendah dari kualitas iv
o flat bark crepe
o remilled 4
o cutting c
o blanked d. Off
- kulit mentah, picklet dan wet blue dari binatang melata, kecuali kulit buaya dalam
bentuk wet blue

5.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan penggolongan barang ekspor sesuai Keputusan menteri
Perindustrian Dan Perdagangan Nomor 558/Mpp/Kep/12/1998 Tanggal 4 Desember 1998
Tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor, dan uraikan contoh barang ekspor yang
termasuk salah satu dari penggolongan barang ekspor tersebut.

Jawab: Barang yang diatur ekspornya, Barang yang diawasi ekspornya, dan Barang
yang dilarang ekspornya. Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang
ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Memperindag atau pejabat yang
ditunjuknya, seperti barang ekspor berupa - sapi, sapi bibit, dan kerbau, - ikan dalam
keadaan hidup termasuk ikan dan anak ikan napoleon wrasse (cheilinus undulatus),
benih ikan bandeng (nener), ikan dan anak arwana jenis sclerophages jardini, - inti kelapa
sawit (palm kernel), - minyak dan gas bumi, - pupuk urea, - kulit buaya dalam bentuk wet
blue, - satwa liar dan tumbuhan alam yg dilindungi yg termasuk dalam appendix 2 cites,
- perak dalam segala bentuk kecuali dalam bentuk perhiasan, - emas dalam segala bentuk
kecuali dalam bentuk perhiasan, -limbah dan scrap ferro hasil peleburan skrap besi atau
baja (khusus yang berasal dari wilayah pulau Batam), - limbah dan skrap dari baja
stainless, tembaga, kuningan, dan aluminium.

5.3. Rangkuman
Setiap eksportir yang melakukan ekspor Barang yang Diatur Ekspornya harus
rnempunyai persyaratan dan telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar dari
Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri.
Setiap eksportir yang melakukan ekspor Barang yang Diawasi Ekspornya harus
memenuhi persyaratan dan telah mendapat persetujuan ekspor dan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan atau
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kimia dengan mempertimbangkan usulan dan
Direktur Pembina Teknis yang bersangkutan di lingkungan Departemen Perindustrian
dan Perdagangan dan atau instansi/Departemen lain yang terkait. Barang yang dilarang
ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor
Ekspor dapat dilakukan oleh setiap perusahaan atau perorangan yang telah memiliki
tanda daftar usaha perdagangan (TDUP) atau surat ijin usaha perdagangan (SIUP); atau
ijin usaha dari departemen teknis/lembaga pemerintah non departemen berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tanda daftar perusahaan (TDP). Setiap
eksportir yang melakukan ekspor Barang yang Diatur Ekspornya harus rnempunyai
persyaratan dan telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar dari Menteri
Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar
Negeri.
6. Kegiatan Belajar (KB) 5

PEMBAWAAN UANG

6.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Di era perubahan ini, banyak sekali yang memerlukan penyesuaian dalam negara kita,
krisis moneter yang melanda negeri kita ini telah banyak membuat perubahan pada
negara kita sehingga banyak terjadi krisis ketidakpercayaan dari investor asing kita,
bahkan masyarakat pun kini juga berubah penilaian pada mata uang Rupiah kita.

Setelah hampir sepuluh tahun berjalan, nilai Rupiah kita yang dulu sempat anjlok kini
sudah mulai mengalami perbaikan hingga titik yang berjalan stabil seperti sekarang ini.
Kinerja Direkorat Jendral Bea dan Cukai sejalan dengan kondisi negara kita yang
berusaha memelihara kestabilan nilai Rupiah maka Direktorat Jendral Bea dan Cukai
juga lebih dituntut untuk mengawasi lalu-lintas mata uang Rupiah yang masuk atau
keluar dari daerah pabean Indonesia karena perdagangan uang Rupiah dengan cara
pembawaan fisik secara lintas batas negara dapat menggangu Kebijakan Moneter
pemerintah. Selain itu, dengan banyaknya pembawaan fisik secara lintas batas negara
dikhawatirkan akan dijadikan lahan subur bagi tindak pidana pemalsuan uang maupun
tindak pidana pencucian uang dan inipun merupakan tugas mulia bagi Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai dalam pengawasannya.
Dalam hal pengawasan terhadap lalu-lintas peredaran uang dan pengawasan terhadap
uang palsu, ketentuan tersebut diatur oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral negara.
Ketentuan mengenai hal tersebuat sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 3/18/PBI/2001 mengenai persyaratan dan tata cara membawa Uang
Rupiah keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia namun karena peraturan
tersebut dirasa sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan hukum
dalam masyarakat, maka peraturan tersebut diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 4/8/PBI/2002 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah
Keluar Atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia, sedangkan dalam intansi
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ketentuan pengawasan tersebut diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 70/BC/2004 tentang Tata Laksana
Pengeluaran atau Pemasukan Uang Tunai Dari atau Ke dalam Daerah Pabean Republik
Indonesia.

Pengertian
Uang Rupiah adalah uang kertas maupun uang logam yang merupakan alat pembayaran
yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
Membawa Uang Rupiah adalah mengeluarkan atau memasukkan Uang Rupiah yang
dilakukan dengan cara membawa sendiri atau melalui pihak lain dengan atau tanpa
menggunakan sarana pengangkut.
Sebagi bank sentral negara, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga keuangan
yang mempunyai otoritas untuk mengedarkan uang dan juga mengontrol peredarannya.
Namun begitu, pengawasan terhadap lalu-lintas uang Rupiah terutama dalam hal
pembatasan nilai Rupiah yang boleh dibawa keluar atau masuk kedalam daerah pabean
diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai garda terdepan di
perbatasan negara.
Pada awal tahun 1997, nilai Rupiah mengalami kemerosotan yang drastis dan hal ini
menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat untuk menggunakan uang Rupiah
sehingga terjadilah krisis moneter di Indonesia. Akibat krisis moneter ini, banyak anggota
masyarakat yang berusaha untuk membawa uang Rupiah ke luar negeri untuk ditukar
dengan mata uang asing lainnya. Pada saat itu ada kecenderungan masyarakat untuk
membawa uang Rupiah ke negara terdekat yaitu Singapura dengan berbagai dalih.
Dengan aktivitas seperti ini, dapat dipastikan bahwa hal ini justru membuat nilai Rupiah
semakin jatuh dan lebih mempercepat laju inflasi keuangan dan ekonomi negara.
Untuk menghindari gangguan terhadap stabilitas nilai Rupiah sekaligus untuk mencegah
bertambahnya masalah akibat krisis moneter, terhadap pembawaan uang Rupiah dalam
bentuk tunai yang umumnya dibawa ke luar daerah pabean, dilakukan penegahan.
Penegahan yang dilakukan oleh Direkrorat Jenderal Bea dan Cukai ini dilaksanakan sejak
bulan Januari 1998, namun akhirnya penegahan-penegahan ini menimbulkan banyak
reaksi masyarakat baik yang bersifat pro terhadap tindakan ini maupun reaksi yang
bersifat kontra.
Selajutnya, ketika lahir Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, maka Peraturan Bank Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tersebut diganti
dengan Peraturan Bank Indoneia Nomor 4/8/PBI/2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia. Dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 ini, persyaratan dan tata cara membawa
uang Rupiah tunai yang diatur didalamnya adalah sebagai berikut:
 setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta
Rupiah) atau lebih keluar dari wilayah pabean Republik Indonesia, wajib terlebih
dahulu mendapat izin dari Bank Indonesia.
 Setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta
Rupiah) atau lebih masuk wilayah pabean Republik Indonesia, wajib terlebih dahulu
memeriksakan kaslian uang tersebut kepada petugas Bea dan Cukai di tempat
kedatangan.

Bila kita perhatikan lebih lanjut terhadap ketentuan diatas, maka kita akan menemukan
bahwa selain jumlah uang Rupiah yang boleh dibawa lebih banyak daripada peraturan
sebelumnya, di Peraturan Pemerintah Nomor 4/8/PBI/2002 ini juga terdapat ketentuan
bahwa uang yang dibawa masuk ke daerah pabean harus diperiksakan keasliannya
terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan yang dibuat telah disesuaikan
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam hal
pengawasan terhadap masuknya uang palsu ke daerah pabean Indonesia.
Selain itu, untuk lebih memperkuat pengawasan atas peraturan dari Bank Indonesia,
Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebelumnya menerbitkan Keputusan Dirjen Bea dan
Cukai Nomor Kep-70/BC/2001 yang didalamnya disebutkan bahwa setiap orang yang
membawa uang Rupiah:
 Keluar dari wilayah pabean Rp.5.000.000,- s.d. Rp.10.000.000,- wajib menyerahkan
Formulir Bank Indonesia
 Keluar dari wilayah pabean lebih dari Rp.10.000.000,- wajib menyerahkan Formulir
Bank Indonesia dengan Ijin tertulis dari Bank Indonesia
 Masuk ke wilayah pabean Rp.50.000.000,- s.d. Rp.100.000.000,- wajib
memberitahukan kepada Petugas Bea dan Cukai dengan mengisi Customs
Declaration ( BC 2.2 ), jika lebih dari Rp.100.000.000,- selain memberitahukan pada
BC 2.2 juga harus memeriksakan keaslian uang tersebut kepada Petugas Bea dan
Cukai.

Akan tetapi, karena hal tersebut diatas dirasa tidak sesuai lagi dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002, maka dibuat pengganti Kep-70/BC/2001 yang
didalamnya diatur tentang Tata Laksana Pengeluaran dan Pemasukan Uang Tunai Dari
atau Ke Dalam Daerah Pabean Republik Indonesia.
 Keluar dari daerah pabean.
- setiap orang yang membawa uang tunai berupa Rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,-
( seratus juta Rupiah ) atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara dengan
itu keluar dari daerah pabean, wajib memberikan laporan kepada Pejabat bea dan
Cukai
- Laporan tersebut, dilakukan dengan mengisi dan menyerahkan; Pemberitahuan
Pembawaan Uang Tunai Keluar Daerah Pabean (BC 3.2) jika dibawa langsung oleh
penumpang,atau Pemberitahuan Ekspor Barang ( BC 3.0 ) jika diekspor sebagai
barang kargo atau menggunakan Perusahaan Jasa Titipan (PJT)
- Apabila yang dibawa adalah uang tunai berupa Rupiah maka laporan tersebut wajib
dilampiri dengan Surat Ijin Bank Indonesia
 Masuk ke dalam daerah pabean
- Setiap orang yang membawa uang tunai berupa Rupiah sejumlah Rp.100.000.000,-
( seratus juta Rupiah ) atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara dengan
itu ke dalam daerah pabean, wajib memberi laporan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
- Laporan tersebut, dilakukan dengan mengisi dan menyerahkan; Customs
Declaration ( BC 2.2 ) jika dibawa langsung oleh penumpang, atau Pemberitahuan
Impor Barang ( BC 2.0 ) jika diimpor sebagai barang kargo, atau Pemberitahuan
Impor Barang Tertentu ( BC 2.1 ) jika menggunakan Perusahaan Jasa Titipan.
- Apabila yang dibawa adalah uang tunai berupa Rupiah maka orang tersebut wajib
memeriksakan keaslian uang tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Selain itu, dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 juga dijelaskan
mengenai pengenaan sanksi administrasi terhadap pelanggaran ketentuan tsb, yaitu:
 Setiap orang yang membawa uang tunai berupa Rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,-
atau lebih keluar daerah pabean; dalam hal tanpa Ijin bank Indonesia dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 10 % dari jumlah uang yang dibawa; dalam hal
mempunyai Ijin Bank Indonesia akan tetapi jumlah uang yang dibawa lebih besar
daripada jumlah uang yang tertera dalam ijin tersebut, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 10 % dari jumlah selisih uang yang dibawa dengan jumlah uang
yang tertera dalam Ijin Bank Indonesia.
 Setiap orang yang membawa uang tunai berupa Rupiah sejumlah Rp.100.000.000,-
atau lebih ke dalam daerah pabean yang tidak memeriksakan keasliannya kepada
pejabat Bea dan Cukai, maka dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 %
dari jumlah uang yang dibawa
 Batas maksimal pengenaan sanksi administrasi sebagaimana disebut diatas adalah
sebesar Rp.300.000.000,- ( tiga ratus juta Rupiah).
- Ijin Bank Indonesia terhadap pembawaan uang tunai berupa Rupiah ke luar daerah
pabean hanya diberikan untuk kepentinganyang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Ijin Bank Indonesia yang diberikan oleh Bank Indonesia hanya berlaku untuk satu kali
penggunaan dengan ketentuan; masa berlaku ijin paling lama 30 ( tiga puluh ) hari kerja,
terhitung sejak tanggal ijin diberikan; surat Ijin wajib diberikan kepada Pejabat Bea dan
Cukai di tempat keberangkatan, dan Jumlah uang Rupiah yang dibawa paling banyak
sama dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ijin.

Peraturan Bank Indonesia nomor 4/8/PBI/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang


Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk wilayah Pebean
Republik Indonesia, pengenaan sanksi administrasi dengan tata cara sebagai berikut:
 Pengenaan sanksi Administraif sebesar 10 % ( sepuluh perseratus ) dari jumlah Uang
Rupiah yang dibawa ke luar Wilayah PabeanRepublik Indonesia atau maksimal
Rp.300.000.000,- ( tiga ratus juta Rupiah ) terhadap pelanggaran ketentuan membawa
Uang Rupiah Keluar Wilayah Pabean Republik Indonesia.
 Membawa Uang Rupiah melebihi dari jumlah sebagaimana yang tercantum dalam
Surat Ijin Bank Indonesia, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10 %
dari jumlah Uang Rupiah yang dibawa ke luar Wilayah Pabean republik Indonesia
setelah dikurangi dengan jumlah yang diberikan ijin yang tercantum dalam Surat Ijin
Bank Indonesia, dengan batas maksimal pengenaan sanksi sebesar Rp.300.000.000,- (
tiga ratus juta Rupiah )
 Dalam hal uang yang dibawa ke luar atau masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia
sebagian palsu atau seluruhnya palsu, maka perhitungan dan pembayaran sanksi
administratif berupa denda dilakukan atas dasar Uang Rupiah asli yang dibawa.
- Sisa Uang Rupiah setelah dikenakan sanksi administratif berupa denda dikembali kan
kepada pihak yang dikenakan sanksi.
- Uang Rupiah yang dikembalikan, hanya dapat dibawa ke luar atau masuk Wilayah
Pabean Republik Indonesia setelah memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Membawa Uang Rupiah keluar atau Masuk wilayah Pabean Republik Indonesia.
- Membawa Uang Rupiah kurang dari jumlah yang diijinkan tidak terkena sanksi
administratif.

Mengenai tata cara membawa Uang Rupiah masuk wilayah Pabean Republik Indonesia,
hal tersebut dimuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/22/DLN sebagai
penjelas dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 yang mana tata caranya
adalah sebagai berikut:
 Setiap orang yang membawa Uang Rupiah sebesar Rp. 100.000.000,-(seratus juta)
atau lebih masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia, wajib terlebih dahulu
memeriksakan keaslian Uang Rupiah kepada Petugas Bea dan Cukai di tempat
kedatangan.
 Apabila pada saat dilakukannya pemeriksaan keaslian Uang Rupiah oleh Petugas Bea
dan Cukai di tempat kedatangan dijumpai adanya Uang rupiah yang diragukan
keasliannya, maka Petugas Bea dan Cukai dapat meminta klarifikasi secara tertulis
dengan menyampaikan Uamg Rupiah yang diragukan keasliannya tersebut secara
lengkap kepada bank Indonesia.
Pelaporan
 Kantor Pabean wajib menyampaikan laporan tentang informasi pembawaan uang
tunai berupa rupiah sejumlah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, atau
mata uang asing yang nilainya setara dengan itu masuk atau keluar Daerah Pabean
dan pelanggaran atas tata laksana membawa uang tunai keluar atau masuk daerah
pabean, kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
 Kantor Pabean menyampaikan laporan tentang pengenaan sanksi Administrasi
terhadap pembawaan uang tunai berupa rupiah.
 Penyampaian laporan dilakukan selama jangka waktu 5 hari kerja.
 Pemberitahuan atas pelanggaran disampaikan paling lambat 5 hari kerja setelah
adanya pelanggaran.
Tata laksana membawa uang keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia
berguna untuk mendukung efektifitas kebijakan moneter. Efektifitas kebijakan moneter
diperlukan dalam memelihara kestabilan nilai uang rupiah.
Untuk itu perlu diupayakan agar peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk meraih
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memperdagangkan uang rupiah melalui
pembawaan fisik secara lintas batas negara dapat diminimalkan karena berdampak
kurang menguntungkan bagi efektifitas kebijakan moneter.
Sementara itu, untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah,
perlu ditingkatkan pengawasan terhadap beredarnya uang palsu di masyarakat dengan
mencegah masuknya rupiah palsu dari luar negeri. Tata laksana ini juga berguna untuk
meminimalisir tindak pidana pencucian uang.

6.2.Latihan
Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan uang rupiah, dan membawa uang rupiah.!
Jelaskan berlakunya ijin Bank Indonesia untuk pembawaan mata uang dari dan ke luar
wilayah negara Republik Indonesia.!
Jawab: Uang Rupiah adalah uang kertas maupun uang logam yang merupakan alat
pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. Membawa Uang Rupiah
adalah mengeluarkan atau memasukkan Uang Rupiah yang dilakukan dengan cara
membawa sendiri atau melalui pihak lain dengan atau tanpa menggunakan sarana
pengangkut. Ijin Bank Indonesia yang diberikan oleh Bank Indonesia hanya berlaku
untuk satu kali penggunaan dengan ketentuan; masa berlaku ijin paling lama 30 ( tiga
puluh ) hari kerja, terhitung sejak tanggal ijin diberikan; surat Ijin wajib diberikan kepada
Pejabat Bea dan Cukai di tempat keberangkatan, dan Jumlah uang Rupiah yang dibawa
paling banyak sama dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ijin.

6.3.Rangkuman
Peraturan Pemerintah Nomor 4/8/PBI/2002 telah disesuaikan dengan UU Nomor 15
Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang dalam hal pengawasan terhadap masuknya uang palsu ke
daerah pabean Indonesia, diperkuat dengan Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor
Kep-70/BC/2001 yang didalamnya disebutkan bahwa setiap orang yang membawa uang
Rupiah keluar dari wilayah pabean lima juta rupiah sampai dengan sepuluh juta rupiah,
wajib menyerahkan Formulir Bank Indonesia. Keluar dari wilayah pabean lebih dari
sepuluh juta rupiah wajib menyerahkan Formulir Bank Indonesia dengan Ijin tertulis dari
Bank Indonesia. Masuk ke wilayah pabean lima puluh juta rupiah sampai dengan seratus
juta rupiah wajib memberitahukan kepada Petugas Bea dan Cukai dengan mengisi
Customs Declaration (BC 2.2), lebih dari seratus juta rupiah selain memberitahukan pada
BC 2.2 juga harus memeriksakan keaslian uang tersebut kepada Petugas Bea dan Cukai.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 juga dijelaskan mengenai pengenaan
sanksi administrasi terhadap pelanggaran ketentuan pembawaan mata uang, yaitu setiap
orang yang membawa uang tunai berupa Rupiah sejumlah seratus juta rupiah atau lebih
keluar daerah pabean; dalam hal tanpa Ijin bank Indonesia dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 10 % dari jumlah uang yang dibawa; dalam hal mempunyai Ijin
Bank Indonesia akan tetapi jumlah uang yang dibawa lebih besar daripada jumlah uang
yang tertera dalam ijin tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 %
dari jumlah selisih uang yang dibawa dengan jumlah uang yang tertera dalam Ijin Bank
Indonesia. Setiap orang yang membawa uang tunai berupa Rupiah sejumlah seratus juta
rupiah atau lebih ke dalam daerah pabean yang tidak memeriksakan keasliannya kepada
pejabat Bea dan Cukai, maka dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 % dari
jumlah uang yang dibawa. Batas maksimal pengenaan sanksi administrasi adalah sebesar
tiga ratus juta rupiah.
7. Kegiatan Belajar (KB) 6

MONEY LAUNDERING

7.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Modul dengan bahan pembelajaran tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (money
laundering) berdasarkan Undang-undang Nomor.25/2003. Aktivitas cuci uang mengacu
kepada uang hasil kegiatan ilegal (perdagangan senjata, obat, wanita; korupsi;
penyelundupan; dan masih banyak lagi) yang bisa digunakan/diputarkan untuk kegiatan
legal. Jawabannya bisa jadi beragam, tergantung dari sudut pandang mana seseorang
melihatnya. Topik money laundering menjadi isu hangat yang banyak diperbincangkan di
media massa termasuk di pemerintahan. Pada Modul ini akan mengupas antara lain
adalah seluk beluk tentang pencucian uang, hubungannya Indonesia dengan dunia
Internasional, penegakan hukumnya di Indonesia, dan termasuk dalam hal apa DJBC
berperan mengatasinya. Sejak tahun 1930, praktek pencucian uang telah tercium oleh
aparat keamanan di Amerika Serikat. Pencucian uang (Money Laundering), pada intinya
adalah mengubah bentuk uang dari hasil kejahatan menjadi kelihatan bersih dalam sistem
keuangan. Atau dengan kata lain, menggunakan produk sistem keuangan untuk membuat
uang kejahatan seperti bukan dari hasil kejahatan.
Money laundering berkaitan dengan hasil kejahatan yaitu dengan adanya kejahatan ada
uang yang diperoleh dari kejahatan tersebut, sehingga menimbulkan money laundering
untuk menyamarkan uang tersebut agar kelihatan legal.. Dampak lain dari money
laundering ialah instabilitas keuangan dunia, distorsi ekonomi dunia dan kemungkinan
gangguan terhadap jumlah uang yang beredar.
Dengan globalisasi di sektor perbankan dan sistem perdagangan internasional, praktek
money laundering melibatkan antar negara di dunia, sehingga money laundering
merupakan kejahatan transnasional (lintas negara). Untuk membasmi money laundering
ini seluruh negara di dunia harus bersatu untuk menjalankan sistem dan rezim anti
pencucian uang, karena jika sistem anti money laundering di beberapa negara sudah baik,
tatapi di satu negara sistemnya buruk, maka launderingnya dilakukan pada negara yang
sistem buruk tersebut dan hasil/uang kejahatan, pelakunya, barang bukti juga akan lari ke
negara itu, sehingga kasus money laundering tidak dapat diusut.

Pengertian
Pencucian Uang (money laundering) adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbang- kan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi Harta Kekayaan yg sah.
Penyedia Jasa Keuangan (PJK) adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang
keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas
pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali
amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun,
perusahaan asuransi, dan kantor pos.
Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transaction Report) adalah, transaksi
keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari
nasabah yang bersangkutan; transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang
wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
ini; atau transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan
Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Transaksi Keuangan Mencurigakan yang Dilakukan Secara Tunai (Cash Transaction
Report) adalah transaksi penarikan, penyetoran, atau penitipan yang dilakukan dengan
uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang dilakukan melalui Penyedia Jasa
Keuangan. Predicated crime adalah tindak pidana yang menghasilkan uang atau harta
kekayaan yang kalau disembunyikan atau disamarkan bisa dikategorikan sebagai money
laundering.
KYC (Know Your Customer) adalah kunci pokok untuk mengurangi bahkan menangkal
money laundering, yaitu kewajiban bank dalam pengetahuan secara tepat dan akurat
tentang data nasabahnya.
Counter measure adalah sanksi dari FATF kepada negara-negara yang ada di daftar
NCCT berupa pengucilan dari negara-negara yang sangat peduli terhadap penumpasan
money laundering dan pencegahan aliran dan terorisme global.
Anti tipping-off adalah ketentuan larangan bagi direksi, pejabat, atau pegawai Penyedia
Jasa Keuangan Pejabat atau pegawai, PPATK, serta penyelidik/penyidik memberitahukan
kepada pengguna jasa keuangan atau orang lain baik secara langsung ataupun tidak
langsung dengan cara apapun mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang
sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK atau yang telah dilaporkan kepada
PPATK atau penyidik secara langsung atau tidak langsung dengan cara apapun,
dimaksudkan agar pengguna jasa keuangan tidak memindahkan Harta Kekayaannya
sehingga mempersulit penegak hukum untuk melakukan pelacakan terhadap pengguna
jasa keuangan dan Harta Kekayaan yang bersangkutan.
FIU (Financial Intelligence Unit) adalah lembaga independen yang dibentuk dalam
rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
NCCT (Non Cooperative Countries and Territories) adalah negara-negara yang
merupakan daftar hitam dari FATF dalam rezim anti money launndering dunia, karena
tidak memenuhi rekomendasi 40+8 yang ditetapkan FATF.
Sebelumnya telah dijelaskan definisi pencucian uang, dan menurut UU definisi pencucian
uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelajakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan,
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Dan definisi
singkatnya adalah upaya untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul uang yang
dihasilkan dari suatu tindakan kejahatan, sehingga seolah-olah berasal dari tindakan yang
sah.Dari penjelasan diatas, diperoleh kesimpulan money laundering merupakan tindak
pidana kejahatan.
Secara sederhana, upaya untuk mengaburkan asal usul kekayaan atau uang dapat
dikelompokkan ke dalam tiga tahap kegiatan, yaitu:
 Placement (penempatan), yaitu penempatan dana yang dihasilkan dari tindak
kejahatan ke dalam sistem keuangan. Atau dengan kata lain, placement merupakan
upaya untuk menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam
sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cek, wesel
bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali kedalam sistem keuangan, terutama
sistem perbankan.
Dalam proses penempatan uang tunai kedalam sistem keuangan ini, terdapat
pergerakan fisik uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari satu negara
ke negara lain, penggabungan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan
uang yang diperoleh dari hasil kejahatan yang sah, atau dengan cara-cara lain seperti
pembukaan deposito, pembelian saham-saham, atau juga mengkonversi kannya ke
dalam mata uang negara lain.
 Layering (transfer), yaitu memindahkan/mengubah bentuk dana melalui transaksi
keuangan yang kompleks dalam rangka mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul
dana. Atau dengan kata lain, layering merupakan upaya untuk mentransfer harta
kekayaan, berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak yang mungkin, yang
berwujud atau yang tidak berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah
berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan (placement). Dalam
proses ini terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumbernya
melalui pengalihan dan hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi tertentu
lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk
menyamarkan/mengelabuhi sumber dana “haram” tersebut.layering dapat pula
dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik melalui bisnis yang sah
maupun melalui perusahaan-perusahaan “shell” (perusahaan yang mempunyai nama
dan badan hukum namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun)
 Integration, yaitu mengembalikan dan yang telah tampak sah kepada pemiliknya,
sehingga dapat digunakan dengan aman. Integration merupakan suatu upaya
menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil
masuk ke dalam sistem keuangan melalui placement atau layering, sehingga seolah-
olah menjadi harta kekayaan yang “halal”. Proses ini merupakan upaya untuk
mengembalikan uang yang telah dikaburkan jejaknya, sehingga pemilik semula dapat
menggunakan dengan aman. Di sini uang yang “dicuci” melalui placement maupun
layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi, sehingga tampak seperti tidak
berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi sumber uang
tersebut.
 Atas tindak pidana pencucian uang akan berdampak luas terhadap suatu negara
khususnya Indonesia,yaitu:
- Dampak Ekonomi berupa, Instabilitas sistem keuangan,Distorsi sistem persaingan
bebas, Mempersulit pengendalian moneter, Meningkatnya “country risk”
- Dampak Hukum dan Sosial berupa, dan Meningkatnya kejahatan baik jenis maupun
kualitasnya, dan Meningkatnya kerawanan sosial

Upaya Pemberantasan Money Laundering Di Indonesia


Berdasarkan dampak yang akan ditimbulkan oleh money laundering sebelumnya,
sebenarnya sudah merupakan alasan yang cukup bagi pemerintah Indonesia untuk
memberantas money laundering. Di samping itu, juga ada tekanan internasional dan
kebutuhan domestik yang mengharuskan pemerintah untuk melakukan rezim anti money
laundering:

Pelaksanaan Upaya-Upaya Rezim Anti Money Laundering


Salah satu upaya yang dibentuk oleh pemerintah dalam rezim anti money laundering
adalah menetapkan UU nomar 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagai dasar bagi aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan money
laundering. Akan tetapi, UU nomor 15 tahun 2002 yang diharapkan sebagai produk yang
mampu mencegah dan memberantas tindak pidana money laundering, ternyata dianggap
belum memenuhi standar internasional pedoman pemberantasan kegiatan pencucian uang
oleh FATF, sehingga Indonesia tetap masuk dalam daftar NCCT.
Keputusan FATF ini ternyata beralasan karena berdasarkan fakta yang ada yaitu banyak
laporan tentang petunjuk kecurigaan terhadap praktek money laundering yang
disampaikan oleh berbagai, tapi hanya sedikit yang bisa diusut oleh polisi, apalagi yang
bisa sampai ke tangan jaksa dan diproses di pengadilan. Hal ini dapat terjadi karena ada
beberapa pasal di dalam UU nomor 15 tahun 2002 yang mengandung banyak kelemahan,
sehingga dapat dijadikan celah bagi pelaku tindak pidana pencucian uang. Jadi pada
kesimpulannya, meskipun kita sudah memiliki UU tindak pidana pencucian uang,
penanganan kejahatan pencucian uang masih belum efektif.Oleh karena itu, berdasarkan
alasan belum memenuhi standar internasional anti money laundering serta kesulitan
dalam penegakan hukum dan pemrosesan di pengadilan, maka pada tanggal 16
September 2003, DPR telah menyetujui amandemen UU nomor 15 tahun 2002 tentang
tindak pidana pencucian uang, yang dialukan oleh pemerintah. Sehingga, UU No.15
tahun 2002 menjadi UU No. 25 tahun 2003 yang di dalamnya mengandung beberapa
perubahan.

Pelaksanaan Rezim Anti Money Laundering oleh PPATK


PPATK dibentuk oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mengeluarkan Indonesia dari
daftar NCCT (Non Cooperative Countries and Territories). PPATK merupakan lembaga
independen yang bertanggung jawab kepada presiden Republik Indonesia, yang dibentuk
dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. PPATK
merupakan pihak yang aktif dalam pemberantasan money laundering di Indonesia dan
bertanggung jawab untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCT. PPATK dapat
melakukan kerja sama dan koordinasi dengan pihak yang terkait, baik nasional maupun
internasional, misalnya BI dan Bapepam.

Implementasi UU Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Polri, Jaksa, dan Hakim.
Disebutkan dalam UU nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang di pengadilan dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana. Dan yang melakukan penyidikan
terhadap money laundering adalah Polri, karena PPATK tidak mempunyai kewenangan
untuk menyidik. Sebagai penyidik, Polri menerima petunjuk atas dugaan telah
ditemukannya transaksi mencurigakan dari PPATK. Setelah Polri menindaklanjuti
petunjuk tersebut, serta telah menemukan bukti dan tersangkanya, maka selanjutnya
diserahkan kepada Kejaksaan untuk diajukan tuntutan agar bisa diproses di pengadilan.
 Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan kepada Penyedia
Jasa Keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap Harta Kekayaan setiap orang
yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa yang
diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dengan menggunakan
surat perintah pemblokiran.

Sesuai dengan pasal 8 UU nomor 25 tahun 2003 Penyedia Jasa Keuangan yang dengan
sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK yaitu Transaksi Keuangan
Mencurigakan dan transaksi keuangan tunai (Cash Transaction Report) yang ditetapkan
UU nomor 25 tahun 2003, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

7.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pencucian Uang (money laundering)
dan Anti tipping-off sesui UU No.15 tahun 2002 yang telah diubah dan ditambah dengan
UU No. 25 tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang.

Jawab: Pencucian Uang (money laundering) adalah perbuatan menempatkan,


mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yg sah. Anti tipping-off adalah ketentuan larangan
bagi direksi, pejabat, atau pegawai Penyedia Jasa Keuangan Pejabat atau pegawai,
PPATK, serta penyelidik/penyidik memberitahukan kepada pengguna jasa keuangan atau
orang lain baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara apapun mengenai
laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan
kepada PPATK atau yang telah dilaporkan kepada PPATK atau penyidik secara langsung
atau tidak langsung dengan cara apapun, dimaksudkan agar pengguna jasa keuangan
tidak memindahkan Harta Kekayaannya.
7.3.Rangkuman
PPATK dibentuk oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mengeluarkan Indonesia dari
daftar NCCT (Non Cooperative Countries and Territories). PPATK merupakan lembaga
independen yang bertanggung jawab kepada presiden Republik Indonesia, yang dibentuk
dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. PPATK
merupakan pihak yang aktif dalam pemberantasan money laundering di Indonesia dan
bertanggung jawab untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCT. PPATK dapat
melakukan kerja sama dan koordinasi dengan pihak yang terkait, baik nasional maupun
internasional, misalnya BI dan Bapepam. Penyidik, penuntut umum, atau hakim
berwenang memerintahkan kepada Penyedia Jasa Keuangan untuk melakukan
pemblokiran terhadap Harta Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK
kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa yang diketahui atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana, dengan menggunakan surat perintah pemblokiran.
8. Kegiatan Belajar (KB) 7

DETEKSI UANG PALSU

8.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Membawa uang tunai adalah mengeluarkan atau memasukkan uang tunai yang dilakukan
dengan cara membawa sendiri melalui pihak lain, dengan atau tanpa menggunakan sarana
pengangkut. Setiap orang yang membawa uang tunai berupa rupiah dalam jumlah tertentu
atau mata uang asing yang nilainya setara, masuk ke dalam Daerah Pabean, wajib
memberikan laporan kepada Pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan
Pemberitahuan Pabean. Setiap pemasukan uang rupiah ke daerah Pabean Indonesia harus
terlebih dahulu diperiksa keasliannya. Karena itu masyarakat pada umumnya dan Pejabat
Bea dan Cukai pada khususnya harus mengetahui karakteristik uang asli dan mengetahui
bagaimana mendeteksi uang palsu
Tdak banyak orang yang dengan sengaja mengamati fisik uang, atau memikirkan
bagaimana uang itu dibuat. Banyak uang yang beredar di masyarakat khususnya uang
rupiah yang palsu. ebenarnya uang palsu mudah untuk dikenali karena proses percetakan
uang dilakukan dengan cara yang sangat cermat dan dengan teknologi tinggi.
Sebelum membahas bagaimana cara mendeteksi uang palsu kita akan terlebih dahulu
membahas bagaimana pembuatan yang asli karena dengan mengetahui bagimana uang
asli dibuat dan bagaimana ciri-ciri uang yang asli kita akan mudah mengenali uang
palsu. Pertama kita akan membahas kertas yang dipakai dalam pembuatan uang. Kertas
yang dipakai untuk mencetak uang kualitasnya harus tinggi, karena itu proses
pengadaannya dilakukan oleh Bank Indonesia, dan Peruri tinggal menerima apa yang
telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Bila mutu kertas rendah, uang akan gampang robek
atau melengkung atau bahkan luntur.
Jadi bagus jeleknya hasil pencetakan uang tergantung pada kualitas bahan dan kestabilan
proses pembuatan uang kertas. Kertas yang dipakai pada uang palsu biasanya kertas
yang berkualitas rendah. Kertas tersebut lebih tebal dari kertas uang pada umumnya
tetapi tingkat kekuatannya rendah. Uang kertas palsu jika dicuci bentuknya kan berubah
menjadi lusuh dan cetakan gambar pada uang tersebut akan luntur dan lusuh.
Pengertian
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari
campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah badan
hukum.Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik
Indonesia.

Hasil Cetakan Yang Kasar


Setelah desain disetujui, para engraver (pengukir) harus membuat gambar kerja (pen
drawing) gambar utama untuk cetak intaglio. Cetak intaglio adalah proses kedua setelah
offset yang menghasilkan tacticle effect yaitu permukaan uang terasa kasar bila diraba.
Untuk membuat hasil yang detail para pengukir harus menggunakan kaca pembesar.
Pembuatan gambar intaglio tak seperti menggambar biasa, namun dengan cara terbalik
artinya hasil cetak yang teraba kasar dibentuk dengan mencungkil cetakannya. Satu
persatu cetakan itu 'dicungkil' agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan, yaitu sesuai
anatomi, halus dan tajam. Selanjutnya, uang dicetak dengan cetak intaglio. Teknik cetak
ini sifatnya unik, karena membuat uang terasa kasar bila diraba atau tacticle effect. Warna
yang munculpun berkesan kuat serta menghasilkan elemen halus sampai tebal. Karena
tintanya akan timbul, perlu waktu untuk pengeringan sebelum proses berikutnya.

Intaglio bisa ditempatkan di bagian muka saja atau di dua sisi : bagian muka dan
belakang. Interpol merekomendasikan bahwa sedapat mungkin uang kertas dicetak
menggunakan intaglio di kedua sisi. Biasanya tergantung nilai nominal uang yang
dicetak. Makin mahal pecahan uang tersebut, cetak intaglio juga makin rumit. Antara
cetak offset dan intaglio harus nyambung. Bila tidak, menjadi cetakan tidak register.
Kepemilikan mesin intaglio tidak sembarangan. Hanya percetakan uang resmi dan
menerapkan tradisi cetak uang sesuai resolusi/rekomendasi Interpol yang dapat
mengoperasikannya.
Bila diperhatikan, gambar utama muka dan gambar belakang uang kertas memiliki
hubungan dari sisi tema. Uang seribu rupiah yang bergambar Kapitan Pattimura,
misalnya, memiliki kesamaan tema dengan bagian belakangnya. Karena Pattimura dari
Maluku, gambar belakangnya pun diambil dari daerah tersebut. Di situ ada gambar
Pulau Maitara dan Tidore. Standar warna juga hampir sama. Misalnya, uang seratus
perak biasanya berwarna merah. Lima ratus hijau, seribu biru, dan lima ribu bernuansa
cokelat. Hasil cetakan yang memiliki permukaan yang kasar bila disentuh tidak
dimiliki oleh uang palsu, karena itu cara pertama untuk membedakan uang yang asli
dengan yang palsu cukup dengan meraba uang yang dimiliki bisanya cetakan yang
terasa kasar terletak pada tulisan angka nominal uang tersebut, jika uang yang kita uji
keasliannya tersebut ketika diraba tidak terasa kasar maka uang patut diragukan
keasliannya.

Tanda Air
Petunjuk kedua yang menandakan uang yang kita miliki adalah uang asli adalah
terdapatnya tanda air pada uang tersebut. Tanda air adalah salah satu bagian dari uang
kertas untuk mengamankan uang kertas dari pemalsuan. BI menentukan gambar apa yang
akan dijadikan tanda air. Tanda air adalah gambar transparan yang biasanya terletak di
sebelah kanan gambar muka (front side) uang. Gambar tanda air akan terlihat dengan
jelas bila orang menerawangnya ke arah cahaya atau lampu. Gambar tanda air tidak
selalu tidak selelu berkaitan dengan tema utama uang tersebut. Misalnya, pada pecahan
seribu rupiah, potret Cut Nyak Meutia-pahlawan asal Aceh-tampil dalam tanda air.
Namun, pecahan Rp 20.000, gambar utama dan gambar tanda air sama yaitu gambar Ki
Hadjar Dewantara.
Memasuki milenium baru, rakyat Indonesia mendapat "hadiah" menarik dari Bank
Indonesia (BI): uang pecahan Rp 100.000. Dalam sejarah uang RI, jumlah itu
merupakan yang terbesar. Sebelumnya, masyarakat hanya bisa memiliki pecahan Rp
50.000. Mungkin tak ada yang istimewa dalam pecahan ini. Yang berbeda, uang
tesebut terbuat dari bahan plastik. Pecahan uang yang beredar sebelumnya berbahan
kertas dan logam. Tapi, uang plastik itu tak dicetak di Peruri --yang dikenal sebagai
percetakan uang yang sah di Republik ini, melainkan nun jauh diseberang sana,
Australia. Note Printing Australia, namanya.
Uang Republik Indonesia itu harus menempuh ribuan kilometer agar bisa digunakan
sebagai alat pembayaran yang sah. Uang plastik sempat digembar-gemborkan tak
mempan dipalsukan. Juga tak mudah lecek. Pemakaipun menggunakannya dengan hati-
hati. Misalnya, tak melipat atau menyimpan di saku celana. Soal tak mudah lecek
mungkin benar. Atau, karena itu tadi, pemakai tak sembarang memperlakukan uang
pecahan gede ini. Tapi, masalah dipalsukan itu yang membuat aparat keamanan harus
bekerja keras. Terbukti, akhir-akhir ini uang palsu pecahan bergambar Soekarno-Hatta
ini banyak beredar. Masyarakatpun dituntut hati-hati bila menerimanya. Uang pecahan
Rp100.000 mudah dipalsukan karena pada uang ini tidak bisa diberlakukan pada uang
kertas. Pada uang yang terbuat dari plastik tidak terdapat tanda, air karena itu lebih
mudah untuk dipalsukan karena ciri-ciri yang membedakan uang yang asli dengan uang
yang palsu berkurang. Sebenarnya, tak banyak negara yang menggunakan bahan plastik
untuk uang. Selain Australia, Thailand juga mengedarkan uang plastik, tapi untuk
pecahan kecil. Konon kabarnya, negara tersebut sudah tidak mencetak lagi, karena
masyarakatnya kurang menyukai uang plastik.

Nomor Seri
Tahap berikutnya adalah finishing. Ada dua finishing: otomatis dan manual. Kalau
hasilnya 100% baik, langsung masuk ke finishing otomatis. Kalau ada yang rusak cetak
sebagian, diproses manual. Setiap 100 lembar kertas uang yang sudah dicetak lengkap
dimasukan dalam mesin finishing. Nomor dari 100 lembar tersebut sudah berurutan dari
lembar pertama sampai lembar ke 100. Proses berjalan secara otomatis sambil dipotong
menjadi ikatan-ikatan yang masing-masing berisi 100 bilyet uang. Kemudian ikatan-
ikatan itu ditumpuk menjadi 10 secara otomatis. Lantas diban atau diikat lagi.
Selanjutnya mesin menghitung lagi. Jumlahnya harus 1.000. Tahap berikutnya masuk ke
plastik dan dibungkus. Pengepakan terakhir ini menggunakan kotak kaleng yang
selanjutnya disolder. Lantas masuk ke peti kayu yang dilapisi kawat. Semuanya dalam
kondisi disegel, dilengkapi kode masing-masing.
Namun, bila jumlah uang itu tidak lengkap atau terlipat, proses itu tak bisa berjalan.
Mesin masih terus memeriksa. Uang yang tak lengkap tadi bakal menyisihkan diri.
Misalnya, jumlahnya kurang atau lebih dari 1000, maka saat berjalan ke arah pengepakan
akhir, uang ini akan jatuh dari belt proses ke dalam penampungan khusus. Uang tersebut
lantas dipungut oleh petugas. Proses selanjutnya, secara manual petugas menghitung lagi
dan mengecek apa yang kurang. Proses manual diawali dengan memotong. Karena hasil
cetak tidak sempurna atau tidak presisi, misalnya, petugas akan mengambil dan
menyisihkan ke tempat khusus. Para petugas itu juga harus mencetak nomor seri uang
yang rusak itu. kemudian uang rusak itu diganti dengan uang lain yang mutunya bagus.
Nomornya tentu tidak berurutan lagi. Perlu dicatat, ada dua jenis uang kertas palsu. Yang
pertama adalah uang palsu yang memang benar-benar ditiru dari aslinya. Dengan kata
lain, materialnya saja sudah palsu. Uang kertas palsu jenis ini memang jauh lebih banyak
jumlahnya, dan uang palsu yang seperti ini lebih mudah dideteksi. Jenis uang kertas palsu
yang kedua adalah uang asli yang dipalsukan, yaitu uang yang secara fisik asli tapi
peredarannya palsu. Uang kertas palsu jenis ini tidak pernah bisa dideteksi dengan
instrumen apapun. Bentuk kedua ini bisa diproduksi oleh pihak-pihak yang berhubungan
dengan pencetakan uang dengan cara menggandakan kapasitas order yang dikeluarkan
oleh BI. Perlu diketahui uang Rupiah kita banyak yang dicetak di beberapa negara
tetangga di luar negeri, termasuk uang pecahan seratusribu Rupiah yang dicetak di
Australia.
Logikanya, tidak mungkin ada uang kertas asli bernilai sama dan bernomer seri yang
sama beredar secara legal. Itu logikanya. Tapi fakta berkata lain setelah ditemukannya
dua lembar uang kertas asli pecahan 50,000 IDR dengan nomer seri yang sama. Secara
fisik keduanya asli. Tapi dari aspek legalitasnya, satu di antaranya pasti palsu. Untuk
menentukan apakah uang yang kita miliki palsu berdasarkan nomor seri sulit untuk
dilakukan karena kemungkinan untuk mendapatkan uang yang bernomor seri sama dan
jika kita menemukan uang yang bernomor seri sama tetapi salah satu dari uang seri
tersebut merupakan uang “asli tapi palsu” kita tidak dapat berbuat apa-apa.
Benang Pengaman
Petunjuk ketiga untuk membedakan uang asli dengan uang palsu adalah adanya benang
pengaman pada uang asli, Di setiap uang kertas, pasti ada benang pengaman. Benang
pengaman yang letaknya membujur biasanya berbeda satu dengan yang lainnya. Ada
yang bentuknya seperti garis lurus dan zig-zag.
Ada pula benang pengaman yang keluar masuk-biasa disebut window thread- atau
diimbuhi tulisan "Bank Indonesia". Semua benang pengaman yang ada pada uang
kertas ditanam dalam kertas uang tersebut pada saat pembuatan kertas uang. Bila uang
kertas memiliki benang pengaman, uang plastik tak bisa. Benang pengaman itu
biasanya ditanam di bahan kertas. Bahan plastik tidak mengakomodasi hal itu. Benang
pengaman biasanya berbentuk garis membujur yang menjadi ciri uang kertas di
manapun.
Perbedaan lain adalah berkaitan dengan bahan pembuat uang itu sendiri. Untuk bahan
uang kertas, saat ini pabrik kertas uang di dunia bisa dihitung dengan jari. Maklum, tak
sembarang orang bisa membuat pabrik kertas uang. Selain biayanya besar, juga harus
memiliki teknologi pembuatan kertas yang berbeda dengan pembuatan kertas biasa,
sehingga mampu membuat kertas uang dengan unsur pengaman sebagaimana yang
direkomendasikan Interpol. Berbeda dengan kertas uang, yang memiliki unsur
pengaman tanda air atau benang pengaman pada saat pembuatannya. Pada bahan uang
plastik, benang pengaman atau tanda air tidak dapat dibuat seperti pada bahan kertas
uang. tak mengherankan bila uang plastik lebih mudah dipalsukan.
Proses pembuatan uang logam lebih sederhana. Misalnya, dalam hal pengamanan, ada
yang berupa gerigi di pinggir koin. Proses awalnya tak beda dengan uang kertas. Bahan
dasarnya juga diterima dari BI. Logam yang diterima itu dalam kondisi blank
berbentuk koin bulat. Itu sudah dilakukan sejak 1970-an. Koin-koin itu ditimbang.
Proses awal, yaitu membuat pinggiran koin itu sedikit naik menonjol. Bila
diperhatikan, permukaan uang logam tidak ada yang datar . Untuk uang logam sangat
jarang sekali terjadi pemalsuan karena nilai nominal uang logam biasanya rendah
sedangkan proses pembuatannya memerlukan biaya yang tinggi.
Sampai tahun 1997, tahap persiapan pembuatan uang dikerjakan secara manual.
Pengerjaan desain dan pengerjaan detail unsur pengaman-garis guilloche, rosette dan
relief-dikerjakan oleh dua unit kerja yang berbeda. Juga penyediaan dan pembuatan
film dilakukan oleh unit kerja lainnya.
Perubahan mendasar dan total menyangkut teknologi prepress di Peruri dimulai pada
tahun 1998. Peruri mengaplikasikan teknologi prepress modern yang cangih dan
mutakhir yang fully computerized. Teknologi Prepress terdiri dari beberapa komputer
desain, scanner, dan image setter yang terhubung satu dengan yang lain dalam sebuah
jaringan (network). Selain itu dilengkapi pula dengan "high security design software"
yang mampu menghasilkan beragam anti copy yang hadal dan susah dipalsukan.
Resolusi yang dihasilkan image setter tersebut mencapai 10.000 dpi (dot per inch).
Sistem ini memungkinkan seorang desainer mampu membuat desain uang berikut
unsur pengamanan yang diinginkan, bahkan sampai pembuatan filmnya. Untuk koreksi
pun bisa cepat dilakukan. Dalam hal pengamanan, dengan sistem integrasi ini, Peruri
bisa mengaplikasikan teknik pengamanan andal sejak desain uang dibuat.
Pada proses pencetakan uang, setelah desain disepakati dan menjadi film siap cetak,
terdapat tiga bagian. Masing-masing cetak offset untuk mencetak gambar dasar. Teknik
offset merupakan teknik cetak uang menggunakan mesin simultan, yang
memungkinkan gambar dasar muka dan belakang dicetak secara bersamaan dengan
presisi tinggi. Teknik ini memungkinkan terbentuknya unsur pengaman yang disebut
recto-verso atau see trough register, yaitu dua gambar tidah utuh dalam satu tempat
muka belakang yang sangat presisi, jika diterawangkan akan membentuk suatu gambar
utuh. Sejak tahun 2000 mesin-mesin yang digunakan Peruri sudah mengadopsi
teknologi tinggi sehingga tak diragukan lagi keandalannya dalam menghasilkan uang
kertas dengan tingkat keamanan tinggi (security feature). Konfigurasi permesinan ini
lebih mutakhir dibandingkan negara tetangga seperti Thailand yang masih
menggunakan permesinan dengan format standar. Dampaknya, uang keluaran Peruri
apabila dipalsukan, sangat sulit unutk menyamai uang aslinya.

Visible fluorescent ink


Petunjuk selanjutnya adalah visible fluorescent ink. Visible fluorescent ink adalah
cetakan pada uang yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Cetakan ini hanya bisa dilihat
dengan menggunakan lampu fluorescent (lampu gelap) atau biasa disebut lampu ultra
violet. Ketika uang disinari dengan lampu fluorescent akan muncul tulisan angka nominal
dari uang tersebut. Selain tulisan nilai nominal uang tersebut terdapat juga tulisan nomor
seri dari uang tersebut, jadi pada setiap uang asli terdapat dua tulisan nomor seri yaitu
yang dicetak dengan tinta biasa dan dengan visible fluorescent ink. Kedua tulisan ini
terdapat pada uang dengan nilai nominal Rp. 5.000 dan semua uang kertas dengan nilai
nominal yang lebih tinggi.
Untuk uang kertas dengan nilai nominal yang lebih rendah, tulisan yang menggunakan
visible fluorescent ink hanya nomor seri saja sedangkan tulisan nilai nominal uang
tersebut tidak ada. Berdasarkan ciri tersebut dapat dibedakan antara uang asli dengan uang
yang palsu. Uang palsu tidak terdapat tulisan dengan menggunakan visible fluorescent
ink, karena proses percetakan dengan menggunakan visible fluorescent ink menggunakan
teknologo tinggi dan biaya yang mahal

8.2.Latihan
Pertanyaan: Jelaskan salah satu cara bagaimana saudara mengetahui uang yang kita
miliki adalah uang asli.

Jawab: Ada beberapa cara mendeteksi asli atau tidak nya uang, untuk itu salah satunya
dengan cara melihat tanda air pada uang tersebut. Tanda air adalah salah satu bagian dari
uang kertas untuk mengamankan uang kertas dari pemalsuan. BI menentukan gambar apa
yang akan dijadikan tanda air. Tanda air adalah gambar transparan yang biasanya terletak
di sebelah kanan gambar muka (front side) uang. Gambar tanda air akan terlihat dengan
jelas bila orang menerawangnya ke arah cahaya atau lampu. Gambar tanda air tidak
selalu tidak selelu berkaitan dengan tema utama uang tersebut. Misalnya, pada pecahan
seribu rupiah, potret Cut Nyak Meutia-pahlawan asal Aceh-tampil dalam tanda air.
Namun, pecahan Rp 20.000, gambar utama dan gambar tanda air sama yaitu gambar Ki
Hadjar Dewantara.
8.3.Rangkuman
Bila diperhatikan, gambar utama muka dan gambar belakang uang kertas memiliki
hubungan dari sisi tema. Uang seribu rupiah yang bergambar Kapitan Pattimura,
misalnya, memiliki kesamaan tema dengan bagian belakangnya. Karena Pattimura dari
Maluku, gambar belakangnya pun diambil dari daerah tersebut. Di situ ada gambar Pulau
Maitara dan Tidore.
Standar warna juga hampir sama. Misalnya, uang seratus perak biasanya berwarna merah.
Lima ratus hijau, seribu biru, dan lima ribu bernuansa cokelat. Hasil cetakan yang
memiliki permukaan yang kasar bila disentuh tidak dimiliki oleh uang palsu, karena itu
cara pertama untuk membedakan uang yang asli dengan yang palsu cukup dengan meraba
uang yang dimiliki bisanya cetakan yang terasa kasar terletak pada tulisan angka nominal
uang tersebut, jika uang yang kita uji keasliannya tersebut ketika diraba tidak terasa kasar
maka uang patut diragukan keasliannya.
Untuk uang kertas dengan nilai nominal yang lebih rendah, tulisan yang menggunakan
visible fluorescent ink hanya nomor seri saja sedangkan tulisan nilai nominal uang
tersebut tidak ada. Berdasarkan ciri tersebut dapat dibedakan antara uang asli dengan uang
yang palsu. Uang palsu tidak terdapat tulisan dengan menggunakan visible fluorescent
ink, karena proses percetakan dengan menggunakan visible fluorescent ink menggunakan
teknologo tinggi dan biaya yang mahal
Uang palsu biasanya diedarkan di kalangan masnyarakat ekonomi rendah atau yang
berpendidikan rendah, karena dengan diedarkan pada kalangan masyarakat tersebut para
pemalsu lebih mudah untuk mengedarkan uang palsunya karena pada klangan masyarakat
ini pengawasannya relatif rendah dan juga pengetahuan tentang bagaimana cara
mendeteksi uang palsu.
9. Kegiatan Belajar (KB) 8

BENDA CAGAR BUDAYA, DAN SITUS

9.1.Uraian, Contoh dan Non Contoh


Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak suku bangsa dan budaya.
Masing-masing suku telah berdiri di Indonesia sejak jaman dahulu. Masing-masing suku
bangsa tersebut memiliki kebudayaan dan peradaban yang berbeda-beda. Peradaban-
peradaban yang ada sejak jaman dahulu tersebut memiliki beraneka ragam benda-benda
hasil budaya yang merupakan peninggalannya. Hal ini menjadikan Indonesia sangat
banyak memiliki benda cagar budaya yang beragam dangan nilai yang sangat tinggi bagi
sejarah, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Dalam konteks kebudayaan Benda Cagar Budaya mempunyai arti penting bagi bangsa
karena merupakan warisan budaya bangsa yang dapat membangkitkan kebanggaan
Nasional dan kesadaran akan jati diri bangsa sehingga harus dilestarikan dan dilindungi.
Sebagian besar benda cagar budaya suatu bangsa adalah hasil ciptaan bangsa itu pada
masa lalu yang dapat menjadi sumber kebanggaan bangsa yag bersangkutan.

Oleh karena itu pelestarian benda cagar budaya Indonesia merupakan ikhtiar untuk
memupuk kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa
yang banyak dipengaruhi oleh pengetahuan tentang masa lalu bangsa yang bersangkutan
sehingga keberadaan kebangsaan itu masa kini dan dalam proyeksinya ke masa depan
bertahan kepada ciri khasnya sebagii bangsa yang tetap berpijak pada landasan falsafah
dan budayanya sendiri.

Karena nilai sejarah dan kebudayaan serta unsur seni yang sangat tinggi melekat pada
Benda-benda Cagar Budaya tersebut, banyak pihak yang mempunyai keinginan untuk
memiliki dan mengoleksi Benda Cagar Budaya tersebut. Namun, benda-benda tersebut
merupakan kekayaan milik negara yang dikuasai negara dan tidak dapat dimiliki oleh
pribadi dan hal ini telah diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan.
Pengertian
 Benda cagar budaya adalah:
- Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-
kurangnya 50 (limapuluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan
mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
- Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan , dan kebudayaan.
 Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mongandung benda cagar budaya
termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.
 Benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, adalah benda bukan kekayaan alam
yang mempunyai nilai ekonomi/ instrinsik tinggi yang tersumbunyi atau terpendam
dibawah permukaan tanah dan dibawah perairan di wilayah Republik Indonesia.
Alasan pelarangan dan pembatasan atas impor maupun ekspor Benda Cagar Budaya
disebabkan karena benda cagar budaya adalah merupakan kekayaan budaya bangsa yang
sangat besar artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan. Oleh sebab itu benda-benda tersebut perlu dilestarikan. Untuk
melestarikannya dibutuhkan perlindungan. Perlindungan inilah yang diwujudkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan.
Benda Cagar Budaya yang karena, nilainya sangat penting bagi pengetahuan, pariwisata ,
pendidikan dan kebudayaanIndonesia; sifatnya memberikan corak yang khas, dan unik;
dan jumlah dan jenisnya sangat langka; Berdasarkan ketentuan Undang-Undang no. 5
Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya Dinyatakan sebagai Milik Negara.Benda
Cagar Budaya yang dimiliki Negara pengelolaannya diselenggarakan Menteri Pariwisata
dan Kebudayaan.Pengelolaan sebagaimana dimaksud diatas meliputi perlindungan,
pemeliharaan , perizinan , pemanfaatan , pengawasan dan hal lain yang berkenaan dengan
pelestarian Benda Cagar Budaya.
Sebelum kita ulas lebih jauh tentang Ketentuan Ekspor Impor Benda Cagar Budaya ,
lebih baik kita bahas terlebih dahulu kita uraikan tentang benda cagar budaya yang dibagi
2 (dua) yaitu Benda Cagar Budaya Bergerak dan Benda Cagar Budaya Tidak Bergerak.
Benda buatan manusia yang bergerak yang tergolong, ke dalam cagar budaya a.l.:
 Benda-Benda Hasil Karya Manusia
Jenis-jenis Benda Hasil Karya Manusia antara lain, seperti alat-alat keperluan hidup
manusia, piagam-piagam (pertulisan-pertulisan), arca-arca, mata uang , benda-benda
keramik seperti piring, mangkuk, bejana dan cerek.
 Tanah lapang, kebun, sawah, ladang yang di dalamnya digunakan atau di atasnya
terdapat petunjuk-petunjuk yang nyata terdapat benda-benda purbakala seperti
tersebut di atas.
 Benda-benda yang dipandang mempunyai nilai yang sangat tinggi dari sudut
Palaeontheopologi (ilmu pengetahuan tentang fossil-fossil).
Setiap instansi yang terkait atas pengamanan benda cagar budaya apabila mengetahui
dibawanya atau dipindahkannya sebagian atau seluruh benda cagar budaya atau benda
yang diduga benda cagar budaya tanpa dilengkapi izin dari Menteri Departemen
Pariwisata dan Kebudayaan wajib melakukan penahanan atas benda tersebut. (pasal 33
PP no 10 Tahun 1993 ). Instansi yang melakukan penahanan , POLRI dan segenap
jajaranya , Angkatan Bersenjata Republik Indonesia beserta jajarannya, Bea Cukai serta
petugas pengawas Lintas Batas serta tidak menutup kemungkinan instansi lain yang
merupakan aparat penegak hukum, maupun yang bukan penegak hukum bilamengetahui
adanya hal diatas, benda cagar budaya atau benda yang diduga benda cagar budaya
segera memberitahukan kepada instansi Departemen Pariwisata dan Kebudayaan serta
dibantu aparat penegak hukum yang bertanggung jawab atas perlindungan benda cagar
budaya.
Setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya. Tanpa
izin dari Pemerintah, yaitu setiap orang dilarang:
 membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia;
 memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya;
 mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagian maupun
seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat;
 mengubah bentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya;
 memisahkan sebagian benda cagar budaya dari kesatuannya;
 memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda
cagar budaya.

9.2. Latihan
Pertanyaan: Seseorang penumpang berjenis kelamin perempuan yang berkewarga
negaraan Hongkong yang akan kembali ketanah airnya melalui terminal keberangkatan
penerbangan manca negara di Bandara Soekarno Hatta. Penumpang tersebut membawa 2
buah tas ia hanya pergi seorang diri dan ternyata setelah melewati Hi-Co Scan atau X-
Ray yang ada di Bandara salah satu tas miliknya kedapatan sebuah benda benda
menyerupai patung yang kemudian diketahui merupakan patung salah satu Dewa milik
agama Hindu yang merupakan peninggalan kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Apa
tindakan saudara sebagai Pejabat Bea dan Cukai terhadap barang tersebut menurut
peraturan larangan dan pembatasan ?
Jawab : Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; PP No. 10
Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan UU Benda Cagar Budaya, dan UU No. 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan UU No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Dilakukan
pemerikasaan dokumen dan pemeriksaan badan. Pemeriksaan dokumen guna meminta
yang bersangkutan untuk menunjukkan surat izin membawa barang tersebut ke luar
negeri. Sedangkan pemerisaan badan guna mencari segala hal yang berkaitan dengan
barang tersebut yang diduga disembunyikan oleh yang bersangkutan untuk mencari
segala sesuatu yang berkaitan dengan orang tersebut guna mengumpulkan segala barang
bukti guna pemenuhan penegakan mukum kepabeanan.
Tata cara pemeriksaan badan adalah sebagai berikut dilakukan ditempat yang tertutup
(tidak terlihat dari luar), dilakukan minimal oleh 2 (dua) orang yang berjenis kelamin
sama dengan orang yang akan diperiksa, tetap mengindahkan norma kesopanan, hasil
pemeriksaan ditulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan ditanda tangani pertugas
pemeriksa dan oleh orang yang diperiksa.
Bila ternyata orang tersebut memiliki izin atas pembawaan benda cagar budaya maka
jangan langsung dipersilahkan untuk meninggalkan tempat untuk melanjutkan perjalanan,
harus diperiksa terlebih dahulu keaslian surat izin tersebut dengan melihat dokumen surat
tersebut lalu dilakukan Cross check data ke instansi yang melakukan penerbitan surat
tersebut dalam hal ini adalah Departemen Pariwisata dan Kebudayaan.dan pastikan juga
apakah sudah dipenuhi kewjiban kepabeanannya meliputi pemberitahuan barang tersebut
yang dibawa dan kewajiban pabean yang lain.
Bila semua hal diatas sudah dipenuhi maka wanita tersebut dipersilahkan untuk
melanjutkan perjalanannya. Bila ternyata wanita tersebut tidak dapat memberitahukan
surat izin yang dimaksud atau surat izin telah kewat batas waktu dan tidak dapat
digunakan lagi ataupun surat tersebut palsu atau dipalsukan maka hal ini adalah termasuk
tindak pidana penyelundupan. Pejabat Bea dan Cukai membuat Berita Acara
Pemeriksaan dan dalam hal dapat dibuktikan ada unsur atau delik pidana dilakukan
penyidikan, dan diteruskan kepada penyidik. Menyerahkan barang bukti dan tersangka
tindak pidana ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNS BC) dan
membuat Berita Acara Serah Terima dengan PPNS Bea dan Cukai.

9.3.Rangkuman
Benda-benda Cagar Budaya memiliki nilai yang sangat tinggi bagi pendidikan, kesenian,
dan ilmu pengetahuan. Karenanya beda-benda tersebut harus dilindungi dan dilestarikan
agar bisa tetap dinikmati oleh generasi yang akan datang. Karena diharapkan generasi
yang akan datang bisa tetap mengetahui sisa-sisa dari kejayaan bangsanya dimasa lalu
bukan hanya dari cerita buku belaka, namun dari bukti-bukti nyata berupa Benda-benda
Cagar Budaya yang ada. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak suku
bangsa dan budaya. Masing-masing suku bangsa tersebut memiliki kebudayaan dan
peradaban yang berbeda-beda. Peradaban-peradaban yang ada sejak jaman dahulu
tersebut memiliki beraneka ragam benda-benda hasil budaya yang merupakan
peninggalannya. Hal ini menjadikan Indonesia sangat kaya dengan Benda Cagar Budaya
karena benda-benda tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi bagi sejarah, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dengan kondisi seperti ini, maka perlindungan
terhadap benda cagar budaya mutlak diperlukan untuk menjaga kelestarian keberadaan
nilai historis yang harus senantiasa dihargai sebagai bagian dari upaya memelihara
kebudayaan nasional. Dengan demikian, diharapkan agar Benda-benda Cagar Budaya
yang memiliki nilai sangat penting bagi kebudayaan Indonesia tetap lestari dan aman di
tempatnya sehingga bisa dinikmati oleh generasi yang akan datang.
10 Test Formatif

1. Binatang atau tumbuhan, hidup atau mati, atau semua bagian - bagian yang masih
dapat dikenal atau derivat jenis tumbuh – tumbuhan/binatang merupakan definisi
dalam cites, yang artinya adalah …
a Species
b Specimen
c Bagian
d Derivat

2. Sertifikat cites harus ditulis dalam salah satu bahasa asing, dan bahasa nasional
negara penerbit ijin boleh ditambahkan sebagai tambahan atau bisa diterima jika
terjemahan dari tiap judul tiap-tiap kata dibuat dibawahnya, yaitu salah satu bahasa
asing …
a. Inggris, Perancis, Portugis
b. Inggris, Portugis, Spanyol .
c. Inggris, Perancis, Spanyol
d. Portugis, Perancis, Spanyol

3. Penggolongan barang ekspor menurut deperindag, yaitu ...


a. Barang yang diatur, diawasi, dan bebas ekspornya
b. Barang yang diatur, diawasi, dan dilarang ekspornya
c. Barang yang diatur, bebas, dan dilarang ekspornya
d. Barang yang bebas, diawasi, dan dilarang ekspornya

4. Pemeriksaan uang rupiah oleh DJBC dan pemilik/pembawa paling lambat 7 hari,
dalam hal kedapatan palsu, BA wawancara dan bukti BA Penegahan serahkan ke
pemilik/pembawa sebagai tanda terima, alat bukti berupa BA harus ditanda tangani
oleh yangbersangkutan, bukan paraf dan laporan kejadian diserahkan kepada Polri,
dan terhadap uang rupiah tersebut dilakukan hal sebagai berikut :
a. Uang rupiah dirampas untuk negara
b. Uang rupiah disita untuk negara
c. Uang rupiah ditegah dan dibuat BA Penegahan (BCF. 1.3 B)
d. Uang rupiah dibuat BA Penegahan (BCF. 1.3 B),

5. PPATK merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab kepada presiden


Republik Indonesia, yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas:
a. pembawaan mata uang
b. tindak pidana pencucian uang
c. uang palsu
d. pengambilan mata uang dengan segera dan besar-besaran di Bank

6. Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang melakukan pemblokiran Harta


Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik,
tersangka, atau terdakwa yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak
pidana, dengan surat perintah pemblokiran, dengan cara memerintahkan kepada:
a. Bank Devisa
b. Bank Persepsi
c. Penyedia Jasa Keuangan
d. Bank Nasional yang beroperasi di Indonesia.

7. Uang kertas maupun uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah di
wilayah negara Republik Indonesia, adalah:
a. SGD
b. HKD
c. IDR
d. MYR

8. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan ,
dan kebudayaan, adalah:
a. Keramik
b. Batu granit
c. Batu Alam
d. Benda cagar budaya

9. Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk
lingkungannya yang diperlukan pengamanannya, adalah:
a. Situs
b. Taman
c. Makam
d. Bangunan

10. Alasan pelarangan dan pembatasan atas impor maupun ekspor Benda Cagar Budaya
disebabkan karena benda cagar budaya adalah merupakan kekayaan budaya bangsa
yang sangat besar artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu
pengetahuan, dan mempunyai arti penting bagi:
a. Kesenian
b. Kebudayaan
c. Sosial budaya
d. Sosiologi pembangunan
11. Kunci Jawaban Test Formatif
1. b 6. c
2. c 7. c
3. b 8. d
4. c 9. a
5. b 10. b

12 Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang disediakan pada modul ini. Hitung
jawaban Anda yang kedapatan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui
tingkat pemahaman terhadap materi. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan
hasil perhitungan sesuai rumus dengan hasil pencapaian prestasi belajar sebagaimana data
pada kolom dibawa ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori “Baik”), maka


disarankan mengulangi materi.
13. Daftar Pustaka
1. Undang-undang No. 17 tahun 2006 Tanggal 15 Nopember 2006 tentang Perubahan
Undang-undang No. 10 tahun 1995 Tanggal 30 Desember 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tanggal 21 Maret 1992 tentang Benda Cagar
Budaya sebagai pengganti Monumentum Ordonantie Staatsblaad 1931 No. 238.
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3478),
4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3482),
5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
6. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1993 tentang Aturan Pelaksanaan Undang-
Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tanggal 19 Februari 1993 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 tahun 1992.
8. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 062/U/1995 tanggal 29
Maret 1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan dan Penghapusan Benda
Cagar Budaya dan/atau Situs.
9. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudavaan Nomor 063/U/1995 tanggal 29
Maret 1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya.
10. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 064/U/1995 tanggal 29
Marct 1995 tentang Penelitian dan Penetapan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs
11. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 235/KMK.05/1996 tentang
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai ,Barang Yang Dikuasai Negara dan Barang
yang Menjadi Milik Negara.
12. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 689/KMK.05/1996 tentang
Pengadministrasian Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai , Barang yang Dikuasai
Negara dan Barang Yang Menjadi milik Negara.
13. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor Kep-
70/BC/2001 tentang Tata Cara Pemeriksaan, Penegahan, Pengenaan, dan Penyetoran
sanksi Administrasi atas Pengeluaran dan Pemasukan Uang, dari atau ke dalam
Wilayah Pabean Republik Indonesia.2001
14. Bank Indonesia.Peraturan Bank Indonesia Nomor4/8/PBI/2002 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk wilayah Pabean republik
Indonesia.2002
15. Bank Indonesia,Surat Edaran bank Indonesia Nomor 6/22/DLN/2004 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah
Pabean Republik Indonesia.
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2000 Tanggal 19
September 2000 Tentang Karantina Hewan

Anda mungkin juga menyukai