Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN RESUME DENGAN KASUS

PROSTAT S/ MALIGNANT PADA TN. T DI RUANGAN POLIKLINIK BEDAH.


RS. AMPANA

DI SUSUN OLEH:

TRI DESFIRA RAHMADANI


NIM; PO7120318037

CI RUANGAN DOSEN PEMBIMBING

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI DIV KEPERAWATAN TINGKAT 2A
TAHUN AJARAN
2019/2020
A. Prostat

Anatomi Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli
buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulasi. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang
lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ±25% dari seluruh
volume ejakulasi (Purnomo, 2011).

Gambar 2.1 Organ Prostat pada Pria


Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol
pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup. Secara
anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, vas deferens, dan
vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma
panggul sehingga uretra terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek
bersama diafragma bila terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan
colok dubur (Sjamsuhidajat dkk., 2012). Selain mengandung jaringan
kelenjar, kelenjar prostat mengandung cukup banyak jaringan fibrosa dan
jaringan otot polos. (Sjamsuhidajat dkk., 2012).
2.1.1 Histologi Prostat
Kelenjar prostat ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular
yang terbagi dalam beberapa daerah zona, yaitu zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona anterior. Secara
histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma.
Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, saraf, dan jaringan
penyanggah yang lain(Purnomo, 2011). Gambaran histologi dari kelenjar
prostat terdiri dari duktus kelenjar yang bercabang –cabang. Kelenjar dan
duktus terdiri dari dua lapisan sel yaitu lapisan sel kolumnar sekresi luminal
dan lapisan sel basal (Eroschenko, 2001). Selain sel sel epitel luminal dan sel-
sel neuroendokrin pada duktus prostat. Sel stem tersebut sama dengan stem
yang dijumpai pada semua jaringan di tubuh. Sel stem berperan untuk
regenerasi jaringan setelah jejas dan kematian sel (Cramer, 2007). Zona
perifer terdiri dari seluruh jaringan kelenjar prostat pada bagian apeks dan
bagian posterior dekat kapsul. Pada zona ini lebih sering dijumpai karsinoma,
prostatitis kronik dan atrofi post inflamatory. Zona sentral merupakan suatu
daerah yang berbentuk kerucut dengan bagian apeks meliputi duktus ejakulasi
dan uretra prostatitik pada verumontanum. Zona transisi terdiri dari dua
bagian jaringan kelenjar pada bagian lateral uretra dari bagian tengah kelenjar.
Pada zona ini sering terjadi BPH. Bagian apeks dari area ini kaya dengan otot
lurik yang bercampur dengan kelenjar dan otot dari diafragma pelvis
(Hammerich et al, 2009).
Gambar 2.2. Zona Prostat Secara Histologi
2.2 Kanker Prostat
Kanker prostat adalah keganasan pada prostat yang diderita pria berusia lanjut
dengan kejadian puncak pada usai 65 - 75 tahun. Penyebab kanker prostat tidak
diketahui secara tepat, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya
hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron.
Pada bagian lain, Rindiastuti (2007) menyimpulkan bahwa usia lanjut mengalami
penurunan beberapa unsur esensial tubuh seperti kalsium dan vitamin D. Tetapi
pola makan dengan kalsium tinggi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko
kanker prostat pada usia lanjut. Penelitian menunjukkan bahwa 60 - 70% kasus
kanker prostat terjadi pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai nodul –
nodul keras irregular. Fenomena ini nyata pada saat pemeriksaan rectum dengan
jari (Digital Rectal Examination). Sebanyak 10 – 20 % kanker prostat terjadi
pada zona transisional, dan 5 – 10 % terjadi pada zona sentral.
2.2.1 Etiologi dan Faktor Resiko Kanker Prostat
Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa etiologi dan faktor
resiko kanker prostat adalah sebagai berikut.
1. Usia
Data yang diperoleh melalui autopsi di berbagai negara menunjukkan sekitar
15 – 30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia
80 tahun sebanyak 60 – 70% pria memiliki gambaran histology kanker prostat.
(K. OH, William et al, 2000).
2. Riwayat keluarga
Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma prostat meningkatkan risiko
penyakit. Seorang laki-laki yang memiliki ayah atau saudara laki laki yang
terdiagnosa kanker pada usia 50 tahun memiliki resiko 2 kali lipat lebih tinggi
terkena karsinoma prostat. Resiko meningkat menjadi tujuh samapi delapan kali
lipat lebih tinggi pada laki laki yang memiliki dua atau lebih keluarga yang
menderita kanker prostat. (Gann,2004)
3. Faktor Genetik
Berhubungan dengan mutasi BRCA11atau BRCA2 dan sindrom Lynch.
4. Faktor hormonal
Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada
penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT
pada penderita prostat, tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron.
(Purnomo, 2011).
5. Pola makan dan diet
Diet tinggi lemak jenuh, daging merah, sedikit buah dan sedikit sayuran,
rendah tomat, rendah ikan dan atau rendah kedelai meningkatkan resiko
terkena kanker prostat. Diet tinggi kalsium juga berhubungan dengan
peningkatan resiko kanker prostat. Hubungan kanker prostat dengan obesitas
masih kontroversial, namun obesitas berhubungan dengan tingginya grading
kanker prostat. (Kolonel, 2001)

2.2.2 Patofisiologi
Diduga adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron
dan estrogen pada usia lanjut, hal ini akan mengganggu proses diferensiasi dan
proliferasi sel. Difereniasi sel yang terganggu ini menyebabkan sel kanker,
penyebab lain yaitu adanya faktor pertumbuhan yang stroma yang berlebihan
serta meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang
mati sehingga menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik. Perubahan
proliferasi sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan sehingga terjadi Ca Prostat (Aritonang dan
Sumantri, 2007).
Kemungkinan tahapan patogenesis kanker adalah : Kelenjar prostat normal
PIN (prostate intraepithelial neoplasia) karsinoma prostat karsinoma prostat
stadium lanjut karsinoma prostat metastasis HRPC (hormone refractory
prostate cancer (Purnomo, 2011)
2.2.3 Gejala Klinis Kanker Prostat
Gejala yang ada umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak,
yaitu buang air kecil tersendat atau tidak lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri
tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu muncul bila sudah ada penyebaran ke
tulang belakang. Tahap awal (early stage) yang mengalami kanker prostat
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik. Pada tahap
berikutnya (locally advanced) didapati obstruksi sebagai gejala yang paling sering
ditemukan. Biasanya ditemukan juga hematuria yakni urin yang mengandung
darah, infeksi saluran kemih, serta rasa nyeri saat berkemih. Pada tahap lanjut
(advanced) penderita yang telah mengalami metastase di tulang sering mengeluh
sakit tulang dan sangat jarang menhgalami kelemahan tungkai maupun
kelumpuhan tungkai karena kompresi korda spinalis. (Purnomo, 2011)
2.2.4 Pemeriksaan Kanker Prostat
Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan
meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri tulang, fraktur patologis
ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA
usia 50 tahun, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk
pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40 tahun. Pemeriksaan utama dalam
menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis perjalanan penyakit,
pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi transrektal/
transabdominal. Diagnosa pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat atau
spesimen operasi berupa adenokarsinoma. Selain itu pemeriksaan
histopatologis akan menentukan derajat dan penyebaran tumor.
2.2.4.1 Pemeriksaan colok dubur
Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat
dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat
kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol,
maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. Delapan belas
persen dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari colok dubur
saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan pada colok
dubur dengan disertai kadar PSA > 2ng/ml mempunyai nilai prediksi 5-30%.
(Panduan Penanganan Kanker Prostat, 2011)
2.2.4.2 Prostate-specific antigen (PSA)
Pemeriksaan kadar PSA telah mengubah kriteria diagnosis dari Kanker
prostat. PSA adalah serine-kalikrein protease yang hampir seluruhnya
diproduksi oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik
namun bukan kanker spesifik. Maka itu peningkatan kadar PSA juga dijumpai
pada BPH, prostatitis, dan keadaan non-maligna lainnya. Kadar PSA secara
tunggal adalah variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau
TRUS. Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara
internasional. Kadar PSA adalah parameter berkelanjutan semakin tinggi
kadarnya, semakin tinggi pula kecurigaan adanya Kanker prostat. Nilai baku
PSA di Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml.
Tabel 2.1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur

Rata – Rata Nilai Normal


Umur (tahun) PSA
(ng/mL)
40 – 49 0.0 – 2.5
50 – 59 0.0 – 3.5
60 – 69 0.0 – 4.5
70 – 79 0.0 – 6.5

Sumber : Wadgar (2013).


2.2.4.3 Transrectal ultrasonography (TRUS) dan biopi prostat
Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan
selalu terlihat. Grayscale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area Kanker prostat
secara adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan biopsi
area yang dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai tambahan
dapat menjadi informasi yang berguna.
2.2.4.3.1 Indikasi biopsi
Tindakan biopsi prostat sebaiknya ditentukan berdasarkan kadar
PSA, kecurigaan pada pemeriksaan colok dubur atau temuan metastasis
yang diduga dari Kanker prostat. Sangat dianjurkan bila biopsi prostat
dengan guided TRUS, bila tidak mempunyai TRUS dapat dilakukan
biopsi transrektal menggunakan jarum trucut dengan bimbingan jari.
Untuk melakukan biopsi, lokasi untuk mengambil sampel harus
diarahkan ke lateral. Jumlah Core dianjurkan sebanyak 10-12.8,9,10
Core tambahan dapat diambil dari daerah yang dicurigai pada colok
dubur atau TRUS. Tingkat komplikasi biopsi prostat rendah.
Komplikasi minor termasuk makrohematuria dan hematospermia.
Infeksi berat setelah prosedur dilaporkan <1 % kasus.
2.3.4.3.2 Biopsi Ulang
Indikasi Biopsi Ulang :
• PSA yang meningkat dan atau menetap pada pemeriksaan ulang
setelah 6 bulan12
• Kecurigaan dari colok dubur
• Proliferasi sel asinar kecil yang atipik (ASAP)
• High Grade Prostatic intraepithelial (PIN) lebih dari satu core
Penentuan waktu yang optimal untuk biopsi ulang adalah 3-6
bulan.
2.2.5 Klasifikasi Histologik Dan Stadium
Penentuan diagnosis utama dari Kanker prostat dengan colok dubur,
pengukuran PSA, biopsi prostat dan sidik tulang, ditambah dengan CT atau MRI
dan foto foto thorak.
2.2.5.1 Stadium TNM 2009
Sistem staging yang digunakan untuk Kanker prostat adalah menurut
AJCC(American Joint Committee on Cancer)2010 / sistem TNM 2009.
Tabel 2.2: Tumour Node Metastasis 2009 (TNM)
Tumor primer (T)
 Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
 T0 : Tumor primer tak dapat ditemukan
 T1: Tumor yang tak dapat dipalpasi atau dilihat pada pemeriksaan
pencitraan (tidak terdeteksi secara klinis)
- T1a : Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), < 5 % dari
jaringan yang direseksi
- T1b : Tumor ditemukan secara kebetulan (PA), > 5 % dari
jaringan yang direseksi
- T1c : Tumor diidentifikasi dengan pemeriksaan biopsi jarum
 T2 : Tumor terbatas di prostat *
- T2a : Tumor mengenai setengah atau kurang dari satu lobus
- T2b : Tumor mengenai lebih setengah dari satu lobus, tetapi tidak
mengenai kedua lobus
- T2c : Tumor mengenai kedua lobus T3 Tumor menembus kapsul
**
 T3 : Perluasan ektraprostat lokal
- T3a : Unilateral
- T3b : Bilateral
- T3c : Invasi ke vesika seminalis
 T4 Invasi ke organ dan/atau struktur penunjang di jaringan sekitar
- T4a : Invasi ke leher kandung kemih, rectum atau sfingter
eksternal
- T4b : Invasi ke otot levator anus atau dasar panggul
Kelenjar Gatah Bening (KGB) regional (N)
 Nx : KGB regional tak dapat dinilai
 N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar regional
 N1 : Satu kelenjar regional garis tengah ≤ 2 cm
 N2 : Satu kelenjar regional dengan garis tengah 2 – 5 cm atau banyak
kelenjar dengan garis tengah < 5 cm
 N3 : Kelenjar regional dengan garis tengah > 5 cm
Metastasis Jauh (M)***
 Mx : Metastasis jauh tak dapat dinilai
 M0 : Tak ada metastasis jauh
 M1 : Terdapat Metastasis jauh
 M1a : Metastasis KGB Non Regional
 M1b :Metastasis ke tulang
 M1c : Metastasis ke organ lain

Catatan :
* Tumor ditemukan pada satu atau dua lobus dengan biopsi jarum akan tetapi
tidak teraba atau terlihat dengan pencitraan yang ada diklasifikasikan sebagai
T1c.
** Tumor yang menginvasi apeks prostat atau ke kapsul akan tetapi tidak
menembus, tidak diklasifikasikan sebagai T3 akan tetapi T2.
*** Bila lebih dari satu tempat metastasis, dikategorikan sebagai metastasis
paling tinggi stadiumnya; M1c adalah tingkatan tertinggi.

Pengelompokan Stadium (AJCC 2010) :


Tabel 2.3 : Stadium Kanker Prostat
2.2.5.2 Sistem Gleason
Kanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar limfe pelvis
kemudian metastase berlanjut ke tulang – tulang pelvis→ vertebra lumbalis→
femur → vertebra torakal → kosta. Lesi yang sering terjadi pada metastase di tulang
adalah lesi osteolitik (destruktif), lebih sering osteoblastik (membentuk tulang).
Adanya metastasis osteoblastik merupakan isyarat yang kuat bahwa kanker prostat
berada pada tahap lanjut. Untuk menentukan grading, yang paling umum di gunakan
di Amerika adalah sistem Gleason (Presti, J. C., 2008). Skor untuk sistem ini adalah 1
– 5 berdasarkan pola secara pemeriksaan spesimen prostat di laboratorium Patologi
Anatomi (Tabel 2.2). Ada 2 skor yang harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu :

1) Skor primer adalah penilaian yang diberikan berdasarkan gambaran


mikroskopik yang paling dominan pada spesimen yang diperiksa

2) Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang paling


dominan setelah yang pertama.

Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan skor sekunder
dimana masing – masing rentang nilai untuk skor primer dan sekunder adalah 1 - 5
dan totalnya 2 – 10. Bila total skor Gleason 2 – 4, maka specimen dikelompokkan
kedalam kategori well – differentiated, sedangkan bila skor Gleason 5 – 6
dikategorikan sebagai moderate differentiated dan skor Gleason 8 – 10
dikelompokkan sebagai poor differentiated. Tidak jarang skor Gleason bernilai 7
sesekali di masukkan ke dalam kategori moderate differentiated, namun bisa
dimasukkan kedalam kategori poor differentiated. Kerancuan ini diatasi dengan cara
sebagai berikut :

1. Bila skor primer Gleason adalah 3 dan skor sekunder 4, maka di


masukkan ke dalam kategori moderate differentiated.

2. Bila skor primer Gleason 4 dan skor sekunder 3 maka di masukkan ke


dalam kategori poor differentiated, karena memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada yang memiliki skor primer Gleason 3 (Presti, J. C., 2008).
Gambar 2.3: Tahapan Berdasarkan Sistem Gleason

( Dikutip dari: J. Epstein, A contemporary prostate cancer grading system: a


validated alternative to the Gleason score, 2016)
Tabel 2.4 Skor Grading menurut Gleason

Skor Gleason Gambaran mikroskopik

1–2 Kelenjar kecil dan uniform, menyatu


dekat dengan sedikit stroma
3 Cribiform pattern
4 Incomplete gland formation
5 Tidak ada kelenjar terbentuk atau
penampakan lumen
adenokarsinoma prostat
( Dikutip dari: J. Epstein, A contemporary prostate cancer grading system: a
validated alternative to the Gleason score, 2016)

Gambar 2.5: Menunjukkan grading 2+2 memberikan skor empat


adenokarsinoma prostat
( Dikutip dari: J. Epstein, A contemporary prostate cancer grading
system: a validated alternative to the Gleason score, 2016)
2.2.6 Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat, perlu diperhatikan
faktor – faktor yang berhubungan dengan prognosis kanker prostat yang dibagi
kedalam dua kelompok yaitu faktor – faktor prognostik klinis dan patologis
kanker prostat. Faktor prognostik klinis adalah faktor – faktor yang dapat dinilai
melalui pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat.
Faktor klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk
mengidentifikasi karakteristik
kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai. Sedangkan faktor patologis
adalah faktor – faktor yang yang memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan
evaluasi kesuruhan prostat. (Buhmeida, A ., et al, 2006).
Faktor – prognostik antara lain :
1. Usia pasien
2. Volume tumor
3. Grading atau Gleason score
4. Ekstrakapsular ekstensi
6. Zona asal kanker prostat
7. Faktor biologis seperti serum PSA, IGF, p53 gen penekan tumor dan lain
– lain.
Untuk penyakit yang masih terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah
melakukan watchfull waiting atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull
waiting merupakan pilihan yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup
kurang dari 10 tahun atau memiliki skor Gleason 3 + 3 dengan volume tumor
yang kecil yang memiliki kemungkinan metastase dalam kurun waktu 10 tahun
apabila tidak diobati (Choen, J. J. dan Douglas M. D., 2008). Sumber lain
menuliskan bahwa watchfull waiting dilakukan bila pasien memiliki skor
Gleason 2 – 6 dengan tidak adanya nilai 4 dan 5 pada nilai primer dan sekunder
karena memiliki resiko yang rendah untuk berkembang (Presti, J. C, 2008)
Sekarang ini, pria yang memiliki resiko sangat rendah (very low risk) terhadap
kanker prostat dan memilih untuk tidak melakukan pengobatan, tetapi tetap
dilakukan monitoring. Menurut Dr. Jonathan Epstein, seorang ahli patologi dari
Rumah Sakit Johns Hopkins (Epstein, J., 2011) mengemukakan beberapa kriteria
yang termasuk kedalam golongan resiko rendah terhadap kanker prostat (very
low risk) :
1) Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE (staging T1c)
2) Densitas PSA (jumlah serum PSA dibagi dengan volume prostat) kurang dari
0,15
3) Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak ditemukannya pola
yang bernilai 4 atau 5
4) Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50% dari bagian
yang di biopsi.
Radikal prostatektomi adalah prosedur bedah standar yang mengangkat prostat
dan vesika seminalis. Prognosis pasien yang melakukan radikal prostatektomi
tergantung dengan gambaran patologis spesimen prostat.
3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui karakteristik
penderita kanker prostat berdasarkan grading histopatologik di laboratorium patologi
anatomi fakultas kedokteran universitas hasanuddin pada tahun 2011- 2015 Maka
peneliti ingin meneliti mengenai karakteristik penyakit kanker prostat berdasarkan
grading histopatologi dan umur.
3.2. Kerangka Konsep
Grading Keganasan
Kanker Prostat
Umur

Diagnosis Klinis

3.3. Definisi Operasional


3.2.1. Pasien Kanker Prostat
a. Definisi:
Semua pasien yang dinyatakan menderita kanker prostat berdasarkan diagnosa dokter
yang tercatat dalam rekam medik.
3.2.2 Grading Kanker Prostat
a. Definisi :
Data objektif berupa stadium kanker prostat pada tubuh pasien yang timbul
akibat penyakit yang diderita.
b. Cara ukur :
Dengan mencatat variable stadium kanker prostat adenocarsinoma sesuai
dengan yang tercantum pada rekam medik.
c. Kriteria Objektif :
3.2.3 Umur
a. Definisi : Satuan waktu yang mengukur lamanya seseorang hidup mulai dari
saat lahir sampai usianya pada saat masuk rumah sakit yang dinyatakan dalam
tahun seperti yang tercatat dalam rekam medik.
b. Cara ukur : Dengan mencatat variable umur sesuai dengan yang tercantum
pada rekam medik.
c. Kriteria Objektif :
1. 40-49 tahun
2. 50-59 tahun
3. 60-69 tahun
4. 70-79 tahun
5. 80-89 tahun
6. 90-99 tahun
3.2.4 Diagnosis Klinis
a. Definisi : Diagnosis sementara yang ditegakkan oleh dokter saat pertama
kali pasien datang ke rumah sakit berdasarkan keluhan utama pasien, sebelum
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk diagnosis pasti.
b. Cara Ukur : Dengan mencatat variabel diagnosis klinis yang tercantum
pada rekam medik.
c. Hasil Ukur :
 Hipertropi prostat
 Suspek Carcinoma Prostat
 Retensi Urin
 LUTS
 Prostatitis
 Stricture Urethra
 Fibrotik Prost
Pathways

Faktor penyebab:

Genetik, hormonal, infeksi, lingkungan dll


Pertumbuhan abnormal sel

Kematian sel normal Mutasi gen

Sel abnormal membentuk klon


Berproliferasi abnormal
Perubahan jaringan sekitar
Sel menginfiltrasi jaringan sekitar
Limfe dan pembuluh-pembuluh
Metastase
Jaringan prostat
S. T1: Pembesaran prostat Ca Prostat

S. T2: Tumor teraba masih Radikal prostatektomi Disfungsi seksual


di kelenjar prostat
S. T3: Tumbuh keluar Mengenai leher buli-buli Obs. Saluran kemih bawah
dari kapsul prostat Retensi urin
S. T4: Tumor terfiksir kejaringan sekitar Gangguan eliminasi urin
Metastasis
Tulang Hormonal,komb. Hormonal, Anoreksia,
Nyeri tekan Radioterapi & Pembedahan. Mual & muntah
Orchiectomy Intake tdk adekuat
Gang. Rasa nyaman nyeri
Nyeri Perubahan nutrisi ku-
Resiko infeksi
Gang. Rasa nyaman nyeri rang dari kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Asrul. 2010. Pengobatan Herbal. Diakses: 07/26/10. http://dokter-


herbal.com/kanker-prostat.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Dialihbahasakan oleh
Smeltzer. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi 10. Jakarta:
EGC
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker & Simplisia Anti Kanker. Jakarta: Penebar
Swadaya
De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Dialihbahasakan oleh Sjamsuhidajat. Jakarta: EGC
Dewanta. 2010. Pengobatan Hormonal Untuk Kanker Prostat.
http://www.medicalera.com/arsip.php?thread=1429
Grace P. A. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Dialihbahasakan oleh Umami.
Jakarta: Erlangga
Hardjowijoto. 2008. Cara Pengobatan Kanker Prostat.
http://obatsemuapenyakit.com/obat/cara-pengobatan-kanker-prostat-dengan-
laminine/
Muttaqin A dan Sari K. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses,
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. 2007. Diagnosa Nanda NIC & NOC. Jakarta: EGC
Nasar, dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II (khusus). Edisi 1. Jakarta: CV. Sagung
Seto
Ninda W. 2010. Laporan Pendahuluan Carsinoma Prostat.
www.scribd.com/doc/46947531/Lp-CA-Prostat-Jadi
Reksoprodjo S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUI Suriadi.
2004. Perawatan Luka. Edisi 1. Jakarta: CV. Sagung Seto Wilkinson. 2007.
Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai