Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular adalah salah satu penyebab utama penyakit
dan kematian di dunia. Menurut World Health Organization (WHO),
sekitar 17,9 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit
kardiovaskular di seluruh dunia, dengan perkiraan 23 juta kematian pada
tahun 2030 (Pacaric et al., 2020). Dalam Maddocks & Cobbing, (2017)
World Health Organization (WHO) memberikan definisi penyakit jantung
koroner (PJK) sebagai kelompok penyakit kardiovaskuler yang
menyumbang angka kematian terbesar terkait dengan penyakit
kardiovaskular atau cardiovascular disease (CVD).
Urbanisasi dan gaya hidup barat yang diadopsi negara-negara
berkembang dimanifestasikan sebagai peningkatan insiden dan pravalensi
faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) (Maddocks & Cobbing, 2017;
Modi et al., 2014).
Di negara berkembang seperti Afrika Selatan dihipotesiskan bahwa
pada tahun 2030 akan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan,
meskipun di masa lalu PJK relatif jarang terjadi di antara orang kulit hitam
Afrika Selatan, urbanisasi dan adopsi gaya hidup Barat telah
mengakibatkan peningkatan insiden dan prevalensi faktor risiko untuk
PJK. (Maddocks & Cobbing, 2017).
Tidak jauh berbeda di negara berkembang lainnya yaitu India, dalam
Modi et al., (2014) Menurut buletin World Health Organization (WHO)
sekitar 1,2 juta orang India meninggal karena PJK pada tahun 1990 dan
diperkirakan pada tahun 2020 India akan melampaui negara-negara lain
dalam prevalensi penyakit jantung koroner. Dengan tingkat prevalensi
10% di bagian utara India dan 11% di bagian selatan India.
Jundapri & Harahap (2019) dalam penelitiannya menyatakan pusat
data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015)
menyatakan bahwa setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena
penyakit tidak menular, penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang

1
2

menjadi penyebab utama tingginya angka mortalitas yaitu sebanyak 17,3


juta orang. Mortalitas terbesar dari penyakit kardiovaskuler juga
disebabkan oleh penyakit jantung koroner yaitu sebesar 45% dan
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada
tahun 2030.
Tingginya angka mortalitas sebagai akibat dari PJK, mengharuskan
penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan optimal. Salah satu
penatalaksanaan yang optimal untuk pasien dengan penyakit jantung
koroner (PJK) adalah operasi bedah pintas koroner (BPK) atau yang lebih
sering dikenal dengan coronary artery bypass grafting (CABG) (Astuti et
al., 2019)
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Rakhsan et al., (2020)
Saat ini, 6,4% dari total populasi di Amerika Serikat menderita penyakit
jantung koroner (PJK) dan diperkirakan meningkat menjadi 18% pada
tahun 2030. Jumlah operasi BPK atau coronary artery bypass graft
(CABG) di Amerika Serikat dilaporkan mencapai 397.000 setiap tahun. Di
Iran, sekitar 50.000 operasi jantung dilakukan setiap tahun, dan
cardiovascular disease (CVD) menyebabkan 33-38% kematian dan 23%
kecacatan.
Bedah Pintas Koroner (BPK) merupakan salah satu pengobatan pada
pasien penyakit jantung koroner (PJK) yang menggunakan pembuluh
darah yang diambil dari bagian tubuh lainnya dan memotong atau bypass
arteri koroner yang tersumbat atau menyempit (American Heart
Association, 2012) (Astuti et al., 2019).
Bedah Pintas Koroner (BPK) telah digunakan secara luas dan
meningkat sejak tahun 1960-an sebagai prosedur bedah umum untuk
memulihkan aliran darah masuk ke dalam stenotik arteri koroner (Osailan
& Abdelbasset, 2020). Meskipun ada kemajuan dalam terapi klinis dan
intervensi perkutan (PCI), Bedah Pintas Koroner (BPK) masih banyak
digunakan dalam pengobatan pasien dengan penyakit jantung koroner
(PJK) (Hermes et al., 2015). Hal ini sejalan dengan pernyataan Modi et al.,
(2014) BPK merupakan intervensi yang lebih baik dari Intervensi Koroner
3

Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI). 95% pasien


yang menjalani BPK benar-benar bebas dari gejala, dan membaik secara
signifikan dalam satu tahun pasca operasi. Tingkat kelangsungan hidup
adalah 5 tahun untuk 90%, 10 tahun untuk 75% dan 15 tahun untuk 60%
pasien pasca operasi.
Meskipun BPK menjadi lebih kecil kemungkinannya untuk
mengancam nyawa, pasien yang telah menjalani prosedur ini masih
memiliki risiko kejadian iskemik berikutnya yang dapat meluas ke
aterosklerosis pada vena yang dicangkokkan. Selain itu, pasien tersebut
mungkin mengalami kesulitan untuk kembali ke aktivitas normal sehari-
hari karena adanya kesalahpahaman bahwa aktivitas harus dibatasi,
kelemahan otot yang umum terjadi setelah operasi karena kurangnya
penggunaan. Alasan ini pada akhirnya dapat berdampak negatif pada
status psikologis dan kualitas hidup pasien (Osailan & Abdelbasset, 2020)
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al.,
(2019) menyebutkan bahwa BPK selain memiliki dampak yang positif
untuk mengurangi angina, mengurangi risiko terjadinya serangan
berulang, membantu memperpanjang harapan hidup, mengoptimalkan
fungsi jantung, dan meningkatkan kualitas hidup pasien PJK, juga
memiliki risiko mengalami komplikasi pasca operasi yang dapat
memengaruhi outcome meliputi lama rawat dan peningkatan kematian
pasca operasi (dalam Almashrafi, Elmontsri, & Aylin, 2016) serta
menyatakan bahwa sebesar 58% dari pasien pasca operasi jantung
mengalami komplikasi seperti pada sistem pulmonal (31%), sistem
kardiovaskular (15,8%), dan sistem saraf (13,9%) (dalam Soares, et al.
2011).
Program Rehabilitasi Jantung (PRJ) diindikasikan untuk semua pasien
pasca BPK dan dianggap sebagai elemen penting dalam rangkaian
perawatan pada pasien pasca BPK yang dilakukan dalam kemitraan tim
multidisiplin atau multidisciplinary team (MDT) profesional kesehatan,
dimana pasien didorong dan didukung untuk mencapai dan memelihara
4

kesehatan fisik dan psikososial yang optimal (Maddocks & Cobbing,


2017).
Personel rehabilitasi atau multidisciplinary team (MDT) memiliki
peran penting dalam keberhasilan keseluruhan proses penyembuhan dari
operasi BPK, peningkatan kualitas hidup sangat bergantung pada periode
rehabilitasi dan pemulihan pasca operasi. Program CR yang komprehensif
biasanya harus multidisiplin dalam pendekatan, dan harus berdasarkan
kebutuhan dan hemat biaya menggabungkan pelatihan olahraga,
modifikasi gaya hidup dan terapi perilaku. Lebih penting lagi, program CR
harus menyertai edukasi pasien, sehingga pasien dapat belajar mengelola
kesehatan mereka, karena sangat sedikit perhatian yang diberikan pada
peningkatan pengetahuan dan penilaian kualitas hidup selama perawatan
pasien (Rooy & Coopoo, 2017).
Rehabilitasi jantung merupakan suatu program yang menggabungkan
beberapa intervensi baik berupa fisik, psikologis, maupun edukasi.
Program ini bertujuan untuk mengoptimalisasi baik kondisi fisik,
psikologis, maupun fungsi sosial sehingga diharapkan dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas, serta meningkatkan kualitas hidup pasien PJK
(Contractor, 2011; Heart Foundation, 2011) dalam (Astuti et al., 2019).
Rehabilitasi jantung terbagi menjadi tiga fase, dari ketiga fase
rehabilitasi jantung tersebut penting dilakukan oleh pasien yang menjalani
operasi BPK (Maddocks & Cobbing, 2017; Astuti et al., 2019). Program
rehabilitasi jantung dimulai dari fase I yaitu ketika pre operasi dan
dilanjutkan pasca operasi sampai keluar rumah sakit atau ketika pasien
menjalani rawat inap (Astuti et al., 2019) fase I merupakan fase paparan
pertama pasien mengenai program rehabilitasi jantung, pengalaman ini
akan memengaruhi persepsi pasien tentang rehabilitasi jantung secara
positif ataupun negatif untuk fase-fase berikutnya (Maddocks & Cobbing,
2017). Dalam hasil penelitiannya Astuti et al., (2019) menyatakan
rehabilitasi jantung fase II terdiri dari program latihan rawat jalan
terstruktur, yang mempromosikan pencegahan penyakit sekunder, dan
5

rehabilitasi jantung fase III adalah pemeliharaan CR seumur hidup. Fase II


& III disebut juga periode outpatient (Osailan & Abdelbasset, 2020).
Pada ketiga fase program rehabilitasi jantung, rehabilitasi berbasis
latihan telah sangat direkomendasikan untuk dilakukan baik dari yang
latihan intensitas rendah, sedang, maupun tinggi (Skomudek et al., 2019).
Selama berkuliah peneliti pernah menemui pasien-pasien dengan
penyakit kardiovaskuler, dan semua pasien tersebut diminta untuk banyak
beristirahat bahkan disarankan untuk tidak ke kamar mandi. Berdasarkan
kasus ini dan latihan aktivitas fisik yang sangat disarankan pada pasien
post operasi bedah pintas koroner yang tampak oposisi peneliti tertarik
untuk melakukan literature review terkait pengaruh program rehabilitasi
jantung terhadap pasien post operasi bedah pintas koroner.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitial metode literature review ini
adalah apakah ada pengaruh program rehabilitasi jantung terhadap pasien
post operasi bedah pintas koroner?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh program rehabilitasi jantung terhadap pasien
post operasi bedah pintas koroner.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui program rehabilitasi jantung
b. Mengetahui apa itu bedah pintas koroner
c. Mengetahui pengaruh program rehabilitasi jantung terhadap
pasien post operasi bedah pintas koroner
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
Adapun manfaat bagi penulis adalah agar dapat menambah
pengetahuan dan wawasan penulis mengenai operasi bedah pintas
koroner dan program rehabilitasi jantung.
2. Manfaat bagi mahasiswa jurusan keperawatan singkawang
6

Adapun manfaat bagi mahasiswa jurusan keperawatan singkawang


adalah sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan. Dapat
sebagai acuan ataupun refrensi dalam pembelajaran di kampus
keperawatan singkawang.
E. Keaslian Penelitian
No. Judul Variabel Persamaan Perbedaan Hasil
1. Intervensi Rehabilitasi Intervensi Metode penelitian Hanya meneliti Intervensi rehabilitasi jantung
Jantung Fase I Pada rehabilitasi intervensi yang fase I, terdiri dari edukasi dan
Pasien yang Menjalani jantung fase I; dilakukan pada konseling, latihan/ aktivitas
Operasi Bedah Pintas Outcome pasien rehabilitasi jantung fisik, latihan bernapas, latihan
Koroner (BPK): post op BPK fase I batuk efektif, inspiratory muscle
Literature Review training, fisioterapi dada, dan
respiratory muscle stretch
Peneliti: gymnastics diharapkan akan
Indah Dwi Astuti; M. meningkatkan outcome pasien
Rizki Akbar; Aan Nuraeni secara optimal
2019
2 Pengaruh rehabilitasi Rehabilitasi Membahas terkait Metode penelitian Rehabilitasi jantung fase 2
jantung terhadap harapan jantung; Pengaruh rehabilitasi dikombinasikan dengan edukasi
pasien jantung setelah Harapan pasien jantung terhadap dan konseling meningkatkan
operasi cangkok bypass setelah post op harapan pasien jantung harapan pasien.
arteri koroner BPK/CABG setelah operasi cangkok
bypass arteri koroner
Peneliti: bedah pintas koroner
Mahnaz Rakhshan; (BPK/CABG)
Afsoon Toufigh; Azimeh
Dehghani firouzabadi; &
Shahrzad Yektatalab
2020

7
BAB II

METODE PENELITIAN

F. Desain
Desain penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Studi literatur
dilakukan dengan membuat ringkasan dan analisis dari artikel yang terkait
dengan variabel penelitian yakni, rehabilitasi jantung dan bedah pintas
koroner. Metode pencarian dilakukan secara sistematis menggunakan
beberapa database elektronik, yakni Google Scholar, PubMed, dan
Proquest dengan kata kunci yang dicari dalam 2 bahasa yaitu Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata kunci yang digunakan yaitu
rehabilitasi jantung/cardiac rehabilitation dan bedah pintas
koroner/CABG.
Berdasarkan hasil penelusuran dengan memasukkan kata kunci yang
berbahasa Indonesia yaitu: 1) rehabilitasi jantung, didapatkan hasil dari
Google Scholar sebanyak 7.310 hasil, PubMed 0 hasil, dan Proquest
sebanyak 8 hasil; 2) bedah pintas koroner, didapatkan hasil dari Google
Scholar sebanyak 198 hasil, PubMed 0 hasil, dan Proquest 0 hasil.
Kemudian memasukkan kata kunci berbahasa Inggris yaitu: 1) cardiac
rehabilitation, didapatkan hasil dari Google Scholar sebanyak 237.000
hasil, PubMed sebanyak 16.305 hasil, dan Proquest sebanyak 29.984 hasil;
2) CABG, didapatkan hasil dari Google Scholar sebanyak 44.500 hasil,
PubMed sebanyak 8.522 hasil, dan Proquest 47.999 hasil. Maka total
sebanyak 391.826 jurnal. Kemudian 67 jurnal dilakukan skrinning,
terdapat 50 jurnal yang dieksklusi, sehingga 17 jurnal diteliti. Ternyata ada
2 jurnal yang tidak fulltext. Jadi hanya 15 jurnal full text yang dilakukan
review. Untuk lebih jelasnya kode atau kata kunci pencarian jurnal dapat
dilihat pada Tabel 1, sedangkan bagan alur review jurnal yang diteliti
dapat dilihat pada Gambar 1.

8
9

Tabel 1. Kode pencarian jurnal


Kode Database
pencarian Kata kunci Google
PubMed Proquest
ID# Scholar
S1 Rehabilitasi 7.310 hasil 0 hasil 8 hasil
jantung
cardiac 237.000 hasil 16.305 29.984 hasil
rehabilitation hasil
S2 Bedah pintas 198 hasil 0 hasil 0 hasil
koroner
CABG 44.500 hasil 8522 hasil 47.999 hasil
Jurnal yang diteliti melalui 15 jurnal
database

G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1. Kriteria inklusi:
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003:
96).
a. Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan
penelitian;
b. Fulltext baik berbahasa Indonesia, Inggris, ataupun bahasa asing
lainnya;
c. Artikel penelitian yang dipublikasi pada 2011-2020.
2. Kriteria eksklusi:
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab
tertentu (Nursalam, 2003: 97).
a. Tidak memiliki struktur artikel yang lengkap;
b. Artikel yang tidak relevan dengan judul penelitian peneliti.

391.826 jurnal yang


diidentifikasi melalui pencarian
database
(n= 391.826)
10

67 jurnal dilakukan skrining 50 jurnal dieksklusi


(n=67) (n=50)

17 jurnal full text 2 jurnal dieksklusi dengan


alasan
(n=17)
(n=2)

15 jurnal full text dilakukan


review
(n=15)

Gambar 1. Bagan alur review jurnal yang diteliti

Anda mungkin juga menyukai