Anda di halaman 1dari 73

 

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


PT. Indofarma (Persero) Tbk.
Jalan Indofarma No.1, Cibitung - Bekasi 17530

PERIODE 4 JANUARI  –  10 PEBRUARI 2012

OLEH :
Gina Iswary (90711018)
Maharani Pramitasari (90711027)
Sri Nurhayati (90711049)
Teguh Gunawan R (90711053)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT
Indofarma (Persero), Tbk. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Laporan ini dapat diselesaikan atas peran serta
dan bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1.  Bapak Placidius Sudibyo, selaku Direktur Utama PT. Indofarma (Persero), Tbk. yang
telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan PKPA.
2.  Bapak Drs. Kosasih, M.Sc., Apt., selaku Direktur Produksi PT. Indofarma (Persero),
Tbk.
3.  Bapak Yupi Gantina selaku Koordinator PPKPA PT. Indofarma (Persero), Tbk. dan
pembimbing utama PKPA.
4.  Ibu Tintin Sartika, S.Si., Apt., selaku Manajer Produksi II PT. Indofarma (Persero),
Tbk. dan pembimbing lapangan PKPA.
5.  Ibu Rita Novita, S.Farm., Apt., selaku Asisten Manajer Produksi Steril dan pembimbing
lapangan PKPA.
6.  Seluruh staf dan karyawan Bidang Produksi II PT. Indofarma (Persero), Tbk. yang telah
membantu dalam pelaksanaan PKPA;
7.  Ibu Dr. Tri Suciati, selaku ketua Program Profesi Apoteker Sekolah Farmasi ITB.
8.  Ibu Dr. Jessie Sofia Pamudji, selaku dosen pembimbing PKPA.
9.  Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA serta penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih kurang sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Bekasi, Pebruari 2012

Penyusun

i
 

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR . ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ iv
BAB
1 PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3
2.2  Industri Farmasi. .......................................................................................... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). .................................................. 5
3 TINJAUAN KHUSUS PT Indofarma (Persero), Tbk ....................................... 15
3.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.. ......................... 15
3.2  Visi, Misi, Motto dan Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. ......................... 17
3.3 Nilai Budaya yang Dikembangkan PT. Indofarma (Persero) Tbk ............... 18
3.4 Kebijakan Mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk.. .......................................... 20
3.5 Kedudukan, Fungsi dan Peranan PT. Indofarma (Persero) Tbk. ................. 20
3.6 Lokasi dan Bangunan ................................................................................... 22
3.7 Produk PT. Indofarma (Persero) Tbk. .......................................................... 22
3.8 Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero) Tbk. ...................................... 22
3.8.1  Direktorat Produksi............................................................................. 23
3.8.1.1  Bidang PPPP (Perencanaan Produksi dan
Pengendalian Persediaan)...................................................... 23
3.8.1.2 Bidang Produksi I.................................................................. 27
3.8.1.3 Bidang Produksi II.. .............................................................. 32
3.8.1.4 Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
Produk.................................................................................. 34
3.8.1.5  Bidang Pengawasan Mutu/  Quality Control (QC) ............... 42
3.8.1.6  Bidang Logistik Bahan Awal ............................................... 46
3.8.1.7  Bidang Teknik dan Pemeliharaan ........................................ 47

iii
 

3.8.2  Direktorat Keuangan dan Sumber Daya Manusia .............................. 47


3.8.3  Direktorat Riset dan Pemasaran.......................................................... 51
3.8.4  Direktorat Operasi dan Pengembangan .............................................. 52
3.8.5  Bidang Pemastian Mutu/  Quality Assurance (QA) ............................. 53
4 PEMBAHASAN ................................................................................................... 55
5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 68

iii
 

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.... ................................................. 18  
Gambar 2. Struktur PPPP dalam bidang produksi. ................................................. 24
Gambar 3. Hubungan Kerja Bidang PPPP dengan Bidang lain di
PT. Indofarma (Persero) Tbk. ................................................................................... 24
Gambar 4. Alur Proses Perencanaan ....................................................................... 25
Gambar 5. Alur Proses Pengendalian Produksi ...................................................... 26

iv
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kemajuan dan perkembangan di dunia menuntut Indonesia sebagai negara
berkembang untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan zaman. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan melanjutkan pembangunan nasional, yaitu dengan
memajukan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang menyeluruh,
terarah dan terpadu di segala bidang, salah satunya adalah di bidang kesehatan.

Obat merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Akses
terhadap obat merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan
obat merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik 
publik maupun swasta. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena
selain merupakan komoditas perdagangan obat juga memiliki fungsi sosial. Obat yang
laik digunakan oleh masyarakat adalah obat yang memenuhi persyaratan keamanan
pemakaian (safety), persyaratan mutu kegunaan ( efficacy ) dan persyaratan kualitas
produk (quality). Untuk itu industri farmasi selaku produsen obat, diharapkan dapat
memberikan jaminan mutu terhadap obat yang diproduksinya. Salah satu langkah
utama yang dilakukan industri farmasi dalam upaya menghasilkan obat jadi yang
senantiasa memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan yang telah ditentukan adalah
dengan menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jaminan
mutu suatu produk obat jadi tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian
akan tetapi mutu harus dibentuk dan dibangun pada seluruh proses tahapan produksi
dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, pelaksanaan CPOB terkini harus diterapkan
pada seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pelaksanaan CPOB terkini
merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat.

CPOB merupakan suatu petunjuk ( guidance ) yang bersifat dinamis, artinya mengikuti
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dengan kriteria kualifikasi yang terus
berubah. Tujuan CPOB adalah untuk menjamin bahwa setiap produk obat dibuat
sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditentukan yang menyangkut seluruh
proses produksi dan pengendalian mutu obat.

1
 

Konsep yang penting dari CPOB adalah mutu yang terbaik dari setiap obat, yang
diterima konsumen tidaklah cukup lolos hanya dari serangkaian pengujian, akan tetapi
harus dibentuk selama proses. Pengendalian dan pemantauan obat harus dilakukan
secara cermat dan menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam produksi.
Untuk mempermudah dan memperlancar penerapan CPOB, pedoman CPOB
dilengkapi dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. CPOB mutlak harus
dilakukan dalam semua aspek kegiatan produksi baik oleh Industri Penanam Modal
Asing (PMA) maupun oleh Industri Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN).

Pembekalan terhadap calon apoteker tidak hanya berupa bekal ilmu pengetahuan
secara teori saja, tetapi calon apoteker harus memiliki gambaran kondisi nyata
mengenai industri farmasi dengan segala permasalahan yang akan dihadapi berkaitan
dengan penerapan CPOB sebelum mereka terjun langsung ke industri farmasi.
Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung menyelenggarakan kegiatan Praktik 
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bekerja sama dengan industri farmasi, dalam hal ini
yaitu PT Indofarma (Persero) Tbk. yang berlangsung pada periode 4 Januari  –  10
Pebruari 2011. Kegiatan PKPA diperuntukan bagi calon apoteker agar mampu
mengimplementasikan ilmu yang diperoleh sejalan dengan perkembangan industri
farmasi dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memperoleh
pengalaman yang bermanfaat dengan cara melakukan peninjauan langsung ke
lapangan mengenai hal yang berhubungan dengan peranan farmasis serta penerapan
CPOB di industri farmasi. Dengan demikian diharapkan mahasiswa calon apoteker
memahami cara produksi obat yang memenuhi standar mutu produk obat dan
memahami cara pengelolaan industri farmasi.

1.2 Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program
Pendidikan Profesi Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung mempunyai tujuan:
1.  Mahasiswa calon apoteker dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan di bidang industri farmasi.
2.  Mahasiswa dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan
CPOB di industri farmasi.
3.  Mahasiswa mengerti dan memahami peran dan fungsi apoteker di industri farmasi.
4.  Mahasiswa dapat mengembangkan soft skill sebagai calon apoteker yang baik.

2
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi


Industri farmasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.245/MenKes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Industri obat jadi merupakan industri yang menghasilkan suatu produk yang telah
melalui seluruh tahap proses pembuatan meliputi produksi dan pengawasan mutu
mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi
didistribusikan. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku
baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, berubah maupun tidak berubah
yang digunakan dalam proses pengolahan obat.

Industri farmasi wajib memiliki izin usaha industri farmasi yang diperoleh dari
Menteri Kesehatan dan berlaku selama industri yang bersangkutan berproduksi.
Permohonan izin usaha industri farmasi diajukan setelah pembangunan fisik industri
selesai dan siap melaksanakan kegiatan komersial sehingga dibutuhkan tahap
persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi agar dapat
melaksanakan persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi,
peralatan dan hal lain yang diperlukan, termasuk produksi percobaan dengan
memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip
berlaku selama jangka waktu 3 tahun, selama kurun waktu tersebut perusahaan
yang bersangkutan harus menyampaikan informasi kemajuan pembangunan
proyeknya kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri farmasi untuk memperoleh
izin usaha adalah sebagai berikut:
1.  Dilakukan oleh perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) atau koperasi.
2.  Memiliki rencana investasi.
3.  Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4.  Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988.

3
 

5.  Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib mempekerjakan secara tetap
sekurang-kurangnya dua orang Apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing
sebagai penanggung jawab produksi dan pengawasan mutu sesuai dengan
persyaratan CPOB.
6.  Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh persetujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

Beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh
izin usaha industri farmasi adalah sebagai berikut:
1. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya setiap enam bulan. Sedangkan
untuk laporan lengkap wajib disampaikan setiap tahun.
2. Menyalurkan produknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran
lingkungan.
4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi,
pengangkutan dan keselamatan kerja.
5. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat dilakukan terhadap perusahaan farmasi
yang telah mendapat izin usaha industri farmasi apabila:
1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan
tanpa memiliki izin.
2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan
sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
3. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari Menteri.
4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak 
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi yang ditetapkan
dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990.

4
 

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang bertujuan untuk 
memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai
standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan yang tertera
dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengawasan mutu.

Penerapan pedoman CPOB tahun 2006 ditetapkan oleh surat Keputusan Kepala
BPOM Republik Indonesia No. HK.00.05.3.2007, terdapat 12 aspek dalam CPOB
yaitu:

1. Manajemen Mutu
Produksi obat dalam industri farmasi harus sesuai dengan tujuan penggunaannya,
memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak 
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten diperlukan
manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar yang
meliputi prosedur, proses dan sumber daya serta tindakan sistematis untuk 
mendapatkan kepastian dengan ti ngk at kepercayaan yang tinggi sehingga produk 
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Pengkajian mutu produk merupakan unsur lain yang tercantum dalam manaejemen
mutu. Pengakajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat
terdaftar, termasuk ekspor dengan tujuan membuktikan konsistensi proses, kesesuaian
dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

2. Personalia
Sumber daya manusia merupakan bagian yang penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu serta pembuatan obat yang benar. Jumlah karyawan
di setiap tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan sesuai dengan tugasnya. Sehingga diperlukan personil yang terkualifikasi
dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai serta tidak dibebani kerja
yang berlebihan guna menghindari resiko buruk terhadap mutu obat.

5
 

Struktur organisasi dalam industri farmasi diatur sedemikian rupa sehingga bagian
produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak 
saling bertanggung jawab satu sama lain. Masing-masing penanggung jawab diberi
wewenang penuh dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan tugasnya
secara efektif. Kepala bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan
pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi,
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai di
bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial.

Pelatihan diberikan kepada setiap personil yang kegiatannya dapat berdampak pada
mutu produk. Personil baru diupayakan mendapat pelatihan sesuai dengan tugas
yang diberikan disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktek kerja CPOB.
Pelatihan berkesinambungan diberikan dengan efektifitas penerapan yang dinilai
secara berkala. Personil yang bekerja di area bersih atau area penanganan bahan
berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi diberikan pelatihan spesifik.
Pelatihan kepada seluruh personil tersebut diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

3. Bangunan
Bangunan dan fasilitas pembuatan obat sebaiknya memiliki ukuran, rancangan
bangunan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan. Sarana kerja harus memadai untuk menghindari
resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang
dapat menurunkan mutu obat. Adapun syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB
adalah sebagai berikut:
a.  Lokasi bangunan dipilih sedemikian rupa sehingga mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran udara, tanah, dan
air maupun dari kegiatan industri lain yang berdekatan.
b.  Kontruksi bangunan dan fasilitas dirancang dan dipelihara dengan tepat sehingga
terlindung dari pengaruh luar seperti cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta
masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan
lainnya.
c.  Seluruh bagian bangunan dan fasilitas dirawat dalam kondisi bersih dan rapi.
Peninjauan dilakukan secara berkala dan diperbaiki apabila diperlukan.

6
 

d.  Instalasi dan pengaturan listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan
ventilasi dirancang secara tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang
merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk.
e.  Area produksi, penyimpanan dan pengawasan mutu tidak menjadi jalur lalu lintas
bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut.
f.  Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak sebaiknya dipertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
 Kesesuaian dengan kegiatan lain yang dilakukan dalam sarana yang sama atau
dalam sarana yang berdampingan.
 Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi
dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan
mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan.
 Luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan
secara teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja,
komunikasi dan pengawasan yang efektif.
 Pencegahan penggunaan kawasan industri sebagai lalu lintas umum.
g.  Produksi obat tertentu seperti antibiotik penisilin dan sefalosporin, hormon seks
dan sitotoksik disediakan sarana khusus dan self-contained  serta peralatan
pengendali udara untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat
pencemaran silang.
h.  Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan
herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat.
i.  Area penyimpanan memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan
rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk dan didesain atau disesuaikan
untuk menjamin kondisi penyimpanan dengan baik.
 j.  Tersedia sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.
k.  Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah
licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah dibersihkan,
bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari
bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat
dan efisien. Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis
hendaklah dibentuk lengkungan.

7
 

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi
secara tepat sehingga mutu produk obat terjamin secara seragam untuk tiap bets   dan
memudahkan pembersihan serta perawatannya.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk 
ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi atau mengabsorpsi bahan lain sehingga
dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya diluar batas yang telah
ditentukan. Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam
maupun luar serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.
Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses
produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pemeliharaan dan perawatan
peralatan dilakukan menurut jadwal yang tepat untuk mempertahankan fungsi
kerjanya tetap dalam kondisi baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat
mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk.  

5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek 
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang dapat
menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran dihilangkan melalui
program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Semua karyawan sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan dan menerapkan


higiene perorangan yang baik. Prosedur higene perorangan sebaiknya diberlakukan
bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh
waktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik (misalnya karyawan
kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur). Hal ini dilakukan
untuk menjamin produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil. Bagi
karyawan yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk 
dilarang menangani bahan maupun proses produksi sampai sembuh kembali.

8
 

Bangunan untuk pembuatan obat dirancang dan dibangun dengan tepat untuk 
memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Setelah penggunaan, peralatan
dibersihkan secara keseluruhan sesuai prosedur yang ditetapkan. Selanjtnya peralatan
disimpan dan dijaga dalam kondisi bersih. Tiap k ali sebelum dipakai, kebersihannya
diperiksa kembali untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets
sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi
secara berkala untuk memastikan bahwa penetapan prosedur yang bersangkutan
cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai
CPOB sehingga menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan mutu serta
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Aspek penting dalam kegiatan
produksi meliputi hal-hal sebagai berikut:  
a. Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hanya diperoleh dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh
bagian Pemastian Mutu berdasarkan spesifikasi yang ditentukan dan dikarantina
sampai diluluskan untuk dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat
disimpan terpisah untuk dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan.
b. Validasi Proses
Semua proses produksi divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan menurut prosedur
yang telah ditentukan. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau
bahan sebaiknya disertai dengan tindakan validasi ulang untuk menjamin bahwa
perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu. Semua proses dan prosedur yang ada dievaluasi ulang secara rutin untuk 
memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang
diinginkan.
c. Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap produk obat yang dapat merugikan
kesehatan atau mempengaruhi daya terapetik serta mempengaruhi kualitas harus
dihindari. Kemungkinan terjadinya pencemaran silang sebaiknya diperhatikan.

9
 

Pencemaran silang dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat
seperti produksi dalam gedung terpisah (diperlukan untuk   penicillin, hormon
seks, sitotoksik tertentu dan lain-lain), tersedia ruang penyangga udara dan
penghisap udara, memakai pakaian pelindung yang sesuai, melaksanakan prosedur
pembersihan, dekontaminasi dan lain-lain.
d. Sistem Penomoran Bets  atau Lot
Sistem yang menjabarkan cara penomoran bets   atau lot dibuat secara rinci untuk 
mempermudah identifikasi dan penelusuran produk antara, produk ruahan atau
obat dengan nomor batch atau lot tertentu. Sistem penomoran ini ini sebaiknya
spesifik dan tidak dapat digunakan secara berulang untuk periode tertentu, yaitu
paling sedikit dalam jangka waktu 10 tahun.
e. Penimbangan dan Penyerahan
Perhitungan, penimbangan, penyerahan dan penanganan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus
produksi yang harus tercakup dalam prosedur tertulis dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap.
f. Pengembalian
Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan yang
dikembalikan ke tempat penyimpanan didokumentasikan dan dicek kembali
dengan baik. Bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali jika telah
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
g. Pengolahan
Pemeriksaan awal pada pengolahan, baik bahan, kondisi daerah pengolahan,
peralatan, wadah dan penutup mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan.
Pencegahan pencemaran silang harus dilakukan pada seluruh tahap pengolahan.
h. Produk Steril
Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk menghilangkan
pencemaran mikroba dan partikel lain. Produksi steril dapat digolongkan dalam
dua kategori utama, yaitu yang harus diproses secara aseptik pada semua tahap dan
yang disterilkan dalam wadah akhir atau disebut juga sterilisasi akhir. Pembuatan
produk steril memerlukan ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri
udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan harus lebih
tinggi dari ruang lain di luarnya.

10
 

i. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi
obat jadi yang dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga
identitas, keutuhan dan kualitas produk jadi yang telah dikemas. Kegiatan
pengemasan dilaksanakan berdasarkan instruksi yang diberikan dan menggunakan
bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
 j. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah
di restricted area . Bahan atau produk tersebut dapat dikembalikan kepada
pemasoknya, diolah ulang atau dimusnahkan. Bahan atau produk dapat diolah
ulang dan dipulihkan asalkan layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu
yang disahkan serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang
ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya. Sisa produk 
yang tidak layak untuk diolah ulang atau bahan pulihan yang tidak memenuhi
spesifikasi, mutu, kemanjuran atau keamanan tidak boleh ditambahkan ke dalam
bets berikutnya. Langkah apapun yang dilakukan terhadap bahan dan produk yang
ditolak, dipulihkan dan dikembalikan harus mendapat persetujuan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) terlebih dahulu dan terdokumentasi baik.
k. Karantina Obat Jadi dan Penyerahan Gudang Obat Jadi
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi
diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk 
diserahkan ke gudang, pengawasan ketat dilakukan untuk memastikan produk dan
catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
l. Pengawasan Distribusi Obat Jadi
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi
yang pertama masuk ( first-in-first-out  (FIFO)) dan obat jadi yang waktu
kadaluarsanya ( first-expired-first-out  (FEFO)) paling mendekati didistribusikan
terlebih dahulu.
m. Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan dan Obat Jadi
Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko pencampuran atau
pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Kondisi
penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada
penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas.

11
 

n. Pengiriman dan Pengangkutan


Bahan dan produk jadi diangkut sedemikian rupa sehingga tidak merusak 
keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga. Pengiriman dan pengangkutan
bahan obat dilaksanakan setelah terdapat pesanan pengiriman. Tanda terima
pesanan pengiriman dan pengangkutan didokumentasikan.
n. Pembuatan Obat Berdasarkan Kontrak 
Pembuatan obat berdasarkan kontrak didefinisikan sebagai proses pembuatan
sebagian atau keseluruhan suatu obat oleh satu atau lebih industri pembuat untuk 
kepentingan pihak lain.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan tiap
obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung jawab semua unsur yang berkepentingan
dalam seluruh rangkaian pembuatan menjadi penting untuk mencapai sasaran mutu
yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat hingga pada distribusi obat.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah semua aspek produksi dan
pengendalian mutu dalam industri telah memenuhi ketentuan CPOB. Kegiatan ini
dirancang untuk mengevaluasi kelemahan pelaksanaan CPOB sehingga dapat
ditetapkan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan. Inspeksi diri dilakukan secara
berkala minimal satu kali dalam setahun. Pelaksanaannya melibatkan tim inspeksi
yang minimal terdiri dati tiga anggota tim. Setiap anggota merupakan personil yang
berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan mampu menilai secara obyektif 
pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan.

9. Penanganan Keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat


Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping
yang merugikan atau masalah efek terapetik. Seluruh keluhan dan laporan diteliti dan
dievaluasi dengan cermat kemudian diambil tidak lanjut yang sesuai dan dibuat
laporan.

12
 

Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau lebih bets   atau
seluruh produk jadi tertentu. Penarikan ini dilakukan apabila ditemukan adanya
produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Obat kembalian adalah obat jadi yang
telah beredar yang kemudian dikembalikan kepada industri karena adanya keluhan,
kerusakan, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi fisik obat.

10. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen
yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi
sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapatkan instruksi secara
rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Setiap dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat yang lengkap dari setiap


batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran
terhadap batch atau lot produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi ini digunakan
 juga dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan,
perlengkapan dan personalia.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu industri membuat
produk di industri lain atau sebaliknya. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak 
harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari
kesalahpahaman yang dapat mempengaruhi mutu produk atau kinerja personil.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak dibuat secara jelas
dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets   produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pengawasan mutu.

13
 

12. Kualifikasi dan Validasi


Kegiatan kualifikasi dan validasi merupakan persyaratan yang tercantum dalam
CPOB untuk industri farmasi sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan serta perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan
proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Pendekatan dengan kajian risiko
hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuasi ( match & reliable )
untuk memberikan kepastian ( certainty ) bahwa alat, prosedur, kondisi (ruangan dan
lingkungan) berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Validasi dibagi
empat yaitu: validasi pembersihan, validasi metode analisis, validasi proses, dan
validasi ruangan.

Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat yaitu: kualifikasi desain (KD), kualifikasi


instalasi (KI), kualifikasi operasional (KO), dan kualifikasi kinerja (KO). KD adalah
suatu tindakan untuk memastikan bahwa desain yang dilakukan telah memenuhi
ketentuan CPOB dan didokumentasikan. KI adalah suatu tindakan untuk memastikan
bahwa peralatan atau sistem penunjang terpasang baik sesuai dengan spesifikasi yang
ditentukan untuk peralatan atau sistem penunjang tersebut. KO adalah suatu tindakan
untuk memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dapat dioperasikan
dengan baik sesuai spesifikasi yang ditentukan. KK adalah suatu tindakan untuk 
memastikan bahwa peralatan dan sistem penunjang dapat memberikan kinerja atau
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

14
 

BAB III
TINJAUAN KHUSUS
PT. INDOFARMA (Persero) Tbk.

3.1. Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Awal berkembangnya perusahaan farmasi di Indonesia adalah salah satu pilar
penunjang sistem kesehatan nasional. Pengadaan obat dan alat kesehatan di Indonesia
telah dimulai sejak tahun 1918 oleh Pemerintah Belanda dengan pembuatan salep dan
pemotongan kain kasa pembalut yang dilakukan di Centrale Burgelijke
 Zeinkeninrichting (CBZ) yang sekarang dikenal Rumah sakit Cipto Mangunkusumo
di Jakarta. Pabrik tersebut dipimpin oleh Drs. J. A. R. Benhke, Apt., seorang warga
Negara Belanda keturunan Jerman. Kemudian lokasi pabrik dipindahkan ke jalan
Tambak No 2, Manggarai Jakarta, sehingga dikenal sebagai pabrik obat Manggarai.
Pengadaan obat berkembang dengan jenis produksi yang bertambah yaitu obat suntik 
dan tablet pada tahun 1931.

Semenjak berakhirnya penjajahan Belanda dan masuknya Jepang ke Indonesia, pada


tahun 1942 pabrik obat Manggarai diambil alih dan dikelola oleh perusahaan farmasi
Jepang (Takeda). Selama masa tersebut kegiatan produksi tidak banyak mengalami
perkembangan. Pada saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah Jepang kepada
pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950, pabrik obat Manggarai diambil alih
oleh pemerintah Indonesia yaitu Departemen Kesehatan melalui Direktorat Jenderal
Farmasi. Pada tahun 1960-1967, pabrik tersebut berada di bawah naungan Badan
Perlengkapan Kesehatan (Baperkes), disamping dua badan lain yaitu: Depo Farmasi
Pusat dan Lembaga Farmakoterapi, pada perkembangan selanjutnya disebut Lembaga
Farmasi Nasional kemudian menjadi Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM).

Tanggal 14 Februari 1967 berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI


No.008/II/Am/67, nama pabrik Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi
Departemen Kesehatan dan ditetapkan sebagai unit operatif setingkat Direktorat
Jenderal Farmasi. Tugas pokok pabrik ini adalah memproduksi obat yang berdasarkan
pesanan Departemen Kesehatan RI.Pada tahun 1969-1975 pabrik mengalami renovasi
dan pada tahun 1979 ditetapkan menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen
Kesehatan.

15
 

Pada tahun 1975 dikeluarkan SK Menteri Kesehatan RI No.125/VI/KAB/BU/75


tentang Struktur Organisasi Departemen Kesehatan yang merupakan pelaksanaan
lebih lanjut dari Keputusan Presiden RI no. 44 dan 45 tahun 1974. Namun Pabrik 
Farmasi Depkes ini tidak tercakup dalam keputusan tersebut sehingga statusnya
menjadi tidak jelas.

Dengan adanya kebijaksanaan pemerintah tanggal 15 November 1978 dalam hal


ekonomi dan keuangan, harga obat mendadak melambung tinggi sehingga persediaan
obat terutama di puskesmas mengalami kekosongan karena sulit mendapatkan obat.
Peristiwa ini menyadarkan pemerintah untuk menyediakan peralatan dan sarana yang
dibutuhkan agar dapat mengendalikan mekanisme pengadaan obat dalam jumlah yang
cukup serta memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan distribusi yang merata serta
harga terjangkau sesuai kemampuan dan daya beli masyarakat. Maka pabrik farmasi
ini diaktifkan kembali sesuai dengan fungsinya, berdasarkan SK Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.418/MenKes/SK/XII/78 tanggal 6 Desember 1978.

Pada tanggal 11 Juli 1981 berdasarkan PP No.20 tahun 1981, Pusat Produksi Farmasi
diubah dari perusahaan umum menjadi Indonesia Farma (Perum Indofarma) yang
direalisasikan pada tanggal 1 April 1983. Pada tahun 1988 mulai dibangun pabrik 
baru yang modern sesuai konsep dan persyaratan CPOB, yang berlokasi di Desa
Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan teknologi dari Italia.Tahun 1990
pembangunan pabrik dapat diselesaikan, dan pada pertengahan tahun1991 hampir
seluruh kegiatan produksi telah menempati lokasi di Cibitung, kecuali sediaan
steril.Tahun 1993, fasilitas pabrik dilengkapi dengan membangun unit produksi steril
termasuk fasilitas produksi sefalosporin yang pembangunannya selesai pada akhir
tahun 1994.Pada tanggal 31 Januari 1995 fasilitas produksi steril diresmikan oleh
Menteri Kesehatan RI.

Pada tanggal 26 Januari 1996, Perum Indofarma diubah menjadi Perseroan Terbatas
(PT Indofarma) melalui PP No.34 tanggal 20 September 1995.Perubahan status ini
bertujuan untuk mengantisipasi perubahan dan meningkatkan daya saing.Pada tahun
1999 dibangun Extraction plant dan selesai pada tahun 2000.

16
 

Pada tahun 2000 didirikan anak perusahaan PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM)
sebagai distributor dan pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan.Saat ini
IGM mempunyai 23 cabang di seluruh Indonesia.Telah dibangun pula pabrik 
pengolahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Lippo Cikarang
Industrial Estate, Jawa Barat.

PT Indofarma merupakan salah satu dari beberapa industri farmasi di Indonesia yang
telah melaksanakan CPOB pada semua aspek produksi.PT Indofarma memperoleh
sertifikat ISO 9002 untuk unit produksi steril. Dan pada tahun 2001 ditingkatkan
menjadi ISO 9001 versi 1994, kemudian tahun 2003 berubah menjadi ISO 9001 versi
2000 untuk Direktorat Produksi, Direktorat Umum dan SDM, Direktorat Pemasaran
dan Teknologi Informasi.Perbaikan ini dilakukan agar dapat memenuhi tuntutan pasar
terutama tujuan ekspor dan meningkatkan daya saing terhadap produk-produk 
farmasi.

Pada tahun 2001 PT Indofarma (Persero) melakukan penawaran saham perdana


kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perusahaan di Bursa Efek 
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya serta resmi menjadi sebuah perusahaan terbuka
dengan nama PT. Indofarma (Persero) Tbk.

3.2. Visi, Misi, Motto dan Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.


1.  Visi PT. Indofarma (Persero) Tbk.
Visi PT. Indofarma (Persero) Tbk. adalah menjadi perusahaan yang berperan secara
signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan memberi solusi terhadap
masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

2.  Misi PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Selain visi PT. Indofarma (Persero) Tbk. juga mempunyai misi yaitu:
a.  Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga terjangkau untuk 
masyarakat.
b.  Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas
untuk mengobati penderita penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi.
c.  Mengembangkan kompetensi SDM sehingga memiliki kepedulian, profesionalisme
dan kewirausahaan yang tinggi.

17
 

3.  Motto PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Motto PT. Indofarma (Persero) Tbk., adalah “Pilihan Rasional untuk Sehat”. Insan
Indofarma memiliki nilai-nilai inti yang telah disepakati bersama dan dianut serta
mencerminkan budaya korporat yang membentuk filosofi bisnis dan budaya kerja
“Compassionate, Professional, Entrepreneurship “ disingkat “CPE”, untuk 
mewujudkan visi dan misi perseroan.

4.  Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.


PT Indofarma (Persero) Tbk. memiliki logo “INF” yang melambangkan kependekan
nama perusahaan, logo hadir tanpa bingkai yang menggambarkan pengabdian
Indofarma di bidang kesehatan masyarakat, dengan warna biru yang melambangkan
warna langit yang tidak terbatas, menggambarkan sifat pengabdian Indofarma yang
tidak terbatas. Keleluasaan pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang memiliki
dimensi yang luas. Upaya pelayanan Indofarma kepada masyarakat tersirat dalam
ritme dari garis luas dan lengkung, artinya Indofarma siap melindungi masyarakat dari
penyakit dan mendukung masyarakat untuk mewujudkan kesehatan. Posisi miring
melambangkan dinamika perusahaan yaitu tidak terpaku pada konvensi-konvensi
yang sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif tetapi mengikuti gerak 
laju teknologi khususnya di bidang farmasi.

Gambar 1. Logo PT. Indofarma ( Persero ) Tbk.

3.3. Nilai Budaya yang Dikembangkan PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Untuk mewujudkan visi dan misi, PT. Indofarma (Persero) Tbk, memiliki nilai inti
yang telah disepakati bersama dan dianut, serta mencerminkan budaya korporat,
dalam hal ini adalah budaya PT. Indofarma (Persero) Tbk. Nilai-nilai ini membentuk 
filosofi bisnis dan budaya kerja “ Profesional, Enterpreneurship, Compassionate ”.

18
 

Professional memiliki arti yaitu senantiasa bekerja secara profesional yang dilandasi
integritas, komitmen dan selalu berupaya memberikan hasil yang terbaik. Nilai inti
profesional dijabarkan dalam bentuk:
a)   Integrity sebagai input , mengandung pengertian satu pikiran, kata dan perbuatan
yang selalu mengatakan kebenaran dan mengikuti aturan yang berlaku, dengan
memegang teguh prinsip-prinsip etika sehingga menjadi insan Indofarma yang dan
dapat dipercaya dan amanah.
b)  Commitment  sebagai proses, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma
memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan pekerjaan suatu keahlian,
pengetahuan, dan ketentuan yang berlaku.  
c)  Strive for excellent  sebagai output, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma
senantiasa berupaya memberikan yang terbaik bagi  stakeholde’s perseroan dengan
bekerja secara efektif, efisien dan akurat.  

 Entrepreneurship memiliki arti bahwa insan Indofarma senantiasa memiliki jiwa


kewirausahaan berdasarkan pemikiran jauh ke depan, inovatif dan fokus terhadap
kepuasan pelanggan. Nilai  Entrepreneurship dijabarkan dalam bentuk :
a)  Visionary sebagai input, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma memiliki
pandangan jauh kedepan yang disertai kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan.
b)   Inovation sebagai proses, mengandung pengertian bahwa penyesuian diri terhadap
perubahan diwujudkan dengan menciptakan produk baru, proses atau metode baru
dan melakukan perbaikan dalam lingkup tanggung jawabnya.
c)  Customer focus sebagai output, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma
memberikan yang terbaik dan perhatian penuh terhadap pelanggan dan
Stakeholder’s perseroan dengan berorientasi hasil namun tetap mengutamakan
proses dan memberikan perhatian penuh kepada pelanggan.

Compassionate berarti insan Indofarma memiliki rasa peduli dan welas asih terhadap
sesama, yang dijabarkan dalam bentuk :
a)  Respect to people sebagai input , mengandung pengertian bahwa insan Indofarma
menghormati perbedaan pendapat dan peduli sesama, baik individu, rekan kerja
(atasan, bawahan, setingkat), mitra kerja maupun stakeholder’s. 

19
 

b)  Cooperative sebagai proses, mengandung pengertian bahwa insan Indofarma selalu
bekerjasama dalam suatu sinergi yang harmonis dengan mengedepankan rasa
tanggung jawab dan suasana kekeluargaan.
c)  Fairness (keadilan) mengandung pengertian adanya kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak   stakeholder’s yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nilai ini diwujudkan dengan
meritocracy (sejajar/sama kedudukannya), keterbukaan (saling terbuka) dalam
setiap pengambilan keputusan sesuai batasan dan ketentuan perundangan yang
berlaku.

3.4. Kebijakan Mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Kebijakan mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk. Ditetapkan sebagai berikut :
1.  Mutu dijadikan prioritas utama demi kepuasan pelanggan eksternal maupun
internal.
2.  Mutu mencakup seluruh kegiatan perusahaan, mulai dari penelitian dan
pengembangan, produksi sampai dengan pemasaran.
3.  Mutu dibangun dalam sistem manajemen mutu terpadu oleh semua pihak melalui
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang efektif dan efisien.
4.  Mutu terutama ditentukan oleh faktor manusia, karena itu pendidikan dan pelatihan
bagi karyawan terus dikembangkan sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5.  Mutu selalu dijaga dan ditingkatkan sesuai kebutuhan pelanggan dengan
memperhatikan kemampuan daya saing melalui proses yang dapat menekan biaya
mutu.

Seluruh karyawan dan pimpinan, bekerja sama dalam suasana yang kondusif 
menyelesaikan tugas masing-masing secara tuntas dan tepat waktu, sesuai dengan
 jiwa dari kebijakan ini serta mengikuti sistem yang telah ditetapkan.

3.5. Kedudukan, Fungsi dan Peranan PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Kedudukan PT. Indofarma (Persero) Tbk., sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang sudah go public yang memproduksi obat-obatan essensial dan
merupakan produsen obat generik berlogo.

20
 

PT. Indofarma (Persero) Tbk, mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
1.  Menyelenggarakan kemanfaatan umum dibidang farmasi dalam arti yang seluas-
luasnya terutama dalam bidang pengadaan produk farmasi yang sangat diperlukan
oleh sarana kesehatan, baik di pusat maupun di daerah, yaitu untuk unit pelayanan
kesehatan pemerintah maupun masyarakat umum.
2.  Mendapatkan keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan
untuk membiayai serta mengembangkan perusahaan dan untuk disumbangkan bagi
pembangunan nasional sesuai dengan kemampuan perusahaan.
3.  Memperluas pemerataan penyediaan obat khususnya bagi masyarakat golongan
menengah kebawah.
4.  Mencukupi kebutuhan obat yang dibutuhkan bagi Puskesmas dan Rumah Sakit
Pemerintah serta penyediaan obat di desa untuk mendukung Pos Pelayanan
Terpadu (POSYANDU).
5.  Sebagai Price Leader  terhadap obat-obat yang beredar di masyarakat melalui
program Obat Generik Berlogo.
6.  Meningkatkan penerapan CPOB sebagaimana direkomendasikan oleh WHO
sebagai hasil produksi berstandar internasional.

Peranan PT.Indofarma (Persero) Tbk., antara lain dapat dilihat dari setiap kebijakan
yang operasional maupun arah pengembangan perusahaan, yaitu:
1.  Andalan utama produsen obat essensial bermutu, dengan demikian PT.Indofarma

(Persero) Tbk., merupakan pemasok terbesar obat essensial dan menggunakan


sebagian besar kapasitas produksinya untuk memproduksi obat essensial.
2. Adanya kebijakan sekaligus motto perusahaan yaitu ”Untuk Kehidupan Yang
Lebih Baik”, yang artinya bahwa PT.Indofarma (Persero) Tbk., akan selalu
berusaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. PT.
Indofarma (Persero) Tbk., sebagai Badan Usaha Milik Negara membantu
memenuhi upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu termasuk 
pemerataan penyediaan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau.
3. PT. Indofarma (Persero) Tbk. menjadi tempat pelatihan tenaga farmasis dan
profesi lain dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia di industri
farmasi.

21
 

3.6. Lokasi dan Bangunan


Pabrik dan kantor pusat PT. Indofarma (Persero) Tbk., terletak di Jalan Indofarma No.
1, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat-Bekasi, dengan luas tanah 2.000.000
2 2 2
m dan luas bangunan 28.035 m yang terdiri dari : kantor pusat 20 m , pusat
2 2 2 2
pelatihan 750 m , kantin 300 m , koperasi 60 m , poliklinik dan apotek 196 m ,
2 2 2
masjid 441 m , laboratorium 1.440 m , unit produksi utama 9.921 m , unit produksi β
2 2
laktam 1.440 m , unit produksi parenteral 2.330 m , unit produsi obat tradisional dan
2 2 2
gudang 5.250 m , bangunan utilities 898 m , gudang bahan kimia 216 m , instalasi
2 2 2
pengolahan limbah cair 204 m , instalasi limbah padat 44 m , menara air 100 m ,
2 2 2
cylinder gas chamber  66 m , rumah jaga 128 m , lapangan 1.548 m , unit penelitian
2
dan pengembangan 700 m .

3.7. Produk PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Produk yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk., antara lain sebagai
berikut:
1.  Produk Ethical (OGB, Lisensi, Nama Dagang)
PT. Indofarma (Persero) Tbk., memproduksi obat generic ethical sebagai produk 
utama di samping memproduksi obat dengan nama dagang dan lisensi. Saat ini PT.
Indofarma (Persero) Tbk., mulai memperluas target pasar dengan memproduksi obat
branded generic atau obat generik dengan nama dagang dengan harga terjangkau,
yang merupakan program pemerintah untuk penyediaan obat bagi masyarakat.
2.  OTC dan Herbal Medicines
Dalam rangka mengembangkan sumber daya alam di Indonesia PT. Indofarma
(Persero) Tbk, telah mengembangkan Obat Asli Indonesia (OAI) seperti Prolipid, Pro
Uric, Probagin, dan lainnya. Selain itu, diproduksi pula makanan kesehatan ( food 
suplement  ) seperti Biovision, Bioprost, dan lain-lain. Obat OTC yang diproduksi
antara lain OBH Plus.

3.8  Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero) Tbk.


PT. Indofarma (Persero) Tbk., dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang dibantu
oleh empat orang direktur, yaitu Direktur Produksi, Direktur Keuangan dan SDM,
Direktur Riset dan Pemasaran, serta Direktur Operasional dan Pengembangan. Setiap
Direktur mengepalai direktoratnya dan membawahi bidang yang dipimpin oleh
Manajer, tiap bidang yang dipimpin oleh Manajer membawahi beberapa seksi.

22
 

Selain itu ada beberapa bagian yang langsung bertanggung jawab kepada Direktur
Utama yaitu Corporate Secretary , Satuan Pengawas Internal (SPI); Pemastian Mutu,
Teknologi Informasi. Struktur selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

3.8.1  Direktorat Produksi


Direktorat Produksi PT. Indofarma (Persero) Tbk membawahi delapan  bidang dimana
setiap bidang dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh asisten manajer dan
supervisor.

3.8.1.1 Bidang PPPP (Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan)


Bidang Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan (PPPP) dipimpin oleh
seorang manajer yang membawahi empat seksi, yaitu seksi Perencanaan dan
Pengendalian Bahan Baku dan Bahan Pengemas, seksi Perencanaan dan Pengendalian
Produksi I, seksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi II, Herbal serta seksi Toll
 Manufacturing dan Pelayanan Produk. Bidang PPPP mempunyai peranan strategis
dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas, proses pabrikasi, pengendalian
persediaan sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk dengan mutu, harga,
 jumlah, dan waktu serta pelayanan yang tepat.

Seksi perencanaan dan pengendalian mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi perencanaan
dan fungsi pengendalian. Fungsi perencanaan, merupakan landasan utama dalam
penentuan permintaan marketing dan langkah-langkah yang diperlukan untuk 
memastikan tercapainya permintaan tersebut. Fungsi pengendalian, merupakan alat
manajemen untuk memastikan tersedianya bahan awal, produk ruah, dan produk jadi
untuk terpenuhinya permintaan marketing , serta pengaturan agar tidak terjadi over 
stock atau out of stock .

23
 

Gambar 2. Struktur PPPP dalam bidang produksi

Hubungan kerja PPPP dengan berbagai bidang lain:

Supply Chain
Management

Supply Product 

Perencanaan
Produk 

Produksi PPPP   Logistik


Pengendalian
Persediaan
Permintaan
Bahan Awal 

Pengadaan

Gambar 3. Hubungan Kerja Bidang PPPP dengan Bidang lain di


PT. Indofarma (Persero) Tbk.

24
 

Alur proses kegiatan bidang PPPP dibagi menjadi dua tahap, yaitu alur proses
perencanaan dan alur proses pengendalian bahan. Alur proses perencanaan dimulai
dari bidang Supply Chain Management  (SCM) menyerahkan rencana penjualan satu
tahun kepada bidang PPPP. Berdasarkan hal tersebut PPPP membuat rencana
produksi satu tahun serta rencana kebutuhan satu tahun dan dimintakan persetujuan
kepada Direktur Produksi. Kedua rencana tersebut digunakan sebagai dasar
pembuatan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang disusun setiap
tahun kemudian dijabarkan dalam Konsep Rencana Produksi Periodik (KRPP) dan
Konsep Rencana Kedatangan Bahan (KRKB) perkuartal. Berdasarkan KRPP dan
KRKB perkuartal dibuat Rencana Produksi Bulanan (RPB). RPB ini digunakan untuk 
menyiapkan Perintah Produksi (PP) dan Perintah Kemas (PK) serta penyiapan Surat
Pesanan Permintaan Barang (SPPB) untuk dimintakan persetujuan Direktur Produksi.
Alur proses perencanaan ditunjukkan pada gambar 3.

Rencana MPS PPO MRP


Pen ualan

INF/TO/TI SPPB

KRPB

Gambar 4. Alur Proses Perencanaan

Fungsi PPPP dalam perencanaan bahan adalah menetapkan standar untuk 


perencanaan bahan, meliputi:
a.  Jenis spesifikasi bahan yang dibutuhkan
b.  Sediaan maximum dan minimum bahan:
  Buffer stock & Reorder point
  Frekuensi pemesanan bahan
  Kapasitas gudang
c.  Lead time
d.  Jumlah pesanan:
  Jumlah & jadwal produksi
  Minimal packing
  MOQ (Minimum Order Quantity)

25
 

Alur proses pengendalian bahan dimulai dari diterbitkannya Perintah Pengolahan (PP)
sekaligus berlaku sebagai bon permintaan bahan ke gudang penyimpanan bahan baku
dan bahan penolong. Kemudian diterbitkannya Bukti Penyerahan Produk Ruah
(BPPR), selanjutnya keluar Perintah Kemas (PK) dan Bukti Penyerahan Produk Jadi
(BPPJ). Berdasarkan PP dan PK bidang Produksi membuat Rencana Produksi
Mingguan (RPM) yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman proses produksi.
Proses produksi dilaporkan dalam bentuk laporan produksi dan ditujukan antara lain
kepada bidang PPPP sebagai informasi untuk fungsi pengendalian produksi. Bidang
Pengadaan kemudian memberikan informasi kemajuan proses pengadaan kepada
PPPP untuk fungsi pengendalian bahan. Alur proses pengendalian ditunjukkan pada
gambar 4.

PP BPPR PK BPPJ

Gambar 5. Alur Proses Pengendalian Produksi

Beberapa tugas Bidang PPPP dalam pengendalian bahan adalah:


 Monitoring kedatangan bahan sampai dengan bahan tersebut bisa dipergunakan
untuk proses produksi
 Memantau inventory bahan (terutama bahan yang dipakai banyak item)
 Analisa terhadap perubahan pasar, disain produk dan kemasan, kegagalan produk 
dan kerusakan bahan, nilai persediaan
 Monitoring kemajuan dan kendala pengadaan bahan
 Koordinasi problem solving 

Seksi Toll Manufacturing dibagi menjadi dua, toll out  (dimana perusahaan membuat
produk ke pabrik farmasi lain) dan toll in (dimana perusahaan menerima pembuatan
produk dari pabrik farmasi lain). Beberapa hal yang dilakukan dalam toll
manufacturing adalah :
 Mencari PTM (Pabrik Penerima Toll Manufacturing ) sesuai rencana produksi. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah:
 Fasilitas produksi
 Hasil audit PTM
 Toll fee

26
 

 Melakukan monitoring realisasi produk di PTM


 Koordinasi problem solving

3.8.1.2 Bidang Produksi I
Bidang Produksi I dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi empat seksi,
yaitu seksi Solid  I bertanggung jawab dalam pembuatan massa tablet dan pembuatan
massa kapsul, seksi Solid  II bertanggung jawab dalam pencetakan tablet atau  filling
kapsul, seksi Pengemasan bertanggung jawab dalam pengemasan, dan seksi Herbal
yang bertanggung jawab dalam ekstraksi dan pengolahan bahan herbal.

Proses produksi tablet bidang Produksi I dilakukan dengan metode vertical closed 
system, yaitu sistem vertikal tertutup dimana proses produksi dilakukan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi. Metode ini dilaksanakan diproduksi I karena bentuk 
bangunan memungkinkan metode tersebut dilakukan (3 lantai) dan produksinya besar
sehingga efisiensi tenaga tercapai. Keuntungan sistem ini adalah dapat meminimalkan
terjadinya kontaminasi silang, batch dapat dibuat dalam kapasitas besar, efisiensi dari
segi waktu, tenaga, tempat maupun energi.

Bidang Produksi I akan melaksanakan kegiatan berdasarkan Perintah Pengolahan


(PP) yang dikeluarkan oleh bidang Perencanaan Produksi Dan Pengendalian
Persediaan (PPPP) yang disertai dengan Catatan Produksi Bets (CPB). CPB
merupakan dokumen yang berisi semua prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi
selama proses produksi dan segala sesuatu yang menyimpang yang teramati dicatat
pada dokumen tersebut. PP disetujui oleh Manajer Produksi setelah dilakukan
pengecekan antara PP dengan Rencana Produksi Bulanan (RPB) dan Rencana
Produksi Mingguan (RPM). PP yang telah disetujui oleh Manajer Produksi I akan
digunakan sebagai Bon Permintaan Bahan Awal (BPBA) kepada bidang Logistik 
Bahan Awal (LBA). Di gudang, bahan yang diminta, disiapkan dan diserahkan ke
bidang Produksi I setelah dilakukan penimbangan oleh petugas dispensing disaksikan
oleh petugas IPC. Bahan dari gudang yang telah diserahkan dari LBA ke seksi Solid I
akan diproses sampai menjadi produk antara. Seksi Solid II akan mengolah produk 
antara menjadi produk ruah.

27
 

Setelah produk ruah dinyatakan memenuhi syarat oleh bidang Quality Control (QC)
dengan dikeluarkannya Laporan Analisa Memenuhi Syarat (LA MS), ke bagian seksi
Solid II akan membuat Bukti Penyerahan Produk Ruahan (BPPR) kepada seksi
Pengemasan dan PPPP akan mengeluarkan Perintah Kemas (PK). Bagian pengemasan
akan membuat bon permintaan bahan pengemas ke bagian LBA sesuai dengan
kebutuhan pengemasan. Sebelum proses pengemasan dimulai, dilakukan persiapan
bahan pengemas yaitu coding , nomor batch, tanggal kadaluarsa dan Harga Eceran
Tertinggi (HET) di kemasan sekunder. Setelah proses pengemasan selesai baru
kemudian diperoleh produk jadi.

Proses pengemasan yang dilakukan bidang Produksi I meliputi stripping, blistering,


dan bottling. Produk jadi dalam kemasan sekunder akan dikemas ke dalam karton
yang telah disablon sesuai isinya, dikemas dalam karton, kemudian dikarantina, lalu
dilakukan inspeksi akhir (diambil contoh pertinggal/ retained sample untuk tiap batch 
sebagai bahan penelusuran apabila ada keluhan di kemudian hari) oleh bidang QC,
baru kemudian diserahkan ke bidang Logistik Produk Jadi dengan membuat Bukti
Penyerahan Produk Jadi (BPPJ). Produk jadi yang memenuhi syarat akan
didistribusikan. Setiap penyimpangan pada proses produksi akan dicatat dalam catatan
penyimpangan produksi.

1.  Seksi Solid I


A. Pembuatan Massa Tablet
Tugas seksi Solid I  meliputi persiapan, pengolahan, dispensing (oleh bidang LBA),
dan pembuatan massa. Bahan aktif dan bahan penolong dimasukkan ke dalam alat
penampung (bin). Bahan dalam bin kemudian dibawa dengan  forklift  dan siap
diproses mixing dengan menggunakan mesin  Azo-Thumbler  di lantai 3 atau  Diosna di
lantai 2. Tahap berikutnya pengolahan massa dengan beberapa metode yaitu metode
cetak langsung ( Direct compression) atau granulasi basah ( Wet Granulation).
1.  Metode cetak langsung (direct compression)  
a.  Bin yang berisi campuran bahan ditempatkan pada loading station.
b.  Campuran bahan dialirkan ke mesin cetak di lantai II melalui pipa stainless
steel yang dilengkapi kain tunnel.
c.  Pencetakan tablet.

28
 

2.  Metode granulasi basah (wet granulation) 


a.  Pencampuran bahan awal dilakukan proses pengadukan bahan dengan bahan
pengikat dan dibuat granul sesuai yang dikehendaki menggunakan mixer  
batagion atau mixer   mollen atau diosna, dilakukan di lantai II dilewatkan
melalui granulator.
b.  Granul basah ditampung dalam container  di lantai I selanjutnya dikeringkan
dengan  fluid bed dryer .
c.  Granul kering diayak dengan granulator dengan ayakan mesh tertentu dan
hasilnya ditampung dalam bin dan diperiksa kadar airnya oleh IPC.
d.  Granulat dibawa ke lantai II untuk ditimbang ulang kemudian ditambah bahan
penolong.
e.  Proses pencampuran akhir menggunakan mixer   diosna dan dites
homogenitasnya oleh IPC.
f.   Bin yang berisi campuran bahan/ massa tablet dibawa ke lantai III dan
ditempatkan pada loading station , dialirkan melalui pipa stainless steel yang
dilengkapi kain tunnel , ke hopper  mesin cetak lantai II dan selanjutnya siap
dicetak.

B. Pembuatan Sediaan Kapsul


Kelembaban udara ruangan produksi kapsul hendaknya 50-60% karena dengan
kelembaban yang rendah, isi dari kapsul akan lebih stabil terhadap udara dan air,
sehingga nantinya dapat mencegah perusakan pada kapsul karena isi kapsul yang
lembab.

Alur proses pembuatan sediaan kapsul adalah sebagai berikut:


1.  Bahan yang telah memenuhi syarat ditimbang di dispensing lantai III.
2.  Bahan dari mesin penyedot vakum ( azo)  yang dilengkapi ayakan berputar ( rotary
sieve) dimasukkan ke dalam bin, dialirkan ke mixer   diosna di lantai II melalui
loading station .
3.  Massa hasil pengadukan selanjutnya dipindahkan ke lantai III. Petugas IPC akan
melakukan pemeriksaan terhadap massa tersebut mengenai homogenitas dan
kadarnya.
4.  Selanjutnya dialirkan ke hopper  mesin pengisi kapsul ( capsule  filling machine) di
lantai II melalui loading station .

29
 

5.  Kapsul yang telah terisi dibersihkan melalui proses  polishing.


6.  Produk ruahan dikarantina untuk menunggu hasil analisis dari bidang pengawasan
mutu. Produk yang telah memenuhi syarat dapat dikemas.

2.  Seksi Solid II


Seksi Solid II bertugas mencetak massa tablet atau  filling massa kapsul sampai
menjadi produk ruah yang lulus uji dan siap dikemas, yang dilakukan di lantai dua.
Tahapan yang dilakukan:
a.  Mempersiapkan mesin.
b.  Mengoperasikan mesin cetak atau  filling kapsul.
c.  Melaksanakan In Process Control (IPC).
d.  Menimbang produk ruahan.
e.  Pemberian label, nama produk, nomor bets, jumlah dan tanggal pencetakan.
f.  Karantina produk ruah menunggu pemeriksaan dari bidang pengawasan mutu.
g.  Mencatat semua kegiatan yang dilakukan dalam catatan pengolahan bets.

Pemeriksaan kualitas produk antara dan produk ruah oleh petugas IPC dilakukan
selama proses berlangsung agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan

Produk ruah yang lolos uji selanjutnya diserahkan seksi Pengemasan untuk dikemas
menjadi produk jadi. Dokumentasi pada bidang Produksi I antara lain meliputi
Catatan Produksi Bets, protap kegiatan proses produksi, uraian tugas karyawan dan
catatan produktivitas mesin. 

3.  Seksi Pengemasan


Suatu produk dapat dikatakan produk jadi bila telah melewati tahap pengemasan.
Definisi pengemasan menurut pedoman CPOB Depkes RI tahun 2006 adalah bagian
dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruah untuk menghasilkan produk 
 jadi.

Pengemasan berkaitan dengan stabilitas obat yang berfungsi melindungi obat terhadap
kelembaban, iklim, dan benturan. Selain itu kemasan juga mempengaruhi daya tarik 
produk terhadap konsumen.

30
 

Jika ditinjau dari waktu dikeluarkannya PP dan PK, dikenal dua proses yaitu in line
 process dan non  in line process. In line process yaitu proses dimana hasil produksi
langsung dikemas dalam wadah pengemasnya, PP dan PK dikeluarkan bersamaan.
Jadi mulai dari bahan awal sampai menjadi produk dalam kemasan akhir, proses tidak 
terputus. Proses ini diterapkan dalam sirup cair, sirup kering, salep dan oralit.
Sedangkan pada proses Produksi I non in line process dimana PP dan PK tidak 
dikeluarkan bersamaan. Setelah PP dikeluarkan, dilakukan penyiapan bahan awal
sampai menjadi produk yang siap dikemas. Produk ini dikarantina menunggu released 
dari QC . Proses ini diterapkan dalam pembuatan kapsul, tablet, dan produk steril.

Pengemasan merupakan tahap akhir produksi sebelum dipasarkan, sehingga suatu


produk harus memenuhi syarat – syarat pengemasan yang baik, yaitu:
1.  Dapat melindungi produk 
2.  Inert, spesifik bahan pengemasnya
3.  Harus aman, tidak mudah dibuka oleh anak  – anak 
4.  Menarik terutama untuk kemasan obat bebas.

PK oleh bidang Pengemasan digunakan sebagai bon permintaan bahan pengemas


yang diajukan ke bagian LBA. Bahan pengemas dari gudang bila berupa karton akan
dilakukan penyablonan yang berisi nama produk, nomor batch, expired date,
sedangkan untuk etiket dan kotak akan dilakukan coding (pemberian kode) meliputi
nomor batch, expired date dan HET.

Produk ruah yang akan dikemas dan bahan kemas yang dikirim dari gudang semuanya
sudah diluluskan oleh bidang pengawasan mutu /  Quality Control (QC). Proses
pengemasan dapat berupa pengisian ke botol, stripping, blistering dan sachet. Jenis
bahan pengemas yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk ruah dan
permintaan pasar. Sebelum dilakukan proses pengemasan, jalur pengemasan harus
telah dibersihkan (line clearance) untuk mencegah terjadinya mixed-up dan selama
proses pengemasan dilakukan In Process Control, misalnya uji kebocoran strip,
blister, dan sachet  sebanyak empat lempeng strip atau blister tiap 15 menit.

31
 

Dokumentasi untuk seksi Pengemasan meliputi Catatan Pengolahan Bets, papan


penandaan, catatan sanitasi, catatan produksi harian yang terdiri dari kontrol harian
mesin, pengepakan dan laporan bulanan.

4. Seksi Herbal
PT. Indofarma (Persero) Tbk mendirikan  Extraction Center  yang khusus
memproduksi obat tradisional (Jamu). Seksi Herbal memproduksi obat-obat
tradisional yang bahan bakunya dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri nama produk 
berawal “Pro”, misalnya Prolipid, Probagin dan Prouric. Obat tradisional yang bahan
 baku yang diimpor nama produknya berawalan “Bio”, misalnya Biovision, Bioginko
dan lain-lain.

Kegiatan produksi di seksi Herbal meliputi sortasi, pencucian simplisia, ekstraksi,


formulasi dan pengemasan. Bahan baku (simplisia) dipenuhi dengan cara membeli
langsung dari supplier , melalui petani binaan atau bekerja sama dengan institusi lain.
Bahan baku tersebut harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Indofarma
(Persero) Tbk seperti kadar air (lebih kecil dari 10%), kadar sari larut dalam air dan
kadar sari larut dalam alkohol (tergantung simplisia) mengacu kepada buku resmi
yang ditetapkan yaitu Materia Medika Indonesia.

Sistem produksi herbal di PT. Indofarma (Persero) Tbk sesuai dengan CPOTB (Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Produksi herbal di PT. Indofarma (Persero)
Tbk berupa horizontal close system dengan menggunakan metode ekstraksi berupa
maserasi, perkolasi dan gabungan keduanya. Pengeringan ekstrak menggunakan tiga
metode yaitu spray dryer  dan vaccum dryer . Proses pengolahan ekstrak dimulai dari
perajangan kemudian ekstraksi (penyarian), pengentalan, pengeringan kering yang
kemudian menghasilkan ekstrak kering.

3.8.1.3  Bidang Produksi II


Bidang Produksi II dipimpin oleh seorang manajer. Bidang Produksi II bertugas
untuk memastikan tersedianya produk tablet, kapsul, dan sirup kering beta laktam,
salep, sirup, serbuk dan produk steril sesuai dengan target dengan cara merencanakan,
mengkoordinasi dan mengendalikan aktivitas pengolahan, pengemasan dan kegiatan

32
 

terkait. Pelaksanaan proses produksi di bidang Produksi II menggunakan vertical


closed system untuk menghindari kontak dengan lingkungan, sistem ini diterapkan
untuk produksi oralit. Sedangkan untuk produksi sediaan beta laktam, salep, dan
sirup menggunakan horizontal closed system dimana penyiapan bahan awal sampai
produk akhir diproses dalam lantai yang sama, karena sediaan yang diproduksi dalam
 jumlah yang relatif kecil. Bidang ini membawahi tiga seksi, yaitu:

1.  Seksi Sediaan Salep, Sirup dan Serbuk  


Seksi Sediaan Salep, Sirup dan Serbuk memproduksi sediaan sirup cair, suspensi,
salep kulit, krim, serbuk dan reagen untuk tes garam beriodium.
A. Produksi sediaan salep
Alur proses produksi sediaan salep kulit adalah sebagai berikut:
1.  Penimbangan bahan awal yang telah lolos uji
2.  Pelelehan basis di dalam vessel (tanpa pengaduk)
3.  Basis dipindahkan ke dalam vessel yang dilengkapi pengaduk melalui pompa
dengan filter, kemudian dilakukan pengeringan basis. Massa basis selanjutnya
didinginkan dan dilakukan pemeriksaan kadar air oleh bagian IPC.
4.  Bahan aktif, penolong dan pengawet ditambahkan ke dalam massa basis sambil
diaduk.
5.  Massa salep dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer  dan kemudian
divakumkan untuk mengusir udara yang terperangkap.
6.  Massa salep yang telah lolos uji dipindahkan ke dalam penampung stainless steel ,
lalu dimasukkan ke dalam tube-tube alumunium menggunakan  filling machine.
Selama proses pengisian dilakukan kontrol keseragaman bobot dengan
penimbangan 20 tube setiap 15 menit dan dibuat peta kendalinya. Petugas IPC
akan melakukan sampling untuk diuji.

B. Produksi sediaan sirup cair dan sirup kering


Sirup yang diproduksi oleh bidang Produksi II ada dua macam, yaitu sirup cair dan
sirup kering.
1. Sediaan sirup cair
Tahap – tahap produksi sediaan sirup cair:  
a.  Pembuatan sirup cair diawali dengan pemeriksaan air/ DIW yang akan digunakan
sebagai bahan baku.

33
 

b.  Dispensing bahan – bahan awal yang telah dinyatakan memenuhi syarat.


c.  Pembuatan larutan bahan dalam DIW dan pembuatan suspensi induk.
d.  Pencampuran larutan bahan dan suspensi induk dalam vessel yang dilengkapi
pengaduk, kemudian dilakukan sirkulasi dengan menggunakan pompa,  flavouring
agent  ditambahkan pada suhu massa suspensi 40ºC kemudian dilakukan
pengecekan oleh IPC terhadap massa suspensi.
e.  Massa suspensi yang telah lulus uji dialirkan ke  filling machine melalui pompa.
Filling machine dilengkapi dengan mesin peniup udara kering, mesin penutup
botol dan mesin penempel etiket. Selama proses pengisian dilakukan, pengawasan
terhadap keseragaman bobot dengan pemeriksaan bobot 6 botol setiap 15 menit
dan dibuat peta kendalinya. Petugas IPC akan melakukan sampling untuk diuji.
f.  Pengemasan ke dalam wadah pengemas sekunder dan tersier.

2.  Sediaan sirup kering


Produksi sirup kering dilakukan secara horizontal closed system dan pengemasannya
secara in line process. Tahap-tahap proses sesiaan sirup kering:
a)  Proses diawali dengan pengayakan dan granulasi.
b)  Penimbangan kemudian pencampuran dengan bahan tambahan didalam mixer  
diosna.
c)  Dilanjutkan dengan pengisian dan pengemasan. Pada semua proses dilakukan
kontrol oleh IPC.

Untuk pembuatan sirup kering ini, kelembaban udara diatur sedemikian rupa sehingga
kurang dari 50%, menggunakan alat dehumidifier . Massa sirup kering yang telah
memenuhi syarat dimasukkan kedalam botol, pengisian sirup kering ini masih
dilakukan secara manual. Setelah dilakukan pengisian, botol ditutup, diberi etiket dan
dikemas.

C. Produksi sediaan serbuk 


Oralit merupakan contoh sediaan padat (serbuk)   berbentuk granul yang dikemas
dalam sachet  kedap udara. Pengadukan oralit dilakukan dalam mixer diosna.
Pemeriksaan kualitas terhadap massa oralit dilakukan oleh bagian pemastian mutu
yang meliputi kadar, keseragaman bobot, warna, homogenitas,  free flowing, distribusi
partikel, taping density dan kadar air.

34
 

Untuk oralit kelembaban udara harus rendah karena mempunyai sifat sangat
higroskopis. Pengendalian proses yang dilakukan antara lain penetapan kadar air dan
penetapan kadar seluruh komponen untuk meyakinkan bahwa campuran sudah
homogen. Massa yang telah memenuhi syarat dimasukan ke dalam sachet  dengan
mesin pengisi yang dilengkapi dengan penghisap debu. Selama proses pengisian,
operator mesin dan petugas pengawasan mutu melakukan IPC pada pemeriksaan
keseragaman bobot dan kebocoran wadah.

2.  Seksi sediaan steril


Seksi steril bertanggung jawab dalam memproduksi sediaan steril, dipimpin oleh
seorang Asisten Manajer yang membawahi dua subseksi, yaitu subseksi steril I
(penimbangan dan pelarutan, pengisian, sterilisasi, pengolahan sefalosporin dan
dokumentasi) dan subseksi steril II (pengemasan, pemeriksaan kejernihan sediaan
ampul, vial, dan tetes mata, serta pencetakan label). Produk yang dihasilkan antara
lain:
a.  Sediaan steril cair: injeksi vitamin B12 500 mcg/ml, deksametason 5 mg/ml,
diazepam 5 mg/ml, furosemid 10 mg/ml, gentamisin 40 mg/ml, ranitidin 25mg/ml,
dan tramadol 50 mg/ml
b.  Tetes mata: gentamisin 0,3 %
c.  Sediaan steril  powder  : berupa injeksi derivat sefalosporin yang dibuat secara
aseptis yaitu sefotaksim dan seftriakson.

Ruang produksi steril dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan persyaratan
CPOB. Pembagian ini berdasarkan derajat kebersihannya yaitu:
  Ruang kelas I ( white area atau ruang kritis)
Merupakan ruang kelas di bawah LAF ( Laminar Air Flow) yang dilengkapi dengan
HEPA- filter berefisiensi 99,997% (jumlah cemaran partikel maksimum = 3500
partikel/feet kubik). Besarnya pertukaran udara adalah 20-40 kali/jam. Jumlah
cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 µm tidak boleh lebih dari 5
partikel/kubik.

35
 

  Ruang kelas II
Spesifikasinya sama dengan ruang kelas I tetapi tanpa laminar air flow (LAF).
Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 µm tidak boleh lebih dari
3
10.000 partikel / kubik dengan syarat mikroba < 100/ m dan besarnya pertukaran
udara adalah 20-40 kali/jam. Ruangan ini digunakan untuk pengisian,
penimbangan, pembuatan larutan, dan penyaringan.
  Ruang kelas III (grey area)
Ruang kelas III dilengkapi dengan filter berefisiensi 95%, besarnya pertukaran
udara 5-20 kali/jam. Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 µm
tidak boleh lebih dari 100.000 partikel/kubik, dengan syarat mikroba < 500 /feet
kubik, ruangan ini digunakan untuk pencucian.
  Ruang kelas IV ( black area)
Merupakan ruangan dengan persyaratan harus bersih secara visual, jumlah partikel
tidak dikendalikan.

Keempat ruangan di atas, masing-masing dipisahkan dengan ruangan antara dan


dilengkapi dengan sistem air lock , air shower ,  pass box dan system air handling unit 
( AHU ) yang memiliki peranan dalam pengaturan suhu, kelembaban, tekanan, dan
sirkulasi udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan tekanan, dimana ruangan
dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada kelas
yang lebih rendah. Untuk mencapai kualitas ruangan yang memenuhi persyaratan
 jumlah cemaran dan partikel maka dilakukan lay out bahan, barang, dan karyawan.

Selain dengan pengkondisian tersebut juga dilakukan sanitasi ruangan dan peralatan
secara berkala, sanitasi dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan. Sanitasi
harian meliputi pembersihan lantai dan dinding dengan dipel. Setiap jumat malam
dilakukan sanitasi mingguan dengan pemberian gas formaldehid dan setiap senin pagi
dilakukan evakuasi untuk menghilangkan gas tersebut dengan penyedotan udara
ruangan. Tekanan udara antara ruangan dikendalikan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang.

36
 

3.  Seksi ß laktam


Seksi ß laktam bertugas memproduksi sediaan antibiotika yang memiliki inti ß-laktam
(turunan penisilin). Bentuk sediaannya berupa kaplet, kapsul, dan sirup kering.
Antibiotika turunan ß-laktam dapat menimbulkan reaksi alergi, oleh karena itu
gudang, penimbangan, produksi, dan pengemasan sediaan ß-laktam dilakukan di
gedung dan fasilitas yang secara fisik dipisahkan dari produksi lain (non ß-laktam).
Pemisahan ini dilakukan sebagai tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang dengan produk lain.

Arus keluar-masuk menggunakan air locked system untuk menghindari terjadinya


kontaminasi silang.  Air locked system mempunyai tekanan udara lebih rendah dari
ruangan lainnya, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Pengendalian udara
dilakukan dengan sistem  Air Handling Unit  (AHU), dimana AHU gedung ß-laktam
terpisah dari gedung non ß- laktam. Ruangan ß-laktam terdiri dari dua kelas, yaitu
kelas III yang digunakan untuk proses dispensing, mixing, filling, tableting, dan
pengemasan primer dan kelas IV untuk pengemasan sekunder sampai obat jadi.
Ruangan Kelas III dan Kelas IV dipisahkan berdasarkan perbedaan dimana tekanan
udara Kelas IV lebih tinggi daripada tekanan Kelas III sehingga kontaminasi dari ß-
laktam dilakukan dengan sistem horizontal. Ruangan produksi ß-laktam diatur
sedemikian rupa sehingga mempunyai tekanan yang lebih negatif. Hal itu untuk 
mencegah terjadinya pencemaran oleh debu ß-laktam.

Pengaturan sirkulasi udara untuk ruangan ß-laktam dilakukan secara khusus dan
terpisah. Ruangan produksi sedían ß-laktam adalah ruang Kelas III dengan tekanan
udara yang diatur untuk menghindari kontaminasi. Ruangan ß-laktam lebih negatif 
dibanding koridor di luarnya yang bertekanan negatif. Di luar koridor tekanan udara
lebih positif daripada didalam koridor. Diharapkan udara di dalam ruang produksi
tidak bisa keluar ruangan sehingga tidak mengkontaminasi lingkungan. Udara dari
ruang produksi ß-laktam harus disaring terlebih dahulu agar udara yang keluar tidak 
mengandung ß-laktam. Udara dialirkan ke dalam suatu ruang yang di dalamnya ada
tetesan-tetesan air yang akan melarutkan ß-laktam. Udara bersih ß-laktam dialirkan
kembali ke ruang produksi ß-laktam melalui prefilter (efisiensi 40 %), medium filter
(efisiensi 90%), dan heating coil untuk penyesuaian suhu.

37
 

Proses pengolahan tablet, kapsul, dan sirup kering sama dengan proses pada produksi
I dan II, tetapi dilakukan dengan cara horizontal closed system . Bahan penolong yang
berasal dari gudang utama hanya boleh masuk ruang penyangga dan selanjutnya
diambil oleh orang yang berada di dalam ruang produksi.

Dalam setiap ruang produksi terdapat penghisap debu yang dihubungkan secara
sentral dengan dust collector  dari gedung ß-laktam. Limbah cair yang berasal dari
gedung ß-laktam seperti limbah cair yang berasal dari pencucian alat diolah dengan
cara ditampung terlebih dahulu, kemudian inti ß-laktam didestruksi terlebih dahulu
dengan Natrium Hidroksida sampai didapat pH 11-12, didiamkan selam 48 jam
kemudian dinetralkan dengan Asam Klorida pekat 5 N sebelum disalurkan ke dalam
saluran pengolahan limbah. Limbah padat dan partikel debu dibakar dalam
incenerator.

  Pembuatan sediaan sirup kering derivat ß-laktam.


Produksi sirup kering di seksi ß-laktam meliputi sirup kering ampisillin 125 mg/5 mL
dan sirup kering amoksisilin 125 mg/5mL. Proses produksi sirup kering dilakukan in
line process , yaitu proses produksi menjadi satu kesatuan dari mulai pengisian
sampai pengemasan.

Alur proses pembuatan sediaan sirup kering adalah sebagai berikut:


a.  Timbang bahan-bahan yang tercantum dalam formula di ruang timbang.
b.  Persiapan pembuatan massa.
c.  Pencampuran awal
d.  Pencampuran akhir dengan mixer
e.  Penimbangan akhir sirup siap isi
f.  Pengisian massa sirup kering dalam botol dengan menggunakan mesin.
g.  Botol yang digunakan telah siap dipakai tanpa pencucian hanya dilakukan blow 
untuk menghilangkan debu. Ruang tempat pengisian massa sirup kering perlu
kelembaban udara tertentu, yaitu tidak boleh > 50%, untuk menjaga kadar air
massa serbuk kering agar mempunyai aliran yang baik, menjaga kestabilan zat
aktif, dan mengendalikan keseragaman bobot. Operator mesin mengontrol bobot
sirup kering dalam setiap 15 menit dan dibuat peta kendali dalam Catatan
Pengolahan Bets.

38
 

Setelah pengisian dilanjutkan penutupan botol ( sealing), penempelan etiket,


pengepakan.Selama penutupan ( sealing) , dilakukan uji kekedapan tutup yang
dilakukan pada awal, tengah dan akhir proses (sejumlah 6 botol).
h.  Petugas IPC mengambil sampel untuk diuji
i.  Pengemasan.

3.8.1.4 Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Produk


Bidang ini dipimpin oleh seorang Manajer (Apoteker). Bagian Penelitian dan
Pengembangan Produk bertugas meneliti dan mengembangkan produk serta
mengoptimasi proses sesuai dengan CPOB.

Tugas bagian Litbang produk meliputi:  


1.  Penelitian produk baru
2.  Optimasi produk yang meliputi optimasi formula termasuk optimasi proses dan
substitusi bahan.
3.  Pengembangan metode analisis.
4.  Penyiapan dokumen registrasi lokal dan eksport
5.  Desain kemasan
6.  Mengorganisasi uji klinis obat dan penelitian ketersediaan hayati yang bekerja
sama dengan instansi lain.
7.  Mengadakan kerja sama di bidang penelitian dengan instansi lain seperti LIPI,
BPPT dan Perguruan Tinggi.
8.  Menyusun dan merevisi spesifikasi.
9.  Menyiapkan metode analisa.
10.  Menetapkan tanggal kadaluarsa dan batas waktu pengggunaan bahan awal dan
obat jadi berdasarkan data stabilitas dan kondisi penyimpanan.
Kegiatan lainnya adalah membuat publikasi ilmiah dengan mengelola perpustakaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, bagian ini dibagi menjadi empat seksi, yaitu:

1.  Seksi Formulasi


Seksi ini bertugas menyiapkan formula dan proses pembuatan obat baru, mendesain
formula, merancang metode pembuatan, pengembangan bahan substitusi dan
reformulasi atau reproses. Bidang pengembangan produk harus mengembangkan
produk-produk baru, sehingga dapat dipertimbangkan oleh Direksi.

39
 

Proses pengembangan formula tersebut meliputi studi pustaka, penetapan spesifikasi


produk, seleksi bahan baku aktif dan penolong, trial dan error , scalling up ke skala
produksi dan uji stabilitas.

Penelitian formulasi meliputi:


a.  Penelitian spesifikasi produk 
b.  Penentuan bahan yang akan dipakai
c.  Penelitian formula
d.  Pembuatan master formula
e.  Pembuatan alur proses
f.  Merencanakan dan mengusahakan proses produksi yang pendek 
g.  Persyaratan obat yang sama dan lebih ketat dari farmakope
h.  Mendesain formula yang mudah dianalisis
i.  Produk yang dihasilkan mempunyai stabilitas yang baik 
 j.  Efek farmakologi yang baik dan efek samping yang minimal
k.  Validasi formula dengan melakukan validasi prospektif 3 batch pertama divalidasi
l.  Melakukan efisiensi formula

2.  Seksi Metode Analisis


Tugas-tugas seksi ini adalah memilih dan mempersiapkan metode analisis untuk 
bahan aktif, bahan baku penolong, produk ruahan dan IPC, yang prosedurnya
mengacu pada CPOB. Metode tersebut harus mempunyai ketepatan, ketelitian yang
tinggi, sama atau lebih ketat persyaratannya dari farmakope, serta menggunakan
peralatan dan reagensia yang efisiensinya lebih tinggi.

Penelitian stabilitas produk terutama dilakukan untuk produk baru dan produk 
reformulasi. Uji stabilitas produk dapat dilakukan pada suhu kamar maupun pada
suhu yang ditingkatkan. Untuk melakukan uji stabilitas produk dapat dilakukan
dengan cara:
a.   Accelerated Stability Test atau uji stabilitas dipercepat dengan menggunakan alat
o o
Climate Chamber  yang dilakukan pada tiga macam suhu berbeda yaitu 31 C, 41 C,
o
atau 51 C. Tiap produk harus dianalisa (dievaluasi) setiap minggu. Produk yang
pengujiannya sudah sesuai waktunya baik secara kimia maupun organoleptis.

40
 

b.  On Going Stability dilakukan dengan memantau 3 batch pertama pada suhu kamar
selama beberapa tahun sampai produk tersebut kadaluarsa. Pada tahun pertama
diperiksa setiap tiga bulan dan tahun selanjutnya diperiksa setiap setahun sekali.

3.  Seksi Registrasi


Seluruh bagian pengembangan produk bekerja sama menyiapkan data registrasi obat
ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bentuk aplikasinya meliputi:
a)  Komposisi produk baru
b)  Proses pembuatan
c)  Metode Analisa
d)  Artwork dari desain kemasan
e)  Data stabilitas
f)  Referensi (pustaka/literatur)
g)  Hasil uji klinis
h)  Data farmakologi

4.  Pengembangan Kemasan


Seksi ini bertugas untuk melakukan design kemasan untuk produk baru maupun
melakukan evaluasi untuk efisiensi dan optimalisasi kemasan produk yang existing .
Tugasnya antara lain adalah:
a)  Membuat desain/ art work kemasan untuk keperluan registrasi produk baru maupun
perubahan desain untuk produk  existing.  
b)  Melakukan ujitrial dan stabilitas setiap kemasan baru bahan setiap ada penggantian
spesifikasi kemasan primer maupun kemasan dari alternatif produsen.
c)  Menyusun spesifikasi bahan kemas primer, sekunder, dan tersier.

Tujuan dilakukan perubahan kemasan adalah :


a)  Untuk memberikan proteksi obat yang lebih baik 
b)  Untuk memberikan image (kesan) baru
c)  Membedakan produk tersebut dari produk lainnya
d)  Promosi
e)  Sumber informasi

41
 

3.8.1.5 Bidang Pengawasan Mutu/  Quality Control (QC) 


Bidang Quality Control (QC) di PT. Indofarma (Persero) Tbk   mempunyai 3 seksi
yaitu seksi Pengujian Bahan Awal dan Bahan Pengemas, seksi Pengujian
Mikrobiologi, IPC dan Pengujian Produk.

1.  Seksi Pengujian Bahan Awal


Pemeriksaan bahan awal dimulai dari gudang, yaitu bahan masuk digudang
dikarantina, disampling, dan diuji oleh Quality Control untuk menentukan bahan
tersebut memenuhi syarat (diterima) atau tidak memenuhi syarat (ditolak). Seksi
pengujian Bahan Awal melakukan pengujian bahan baku, air dan bahan pengemas.

a)  Bahan baku


Pengujian bahan baku dimulai dari kegiatan sampling sampai dengan pengujiannya.
 Di cek label dari pabrik yang meliputi berat bersih, nomor lot, tanggal pembuatan,
expired date (ED).
  Dicek label karantina digudang meliputi nama barang, nomor kode, nomor batch,
tanggal dibuat, jumlah, tanggal sampling, dan paraf.
  Sampel diidentifikasi secara fisika atau organoleptis meliputi bau, rasa, dan warna.
  Sampel diidentifikasi secara kimia seperti pengujian kadar dan porensi.
  Uji lain, antara lain meliputi tes kemurnian, pH, dan kadar air.
b)  Air
Pengujiannya meliputi pH, kandungan mineral, dan cemaran mikroorganisme.

c)  Bahan pengemas


Pengemas berhubungan dengan stabilitas obat yang berfungsi melindungi obat
terhadap kelembaban, iklim dan benturan. Selain itu kemasan juga mempengaruhi
daya tarik konsumen terhadap produk.

Produk ruahan yang akan dikemas dan bahan kemas yang diterima dari gudang
pengemas semuanya sudah diluluskan oleh bidang Quality Control (QC). Proses
pengemasan dapat berupa pengisian ke botol, stripping dan sachet. Jenis pengemas
yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk ruahan dan permintaan pasar.

42
 

Untuk  printed   material , sebelum bahan pengemas tersebut dibuat oleh produsen,


terlebih dahulu dilakukan approval terhadap artwork dan proof print yang dibuat oleh
produsen.

Bahan pengemas dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:


1)  Bahan pengemas primer
Merupakan bahan pengemas yang langsung berhubungan dengan produk seperti
tube, botol, ampul, stripping dan blister. Uji yang dilakukan meliputi:
 
 Alumunium foil, tes terhadap elastisitas (kekuatan tekanan), sealing, strenght,
o
bonding strenght (suhu 150 C), lebar, penandaan, nomor register, tulisan dan
nama.
 Tube, meliputi uji kebocoran, warna atau cat, berat, ukuran tebal badan, dan uji
kebocoran membran.
 Ampul, meliputi diameter, kebocoran, tinggi pemotongan ampul, tinggi badan,
keretakan, dan ketebalan kaca.
 Botol, yaitu diameter, tinggi, ketebalan dinding botol, kesetaraan volume,
keseragaman bobot dan kebocoran.
2)  Bahan pengemas sekunder
Merupakan bahan pengemas yang tidak berhubungan langsung dengan produk 
obat, tapi berhubungan dengan pengemas primer seperti dus ampul dan kotak 
botol. Uji yang dilakukan terhadap kotak atau dus meliputi ukuran, panjang, lebar,
tinggi, tulisan, bobot, dan daya rekat.
3)  Bahan pengemas tersier
Merupakan bahan pengemas yang berhubungan langsung dengan pengemas
sekunder misalnya karton. Uji yang dilakukan terhadap karton meliputi panjang,
lebar, tinggi, dan tulisan.

2.  Seksi Pengujian Mikrobologi  


Pemeriksaan mikrobiologi adalah pengujian yang menggunakan jasad renik (virus,
bakteri, jamur, ragi, alga, dan protozoa). Uji mikrobiologi bertujuan mengetahui
sejauh mana suatu produk atau penunjang produksi (bahan awal, peralatan, operator,
ruangan) memenuhi syarat mikrobiologi.

43
 

Sumber kontaminasi mikrobiologi ada tiga yaitu:


 Air dari erosi tanah, air hujan, dan tanaman yang membusuk 
 Peralatan karena pembersihan yang tidak sempurna, pencucian dengan air yang tidak 
memenuhi persyaratan, debu yang melekat.
 Operator yang bisa berasal dari keringat, hidung (nafas) dan air ludah.

Uji yang dilakukan oleh Seksi Pengujian Mikrobiologi meliputi:


a)  Uji potensi
Uji potensi dilakukan untuk membandingkan dosis sediaan uji terhadap dosis
sediaan pembanding yang masing-masing menghasilkan derajat hambatan
pertumbuhan yang sama pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Uji
dilakukan dengan lempeng silinder.
b)  Uji sterilitas
Tujuan dari uji sterilitas untuk menentukan adanya kemungkinan jasad renik 
(mikroba) hidup atau mempunyai daya hidup dalam produk steril baik terhadap
produk yang dihasilkan menggunakan teknik aseptis atau sterilisasi akhir (pada
produk akhir dilakukan sterilitas dengan autoklaf). Cara uji sterilitas ada dua cara,
yaitu:
 Cara langsung: sampel langsung dimasukkan dalam media pembenihan.
 Cara tidak langsung: sampel disaring melalui membran, kemudian membran
dimasukkan dalam media pembenihan. Uji sterilitas dilakukan didalam LAF
kabinet, sebelum digunakan LAF kabinet disinari lampu UV selama 10 menit,
kemudian disemprot dengan desinfektan.
c)  Uji kontaminasi (uji batas cemaran)
Bertujuan mengetahui sejauh mana suatu sampel serta sarana pendukung baik 
ruangan, peralatan, operator telah terkontaminasi oleh jasad renik.
d)  Pengujian endotoksin (tes LAL)
Bertujuan menguji adanya endotoksin dalam sampel atau dipermukaan sampel
dengan LAL. Endotoksin adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri Gram negatif 
o o
dan dapat dihancurkan dengan pemanasan 180 C selama 3,5 jam atau 250 C
selama 0,5 jam.

44
 

e)  Pemantauan mikrobiologi ruangan dan fasilitas yang diuji yaitu udara, lantai,
dinding dan peralatan. Keempat fasilitas tersebut dapat mempengaruhi kualitas
produksi yang dihasilkan. Metode uji yang digunakan yaitu:
  Settling plate : pemaparan terbuka lempeng agar selama 30 menit kemudian
ditutup dan diinkubasi.
  Slit to agar (air sampler ) : mengontak volume udara tertentu udara ruangan pada
permukaan contact plate kemudian ditutup dan diinkubasi.
  Contact plate : plate ditempelkan langsung pada permukaan yang datar (lantai,
dinding) sejumlah luas tertentu pada agar contact plate. 
  Apus (swab) dengan menghapus sejumlah tertentu permukaan yang berlekuk atau
permukaan rata kemudian disebarkan ke atas permukaan agar lempeng.

3.  Seksi IPC dan Pengujian Produk  


Seksi Pengujian Produk melakukan pengujian kimia seperti, kadar, pH, berat jenis,
volume terpindahkan, serta disolusi produk. Tugas seksi pengujian produk meliputi:
a)  Pengujian produk antara dan produk ruah. Macam pengujian yang dilakukan
adalah:
  Tablet
Produk antara : uji yang dilakukan yaitu identifikasi, keseragaman dan kadar zat
aktif.
Produk ruah : uji yang dilakukan yaitu keseragaman bobot, waktu hancur,
kekerasan, diameter atau tebal, kadar zat aktif dan disolusi.
  Kapsul
Produk ruah : uji yang dilakukan yaitu keseragaman bobot, waktu hancur, kadar
zat aktif, dan disolusi.
  Injeksi
Produk antara : uji yang dilakuakan yaitu keseragaman kadar, pH.
Produk ruah : uji yang dilakukan yaitu kejernihan, pH, kadar keseragaman
volume, sterilisasi, endotoksin, dan bahan partikulat.
  Serbuk 
Produk antara : uji yang dilakukan yaitu kadar air, dan homogenitas.
Produk ruah : uji yang dilakukan yaitu kadar air, kadar masing-masing
komponen, keseragaman bobot, pH, dan warna.

45
 

  Sirup dan suspensi


Produk antara : uji yang dilakukan yaitu bobot jenis, pH, kadar, dan kekentalan.
Produk ruah : uji yang dilakukan yaitu keseragaman volume (volume
terpindahkan), kadar, dan kandungan mikroba.
  Sirup kering
Produk antara : uji yang dilakukan yaitu kadar zat aktif dan kadar air.
Produk ruah : uji yang dilakukan yaitu kadar air, pH, kadar, kandungan mikroba
dan keseragaman bobot.

b)  Pengawasan dalam proses ( in proses control )


Pengawasan dalam proses dimulai dari penimbangan bahan awal sampai produk 
 jadi yang siap di distribusikan. Tugas pokok pengawasan dalam proses antara lain
analisis fisik, sampling, kontrol keliling, pengawasan dispensing, inspeksi bahan
awal, inspeksi akhir produk jadi, administrasi, pengelolaan, dan pengawasan
sampel.

3.8.1.6  Bidang Logistik Bahan Awal  


Kedudukan bidang Logistik Bahan Awal (LBA) berada dibawah Direktur Produksi,
dipimpin oleh seorang manager. Bidang Logistik Bahan Awal dibagi menjadi 3 seksi,
yaitu : seksi Bahan Baku dan Administrasi Gudang, seksi Bahan Pengemas dan Spare
Part, dan  seksi  Dispensing. Kegiatan utama dari bidang Logistik adalah penerimaan
barang, penyimpanan barang, pengeluaran barang dan sistem komputer.

Gudang logistik dibagi menjadi lima bagian, yaitu:


a)  Gudang Utama
Gudang berkondisi suhu kamar, digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang
relatif stabil pada suhu tersebut. Gudang ini meliputi bahan baku, pengemas,
penolong, alat tulis, spare part  dan perlengkapan, AC, ruang penimbangan dan
karantina.
b)  Gudang bersuhu dingin
Gudang bersuhu 18-22° C berada di dalam gudang utama, digunakan untuk 
menyimpan barang-barang yang tidak stabil pada suhu kamar, contoh vitamin,
hormon, antibiotik, bahan pengemas (alumunium foil) dan lain-lain.

46
 

c)  Gudang ß-laktam


Gudang ini terletak dalam satu bangunan yang terpisah dari gudang utama.
Ruangan ini bersuhu 29-30° C. Gudang ini khusus digunakan untuk menyimpan
antibiotik golongan ß-laktam seperti penisilin, ampisilin, amoksisilin dan lain-lain.
d)  Gudang solven
Gudang yang berlokasi diluar gudang utama ini khusus digunakan untuk 
menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar dan korosif seperti alkohol,
methanol, metilen klorida dan lain-lain.
e)  Gudang Psikotropik dan Prekursor
Gudang psikotropik dan gudang prekursor terletak terpisah dari gudang yang
lainnya dengan langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi serta
disimpan dengan kunci yang berlainan merek.

3.8.1.7  Bidang Teknik dan Pemeliharaan  


Bidang Teknik PT. Indofarma (Persero) Tbk. melakukan pengawasan dan
pemeliharaan terhadap semua fasilitas dan peralatan pabrik untuk menjaga kelancaran
proses produksi. Bidang teknik ini berperan dalam memperbaiki, merawat dan
merekayasa mesin peralatan produksi, peralatan laboratorium, peralatan produksi,
peralatan kantor dan alat-alat telekomunikasi.

Secara struktural Bidang Teknik dan Pemeliharan berada dibawah Direktur Produksi
yang dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi beberapa seksi, yaitu:
  Seksi Perencanaan, Evaluasi, dan Workshop
  Seksi Pemeliharaan
  Seksi Rekayasa
  Seksi Utilities

3.8.2  Direktorat Keuangan dan Sumber Daya Manusia


Pada Direktorat Umum dan Sumber Daya Manusia, terdapat 5 bidang yang masing  –  
masing bidang dipimpin oleh seorang manager, yaitu:
1.  Bidang Keuangan
Bidang Keuangan bertanggung jawab dalam pengendalian likuiditas perusahaan,
penempatan investasi, collection , dan perpajakan dan asuransi.

47
 

2.  Bidang Akuntansi


Bidang Akuntasi bertugas dalam hal verifikasi pengeluaran, pencatatan transaksi
keuangan, perhitungan harga pokok produksi, dan budgeting.

3.  Bidang SDM 


Berdasarkan data bidang SDM, karyawan PT. Indofarma (Persero) Tbk. baik 
karyawan tetap maupun karyawan ikatan kerja waktu tertentu (IKWT) jumlahnya
adalah lebih dari 1200 orang. Perusahaan mempunyai program pelatihan kerja yang
teratur dalam bentuk seminar, kursus, pengiriman karyawan berprestasi ke perguruan
tinggi terbaik di dalam maupun di luar negeri. Program pelatihan yang dilakukan di
PT. Indofarma (Persero) Tbk. terbagi menjadi dua, yaitu:
a.  Terjadwal, yang direncanakan apada akhir tahun, diambil dari kebutuhan  –  
kebutuhan tiap produksi, serta direncanakan oleh bidang SDM yang disesuaikan
dengan visi dan misi dari Indofarma. Contoh Pelatihan adalah pelatihan  personal
mastery (gaya kepemimpinan), business mastery (strategic planning).  
b.  Bersifat insidentil, dilakukan sewaktu – waktu jika diperlukan.

4.  Bidang Umum  


Bidang Umum bertanggung jawab dalam pelayanan operasional, pelayanan rumah
tangga serta keselamatan dan kesehatan kerja dan analisis mengenai dampak 
lingkungan (K3 dan Amdal). Bagian pelayanan operasional dan pelayanan rumah
tangga meliputi : kopama, poliklinik dan apotek, serta program kemitraan dan bina
lingkungan (PKBL). Diperlukan kewaspadaan terhadap keselamatan kerja dan
kesehatan kerja serta menganalisis dampak lingkungan di lingkungan kerja, sehingga
kecelakaan dalam kerja bias dihindarkan atau diminimalkan. Dalam upaya untuk 
mewujudkan hal tersebut maka dibutuhkan suatu tindakan  –  tindakan nyata untuk 
menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat yang jauh dari kemungkinan  –  
kemungkinan buruk yang terjadi.

Limbah yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk. berupa limbah cair, padat,
dan gas. Untuk menjaga kelestarian lingkungan maka limbah tersebut harus ditangani
dengan sebaik-baiknya. IPAL berfungsi untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh
produksi.

48
 

Berikut penanganan limbah berdasarkan jenisnya:


a)  Limbah Padat
Limbah padat berupa drum – drum kosong, tong – tong plastik, kertas, karton bekas,
kayu – kayu bekas, powder hasil tangkapan dust collector engine, filter yang kotor,
botol –  botol pecah dan lain – lain. Sebelum dimasukkan dalam proses selanjutnya
limbah tersebut di pilah – pilah, sebagian dibakar di insenerator dan didaur ulang oleh
pihak kedua diluar pabrik. Sedangkan yang dibakar adalah semua jenis limbah padat
yang sudah terkontaminasi dengan bahan baku atau proses produksi, seperti plastik,
karton, kemasan primer dan sebagainya. Limbah padat yang masih dapat didaur ulang
diserahkan penanganannya pada koperasi pegawai Indofarma.

b)  Limbah Cair


Untuk menangani limbah cair di Indofarma dipisah atas 3 bagian, yaitu:
1)  Sewer System Instalation  
Upaya pengelolaan limbah cair yang telah dilakukan ialah dengan memisahkan
saluran pembuangan, antara buangan produksi dengan limbah cair dari
sanitasi/domestik dan air hujan, sehingga masing-masing menempati satu saluran
khusus.

Untuk limbah cair yang berasal dari pencucian alat-alat dan ruang produksi obat, sisa
produksi dan sisa pereaksi kimia pada kegiatan QC yang mengandung zat-zat yang
bersifat toksik dan mengandung antibiotik dialirkan melalui saluran khusus sebelum
diolah pada satu unit IPAL.

Khusus untuk produksi β-laktam sebelum dialirkan ke IPAL, dilakukan  pre-treatment  


terlebih dahulu yang meliputi:
a)  Air cucian mesin dari proses produksi β-laktam dikumpulkan pada drum yang telah
disediakan
b)  Dilakukan penambahan NaOH sambil diaduk sampai diaduk sampai diperoleh pH
12-13.
c)  Larutan tersebut didiamkan selama 2x24 jam
d)  Kemudian pada larutan diatas ditambahkan HCL sambil dikocok sampai diperoleh
pH netral

49
 

e)  Larutan dengan pH netral tersebut dialirkan ke saluran limbah yang telah
disediakan menuju IPAL.

2)  Sanitary System Instalation (Saluran Air Limbah Rumah Tangga)


Air yang berasal dari kamar mandi termasuk kloset dimasukkan kedalam septic tank 
untuk mengendapkan kotoran yang berupa partikel padat dan airnya dialirkan
kerembesan yang terletak dibelakang pabrik.

3)  Drainase System Instalation (Saluran Air Hujan)


Air hujan yang turun dilokasi pabrik dialirkan melalui inspection fit  agar partikel
padatnya, seperti tanah, pasir dan Lumpur dapat tertampung, sebelum air tersebut
dialirkan ke sungai kebelakang pabrik.

c)  Limbah Gas


Upaya pengelolaan yang dilakukan untuk menangani limbah gas dan partikulat dari
hasil pembakaran solar di boiler  ialah dengan menyalurkan melalui cerobong asap
sebanyak 2 buah. Untuk gas buang dan partikel hasil pembakaran sebuah obat
dilakukan upaya pengelolaan pada incenerator  menggunakan satu buah burner  (alat
pembakar). Temperatur pembakaran dikontrol dengan pengaturan laju limbah konstan
dan diatur melalui satu buah mesin pengontrol. Udara proses pembakaran diatur
berdasarkan laju alir limbah kemudian aliran gas diemisikan ke udara luar melalui
cerobong gas yang mempunyai ketinggian 7 m dari permukaan tanah, dengan suhu
burner 500-600º C dan suhu cerobong sekitar 300º C. Suhu pembakaran dapat
mencapai 900º C. Pengelolaan debu yang timbul pada pembuatan obat jadi dilakukan
melalui sistem AHU. Pada prinsipnya sistem ini mengatur sirkulasi udara di setiap
ruangan produksi melalui fan-fan yang dapat menyedot debu-debu yang berterbangan
untuk dipisahkan atau disaring dalam beberapa konteplar dust box yang terletak 
diruangan teratas dari berbagai macam serbuk obat ditampung dalam kantong-
kantong plastik sebelum dibakar pada unit incenerator. Khusus untuk debu yang
 berasal dari β-laktam dilakukan penyaringan debu dalam ruangan tersendiri. Udara
hasil penyedotan dibuang ke udara bebas melalui cerobong dengan ketinggian 2 m
dari atap.

50
 

Tekanan udara di ruang produksi PT. Indofarma diatur dengan katup dumper .
Tekanan udara tersebut dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1)  Tekanan udara normal, yaitu untuk ruangan produksi di luar  produksi β-laktam dan
produksi steril. Tekanan udara di dalam ruangan produksi sama dengan tekanan
udara luar.
2)  Tekanan udara positif, yaitu untuk ruang produksi steril (ruang aseptis). Tekanan
udara di luar ruangan produksi lebih besar dari pada tekanan udara di dalam
ruangan, diatur dengan menutup katup dumper . Tekanan udara positif bertujuan
agar obat-obat yang diproduksi tidak tercemar oleh debu atau jasad renik dari
ruangan produksi.
3)  Tekanan udara negatif, yaitu untuk ruangan produksi β-laktam. Tekanan udara di
dalam ruangan produksi lebih kecil dari tekanan udara di luar ruangan, yang diatur
dengan membuka katub dumper.  

3.8.3  Direktorat Riset dan Pemasaran


PT. Indofarma (Persero) Tbk, memproduksi obat generik berlogo, nama dagang,
lisensi, dan obat herbal. Obat generik berlogo ditujukan terutama untuk kalangan
menengah ke bawah dan mempunyai pangsa pasar yang cukup besar yaitu 80% dari
 jumlah penduduk di Indonesia.

Unsur – unsur pemasaran yang meliputi produk, harga, promosi dan personalia harus
diperhatikan untuk memperoleh strategi yang paling tepat dalam kebijakan yang
diambil di bidang pemasaran. Dari segi produk, PT. Indofarma (Persero) Tbk.
menghasilkan obat sangat essensial bagi pola penyakit yang sekarang ada di
Indonesia. PT. Indofarma (Persero) Tbk. memproduksi obat dalam skala besar yang
memungkinkan dapat menurunkan biaya produksi sehingga harga jual dapat ditekan.

Kondisi pangsa pasar obat generik di Indonesia (6,8%) memang sangat jauh berada di
bawah negara di luar seperti Amerika (35%), Kanada (15%), dan Inggris (30%). Hal
ini disebabkan karena dianggap obat generik adalah obat rakyat yang murahan
sehingga kurang bermutu. Kesalahpahaman ini terjadi karena pada awal pengenalan
obat generik kepada masyarakat dikatakan bahwa obat generik adalah obat murah
untuk rakyat. Oleh karena itu, hingga sekarang kesan yang timbul adalah bahwa obat
generik kurang bermutu.

51
 

Untuk mengatasi hal ini, PT. Indofarma (Persero) Tbk. berusaha memasyarakatkan
obat generik bermutu namun terjangkau harganya melalui upaya  – upaya pemasaran
misalnya melalui promosi sosial (Social promotion). PT. Indofarma (Persero) Tbk.
adalah satu  –  satumya perusahaan farmasi yang mempunyai  Medical Sales
 Representative untuk obat generik.

1.  Bidang Logistik Produk Jadi  


Bidang Logistik Produk Jadi dipimpin oleh Manajer Logistik Produk Jadi. Produk jadi
yang telah dikemas dalam kemasan tersier (karton) akan diserahkan oleh seksi
Pengemasan bidang Produksi ke gudang produk jadi disertai Bukti Penyerahan
Produk Jadi (BPPJ). Produk jadi kemudian didistribusikan ke distributor
PT.Indofarma yaitu PT. Indofarma Global Medica, PT.Mensa Bina Sukses, PT.
Sawah Besar.

3.8.4 Direktorat Operasi dan Pengembangan


Salah satu bidang yang berada di bawah naungan direktorat ini adalah bidang
Purchasing dan bidang Strategi Pengembangan Produk Kesehatan.

1.  Bidang Purchasing


Bidang tersebut dipimpin oleh seorang manajer dan memiliki 2 fungsi, yaitu :
a.  Seksi Pengadaan Bahan 1
Seksi ini bertugas mengadakan bahan baku aktif dan bahan baku penolong baik 
untuk produk rutin maupun produk baru.
b.  Seksi Pengadaan Bahan 2
Seksi ini bertugas mengadakan bahan pengemas baik untuk produk rutin maupun
produk baru. Juga mengadakan supplies produksi, supplies laboratorium, supplies
IT, supplies umum, ATK/ART, promo material, obat non indofarma, spare part
mesin dan barang investasi.

Bidang Purchasing bekerjasama dengan bidang litbang untuk mencari alternative


produsen maupun alternative spesifikasi untuk tujuan ketersediaan supply maupun
efisiensi.

52
 

2.  Bidang Strategi Pengembangan Produk Kesehatan


Bidang tersebut terkait erat dengan aktifitas pengembangan produk baru mulai dari
pembuatan,  feasibility study, spesifikasi produk, strategi promosi produk baru, dan
sebagainya.

3.8.5 Bidang Pemastian Mutu/  Quality Assurance (QA) 


PT. Indofarma (Persero) Tbk., sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia
tentunya wajib menjamin mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. Di dalam CPOB
2006, telah terdapat ketentuan baru dimana setiap industri farmasi wajib
mengedepankan peran dari Quality Assurance, dimana QA ini memegang peran
penting untuk menjaga mutu dan kualitas obat sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Di dalam penerapannya, QA di PT. Indofarma (Persero) Tbk telah berjalan


sebagaimana yang ditentukan dan tercantum di dalam CPOB 2006. Berbagai prosedur
tetap yang terkait dengan penjagaan mutu produk disusun dan terdokumentasi dengan
baik. Departemen Quality Assurance (QA) berada di bawah Direktur Utama, memiliki
kewenangan penuh untuk bisa memberikan perintah kepada departemen – departemen
yang tergabung dalam direktorat produksi yang berada di bawahnya. Dengan
keberadaan departemen Quality Assurance (QA) yang sedemikian rupa, maka
departemen ini mempunyai kewajiban untuk selalu memastikan apakah seluruh
departemen telah bekerja untuk bisa memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.

Bidang Pemastian Mutu di PT. Indofarma (Persero) Tbk memiliki 3 seksi yaitu:
1.  Seksi Kalibrasi, Kualifikasi, dan Validasi  
Seksi Kalibrasi, Kualifikasi dan Validasi bertugas untuk melakukan proses validasi,
kualifikasi dan validasi, baik pada peralatan maupun bangunan sehingga proses
produksi dapat berjalan dengan lancar.

Tugas tersebut meliputi:


 Kualifikasi : Mesin untuk produksi dan alat-alat laboratorium.
 Kalibrasi : Semua alat ukur yang digunakan untuk produksi dan Quality Control. 
 Validasi : Proses, metode analisis, pembersihan, sistem (AHU, water system).  

53
 

2.  Seksi Pengendalian Sistem 


Seksi Pengendalian Sistem bertugas untuk mengendalikan sistem yang digunakan di
PT. Indofarma (Persero) Tbk. Selain bertugas untuk mengendalikan sistem yang
berhubungan dengan penjaminan mutu produk, seksi ini juga bertugas untuk 
mengkoordinasikan kegiatan inspeksi diri dan training karyawan yang berhubungan
dengan CPOB.

3.  Seksi Pengendalian Proses dan Evaluasi Pasca Produksi  


Tugas dari masing-masing bagian adalah:
a.  Seksi Pengendalian Proses : mengkoordinir pengendalian perubahan, antara lain :
change control, deviasi proses dan pemeriksaan kebenaran dan kelengkapan serta
mengelola dokumentasi produksi (CPB).
b.  Evaluasi Pasca Produksi : Memantau stabilitas produksi selama masa edar (melalui
retained sample) sampai on going stability, melakukan penanganan klaim, evaluasi
CPB dan hasil pengujian sebelum pelulusan produk, APR ( Annual Product 
 Review).

54
 

BAB IV
PEMBAHASAN

A.  Penerapan CPOB di PT. Indofarma (Persero) Tbk.


Sebagai salah satu industri farmasi milik pemerintah (BUMN), PT. Indofarma
(Persero) Tbk. memiliki peranan cukup besar dalam menunjang ketersediaan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat untuk menyediakan obat yang bermutu dengan
 jumlah yang cukup, terdistribusi merata dan harga yang terjangkau oleh masyarakat
menengah ke bawah. Produksi obat yang dihasilkan oleh industri farmasi harus sesuai
dengan tujuan penggunaannya serta harus memiliki standar mutu yang dipersyaratkan
dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan penggunaannya
sehingga mutu obat yang dihasilkan terjamin. Apabila diperlukan, dalam
implementasi CPOB dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu
obat yang telah ditentukan dapat dicapai. Sebagian besar produk-produk PT.
Indofarma (Persero) Tbk telah memiliki sertifikat CPOB yang menunjukkan bahwa
Cara Pembuatan Obat yang Baik telah diterapkan di PT. Indofarma (Persero) Tbk 
dalam setiap produksinya. Aspek-aspek CPOB yang diterapkan antara lain:

1.  Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar, oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah memadai untuk melaksanakan semua tugas. PT. Indofarma (Persero)
Tbk. telah berupaya mengikuti secara baik pedoman CPOB. Telah terdapat pemisahan
kepimimpinan antara manager produksi dan manager pemastian mutu pada struktur
organisasi. Pemisahan tersebut dilakukan dengan tujuan pengawasan dan pengaturan
terhadap masing-masing bidang lebih terfokus sehingga setiap bidang dapat
menjalankan tugasnya dengan baik. Selain itu pemisahan ini akan mencegah
terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kolusi.

55
 

PT. Indofarma (Persero) Tbk. dipimpin oleh Direktur Utama yang dibantu oleh empat
direktur yang memimpin Direktorat Produksi, Direktorat Pemasaran, Direktorat
Umum dan SDM, dan Direktorat Keuangan. Masing-masing manager di PT.
Indofarma (Persero) Tbk. memiliki tanggung jawab dalam menyusun dan
mengesahkan prosedur-prosedur tertulis, memantau kegiatan pada masing-masing
bidang baik personilnya, mesin dan peralatan lain, prosedur kerja dan lingkungan
kegiatan, harus selalu memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan sesuai pedoman
CPOB dan jika terjadi penyimpangan harus segera melakukan tindakan perbaikan
segera.

Setiap manager dibantu sistem yang selalu mengadakan pertemuan rutin dengan
karyawan dibawahnya untuk mengingatkan agar karyawan selalu menerapkan CPOB
dalam setiap kegiatan produksi obat. Untuk membantu pekerjaan manager, di PT.
Indofarma (Persero) Tbk. dikerahkan tenaga supervisor dan mandor serta operator dan
tenaga terlatih dalam jumlah yang efisien dan efektif untuk melaksanakan kegiatan
produksi sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.

Personalia mempunyai peranan yang penting dimana jumlah karyawan disemua


tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan sesuai dengan tugasnya serta memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi
untuk mewujudkan tujuan CPOB. Untuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab
karyawan dalam pelaksanaan tugasnya, PT. Indofarma (Persero) Tbk.
menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan yang berupa kursus, seminar,
serta pengiriman karyawan yang berprestasi ke perguruan tinggi baik di dalam negeri
maupun luar negeri.

Pengelolaan program tersebut dilakukan oleh bidang Sumber Daya Manusia, mulai
dari tahap perencanaan hingga pada tahap pelaksanaannya. Materi pendidikan dan
pelatihan yang diberikan disesuiakan dengan masing-masing bidang pekerjaan
karyawan, disamping materi-materi umum seperti Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(KKK), Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, dan Rajin (5R) dan CPOB. Pendidikan dan
pelatihan tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai penyegaran kembali atas materi
yang telah diberikan sebelumya.

56
 

Untuk kesejahteraan karyawan telah disediakan sarana olah raga, kesenian, koperasi,
poliklinik, apotek dan kantin agar dapat selalu meningkatkan eektifitas dan efisiensi
perusahaan dimana salah satu faktor pendukungnya adalah sumber daya manusia,
maka perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap karyawan sehingga karyawan
akan selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuannya. Perusahaan diharapkan
selalu menjaga hubungan yang baik melalui komunikasi dan perhatian antar sesama
karyawan termasuk hubungan antara atasan dan bawahan, hal ini perlu dilakukan
mengingat PT. Indofarma (Persero) Tbk telah menjadi perusahaan terbuka
(privatisasi) sehingga karyawan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan
perusahaan dan menjadi lebih mandiri dan lepas dari pengaruh pemerintah.

Pengaturan tenaga kerja pada kebijakan perusahaan terutama Tenaga Harian Lepas
(THL) yaitu mereka dipekerjakan selama tiga bulan di bagian yang tidak terlalu vital,
yakni pada lini pengemasan Bidang Produksi I, Produksi II, dan Herbal. Kebijakan ini
dilakukan karena setiap dua kali masa kontrak selalu dilakukan pergantian dan hal ini
sesuai dengan peraturan Departemen Tenaga Kerja yang mengatur masalah
ketenagakerjaan. Pada segi manajemen, kebijakan ini mempunyai sisi positif karena
dapat meringankan beban yang dipikul untuk  man hours dan dari segi efisiensi biaya
produksi juga menguntungkan. Namun dari sisi lain kerugian juga dapat dirasakan
baik secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya pihak managemen harus
melakukan pelatihan-pelatihan yang berkala terhadap karyawan yang baru dan hal ini
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu dapat menghambat proses produksi
karena keterampilan karyawan akan kembali ke tingkat awal lagi dan dari karyawan
akan timbul rasa gelisah ketika mendekati akhir masa kontrak yang menyebabkan
timbulnya beban psikologis sehingga dapat menurunkan kinerja karyawan.

2.  Bangunan dan Peralatan


CPOB mempersyaratkan bentuk bangunan yang sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan, dan perawatan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang, tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam
proses produksi, peruraian bahan obat serta mencegah terjadinya kesalahan manusia.
Salah satu syarat rancang bangun dan tata letak ruang menurut CPOB adalah
pemisahan bangunan untuk pembuatan obat yang mengandung bahan-bahan beracun,
bahan yang dapat menimbulkan sensitivitas seperti hormon dan bahan sitostatika.

57
 

Hal tersebut dilakukan untuk mencegah tercampurnya obat atau komponen obat yang
berbeda serta menghindari kontaminasi silang dengan produk lain. Oleh karena itu,
 produksi β-laktam dilakukan pada bangunan (rungan) tersendiri dan terpisah dengan
 produk non β-laktam. Tekanan udara pada ruang produksi β-laktam lebih negatif dari
ruangan disekitarnya untuk menghindari kontaminasi silang dengan bentuk ruangan
dirancang berbeda dengan ruangan produksi lainnya. Ruang produksi β-laktam terdiri
dari ruang kelas E dan F. Terdapat suatu ruangan buffer  yang berfungsi untuk 
mencegah β-laktam yang keluar dari ruangan langsung ke lingkungan. Karyawan
 produksi β-laktam disarankan untuk melakukan rotasi dengan karyawan produksi lain
sehingga dapat mengurangi resiko sensitivitas pada tenaga kerja.

Ruang bidang produksi II telah memenuhi persyaratan CPOB dan dibuat sedemikian
rupa sehingga mudah dibersihkan. Ruang pada produk steril dibagi dalam empat kelas
yaitu ruang kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D, masing-masing dipisahkan dengan
ruang antara dan dilengkapi dengan sistem air lock, air shower, pass box, dan system
AHU ( Air Handling Unit ) yang memiliki peranan dalam pengaturan suhu,
kelembaban, tekanan dan sirkulasi udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan
tekanan dimana ruangan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan udara yang
lebih tinggi dari kelas yang lebih rendah.

Mesin-mesin serta peralatan di produksi, penempatannya diatur sedemikian rupa


untuk menjamin keleluasaan kerja operator dan mencegah terjadinya kekeliruan atau
kontaminasi silang antar produk selama produksi. Peralatan dan mesin yang ada di
PT. Indofarma (Persero) Tbk. dikalibrasi dan divalidasi secara berkala untuk 
memastikan bahwa bahwa peralatan dan mesin tersebut dalam keadaan baik dan
selalu siap digunakan, sehingga dapat menjamin proses produksi tetap berjalan
dengan baik dan lancar serta tetap mampu menghasilkan produk-produk dengan
kualitas yang terjamin.

3.  Produksi
Bagian Produksi melaksanakan proses produksi mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan ijin pembuatan
dan ijin edar.

58
 

Bagian produksi merupakan bagian yang utama dalam kegiatan menghasilkan dan
menambah kegunaan dari barang dan jasa. Proses produksi di PT. Indofarma
(Persero) Tbk. melibatkan semua bagian yang berada dibawah direktur produksi yang
 juga dibantu oleh Bidang Penelitian dan Pengembangan Produk. Proses produksi
dilakukan berpedoman pada Perintah Pengolahan (PP) dan Catatan Produksi Bets
yang dikeluarkan oleh PPPP, dimana formula dan proses telah divalidasi melalui
pelaksanaan trial produksi dari Litbang. Sistem penomoran bets   dan lot  diterapkan
untuk memudahkan pengendalian selama produksi berlangsung dan penelusuran
kembali apabila ada keluhan produk dari konsumen.

a.  Bidang Produksi I


Pada bidang produksi I, proses produksi yang diterapkan adalah menggunakan
vertical closed system , dimana proses pemindahan bahan baku atau produk antara
dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dengan menggunakan bin yang
terbuat dari stainless steel 316. Penggunaan sistem ini memberikan banyak 
keuntungan antara lain menghemat lahan yang dibutuhkan, karena bangunan dibuat
bertingkat, menghemat waktu dan penggunaan tenaga manusia, mengurangi
kemungkinan terjadinya kontaminasi, serta memungkinkan untuk mengolah produk 
dengan ukuran bets yang besar. Proses pengemasan berada dibawah bidang ini untuk 
memudahkan koordinasi karena besarnya volume produksi.

b.  Bidang Produksi II


Bidang produksi II dipimpin oleh seorang manager produksi. Bidang ini membawahi
3 seksi yaitu seksi salep-sirup-serbuk, seksi β-laktam, dan seksi produk steril.
Pelaksanaan proses produksi di bidang produksi II menggunakan system vertical
closed system yang diterapkan untuk produksi oralit. Sedangkan untuk produksi
sediaan β-laktam, sediaan steril, sediaan salep sirup menggunakan horizontal closed 
system. 

Pada saat dikeluarkannya Perintah Pengolahan (PP) dan Perintah Kemas (PK),
dikenal ada 2 proses yatu in line process (one line process) dan non in line  process
(non one line process). In line process yaitu proses dimana hasil produksi langsung
dikemas dalam wadah kemasannya. Jadi mulai bahan awal sampai menjadi produk 
dalam kemasan akhir, proses tidak terputus.

59
 

Proses ini diterapkan untuk produk cair, sirup cair, sirup kering, salep, dan oralit.
Sedangkan non in line process , PP dan PK tidak dikeluarkan bersama-sama. Setelah
PP dikeluarkan dimulailah proses penyiapan bahan awal sampai menjadi produk ruah.
Produk ini dikarantina menunggu hasil pengujian kemudian dikeluarkan PK. Proses
ini diterapkan pada proses pembuatan kapsul dan tablet.

Seksi produk steril membawahi sub seksi produk steril I yang bertanggungjawab
terhadap proses produksi sediaan steril dan sub seksi produk steril II yang
bertanggung jawab dalam proses pengemasan produk termasuk pemeriksan
kejernihan sediaan mpul dan pencetakan label. Lini pengemasan pada produk steril
dibagi menjadi tiga yaitu pengemasan ampul, vial, dan obat tetes mata.

c.  Produksi Herbal


Produksi Herbal secara keseluruhan telah mengacu pada Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), baik bangunan, personalia, peralatan, dan proses
produksinya. PT. Indofarma (Persero) Tbk. Sudah mempunyai pusat ekstraksi yang
digunakan sebagai sarana pengolahan obat dari bahan alam yang modern meliputi unit
ekstraksi, destilasi dan produksi yang dilengkapi fasilitas produksi dengan peralatan
yang modern. Bahan baku simplisia yang digunakan untuk pembuatan obat tradisional
belum sepenuhnya diproduksi sendiri oleh Indofarma, sebagian dipenuhi dengan cara
membeli langsung dari supplier, melalui petani binaan, atau bekerja sama dengan
institusi lain (universitas, petani, dan sebagainya). Pembentukan petani binaan
dimaksudkan agar simplisia yang dihasilkan dapat terjamin mutunya dan sekaligus
dimaksudkan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan.

d.  Bidang Pengadaan ( Procurement)


Pengadaan bahan baku dan penolong yang berasal dari luar negeri dilakukan secara
impor langsung dari supplier (rekanan) luar negeri atau melalui perwakilan agen
didalam negeri. Pengadaan bahan baku produksi dilakukan secara berkala yang
disesuaikan dengan jadwal penggunaan barang atau secara sekaligus dengan
pengaturan waktu penyerahan barang sesuai dengan jadwal penggunaan. Pengaturan
Jadwal Kedatangan Barang (JKB) dilakukan berdasarkan jadwal produksi dan
kapasitas gudang yang tersedia.

60
 

e.  Bidang Logistik Bahan Awal


Gudang penyimpanan dijaga dan dipelihara sedemikian rupa sehingga barang-barang
terlindung dari pngaruh yang merugikan karena perubahan temperature dan
kelembaban, adanya debu, bau serta binatang yang masuk. Bidang LBA PT.
Indofarma (Persero) Tbk. melakukan pemisahan terhadap bahan yang berbahaya dan
sensitive dengan adanya gudang solvent dan gudang β-laktam yang letaknya terpisah
dengan gudang utama. Kegiatan penerimaan dan pengeluaran barang sudah diatur
sedemikian rupa sehingga mengikuti system FIFO (First In First Out) dan FEFO 
(First Expired First Out).

f.  Bidang PPPP


Perencanaan produksi harus dilakukan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan
variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga tidak terjadi penimbunan atau
kekurangan stok barang. Penyusunan rencana produksi tahunan oleh PPPP dilakukan
sesuai permintaan marketing yang kemudian dibuat dalam rencana produksi bulanan.
PPPP harus dapat menyusun rencana dengan menyesuaikan permintaan marketing
yang berdasarkan kebutuhan pasar dan bidang produksi dengan mempertimbangkan
anggaran, persediaan bahan baku, jadwal, kapasitas produksi dan peralatan yang
tersedia. Fungsi PPPP akan optimal jika didukung dengan sumber daya manusia yang
menguasai pengetahuan dan keterampilan di bidang sistem informasi.

g.  Bidang Litbang


Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) merupakan suatu unit fungsional
yang berada di bawah Direktur Produksi dan mempunyai ruang gerak yang luas dan
fleksibel. Pada negara-negara industri, peranan Litbang sangat besar dalam
pengembangan dan penemuan produk baru melalui suatu riset yang terencana. Bidang
Litbang di PT. Indofarma (Persero) Tbk. dituntut untuk melakukan efisiensi formula
produk baru dan yang sudah exist  yang meliputi proses pembuatan, stabilitas sediaan,
penampilan fisik, dan bentuk kemasan sehingga dapat bersaing dengan produk lain
dan optimasi atau pengembangan metode analisis bahan awal dan produk jadi
sehingga dapat bersaing dengan produk lain.

61
 

Peran bidang Litbang sangat penting dalam mendukung kegiatan operasional dan
pengembangan perusahaan. Produk utama PT. Indofarma (Persero) Tbk. merupakan
obat-obat generik, bidang Litbang sangat dibutuhkan untuk mampu membuat formula
yang efektif dan efisien bagi produk-produk yang akan dibuat, yang biasanya berupa
me too produk. Kendala utama yang dihadapi yaitu pasokan bahan baku yang terbatas
sehingga tidak mencukupi skala produksi PT. Indofarma (Persero) Tbk. yang sangat
besar. Dalam keadaan seperti itu, dibutuhkan adanya alternatif produsen bahan baku
agar produk yang dibutuhkan tetap dapat dibuat dan tetap memenuhi persyaratan.

Disini peran bidang Litbang dibutuhkan untuk melakukan substitusi bahan agar
produk yang dihasilkan tetap memenuhi persyaratan. Selain menghasilkan obat
generik, saat ini PT. Indofarma (Persero) Tbk. telah melakukan pengembangan ke
arah produk fitofarmaka sehingga bagi bidang Litbang merupakan suatu tantangan
untuk dapat terus melakukan inovasi dan pengembangan produk-produk baru.

4.  Pemastian Mutu


Pemastian mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Pengawasan mutu tidak selalu terbatas pada kegiatan laboratorium,
tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk 
untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai dengan distribusi
produk jadi. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di
laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji
stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka
validasi, penanganan sampel tertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi
bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Selama proses produksi, bidang Pengawasan Mutu melakukan pengujian yang


meliputi proses produksi, kondisi ruangan, peralatan, hasil produksi, dan pengawasan
terhadap limbah hasil proses produksi. Setelah proses produksi, bidang Pemastian
Mutu memastikan bahwa selama penyimpanan dan proses distribusi berjalan, produk 
tetap dalam keadaan utuh, baik secara fisik maupn aktivitasnya. Pengujian mutu
dilakukan dari awal yaitu mulai barang masuk sampai menjadi produk jadi.

62
 

Selama proses produksi berlangsung, bidang Pengawasan Mutu melakukan  In Process
Control (IPC) untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Tiap proses produksi
mngikuti protap yang ditentukan oleh perusahaan dan data-datanya tertuang dalam
batch record  (catatan bets).

Bidang Pemastian Mutu juga menerapkan CPOB, dimana selama pengujian produk,
bidang Pemastian Mutu berusaha membangun mutu ke dalam produk dengan
menerapkan sistem manajemen mutu terpadu dengan keyakinan bahwa mutu adalah
tanggung jawab semua pihak sesuai fungsinya masing-masing. Selain itu untuk 
memastikan bahwa proses produksi dan pengujian yang dilakukan akan memberikan
hasil yang meyakinkan. Kalibrasi dilakukan sebelum validasi, dan keduanya
dilakukan secara berkala.

5.  Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari system informasi manajemen yang meliputi
spesifikasi, prosedur, metode, instruksi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat. Dokumentasi sangat
penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapatkan instruksi secara rinci
dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil
resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan dan sebagai bukti bahwa bahan baku, lingkungan dalam pabrik,
proses produksi serta obat jadi memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan.

Semua kegiatan yang dilakukan di PT. Indofarma (Persero) Tbk. selalu


didokumentasikan antara lain dengan adanya SOP ( Standart Operating Procedure )
sebagai panduan kerja kepada karyawan dalam pelaksanaan proses produksi suatu
sediaan. Oleh karena itu apabila terdapat suatu kesalahan di dalam tahapan produksi
dapat di cek ulang dengan mudah. Selain itu sistem dokumentasi juga
menggambarkan riwayat lengkap dari setiap   bets atau lot dari suatu produk sehingga
memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets atau lot produk yang
bersangkutan.

63
 

Dokumentasi yang dilakukan di PT. Indofarma (Persero) Tbk. sudah cukup baik,
misalnya adanya protap , catatan bets, catatan metode pengujian, catatan sanitasi dan
higiene dan dokumen lain telah sesuai dengan CPOB serta telah disimpan dengan baik 
dan benar sesuai dengan sifat dari dokumen-dokumen tersebut.

6.  Sanitasi dan Higiene


Tujuan dari sanitasi dan hygiene untuk memastikan bahwa tiap aspek CPOB dapat
mendukung terbentuknya produk yang bermutu. PT. Indofarma (Persero) Tbk.  
menerapkan   sanitasi dan higiene pada personalia atau karyawan, bangunan, peralatan
dan perlengkapan yang terlibat dalam proses produksi dan pengawasan mutu.

Untuk karyawan PT. Indofarma (Persero) Tbk. dilakukan pemeriksaan kesehatan


secara rutin sesuai dengan catatan kesehatan karyawan, toilet, tempat cuci tangan,
disinfektan dan loker khusus karyawan produksi. Setiap personil yang akan masuk ke
dalam ruang produksi, pada saat memasuki ruangan tersebut harus mengenakan
pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan. Pakaian pelindung
tersebut meliputi baju khusus ruang produksi, masker, topi, penutup rambut, sarung
tangan dan sepatu khusus ruang produksi untuk menghindari terjadinya pencemaran.
Selain mengenakan pakaian pelindung, para personil juga tidak diperbolehkan untuk 
merokok, membawa makanan dan minuman ke ruang produksi ataupun menggunakan
perhiasan yang mungkin mengganggu kegiatan produksi. Supervisor atau tingkatan
yang lebih tinggi senantiasa memperhatikan dan mengawasi serta melakukan
pendekatan, memotivasi serta meningkatkan kedisiplinan karyawan dalam hal
perlengkapan kerja melalui pendekatan secara audio visual dengan melibatkan
karyawan sebagai peraga sehingga diharapkan pelatihan sanitasi dan higiene tersebut
lebih mudah diingat dan dilaksanakan.

Bangunan harus memiliki toilet, ventilasi yang baik, tempat cuci tangan, loker, ruang
makan yang memadai, dan disediakan kantong sampah yang dapat diganti setiap hari.
Setiap bagian produksi memiliki toilet, tempat cuci tangan dan ruang istirahat yang
terpisah dari ruang produksi. Pembersihan ruangan baik ruang produksi maupun
ruang non produksi sudah dibersihkan setiap hari minimal tiga kali yaitu pagi, siang
dan sore. Untuk peralatan dilakukan pembersihan setiap hari setelah alat dipakai
sesuai dengan protap yang ditetapkan.

64
 

Kebersihan mesin dan peralatan yang akan digunakan dalam proses produksi harus
dipastikan baik sebelum maupun sesudah proses produksi dilaksanakan untuk 
menjamin bahwa mesin atau peralatan terkait sudah terbebas dari bahan-bahan atau
produk hasil proses produksi sebelumnya. Untuk itu, maka setiap mesin dan peralatan
yang telah dibersihkan diberi label yang tercantum status kebersihan masing-masing
mesin atau peralatan yang berisi nama mesin/alat, tanggal terakhir pemakaian, nama
produk terakhir yang diproduksi dengan menggunakan mesin/alat tersebut beserta
nomor betsnya, tanggal pembersihan, nama petugas yang membersihkan dan
penanggung jawabnya, nama produk yang sedang diproduksi dengan menggunakan
ruang/alat tersebut beserta nomor bets, tanggal dan nama operatornya.

7.  Inspeksi Diri


Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi
diri harus dirancang untuk mendeteksi kelemahan dan pelaksanaan CPOB dan untuk 
menetapkan tindakan perbaikan. Inspeksi diri ini harus dilakukan secara teratur. Hal-
hal yang diinspeksi mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan bahan awal dan
obat, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi serta pemeliharaan gedung
dan peralatan.

Dalam pelaksanaan inspeksi diri dibentuk tim inspeksi yang mampu menilai secara
obyektif pelaksanaan CPOB. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajer perusahaan,
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang yang ahli di bidang pekerjaan dan paham
mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari
perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar. Keseluruhan prosedur dan
pencatatan mengenai inspeksi diri ini harus didokumentasikan.   Pelaksanaan untuk 
inspeksi diri dilakukan sesuai kebutuhan dan minimal terlaksana sekali dalam
setahun. Laporan inspeksi diri mencakup data dari hasil penilaian, kesimpulan dan
usulan tindakan perbaikan yang akan direspon oleh pimpinan perusahaan.

Dalam hal produktivitas kerja, disetiap proses produksi di PT. Indofarma (Persero)
Tbk. dilakukan pengukuran man hour  dengan tujuan mengetahui kapasitas kerja
karyawan sehingga dapat diperkirakan kapan dan berapa lama suatu proses produksi
dapat diselesaikan dengan jumlah karyawan dan kapasitas mesin yang ada.

65
 

8.  Penanganan Terhadap Keluhan atau Penarikan Obat Kembalian


Tujuan program penanganan keluhan adalah untuk pengambilan tindakan secara cepat
dan tepat, menjadi dasar untuk perbaikan selanjutnya, pencegahan keluhan berulang,
dan menjadi masukan untuk pengambilan keputusan penarikan kembali obat jadi.

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan, atau
masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan
dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai. Obat kembalian merupakan obat
 jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan kepada pembuatnya karena ada
keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan, atau sebab-sebab lain mengenai
kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan,
identitas, kualitas, dan kuantitas obat jadi yang bersangkutan.

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan satu atau beberapa bets atau
seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Semua informasi tersebut
didapat dari keluhan dari masyarakat sebagai user  dan laporan yang disampaikan oleh
BPOM. Penanganan terhadap keluhan ataupun penarikan kembali obat jadi, ditangani
oleh bagian QA ( Quality Assurance) dengan cara menyelidiki dan menganalisa obat
yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali
atau dimusnahkan.   Prosedur penanganan obat kembalian hendaklah dengan
memperhatikan hal-hal berikut antara lain : identifikasi dan pencatatan mutu dari obat
kembalian, dikarantina, dilakukan penelitian, pemeriksaan dan pengujian.

Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat
prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan
pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke pihak 
yang tidak berwenang. Tiap pemusnahan obat kembalian hendaklah dibuat berita
acara yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan dan saksi. Pelaksanaan
penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang dilakukan hendaklah
dicatat dan dilaporkan. Catatan mengenai obat kembalian disimpan sebagai arsip
perusahaan yang mencakup nama produk, kekuatan, bentuk sediaan, bentuk kemasan,
nomor bets, alasan pengembalian, jumlah yang dikembalikan, tanggal pemusnahan,
dan metode pemusnahan akhir.

66
 

PT. Indofarma (Persero) Tbk selalu menanggapi dengan cepat apabila ada keluhan
terhadap obat yang telah didistribusikan dengan cara melakukan pembandingan dan
pemeriksaan kembali terhadap contoh pertinggal. Pemastian mutu akan melakukan
analisa, evaluasi dan perbaikan-perbaikan serta bila perlu akan dilakukan penarikan
produk obat yang bersangkutan. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa
saran-saran mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan.

9.  Sistem Pengelolaan Lingkungan


Pengelolaan limbah di PT Indofarma (Persero) Tbk. melalui proses sederhana dimana
sistem pengolahan limbah melalui bak-bak penampungan, aerasi dan penampungan
untuk limbah cair sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan kembali untuk mengairi
tanaman di sekitar pabrik. Limbah padat di PT. Indofarma (Persero) Tbk. ditangani
oleh bagian umum, sedangkan limbah cairnya ditangani oleh bagian K3 AMDAL.
Pengelolaan limbah di PT. Indofarma (Persero) Tbk. sudah cukup bagus karena hasil
baku mutu zat tersuspensinya masih jauh dibawah Nilai Ambang Batas (NAB). Selain
itu kadar BOD dan COD nya juga memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh
Bappedal Jawa Barat. Limbah padat dan limbah cair ditangani oleh bagian LK3.
Limbah padat yang terkontaminasi bahan kimia dimusnahkan di incinerator ,
sedangkan limbah cairnya dialirkan kedalam bak-bak penampungan, aerasi,
sedimentasi dan bak penenang yang akhirnya dialirkan ke kali Cikedokan. Untuk 
limbah β-laktam ada perlakuan khusus sebelum dialirkan ke IPAL yaitu dengan
perlakuan penambahan NaOH dan HCl selama 2x24 jam untuk mendegradasi cincin
β-laktam.

67
 

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
1.  Secara umum, PT Indofarma (Persero) Tbk. telah menerapkan prinsip-prinsip
CPOB dalam aspek kegiatan produksinya untuk menjamin mutu obat yang
dihasilkan senantiasa memenuhi standar penjaminan mutu dan kepuasan
konsumen, memperkecil resiko kesalahan dalam memproduksi obat serta
mempermudah pengawasan proses produksi.
2.  Mahasiswa dapat menyelaraskan perbedaan antara teori yang telah didapatkan
selama perkuliahan dengan implementasi penerapan CPOB secara langsung di
industri farmasi. Sehingga Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Indofarma
(Persero) Tbk. mampu memberikan gambaran kondisi kerja di industri farmasi dan
menjadi bekal dalam mempersiapkan diri untuk mampu menjalankan peran dan
fungsinya sebagai tenaga profesi apoteker yang handal di industri farmasi.

B.  Saran
1.  Perlunya penyempurnaan sistem dan pengelolaan seluruh aspek perusahaan yang
ada di PT. Indofarma (Persero) Tbk. baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam meningkatkan kualitas produk yang sesuai dengan CPOB terkini (CPOB
2006).
2.  Diadakan pelatihan CPOB secara terprogram dan berkesinambungan kepada
seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada di PT. Indofarma (Persero) Tbk.
agar setiap personil memahami konsep CPOB dan senantiasa menerapkannya
dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan kualitas mutu obat yang dihasilkan.
3.  Hubungan kerja sama dan koordinasi antara instansi pendidikan dengan industri
farmasi perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya untuk membentuk calon
apoteker yang berkualitas.

68

Anda mungkin juga menyukai