Anda di halaman 1dari 21

GAMBARAN POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT

PENYAKIT KELUARGA DAN KEBIASAAN MEROKOK PADA


PENDERITA SINDROMA METABOLIK DI INSTANSI NON
KESEHATAN

(Description of dietary habit, physical activities, history disease and smoking


habit in patients with metabolic syndrome in non-health institutions)

Maghfirahmah Amsyah Putri*, Ayu Lestari*, dan Stephani*, Muharni*


*Program Studi D-III Gizi Politeknik Kesehatan Riau

ABSTRAK

Pendahuluan: Meningkatnya angka kejadian SM terjadi akibat peningkatan kasus


obesitas. Laporan dari National Cholestrol Education Program Adult Treatment
Panel III (NCEP-ATP III) menunjukkan peningkatan prevalensi SM remaja
periode 1988- 1992 ke periode 1999-2000, yaitu dari 4,2% menjadi 6,4%.
Prevalensi laki laki yang mengalami SM ternyata lebih besar dibanding
perempuan, yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Penelitian lain yang dilakukan di Depok
(2001), menunjukkan prevalensi sindroma metabolik menggunakan kriteria
National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP
III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pola makan, aktivitas fisik,
riwayat penyakit keluarga dan kebiasaan merokok pada penderita sindroma
metabolik di instansi non kesehatan. Metode: deskriptif observasional dengan
desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Agustus
2017. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan kriteria
inklusi yaitu memenuhi 3 dari 5 kriteria sindroma metabolik. Jumlah sampel
penelitian adalah 32 responden. Hasil: jenis makanan yang sering dikonsumsi
responden untuk jenis makanan pokok adalah nasi, lauk hewani adalah daging
ayam, lauk nabati adalah tempe, sayuran adalah wortel, dan untuk buah-buahan
adalah pepaya. Frekuensi makan repsonden sebagian besar lebih dari 3 kali sehari
(71,87%). Asupan makan responden termasuk dalam kategori lebih yaitu
karbohidrat (62,5%), lemak (71,87%), protein (81,25%), dan natrium (46,87%).
Sebagian besar responden berada pada kategori aktivitas fisik sedang (59,38%).
Responden yang melakukan aktivitas fisik sedang dengan frekuensi cukup sebesar
57,89%. Responden yang melakukan aktivitas fisik sedang dengan durasi cukup
sebesar 68,43%. Responden dengan status perokok sebesar 34,4%. Jumlah rokok
per hari tertinggi adalah 5-14 batang sebanyak 21,9%. Responden yang memiliki
riwayat penyakit keluarga yaitu sebesar 43,8%.

Kata Kunci : Sindroma metabolik, pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan


merokok, riwayat penyakit keluarga

22
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 23

ABSTRACT

Introduction: Increasing the incidence of SM occurs due to increased cases of


obesity. Reports from the National Cholestrol Education Program Adult
Treatment Panel III (NCEP-ATP III) showed an increase in the prevalence of
adolescent SM in the 1988- 1992 period from 1999-2000, from 4.2% to 6.4%. The
prevalence of men with SM was greater than for women, with 9.1% versus 3.7%.
Another study conducted in Depok (2001), showed the prevalence of metabolic
syndrome using the National Cholesterol Education Program Adult Treatment
Panel III (NCEP-ATP III) criteria with Asia Pacific modification, in 25.7% of
men and 25% of women. The purpose of this study was to know the description of
diet, physical activity, family history and smoking habit in patients with metabolic
syndrome in non-health institutions. Method: descriptive observational with cross
sectional study design. The research was conducted in March - August 2017. The
sampling technique is purposive sampling with inclusion criteria that meet 3 of 5
criteria of metabolic syndrome. The number of sample is 32 respondents. Result:
the type of food that respondents often consume for staple food type is rice,
animal side dish is chicken meat, vegetable side dish is tempe, vegetable is carrot,
and for fruits is papaya. The frequency of eating repsonden most of the more than
3 times a day (71.87%). Feeding of respondents included in the category of more
that is carbohydrate (62,5%), fat (71,87%), protein (81,25%), and sodium
(46,87%). Most of the respondents are in the category of moderate physical
activity (59.38%). Respondents who do moderate physical activity with enough
frequency equal to 57,89%. Respondents who do moderate physical activity with
a duration of 68.43%. Respondents with smoker status of 34.4%. The highest
number of cigarettes per day is 5-14 sticks as much as 21.9%. Respondents who
have a family history of 43.8%.

Keywords: Metabolic syndrome, diet, physical activity, smoking habit, family


history of disease

PENDAHULUAN dekade sebelum timbulnya penyakit


Pada tahun 1988, Reaven diabetes mellitus dan kardiovaskular
menunjukkan konstelasi faktor risiko lainnya. Sedangkan sindrom
pada pasien-pasien dengan resistensi resistensi insulin atau sindroma
insulin yang dihubungkan dengan metabolik adalah kumpulan gejala
peningkatan penyakit kardiovaskular yang menunjukkan risiko kejadian
yang disebutnya sebagai sindrom X. kardiovaskular lebih tinggi pada
Selanjutnya, sindrom X ini dikenal individu tersebut (Soegondo &
sebagai sindrom resistensi insulin Purnamasari, 2004).
dan akhirnya sindroma metabolik. Sindroma Metabolik (SM)
Resistensi insulin adalah suatu adalah suatu istilah untuk kelompok
kondisi di mana terjadi penurunan faktor resiko penyakit jantung dan
sensitivitas jaringan terhadap kerja diabetes mellitus tipe 2. Faktor resiko
insulin sehingga terjadi peningkatan tersebut terdiri dari dislipidemia
sekresi insulin sebagai bentuk atherogenik, meningkatnya tekanan
kompensasi sel beta pankreas. darah, meningkatnya plasma
Resistensi insulin terjadi beberapa glukosa, keadaan protrombiotik, dan
24 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

keadaan pro-peradangan. Reaven National Cholesterol Education


(1998) menyatakan bahwa SM Program Adult Treatment Panel III
bukanlah suatu penyakit, tetapi (NCEP-ATP III) dengan modifikasi
merupakan sekumpulan kelainan Asia Pasifik, terdapat pada 25.7%
metabolisme, yang ditandai dengan pria dan 25% wanita.
obesitas visceral, meningkatnya Faktor gaya hidup, aktivitas
kadar trigliserida, glukosa, fisik dan asupan terutama makanan,
rendahnya kadar HDL dan dianggap faktor utama yang
hipertensi. Ada 2 penyebab utama berkontribusi terhadap kejadian
SM yang saling berinteraksi, yaitu sindrom metabolik. Asidosis
obesitas dan ketentuan metabolisme metabolik ringan, disebabkan oleh
endogenus. SM diprediksi pola makan yang buruk dan
menyebabkan kenaikan 2 kali lipat gangguan keseimbangan kalsium dan
resiko terjadinya penyakit jantung sitrat, dan kortisol yang disebabkan
dan lima kali lipat pada penyakit asidosis telah diidentifikasi sebagai
diabetes mellitus tipe 2 (Sargowo & faktor risiko untuk pengembangan
Andarini, 2011). obesitas, gangguan lipid, diabetes
Meningkatnya angka kejadian dan hipertensi (Masri, E & Utami, F,
SM terjadi akibat peningkatan kasus 2016).
obesitas. Laporan dari National Pola makan merupakan
Cholestrol Education Program Adult perilaku paling penting yang dapat
Treatment Panel III (NCEP-ATP III) mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini
menunjukkan peningkatan prevalensi disebabkan karena kuantitas dan
SM remaja periode 1988- 1992 ke kualitas makanan dan minuman yang
periode 1999-2000, yaitu dari 4,2% dikonsumsi akan mempengaruhi
menjadi 6,4%. Prevalensi laki laki asupan gizi sehingga akan
yang mengalami SM ternyata lebih mempengaruhi kesehatan individu
besar dibanding perempuan, yaitu dan masyarakat (Permenkes No.
9,1% dibanding 3,7%. Prevalensi SM 14,2014).
pada remaja Cina dan Indonesia yang Makan dalam jumlah yang
obesitas di Jakarta utara dan Jakarta banyak tidak diimbangi dengan
Selatan sebesar 19,14% untuk laki- aktivitas fisik dapat menyebabkan
laki dan 10,63% untuk perempuan. obesitas yang selanjutnya membawa
Penelitian SM pada orang dewasa risiko masalah kesehatan terutama
pernah dilakukan di Surabaya dengan pada penyakit degeneratif dan
kriteria NCEP-ATP III didapatkan sindroma metabolik. Di negara maju
prevalensi sebesar 32% (Sargowo & seperti Amerika, faktor gizi lebih
Andarini, 2011). memiliki risiko relatif 2,9 kali untuk
Menurut Soegondo dan menderita sindroma metabolik
Purnamasari (2004), prevalensi dibandingkan dengan kelompok yang
sindroma metabolik di Indonesia memiliki asupan gizi normal (Yoo et
adalah sebesar 13,13% dan al., 2004 dalam Harikedua & Tando,
menunjukkan bahwa kriteria Indeks 2012).
Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 Salah satu faktor seseorang
kg/m2. Penelitian lain yang panjang umur adalah riwayat
dilakukan di Depok (2001), penyakit keluarga. Riwayat penyakit
menunjukkan prevalensi sindroma keluarga memegang peranan 50
metabolik menggunakan kriteria persen terhadap munculnya sindrom
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 25

metabolik, begitu juga dengan diabetes melitus tipe 2, stroke mau-


tingkat konsumsi kalori yang pun kanker (Siti, dkk, 2014).
berlebih, dapat digunakan hati Berdasarkan hal tersebut, peneliti
sebagai bahan bakar untuk ingin mengetahui bagaimana
memproduksi lebih banyak gambaran pola makan, aktivitas fisik,
trigliserida. Kenaikan berat badan riwayat penyakit keluarga dan
akibat konsumsi kalori berlebih kebiasaan merokok pada penderita
berdampak buruk bagi tekanan darah Sindroma Metabolik.
dan rentan terhadap masalah
hipertensi, selanjutnya hipertensi dan
METODE PENELITIAN
kegemukan menjadi penyumbang
Jenis Penelitian
faktor resiko munculnya penyakit
Penelitian ini menggunakan
jantung koroner dan mengakibatkan
jenis penelitian deskriptif
kematian (Magdalena dkk, 2014).
observasional dengan desain
Berdasarkan teori, rokok
penelitian Cross Sectional yaitu
merupakan produk utama dari
suatu penelitian yang mencoba
tembakau yang mengandung unsur
mengetahui mengapa masalah
termasuk golongan senyawa
kesehatan tersebut bisa terjadi
polisiklik aromatichidrokarbon,
dimana variabel independen dan
mengandung nicotin CO, HCN, dan
dependen diukur dalam waktu yang
benzopyrene. Nikotin dapat
bersamaan.
menyebabkan pengurangan
sensitivitas dan meningkatkan
Waktu dan Tempat Penelitian
terjadinya resistemsi insulin (Depkes,
Penelitian dilaksanakan di
2008). Selain itu, kebiasaan merokok
Kantor Dinas Koperasi, Perdagangan
dapat menurunkan kadar HDL
dan UKM Provinsi Riau, Kantor Pos
kolesterol atau “kolesterol yang
Pekanbaru dan di SMK N 07
baik” dalam aliran darah, merokok
Pekanbaru. Penelitian ini
juga dapat membuat darah mudah
dilaksanakan pada bulan Maret
membeku, sehingga memperbesar
hingga Agustus tahun 2017.
kemungkinan terjadinya
penyumbatan arteri (Depkes, 2008).
Populasi dan Sampel
Status gizi berhubungan
Populasi dalam penelitian ini
dengan produktivitas pekerja
adalah pegawai kantor Dinas
kantoran, dimana pekerja kantoran
Koperasi, Perdagangan dan UKM
berstatus gizi baik akan memiliki
Provinsi Riau, pegawai Kantor Pos
produktivitas kerja yang baik, begitu
Pekanbaru dan Guru beserta staf di
pula sebaliknya. Selain berpengaruh
SMK N 07 Pekanbaru yang
ter hadap produktivitas kerja,
berjumlah 108 orang.
obesitas merupakan salah satu faktor
Pengambilan sampel dilakukan
risiko utama timbulnya gangguan
dengan metode purposive sampling
metabolik atau dikenal dengan
dengan menggunakan kriteria inklusi
sindrom metabolik. Sindrom
sebagai berikut :
metabolik merupakan sekelompok
- Laki-laki dan perempuan
kondisi yang terjadi bersama-sama
- Bersedia menjadi responden
dan meningkatkan risiko terjadinya
- Memenuhi 3 dari 5 kriteria
penyakit degeneratif seperti penyakit
Sindrom Metabolik (Obesitas,
jantung (cardiovascular disease),
DM, Hipertensi, Dislipidemia,
26 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

Hipertrigliseridemia) (Bimandama titik tengah tersebut


& Soleha, 2016). (Depkes RI, 2007).
b. Data tekanan darah, diperoleh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data dengan mengukur tekanan
Data yang diperoleh secara darah responden menggunakan
langsung dari responden. Data alat tensimeter digital. Berikut
tersebut dikumpulkan dengan cara prosedur pengukuran tekanan
dan menggunakan instrumen sebagai darah :
berikut : 1) Responden duduk
1. Sindroma Metabolik, beristirahat setidaknya 5-15
dikumpulkan dengan metode menit sebelum pengukuran.
pengukuran yang terdiri dari data Pegukuran dilakukan
lingkar perut, data tekanan darah, sebelum responden senam
data kadar gula darah puasa, data dan makan.
kadar kolesterol HDL, dan data 2) Manset dipasang pada
kadar trigliserida. lengan atas. Posisi lengan
a. Data lingkar perut, diperoleh tidak tegang dengan telapak
dengan mengukur lingkar perut tangan terbuka ke atas.
responden menggunakan pita Ujung bawah mancet
meter. Adapun prosedur terletak kira- kira 1–2 cm di
pemeriksaan lingkar perut atas siku. Posisi pipa manset
sebagai berikut : terletak sejajar dengan
1) Ditetapkan titik batas tepi lengan atas responden.
tulang rusuk paling bawah. 3) Pengukuran dilakukan pada
2) Ditetapkan titk ujung posisi duduk meletakkan
lengkung tulang pangkal lengan kanan responden di
panggul. Ditetapkan titik atas meja sehinga manset
tengah antara titik tulang yang sudah terpasang sejajar
rusuk terakhir, titik ujung dengan jantung responden.
lengkung tulang pangkal 4) Tekan tombol power untuk
panggul dan ditandai titik menyalakan tensimeter
tengah tersebut dengan alat digital, maka secara
tulis. perlahan-lahan manset akan
3) Responden berdiri tegak dan mengembang dan setelah
bernafas normal. mencapai tekanan yang
4) Ditarik pita meter mulai dari ditentukan perlahan-lahan
titik tengah, kemudian manset akan mengempes
secara sejajar hizontal antara 2 – 5 mmHg/detik.
melingkari pinggang dan 5) Catat angka yang
perut kembali menuju titik ditunjukkan pada layar
tengah diawal pengukuran tensimeter digital.
mendekati 0,1 cm. c. Data kadar glukosa darah, data
5) Bila responden mempunyai kadar kolesterol HDL dan data
perut gendut ke bawah, pita kadar trigliserida diperoleh
meter dilingkarkan mulai melalui kuesioner skrining.
dari bagian yang paling 2. Data aktivitas fisik, dikumpulkan
buncit berakhir sampai pada dengan metode wawancara terkait
aktivitas fisik yang dilakukan
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 27

responden dalam seminggu Data aktivitas fisik diolah


terakhir. Wawancara dengan metode International
menggunakan kuesioner IPAQ Physical Activity Quationnaire
(2005). (IPAQ). Cara penilaian dari alat ukur
3. Data mengenai pola makan ini adalah :
diperoleh melalui pengisian 1. Walking MET-menit/minggu =
kuesioner Food Recall 3x24 jam 3,3 * waktu berjalan kaki (dalam
dengan mengukur jenis,frekuensi menit) * jumlah hari.
dan asupan makan. Food Recall 2. Moderate MET-menit/minggu =
dilaksanakan pada hari yang yang 4,0 * waktu melakukan aktivitas
berbeda dan tidak berturut-turut, fisik sedang (dalam menit) *
dimana dilaksanakan pada 2 hari jumlah hari.
kerja dan 1 hari akhir pekan 3. Vigorous MET-menit/minggu =
(Sabtu/Minggu). 8,0 * waktu melakukan aktivitas
4. Data mengenai riwayat penyakit fisik berat (dalam menit) * jumlah
keturunan dan kebiasaan hari.
merokok, yang dikumpulkan 4. Total aktivitas fisik MET-
dengan metode wawancara menit/minggu = total dari
kepada responden yang diperoleh aktivitas berjalan kaki + aktivitas
melalui pengisian kuesioner. fisik sedang + aktivitas fisik berat
Data sekunder digunakan untuk (Asih, 2015).
melengkapi dan mendukung data Selanjutnya, hasil analisis
primer. Adapun data sekunder dalam tingkat aktivitas fisik menurut
penelitian ini adalah : data mengenai Guidelines for Data Processing and
gambaran umum lokasi penelitian, Analysis of the IPAQ dapat
yang diperoleh dari institusi terkait. diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Tingkat aktivitas fisik tinggi, bila
Pengolahan Data memenuhi salah satu kriteria:
Data mengenai jenis, frekuensi a. Aktivitas intensitas berat 3 hari
dan asupan makanan berasal dari atau lebih yang mencapai
penilaian kuisioner yang telah minimal 1500 METs-
ditanyakan kepada responden. menit/minggu, atau
Kuisioner berisi tentang bahan b. kombinasi berjalan, aktivitas
makanan yang dikonsumsi selama 24 intensitas berat, dan sedang
jam yang lalu. yang mencapai minimal 3000
1. Data hasil pengkajian Food Recall METs-menit/minggu.
24 jam digunakan untuk 2. Tingkat aktivitas fisik sedang, bila
mengetahui jenis dan frekuensi memenuhi salah satu kriteria:
makan yang dikonsumsi. a. Aktivitas intensitas berat 3 hari
2. Data hasil pengkajian Nutrisurvey atau lebih selama 20
digunakan untuk mengetahui menit/hari,
asupan makan yang dikonsumsi b. Aktivitas intensitas sedang atau
dan dikategorikan sebagai berjalan minimal 30 menit/hari
berikut : selama 5 hari atau lebih, atau
 Kategori baik : 80-110% c. Aktivitas intensitas berat,
 Kategori kurang : <80% kombinasi berjalan yang
 Kategori lebih: >110% mencapai 600 METs-
(WNPG,2004)
28 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

menit/minggu selama 5 hari Koperasi dan UMKM Provinsi Riau


atau lebih. merupakan Satuan Kerja Perangkat
Tingkat aktivitas fisik rendah, Daerah (SKPD) yang mempunyai
apabila tidak memenuhi semua tugas sesuai dengan Peraturan
kriteria di atas (Booth et al dalam Daerah Provinsi Riau Nomor 2
Sudibjo, Arovah, & A, 2013). Tahun 2014 tentang organisasi dan
Langkah – langkah pengolahan data Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
ini antara lain sebagai berikut: Riau. Dinas Koperasi dan Usaha
a. Editing, yaitu melengkapi isian Mikro, Kecil Menengah Provinsi
dalam kuesioner yang belum Riau, pada Bab 11 Pasal 2 Dinas
lengkap. mempunyai tugas pokok
b. Coding, yaitu member kode pada menyelenggarakan perumusan
masing - masing jawaban untuk kebijakan, pelaksanaan, koordinasi,
memudahkan pengolahan data. fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan
c. Pemasukan (entry) Data pelaporan pada Sekretariat, Bidang
Data yang telah diberikan Koperasi, Bidang Usaha Mikro,
nama dan diperiksa kelengkapannya Kecil dan Menengah, Bidang
lalu dimasukkan keprogram statistik Fasilitasi Pembiayaan dan Jasa
secara berurutan sesuai pertanyaan Keuangan dan Bidang Penyuluhan
yang ada dikuisioner. dan Promosi serta menyelenggarakan
kewenangan yang dilimpahkan
Analisis Data Pemerintah kepada Gubernur sesuai
Analisis univariat bertujuan dengan peraturan perundang-
untuk mendeskripsikan karakteristik undangan. Sumber Daya SKPD di
setiap variabel penelitian. Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro,
penelitian ini, analisis univariat Kecil dan Menengah Provinsi Riau
digunakan untuk mendeskripsikan terdiri dari para Pegawai Negeri Sipil
variabel sindroma metabolik, pola (PNS) dan tenaga honorer. Jumlah
makan, aktivitas fisik, riwayat Sumber Daya Manusia Dinas
penyakit keluarga dan kebiasaan Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan
merokok pada pegawai kantoran. Menengah Provinsi Riau per 31
Hasil yang diperoleh dari uji Desember 2015 berjumlah 93 orang.
univariat, masing-masing variabel PT. Pos Indonesia (Persero)
ditampilkan dalam bentuk distribusi merupakan salah satu perusahaan
frekuensi. milik negara yang bergerak dibidang
jasa pengiriman surat dan telegraf
HASIL DAN PEMBAHASAN yang berdiri sejak masa
Gambaran Umum Lokasi pemerintahan belanda. Letak kantor
Penelitian pusat PT. Pos Indonesia di
Dinas Koperasi dan Usaha Pekanbaru adalah di jalan Jend.
Mikro, Kecil dan Menengah Provinsi Sudirman. Adapun yang menjadi visi
Riau merupakan perangkat daerah kantor pos pusat sudirman adalah
yang memiliki posisi yang strategis menjadi perusahaan pos terpercaya.
untuk mensukseskan program – Yaitu menjadi perusahaan pos yang
program pemerintah karena berkaitan berkemampuan memberikan solusi
langsung dengan kehidupan dan terbaik dan menjadi pilihan utama
peningkatan kesejahteraan bagi stakeholder domestik maupun global
sebagian besar rakyat. Dinas dalam mewujudkan pengembangan
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 29

bisnis dengan pola kemitraan, yang 23-29 tahun 4 12,5


didukung oleh sumber daya manusia 30-49 tahun
1
50
yang unggul dan berkualitas. Misi PT 6
1
Pos Indonesia adalah memberikan 50-57 tahun
2
37,5
solusi terbaik bagi bisnis, Tingkat pendidikan
pemerintah, dan individu melalui SLTA/SMA Sederajat 7 21,87
penyediaan sistem bisnis dan layanan
D3 1 3,13
komunikasi tulis, logistic, transaksi
2
keuangan, dan filateli berbasis S1
3
71,87
jejaring terintegrasi, terpercaya dan S2 1 3,13
kompetitif di pasar domestik dan Status gizi
global. Normal (18,5-22,9) 1 3,13
SMKN 7 Pekanbaru Berat badan lebih (23-
3 9,37
merupakan Sekolah Menengah 24,9)
Kejuruan Teknologi dan Informasi 1
Obesitas I (25-29,9) 59,37
9
yang berlokasi di Jl. Yos sudarso Obesitas II (> 30) 9 28,13
Rumbai-Pekanbaru. Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 7 Berdasarkan Tabel 5.1 dapat
Pekanbaru sebagai salah satu sekolah diketahui bahwa jumlah sampel
yang baru memulai kegiatan terbanyak berdasarkan jenis kelamin
pembelajaran pada tahun pelajaran adalah laki-laki (65,63%). Penelitian
2009/2010, sesuai dengan Surat ini sejalan dengan penelitian
Keputusan Bapak Wali Kota Sargowo dan Andarini (2011) yang
Pekanbaru No. mengemukakan bahwa prevalensi
10496502.SK.114/2009 Tanggal 6 laki-laki yang mengalami SM lebih
Mei 2009. SMKN 7 Pekanbaru besar dibanding dengan perempuan,
memiliki empat jurusan yaitu TKJ yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Sitepoe
(Teknik Komputer dan Jaringan), (1993) menjelaskan bahwa laki-laki
MM (Multimedia), RPL (Rekayasa memiliki risiko yang lebih tinggi dari
Perangkat Lunak), dan Animasi. pada perempuan untuk terjadinya
Jumlah sampel pada penelitian Akut Miokard Infark (AMI), karena
ini adalah 32 orang dari 108 pegawai pada laki-laki tidak mempunyai efek
yang bersedia diwawancara. protektif antiaterogenik yang
dipengaruhi oleh hormon esterogen
Karakteristik Responden seperti perempuan. Hormon
Sampel penelitian dibagi esterogen meningkatkan kadar HDL
berdasarkan jenis kelamin, umur, sehingga menekan kadar LDL dalam
pendidikan, dan status gizi. darah. Meningkatnya usia seseorang
Distribusi sampel penelitian dapat risiko kerentanan terhadap
dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini : aterosklerosis koroner meningkat
Tabel 5.1
sehingga dapat terkena serangan
Distribusi Sampel Berdasarkan
Karakteristik Sampel
Infark Miokard Akut (IMA), namun
Karakteristik Responden n % jarang timbul penyakit serius
Jenis kelamin sebelum usia 40 tahun sedangkan
Laki-laki
2
65,63
usia 40 tahun hingga 60 tahun
1 insiden infark miokard meningkat
1
Perempuan
1
34,37 lima kali lipat.
Umur
30 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

Berdasarkan umur sampel penderita yang mengalami sindrom


terbanyak adalah berumur 30-49 metabolik memiliki DM tipe 2 yang
tahun (50%). Hal ini sesuai dengan terdiagnosis menderita diabetes ≥ 5
penelitian Suheama dkk (2015) tahun adalah tamatan perguruan
menunjukkan seseorang yang berusia tinggi. Tingkat pendidikan seseorang
40 tahun keatas berisiko mengalami sangat menentukan kemudahan
sindrom metabolik sebanyak 1,951 dalam menerima setiap
kali dibandingkan dengan usia pembaharuan. Semakin tinggi
dibawahnya. Faktor usia juga pendidikan seseorang, maka semakin
memengaruhi kejadian sindrom tanggap beradaptasi dengan
metabolik. Semakin bertambah usia, perubahan kondisi lingkungan.
risiko sindrom metabolik semakin Selain itu, semakin tinggi tingkat
meningkat. Pertambahan usia ini pendidikan seseorang, maka semakin
berkaitan dengan elastisitas dapat menghasilkan keadaan
pembuluh darah yang mengalami sosioekonomi yang semakin baik dan
penurunan, sehingga risiko hipertensi kemandirian yang semakin mantap
dan terbentuknya endapan pula. Pendidikan dan pekerjaan
aterosklerosis juga bertambah. adalah dua karakteristik yang saling
Berdasarkan status gizi jumlah berhubungan. Pendidikan dapat
sampel yang paling banyak adalah menentukan jenis pekerjaan
sampel yang mengalami obesitas I seseorang. Pekerjaan akan
(59,37%) menggunakan standar IMT mempengaruhi pendapatan yang
Asia Pasifik. Hal ini tidak jauh diterima oleh seseorang. Pendapatan
berbeda dengan penelitian Wati dkk dapat mempengaruhi daya beli
(2016) bahwa bardasarkan hasil keluarga akan bahan makanan yang
analisis statistik didapatkan bahwa bergizi karena tingkat penghasilan
ada hubungan yang bermakna antara menentukan jenis pangan yang akan
Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap dibeli. Dengan meningkatnya
sindrom metabolik dengan nilai p = pendapatan dan adanya perubahan
0,011 < α (0,05). Hal ini sama gaya hidup, maka dapat mengancam
dengan teori menurut Wildman kehidupan penduduk golongan
(2004) yang menyebutkan bahwa menengah ke atas serta kelompok
seiring dengan peningkatan masalah usia lanjut. Ancaman tersebut akan
obesitas, dikenal sindrom metabolik berupa makin meningkatnya
yang terdiri dari obesitas sentral, prevalensi penyakit non infeksi,
resistensi insulin, hipertensi dan terutama dalam bentuk kegemukan,
dislipidemia. Laki-laki dan penyakit jantung, diabetes melitus.
perempuan yang mengalami obesitas
berdampak pada tingginya tekanan Kejadian Sindroma Metabolik
darah sistolik dan diastolik, Sindroma Metabolik
kolesterol total, kolesterol LDL, dan merupakan sekumpulan faktor risiko
triasil gliserol, namun kadar yang saling berkaitan dan mengarah
kolesterol HDL rendah. pada penyakit kardiovaskular dan
Berdasarkan tingkat diabetes mellitus. Sekumpulan faktor
pendidikan sampel yang terbanyak risiko tersebut antara lain obesitas
adalah S1 (71,87%). Hal ini sejalan abdominal/sentral, kenaikan kadar
dengan penelitian Wulandari dkk gula darah, kenaikan tekanan darah,
(2013) yang menyatakan bahwa kenaikan kadar trigliserida, dan
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 31

penurunan kadar kolesterol HDL atas normal dan kadar HDL di bawah
(Alberti et al., 2009). Seseorang normal.
dikatakan menderita Sindroma Keberadaan obesitas
Metabolik ketika didapatkan minimal abdominal / sentral, resistensi insulin
3 kriteria berisiko diantara 5 kriteria dan hipertensi sebagai komponen
yang diukur. yang dominan ditemukan pada
Tabel 5.2 Distribusi Sampel penderita Sindroma Metabolik juga
Berdasarkan Data Sindroma didukung oleh beberapa penelitian di
Metabolik beberapa tempat. Penelitian-
Kasus Frekuensi Persentase penelitian tersebut antara lain adalah
(n) (%)
Sindroma 32 29,63
National Health and Nutrition Survey
Metabolik (NHANES) di Amerika Serikat
Non Sindroma 76 70,37 dengan kriteria NCEP ATP III
Metabolik
Jumlah 108 100
menyebutkan Sindroma Metabolik
meningkat seiring dengan
Berdasarkan Tabel 5.2 meningkatnya resistensi insulin
diperoleh informasi bahwa sebanyak (Dwipayana et al., 2011). Kemudian
29,63% pegawai menderita Sindroma penelitian di Makasar (Herman A,
Metabolik. Selanjutnya, masing- 2003 dalam Dwipayana et al., 2011),
masing kriteria sindroma metabolik penelitian penduduk Amerika
dijabarkan guna mengetahui kriteria keturunan Arab (Jaber et al., 2004)
mana yang paling dominan. dan penelitian di Bali (Dwipayana et
al., 2011) yang menyebutkan
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Sindroma Metabolik meningkat
Berdasarkan Kriteria Sindroma seiring dengan meningkatnya
Metabolik obesitas abdominal. Dan pada
Kriteria Sindroma Frekuensi Persentase penelitian di Jakarta dan Semarang
Metabolik (n) (%) menyebutkan bahwa hipertensi
Obesitas sentral 32 100 merupakan kriteria yang sering
Hiperglikemi 30 93,75
Hipertensi 28 87,5 ditemukan pada penderita laki-laki,
Hipertrigliserida 7 21,87 sedangkan obesitas abdominal sering
Hiperkolesterolemia 7 21,87 ditemukan pada penderita
perempuan.
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat
diketahui bahwa kriteria Sindroma Analisis Univariat
Metabolik yang dominan adalah Jenis Makanan
obesitas sentral dengan persentase Jenis makanan yang diteliti
sebesar 100%. Kriteria kedua yang terdiri dari kelompok makanan
paling banyak adalah gula darah, pokok, lauk hewani (ikan,daging dan
dimana sebanyak 93,75% yang telur), lauk nabati (kacang-kacangan
memiliki gula darah diatas normal. dan hasil olahannya), sayuran dan
Kriteria ketiga yang paling banyak buah-buahan.
adalah tekanan darah, dimana A. Makanan Pokok
sebanyak 87,5% yang memiliki Makanan pokok adalah makanan
tekanan darah diatas normal. Kriteria yang dianggap memegang peranan
yang terakhir adalah trigliserida dan paling penting dalam susunan
kolesterol HDL, dimana sebanyak hidangan. Pada umumnya makanan
21,87% memiliki kadar trigliserida di pokok berfungsi sebagai sumber
32 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

utama kalori atau energi dalam kantoran dapat dilihat pada Tabel
tubuh dan memberi rasa kenyang. 5.5 berikut ini :
Bahan makanan pokok di Indonesia
dapat berupa beras (serealia), akar
dan umbi, serta ekstrak tepung
seperti sagu (Sediaoetama, 2006).
Urutan bahan makanan pokok yang Tabel 5.5 Jenis Lauk Hewani yang
biasa dikonsumsi pekerja kantoran biasa Dikonsumsi Responden
dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut No Jenis Makanan
1 Daging ayam
ini: 2 Telur ayam
Tabel 5.4 Jenis Makanan Pokok 3 Ikan
yang Biasa Dikonsumsi Responden 4 Hati ayam
No Jenis Makanan 5 Bakso
6 Daging sapi
1 Nasi
2 Mie Kering
3 Mie basah Berdasarkan Tabel 5.5 dapat
4 Bihun
5 Tepung Terigu
dilihat bahwa lauk hewani yang
6 Tepung Beras paling banyak dikonsumsi adalah
7 Roti daging ayam. Selain daging ayam,
lauk hewani yang paling jarang
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dikonsumsi adalah daging sapi.
dilihat bahwa jenis makanan pokok Menurut informasi yang diperoleh
yang paling banyak dikonsumsi dari responden adalah daging ayam
adalah nasi, sedangkan untuk banyak dikonsumsi karena responden
makanan pokok yang paling jarang banyak menyukai daging ayam dan
dikonsumsi adalah roti. Nasi menjadi lebih murah dan mudah diperoleh
makanan pokok yang paling banyak dari pada daging sapi.
dikonsumsi karena nasi sudah
menjadi makanan pokok utama bagi 2. Lauk Pauk Nabati
sebagian besar penduduk Indonesia. Lauk pauk nabati merupakan
bahan makanan yang berasa dari
B. Lauk Pauk tumbuh-tumbuhan, seperti
Pada umumnya lauk- pauk kacang-kacangan dan hasil
merupakan sumber utama protein di olahannya. Urutan lauk pauk
dalam hidangan yang berfungsi nabati yang biasa dikonsumsi
sebagai zat pembangun. Berdasarkan pekerja kantoran dapat dilihat
sumbernya, lauk- pauk digolongkan pada Tabel 5.6 berikut ini :
menjadi dua yaitu lauk- pauk hewani
seperti daging, ikan, telur, dan Tabel 5.6 Jenis Lauk Nabati yang
sebagainya dan lauk-pauk tumbuhan Biasa Dikonsumsi Responden
seperti kacang- kacangan dan hasil No Jenis Makanan
olahan kacang seperti tempe dan tahu 1 Tempe
2 Tahu
(Sediaoetama, 2006). 3 Kacang Hijau
1. Lauk Pauk Hewani
Lauk pauk hewani merupakan Berdasarkan Tabel 5.6 dapat
bahan makanan yang berasal dari dilihat bahwa lauk nabti yang
hewan, seperti daging, ikan dan paling banyak dikonsumsi adalah
telur. Urutan lauk pauk hewani tempe, dimana tempe paling
yang biasa dikonsumsi pekerja sering dikonsumsi responden
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 33

dengan cara digoreng. Selain Indonesia. Fungsi buah-buahan


tempe, lauk nabati yang paling sangat penting bagi proses
jarang dikonsumsi adalah kacang metabolisme tubuh karena
hijau. Menurut informasi yang mengandung banyak vitamin dan
diperoleh dari responden adalah mineral (Sediaoetama, 2006).
tempe banyak dikonsumsi karena Urutan buah-buahan yang biasa
responden lebih menyukai tempe dikonsumsi pekerja kantoran
ketimbang tahu dan kacang hijau, dapat dilihat pada Tabel 5.8
sedangkan kacang hijau biasanya berikut ini :
di buat untuk bubur yang
dikonsumsi dipagi hari ataupun Tabel 5.8 Jenis Buah yang biasa
saat sore hari. Dikonsumsi Responden
C. Sayuran No Jenis Makanan
1 Pepaya
Sayuran ini termasuk bahan 2 Semangka
nabati dan umumnya meruapakan 3 Pisang
penghasil vitamin dan mineral, 4 Jeruk
5 Melon
namun ada juga beberapa jenis 6 Mangga
sayur dan buah yang 7 Anggur
menghasilkan energi dalam 8 Rambutan
jumlah yang cukup berarti.
(Sediaoetama, 2006). Urutan Berdasarkan Tabel 5.8 dapat
sayuran yang biasa dikonsumsi dilihat bahwa sayuran yang paling
pekerja kantoran dapat dilihat banyak dikonsumsi adalah
pada Tabel 5.7 berikut ini : pepaya, sedangkan jenis sayuran
yang paling jarang dikonsumsi
Tabel 5.7 Jenis Sayuran yang biasa oleh responden adalah rambutan.
Dikonsumsi Responden Menurut informasi yang diperoleh
No Jenis Makanan dari responden adalah pepaya
1 Wortel mudah diperoleh dan bagus untuk
2 Brokoli
3 Buncis
proses pencernaan ketimbang
4 Jamur buah yang lain.
5 Sawi putih
Frekuensi Makan
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat Frekuensi makan adalah
dilihat bahwa sayuran yang paling sejumlah pengulangan yang
banyak dikonsumsi adalah wortel, dilakukan dalam hal mengonsumsi
sedangkan jenis sayuran yang makanan baik kualitatif maupun
paling jarang dikonsumsi oleh kuantitatif yang terjadi secara
responden adalah sawi putih. berkelanjutan. Frekuensi makan juga
Menurut informasi yang diperoleh dapat diartikan sebagai seberapa
dari responden adalah wortel seringnya seseorang melakukan
banyak dikonsumsi karena kegiatan makan dalam sehari makan
responden lebih menyukai wortel utama yang biasanya diberikan tiga
ketimbang sayuran yang lain. kali sehari (makan pagi, makan siang
D. Buah-buahan dan makan malam) (Oktaviani,
Buah-buahan merupakan salah 2011).
satu komoditas hortikultura yang Frekuensi makan utama pada
memegang peranan penting bagi responden yang mengalami sindrom
pembangunan pertanian di
34 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

mestabolik dapat dilihat pada Tabel


5.9 :

Tabel 5.10 Asupan Makan


Tabel 5.9 Frekuensi Makan Utama Responden
Responden Kategori Asupan
Total
Frekuensi Makan n % Jenis asupan Kurang Baik Lebih
3 kali sehari 3 9,37 n % n % n %
< 3 kali sehari 6 18,75 28,1
> 3 kali sehari 23 71,87 Karbohidrat 3 9,37 9 2 20 62,5 32
15,6
Lemak 4 12,5 5 2 23 71,87 32
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat Protein 2 6,2 4 12,5 26 81,25 32
dilihat bahwa banyak pekerja 28,1
Natrium 9 2 8 25 15 46,87 32
kantoran yang frekuensi makan
utama lebih dari 3 kali sehari
71,87%, sedangkan paling sedikit Berdasarkan Tabel 5.10 dapat
frekuensi makan utama 3 kali sehari dilihat bahwa sebagian besar asupan
9,37%. Hal ini disebabkan makanan masuk dalam kategori lebih
berdasarakan hasil recall banyak berdasarkan WNPG (2004) yaitu
pekerja kantoran yang masih karbohidrat (62,5%), lemak
memiliki kebiasaan makan yang (71,87%), protein (81,25%) dan
berlebih. Pada saat wawancara natrium (46,87%). Berdasarkan hasil
responden belum mengerti dan recall 3 X 24 jam sebanyak 3 kali
memahami pola makan yang baik ( makanan hari biasa 2 hari dan
dan seimbang. Hal ini sesuai dengan makanan yang dikonsumsi pada hari
penelitian Mokolensang, dkk (2016), libur), bahwa pekerja kantoran
dimana penelitian ini menunjukkan banyak yang mengkonsumsi
bahwa sebagian besar subjek dalam makanan yang diolah dengan cara
penelitian ini mempunyai status gizi digoreng dan makanan yang diolah
obesitas sentral berdasarkan hasil menggunakan santan, dimana bahan
pengukuran lingkar pinggang, jika makanan yang diolah dengan cara
dilihat dari indeks masa tubuh subjek tersebut banyak mengandung
dalam penelitian ini 50% diantaranya minyak. Hal ini tidak jauh beda
tergolong obesitas dan overweight. dengan penelitian Suhaema (2015)
Dalam penelitian ini dilakukan yang menunjukkan adanya
eksplorasi terkait frekuensi makan akumulasi lemak tubuh yang banyak
subjek bahwa subjek mengkonsumsi tersebut (obesitas) berdampak
makanan sumber karbohidrat terhadap kejadian resistensi insulin,
cenderung lebih sering adalah nasi, yang merupakan predisposisi dari
mie, kentang goreng bahkan kejadian sindrom metabolik.
frekuensinya bisa mencapai 4-7 kali
sehari. Jenis Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik responden
Asupan Makanan dalam seminggu diukur dengan
Jumlah asupan makan pada menggunakan rumus total MET-
pekerja kantoran dapat dilihat pada menit/minggu yaitu dengan
Tabel 5.10 berikut ini : menjumlahkan aktivitas berjalan
dengan aktivitas sedang dan aktivitas
berat. Kemudian hasil yang diperoleh
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 35

diklasifikasikan menjadi 3 golongan Aktivitas fisik akan membakar


yaitu ringan, sedang, dan berat energi dalam tubuh, dengan
berdasarkan kriteria IPAQ (2005). demikian jika asupan kalori dalam
tubuh berlebihan dan tidak diimbangi
dengan aktivitas fisik yang seimbang
Tabel 5.11 Distribusi Sampel dan cukup maka akan menyebabkan
Berdasarkan Jenis Aktivitas Fisik tubuh mengalami kegemukan
Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase (%) (Sudikno dkk, 2010). Kurangnya
(n)
Ringan 13 40,62
aktivitas fisik dapat menyebabkan
Sedang 19 59,38 obesitas karena ketidakseimbangan
Berat 0 0 antara pemasukan dan pengeluaran
Jumlah 32 100
energi (Djausal, 2015). Aktivitas
fisik yang kurang merupakan faktor
Berdasarkan tabel 5.11 dapat risiko utama kegemukan dan obesitas
diketahui bahwa tidak ada satupun (Widiantini & Tafal, 2014).
responden yang memiliki aktivitas Soetardjo (2011) menyebutkan
fisik berat. Hal tersebut dikarenakan bahwa pada usia dewasa seseorang
sebagian besar responden melakukan mulai berisiko menderita penyakit
aktivitas fisik sedang (59,38%) degeneratif dan pada usia lansia,
dengan total MET-nya di antara 700– aktivitas fisik dan kebutuhan gizi
2100 MET-menit/minggu dan semakin banyak berkurang dan
sisanya memiliki aktivitas fisik kerusakan sel-sel semakin banyak
rendah dengan total MET-nya < 600 terjadi. Oleh karena itu penting
MET-menit/minggu. menyeimbangkan pola makan
Responden yang memiliki nilai dengan aktivitas fisk berdasarkan
terendah pada kategori aktivitas fisik umur dan jenis kelamin.
sedang yaitu 706,5 MET-
menit/minggu (terlampir), dengan Frekuensi Aktivitas Fisik
cara rata-rata melakukan pekerjaan Aktivitas fisik adalah setiap
rumah tangga (seperti menyapu, gerakan tubuh yang meningkatkan
mengepel) sebanyak 3 kali dalam pengeluaran tenaga/energi dan
seminggu selama 30 menit. pembakaran energi. Aktivitas fisik
Kemudian responden juga dikategorikan cukup apabila
melakukan aktivitas fisik seperti seseorang melakukan latihan fisik
berjalan kaki dari satu tempat ke atau olahraga selama 30 menit setiap
tempat lain sebanyak 7 kali dalam hari atau minimal 3-5 hari dalam
seminggu selama 15 menit. Hal seminggu (PGS, 2014). Berikut
tersebut sebagaimana disebutkan distribusi responden berdasarkan
IPAQ (2005) termasuk jenis aktivitas frekuensi aktivitas fisik yang
fisik intensitas sedang. dilakukan pegawai kantor Dinas
Responden yang memiliki nilai Koperasi, Perdagangan dan UKM
terendah pada kategori aktivitas fisik Provinsi Riau :
rendah yaitu 273 MET-
menit/minggu, dengan cara Tabel 5.12 Distribusi Sampel
melakukan aktivitas fisik intensitas Berdasarkan Frekuensi Aktivitas
sedang 2 kali seminggu selama 30 Fisik
menit serta berjalan kaki dari satu Aktivitas Frekuensi Total
tempat ke tempat lain sebanyak 1 Fisik ≥3x < 3x
kali seminggu selama 10 menit. /minggu /minggu
36 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

n % n % n % latihan fisik atau olah raga selama 30


Ringan 1 7,69 12 92,31 13 100
Sedang 11 57,89 8 42,11 19 100
menit setiap hari atau minimal 3-5
hari dalam seminggu (PGS, 2014).
Berdasarkan tabel 5.12 dapat Berikut distribusi durasi aktivitas
diketahui bahwa responden yang fisik yang dilakukan pegawai kantor
melakukan aktivitas ringan dengan Dinas Koperasi Provinsi Riau :
frekuensi ≥ 3x /minggu sebanyak
7,69% dan responden yang Tabel 5.13 Distribusi Sampel
melakukan aktivitas fisik ringan Berdasarkan Durasi Aktivitas
dengan frekuensi < 3x /minggu Fisik
Durasi
sebanyak 92,31%. Responden hanya Aktivitas ≥ 90 < 90 Total
melakukan aktivitas fisik ringan Fisik menit/minggu menit/minggu
dengan cara berjalan kaki dengan n % n % n %
frekuensi 1-2 kali dalam 1 minggu Ringan 0 0 13 100 13 100
Sedang 13 68,43 6 31,57 19 100
serta responden juga lebih sering
duduk hingga lebih dari 5 jam pada Berdasarkan tabel 5.13 dapat
saat bekerja di kantor. diketahui bahwa responden yang
Untuk responden yang melakukan aktivitas fisik ringan
melakukan aktivitas fisik sedang dengan durasi < 90 menit/minggu
dengan frekuensi ≥ 3x /minggu sebanyak 100%. Hal ini dikarenakan
sebanyak 57,89% dan frekuensi < responden lebih banyak duduk pada
3x /minggu adalah sebesar 42,11%. saat di kantor ataupun di rumah.
Aktivitas fisik sedang yang banyak Untuk responden yang
dilakukan responden adalah melakukan aktivitas fisik sedang
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan kategori durasi ≥90
(seperti menyapu, mengepel), serta menit/minggu terdapat sebanyak
melakukan aktivitas seperti berjalan 68,43%. Alokasi waktu yang
cepat. dihabiskan untuk melakukan
Seseorang dengan aktivitas aktivitas fisik sedang seperti
fisik ringan, memiliki kecenderungan melakukan pekerjaan rumah bisa
sekitar 30%-50% terkena hipertensi menghabiskan waktu rata-rata 30
dibandingkan seseorang dengan menit perhari.
aktivitas sedang atau berat. Orang Menurut Plotnikoff (2006)
yang sering berjalan kaki dapat dalam Canadian Journal of
menurunkan tekanan darah sekitar 2 Diabetes, aktivitas fisik merupakan
% (± 1 mmHg TDS dan TDD) kunci dalam pengelolaan diabetes
(Kelley, 2001). Orang yang suka melitus terutama sebagai pengontrol
melakukan aktivitas aerobik akan gula darah dan memperbaiki faktor
mengalami penurunan tekanan darah resiko kardiovaskuler seperti
rata-rata 4 mmHg TDS dan 2 mmHg menurunkan hiperinsulinemia,
TDD baik yang mengalami meningkatkan sesnsitifitas insulin,
hipertensi maupun yang tidak menurunkan lemak tubuh, serta
mengalami hipertensi (Whelton dkk, menurunkan tekanan darah. Aktivitas
2002). fisik sedang yang teratur
berhubungan dengan penurunan
Durasi Aktivitas Fisik angka mortalitas sekitar 45-70%
Aktivitas fisik dikategorikan pada populasi diabetes melitus tipe 2
cukup apabila seseorang melakukan serta menurunkan kadar HbA1c ke
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 37

level yang bisa mencegah terjadinya Jumlah Rokok per Hari


komplikasi (Umpierre et al., 2011). 1-4 batang 1 3,1
Aktivitas fisik teratur dapat 5-14 batang 7 21,9
meningkatkan HDL dan menurunkan >15 batang 3 9,4
kolesterol, LDL, trigliserida dan
berat badan. Aktivitas teratur akan Berdasarkan tabel 5.14
meningkatkan aktivitas enzim diketahui bahwa karakteristik
lipoprotein lipase dan menurunkan responden tertinggi adalah yang tidak
aktivitas enzim hepatic lipase. memiliki kebiasaan merokok. 100%
Lipoprotein lipase akan dari responden yang memiliki
menghidrolisis trigliserida dan kebiasaan merokok, masih merokok
VDVL sehingga meningkatkan sampai sekarang. Dari 32 sampel
konversi VLDL dan IDL. Sebagian responden, 31,3 % responden mulai
IDL akan dikonversi menjadi LDL merokok pada usia diatas 10 tahun,
oleh hepatic lipase dan sisanya akan sedangkan 3,1 responden mulai
diambil oleh hati dan jaringan perifer merokok pada usia kurang dari 10
dengan perantara reseptor LDL. tahun. 31,3% responden memiliki
Mekanisme inilah yang kebiasaan merokok setiap harinya.
menyebabkan terjadinya penurunan Dari 34,4% responden yang
kolesterol, LDL dan peningkatan merokok, 21,9% diantaranya
HDL pada peningkatan aktivitas fisik merokok sebanyak 5 hingga 14
(Giesberg dan Karmally, 2000). batang perhari.
Kebiasaan merokok responden
Gambaran Kebiasaan Merokok yang sedikit yaitu 34,4% sesuai
Merokok adalah kegiatan dengan hasil penelitian Fitria (2015),
menghisap rokok yang dilakukan dimana tidak terdapat perbedaan
responden baik di dalam rumah proporsi kejadian sindrom metabolik
maupun diluar rumah. Kebiasaan dengan kebiasaan merokok. Semakin
merokok pada penelitian ini dilihat banyak jumlah rokok yang
dari kebiasaan merokok, usia mulai dikonsumsi berkorelasi signifikan (p
merokok, kebiasaan merokok setiap < 0,05) dengan tekanan darah diastol
hari, jumlah rokok yang dihisap yang rendah dan ukuran lingkar perut
perhari. yang besar.
Tabel 5.14 Distribusi Sampel Hasil penelitian yang
Berdasarkan Kebiasaan Merokok melibatkan perawat Amerika Serikat
Karakteristik Responden n % dalam jumlah yang besar, di antara
Kebiasaan Merokok orang-orang yang menderita sindrom
Perokok 11 34,4 metabolik, sebesar 1,31% mantan
Bukan Perokok 21 65,6 perokok, 1,43% perokok sedang (1-
Masih Merokok 14 batang per hari), 1,64% (15-34
Ya 11 34,4 batang per hari) dan 2,19% (lebih
Bukan Perokok 21 65,6 dari 35 batang per hari) (Marewa,
Usia Mulai Merokok 2015). Kandungan nikotin dalam
> 10 tahun 10 31,3 rokok menyebabkan insulin tidak
< 10 tahun 1 3,1 dapat bekerja dengan baik, yang
disebut resistensi insulin,
Frekuensi Merokok
memperburuk metabolisme gula di
Setiap Hari 10 31,3
dalam darah hingga menyebabkan
Tidak Setiap Hari 1 3,1 kanker. Sindrom metabolik,
38 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

menurunnya daya dan kemampuan 3


insulin serta merokok, mempunyai
hubungan yang kuat dan saling Berdasarkan tabel 5.15
memengaruhi, sehingga ketiga diketahui bahwa karakteristik
kondisi tersebut saling responden tertinggi tidak memiliki
bergandengan. Perokok mempunyai riwayat penyakit obesitas (90,6%).
risiko dua kali lebih besar Begitu juga dengan hipertensi. 65,6%
dibandingkan dengan bukan perokok. responden tidak memiliki anggota
keluarga yang menderita penyakit
Gambaran Riwayat Penyakit hipertensi. Untuk riwayat keluarga
Keluarga dengan penyakit jantung, 84,8%
Riwayat keluarga dapat responden tidak memiliki keluarga
membuat anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit jantung.
juga menderita penyakit yang sama. Secara keseluruhan, dari 32
Diawali dalam sebuah keluarga responden ada 43,8% responden
dengan pola makan tidak benar yang memiliki riwayat penyakit
sehingga salah satu orang tua keluarga dan 56,3% tidak memiliki
mengidap diabetes, bila anggota riwayat penyakit keluarga.
keluarga lain tidak mengubah pola Faktor keturunan
hidup besar kemungkinan akan mempengaruhi obesitas dan hal ini
mengidap penyakit yang sama dihubungkan dengan fenotip. Pada
(Almatsier, Soetardjo, Soekatri, akhir tahun 2002, lebih dari 300
2011). gene, penanda dan kromosom telah
dihubungkan dengan fenotip
Tabel 5.15 Distribusi Sampel obesitas. Penelitian tentang gen ini
Berdasarkan Riwayat Penyakit telah mengidentifikasi 68
Keluarga Quantitative Trait Loci (QTLs)
Karakteristik Responden n % manusia dan 168 QTLs dari hewan
Obesitas percobaan untuk obesitas.
Ada Riwayat 3 9,4 Beberapa penelitian yang
Tidak Ada Riwayat 29
90, berhubungan dengan gen obesitas
6 menunjukkan bahwa terdapat
Hipertensi beberapa gen yang dapat
34, mempengaruhi kejadian obesitas.
Ada Riwayat 11
4
65, Gen the beta-3 adrenergic receptor
Tidak Ada Riwayat 21 (ADBR3) adalah gen yang paling
6
Diabetes banyak di uji dan telah menunjukkan
28, hubungan dengan terjadinya obesitas.
Ada Riwayat 9
1 Gen-gen lain yang juga telah diteliti
71, dalam lima model penelitian berbeda
Tidak Ada Riwayat 23
9 yang dapat mempengaruhi obesitas
Jantung adalah gen LEPR, gen ADBR2, gen
15, LEP,gen UCP2, Gen UCP3, gen
Ada Riwayat 5
6
84, GNB3, gen LDLR, TNFRSFI B,
Tidak Ada Riwayat 27 POMC, APOB,APOD dsb (Bray,
8
Riwayat Penyakit Keluarga 2006).
43,
Ada Riwayat 14
8 KESIMPULAN DAN SARAN
Tidak Ada Riwayat 18 56, Kesimpulan
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 39

Berdasarkan hasil penelitian per hari tertinggi adalah 5-14


yang dilakukan, dapat disimpulkan batang (21,9%).
bahwa : 8. Berdasarkan riwayat penyakit
1. Jenis makanan yang sering keluarga, responden yang
dikonsumsi responden untuk jenis memiliki riwayat penyakit
makanan pokok adalah nasi, lauk keluarga yaitu sebesar 43,8%.
hewani adalah daging ayam, lauk
nabati adalah tempe, sayuran
adalah wortel dan untuk buah-
buahan adalah papaya. Saran
2. Frekuensi makan responden 1. Bagi responden untuk dapat
sebagian besar lebih dari 3 kali memperbaiki pola makan yang
sehari (71,87%). berlebih yang terdiri dari jenis
3. Sebagian besar asupan makan makan, frekuensi makan yang
responden termasuk dalam berlebih dan asupan makan yang
kategori lebih berdasarkan WNPG berlebih dengan mengontrol pola
(2004) yaitu karbohidrat (62,5%), makan yang konsisten dengan
lemak (71,87%), protein (81,25%) cara menerapkan pola makan
dan natrium (46,87%). yang seimbang sesuai dengan
4. Tidak ada satupun responden pedoman gizi seimbang.
yang berada pada kategori 2. Bagi responden perlu
aktivitas fisik berat. Sebaliknya, mempertahankan dan
sebagian besar responden berada meningkatkan aktivitas fisik
pada kategori aktivitas fisik seperti menggunakan tangga
sedang (59,38%). untuk menaiki gedung
5. Persentase responden yang perkantoran ataupun menjauhkan
melakukan aktivitas fisik ringan parkir kendaraan agar lebih
dengan frekuensi < 3x /minggu banyak berjalan menuju kantor.
sebanyak 92,31%. Persentase 3. Bagi responden untuk dapat
responden yang melakukan memperbaiki gaya hidup yang
aktivitas fisik sedang dengan tidak sehat menjadi gaya hidup
frekuensi ≥ 3x /minggu adalah yang sehat. Hindari minuman
sebesar 57,89%. beralkohol, hilangkan kebiasaan
6. Persentase responden yang merokok, mulai pola makan yang
melakukan aktivitas fisik ringan benar dan olahraga secara teratur.
dengan durasi < 90 menit/minggu
sebanyak 100%. Persentase DAFTAR PUSTAKA
responden yang melakukan Almatsier, Sunita. (2002). Prinsip
aktivitas fisik sedang dengan Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.
durasi ≥ 90 menit/minggu Gramedia Pustaka Utama.
sebanyak 68,43%.
Asih, R. A. F. (2015). Faktor-Faktor
7. Responden dengan status perokok yang Berhubungan dengan
yaitu sebesar 34,4% dan Kelelahan pada Pasien Systemic
semuanya masih merokok. Usia Lupus Erithematosus (SLE).
mulai merokok > 10 tahun yaitu Universitas Negeri Semarang.
31,3%, frekuensi merokok setiap
hari yaitu 31,3%. Jumlah rokok Bimandama, M. A., & Soleha, T. U.
(2016). Hubungan Sindrom
40 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

Metabolik dengan Penyakit M.2015. Cardio Metabolic


Kardiovaskular. Majority, 5(2), Syndrome : A Global Epidemic.
49–55. Journal Diabetes & Metabolism,
6(3).
Djausal, A.N. (2015). Effect of Central
Obesity As Risk Factor of Khomsan, Ali; Anwar, Faisal; Sukandar,
Metabolic Syndrome. Jurnal Dadang; Riyadi, H. 2006. Studi
Majority, 4(3), 20-21. Tentang Pengetahuan Gizi Ibu Dan
Kebiasaan Makan Pada Rumah
Fahad, M. (2013). Hubungan Pola Tangga Di Daerah Dataran Tinggi
Makan dengan Metabolic Dan Pantai. Gizi Dan Pangan.
Syndrome dan Gambaran Aktivitas
Fisik Anggota Klub Senam Kulsum, I. D., & Yunus, F. 2016.
Jantung Sehat Kampus II Sindrom Metabolik pada Penyakit
Universitas Islam Negri (UIN) Paru Obstruktif Kronik ( PPOK )
Syarif Hidayatullah Tahun 2013. Metabolic Syndrome in Chronic
Universitas Islam Negeri (UIN) Obstructive Pulmonary Disease
Syarif Hidayatullah. ( COPD ). J Respir Indonesia,
36(1), 47–59.
Gibney, J.,Margaretts ,M.,Kearney , J. &
Arab, L.2008.Gizi Kesehatan M, R. G., Sahelangi, O., & Widodo, G.
Masyarakat.Jakarta:EGC Harahap, 2015. Pola Makan,Asupan Zat
M., & Mochtar, Y. (2016). Gizi, Dan Status Gizi Anak Balita
Gambaran Rasio Lingkar Pinggang Bawah Garis Merah Di Pesisir
Pinggul, Riwayat Penyakit dan Pantai Desa Tatangesan Dan
Usia pada Staff Pegawai Polres Makalu Wilayah Kerja Puskesmas
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Pusomaen. GIZIDO, 7(1).
Masyarakat Andalas, 10(2), 140–
144. Olsson AG, Schwartz GG, Szarek M,et
al. 2005. High density lipoprotein,
Giesberg, H.N., Karmally, W. (2000). bt not low density lipoprotein
Nutrition, Lipids and cholesterol levels in fluence short
Cardiovascular Disease dalam term prognosis after acute
Biochemical and Physiological coronary syndrome: results from
Aspect of Human Nutrition. WB the MIRICAL trial. Eur Heart J:
Saunders Company: Philadelphia 26: 890-896.
917-944.
PERKENI. 2011. Konsensus
Harikedua, V. T., & Tando, N. M. pengelolaan diabetes melitus tipe
(2012). Aktifitas Fisik dan Pola 2 di Indonesia 2011. Semarang:
Makan Dengan Obesitas Sentral PB PERKENI.
Pada Tokoh Agama Di Kota
Manado. Gizido, 4(1), 289–298. Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Herwati, & Sartika, W. (2014). Nomor 41 Tahun 2014 Tentang
Terkontrolnya Tekanan Darah Pedoman Giz iSeimbang.
Penderita Hipertensi Berdasarkan Jakarta:Depkes RI.
Pola Diet dan Kebiasaan Olah
Raga Di Padang Tahun 2011. Plotnikoff, R. C., (2006). Physical
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Activity in the Management of
8(1), 8–14. Diabetes: Population-based
Perspectives and Strategies.
Kelli, H. M., Kassas, I., & Lattouf, O.
Maghfirahmah Amsyah Putri, Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik 41

Canadian Journal of Diabetes. 30: Virginian population. International


52-62. Journal of Medical Sciences,
13(1), 25–38.
Prasasti, H. E., & Utari, D. M. (2013).
Jenis Kelamin dan Umur Sebagai Sudikno., Herdayati, M., dan Besral.
Faktor Predominan Lingkar (2010). Hubungan Aktivitas Fisik
Pinggang Pada Guru Sekolah dengan Obesitas pada Orang
Dasar Di Kecamatan Cilandak Dewasa di Indonesia. Jurnal Gizi
Jakarta Selatan Tahun 2013. FKM Indon, 33(1), 37-49.
UI.
Sulistyoningrum, E. 2010. Tinjauan
Rini, S. (2015). Sindrom Metabolik. molekular dan aspek klinis
Jurnal Majority, 4(4), 88–93. resistensi insulin. Mandal a of
Health, 4(2), 131–138.
Rochmah, W., Prabandari, Y. S.,
Setyawati, L. K., Ilmu, B., Suoth, M., Bidjuni, H., & Malara, R. T.
Komunitas, K. M., Universitas, F. 2014. Hubungan Gaya Hidup
K.,Gadjah, U. 2014. Prevalensi dengan Kejadian Hipertensi di
Sindrom Metabolik pada Pekerja Puskesmas Kolongan Kecamatan
Perusahaan The Prevalence of Kalawat Kabupaten Minahasa
Metabolic Syndrome among Utara. Ejournal Keperawaan (E-
Company Workers. Jurnal Kp), 2(1), 1–10.
Kesehatan Masyarakat Nasional,
9(2), 113–120. Sudibjo, P., Arovah, N. I., & A, R. L.
(2013). Tingkat Pemahaman Dan
Rohman, M. S. 2007. Patogenesis dan Survei Level Aktivitas Fisik,
Terapi Sindrom Metabolik, 28(2), Status Kecukupan Energi Dan
160–168. Status Antropometrik Mahasiswa
Program Studi Pendidikan
Sargowo, D., & Andarini, S. 2011. The Kepelatihan Olahraga FIK UNY.
Relationship Between Food Intake Medikora, 11(2), 183–203.
and Adolescent Metabolic
Syndrome Pengaruh Komposisi Suoth, M., Bidjuni, H., & Malara, R. T.
Asupan Makan terhadap (2014). Hubungan Gaya Hidup
Komponen Sindrom Metabolik dengan Kejadian Hipertensi di
pada Remaja. Jurnal Kadiologi Puskesmas Kolongan Kecamatan
Indonesia, 32(1), 14–23. Kalawat Kabupaten Minahasa
Utara. Ejournal Keperawaan (E-
Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Kp), 2(1), 1–10.
Profesi dan Mahasiswa.Jakarta:
Dian Rakyat. Umpierre et al., (2011). Physical
Activity Adviced Only or
Soetardjo, S. (2011). Gizi Usia Dewasa : Structured Excercise Training and
Gizi Seimbang Dalam Daur Association with HbA1C Levels in
Kehidupan. Almatsier et al (Ed). Type 2 Diabetes. American
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Medical Association. 35:107.

Srikanthan,K.,Feyh,A.,Visweshwar,H.,S Widiantini, W., dan Tafal, Z. (2014).


hapiro, J. I., & Sodhi, K. 2016. Aktivitas Fisik, Stres, dan Obesitas
Systematic review of metabolic pada Pegawai Negeri Sipil. Jurnal
syndrome biomarkers: A panel for Kesehatan Masyarakat Nasional,
early detection, management, and 8(7), 330-336.
risk stratification in the West
42 Jurnal Proteksi Kesehatan, Volume 6, Nomor 1, April 2017, hlm 22-41

WNPG. 2004. Ketahanan


Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah
dan Globalisasi. LIPI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai