Anda di halaman 1dari 39

MODUL

PENGAWASAN BERBASIS RISIKO


BAGI PESERTA PELATIHAN KEPEMIMPINAN ADMINISTRATOR DAN
PELATIHAN KEPEMIMPINAN PENGAWAS

PENYUSUN
LESTARI INDAH

PELATIHAN KEPEMIMPINAN MENUJU SMART GOVERNANCE

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


2021
KATA PENGANTAR

Reformasi regulasi yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2020


tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) salah satunya menetapkan penerapan perizinan
berusaha berbasis risiko atau yang juga disebut Risk Based Licensing. Pengaturan
tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dimuat dalam Peraturan Pemerintah No.
5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP
No.5/2021).
Prinsip dasar dari penyelenggaraan layanan perizinan berusaha berbasis risiko
adalah trust but verify. Trust yang dimaksudkan disini adalah kemudahan dalam
mendapatkan perizinan berusaha, dimana Pemerintah memberikan kepercayaan
bahwa pelaku usaha akan mematuhi ketentuan, standar dan norma yang ditetapkan
Pemerintah dalam pelaksanaan operasional kegiatan usahanya. But Verify
dimaksudkan untuk mengimbangi kemudahan yang diberikan, Pemerintah tetap
memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan operasional
kegiatan usaha. Melalui penerapan prinsip ini selanjutnya menjadikan pelaksanaan
pengawasan menjadi aspek kunci dalam pengendalian kegiatan usaha, yaitu sebagai
mekanisme kontrol dalam penerapan ketentuan, standar dan norma yang ditetapkan
Pemerintah.
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan untuk menetapkan jenis perizinan
berusaha yaitu berbasis risiko maka Pengawasan juga dilaksanakan dengan
pendekatan berbasis risiko. Penerapan pendekatan berbasis risiko pada pelaksanaan
pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terkoordinasi dan terjadwal yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah.
Modul ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam terkait
prinsip dan mekanisme pelaksanaan pengawasan. Mengingat penerapan mekanisme
pengawasan berbasis risiko merupakan hal baru, maka substansi yang dimuat dalam
modul ini perlu terus dimutakhirkan secara berkala disesuaikan dengan
perkembangan penerapannya. Pemutakhiran substansi modul ini juga dibutuhkan
untuk dapat mengakomodir kebutuhan peserta Pelatihan Kepemimpinan yang berasal
dari organisasi pemerintahan dengan visi dan misi yang berbeda.

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..…….... ii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….…….... iii
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………... 1
B. Deskripsi Singkat …………………………………………………...…… 1
C. Tujuan Pembelajaran …………………………………………….…….. 2
D. Materi Pokok dan Sub Materi …………………………………………….. 2
BAB II PRINSIP PENGAWASAN BERBASIS RISIKO ……………. 4
A. Prinsip Pengawasan Berbasis Risiko ………................................... 4
B. Keterkaitan Perizinan Berusaha dan Pengawasan ……………………. 5
C. Tujuan Pengawasan Berbasis Risiko ………………………………… 6
D. Rangkuman ……………………………………..…….......................... 7
E. Latihan ……………………………………..……..................................... 7
F. Kunci Jawaban ……………………………………..…….......................... 10
BAB III PELAKSANAAN PENGAWASAN BERBASIS RISIKO ……………………… 11
A. Pengawasan Berbasis Risiko …………………………………………….. 11
B. Jenis dan Mekanisme Pengawasan …………………………………….. 11
C. Penilaian Hasil Pengawasan ……………………………………………… 15
D. Kemudahan Pengawasan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) ……… 16
E. Pelaksana Pengawasan ………………………………………………….. 16
F. Pelibatan Pihak Ketiga ……………………………………………………. 17
G. Perangkat Kerja Pengawasan …………………………………………… 18
H. Pemanfaatan Hasil Pengawasan ……………………………………….. 18
I. Ringkasan …………………………………………………………………. 19
J. Latihan ……………………………………………………………………… 20
K. Kunci Jawaban …………………………………………………………….. 27
BAB IV INTEGRASI DAN KOORDINASI PENGAWASAN BERBASIS RISIKO …… 28
A. Koordinasi Pengawasan Berbasis Risiko ………………………………. 28
B. Subsistem Pengawasan dalam Sistem OSS ………………………….. 28
C. Perencanaan Pengawasan ……………………………………………… 29
D. Ringkasan …………………………………………………………………. 31
E. Latihan ……………………………………………………………………… 31

ii
F. Kunci Jawaban ……………………………………………………………. 33
BAB V PENUTUP ………………………….…………………………………..……... 34
DAFTAR PUSTAKA ………………………….…………………………………..……....

iii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1: Tahapan Kegiatan Usaha di Indonesia ……………………….. 6
Bagan 2: Pengawasan Sebagai Sumber Data Untuk Pelaksanaan Evaluasi 19
Tingkat Risiko Usaha …

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1: Jenis Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ………………………… 6
Tabel 2: Tugas dan Wewenang Pelaksana Pengawasan dalam Inspeksi
Lapangan ………………………………………………………………
17

iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Agar proses pembelajaran berlangsung dengan lancar dan tujuan pembelajaran


tercapai dengan baik, dianjurkan untuk:
1. membaca dengan cermat materi yang ada dan pahami tujuan pembelajaran yang
tertera pada Bab Pendahuluan;
2. mengerjakan latihan dan evaluasi yang ada pada setiap akhir bab pada modul ini;
3. membentuk kelompok diskusi untuk membahas materi tertentu;
4. mempelajari bahan dari sumber lain seperti yang tertera pada daftar pustaka di
akhir modul ini untuk memperluas wawasan;
5. mengaitkan materi yang diperoleh dengan kondisi lingkungan kerja dan coba
rencanakan implementasinya bila diperlukan.

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang – Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta
Kerja) dan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP No.5/2021) telah menetapkan
penggunaan pendekatan berbasis risiko untuk menentukan jenis perizinan
berusaha (Risk Based Licensing) sebagai reformasi regulasi yang dimaksudkan
untuk menjadi solusi dari permasalahan rumitnya perizinan untuk memulai dan
menjalankan kegiatan usaha di Indonesia.
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada dasarnya mengedepankan
prinsip “Trust but verify” . Penerapan prinsip ini mengubah pola mekanisme
perizinan berusaha di Indonesia, dimana sebelumnya untuk kebutuhan
penerbitan Izin Usaha, pelaku diwajibkan memenuhi semua persyaratan (ex
ante – pemenuhan persyaratan di awal), menjadi penerapan prinsip ex-post yaitu
menerapkan mekanisme pengawasan dalam rangka melakukan verifikasi
setelah kegiatan usaha dimulai. Dalam hal ini, Perizinan dan Pengawasan
merupakan instrumen pemerintah untuk memitigasi (mengendalikan/
melindungi/menghindarkan) terjadinya Risiko atas pelaksanaan suatu kegiatan
usaha.
Dengan demikian maka pelaksanaan pengawasan saat ini menjadi aspek
kunci yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah. Pelaksanaan pengawasan harus
mampu menjadi mekanisme kontrol yang efektif dalam memastikan kepatuhan
pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya.
Makna dan tujuan dari reformasi regulasi ini harus ditangkap secara baik
oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai regulator dan pelaksana pengawasan
agar implementasi reformasi regulasi ini dapat berjalan sesuai tujuan yang
hendak dicapai.

B. Deskripsi Singkat

1
Modul Pengawasan Berbasis Risiko ini menguraikan penjelasan tentang
prinsip pengawasan berbasis risiko dan mekanisme pelaksanaan pengawasan
berbasis risiko secara terintegrasi dan terkoordinasi di Indonesia.

C. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
1. Hasil Belajar
Peserta diharapkan mampu memahami prinsip pengawasan berbasis risiko
dan mekanisme pelaksanaan pengawasan terintegrasi di Indonesia serta
hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pengawasan berbasis risiko.
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta dapat:
a. Memahami konsep pengawasan berbasis risiko;
b. Memahami dan mengimplementasikan pengawasan berbasis risiko yang
terintegrasi
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Mengacu pada tujuan pembelajaran di atas, materi pokok dan sub materi
pokok untuk mata pelatihan Pengawasan berbasis risiko ini adalah :
A. Prinsip Pengawasan berbasis risiko
a. Prinsip pengawasan berbasis risiko
b. Keterkaitan Perizinan dan Pengawasan
c. Tujuan Pengawasan berbasis risiko
B. Pelaksanaan Pengawasan berbasis risiko
a. Pengawasan berbasis risiko
b. Jenis dan Mekanisme Pengawasan
c. Penilaian Hasil Pengawasan
d. Kemudahan Pengawasan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
e. Pelaksana Pengawasan
f. Pelibatan Pihak Ketiga
g. Perangkat Kerja Pengawasan
h. Pemanfatan Hasil Pengawasan
i. Waktu dan Frekuensi Pelaksanaan Pengawasan Perizinan Berusaha
j. Tools Pengawas dalam Melakukan Pengawasan
C. Integrasi dan Koordinasi Pengawasan berbasis risiko

2
a. Koodinasi Pengawasan berbasis risiko
b. Subsistem Pengawasan dalam Sistem Online Single Submission (OSS)
c. Perencanaan Pengawasan

3
BAB II
PRINSIP PENGAWASAN BERBASIS RISIKO

A. Prinsip Pengawasan berbasis risiko


1. Prinsip Trust but Verify
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta
Kerja), mengamanatkan mekanisme penetapan jenis Perizinan Berusaha di
Indonesia menggunakan Pendekatan Berbasis Risiko atau yang kemudian
disebut Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Licensing).
Mekanisme Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dimaksud diatur pada BAB III
tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha (Pasal 7
sampai dengan Pasal 11). Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di
Indonesia selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP No.
5/2021), dan khusus untuk pengaturan penerapan pelaksanaan pengawasan
menggunakan sistem OSS Pemerintah menerbitkan Peraturan Badan
Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2021 tentang Pedoman Dan Tata
Cara Pengawasan Berbasis Risiko (PerBKPM No.5/2021).
Penggunaan pendekatan berbasis risiko sebagai acuan untuk
menetapkan jenis perizinan berusaha atas suatu kegiatan usaha, telah
mengubah kewajiban perizinan berusaha di Indonesia, karena hanya kegiatan
dengan risiko tinggi wajib memiliki Izin sedangkan kegiatan dengan risiko
rendah cukup melakukan registrasi dan kegiatan dengan risiko menengah
perizinan berusahanya adalah penerapan kewajiban memenuhi standar usaha.
Dengan penerapan kemudahan perizinan berusaha, maka pelaksanaan
pengawasan diposisikan sebagai fungsi sentral untuk mengendalikan kegiatan
usaha.
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada dasarnya mengedepankan
konsep “trust but verify” dimana tidak semua kegiatan usaha pemenuhan
persyaratan dilakukan di awal (ex ante), melainkan didorong untuk
mengedepankan pelaksanaan verifikasi pada saat kegiatan usaha telah mulai
dilakukan (ex-post). Artinya, Pemerintah memberikan kepercayaan kepada
pelaku usaha dengan mempermudah proses perizinan berusaha (Trust),

4
namun pemberian perizinan berusaha diikuti dengan pelaksanaan pengawasan
oleh Pemerintah (Verify).
Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko muncul dari kesadaran
bahwa pemerintah tidak harus memperketat semua kegiatan usaha melalui
kewajiban kepemilikan Izin Usaha sebelum dimulainya kegiatan usaha dalam
rangka memitigasi risiko kegiatan usaha. Regulasi terkait perizinan disusun
dengan proporsional disesuaikan dengan risiko setiap kegiatan usaha
(Proportionate) dan pengawasan lebih difokuskan/ditargetkan pada kegiatan
usaha yang teridentifikasi memiliki risiko tinggi (Targeted)1.

2. Pengawasan Berbasis Risiko yang Tertarget (Risk-Based Targeting)


Pengawasan berbasis risiko yang tertarget (Risk-Based Targeting)
menjadi solusi bagi Pemerintah memperhatikan keterbatasan sumber daya
(anggaran dan SDM) dan waktu. Pendekatan ini mengoptimalkan efektivitas
dalam menjalankan tugas pengawasan serta mengurangi biaya operasional
pengawasan. Pengawasan difokuskan pada critical hazards kegiatan usaha
yang lebih berpotensi untuk muncul. Pendekatan pengawasan diarahkan untuk
dilakukan secara acak (random inspection) dan tidak dilakukan secara blanket
inspection (memeriksa semuanya). Penerapan blanket inspection kurang tepat,
karena secara umum lebih mahal baik bagi Pemerintah maupun bagi pelaku
usaha.

B. Keterkaitan Perizinan Berusaha dan Pengawasan

Pendirian Memulai Menjalankan


Badan Usaha Usaha Usaha

Bagan 1 Tahapan Kegiatan Usaha di Indonesia

Tahapan kegiatan usaha di Indonesia terdiri atas tiga tahap, diawali dengan
tahap mendirikan badan usaha, kemudian tahap kedua memproses perizinan
berusaha dan tahap ketiga adalah pelaksanaan pengawasan atas operasionalisasi
kegiatan usaha. Pada tahap mendirikan badan usaha, pelaku usaha melakukan
proses pendirian Badan Usaha melalui sistem Pelayanan Publik secara online

1
Bahan Paparan Cesar Cordova, “Risk-Based Approach”, hal.6, Ditayangkan Pada 27 Februari 2020

5
dengan memanfaatkan sistem elektronik AHU ONLINE yang dibangun oleh
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM.
Selanjutnya, pelaku usaha masuk kedalam proses pengurusan penerbitan
perizinan berusaha berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP No.5/2021. Seluruh
proses penerbitan perizinan berusaha dilakukan melalui Sistem Online Single
Submission (OSS) Berbasis Risiko. Tahap terakhir adalah menjalankan kegiatan
usaha dan pada tahap inilah pengawasan dilakukan untuk memastikan
pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan standar pelaksanaan kegiatan usaha
dan pemenuhan kewajiban oleh Pelaku Usaha. Pengawasan dimaksudkan juga
untuk melakukan penilaian terhadap kepatuhan pelaku usaha.
Adapun menurut UU Cipta Kerja dan PP No.5/2021, jenis perizinan berusaha
dengan pendekatan berbasis risiko terdiri dari:

Tipe Perizinan Berusaha Tingkat Risiko

Nomor Induk Berusaha (NIB) Risiko Rendah

NIB dan Sertifikasi Standar (self-declare) Risiko Menengah Rendah

NIB dan Sertifikasi Standar (verifikasi di awal) Risiko Menengah Tinggi

NIB dan Izin (pemenuhan persyaratan perizinan di Risiko Tinggi


awal/ex-ante)

Tabel 1 Jenis Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Tabel 1 menggambarkan bahwa tingkat risiko menjadi acuan untuk


menetapkan jenis perizinan berusaha untuk suatu kegiatan usaha. Hanya kegiatan
dengan risiko tinggi wajib memiliki Izin dan pengawasan diposisikan sebagai fungsi
sentral untuk mengendalikan kegiatan usaha.

C. Tujuan Pengawasan berbasis risiko


Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 217 PP No.5/2021, Pengawasan
dilakukan dengan tujuan untuk:
a. Memastikan kepatuhan pemenuhan persyaratan dan kewajiban oleh
Pelaku Usaha. Tingkat kepatuhan pelaku usaha selanjutnya dapat menjadi

6
pertimbangan dalam penentuan frekuensi pengawasan, namun tidak
mengurangi cakupan pengawasan.
b. Mengumpulkan data, bukti, dan/atau laporan terjadinya bahaya terhadap
keselamatan, kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau bahaya lainnya yang
dapat ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan usaha
Data bahaya dari pelaksanaan pengawasan selanjutnya digunakan
sebagai sumber data dalam proses kaji ulang (review) risiko kegiatan usaha
(Matriks Analisis Perizinan Berusaha2) maupun kaji ulang substansi Kamus
Bahaya Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup3.
c. Rujukan bagi pelaksanaan pembinaan atau pengenaan sanksi administratif
terhadap pelanggaran.

D. Rangkuman
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada dasarnya mengedepankan konsep
“trust but verify” dimana Pemerintah memberikan kepercayaan kepada pelaku
usaha dengan mempermudah proses perizinan berusaha (Trust), namun
pemberian perizinan berusaha diikuti dengan pelaksanaan pengawasan oleh
Pemerintah (Verify).
Pengawasan merupakan upaya Pemerintah untuk memastikan pelaksanaan
kegiatan usaha sesuai dengan standar pelaksanaan kegiatan usaha dan
pemenuhan kewajiban oleh Pelaku Usaha.
Data dari hasil pelaksanaan pengawasan digunakan untuk mengetahui
tingkat kepatuhan pelaku usaha, serta menjadi sumber data untuk pelaksanaan
kaji ulang tingkat risiko usaha.

E. Latihan
(1) Apa dasar hukum Perizinan Berusaha Berbasis Risiko?
a. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2020
b. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021
c. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2020

2
Matriks Analisis Perizinan Berusaha adalah matriks yang menjadi kertas kerja bagi regulasi dalam menentukan
tingkat risiko dan jenis perizinan berusaha bagi setiap jenis kegiatan usaha (KBLI).
3
Kamus Bahaya adalah Kamus Bahaya merupakan Referensi acuan tertulis yang memuat kumpulan informasi
mengenai daftar sumber bahaya dan dampak / akibat dari terjadinya suatu bahaya terkait.

7
d. Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2021
(2) Apa dasar hukum yang secara khusus mengatur Tata Cara Pengawasan
berbasis risiko dengan memanfaatkan Sistem OSS?
a. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 11 Tahun 2021
b. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 11 Tahun 2020
c. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2021
d. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2020
(3) Berikut pernyataan yang benar, kecuali..
a. Prinsip ‘trust’ artinya pemerintah memberikan kepercayaan kepada pelaku
usaha dengan mempermudah proses perizinan berusaha
b. Prinsip ‘verify’ artinya Pemberian izin diikuti dengan pelaksanaan
pengawasan oleh pemerintah
c. Ex-post artinya verifikasi pemenuhan persyaratan perizinan berusaha
dipenuhi di awal
d. Ex-ante artinya verifikasi pemenuhan persyaratan perizinan berusaha
dipenuhi di awal
(4) Pasal berapa dalam PP No.5/2021 yang mengatur terkait tujuan pengawasan
perizinan berusaha?
a. Pasal 217
b. Pasal 207
c. Pasal 209
d. Pasal 208
(5) Manakah pernyataan yang salah di bawah ini?
a. Pemerintah Indonesia menggunakan prinsip trust but verify dalam regulasi
perizinan berusaha berbasis risiko
b. Pemerintah Indonesia memberikan kemudahan penerbitan perizinan bagi
pelaku usaha, namun pemberian perizinan berusaha diikuti dengan
pelaksanaan pengawasan oleh Pemerintah
c. Pendekatan random inspection dan blanket inspection (pengawasan
dengan memeriksa semuanya) akan mengoptimalkan proses
pengawasan perizinan berusaha.
d. Tidak ada jawaban yang benar
(6) Manakah pernyataan yang benar di bawah ini!

8
a. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada dasarnya mengedepankan
konsep “trust but verify”
b. Pengawasan yang tertarget jauh lebih efektif daripada Blanket Inspection
c. Pengawasan diposisikan sebagai fungsi sentral untuk mengendalikan
kegiatan usaha
d. Jika kegiatan usaha memiliki risiko Menengah Rendah, maka jenis
perizinan kegaitan usaha tersebut adalah NIB dan Izin
(7) Bapak Aria mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang Reparasi Pesawat
Terbang dengan risiko kegiatan usaha Menengah Tinggi, apakah jenis
perizinan perusahaan Bapak Aria?
a. NIB saja
b. NIB dan Sertifikasi Standar (self-declare)
c. NIB dan Sertifikasi Standar (verifikasi di awal)
d. NIB dan Izin
(8) PT Kimchi Traveler Indonesia memiliki jenis perizinan NIB dan Izin, apa tingkat
risiko perusahaan tersebut?
a. Rendah
b. Menengah Rendah
c. Menengah Tinggi
d. Tinggi
(9) Pada tahap apa pengawasan perizinan berusaha dilakukan dalam proses
menjalankan kegiatan usaha di Indonesia?
a. Mendirikan badan hukum
b. Memulai usaha
c. Menjalankan usaha
d. Semua jawaban benar
(10) Berikut adalah tujuan pengawasan perizinan berusaha berdasarkan dasar
hukum Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, kecuali ..
a. Memastikan kepatuhan pemenuhan persyaratan dan kewajiban oleh
Pelaku Usaha
b. Memberikan kemudahan penerbitan perizinan bagi pelaku usaha
tertentu.

9
c. Mengumpulkan data, bukti, dan/atau laporan terjadinya bahaya terhadap
keselamatan, Kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau bahaya lainnya yang
dapat ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan usaha
d. Menjadi rujukan pembinaan atau pengenaan sanksi administratif terhadap
pelanggaran perizinan berusaha.

F. Kunci Jawaban
1) B 6) D
2) C 7) C
3) C 8) D
4) A 9) C
5) C 10) B

10
BAB III
PELAKSANAAN PENGAWASAN BERBASIS RISIKO

A. Pengawasan berbasis risiko


Pengawasan perizinan berusaha dilaksanakan terhadap setiap kegiatan
usaha dan secara umum frekuensi pengawasan mempertimbangkan tingkat
Risiko usaha dan tingkat kepatuhan pelaku usaha. Pengawasan dilakukan sejak
Pelaku Usaha mendapatkan perizinan berusaha dan dilaksanakan untuk
memastikan kegiatan usaha beroperasi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan. Dalam hal pelaku usaha menjalankan lebih dari 1 (satu) kegiatan usaha
dengan tingkat Risiko kegiatan usaha yang berbeda di 1 (satu) titik lokasi yang
sama, maka pengawasan dilakukan untuk setiap risiko kegiatan usaha dan
dilakukan dalam satu waktu.
Pengawasan perizinan berusaha dilakukan secara terintegrasi (integrated
inspection) dan terkoordinasi antar Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Administrator Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dan/atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (KPBPB) dengan menggunakan perangkat kerja pengawasan
yang terstandardisasi (baku) untuk seluruh wilayah Indonesia. Pelaksanaan
pengawasan memanfaatkan Subsistem Pengawasan dalam sistem OSS untuk
mengkonsolidasikan data hasil pelaksanaan pengawasan.
Adapun indikator pengawasan dalam melakukan pengawasan antara lain:
a) Tata ruang dan standar bangunan Gedung;
b) Standar Kesehatan, Keselamatan, dan/atau Lingkungan Hidup;
c) Standar pelaksanaan kegiatan usaha;
d) Persyaratan dan kewajiban yang diatur dalam Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP
No.5/2021.
e) Kewajiban atas penyampaian laporan dan/atau pemanfaatan insentif
dan fasilitas penanaman modal.

B. Jenis-Jenis Pengawasan dan Mekanisme Pengawasan


1) Pengawasan Rutin

11
Pengawasan Rutin adalah pengawasan yang dilakukan secara berkala
(periodik) berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan mempertimbangkan
tingkat kepatuhan pelaku usaha. Pengawasan rutin terdiri atas laporan pelaku
usaha dan inspeksi lapangan.
a. Laporan Pelaku Usaha
Pengawasan rutin melalui laporan Pelaku Usaha dilakukan atas
laporan yang disampaikan oleh pelaku usaha kepada
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Administrator KEK dan/atau KPBPB yang memuat
kepatuhan pelaku usaha terhadap standar pelaksanaan usaha dan laporan
perkembangan kegiatan usaha.
b. Inspeksi Lapangan
Pengawasan rutin melalui inspeksi lapangan dilakukan dalam bentuk
kunjungan fisik atau melalui virtual dan dilakukan untuk memastikan
pemenuhan standar usaha serta memeriksa kesesuaian data dan informasi
yang disampaikan pada laporan berkala. Inspeksi lapangan meliputi:
(a) Pemeriksaan administratif dan/atau fisik atas pemenuhan standar
kegiatan usaha dan/atau standar produk/jasa, termasuk kegiatan
pengecekan lokasi usaha, realisasi nilai Penanaman Modal,
tenaga kerja, mesin/peralatan, bangunan/gedung, kewajiban
terkait fasilitas, insentif dan kemudahan untuk Penanaman Modal,
kewajiban kemitraan, dan/atau kewajiban lainnya terkait
pelaksanaan kegiatan usaha;
(b) pengujian; dan/atau
(c) pembinaan dalam bentuk pendampingan dan penyuluhan meliputi
meliputi fasilitasi penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh
Pelaku Usaha, pemberian penjelasan, konsultasi, dan/atau
bimbingan teknis mengenai ketentuan pelaksanaan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko.
Hasil inspeksi lapangan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) dan ditandatangani oleh pelaksana inspeksi lapangan dan Pelaku
Usaha. BAP juga harus dilengkapi dengan kesimpulan hasil inspeksi
lapangan. Pengisian dan penandatanganan BAP dilakukan secara

12
elektronik melalui sistem OSS atau secara manual oleh pelaksana inspeksi
dan pelaku usaha.
Inspeksi lapangan rutin dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga
pembina sesuai sektor usahanya (kementerian pengampu dan kementerian
pendukung) didampigi oleh BKPM/DPMPTSP provinsi/DPMPTSP
kabupaten/kota, administrator KEK, dan/atau badan pengusahaan KPBPB
secara terkoordinasi.
Secara umum, bagi kegiatan usaha dengan risiko Rendah dan risiko
Menengah Rendah, pengawasan dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun untuk setiap lokasi usaha. Adapun bagi kegiatan usaha dengan risiko
Menengah Tinggi dan risiko Tinggi, pengawasan dilaksanakan 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) tahun untuk setiap lokasi usaha.

c. Penilaian Kepatuhan Pelaksanaan Perizinan Berusaha (Pengawasan


Rutin)
Hasil inspeksi lapangan dan hasil pemantauan laporan pelaku usaha
paling sedikit memuat penilaian atas aspek:
a. kepatuhan teknis yang diperoleh dari indikator pemenuhan
persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha yang dilakukan
oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota atas pemenuhan persyaratan dan
kewajiban yang diatur dalam norma, standar, prosedur, dan kriteria
(NSPK) Kementerian/Lembaga.
b. kepatuhan administratif, yang diperoleh dari indikator pemenuhan
rasio realisasi Penanaman Modal, pemenuhan penyampaian
laporan berkala, penyerapan tenaga kerja Indonesia, kewajiban
kemitraan dengan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah,
pemanfaatan fasilitas dan insentif serta dukungan terhadap
pemerataan ekonomi.
Hasil penilaian kepatuhan teknis dan kepatuhan administratif diinput
dan diolah pada subsistem Pengawasan pada Sistem OSS untuk
menentukan nilai kepatuhan Pelaku Usaha yang terdiri atas kategori ‘Baik
Sekali’, ‘Baik’ dan ‘Kurang Baik’. Selain digunakan untuk menilai kepatuhan
hasil dari pelaksanaan pengawasan digunakan juga sebagai data untuk

13
melakukan kaji ulang tingkat risiko usaha yang pada akhirnya digunakan
untuk menetapkan jenis Perizinan Berusaha.
Berdasarkan nilai kepatuhan pelaku usaha, Sistem OSS
menyesuaikan intensitas inspeksi lapangan pada pengawasan rutin dan
memperbaharui profil pelaku usaha.
Dalam hal Pelaku Usaha patuh dengan kategori ‘baik sekali’, maka inspeksi
lapangan untuk Risiko rendah dan menengah rendah, dapat tidak dilakukan
dan inspeksi lapangan untuk Risiko menengah tinggi dan tinggi, dilakukan
paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap lokasi usaha.
Adapun jika hasil inspeksi lapangan untuk Risiko menengah tinggi dan
tinggi, Pelaku usaha dinyatakan patuh, maka Sistem OSS dapat
mengeluarkan dari daftar prioritas rencana inspeksi lapangan tahunan
berikutnya.
2) Pengawasan Insidental
Pengawasan insidental adalah pengawasan yang dilakukan oleh
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Administrator KEK dan/atau KPBPB pada waktu tertentu
yang dapat dilakukan melalui inspeksi lapangan atau secara virtual.
Pengawasan insidental dilakukan berdasarkan:
a) adanya pengaduan masyarakat;
b) adanya pengaduan dan/atau kebutuhan dari Pelaku Usaha;
c) adanya indikasi Pelaku Usaha melakukan kegiatan tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
d) kebutuhan yang sangat mendesak berupa terjadinya pencemaran
lingkungan dan/atau hal-hal lain yang dapat membahayakan
keselamatan masyarakat dan/atau mengganggu perekonomian
nasional maupun perekonomian daerah.
Pengaduan masyarakat dapat dilakukan secara langsung kepada
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau secara tidak langsung baik
tertulis atau secara elektronik melalui Sistem OSS atau saluran pengaduan lain
yang disediakan. Adapun hasil pengaduan insidental wajib diunggah ke Sistem
OSS oleh penanggung jawab pelaksana inspeksi lapangan.

C. Penilaian Hasil Pengawasan

14
Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Administrator KEK, dan/atau Badan Pengusahaan KPBPB
sesuai kewenangan masing-masing melakukan penilaian hasil Pengawasan.
Penilaian hasil Pengawasan diolah berdasarkan indikator Pengawasan.
Pengolahan data hasil pengawasan berdasarkan Indikator Pengawasan dilakukan
untuk menentukan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha. Hasil pengawasan di unggah
ke dalam Sistem OSS dan selanjutnya digunakan untuk :
a. pengolahan data dan/atau informasi dalam rangka evaluasi secara berkala
terhadap tingkat Risiko kegiatan usaha;
b. penyesuaian intensitas inspeksi lapangan pada Pengawasan; dan
c. pembaruan profil Pelaku Usaha.
Pelaku Usaha dapat mengakses atau memperoleh informasi terkait
penyesuaian intensitas inspeksi lapangan untuk pelaksanaan Pengawasan rutin
dan pembaharuan profil Pelaku Usaha.

D. Kemudahan Pengawasan berbasis risiko Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota memberikan kemudahan Pengawasan kegiatan usaha kepada
pelaku UMK. Kemudahan pengawasan bagi UMK4 antara lain:
a) Laporan kegiatan Penanaman Modal tidak diwajibkan bagi Pelaku Usaha
mikro dan bagi Usaha Kecil laporan kegiatan Penanaman Modal
disampaikan setiap 6 (enam) bulan dalam 1 (satu) tahun;
b) Pengawasan rutin Perizinan Berusaha untuk pelaku UMK dilakukan melalui
pembinaan, pendampingan, atau penyuluhan terkait kegiatan usaha; dan

E. Pelaksana Pengawasan
Pelaksana pengawasan berbasis risiko adalah Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Administrator KEK, dan/atau Badan Pengusahaan KPBPB
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Untuk pengawasan rutin, tugas Pelaksana Pengawasan antara lain
melakukan reviu terhadap laporan berkala yang diberikan oleh Pelaku Usaha,

4
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2021, Usaha Mikro adalah usaha yang memiliki Modal
maksimal Rp 1 Miliar. Adapun Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki modal lebih dari Rp 1 Milyar hingga Rp
5 Miliar.

15
menyusun laporan hasil reviu, dan menyampaikan rekomendasi. Apabila
pengawasan rutin dilakukan dengan mekanisme inspeksi lapangan, pelaksana
pengawasan memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
Tugas Pengawas Wewenang Pengawas
a) Menyampaikan pemberitahuan a) Memperoleh keterangan dan/atau
tertulis paling lambat 3 (tiga) hari membuat catatan yang diperlukan;
sebelum tanggal pemeriksaan; b) Memeriksa kepatuhan pemenuhan
b) Menyerahkan surat tugas kepada kewajiban;
Pelaku Usaha yang akan c) Menyusun Salinan dari dokumen
diperiksa; dan/atau mendokumentasikan
c) Melakukan pemeriksaan atas secara elektronik;
kesesuaian laporan berkala d) Melakukan pengambilan sampel
dengan kondisi lapangan; dan melakukan pengujian;
d) Membuat BAP dan/atau
e) Menjaga kerahasiaan informasi e) Memeriksa lokasi kegiatan, sarana
pelaku usaha. dan prasarana.
Tabel 2 Tugas dan Wewenang Pelaksana Pengawasan dalam Insepksi Lapangan

F. Pelibatan Pihak Ketiga


Pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan standar yang bersifat teknis
dan memerlukan kompetensi khusus tertentu dapat dilakukan melalui kerja sama
dengan lembaga atau profesi ahli yang bersertifikat atau terakreditasi sebagai
pelaksana Pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelibatan lembaga atau profesi ahli yang bersertifikat atau terakreditasi harus
memiliki kompetensi yang mencakup kemampuan, kecakapan, dan pengetahuan
atas standar pelaksana kegiatan usaha. Selain itu, keterlibatan lembaga atau
profesi ahli yang bersertifikat atau terakreditasi dalam kegiatan pengawasan harus
dimasukkan ke dalam perencanaan pengawasan.

G. Perangkat Kerja Pengawasan


Perangkat kerja pengawasan berbasis risiko terdiri atas:
a) Data, profil, dan informasi Pelaku Usaha yang terdapat pada Sistem OSS
Pelaksana pengawasan sesuai kewenangannya menggunakan data,
profil, dan informasi pelaku usaha yang dapat diakses pada Sistem OSS. Data,

16
profil dan informasi tersebut berisikan paling sedikit data legalitas Pelaku
Usaha, data rencana umum kegiatan usaha, NIB, data prasarana dasar,
Sertifikat Standar/Izin, Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha,
data Fasilitas Penanaman Modal, data laporan Pelaku Usaha, penilaian
kepatuhan Pelaku Usaha, dan BAP.
b) surat tugas pelaksana inspeksi lapangan
c) surat pemberitahuan kunjungan;
d) daftar pertanyaan bagi Pelaku Usaha terkait
Dalam melaksanakan inspeksi lapangan, pelaksana pengawasan sesuai
kewenangannya dapat mengakses daftar pertanyaan pada Sistem OSS.
Adapun daftar pertanyaan pada Sistem OSS memuat pertanyaan terkait
standar pelaksanaan kegiatan usaha, kewajiban yang diatur dalam norma,
standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) dan kewajiban atas penyampaian
laporan dan/atau pemanfaatan fasilitas penanaman modal.
e) Alat pemeriksaan pemenuhan ketentuan standar pelaksanaan kegiatan usaha
dan kewajiban
f) Formulir Berita Acara Pemeriksaan
g) Perangkat kerja lainnya yang diperlukan dalam rangka mendukung
pelaksanaan pengawasan
Pengawas juga dapat mengacu pada Kamus Bahaya Kamus Bahaya
Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) dalam memeriksa dampak
dari sumber bahaya K3L setiap kegiatan usaha.

H. Pemanfaatan Hasil Pengawasan


Pelaksanaan pengawasan akan menghasilkan data tingkat kepatuhan
pelaku usaha (compliance), dimana tingkat kepatuhan pelaku usaha tersebut
dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan frekuensi pengawasan tanpa
mengurangi cakupan pengawasan.
Selain itu, pelaksanaan Pengawasan digunakan juga sebagai mekanisme
Pemerintah untuk mengumpulkan data bukti kejadian kecelakaan atau bahaya
lainnya dan probabilitas waktu terjadinya bahaya (evidence based) baik dari aspek
K3L dan aspek lainnya. Data dimaksud selanjutnya digunakan sebagai sumber
data dalam rangka mengkaji ulang (review) tingkat risiko usaha (Matriks Analisis
Perizinan Berusaha) dan penyempurnaan Kamus Bahaya K3L. Penggunaan

17
kamus bahaya dimaksudkan untuk membantu dalam proses analisis risiko
kegiatan usaha yang selanjutnya akan menentukan tingkat risiko dan jenis
perizinan berusahanya. Dari tingkat risiko selanjutnya ditentukan frekuensi
pengawasan kegiatan usaha. Proses ini adalah proses yang akan terus berulang
mengingat konsekuensi dari penggunaan pendekatan berbasis risiko adalah risiko
bersifat dinamis dan mitigasi risiko juga sangat bergantung pada perkembangan
teknologi.

EVALUASI TINGKAT DATA RIIL DAMPAK DAN


RISIKO USAHA DAN PROBABILITAS TERJADINYA
PENYEMPPURNAAN RISIKO (EVIDENCE BASED)
KAMUS BAHAYA

PERIZINAN PENGAWASAN
Bagan 2 Pengawasan Sebagai Sumber Data Evaluasi Tingkat Risiko Usaha

I. Ringkasan
Pengawasan perizinan berusaha dilaksanakan untuk setiap kegiatan usaha
dan frekuensi pengawasan dikaitkan dengan tingkat Risiko dengan
mempertimbangkan tingkat kepatuhan pelaku usaha. Tingkat kepatuhan pelaku
usaha dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan frekuensi pengawasan
namun tidak mengurangi cakupan pengawasan.
Pengawasan dilakukan setelah Pelaku Usaha mendapatkan perizinan
berusaha dan dilaksanakan untuk memastikan kegiatan usaha beroperasi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Administrator KEK, dan/atau Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
Jenis pengawasan terdiri atas pengawasan rutin dan pengawasan insidental.
Bentuk pengawasan rutin yang dilakukan Pemerintah berupa laporan pelaku
usaha dan inspeksi lapangan. Adapun pengawasan insidental dilakukan dalam
bentuk inspeksi lapangan dan berdasarkan pengaduan masyarakat, pengaduan
dan/atau kebutuhan pelaku usaha, indikasi pelaku usaha melakukan kegiatan

18
yang tidak sesuai perundang-undangan dan/atau adanya kebutuhan yang
mendesak.
Pengawasan juga digunakan sebagai sarana pengumpulan data yang
selanjutya digunakan dalam proses kaji ulang tingkat risiko usaha.

J. Latihan
(1) Berikut pernyataan yang benar terkait pengawasan, kecuali
a. Pengawasan perizinan berusaha dilaksanakan terhadap setiap kegiatan
usaha dengan frekuensi pengawasan disesuaikan dengan tingkat
Risiko.
b. Pengawasan dilakukan sejak Pelaku Usaha mendapatkan perizinan
berusaha.
c. Pengawasan dilaksanakan untuk memastikan kegiatan usaha
beroperasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
d. Pengawasan dilakukan sebelum perizinan berusaha pelaku usaha
efektif berjalan
(2) Ibu Sari memiliki mendirikan PT Mitra Juang Sendiri (non-UMK) yang
menjalankan kegiatan usaha Penjualan Tiket Pesawat dengan risiko
Rendah dan kegiatan usaha Reparasi Pesawat Terbang dengan Risiko
Menengah Tinggi. Bagaimana pengawasan dilakukan PT Mitra Juang
Sendiri dilakukan?
a. Pengawasan dilakukan hanya untuk kegiatan usaha dengan risiko
tertinggi
b. Pengawasan dilakukan untuk setiap risiko kegiatan usaha dalam
satu waktu
c. Pengawasan dilakukan hanya untuk kegiatan usaha Reparasi Pesawat
terbang
d. Pengawasan dilakukan hanya untuk kegiatan usaha Penjualan Tiket
Pesawat
(3) Berikut merupakan indikator pengawas dalam melakukan pengawasan,
kecuali
a. Standar bangunan Gedung
b. Standar Kesehatan, keselamatan dan/atau lingkungan hidup
c. Persyaratan dan kewajiban yang diatur dalam PP No.5/2021

19
d. SOP marketing perusahaan
(4) Manakah pernyataan yang salah terkait pengawasan rutin di bawah ini?
a. Pengawasan Rutin adalah pengawasan yang dilakukan secara berkala
(periodic) berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan
mempertimbangkan tingkat kepatuhan pelaku usaha
b. Laporan Pelaku Usaha adalah bagian dari objek pengawasan rutin
c. Laporan perkembangan kegiatan usaha adalah bagian dari Laporan
Pelaku Usaha
d. Inspeksi lapangan bukan merupakan bagian dari pengawasan
rutin.
(5) Manakah pernyataan yang benar terkait laporan pelaku usaha di bawah ini
a. Laporan pelaku usaha memuat kepatuhan pelaku usaha terhadap
standar pelaksanaan usaha dan laporan perkembangan kegiatan
usaha.
b. Laporan pelaku usaha termasuk ke dalam jenis pengawasan insidental
c. Laporan pelaku usaha didapatkan dari inspeksi lapangan
d. Semua jabawan benar
(6) Apa tujuan pengawasan rutin melalui inspeksi lapangan?
a. Untuk memastikan kesesuaian data dan informasi yang
disampaikan pada laporan berkala
b. Untuk memeriksa hal-hal yang ingin diperiksa oleh Pelaksana
Pengawasan
c. Untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat
d. Tidak ada jawaban yang benar
(7) Dimanakah hasil inspeksi lapangan harus di tuangkan?
a. Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b. Diari Pelaksana Pengawasan
c. Catatan Harian Pelaksana Pengawasan
d. Semua pilihan salah
(8) Siapa pelaksana inspeksi lapangan?
a. Pelaku usaha
b. Masyarakat umum
c. BKPM, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota,
administrator KEK, dan/atau badan pengusahaan KPBPB

20
d. Akademisi
(9) Indikator apa saja yang harus diperiksa untuk menilai kepatuhan teknis
pelaku usaha dalam inspeksi lapangan?
a. Indikator pemenuhan persyaratan dan kewajiban perizinan
berusaha berdasarkan NSPK K/L
b. Indikator pemenuhan realisasi penanaman modal dan persyaratan
berdasarkan NSPK K/L
c. Indikator pemenuhan penyerapan tenaga kerja dan kewajiban kemitraan
dengan UMK
d. Tidak ada jawaban yang benar
(10) Indikator apa saja yang harus diperiksa untuk menilai kepatuhan
administratif pelaku usaha dalam inspeksi lapangan?
a. Indikator pemenuhan persyaratan dan kewajiban perizinan berusaha
berdasarkan NSPK K/L
b. indikator pemenuhan rasio realisasi Penanaman Modal,
pemenuhan penyampaian laporan berkala dan realisasi
penyerapan tenaga kerja
c. Indikator pemenuhan Standar Kegiatan Usaha
d. Semua jawaban benar
(11) Setelah melakukan penilaian kepatuhan teknis dan administratif, apa yang
selanjutnya Anda lakukan jika Anda adalah pelaksana pengawasan?
a. Menyimpan sendiri hasil penilaian kepatuhan pelaku usaha
b. Mengolah dan menginput hasil penilaian kepatuhan teknis dan
administrative dalam sistem Lembaga masing-masing.
c. Melakukan menginput dan mengolah hasil penilaian kepatuhan
teknis dan administrative ke dalam Subsistem Pengawasan OSS
d. Melaporkan hasil penilaian kepatuhan teknis dan administratif kepada
Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian.
(12) Berikut pernyataan yang benar terkait hasil penilaian kepatuhan pelaku
usaha, kecuali..
a. Kategori hasil nilai kepatuhan pelaku usaha terdiri atas ‘Baik Sekali’,
‘Baik’, dan ‘Kurang Baik’
b. Sistem OSS menyesuaikan intensitas inspeksi lapangan berdasarkan
nilai kepatuhan pelaku usaha

21
c. Nilai kepatuhan pelaku usaha akan dimasukan ke dalam profil pelaku
usaha dalam Sistem OSS
d. Nilai kepatuhan pelaku usaha akan menentukan jenis perizinan
pelaku usaha
(13) PT Mitra Juang Sendiri (Non-UMK) yang bergerak di bidang Biro Jodoh
dengan risiko usaha Menengah Rendah mendapatkan nilai ‘Baik’ dalam
penilaian kepatuhan pelaku usaha. Bagaimana pelaksanaan inspeksi
lapangan PT Mitra Juang Sendiri di tahun berikutnya?
a. Inspeksi lapangan sudah tidak perlu dilakukan lagi
b. Inspeksi lapangan dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
c. Inspeksi lapangan dilakukan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun
d. Tidak ada jawaban yang benar
(14) Apa yang dimaksud dengan pengawasan insidental?
a. Pengawasan yang dilakukan pada waktu tertentu
b. Pengawasan yang dilakukan secara terencana
c. Pengawasan yang dilakukan secara rutin
d. Pengawasan yang dilakukan secara langsung
(15) Pengawasan insidental dilakukan berdasarkan hal-hal berikut, kecuali
a. pengaduan masyarakat
b. pengaduan dan/atau kebutuhan dari Pelaku Usaha
c. adanya indikasi Pelaku Usaha melakukan kegiatan tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
d. rencana pengawasan
(16) Berikut pernyataan terkait pengawasan insidental yang benar, kecuali
a. Pengawasan Insidental hanya dapat dilakukan melalui inspeksi
lapangan
b. Pengawasan Insidental dapat dilakukan secara virtual
c. Pengawasan insidental dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan yang
sangat mendesak berupa terjadinya pencemaran lingkungan atau yang
dapat membahayakan keselamatan masyarakat
d. Hasil pengawasan insidental wajib diunggah ke dalam Sistem OSS.
(17) Siapa yang melakukan penilaian hasil pengawasan?

22
a. Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, Administrator KEK, dan/atau Badan
Pengusahaan KPBPB sesuai kewenangan masing-masing
b. Masyarakat umum
c. Pelaku Usaha
d. Akademisi
(18) Berikut merupakan tindak lanjut hasil pengawasan yang diinput ke dalam
sistem OSS, kecuali?
a. pengolahan data dan/atau informasi untuk peninjauan atau evaluasi
secara berkala terhadap penetapan tingkat Risiko kegiatan usaha
b. penyesuaian intensitas inspeksi lapangan pada Pengawasan
c. pembaruan profil Pelaku Usaha.
d. pemberian sanksi administrasi kepada pelaku usaha
(19) Hal apa yang dapat diakses oleh Pelaku Usaha berkaitan dengan hasil
Pengawasan?
a. informasi terkait penyesuaian intensitas inspeksi lapangan dan
pembaharuan profil pelaku usaha
b. Lembar BAP pelaksana pengawas
c. Identitas pihak yang mengadukan pelaku usaha
d. Tidak ada jawaban yang benar
(20) Pernyataan yang benar dibawah ini terkait kewajiban Lapora Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) bagi UMK adalah..
a. Kewajiban LKPM bagi UMK sama dengan kewajiban bagi Non-UMK
b. Kewajiban LKPM bagi Usaha Kecil disampaikan setiap 6 (enam)
bulan dalam 1 (satu) tahun
c. Kewajiban LKPM bagi UMKM disampaikan 1 (satu) tahun sekali
d. UMK tidak diwajibkan memberikan LKPM
(21) Berikut adalah pernyataan yang benar terkait pengawasan berbasis risiko
bagi UMK, kecuali
a. Bagi semua kegiatan usaha berskala Usaha Mikro, LKPM tetap
diwajibkan
b. LKPM tidak diwajibkan bagi Pelaku Usaha mikro.

23
c. Pengawasan rutin Perizinan Berusaha untuk pelaku UMK dilakukan
melalui pembinaan, pendampingan, atau penyuluhan terkait kegiatan
usaha; dan
d. Dalam hal berdasarkan hasil penilaian atas Pengawasan rutin yang
dilakukan sebelumnya terhadap standar dan kewajiban, pelaku UMK
yang dinilai patuh tidak perlu dilakukan inspeksi lapangan.
(22) Berikut adalah tugas pelaksana pengawasan dalam melakukan
pengawasan rutin, kecuali
a. melakukan reviu terhadap laporan berkala yang diberikan oleh Pelaku
Usaha
b. Menyusun LKPM pelaku usaha
c. menyusun laporan hasil reviu
d. menyampaikan rekomendasi
(23) Pernyataan di bawah ini merupakan tugas pengawas dalam melakukan
inspeksi lapangan adalah
a. Menyampaikan pemberitahuan tertulis satu hari sebelum tanggal
pemeriksaan
b. Menyusun laporan realisasi tenaga kerja pelaku usaha
c. Melakukan pemeriksaan atas kesesuaian laporan berkala
dengan kondisi lapangan
d. Tidak ada jawaban yang benar
(24) Berikut merupakan wewenang pengawas dalam melakukan inspeksi
lapangan, kecuali
a. Memeriksa lokasi kegiatan usaha
b. Memeriksa sarana dan prasarana pelaku usaha
c. Memeriksa kepatuhan pemenuhan kewajiban
d. Menerima imbalan dari pelaku usaha
(25) Pihak ketiga yang dapat dilibatkan dalam pengawasan terhadap
pemenuhan standar teknis adalah
a. Lembaga atau profesi ahli yang bersertifikat atau terakreditasi
b. Lembaga Swadaya Masyarakat
c. Masyarakat Umum
d. Pelaku Usaha

24
(26) Berikut adalah ketentuan yang berkaitan dengan pelibatan pihak ketiga
dalam pelaksana pengawasan, kecuali
a. Pihak yang dilibatkan harus bersertifikat atau terakreditasi harus
memiliki kompetensi yang mencakup kemampuan, kecakapan, dan
pengetahuan atas standar pelaksana kegiatan usaha.
b. lembaga atau profesi ahli yang bersertifikat atau terakreditasi
melaporkan kepada kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota, Administrator KEK, dan/atau Badan
Pengusahaan KPBPB Ketika menemukan pelanggaran.
c. pengawasan yang melibatkan lembaga atau profesi ahli yang
bersertifikat atau terakreditasi tidak perlu dimasukkan ke dalam
perencanaan pengawasan.
d. tidak ada jawaban yang benar
(27) Berikut merupakan perangkat kerja pengawasan, kecuali
a. Data pelaku usaha dalam OSS
b. Surat tugas pelaksanan inspeksi lapangan
c. Pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha dan kewajiban
d. Data pribadi pemegang saham perusahaan
(28) Pernyataan yang benar terkait daftar pertanyaan bagi pelaku usaha
sebagai perangkat kerja pengawasan perizinan berusaha adalah
a. Pelaksana pengawasan dapat mengakses daftar pertanyaan
pada Sistem OSS
b. Semua pihak dapat mengakses daftar pertanyaan dalam sistem OSS
c. Daftar pertanyaan disusun oleh Pelaku Usaha
d. LKPM tidak termausk dalam objek daftar pertanyaan
(29) Data apa hendak dicapai dari pelaksanaan pengawasan?
a. Data tingkat kepatuhan pelaku usaha
b. Data personal pelaku usaha
c. Data penyerapan tenaga kerja
d. Data business process kegiatan usaha
(30) Berikut adalah hal yang benar terkait pemanfaatan hasil pengawasan,
kecuali
a. Data tingkat kepatuhan pelaku usaha dapat menjadi pertimbangan
dalam penentuan frekuensi pengawasan

25
b. Pengawasan memungkinkan Pemerintah untuk mengumpulkan data
bukti kejadian kecelakan
c. Data pengawasan dapat menjadi bahan evaluasi tingkat risiko suatu
kegiatan usaha
d. Data pengawasan hanya dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha

K. Kunci Jawaban
1) D 11) C 21) A
2) B 12) D 22) B
3) D 13) A 23) C
4) D 14) A 24) D
5) A 15) D 25) A
6) A 16) A 26) C
7) A 17) A 27) D
8) C 18) D 28) A
9) A 19) A 29) A
10) B 20) B 30) D

26
BAB IV
INTEGRASI DAN KOORDINASI PENGAWASAN BERBASIS RISIKO

A. Koordinasi Pengawasan berbasis risiko


Pengawasan berbasis risiko dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi
antar kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota, administrator KEK dan/atau badan pengusahaan KPBPB melalui
subsistem Pengawasan pada Sistem OSS.
Pelaksanaan pengawasan ditingkat Pemerintah Pusat dikoordinasikan oleh
Kementerian Investasi/BKPM, DPMPTSP Provinsi/Kabupaten/Kota
mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan ditingkat Provinsi/Kabupaten/Kota,
Administrator KEK atas pelaksanaan pengawasan untuk pelaku usaha yang
berlokasi di KEK dan Badan pengusahaan KPBPB atas pelaksanaan pengawasan
di KPBPB.

B. Peran Subsistem Pengawasan dalam Sistem Online Single Submission


(OSS)
Subsistem Pengawasan digunakan sebagai sarana untuk melaksanakan
Pengawasan atas standar dan/atau kewajiban pelaksanaan kegiatan usaha
termasuk juga untuk memantau perkembangan realisasi Penanaman Modal serta
pemberian fasilitas, insentif dan kemudahan untuk Penanaman Modal, dan/atau
pelaksanaan kewajiban kemitraan.
Subsistem pengawasan dapat diakses oleh pelaku usaha, Lembaga OSS,
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Administrator KEK dan Badan
Pengusahaan KPBPB.
Subsistem pengawasan paling sedikit memuat:
(1) perencanaan inspeksi lapangan tahunan
(2) perangkat kerja Pengawasan;
(3) laporan berkala dari Pelaku Usaha;
(4) pembinaan dan sanksi;
(5) penilaian kepatuhan pelaksanaan kegiatan usaha;
(6) pengaduan terhadap Pelaku Usaha serta tindak lanjutnya; dan

27
(7) tindakan administratif atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku Usaha
atau putusan pengadilan.

C. Perencanaan Pengawasan
Dalam rangka melakukan pengawasan secara terintegrasi dan terkoordinasi,
Pemerintah melakukan perencanaan pengawasan. Perencanaan pengawasan
dalam hal ini mencakup:
(1) Penyusunan waktu dalam pelaksanaan pengawasan;
(2) Anggaran pelaksanaan pengawasan; dan
(3) Sumber daya manusia pelaksana pengawasan.
Pelaksana pengawasan dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota, Administrator KEK, dan/atau Badan Pengusahaan
KPBPB dilarang melakukan pengawasan di luar perencanaan pengawasan.
Pelaksanaan pengawasan dikoordinasikan oleh:
a. Lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Investasi/Badan
Koordinasi Penanaman Modal), atas pelaksanaan penerbitan perizinan
berusaha melalui Sistem OSS;
b. DPMPTSP Provinsi, atas pelaksanaan perizinan berusaha yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi ;
c. DPMPTSP kabupaten/kota, atas pelaksanaan perizinan berusaha yang
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
d. Administrator KEK, atas pelaksanaan perizinan berusaha yang berlokasi di
KEK; dan
e. Badan pengusahaan KPBPB, atas pelaksanaan pengawasan yang
berlokasi di KPBPB.

D. Ringkasan
Pengawasan berbasis risiko dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi
antar kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota, administrator KEK dan/atau badan pengusahaan KPBPB melalui
subsistem Pengawasan pada Sistem OSS.
Subsistem Pengawasan dalam Sistem OSS digunakan sebagai sarana untuk
melaksanakan Pengawasan atas standar dan/atau kewajiban pelaksanaan

28
kegiatan usaha dan perkembangan realisasi Penanaman Modal serta pemberian
fasilitas, insentif dan kemudahan untuk Penanaman Modal, dan/atau kewajiban
kemitraan.
Dalam rangka melakukan pengawasan secara terintegrasi dan terkoordinasi,
Pemerintah melakukan perencanaan pengawasan. Perencanaan pengawasan
dalam hal ini mencakup waktu, anggaran dan sumber daya manusia pelaksana
pengawasan.

E. Latihan

1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan berbasis risiko dilakukan oleh


Pemerintah?
a. Pengawasan dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi
b. Pengawasan dilakukan melalui Subsistem Perizinan dalam Sistem OSS
c. Pengawasan untuk penerbitan perizinan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
d. Semua jawaban benar
2. Apa Subsistem dalam Sistem OSS yang memberikan sarana pelaksanaan
pengawasan perizinan berusaha?
a. Subsitem Perizinan
b. Subsistem Informasi
c. Subsistem Pengawasan
d. Subsistem Regulasi
3. Berikut merupakan pernyataan yang benar terkait subsistem pengawasan
dalam Sistem OSS, kecuali
a. Subsistem pengawasan dalam OSS dapat diakses oleh Pelaku Usaha
b. Perencanaan pengawasan harus termuat dalam Subsistem Pengawasan
c. Perangkat kerja harus termuat dalam Subsistem Pengawasan
d. Subsistem OSS tidak dapat diakses oleh Pelaku Usaha
4. Siapakah yang tidak dapat mengakses Subsistem Pengawasan dalam OSS?
a. Lembaga OSS
b. DPMPTSP Provinsi
c. Badan Pengusahaan KPBPB

29
d. Tidak ada jawaban yang tepat
5. Berikut adalah hal-hal yang harus dimuat dalam Subsistem Pengawasan,
kecuali
a. Perangkat kerja pengawasan
b. Laporan berkala dari Pelaku usaha
c. Penilaian kepatuhan pelaku usaha
d. Catatan criminal pemegang saham perusahaan
6. Lembaga apa yang mengkoordinasikan pengawasan atas pelaksanaan
perizinan berusaha yang menjadi kewenangan Provinsi Jawa Timur?
a. DPMPTSP Jawa Timur
b. DPMPTSP Surabaya
c. DPMPTSP Gresik
d. DPMPTSP Kediri
7. Lembaga apa yang mengkoordinasikan pengawasan atas pelaksanaan
perizinan berusaha di Kawasan perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
(KPBPB) Batam?
a. DPMPTSP Batam
b. Badan Pengusahaan (BP) Batam
c. DPMPTSP Sabang
d. Badan Pengawasan Batam
8. Lembaga apa yang mengkoordinasikan pengawasan atas pelaksanaan
perizinan berusaha di Kawasan Ekononomi Khusus Palu?
a. DPMPTSP Palu
b. Administrator KEK Palu
c. DPMPTSP Sulawesi Tengah
d. Administrator KEK Sulawesi Tengah
9. Berikut adalah cakupan perencanaan pengawasan, kecuali
a. Waktu pelaksanaan pengawasan
b. Anggaran pelaksanaan pengawasan
c. Sumber daya manusia pelaksana pengawasan
d. Info lengkap setiap pelaku usaha
10. Berikut pernyataan yang benar terkait perencanaan pengawasan, kecuali
a. Pelaksana pengawasan dilarang melakukan pengawasan di luar
perencanaan tahunan

30
b. DPMPTSP kabupaten/kota mengkoordinasikan pengawasan atas
pelaksanaan perizinan berusaha yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota;
c. Perencanaan pengawasan harus memuat penjadwalan waktu
pelaksanaan pengawasan
d. DPMPTS Jabar mengkoordinasikan pengawasan atas pelaksanaan
perizinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Depok

F. Kunci Jawaban
1) A 6) A
2) C 7) B
3) D 8) B
4) C 9) D
5) D 10) D

31
BAB V
PENUTUP

Modul Pengawasan berbasis risiko ini bertujuan untuk memberikan pemahaman


terkait prinsip dan mekanisme pengawasan berbasis risiko sebagaimana yang telah
diamanatkan oleh UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada dasarnya mengedepankan konsep
“trust but verify” dimana Pemerintah memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha
dengan mempermudah proses perizinan berusaha (Trust), namun pemberian
perizinan berusaha diikuti dengan pelaksanaan pengawasan oleh Pemerintah
(Verify).
Pengawasan dalam hal ini merupakan upaya Pemerintah untuk memastikan
pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan standar pelaksanaan kegiatan usaha dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pelaku Usaha.
Pengawasan dilaksanakan terhadap setiap kegiatan usaha dengan frekuensi
pengawasan disesuaikan dengan tingkat Risiko dan tingkat kepatuhan pelaku usaha.
Pengawasan dilakukan setelah Pelaku Usaha mendapatkan perizinan berusaha dan
dilaksanakan untuk memastikan kegiatan usaha beroperasi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Jenis pengawasan terdiri atas pengawasan rutin dan pengawasan insidental.
Bentuk pengawasan rutin yang dilakukan Pemerintah berupa laporan pelaku usaha
dan inspeksi lapangan.
Pengawasan berbasis risiko dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi
antar kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota, administrator KEK dan/atau badan pengusahaan KPBPB melalui
subsistem Pengawasan pada Sistem OSS.
Subsistem Pengawasan dalam Sistem OSS digunakan sebagai alat bantu
(tools) dalam pelaksanaan Pengawasan .

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja


2. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko
3. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2021 tentang
Pedoman dan Tata Cara Pengawasan berbasis risiko

33

Anda mungkin juga menyukai