Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindakan perawatan terhadap penyakit yang dialami oleh seorang

anak seringkali menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena dapat

menimbulkan stress pada anak. Karena tindakan medis yang berulang-ulang

dapat menimbulkan nyeri yang berulang juga, sehingga akan berdampak

perasaan trauma pada anak. Menurut Supartin (2004 dalam jeni 2016 ).

hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu atau

darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi

perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Hospitalisasi adalah

bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat

di rumah sakit (Wong, 2009).

Perawatan anak di rumah sakit membuat anak berpisah dari

lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan

menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan temannya. Reaksi

terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah menolak

makan, sering bertanya, menangis walaupun perlahan, dan tidak kooperatif

terhadap petugas kesehatan. Selain itu anak menjadi kehilangan kontrol

terhadap dirinya karena mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak

sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Anak juga mengalami

stressor seperti perpisahan karena berpisah dengan orang tua, kehilangan

1
kendali, dan nyeri akibat pembedahan atau penyakit (Wulandari & Erawati,

2016).

Terdapat bermacam–macam prosedur yang dilakukan pada anak

yang dirawat di rumah sakit. Salah satunya adalah tindakan pemasangan

infus. Prosedur pemasangan infus atau cairan intravena adalah tindakan

yang dilakukan untuk memberikan sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui

sebuah jarum yang dimasukkan ke dalam pembuluh vena untuk

menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Aprillin,

2011). Prosedur pemasangan infus juga merupakan prosedur invasif yang

sering dilakukan pada perawatan anak di rumah sakit. Adanya prosedur

pemasangan infus atau penusukan vena dalam pemasangan infus dapat

menimbulkan rasa nyeri pada anak (Mariyam, 2013).

Berdasarkan data Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di

Amerika tahun 2014 sebanyak 6,5 juta anak/tahun yang menjalani

perawatan di rumah sakit (Utami, 2014).

Hasil survey sosial ekonomi (susenas, 2017) presentase rawat inap

di Indonesia sebesar 3,21 % dari seluruh penduduk Indonesia. Anak usia 0-

17 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan keluhan kesehatan.

penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta memegang peringkat

tertinggi dalam pemanfaatan rawat inap yaitu sebesar 4,4%. Proporsi

pemanfaatan rawat inap pada kelompok umur 5-14 tahun menempati

peringkat kedua sebesar 1,3% setelah anak usia 0-4 tahun sebesar 2,8%

(Riskesdas, 2013). Penyakit dengan konsekuensi rawat inap sangat

2
mempengaruhi anak dan keluarga dalam berbagai hal. Mekanisme koping

yang masih terbatas untuk menyelesaikan hal-hal yang menimbulkan stress

dapat meningkatkan stres pada anak. Stresor utama dari hospitalisasi antara

lain adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri (Wong,

2009).

American Heart Association (AHA) tahun 2012, menyatakan

dampak yang ditimbulkan akibat prosedur tindakan invasive akan

menimbulkan nyeri sehingga anak akan mengalami kecemasan dan stres.

Nyeri yang tidak ditangani dapat berdampak besar pada kehidupan anak.

Nyeri dapat mengganggu aktivitas anak sehingga anak kesulitan untuk

berinteraksi dengan orang lain karena anak terfokus pada nyeri yang

dirasakan. Dampak nyeri yang lain berupa kesulitan tidur, penurunan minat

anak untuk melakukan kegiatan, dan meningkatnya kecemasan.

Ketidakmampuan untuk mengurangi nyeri dapat menimbulkan

ketidakberdayaan dan keputusasaan (Wong, 2012). Upaya pengurangan

nyeri dapat dilakukan melalui terapi farmakologik yaitu dengan

menggunakan obat-obatan dan terapi non farmakologik tanpa menggunakan

obat-obatan meliputi relaksasi, hipnotis, guided imagery, massage, terapi

musik, kompres hangat dan kompres dingin (Dochter, 2013).

Kompres dingin merupakan terapi nonfarmakologi yang cocok

diberikan sebelum dilakukan pemasangan infus. Dingin akan menimbulkan

mati rasa sebelum rasa nyeri timbul. Kompres dingin dapat menimbulkan

efek anastesi lokal pada luka tusuk akibat pemasangan infus (Potter &

3
Perry, 2013). Kompres dingin menggunakan es memperlambat konduksi

serabut saraf perifer dan menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan

nosiseptor sehingga menimbulkan efek anastesi kulit yang relative cepat

(Waterhouse, 2013).

Kompres dingin dipilih sebagai intervensi untuk mengurangi nyeri

akibat pemasangan infus pada penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian

sebelumnya yang menunjukkan kompres dingin lebih efektif dibanding

kompres hangat, serta berdasarkan teori Kozier (2012) yang mengatakan

pada kompres dingin, pengalihan persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang

lebih dominan adalah salah satu tipe transendensi yang telah tercapai

sehingga pasien merasa lebih nyaman.

B. Perumusan masalah
Banyak anak-anak yang dirawat ketika akan diberikan tindakan

perawatan masih takut, dan bahkan menangis sebelum dilakukan tindakan.

Karena mereka trauma dengan sakit yang dirasakan saat dilakukan tindakan

infasiv salah satunya pemasangan infus. Oleh karena itu peneliti ingin

melihat pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada anak usia di

RSUD KOTA SALATIGA.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada anak

usia prasekolah saat pemasangan infus di igd rsud kota salatiga.

4
2. Tujuan khusus
a. Mendiskripsikan kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada anak

usia pra sekolah di rsud kota salatiga.

b. Mendiskripsikan tingkat nyeri pada anak usia prasekolah saat

pemasangan infus.

c. Menganalisis pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada

anak usia prasekolah di rsud kota salatiga.

D. Manfaat penelitian
a. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dalam pemberian

asuhan keperawatan nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah yang

dirawat di rumah sakit dengan menggunakan skala nyeri yang efektif

sehingga sebagai perawat dapat segera memberikaan tindakan untuk

menggurangi rasa nyeri.

b. Bagi instalasi rumah sakit

Bagi rumah sakit, sebagai evaluasi guna lebih meningkatkan

pelayanan kesehatan yang lebih intensif terhadap pasien anak di

instalasi gawat darurat (IGD) Rumah sakit umum kota salatiga.

c. Bagi keluarga

Bagi keluarga khusnya ibu pasien, sebagai bahan informasi dan

pengetahuan agar ibu tidak ikut panic saat anak akan dilakukan

pemasangan infuse

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Nyeri

1. Pengertian

Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan.

Sifatnya sangat subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

baik dalam hal skala ataupun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah

yang dapat menjelaskan dan mengevakuasi rasa nyeri yang dialaminya

(Hidayat, 2008).

International Association for Study of Pain (IASP), mendefinisikan

nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

bersifat akut yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi

kerusakan (Potter & Perry, 2013).

Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan

potensial yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian

tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan

rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,

perasaan takut dan mual (Judha, 2012).

2. Klasifikasi Nyeri

Kita harus mengetahui tipe-tipe dari nyeri, agar dapat menambah

pengetahuan dan membantu tenaga kesehatan khususnya perawat ketika

6
akan memberikan tindakan. Untuk menentukan tipe-tipe nyeri, kita dapat

melihatnya dari segi : (1) Durasi nyeri; (2) Tingkat keparahan dan

intensitas, seperti nyeri berat atau ringan; (3) Model transmisi, seperti

reffered pain (nyeri yang menjalar); (4) Lokasi Nyeri, superficial atau

dari dalam; (5) Kausatif, dari penyebab nyeri itu sendiri.

Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu :

a. Nyeri Akut

Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari

beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan

tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut

mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika

kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri

akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.

Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya

kurang dari satu bulan.Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri

pasca pembedahan (Meliala & Suryamiharja, 2007).

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern

yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung

di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat

dikaitakan dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat

tidak memiliki awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit

untuk diobati karena biasanya nyeri ini sering tidak memberikan

7
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya

(Wright &Baxter, 2007). Nyeri kronik ini juga sering di definisikan

sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih,

meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah

untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry,

2009).

3. Skala Penilaian Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat

sabjektif dan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh

dua orang yang berbeda (Andarmoyo, 2013). Skala nyeri adalah

gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan individu,

pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual serta

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda

oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan

objektif yang paling mugkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan pendekatan

objektif juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2007 dalam Andarmoyo, 2013).

Kedalaman dan kompleksitas teknik untuk penilaian nyeri

bervariasi. Idealnya, cara untuk penilaian ini mudah digunakan dan

mudah dimengerti oleh pasien, valid, sensitif serta dapat dipercaya.

8
Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengkaji

intensitas nyeri pada anak(Hockenberry & Wilson, 2009 ).

Visual Analog Scale (VAS) mengukur besarnya nyeri pada garis

sepanjang 10 cm. Biasanya berbentuk horizontal,tetapi mungkin saja

ditampilkannya secara vertikal. Garis ini digerakkan oleh gambaran

intensitas nyeri, misalnya: “no hurt”, sampai “worst hurt”. Baik skala

vertikal maupun horizontal merupakan pengukuran yang sama valid,

tetapi VAS yang vertikal lebih sensitif menghasilkan skor yang lebih

besar dan lebih mudah digunakan dari pada skala horizontal. VAS ini

dapat digunakan pada anak yang mampu memahami perbedaan dan

mengindikasikan derajat nyeri yang sedang dialaminya (Potter & Perry,

2013).

Gambar Visual analog scale (VAS)

Numerical Rating Scale (NRS) hampir sama dengan Visual Analog

Scale, tetapi memiliki angka-angka sepanjang garisnya. Angka 0-10 atau

0-100 dan anak diminta untuk menunjukkan rasa nyeri yang

dirasakannya. Skala Numerik ini dapat digunakan pada anak yang lebih

muda seperti 3-4 tahun atau lebih (Meliala & Suryamiharja, 2007).

Verbal Rating Scale(VRS) merupakan alat untuk menilai intensitas

nyeri yang digunakan dalam praktek klinis. VRS adalah skala ordinal,

9
biasanya digambarkan menggunakan 4-6 kata sifat untuk

menggambarkan peningkatan tingkat intensitas nyeri. Umumnya

menggunakan kata-kata umum seperti tidak nyeri (no pain) pada ujung

kiri akhir skala, kemudian diikuti dengan nyeri ringan, nyeri sedang

(tidak menyenangkan), nyeri berat (menyedihkan), nyeri sangat berat

(mengerikan), dan nyeri paling berat (menyiksa).

Nyeri yang tak terbayangkan pada ujung kanan akhir skala.

Kegunaan skala ini, pasien diminta untuk memilih kata yang

menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan. VRS terdiri dari empat

intensitas nyeri yang menggambarkan nyeri seperti tidak nyeri, nyeri

ringan, nyeri sedang, nyeri berat, setiap kata yang terkait dengan skor

jumlah semakin tinggi (0, 1, 2 dan 3).

Pasien diminta untuk menunjuk nomor berapa yang menggambarkan rasa

tidak menyenangkannya. Skala rating verbal dapat dibaca oleh pasien

atau diucapkan keras oleh pemeriksa, diikuti oleh jawaban pasien.

Metode ini mudah dipahami oleh pasien dengan gangguan nonkognitif

dan cepat dilakukan, namun alat ini tidak memiliki akurasi dan

sensitivitas (American Medical Association, 2010)

Gambar numeric pain rating scale

10
Dari skala diatas, tingkatan nyeri yang dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Skala 0 : tidak ada nyeri

Skala 1 : nyeri yang dirasakan sedikit

Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau

masih dapat ditolerir karena masih dibawah ambang rangsang

Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh,

ada yang sambil menekan pada bagian yang nyeri

Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali

dan klien tidak mampu melakukan kegiatan biasa

Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak

dapat lagi mengenal dirinya.

Instrumen dengan menggunakan Faces Pain Rating Scale terdiri

dari 6 gambar skala wajah yang bertingkat dari wajah yang tersenyum

untuk “no pain” sampai wajah yang berlinang air mata. Penjelasan Faces

Pain Rating Scale yaitu:

Nilai 0 : nyeri tidak dirasakan oleh anak

Nilai 2 : nyeri dirasakan sedikit saja

Nilai 4 : nyeri agak dirasakan oleh anak

Nilai 6 : nyeri yang dirasakan anak lebih banyak

11
Nilai 8 : nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan

Nilai 10: nyeri sekali dan anak menjadi menangis

Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan

sendiri rasa nyeri yang baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah

ada dan skala wajah ini baik digunakan pada anak usia prasekolah

(Hockkenberry & Wilson, 2009).

4. Respon Perilaku Anak terhadap Nyeri

Pemasangan infus merupakan salah satu intervensi yang diberikan

pada bayi dan anak yang mendapatkan therapi injeksi via infus misalnya

post operasi, atau pada anak yang mengalami gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit karena diare, demam berdarah, luka bakar dan

penyakit lainnya yang membutuhkan cairan pengganti dari cairan

tubuhnya yang hilang. Tindakan ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan

ketakutan pada anak.

Megel, Houser & Gleaves(1998) dalam menjelaskan bahwa

respon nyeri terdiri dari tiga elemen yaitu perilaku yang jelas terlihat

(overt behaviours), perilaku yang tersembunyi (covert behaviours) dan

responfisiologis. Perilaku yang jelas terlihat bisa diamati misalnya

menangis,menyeringai,menendang, berteriak dan menarik diri. Perilaku

yang tersembunyi diasosiakan dengan pikiran dan sikap terhadap

pengalaman nyeri yang dirasakannya. Sedang respon fisiologis berkaitan

dengan aktivasi sistem saraf simpatik dimana menyebakan pupil dilatasi,

berkeringat, perubahan tanda vital seperti peningkatan denyut nadi,

12
tekanan darah danpernafasan. Guyton (1999) setuju bahwa perubahan

fisiologis dalam tekanan darah , kecepatan pernafasan, tekanan darah,

telapak tangan berkeringat diobservasi sebagai respon anak terhadap

stimulus yang menyakitkan.

Pada anak usia prasekolah (3-6 tahun), psikoseksual anak pada

kelompok usia ini membuatnya sangat rentan terhadap ancaman cedera

tubuh. Prosedur intrusive, baik yang menimbulkan nyeri maupun yang

tidak, merupakan ancaman bagi anak usia prasekolah yang konsep

integritas tubuhnya belum berkembang baik. Anak prasekolah dapt

bereaksi terhadap injeksi sama khawatirnya dengan nyeri saat jarum

dicabut. Mereka takut intrusi atau pungsi tubuh tidak akan menutup

kembali dan “isi tubuh” mereka akan bocor keluar (Wong, 2009).

Reaksi nyeri pada masa prasekolah cenderung sama pada masa toddler,

meskipun beberapa perbedaan menjadi jelas. Agresi fisik dan verbal

lebih spesifik dan mengarah pada tujuan. Bukan menunjukkan resistensi

tubuh total, anak prasekolah malah mendorong orang yang akan

melakukan prosedur agar menjauh, mencoba mengamankan peralatan,

atau berusaha mengunci diri di tempat yang aman. Ekspresi verbal secara

khusus menunjukkan kemajuan perkembangan mereka dalam berespon

terhadap stress. Anak dpat menganiaya perawat secara verbal dengan

menggunakan kata-kata, “pergi dari sini” atau “ saya benci kamu”.

Mereka juga menggunakan lebih banyak pendekatan yang cerdik untuk

mempengaruhi orang tersebut agar menyerah dalam melakukakan

13
aktivitas yang dimaksud. Permintaan yang banyak digunakan adalah, “

Tolong saya jangan disuntik; Saya akan bersikap baik bila tidak

disuntik.”

Anak parsekolah dapat menunjukkan letak nyeri mereka dan

menggunakan skala nyeri dengan tepat. Anak-anak yang berusia 3 tahun

dapt menggunakan alat pengkajian yang menggunakan ekspresi wajah

terhadap nyeri.

Karakteristik perkembangan respon anak prasekolah terhadap nyeri

yaitu bisa menangis keras aatau berteriak; ekspresi verbal seperti “aduh”,

“auw”, “sakit”, memukul-mukulkan kaki atau lengan; berusaha

mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri terjadi; tidak kooperatif;

memerlukan restrain fisik; meminta agar prosedur dihentikan; bergelayut

pada orang tua, perawat, atau orang bermakna laainnya; memintaa

dukungan emosional, seperti pelukan atau bentuk lain kenyamanan fisik;

dpat menjadi gelisah dan peka terhadap nyeri yang berkelanjutan.

B. Pemasangan Infus Pada Anak

1. Pengertian

Pemasanganinfus atau terapi intravena adalah proses memasukkan

jarum IV catheterke dalam pembuluh darah vena yang kemudian

disambungkan dengan selang infus dan di alirkan cairan infus (Rosyidi,

2013). Terapi intravena adalah terapi medis yang dilakukan secara

invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplai

14
cairan, elektrolit, nutrisi, dan obat melalui pembuluh darah

(Potter&Perry, 2010).

Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui

jarum,langsung ke vena perifer.Biasanya cairan steril mengandung

elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien misalnya, glukosa, vitamin

atau obat (Brunner & Suddarth, 2010).

2. Tujuan Pemasangan Infus

Tujuan utama terapi intravena yaitu :

a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,

elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat

dipertahankan secara adekuat melalui oral.

b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa.

c. Memperbaiki volume komponen darah.

d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam

tubuh.

e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP).

f. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami

gangguan(Hidayat, 2008).

3. Indikasi Pemberian Terapi Intravena

Menurut Potter dan Perry (2010) indikasi pada pemberian terapi

intravenayaitu:pada seseorang denganpenyakit berat, pemberian obat

melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah,

misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis),

15
sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat

oral.Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau tidak dapat

menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan

seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti

rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit),

dan intramuskular (disuntikkan di otot).

4. Kontra indikasi Pemberian Terapi Intravena

Kontraindikasi pada pemberian terapi intravena yaitu :

a. Inflamasi dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini

akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena pada

tindakan hemodialisis.

c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil

yangaliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai

dan kaki) (Potter& Perry, 2010).

5. Lokasi Pemasangan Infus

Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal

tangan (vena supervisial dorsalis, vena basilika, vena sefalika), lengan

bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena

median lengan bawah, vena radialis), dan permukaan dorsal (vena

safena magna, ramusdorsalis).Tempat insersi/pungsi vena yang umum

digunakan adalah tangan dan lengan.Namun vena-vena superfisial di

kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak memungkinkan

16
dipasang di daerah tangan.Apabila memungkinkan, semua klien

sebaiknya menggunakan ekstremitas yang tidak dominan

(Potter&Perry, 2010).

6. Prosedur Pemasangan Infus

a. Mempersiapkan peralatan.

b. Menjelaskan prosedur pemasangan infus dan tujuan kepada

pasien.

c. Mencuci tangan.

d. Menyiapkan set infus.

e. Menutup klem.

f. Membiarkan ujung selang tertutup dengan plastik sampai infus

dipasang.

g. Melepaskan tutup pelindung dari botol cairan infus, masukkan

penusuk ke botol cairan infus.

h. Gantungkan botol cairan infus pada tiang infus dengan jarak 1

meter dari atas kepala klien.

i. Mengisi sebagian bilik tetes dengan cairan infus.

j. Membuka tutup pelindung.

k. Melepaskan klem.

l. Biarkan cairan mengalir sampai gelembung dikeluarkan.

m. Mengklem selang

n. Pasang kembali tutup selang.

17
o. Memilih tempat pungsi vena: vena yang tampak lurus tidak

berkelok-kelok dan tidak pada persendian.

p. Pasang torniquet 15-20 cm di atas tempat pungsi.

q. Pakai sarung tangan bersih.

r. Membersihkan area pungsi dengan alkohol, lakukan gerakan

melingkardari tengah ke luar

s. Masukkan kateter dengan tangan nondominan meregangkan kulit

di area penusukan jarum.

t. Memasukkan kateter jarum dengan kemiringan pada sudut 15

sampai 30 derajat.

u. Melepaskan torniquet.

v. Melepaskan tutup pelindung ujung distak selang.

w. Hubungkan selang infus ke kateter.

x. Memfiksasi kateter.

y. Memastikan ketepatan aliran infus sesuai dengan dosis yang di

berikan.

z. Berikan label meliputi tanggal, menuliskan waktu pemasangan

infus, menuliskan inisial perawat yang memasang infus (Kozier

et. Al, 2008).

7. Komplikasi Pemasangan Infus

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka

waktu yang lama akan meningkatkan kemungkinan terjadinya

komplikasi, yaitu:

18
a. Phlebitis

Phlebitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada

pembuluh darah yang ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak,

panas, indurasi pada daerah tusukan dan pengerasan sepanjang

pembuluh darah vena (Darmawan, 2008). Insiden phlebitis

meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena,

pemasangan jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya

mikroorganisme pada saat penusukan. Phlebitis yang

disebabkan oleh bakteri berasal dari teknik aseptik yang

kurang dari keterampilan perawat dalam memasang infus.

Karena kurangnya teknik aseptik saat pemasangan alat intavena

sehingga terjadi kontaminasi baik melalui tangan, cairan infus, set

infus, dan area penusukan (Wahyuni, 2008).

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan

di sekeliling tempat pungsi vena.Infiltrasi ditunjukkan dengan

adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan),

palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area

insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara

nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar

daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu

cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah

dengan memasang torniquet di atas atau di daerah proksimal dari

19
tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniquet tersebut

secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap

menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.

c. Iritasi Vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus,

kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi

karena cairan dengan pH tinggi, pHrendah atau osmolaritas yang

tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).

d. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke

jaringan di sekitar area insersi.Hal ini disebabkan oleh pecahnya

dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum

keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke

tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan.Tanda dan

gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada

tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

e. Trombosis

Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak

pada vena, dan aliran infus berhenti.Tombosis disebabkan oleh

injuri sel endotel dinding vena, dan pelekatan platelet.

f. Occlusion

Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran

ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak

20
nyaman pada area pemasangan/insersi.Occlusion disebabkan oleh

gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan

selang diklem terlalu lama.

g. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit

pucat di sekitar vena,aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka

maksimal.Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau

cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah

mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat (Hinlay, 2013).

C. Tindakan Kompres Dingin Dalam Mengatasi Nyeri

1. Pengertian

Kompres dingin adalah suatu tindakan memberikan rasa sensasi

dingin pada kulit baik kompres basah maupun kompres dingin kering

(Bucher dkk, 2011). Kompres dingin basah dilakukan pada bagian

tubuh untuk memberikan efek pendingin sistemik, sedangkan kompres

dingin kering diberikan untuk mendapatkan efek lokal dengan

menggunakan kantong es, sarung tangan es, kola es, dan kemasan

pendingin (cold pack) (Kozier & Erb, 2009). Kompres dingin

merupakan terapi non–farmakologi yang cocok diberikan sebelum

dilakukan pemasangan infus. Dingin yang berlebih akan menimbulkan

mati rasa sebelum rasa nyeri timbul. Kompres dingin dapat

menimbulkan efek anastesi lokal pada luka tusuk akibat pemasangan

infus (Potter & Perry, 2010). Stimulasi kutaneus atau terapi berbasis

21
suhu ini berupa kompres panas dan kompres dingin. Kompres pada

tubuh bertujuan untuk meningkatkan perbaikan dan pemulihan jaringan.

Efek panas dapat meredakan nyeri dengan meningkatkan relaksasi otot

sedangkan efek dingin dapat meredakan nyeri dengan memperlambat

kecepatan konduksi syaraf dan menghambat impuls saraf (Kozier & Erb

2009). Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik

dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri

yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin

bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi

persepsi nyeri (Price, 2008).

2. Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Nyeri

Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan

transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat.

Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan deta-A

berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri.

Kompres dingin akan menimbulkan efek analgetik dengan

memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang

mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja

adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi

persepsi nyeri (Kozier & Erb, 2009).

Efek fisologis pemberian kompres dingin (Potter & Perry, 2010) :

22
a. Vasokonstriksi (pembuluh darah menguncup) untuk menurunkan

aliran darah kedaerah tubuh yang mengalami cedera, mencegah

terbentuknya edema, mengurangi inflamasi.

b. Anestesi lokal untuk mengurangi nyeri lokal.

c. Metabolismesel menurun untuk mengurangi kebutuhan oksigen

padajaringan.

d. Viskositas darah meningkat untuk meningkatkan koagulasi darah

pada tempat cedera.

e. Ketegangan otot menurun yang berguna untuk menghilangkan

nyeri.

Terdapat suatu fenomena efek terapeutik maksimal pada kompres

dingin atau yang biasa disebut fenomena rebound, maksudnya adalah

kompres dingin ini akan membuat vasokontriksi maksimum ketika kulit

dikompres dibawah suhu 15oC. Diatas suhu 15oC sudah mulai terjadi

vasodilatasi (Kozier & Erb, 2009).

3. Cara Menggunakan Kompres Dingin Sebelum Tindakan Pemasangan

Infus (Kozier & Erb, 2009) :

a. Cuci tangan

b. Mengkaji vena yang akan dilakukan pungsi (tindakan

pemasangan infus)

c. Memberikan kompres dingin kering dengan menggunakan

coldpack selama 3 menit pada vena yang sudah dikaji

d. Memberitahu anak untuk tidak melepas kompresnya

23
e. Melepaskan kompres dingin sebelum prosedur

f. Melakukan prosedur pungsi vena (tindakan pemasangan infus)

4. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Memberikan Kompres

Dingin

a. Jangan gunakan es batu langsung pada luka, gunakan kompres es,

atau tempatkan beberapa es batu dalamkantong plastik (cold pack),

atau bungkus es dengan handukdan tempelkan pada daerah cedera.

b. Jika tejadi rasa kebal hentikan pengkompresan.

c. Perhatikan kulit pasien, kalau kulit pasien berwarna merah jambu

masih bisa dilakukan pengkompresan, tapi kalau kulit pasien

berwarna merah gelap metode ini tidak dapat dilanjutkan.

d. Pemberian metode ini tidak diberikan kepada pasien yang

mempunyai alergi dingin.

e. Melakukan kompres dingin harus hati-hati karena dapat

menyebabkan jaringan kulit mengalami nekrosis (kematian

jaringan). Untuk itu dianjurkan melakukan kompres dingin tidak

lebih dari 30 menit (Potter & Perry, 2010).

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep yang lainnya, atau variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang akan diteliti (Notoatmodjo,

2010).

Kerangka konsep adalah penjelasan tentang konsep yang

terkandung di dalam asumsi teoritis yang akan digunakan untuk

mengabstraksikan unsur yang terkandung di dalam fenomena yang akan di

teliti dan hubungan di antara konsep tersebut (Dharma, 2011).

Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

Variabel independen variabel dependen

Kompres dingin Saat pemasangan


terhadap penurunan nyeri infus pada anak usia
presekolah

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang perlu diuji

kebenarannya. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua

variabel yaitu variabel independen dan dependen. Dua jenis hipotesis,

yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) (Dharma, 2011).

25
1. Ha : pengaruh kompres dingin terhadap penurunan nyeri anak

pra sekolah saat pemasangan infuse Di Igd Rsud Kota Salatiga

2. Ho : tidak ada pengaruh kompres dingin terhadap penurunan

nyeri anak pra sekolah saat pemasangan infuse di Igd Rsud Kota

Salatiga

C. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni (True

Eksperimen) dengan rancangan posttest-only control design. Teknik

pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling (Riyanto, 2011).

D. Lokasi Penelitian

Tempat: Di IGD RSUD Dr. H Soewondo Kendal

E. Populasi dan sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan

diterapkan. Idealnya penelitian dilakukan pada populasi, karena dapat

melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil

penelitian akan diterapkan, namun peneliti dibatasi oleh karakteristik

demografi, waktu untuk menjangkau seluruh anggota populasi

(Dharma, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak

usia pra sekolah yang dipasang infuse di IGD KOTA SALATIGA .

2. Sampel

Sampel adalah sekelompok individu bagian dari populasi

terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau

26
melakukan pengamatan. Penelitian dilakukan pada sampel yang

terpilih dari populasi terjangkau (Dharma, 2011). Besar sampel

diambil adalah semua populasi

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang secara umum dimana subyek

penelitian dapat mewakili dari sampel penelitian yang memenuhi

syarat sampel (Riyanto, 2011), dimana kriteria inklusinya:

1. Anak usia Pra sekolah yaitu usia yang dilakukan pemasangan

infuse di IGD Kota Salatiga

2. Ibu yang memiliki anak usia prasekolah yang bersedia menjadi

responden.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah kriteria yang dimana subyek dari

suatu penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak

memenuhi syarat dari sampel penelitian (Riyanto, 2011), dimana

kriteria eksklusinya:

1. Ibu yang memiliki anak usia prasekolah yang di lakukan

pemasangan infuse di IGD rsud kota salatiga yang menolak

menjadi responden

2. Adanya luka terbuka dan luka masih terlihat bengkak yang

baru kurang dari 48 jam

27
F. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel (Sugiono,

2012) dalam penelitian ini menggunakan consecutive Sampling adalah

pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih semua responden

yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan (Dharma, 2011). Metode

pengambilan sampel yang digunakan yaitu non probability sampling yaitu

pemilihan sampel yang dilakukan tidak secara acak, menghasilkan peluang

yang tidak sama pada individu dalam populasi untuk terpilih menjadi

sampel. Anggota populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan

karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh

peneliti(Riyanto, 2011).

Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi,

bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam

suatu penelitian, misalnya jenis kelamin, berat badan, indeks massa

tubuh, kadar hemoglobin. Variabel penelitian dikembangkan dari

konsep atau teori dan hasil penelitian terdahulu sesuai dengan fenomena

atau masalah penelitian (Dharma, 2011).

a. Variabel Independent

Variabel independent adalah karakteristik dari subjek yang

menyebabkan perubahan pada variabel lain (Dharma, 2011).

28
Variabel independent pada penelitian ini adalah Pemberian

Kompres Hangat di Axilla dan di Femoralis

b. Variabel Dependent

Variabel dependent adalah variabel akibat pengaruh atau

perubahan yang terjadi pada variabel independent (Dharma, 2011).

Variabel dependent pada penelitian ini adalah Penurunan Suhu

Tubuh Pada Anak Demam Hiperpireksia

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan tentang hal apa saja

yang dijadikan indikator untuk mengukur variabel, bagaimana cara

pengukurannya, alat ukur yang digunakan, skala pengukuran, dan data

hasil pengukuran. Definisi operasional variabel menjelaskan tentang

pengertian variabel secara lebih operasional sebagai bentuk kongkrit

dari suatu konsep (Dharma, 2011).

No Variabel Definisi Alat dan cara Hasil ukur Skala

oprasional ukur
1. Variabel Suatu tindakan Menggunakan - -

independent memberikan es batu dan

Kompres sensasi dingin handuk

dingin pada kulit


2. Variabel Nyeri adalah Menggunakan Nilai 0: Ordinal

dependent perasaan wong beker tidak nyeri

penurunan subjektif yang pain rating Nilai 2 :

tidak bisa skale nyeri

29
nyeri diketahui oeh
dirasakan
Saat orang lain
sedikit saja
pemasangan
Nilai 4:
infuse pada
nyeri agak
anak usia
dirasakan
prasekolah
oleh anak

Nilai 6:

nyeri yang

dirasakan

anak lebih

banyak

Nyeri 8 :

nyeri yang

dirasakan

anak secara

keseluruha

Nilai 10 :

nyeri yang

dirasakan

anak secara

menjadi

menangis

30
G. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh

peneliti untuk mengobservasi, mengukuran atau menilai suatu

fenomena. Data yang diperoleh dari suatu pengukuran kemudian

dianalisis dan dijadikan sebagai bukti dari suatu penelitian (Dharma,

2011)

a. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data merupakan suatu alat yang

digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang

diamati (Sugiyono, 2013). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah es batu dan handuk yang digunakan untuk

kompres dingin.

H. Cara pengumpulan data

Cara pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data penelitian. Metode penelitian data sangat ditentukan

oleh jenis penelitian.

1. Data primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada peneliti, sumber data primer dan tehnik pengumpulan data lebih

banyak observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner

(angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya (sugiyono, 2010)

31
Pengumpulan data dengan cara observasi terhadap semua

responden di IGD, menghindari persoalan teknis yang berkaitan dengan

pelaksanaan pengumpulan data responden, maka membutuhkan

ketelitian dalam memberikan terapi, dimana peneliti akan memberikan

petunjuk dalam pemberian terapi kompres dingin dan akan mengadakan

pengawasan dan penjelasan kembali kepada orang tua responden.

Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, bisa lewat orang lain atau

dokumen (Sugiyono, 2010).

I. Analisa data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,

2012). Analisa univariat ini digunakan untuk mengetahui proporsi dari

masing-masing variabel penelitian variabel bebas yaitu pengaruh

kompres dingin terhadap penurunan nyeri pada anak usia prasekolah

saat dilakukan pemasangan infuse

Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari

dua variabel, biasanya berhubungan antara satu variabel terikat dengan

beberapa variabel bebas. Penelitian ini akan menggunakan uji statistik

32
Paired t-test yaitu untuk menguji beda mean dari dua hasil pengukuran

pada kelompok yang sama (Suyanto, 2011).

J. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan objek manusia tidak boleh

bertentangan dengan etika agar hak responden dapat terlindungi, penelitian

dilakukan dengan menggunakan etika sebagai berikut (Wasis, 2008):

1. Informed consent

Informed consent adalah cara persetujuan antara peneliti

dengan responden guna menghormati hak responden. Peneliti

memberikan lembar persetujuan kepada responden untuk dibaca dan

ditandatangani, peneliti tidak memaksa dan menghormati hak

responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Tanpa nama adalah kerahasiaan identitas tidak

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data dan

cukup memberikan kode.Peneliti menjaga kerahasiaan responden,

namun hanya menulis inisial pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality adalah kerahasiaan informasi yang telah

dikumpulkan dan kerahasiaan dari responden dijamin peneliti.Peneliti

menjaga kerahasiaan informasi responden dengan menyimpan hasil

kuesioner kedalam tempat yang terkunci.

4. Beneficence (manfaat)

33
Prinsip etika penelitian ini adalah memberikan manfaat

semaksimal mungkin dengan resiko seminimal mungkin. Prinsip ini

juga mencakup tidak melakukan hal-hal yang berbahaya bagi

responden penelitian.

5. Nonmaleficience (keamanan)

Peneliti memperhatikan segala unsur yang dapat

membahayakan dan hal-hal yang dapat merugikan responden mulai

dari awal penelitian.

6. Veracity (kejujuran)

Peneliti memberikan penjelasan kepada responden terkait

informasi penelitian yang dilakukan, hal ini dikarenakan penelitian

yang dilakukan berhubungan dengan aspek dalam diri responden

sehingga responden berhak untuk mengetahui segala informasi

penelitian.

7. Justice (keadilan)

Peneliti memberikan perlakuan yang sama pada setiap

responden tanpa membeda-bedakan.

34
BAB IV

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Yang Dicapai

Kompres dingin ini dilakukan selama 3 menit sebelum pasien

dilakukan pemasangan infuse, setelah selesai pemasangan infuse pasien di

Tanya dengan menggunakan pengukuran skala nyeri menggunakan wong

beker pain rating scale pasien bebas memiih sesuai dengan apa yang di

rasakan. Sebelumnya pasien sudah di beri tau kepada peneliti dengan

menunjukkan gambar beserta penjelasannya.

Kompres dingin merupakan terapi nonfarkologi yang cocok

diberikan sebelum dilakukan pemasangan infuse. Kompres dingin akan

menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri timbul, kompres dingin juga

dapat menimbulkan efek anastesi lokal pada luka tusuk akibat pemasangan

infuse.

35
Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak Usia

Prasekolah Saat Pemasangan Infus Di Igd Rsud Salatiga

Nama Umur Skala saat dilakukan kompres dingin


An K 5 tahun Pasien mengatakan skala 5
An A 5 tahun Pasien mengatakan nyeri 2
An H 5,5 tahun Pasien mengatakan nyeri 3

Nama Umur Skala tidak dilakukan kompres dingin


An Ab 5 tahun Pasien mengatakan skala 7
An Kz 5 tahun Pasien mengatakan nyeri 8
An w 5,8 tahun Pasien mengatakan skala 7

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa saat pasien diberikan

kompres dingin selama 3 menit sebelum dilakukan pemasangan infuse akan

mengalami nyeri lebih ringan dari pada yang tidak diberi kompres dingin. Dengan

data yang diperoleh dari 3 pasien yang di berikan kompres dingin mengatakan

nyeri di angka 2-5 dan yang tidak di berikan kompres dingin mengatakan nyeri di

angka 7-8.

BAB V

PEMBAHASAN

1. Penerapan Evidence Based Practice

36
Berdasarkan hasil penelitiaan menunjukan bahwa adannya

pengaruh kompres Dingin terhadap penurunan nyeri saat pemasangan

infus pada anak pra sekolah. Dengan data yang diperoleh pada 3 pasien

menunjukkan adanya penurunan nyeri pada saat pemasangan infus, setelah

dilakukan kompres dingin selama 3 menit.

Menurut Asriani (2017), menyebutkan kompres dingin selama 1-3

menit mampu menurunkan nyeri pada prosedur pemasangan infus anak

usia sekolah. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Fauzi dan

Hendayani (2013) yang menyatakan tentang mayoritas responden yang

diberikan kompres dingin selama 3 menit mengalami nyeri yang lebih

ringan.

Dalam bidang keperawatan kompres dingin banyak digunakan

untuk mengurangi rasa nyeri. Kompres dingin memberikan efek fisiologis

yakni menurunkan respon inflamasi, mengurangi nyeri bekerja dengan

cara melepaskan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri

(Potter & Perry, 2013).

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Indriyani (2013) yang meneliti tentang kompres dingin

dapat menurunkan nyeri anak usia sekolah saat pemasangan infus. Hasil

uji statistic dengan Anova menunjukkan ada perbedaan bermakna antara

pengaruh pada ketiga kelompok terhadap skala nyeri (p= 0,0001; α= 0,05)

dan hasil uji post hock menunjukkan bahwa pemberian kompres dingin

mempunyai mean difference paling besar yaitu 4,267.

37
Penelitian Nurchairiah (2015) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan intensitas nyeri setelah diberikan kompres

dingin antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pada

kelompok eksperimen rata-rata intensitas nyeri sebesar 4,47 dan pada

kelompok control intensitas nyeri lebih tinggi yaitu sebesar 7,27.

Penelitian Hendayani (2013) tentang pengaruh kompres dingin terhadap

tingkat nyeri pada prosedur invasif pemasangan infus anak usia sekolah di

RS Bendan Kota Pekalongan. Hasil penelitian didapatkan p value sebesar

0,002 ( a < 0,05) yang artinya ada pengaruh kompres dingin terhadap

tingkat nyeri pada prosedur invasif pemasangan infus anak usia sekolah di

RS Bendan Kota Pekalongan.

Berdasarkan jurnal yang telah dianalisis oleh penulis, hasil

penelitian menyatakan bahwa kompres dingin sangat sederhana dan

bermanfaat untuk menurunkan nyeri saat pemasangan infuse pada anak

usia pra sekolah.

2. Kelebihan Dan Kekurangan Selama Implementasi

1) Kelebihan

Pemberian kompres dingin merupakan tindakan nonfarmakologi yang

dapat dilakukan sebagai implemetasi keperawatan kepada pasien yang

38
sederhana tanpa mengeluarkan biaya lebih, dan mudah cara

aplikasinya dan hasilnya pun sangat efektif.

2) Hambatan/kekurangan

a. ada perawat yang mengatakan saat diberikan kompres dingin

pembuluh darah menjadi vasokontriksi.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

39
Berdasarkan Penerapan Evidence Based Practice yang dilakukan

penulis pada “Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak

Usia Pra Sekolah Saat Pemasangan Infuse Di Igd Rsud Salatiga ” didapatkan

kesimpulan sebagai berikut;

1. Ada pengaruh pemberian Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri

Pada Anak Usia Pra Sekolah Saat Pemasangan Infuse Di Igd Rsud

Salatiga.

2.

B. Saran

1. Bagi RSUD kota salatiga

Diharapkan pemberian kompres dingin saat pemasangan infus

terutama pada pasien anak dapat dijadikan standar dengan

menindaklanjuti pembuatan Standar Operasional Prosedur

pemasangan infus dengan pemberian kompres dingin.

2. Bagi profesi

kompres dingin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu tindakan

non farmakologi yang dapat menurunkan nyeri pada pasien anak yang

akan dilakukan tindakan pemasangan infus.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

diharapkan dapat melakukan penelitian terkait dengan penerapan

kompres dingin terhadap tindakan invasif yang lain pada anak, dan

mengkondisikan anak agar lebih kooperatif.

40

Anda mungkin juga menyukai