Anda di halaman 1dari 24

Case Report Science

INSOMNIA

Oleh :

Vista Padma Sari 1510070100068

Mega Utari 1610070100005

PRESEPTOR
dr. Sulistiana Dewi, Sp. Kj

SMF PSIKIATRI
RSUD M NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, telah dapat diselesaikan case yang

berjudul “Insomnia”.

Dengan selesainya case ini tim penulis mengucapkan terima kasih kepada

orang tua yang selalu memberikan do’a, motivasi, semangat agar selalu berusaha

untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran ini, kepada pembimbing dr.

Sulistiana Dewi,Sp.KJ yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan

case dan rekan-rekan sejawat FK Universitas Baiturrahmah yang telah

memberikan kontribusi dalam penyusunan case ini.

Saran serta kritik membangun tentu sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga laporan

ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa kedokteran.

Padang, 6 Oktober 2020

Tim penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................. 3
2.1. Definisi Demensia................................................................................. 3
2.2. Epidemiologi......................................................................................... 3
2.3. Klasifikasi............................................................................................. 4
2.4. Tanda dan Gejala Insomnia ................................................................. 4
2.5. Etiologi ................................................................................................. 5
2.6. Faktor Resiko Insomnia........................................................................ 6
2.7. Patofisiologi.......................................................................................... 7
2.8. Diagnosis............................................................................................... 8
2.9. Tatalaksana........................................................................................... 9
2.10.Komplikasi............................................................................................ 12
2.11.Prognosis............................................................................................... 12
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 13
3.1 Identitas Pasien..................................................................................... 13
3.2 Anamnesis............................................................................................. 13
3.3 Status Mental........................................................................................ 15
BAB 4 PENUTUP........................................................................................... 18
4.1 Kesimpulan........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insomnia adalah kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang

untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.

Gejala tersebut biasanya diikuti dengan gangguan fungsional saat

bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa

mengalami kesulitan memulai tidur atau mempertahankan tidur dalam

setahun, dengan 17% diantaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.

Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari

insomnia pada beberapa waktu selama hidup mereka.

Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami

insomnia. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka

pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini

sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering

terjadi dalam kontekssituasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau

menjelang ujian. Insomnia inibiasanya hilang ketika stressor hilang atau

individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sering

berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.

Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini

biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat

situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti

1
kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih

dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan

psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk

insomnia.

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak

mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah

dan letih, dengan

konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan

fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur

1.2 Tujuan

Case ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di

bagian Ilmu Jiwa RSUD M.Natsir dan diharapkan agar dapat menambah

pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca,

khususnya kalangan medis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam

hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-

restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan

gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The

International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai

kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3

malam/minggu selama minimal satu bulan.

Menurut The International Classification of Sleep Disorders,

insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai

rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah

gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau

mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang

memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan

pemakaian obat-obatan. Insomnia tidak hanya dapat mempengaruhi tingkat

energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup

2.2 Epidemiologi

Keluhan gangguan tidur sebenarnya dapat terjadi pada berbagai usia

tetapi, prevalensi insomnia sendiri cenderung makin meningkat pada lansia,

3
hal ini juga berhubungan dengan bertambahnya usia dan adanya berbagai

penyebab lainnya. Lansia berusia 65 tahun ke atas, didapatkan lebih dari

70% lansia diantaranya mengalami insomnia. Faktor lain yang berhubungan

dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur adalah jenis kelamin wanita,

adanya gangguan mental atau medis dan penyalahgunaan zat. Dilaporkan

juga bahwa, kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut mengalami hal

ini..

2.3 Klasifikasi

1. Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia

atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang

menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan

tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

2. Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya

kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan

dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10

orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa

nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya

mempengaruhi 1dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur.

Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan

yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang

4
terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-

2 dari 10 orang yangmenderita insomnia.

2.4 Tanda dan Gejala Insomnia

 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari.

 Sering terbangun pada malam hari.

 Bangun tidur terlalu awal.

 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari.

 Iritabilitas, depresi atau kecemasan.

 Konsentrasi dan perhatian berkurang.

 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan.

 Ketegangan dan sakit kepala.

 Gejala gastrointestinal

2.5 Etiologi

 Stres

Kekhawatiran tentang pekerjaan, sekolah, atau keluarga, dapat membuat

pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa

kehidupan yang penuh dengan masalah, seperti kehilangan orang yang

dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan

insomnia.

 Kecemasan dan depresi

Hal ini mungkin disebabkan ketidak seimbangan kimia dalam otak atau

karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

 Obat-obatan

5
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa

anti depresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan

(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

 Kafein, nikotin dan alkohol

Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandungkafein adalah stimulan

yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan

insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang

untuk tertidur, tetapi sering menyebabkan terbangun di tengah malam.

 Kondisi Medis

Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering

buang air kecil, kemungkinan mengalami insomnia lebih besar

dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan

dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,penyakit paru-paru,

gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan

penyakit Alzheimer.

 Perubahan lingkungan atau jadwal kerja

Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat

menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk

tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus

tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

2.6 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari

tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:

6
 Wanita.

Isomnia lebih sering terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan karena Perubahan

hormone selama siklus menstruasi dan menopause, Selama menopause sering

berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.

 Insomnia banyak ditemukan pada Usia lebih dari 60 tahun hal ini diKarenakan

terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia.

 Memiliki gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, gangguan

bipolar dan post-traumatic stress disorder dapat mnyebabkan insomnia

 Stres dapat menyebabkan insomnia, stress jangka Panjang seperti kehilangan

orang yang dicintai, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin

atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.

 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja atau Bekerja di malam

hari sering meningkatkan resiko insomnia.

2.7 Patofisiologi

Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang

bertujuan untuk mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas. Tidur

dan terbangun diatur oleh batang otak, thalamus, hypothalamus dan

beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan

tidur. Hasil yang diproduksi oleh mekanisme serebral dalam batang otak

yaitu serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang berperan

sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai medula kerja

otak. Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang merupakan

hormone katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh. Adanya lesi

pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan

7
keadaan siaga tidur. Katekolamin yang dilepaskan akan menghasilkan

hormone norepineprin yang akan merangsang otak untuk melakukan

peningkatan aktivitas.

Stress juga merupakan salah satu factor pemicu, dimana dalam

keadaan stress atau cemas, kadar hormone katekolamin akan meningkat

dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga

seseorang akan terus terjaga.

2.8 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

 Pola tidur penderita.

 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

 Tingkatan stres psikis.

 Riwayat medis.

 Aktivitas fisik

 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk

menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak

dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa

mencatat waktu tidur anda selama 2 minggu. Pemeriksaan fisik akan

dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa

8
menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan

untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yangbisa

menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan

dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup

gelombang otak, pernapasan, nadi,gerakan mata, dan gerakan tubuh.

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ

 Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a) Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau

kualitas tidur yang buruk

b) Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan.

c) Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari.

d) Ketidak puasan terhadap kuantitas atau kualitas tidur menyebabkan

penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan

pekerjaan

 Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan

diagnosis insomnia diabaikan.

 Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya

gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak

memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis

di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan

penyesuaian (F43.2)

2.9 Tatalaksana

9
1. Non Farmako

a) Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru

dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi

tingkahlaku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama

untuk penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

 Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

 Teknik Relaksasi.

Merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan

latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan

saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan,

nadi, tonus otot, dan mood.

 Terapi kognitif.

Merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak bisa tidur dengan

pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling

tatap muka atau dalam grup.

 Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan

untuk beraktivitas.

 Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan

ditempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

b) Gaya hidup dan pengobatan di rumah

10
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur

 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

 Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur

pada malam hari.

 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti

menghindari kebisingan

 Olahraga dan tetap aktif, lakukan Olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

 Menghindari makan besar sebelum tidur

 Cek kesehatan secara rutin

 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesic

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu

benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a) Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b) Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

11
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti insomnia” yaitu

golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat

“Prolong latent phase Anti Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik anti

depresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-

pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang

dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti Insomnia”, yaitu

golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

2.10 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga

yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi :

 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan

reaksi kecelakaan

 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

 Kelebihan berat badan atau kegemukan

 Daya tahan tubuh yang rendah

12
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya

tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi

pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai

skizophrenia.

13
BAB III

LAPORAN KASUS

3.4 Identitas Pasien

Tanggal Masuk : 14 Desember 2020

Nama Pasien : Ny. U

Umur : 60 Tahun

No RM : 187841

Status : Janda

3.5 Anamnesis

a. Keluhan Utama

 Seorang pasien perempuan datang ke poli jiwa RSUD M.Natsir untuk

control ulang,dengan keluhan sulit tidur sejak ± 14 hari yang lalu.

b. Riwayat penyakit Sekarang

 Pasien mengatakakan sulit tidur mulai dari malam hari hingga pagi hari.

 Pasien mengatakan mengalami sulit tidur ± lebih dari 3 kali dalam seminggu

 Pasien mengatakan selalu berpikir apakah bisa untuk tidur malam ini atau

tidak.

 Pasien mengatakan bisa tidur siang tetapi sulit untuk tidur saat malam

hari.

 Pasien mengatakan apabila terkejut saat tidur maka pasien tidak akan bisa

tertidur lagi.

14
 Pasien mengatakan pernah 2 hari berturut-turut tidak bisa tidur.

 Pasien mengatakan sulit tidur menyebabkan aktivitas sehari-hari

terganggu karena pasien menjadi lemas, pusing dan kurang bersemangat.

 Pasien mengatakan banyak pikiran dikarenakan mantan suami pasien

pernah meminjam perhiasan dengan janji akan mengembalikannya, tetapi

mantan suami menyangkal pernah meminjam perhiasan tersebut.

 Pasien mengatakan saudara dari mantan suami pasien menuduh pasien

berbohong.

 Pasien mengatakan saat mantan suami meminjam perhiasaan tersebut ada

anak pasien yang melihat sebagai saksinya.

 Pasien mengatakan anak pasien yang pertama bercerai dengan suaminya

dan tinggal bersama pasien dan tidak berkerja.

 Pasien mengatakan bahwa pasien sendiri yang membiayai semua

kebutuhan dirumah.

 Pasien mengatakan saat sulit tidur pasien mengaji dan beristighfar agar

bisa tidur namun tidak berhasil.

 Pasien mengatakan sudah 5 kali diruqiyah namun tidak berhasil.

 Pasien mengatakan masalahnya ditanggung sendiri dikarenakan tidak ada

tempat untuk bercerita.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien tidak ada memiliki penyakit dengan keluhan yang sama

d. Riwayat Penyakit Keluarga

15
 Keluarga pasien tidak ada memiliki penyakit dengan keluhan yang sama

seperti pasien.

3.3 Status Mental

1. Deskripsi umum

 Penampilan : Berpenampilan sesuai usia

 Perilaku dan aktivitas motorik : Tenang

 Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

2. Mood dan Afek

 Mood : Eutimia

 Afek : Luas

 Keserasian : Serasi

3. Pembicaraan

 Bicara : Spontan

 Volume : Sedang

 Artikulasi : Jelas

4. Gangguan persepsi

 Depersonalisasi : Tidak Terganggu

 Derealisasi : Tidak Terganggu

 Ilusi : Tidak Terganggu

 Halusinasi : Tidak Terganggu

5. Pikiran

16
 Isi pikiran : Tidak Terganggu

 Proses pikiran : Koheren

6. Sensorik dan kognitif

 Kesadaran : Komposmentis

 Orientasi tempat : Tidak Terganggu

 Orientasi waktu : Tidak Terganggu

 Orientasi orang : Tidak Terganggu

7. Daya ingat

 Jangka panjang : Tidak Terganggu

 Jangka sedang : Tidak Terganggu

 Jangka pendek : Tidak Terganggu

8. Daya nilai dan tilikan

 Daya nilai sosial : Tidak Terganggu

 Daya nilai realita : Tidak terganggu

 Tilikan : Tilikan 4

9. Diagnosis Multiaxial

 Axis I : Gangguan Tidur Insomnia non-organik

 Axis II : Tidak ada diagnosa

 Axis III : Tidak ada diagnosa

 Axis IV : Masalah ekonomi dan masalah keluarga

 Axis V : GAF 70-61

10. Penatalaksaan

17
 Amitripilin 1x12,5mg

 Betahistin 2x1mg

 Diazepam 1x2mg

 Lorazepam 1x2mg

11. Prognosis :

BAIK BURUK
Late onset Sistem support yang buruk
Dijumpai symptom depresi Belum menikah atau telah

bercerai

 Quo ad vitam : Dubia

 Quo ad functionam : Dubia

 Quo ad sanationam : Dubia

18
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam

mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan

gangguan fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani

dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.

Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan

berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan

kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap

pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang,

tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur

secara individual. Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi

dan nonfarmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-

19
obatan yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa

golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non

benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia

secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku, pengaturan gaya

hidup dan pengobatan dirumah seperti mengatur jadwal tidur.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sodack BJ. 2010. Kaplan dan Sadock SInopsis Psikiatri, Ed:

Wiguna, I Made.Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 – International Classification

of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and

Coding Manual. Diagnostic dan Coding Manual. 2nd 2.

3. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R. Benbadis.

(http://wwww.emidicina.medscape.com/article/118729.com)

4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed. 6. Jakarta: EGC

5. Insomina.

(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternat

ive-medicine Diakses tanggal 8 Juli 2011

6. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

7. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.

Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

8. Gelder, Michael G.etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London:

Oxford University Press.

21

Anda mungkin juga menyukai