Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PADA TENAGA KESEHATAN


DALAM UPAYA PENCEGAHAN COVID-19 DI KABUPATEN PAMEKASAN

Nur holilah / 0117057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO

2021
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Nur holilah

Nim : 0117057

Program Studi : S1 Keperawatan

Tempat Tanggal Lahir : Pamekasan 31-Januari -1999

Menyatakan bahwa propoal skripsi yang berjudul :

“ Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Tenaga Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan
Covid-19 Di Kabupaten Pamekasan “ adalah bukan proposal skripsi orang lain baik sebagian
atau keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah di sebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila di


kemudian hari di temukan bahwa pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi
sesuai peraturan yang telah di tetapkan.

Pamekasan.........................
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Dengan Judul :

Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Tenaga Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan
Covid-19 Di Kabupaten Pamekasan

Oleh

Nur Holilah

0117057

Telah di setujui untuk du ujukan di hadapan penguji pada tanggal....................

Pembimbing I Pembimbing II

Sutomo, S Kep., Ns., M. MKes Nuris Kushayati, S Kep., Ns., M.MKes

NPP NPP

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Nur Chasanah. S.Kp., M.Kes

NPP : 10.02.184
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul Dan Prasarat Gelar

Halaman Penetapan Panitia Ujian

Halaman Persetujuan

Halaman Pernyataan

Halaman Kata Pengantar

Halaman Abstrak

Halaman Daftar Isi

Halaman Daftar Tabel

Halaman Daftar Gambar

Halaman Daftar Lampiran

Daftar Singkatan, Arti Lambang, Dan Istilah

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori

2.2 Kerangka Konseptual

2.3 Hipotesis Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian

3.2 Kerangka Kerja

3.3 Sampling Desain

3.3.1 Sampling

3.3.2 Sampel

3.3.3 Sampling

3.4.1 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Independent

3.4.2 Variabel Dependent

3.5 Definisi Opersional

3.6 Pengumpulan Data Dan Analisa Data

3.6.1 Pengumpulan Data

3.6.2 Analisa Data

3.7 Etika Penelitian

3.8 Keterbatasan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Data Umum

4.1.2 Data Khusus

4.2 Pembahasan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

5.2 Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di awal tahun 2020, dunia di gemparkan dengan merebaknya virus baru yaitu coronavirus
jenis baru ( SARS-CoV-2 ) dan penyakitnya disebut Coronavirus Disiase ( COVID-19 ).
Diketahui asal mula virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkog. Ditemukan di akhir
Desember akhir 2019. Sampai saat ini sudah di pastikan terdapat 65 negara yang telah
terjangkit virus satu ini. ( Data WHO. 1 Maret 2020 ) ( PDPI, 2020 )

Kejadian kasus Covid-19 terus bertambah dari hari ke hari sehingga petugas kesehatan
sebagai garis depan semakin tertekan karena meningkatnya beban kerja, mengkhawatirkan
kesehatan mereka, dan keluarga (Cheng et al., 2020). Satu hal yang dapat menyebabkan
petugas kesehatan akan mengalami peningkatan kecemasan, salah satunya adalah
kurangnya Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerjanya (Ramadhan, 2020). Petugas
kesehatan berisiko mengalami gangguan psikologis dalam merawat pasien Covid-19
karena perasaan depresi, penyebab utamanya adalah perlindungan diri yang masih kurang
dari kebutuhan petugas kesehatan (Lai et al., 2020).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 6 April 2020, jumlah penderita di
dunia adalah 1.278.523 yang terinfeksi kasus Covid-19. Dari 1,2 juta kasus positif korona,
69.757 (5,46%) pasien Covid-19 telah meninggal dan 266.732 (20,9%) orang telah
sembuh dari total kasus positif. Sedangkan di Indonesia, data terakhir tentang jumlah
kasus positif virus korona (Covid-19) masih menunjukkan peningkatan 2.491 kasus.
Tingkat kematian pasien Covid-19 juga terus meningkat 209 orang (8,39%) dan 192 orang
(7,70%) sembuh dari jumlah penderita positif. Dari perbandingan data tersebut bahwa di
Indonesia masih mengalami peningkatan dari jumlah kematian dan tingkat kesembuhan
pasien (WHO, 2020).

Menurut data dari Pusat Krisis Departemen Kesehatan (2020), jumlah penderita atau
kasus tertinggi di Provinsi DKI Jakarta adalah 1.232 positif. kasus, dengan 99 kematian
dan 65 orang pulih, Provinsi Jawa Barat dengan posisi kedua dengan 263 kasus positif, 29
meninggal dan 13 sembuh, dan Jawa Timur di tempat ketiga dengan 189 kasus positif, 14
meninggal dan 38 pulih. Sementara Provinsi Sulawesi Selatan menempati posisi keenam
dengan 113 kasus positif, 6 meninggal dan 19 pulih (Kemenkes. RI., 2020).
Ketersediaan alat pelindung diri untuk petugas kesehatan masih kurang, sehingga banyak
petugas kesehatan telah terpapar virus dan beberapa bahkan meninggal (Ramadhan, 2020).
Respon psikologis yang dialami oleh petugas kesehatan terhadap pandemi penyakit
menular semakin meningkat karena disebabkan oleh perasaan cemas tentang kesehatan
diri sendiri dan penyebaran keluarga (Cheng et al., 2020). Kecemasan adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dirasakan oleh seseorang dengan perasaan tidak pasti dan
tidak berdaya (Stuart, 2016). Rasa panik dan rasa takut merupakan bagian dari aspek
emosional, sedangkan aspek mental atau kognitif yaitu timbulnya gangguan terhadap
perhatian, rasa khawatir, ketidakteraturan dalam berpikir, dan merasa binggung (Ghufron
& Risnawita, 2014). Sehingga dari kejadian Covid-19 ini tenaga kesehatan merasa
tertekan dan khawatir.

Penelitian Cheng et al. (2020) menyatakan bahwa dari 13 partisipan mengalami


kecemasan karena persediaan pelindung belum terpenuhi saat melakukan tindakan kepada
pasien. Tenaga kesehatan merupakan kelompok yang sangat rentan terinfeksi covid-19
karena berada di garda terdepan penaganan kasus, oleh karena itu mereka harus dibekali
APD lengkap sesuai protokol dari WHO sehingga kecemasan yang dialami berkurang.
Menurut IASC (2020) penyebab tenaga kesehatan mengalami kecemasan yakni tuntutan
pekerjaan yang tinggi, termasuk waktu kerja yang lama jumlah pasien meningkat, semakin
sulit mendapatkan dukungan sosial karena adanya stigma masyarakat terhadap petugas
garis depan, alat perlindungan diri yang membatasi gerak, kurang informasi tentang
paparan jangka panjang pada orang-orang yang terinfeksi, dan rasa takut petugas garis
depan akan menularkan Covid-19 pada teman dan keluarga karena bidang pekerjaannya.

Hasil Penelitian Lai et al (2020) tentang tenaga kesehatan beresiko mengalami gangguan
psikologis dalam mengobati pasien Covid-19, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 50,4% responden memiliki gejala depresi dan 44,6% memiliki gejala kecemasan
karena perasaan tertekan. Hal yang paling penting untuk mencegah masalah kecemasan
adalah menyediakan alat pelindung diri yang lengkap, sehingga tenaga kesehatan dalam
menjalankan tugasnya tidak merasa khawatir dengan dirinya sendiri bahkan dengan
anggota keluarga mereka. Oleh karena itu, tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui
faktor yang paling berpengaruh terhadap kecemasan tenaga kesehatan dalam upaya
pencegahan Covid-19 di Kabupaten Pamekasan .
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Apakah ada faktor yang mempengaruhi kecemasan pada tenaga kesehatan dalam
upaya pencegahan covid-19 ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi kecemasan pada tenaga kesehatan dalam
upaya pencegahan covid-19 di kabupaten pamekasan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kecemasan pada tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan covid-
19 di kabupaten pamekasn
2. Mengidentifikasi alat pelindung diri pada tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan
covid-19 di kabupaten pamekasan.
3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi kecemasan pada tenaga kesehatan dalam
upaya pencegahan covid-19 di kabupaten pamekasan.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat dijadikan dasar dalam menerapkan ilmu keperawatan
dalam bidang keperawatan medikal bedah, khususnya faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan covid-19 di kabupaten
pamekasan.
1.4.2 Manfaat Praktik
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan pengembangan pelayanan keperawatan yang lebih berkualitas dan juga,
penelitian yang disusun diharapkan dapat digunakan untuk membantu praktisi
kesehatan dalam mengurangi angka kejadian kecemasan pada tenaga kesehatan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan tambahan referensi sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa
sebagai acuan untuk mengembangkan lebih jauh mengenai kejadian kecemasan pada
tenaga kesehatan.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengalaman dalam melaksanakan
penelitian dan memotivasi peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya bidang keperawatan.
4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Menjadi tambahan referensi untuk melakukan healtd education dalam mengurangi
angka kejadian kecemasan pada tenaga kesehatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI


2.1.2 Pengertian Kecemasan ( Anxiety )
Kecemasan merupakan emosi subjektif yang membuat individu tidak nyaman, ketakutan
yang tidak jelas dan gelisah, dan di sertai respon otonom. Kecemasan juga merupakan
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar berkaitan dengan perasaantidak pasti dan
tidak berdaya ( Stuart, 2017 ). Sedangkan menurut Hawari ( 2016 ) kecemasan adalah
gangguan alam sadar ( effective ) yang di tandai dengan perasan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalamdan berkelanjutan, tidak mengaami gangguan dalam menilai
realitas ( Reality Testing Abiity / RTA ) masih baik, kepribadian masih tetap utuh ( tidak
mengalami keretakan kepribadian / spitting of personality ). Perilaku dapat terganggu tapi
masih dalam batas normal.
Ada pula yang berpendapat bahwa kecemasan ( Ansietas ) adalah manifestasi dari
berbagai proses emosi yang bercampur baur dan terjadi ketika mengalami tekanan
perasaan ( frustasi ) dan bertentangan batin ( Hawari , 2016 ). Selain itu kecemasan adalah
situasi yang mengancam,dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,
perubahan, pengalam baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan
identitas diri dan arti hidup ( Fitri, 2015 )
Ansietas adalah perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi
bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan
menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi dalam
kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis yaitu ansietas
atau kecemasan ( Sutejo, 2018 )
2.1.3 Macam-macam kecemasan

Menurut Zaviera (2016 ) macam-macam kecemasan yaitu diantaranya :


1. Kecemasan Obyektif ( realistic ) ialah jenis kecemasan yang berorientasi pada aspek
bahaya-bahaya dari luar seperti misalnya melihat atau mendengar sesuatu yang dapat
berakibat buruk.
2. Kecemasan Neorosis adalah suatu bentuk jenis kecemasan yang apabila insting pada
panca indra tidak dapat di kendalikan dan menyebabkan seseorang berbuat sesuatu
yang dapat di kenakan sanksi hukum.
3. Kecemasan Moral adalah jenis kecemasan yang timbul dari perasaan sanubari terhadap
perasaan berdosa apabila seseorang melakukan sesuatu yang salah.
2.1.4 Gejala Kecemasan
Menurut Sutejo ( 2018 ) tanda dan gejala pasien dengan ansietas adalah cemas, khawatir,
firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri serta mudah tersinggung, pasien merasa
tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut, pasien mengatakan takut bila sendiri atau
pada keramain dan banyak orang, mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang
menegangkan.
2.1.5 Tahapan Kecemasan.
Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu ringan, sedang, berat dan panik
( Stuart dan Laraia, 2015 ). Semakin tinggi tingkat kecemasan individu maka akan
mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan berbeda dengn rasa takut yang
merupakan peniaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan merupakan masalah psikiatri
yang paling sering terjadi, tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut
( Stuart, 2017 ) :
1.) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
cemas menyebabkan individu menjadi waspada, menajamkan indra dan meningkatkan
lapang persepsinya.
2.) Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada suatu hal yang
mempersempit lapang pesepsi individu. Individu menjadi tidak perhatian yang selektif
namun dapat berfokuas pada lebih banyak area.
3.) Kecemasan berat, mengurangi lapang persepsi individu. Individu berfokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan, individu perlu banyak arahan untuk berfokus
pada area lain.
4.) Tingkat panik ( sangat berat ) dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,
ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsi, karena mengalami
kehilangan kendali. Individu yang mencapai tingkat ini tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disordinasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untukberhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional.
2.1.6 Etiologi Kecemasan.

Menurut Doengoes ( 2015 ) kecemasan disebabkan faktor patofisiologis maupun faktor


situasional. Penyebab kecemasan tidak spesifik bahkan tidak di ketahui oleh individu.
Perasaan cemas di ekspresikan secara lansung melalui perubahan fisiologis dan perilaku,
dapat juga di ekspresikan secara tidak langsug melalui timbulnya gejala dan mekanisme
koping sebagai upaya melawan kecemasan.

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi


kecemasan menurut Stuart ( 2017 ) antara lain :

1.) Faktor predisposisi


a.) Teori psikoanalisis
Pandannga teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas merupakan konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif , sedangkan superego
mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan dan fungsi
kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b.) Teori interpersonal
Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga behubungan
engan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah rentan
mengalami kecemasan yang berat.
c.) Teori perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk frustasi. Frutasi
merupakan segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu untuk mencapai
tujuan yang diinginkan dan dikarakteristikkan sebagi suatu dorongan yang
dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori pembelajaran meyakini individu
yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering
menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik memandang
cemas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan.
Kecemasan terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan
kecemasan konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan perasaan
tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
d.) Teori kajian keluarga
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi didalam keluarga.
Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan
depresi.
e.) Teori biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam
gamma aminobutyricacid (GABA). GABA berperan penting dalam mekanisme
biologi yang berhubungan dengan cemas.
Kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan di keluarga memiliki efek
nyata sebagai predisposisi kecemasan. Cemas disertai dengan gangguan fisik
yang menurunkan kemampuan individu mengatasi stresor. Kecemasan
diperantarai oleh sistem kompleks yang melibatkan system limbik, pada organ
amigdala dan hipokampus, talamus, korteks frontal secara anatomis dan
norepinefrin (lokus seruleus), serotonin (nukleus rafe dorsal) dan GABA (reseptor
GABAA berpasangan dengan reseptor benzodiazepin) pada system neurokimia.
Hingga saat ini belum diketahui secara jelas bagaimana kerja dari masing-masing
bagian tersebut dalam menimbulkan kecemasan (Tomb, 2015).
Setiap perubahan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres
disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan
(Ibrahim, 2016). Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan antara
lain faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Faktor predisposisi
kecemasan pada pasien pre operasi yang paling berpengaruh merupakan faktor
psikologis, terutama ketidakpastian tentang prosedur dan operasi yang akan
dijalani (Gant dan Cunningham, 2015).

2.) Faktor presipitasi


Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada situasi dan hubungan
interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi kecemasan menurut
Stuart (2017), yaitu :

a. Faktor eksternal

1.) Ancaman integritas diri


Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar
(penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan).

2.) Ancaman sistem diri


Antara lain: ancaman terhadap identitas diri, harga diri, hubungan interpersonal,
kehilangan, dan perubahan status dan peran.
b. Faktor internal
1.) Potensial stressor
Stresor psikososial merupakan keadaan yang menyebabkan perubahan dalam
kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi.
2.) Maturitas
Kematangan kepribadian inidividu akan mempengaruhi kecemasan yang
dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai daya adaptasi yang
lebih besar terhadap kecemasan.
3.) pendidikan
Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Semakin
tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin mudah berpikir rasional dan
menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan mempermudah individu
dalam menguraikan masalah baru.

4.) Respon koping


Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan.
Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab
terjadinya perilaku patologis.
5.) Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan individu
mudah mengalami kecemasan.
6.) Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah kelelahan fisik. Kelelahan
fisik yang dialami akan mempermudah individu mengalami kecemasan.

7.) Tipe kepribadian


Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat
kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian B. Individu dengan tipe
kepribadian A memiliki ciri-ciri individu yang tidak sabar, kompetitif, ambisius,
ingin serba sempurna, merasa diburuburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat
tenang, mudah tersinggung dan mengakibatkan otot-otot mudah tegang. Individu
dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe
kepribadian A. Tipe kepribadian B merupakan individu yang penyabar, tenang,
teliti dan rutinitas.

8.) Lingkungan dan situasi


Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami kecemasan
dibandingkan di lingkungan yang sudah dikenalnya.
9.) Dukungan sosial
Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber koping individu. Dukungan
sosial dari kehadiran orang lain membantu seseorang mengurangi kecemasan
sedangkan lingkungan mempengaruhi area berfikir individu.
10.) Usia
Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia yang lebih tua.

11.) Jenis kelamin


Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami wanita daripada pria.
Adanya dampak negatif dari kecemasan merupakan rasa khawatir yang
berlebihan tentang masalah yang nyata maupun potensial. Keadaan cemas akan
membuat individu menghabiskan tenaganya, menimbulkan rasa gelisah, dan
menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi
interpersonal maupun hubungan sosial

2.2 Konsep Teori APD ( Alat Pelindung Diri )

2.2.2 Pengertian Alat Peindung Diri


Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang
terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya dari
cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit. Apabila digunakan dengan benar, APD
bertindak sebagai penghalang antara bahan infeksius (misalnya virus dan bakteri) dan
kulit, mulut, hidung, atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan dan pasien. Penghalang
memiliki potensi untuk memblokir penularan kontaminan dari darah, cairan tubuh, atau
sekresi pernapasan. Selain itu praktik pengendalian infeksi lainnya seperti mencuci tangan,
menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol, dan menutupi hidung dan mulut saat
batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, dapat meminimalkan
penyebaran infeksi dari satu orang ke orang lain. Penggunaan APD yang efektif mencakup
pemindahan dan atau pembuangan APD yang terkontaminasi dengan benar untuk
mencegah terpaparnya pemakai dan orang lain terhadap bahan infeksius.
Pada pemilihan APD yang tepat, perlu mengidentifikasi potensial paparan penularan yang
ditimbulkan serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan digunakan di tempat
kerja dimana potensial bahaya tersebut mengancam pada petugas kesehatan di Rumah
Sakit.

2.2.3 Jenis- Jenis APD ( Alat Pelindung Diri )


Jenis APD yang direkomendasikan untuk disediakan dalam penanganan COVID-19
adalah:
1. Masker bedah (surgical/facemask)
Masker bedah terdiri dari 3 lapisan material dari bahan non woven (tidak di jahit), loose -
fitting dan sekali pakai untuk menciptakan penghalang fisik antara mulut dan hidung
pengguna dengan kontaminan potensial di lingkungan terdekat sehingga efektif untuk
memblokir percikan (droplet) dan tetesan dalam partikel besar.

Gambar 1. Masker bedah (facemask) (sumber : FDA, 2020)


2. Masker N95
Masker N95 terbuat dari polyurethane dan polypropylene adalah alat pelindung
pernapasan yang dirancang dengan segel ketat di sekitar hidung dan mulut untuk
menyaring hampir 95 % partikel yang lebih kecil < 0,3 mikron. Masker ini dapat
menurunkan paparan terhadap kontaminasi melalui airborne.

Gambar 2. Masker N95, (Sumber : FDA,2020)


3. Pelindung Wajah (Face Shield)
Pelindung wajah umumnya terbuat dari plastik jernih transparan, merupakan pelindung
wajah yang menutupi wajah sampai ke dagu sebagai proteksi ganda bagi tenaga kesehatan
dari percikan infeksius pasien saat melakukan perawatan.

Gambar 3. Pelindung wajah (face shield)

4. Pelindung Mata (Goggles)


Pelindung mata berbentuk seperti kaca mata yang terbuat dari plastik digunakan sebagai
pelindung mata yang menutup dengan erat area sekitarnya agar terhindar dari cipratan
yang dapat mengenai mukosa.Pelindung mata/goggles digunakan pada saat tertentu seperti
aktifitas dimana kemungkinan risiko terciprat /tersembur, khususnya pada saat prosedur
menghasilkan aerosol, kontak dekat berhadapan muka dengan muka pasien COVID-19.

Gambar 4. Pelindung Mata (goggles)


5. Gaun (gown)
Gaun adalah pelindung tubuh dari pajanan melalui kontak atau droplet dengan cairan dan
zat padat yang infeksius untuk melindungi lengan dan area tubuh tenaga kesehatan selama
prosedur dan kegiatan perawatan pasien. Persyaratan gaun yang ideal antara lain efektif
barrier (mampu mencegah penetrasi cairan), fungsi atau mobilitas, nyaman, tidak mudah
robek, pas di badan (tidak terlalu besar atau terlalu kecil), biocompatibility (tidak toksik),
flammability, odor, dan quality maintenance. Jenis gaun antara lain gaun bedah, gaun
isolasi bedah dan gaun non isolasi bedah. Menurut penggunaannya, gaun dibagi menjadi 2
yaitu gaun sekali pakai (disposable) dan gaun dipakai berulang (reuseable).
a. ) Gaun sekali pakai
Gaun sekali pakai (disposable) dirancang untuk dibuang setelah satu kali pakai dan
biasanya tidak dijahit (non woven) dan dikombinasikan dengan plastik film untuk
perlindungan dari penetrasi cairan dan bahan yang digunakan adalah synthetic fibers
(misalnya polypropylene, polyester, polyethylene).
b. ) Gaun dipakai berulang (reuseable)
Gaun dipakai berulang terbuat dari bahan 100% katun atau 100% polyester, atau
kombinasi antara katun dan polyester. Gaun ini dapat dipakai berulang maksimal
sebanyak 50 kali dengan catatan tidak mengalami kerusakan.
I II

Gambar 5.I : Gaun isolasi bedah (area A,B, dan C merupakan area kritikal tingkat
tinggi); II : gaun bedah (area A dan B merupakan area kritikal tingkat tinggi )
(Sumber : CDC, 2020)

6. Celemek (apron)
Apron merupakan pelindung tubuh untuk melapisi luar gaun yang digunakan oleh petugas
kesehatan dari penetrasi cairan infeksius pasien yang bisa terbuat dari plastik sekali pakai
atau bahan plastik berkualitas tinggi yang dapat digunakan kembali (reuseable) yang tahan
terhadap klorin saat dilakukan desinfektan.

Gambar 6. Apron
7. Sarung Tangan
Sarung tangan dapat terbuat dari bahan lateks karet, polyvinyl chloride (PVC), nitrile,
polyurethane, merupakan pelindung tangan tenagakesehatan dari kontak cairan infeksius
pasien selama melakukan perawatan pada pasien. Sarung tangan yang ideal harus tahan
robek, tahan bocor, biocompatibility (tidak toksik) dan pas di tangan. Sarung tangan yang
digunakan merupakan sarung tangan yang rutin digunakan dalam perawatan, bukan sarung
tangan panjang.

Gambar 7. Sarung tangan


8. Pelindung Kepala
Penutup kepala merupakan pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari percikan
cairan infeksius pasien selama melakukan perawatan. Penutup kepala terbuat dari bahan
tahan cairan, tidak mudah robek dan ukuran nya pas di kepala tenaga kesehatan. Penutup
kepala ini digunakan sekali pakai.

Gambar 8. Penutup Kepala

9. Sepatu pelindung
Sepatu pelindung dapat terbuat dari karet atau bahan tahan air atau bisa dilapisi dengan
kain tahan air, merupakan alat pelindung kaki dari percikan cairan infeksius pasien selama
melakukan perawatan. Sepatu pelindung harus menutup seluruh kaki bahkan bisa sampai
betis apabila gaun yang digunakan tidak mampu menutup sampai ke bawah.

Gambar 9. Sepatu pelindung

2.2.4 Penggunaan APD ( Alat Pelindung Diri )


Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi :
1. Tetapkan indikasi penggunaan APD dengan mempertimbangkan:
a. Risiko terpapar
Alat pelindung diri digunakan oleh orang yang berisiko terpajan dengan pasien atau
material infeksius seperti tenaga kesehatan, petugas kebersihan, petugas instalasi sterilisasi
, petugas laundri dan petugas ambulans di Fasyankes.
b. Dinamika transmisi.
1) Transmisi penularan COVID-19 ini adalah droplet dan kontak.
APD yang digunakan antara lain :
a. Gaun /gown,
b. Sarung tangan,
c. Masker N95/bedah,
d. Pelindung kepala
e. Pelindung mata (goggles)
f. Sepatu pelindung
Catatan: APD di atas bisa ditambah dengan penggunaan
pelindung wajah (face shield)
2) Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang memicu terjadinya aerosol seperti
intubasi trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusitasi jantung paru, ventilasi
manual sebelum intubasi, nebulasi dan bronskopi, pemeriksaan gigi seperti scaler
ultrasonic dan high-speed air driven, pemeriksaan hidung dan tenggorokan, pengambilan
swab. APD yang digunakan antara lain:
a) Gaun/gown,
b) Sarung tangan,
c) Masker N95,
d) Pelindung kepala,
e) Pelindung mata (goggles)
f) Pelindung wajah (face shield)
g) Sepatu pelindung
Catatan: APD di atas bisa ditambah dengan penggunaan apron,
2. Cara “ memakai “dengan benar
3. Cara “melepas” dengan benar
4. Cara mengumpulkan (disposal) setelah di pakai.
APD yang dipakai untuk merawat pasien terduga atau terkonfirmasi Covid- 19 harus
dikategorikan sebagai material infeksius. Tidak diperlukan prosedur khusus dan
penanganannya sama dengan linen infeksius yanglain. Semua APD baik disposable atau
reuseable harus dikemas secara terpisah (dimasukkan ke dalam kantong plastik infeksius
atau tempat tertutup) yang diberi label dan anti bocor. Hindari melakukan hal-hal di bawah
ini :
a. Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain (misal di atas loker atau di atas
meja).
b. Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke kantong plastik infeksius atau
tempat tertutup.
c. Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup berisikan APD terlalu penuh

2.2.5 Cara Pemakaian Dan Pelepasan APD


a. Langkah – Langkah Pemakaian Apd Gaun / Gown
1.) Petugas kesehatan masuk ke antero room, setelah memakai scrub suit di ruang ganti
2.) Cek APD untuk memastikan APD dalam keadaan baik dan tidak rusak
3.) Lakukan kebersihan tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer dengan
menggunakan 6 langkah
4.) Kenakan sepatu pelindung (boots). Jika petugas menggunakan sepatu kets atau
sepatu lainnya yang tertutup maka petugas menggunakan pelindung sepatu (shoe covers)
dengan cara pelindung sepatu dipakai di luar sepatu petugas dan menutupi celana
panjang petugas
5.) Pakai gaun bersih yang menutupi badan dengan baik dengan carapertama
memasukkan bagian leher kemudian mengikat tali ke belakang dengan baik. Pastikan tali
terikat dengan baik
6.) Pasang masker bedah dengan cara letakkan masker bedah didepan hidung dan mulut
dengan memegang ke dua sisi tali kemudian tali diikat ke belakang.
7.) Pasang pelindung mata (goggles) rapat menutupi mata
8.) Pasang pelindung kepala yang menutupi seluruh bagian kepala dan telinga dengan
baik.
9.) Pasang sarung tangan dengan menutupi lengan gaun Petugas sudah siap untuk masuk
ke ruang perawatan pasien Covid19
b. Langkah – Langkah Pemakaian APD Dengan Coverall
1.) Petugas kesehatan masuk ke antero room, setelah memakai scrub suit di ruang ganti
2.) Cek APD untuk memastikan APD dalam keadaan baik dan tidak rusak
3.) Lakukan kebersihan tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer dengan
menggunakan 6 langkah
4.) Kenakan sepatu pelindung (boots). Jika petugas menggunakan sepatu kets atau sepatu
lainnya yang tertutup maka petugas menggunakan pelindung sepatu (shoe covers) dengan
cara pelindung sepatu dipakai di luar sepatu petugas atau jika coverall tertutup sampai
sepatu petugas maka tidak perlu menggunakan
pelindung sepatu
5.) Pakai Coverall bersih dengan zipper yang dilapisi kain berada di bagian depan tubuh.
Coverall menutupi area kaki sampai leher dengan baik dengan cara memasukkan bagian
kaki terlebih dahulu, pasang bagian lengan dan rapatkan coverall di bagian tubuh dengan
menaikkan zipper sampai ke bagian leher, Hood atau pelindung kepala dari coverall
dibiarkan terbuka di belakang leher.
6.) Pasang masker bedah dengan cara letakkan masker bedah didepan hidung dan mulut
dengan memegang ke dua sisi tali kemudian tali diikat ke belakang.
7.) Pasang pelindung kepala yang menutupi seluruh bagian kepala dan telinga dengan
baik
8.) Pasang pelindung mata (goggles) rapat menutupi mata
9.) Pasang sarung tangan dengan menutupi lengan gaun
Petugas sudah siap untuk masuk ke ruang perawatan pasien Covid19.
c . Langkah – Langkah Pelepasan Apd Dengan Menggunakan Gaun:
1.) Petugas kesehatan berdiri di area kotor
2.) Lepaskan sarung tangan dengan cara mencubit sedikit bagian luar sambil di tarik
mengarah ke depan kemudian lipat di bagian ujung dalam sarung tangan dan lakukan yang
sama di sarung tangan berikutnya dan secara bersama di lepaskan kemudian dimasukkan
ke tempat sampah infeksius.
3.) Buka gown perlahan dengan membuka ikatan tali di belakang kemudian merobek
bagian belakang leher lalu tangan memegang sisi bagian dalam gown melipat bagian luar
ke dalam dan usahakan bagian luar tidak menyentuh pakaian petugas lalu dimasukkan ke
tempat sampah infeksius
4.) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah.
5.) Buka pelindung kepala dengan cara memasukkan tangan ke sisi bagian dalam
pelindung kepala di mulai dari bagian belakang kepala sambil melipat arah dalam dan
perlahan menuju ke bagian depan dengan mempertahankan tangan berada di sisi bagian
dalam pelindung kepala kemudian segera masukkan ke tempat sampah
Infeksius.
6.) Buka pelindung mata (goggles) dengan cara menundukkan sedikit kepala lalu pegang
sisi kiri dan kanan pelindung mata (goggles) secara bersamaan, lalu buka perlahan
menjauhi wajah petugas kemudian goggles di masukkan ke dalam kotak tertutup.
7.) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah
8.) Buka pelindung sepatu dengan cara memegang sisi bagian dalam dimulai dari bagian
belakang sepatu sambil melipat arah dalam dan perlahan menuju ke bagian depan dengan
mempertahankan tangan berada di sisi bagian dalam pelindung sepatu kemudian segera
masukkan ke tempat sampah infeksius
9.) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah
10.) Lepaskan masker bedah dengan cara menarik tali masker bedah secara perlahan
kemudian dimasukkan ke tempat sampah infeksius.
11.) Setelah membuka scrub suit, petugas harus segera mandi untuk selanjutnya memakai
baju biasa.
d. Langkah – Langkah Pelepasan APD Dengan Menggunakan Coverall:
1.) Petugas kesehatan berdiri di area kotor
2.) Buka hood atau pelindung kepala coverall dengan cara buka pelindung kepala di mulai
dari bagian sisi kepala, depan dan kemudian perlahan menuju ke bagian belakang kepala
sampai terbuka (keterangan di hal 23)
3.) Buka coverall perlahan dengan cara membuka zipper dari atas ke bawah kemudian
tangan memegang sisi dalam bagian depan coverall
sambil berusaha membuka perlahan dari bagian depan tubuh, lengan dengan perlahan
sambil bersamaan membuka sarung tangan kemudian dilanjutkan ke area yang menutupi
bagian kaki dengan melipat bagian luar ke dalam dan selama membuka coverall selalu
usahakan menjauh dari tubuh petugas kemudian setelah selesai, coverall dimasukkan ke
tempat sampah infeksius
4.) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah
5.) Buka pelindung mata (goggles) dengan cara menundukkan sedikit kepala lalu pegang
sisi kiri dan kanan pelindung mata (goggles) secara bersamaan, lalu buka perlahan
menjauhi wajah petugas kemudian goggles dimasukkan ke dalam kotak tertutup
6.) Lepaskan masker bedah dengan cara menarik tali masker bedah secara perlahan
kemudian dimasukkan ke tempat sampah infeksius (keterangan di hal 23)
7.) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer menggunakan 6 langkah
8.) Setelah membuka scrub suit, Petugas segera membersihkan tubuh/mandi untuk
selanjutnya menggunakan kembali baju biasa.

2.2.6 APD Dalam Penanganan Jenazah Pasien Covid-19


1. APD minimum pada saat tidak dilakukan otopsi
a. Sarung tangan on steril (nitrile gloves) saat menangani material yang berpotensi
infeksius.
b. Jika pada petugas terdapat luka di kulit, setelah sarung tangan non steril (nitrile
gloves) kenakan sarung tangan rumah tangga.
c. Gaun yang bersih, lengan panjang dan tahan air untuk melindungi kulit dan baju.
d. Gunakan face shield atau masker bedah (facemask) dengan goggles untuk
melindungi wajah, mata, hidung dan mulut dari percikan cairan tubuh pasien yang
berpotensi infeksius.
2. APD minimum pada saat dilakukan otopsi :
a. Kenakan sarung tangan bedah dua lapis / dobel yang disisipkan dengan lapisan
sarung tangan yang tahan goresan pisau
b. Gaun yang bersih, lengan panjang dan tahan air untuk melindungi kulit dan baju
dengan apron tahan air
c. goggles atau face shield
d. Masker N95 sekali pakai atau yang lebih tinggi :Powered, air-purifying respirators
(PAPRs) dengan HEPA filters dapat disediakan untuk meningkatkam keamanan
petugas selama melakukan prosedur otopsi lebih dalam Surgical scrub, pelindung
sepatu dan pelindung kepala digunakan secara rutin.
Lepaskan APD secara hati-hati untuk menghindari kontaminasi terhadap diri sendiri.
APD setelah dilepas, dibuang di tempat laundri atau tempat sampah infeksisus.

2.3 Kerangka Konseptual.


Kerangka Konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati
atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Nursalam, 2015). Kerangka konsep
akan membantu peneliti dalam menghubungkan
hasil penemuan dengan teori. Kerangka konsep Kecemasan sedang

pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar


berikut :
Kecemasan berat

Tingkat panik
Kecemasan ( sangat berat )
ringan
kecemasan pada tenaga kesehatan
dalam upaya pencegahan covid-
19

Faktor predisposisi :
1. Teori psikoanalisis
2. Teori interpersonal
3. Teori perilaku
4. Teori keluarga
5. Teori biologis
Faktor presipitasi :
1. Faktor internal
2. Faktor eksternal
Gambar :
Keterangan :

: di uji

: tidak diuji

2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan yang diperlukan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan
penelitian, yang harus di uji kasahihannya secara empiris (Nursalam, 2015). Hipotesis
dapat dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sangat sementara. Sehubungan dengan
pendapat itu penulis berkesimpulan bahwa hipotesis adalah merupakan suatu jawaban atau
dugaan sementara yang bisa dianggap benar dan bisa dianggap salah, sehingga
memerlukan pembuktian dari kebenaran hipotesis tersebut melalui penelitian yang akan
dilakukan.
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :
H1 = Ada hubungan kecemasan dengan ketersediaan alat pelindung diri pada tenaga
kesehatan kabupaten pamekasan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Berdasarkan permasalah dan tujuan yang hendak dicapai,maka jenis penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif dengan metode analitik observasional merupakan penelitian yang
menjelaskan adanya hubungan antara variabel melalui pengujian hipotesa. Penelitian ini
menggunakan pendekatan cross sectional yang digunakan untuk meneliti suatu kejadian
pada waktu yang bersamaan,sehingga variabel dependen dan variabel independen diteliti
secara bersamaan.
3.2 Kerangka Kerja

POPULASI
Target : Tenaga kesehatan yang bertugas dalam upaya pencegahan covid-19 yang
bertugas di pusat kesehatan masyarakat kabupaten pamekasan berusia 21-50 tahun
sebanyak 63 orang
Terjangkau : 43 responden yang mengembalikan kuesioner berbasis online di kabupaten
pamekasan.

SAMPEL
Tenaga kesehatan yang bertugas dalam uapaya pencegahan covid-19 di kabupaten
pamekasan sebanyak 43 orang

SAMPLING
Probability sampling dengan teknik pengambilan sampel cluster random sampling
PENGUMPULAN DATA
Kuesioner

ANALISA DATA

Penyajian Dan Hasil Pembahasan

3.3 Sampling Desain

Simpulan Dan Saran

3.3.1 populasi
Populasi adaah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan
kemudian ditarik kesimpulannya ( Notoatmodjo, 2015 ). Populasi penelitian ini adalah
tenaga kesehatan yang bertugas dalam uapaya pencegahan covid-19 di kabupaten
pamekasan sebanyak 43 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi yang bisa dijangkau dan dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian yaitu sebagian tenaga kesehatan yang bertugas
dalam upaya pencegahan covid-19. Dari 65 jumlah populasi tenaga kesehatan yang
menjadi sasaran dalam subjek penelitian terdapat 43 orang yang mengembalikan kuesioner
berbasis online yang di ambil secara acak di setiap layanan kesehatan. Sehingga jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 43 orang yang bersedia menjadi sampel dalam
penelitian ini. Kriteria responden yng dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah tenaga
kesehatan aktif yang bertugas, tenaga kesehatan yang berusia 21 tahun hingga 50 tahun,
dan bersedia menjadi responden. Kriteria sampel sebagai berikut :
1. kriteria inklusi pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Tenaga kesehatan yang berusia 21 tahun hingga 50 tahun
b. Tenaga kesehatan yang aktif bertugas
c. Tenaga kesehatan yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria ekslusi pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Tenaga kesehatan yang tidak berusia 21 tahun hingga 50 tahun
b. Tenaga kesehatan yang tidak sedang tidak aktif bertugas.
c. Tenaga kesehatan yang tidak bersedia menjadi responden
3. Besar sampel
Besar pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus berikut :
( Nursalam, 2016 )

N
N=
1+ N ( d 2)

3.3.3 Sampling
Cluster random sampling adalah suatu jenis teknik sampling dimana seorang peneliti
membagi populasi menjadi beberapa kelompok yang terpisah yang disebut sebagai cluster.
Dari beberapa cluster diambil beberapa sampel yang dipilih secara random atau acak.
3.4 Variabel Dependen
3.4.1 Variabel Independen ( Bebas )
Variabel independen pada peneitian ini adalah kecemasan pada tenaga kesehatan
3.4.2 Variabel Dependen ( Terikat )
Variabel dependen ( terikat ) dalam penelitian ini adalah keterbatasan alat pelindung
diri.
3.5 Definisi Operasional
Definis operasional faktor yang mempengaruhi kecemasan pada tenaga kesehatan dalam
upaya pencegahan covid-19 di kabupaten pamekasan.
Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor
Operasional data
Independen: Segala Menurut Kuesioner Ordinal Jawaban
Kecemasan sesuatu yang Hamilton Anxiety benar
pada tenaga dirasakan Rating Scale mendapat
kesehatan oleh tenaga kecemasan diukur nilai : 1
dalam upaya kesehatan melalui 14 Jawaban
pencegahan mengenai indikator, yang salah
covid-19 kecemasan meliputi : mendapat
dalam upaya 1. Perasan nilai : 0
pencegahan cemas Dengan
covid-19 2. Ketegangan kategori :
3. Ketakutan Baik :
4. Gangguan ( 80%
tidur -100% )
5. Gangguan Cukup :
kecerdasan ( 65% -
6. Perasaan 795 )
persepsi Kurang :
7. Gejala ( < 65%)
somatik
( otot-otot )
8. Gejala
sensorik
9. Gejala
kardiovaskul
er
10.Gelaja
pernafasan
11.Gejala
gastroentesti
nal
12.Gejala
urogenital
13.Gejala
vegetatif /
otonom
14.Penampilan
saat
wawancaea
Dependen : APD ( alat - Pengertian Kuesioner
Keterediaan pelindung APD
alat diri) adalah - Jenis-jenis
pelindung kelengkapan APD
diri ( APD ) yang wajib - Cara
digunakan penggunaan
saat bekerja APD
sesuai - Cara
bahayadan pemakaian
resiko kerja APD dan
untuk pelepasan
menjaga APD
keselamatan - APD dalam
pekerja itu penanganan
sendiri dan jenazah pasien
orang covid-19.
disekelilingn
ya.

3.6 Pengumpulan Data Dan Analisa Data


3.6.1 Pengumpulan Data
1. Proses pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat izin dari bagian akademik program
studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada Mojokerto, yang
kemudian di berikan kepada ketua Bakesbangpol Kabupaten Pamekasan untuk
melaksanakan studi pendahuluan dan ijin penelitian, setelah peneliti mendapat ijin dari
ketua Bakesbangpol Kabupaten Pamekasan maka peneliti melanjutkan untuk meminta ijin
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan untuk melaksanakan studi
pendahuluan dan ijin penelitian dalam rangka penyusunan proposal. Setelah peneliti
mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan, peneliti membawa
surat tersebut ke ketua pusat kesehatan masyarakat ( puskesmas ) untuk melakukan
penelitian di puskesmas tersebut. Kemudian peneliti menentukan tenaga kesehatan yang
dijadikan responden secara acak dengan mempertimbangkan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan. Selanjutnya mengadakan pendekatan kepada tenaga kesehatan yang telah
terpilih menjadi responden lalu memberi informed consent berisi penjelasan tentang
penelitian, tujuan dan manfaat serta lamanya penelitian yang akan di lakukan.
Responden bebas menentukan piihannya untuk bersedia atau tidak untuk melibatkan
dalam penelitian informed consent, lembar persetujuan sebagai responden tersebut yang
menandatangani adalah tenaga kesehatan yang telah terpilih menjadi responden.
Selanjutnya peneliti menyebar kuesioner berbasis online pada setiap responden, setelah
kuesioner terisi kemudian peneliti memeriksa kuesioner untuk menghindari adanya
pertanyaan atau pertanyaan yang belum terjawab selanjutnya dilakukan analisa data.
2. Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berbasis online dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang kecemasan dan ketersediaan alat pelindung diri yang akan
diisi oleh responden.
Pertanyaan terdiri dari dua bagian : data umum yang terkait dengan identitas responden,
yang terdiri dari nama, usia dan pendidikan. Pada data khusus kecemasan disusun
menggunakan HARS A ( Hamilton Rating Scale for Anxiety ) yang terdiri dari 14
pertanyaan. Masing-masing kelompok gejala diberi nilai 0-4 dengan penilaian 0 : tidak
ada ( tidak ada gejaa sama sekali ) 1 : ringan ( satu gejala dari pilihan yang ada ) 2 : sedang
( separuh dari gejala yang ada ) 3 : berat ( lebih dari separuh gejalayang ada ) 4 : sangat
berat ( semua gejala ada ). Skor terendah adalah kurang dari 14 dan tertinggi adalah lebih
dari 27. Total nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat keparahan : tidak ada kecemasan
dengan nilai skor < 6, kecemasan ringan dengan nilai skor 6-14 , kecemasan sedang
dengan nilai skor 15-27 , kecemasan berat dengan skor < 27 .
3. Tempat dan waktu penelitian
a. Tempat
Penelitian ini dilakukan di pusat kesehatan masyarakat di kabupaten pamekasan.
b. Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai bulan januari 2021 sampai april 2021 waktu
pengumpulan data dimulai dari bulan april 2021.
3.6.2 Analisa Data
Analisa data adalah bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan dimana tujuan
pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dalam mengungkapkan
fenomena. Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data melalui tahap editing,
coding, scoring, dan tabulating.
1. Editing
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengedit data antara lain kelengkapan dan
kesempurnaan data, data sudah cukup jelas ditulisnya untuk dibaca atau tidak, semua
catatan dapat dibaca atau tidak.
2.Coding
Melalui proses ini data diubah dari bentuk huruf manjadi data bebentuk angka. Coding
bermanfaat untuk mempermudah saat melakukan analisa data penelitian. Kuesioner lalu
dicek kelengkapan informasinya selanjutnya kuesioner tersebut di lakukan pengubahan
dari data yang berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk angka.
1. Responden Diberi Kode :
Responden kesatu : R1
Responden kedua : R2 dan seterusnya
2. Usia di beri kode :
20-50 tahun : kode 1
3. Ansietas / kecemasan
Tidak ada kecemasan : kode 1
Kecemasan ringan : kode 2
Kecemasan sedang : kode 3
Kecemasan berat : kode 4
Kecemasan sangat berat / panik : kode 5
4. Ketersediaan alat pelindung diri
Ada : kode 1
Tidak ada : kode 2
3. Skoring
Pada kegiatan ini penelitian data dengan memberikan skor pada pertanyaan yang berkaitan
dengan kecemasan dan ketersediaan alat pelindung diri. Pada pertanyaan kecemasan
terdapat 14 pertanyaan yang masing-masing dikategorikan dengan nilai 0-4. Cara
penilaiannya sebagai berikut :
a. pengukuran kecemasan
penilaian :
0 : Tidak ada ( tidak ada gejala sama sekali )
1 : Ringan ( satu gejala dari pilihan yang ada )
2 : Sedang ( separuh dari gejala yang ada )
3 : Berat ( lebih dari separuh dari gejala yang ada )
4 : Sangat berat ( semua gejala ada )
b. pengukuran ketersediaan alat pelindung diri

4. Tabulating
Pada tabulasi ini data disajikan dalam bentuk tabel yang terdiri dari beberapa baris dan
beberapa kolom, yang disajikan untuk memaparkan sehingga mudah dibaca dan di
mengerti.
3.7 Etika Penelitian
1. Infomed concent ( Lembar Persetujuan )
Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden, tujuannya supaya responden
mengetahui maksud dan tujuan penelitian sertadampak yang diteliti selama pengumpulan
data. Jika responden bersedia di teliti, maka harus menandatangani lembar persetujuan
namun jika responden menolak diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghargai hak responden untuk teliti.
2. Anonymity ( Tanpa Nama )
Untuk menjaga kerahasiaan identitas reponden pada lembar pengumpulan kuesioner yang
diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi inisial atau kode tertentu.
3. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Kejujuran informasi yang diberikan oleh responden akan berguna bagi peneliti dalam
mencapai penelitian yang baik.

Anda mungkin juga menyukai