Disusun Oleh:
Kelompok 21
1. Riska Sari Saraswati Dewi 1801044
2. Roni Nurhidayat 1801045
A. Pengertian
Kejang Demam merupakan Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 37,5ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium maupun intrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis
yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan
sampai dengan 5 tahun. Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara
cepat berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kondisi yang dapat menyebabkan
kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti
Otitis Media Akut, Bronkitis dan Tonsillitis. Umumnya berlangsung singkat, dan
mungkin terdapat predisposisi familial. Kejang yang berkepanjangan dan berulang–ulang
dapat menyebabkan gangguan yang serius pada otak anak hingga anak mengalami
kecacatan mental. Kejang demam ini banyak dijumpai pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan (Ismail et al., 2016).
Seorang anak yang pernah mengalami kejang demam untuk pertama kalinya,
mempunyai peluang 30–35% untuk mengalami kejang demam berikutnya, tidak ada
patokan suhu demam yang sama, serta tidak selalu terjadi pada setiap demam.
Peningkatan faktor predisposisi genetik juga akan meningkatkan risiko berulangnya
kejang demam (Hariadi & Arifianto, 2017).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38℃
biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah
kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini. (Ridha,2017).
D. Klasifikasi
Ada 2 golongan kejang demam menurut Ridha 2017:
a) Kejang demam sederhana
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
e. Kejang tidak bersifat tonik klonik
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurology atau abnormalitas
perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
i. Tanpa gerakan fokal dan berulang dalam 24 jam.
b) Bila kejang tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka golongan sebagai kejang
demam kompleks. (Ridha, 2017)
E. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah
oleh:
F. Manifestasi Klinis
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang umum. Bentuk kejang umum yang
sering dijumpai adalah mata mendelik atau terkadang berkedip-kedip, kedua tangan dan
kaki kaku, terkadang diikuti kelojotan, dan saat kejang anak tidak sadar tidak memberi
respons apabila dipanggil atau diperintah. Setelah kejang anak sadar kembali. Umumnya
kejang demam akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 5 menit dan tidak berulang
lebih dari satu kali dalam 24 jam (Soebadi, 2015).
Menurut Wukandari & Erawati (2016) manifestasi kejang demam yaitu:
a) Kejang demam mempunyai kejaidian yang tinggi pada anak yaitu 3-4%
b) Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak dialami oleh anak laki-laki
c) Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik diakibatkan infeksi disusunan
saraf pusat seperti otitis media dan bronchitis
d) Bangkitkan kejang berbentuk tonik-klonik
e) Takikardi: pada bayi, frekuensi sering diatas 150-200x/menit.
G. Pemeriksaan penunjang
H. Pathway
Infeksi bakteri,
virus dan parasit Rangsangan mekanik dan
biokimia. Gangguan
Reaksi Inflamasi cairan dan elektrolit
Hipertermi
Ketidakseimbangan
potensial membrane ATP, Perubahan difusi NA-
ASE
Reaksi kekjang-kejang
Perubahan beda
Pelepasan muatan listrik potensial membrane sel
Resiko semakin meluas keseluruh sel neuron
Keterlambatan maupun membrane sel
perkembangan sekitarnya dengan bantuan
kejang
neurotransmiter
Pernafasan
Termogulasi tidak
meningkat/Takipenia
efektif
b. Setalah ABC aman, baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger.
c. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus kasa
d. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa menyebabkan
bahaya
e. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
f. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
g. Setelah pasien sadar dan terbangun beriksan minum air hangat
h. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan dikepaskan
Penatalaksaan Medis
a. Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah diazepam untuk
membrantas kejang secepat mungkin yang diberi secara IV , IM, dan rektal. Dosis
sesuai BB <10kg; 0,5; 0,75 mg/kg BB. Dosis rata-rata dipakai 0,3 mg/kg BB/kali
dengan maksimal 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anak
yang lebih besar.
b. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg
BB/hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid misalnya deksametazon
0,5-1 ampul setiap 6 jam.
c. Setelah kejang teratasi dengan diazepam selama 45-60 menit disuntikkan antipileptik
dengan daya kerja lama misalnya fenoberbital, defenilhidation diberikan secara
intramuskuler. Dosis awal neonates 30 mg; umur 1 bulan-1 tahun 50 mg. umur 1
tahun keatas 75 mg.
J. Komplikasi
Kejang demam yang diperkirakan setiap tahun nya terjadi diantaranya mengalami
komplikasi epilepsi. Di indonesia sendiri komplikasi yang terjadi berupa kejang berulang,
epilepsi, hemiparese dan gangguan mental (IDAI, 2013dalam Caring Nursing Journal
2017). Menurut Terrie & Kyle (2012), komplikasi yang berkaitan dengan kejang demam
meliputi status epileptikus, defisit koordinasi motorik, ketidakmampuan intelektual, dan
masalah perilaku.
KONSEP ASUHAN KEPERAWAT
Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Dalam mengkaji identitas pasien kejang demam yang perlu menjadi perhatian adalah
nama lengkap pasien, jenis kelamin, dan usia dari pasien. Pada beberapa kasus kejang
demam sering ditemukan pada anak dengan usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami
penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua pasien akan mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu
makan munurun, lama terjadi kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam
yang dialami anak.
c. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam
kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi
pada anak disertai mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan
tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
Riwayat nutrisi
Pada saat anak sakit, biasanya akan mengalami penurunan nafsu makan karena
mual ataupun muntah.
Riwayat ante anatal, post natal dan natal juga harus diperhatikan terutrama
untuk anak usia 0-5 tahun.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pada anak kejang demam yang sering dijumpai ialah anak sering
terlihat rewel hingga mengalami penurunan kesadaran
b. .TTV
Suhu : >38.0ºC
Respirasi : pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit. Pada usia 12
bulan - <5 tahun: biasanya >40 kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/menit
c. Berat badan
Pada anak kejang demam biasanya tidak mengalami penurunan berat badan yang
signifikan
d. Kepala
Kepala tampak simetri, dan tidak ada kelainan yang tampak pada kepala
e. Mata
Mata mendelik, skelera tidak ikterik, konjungtifa sering ditemukan anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata,
keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan
mastoid.
h. Hidung
penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi : gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan sama
c) Auskultasi: biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
d) Perkusi : perkusi pada jantung ditemukan pekak
2) Jantung
Pada umumnya akan terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : Ictus cordis di SIC V teraba
c) Perkusi : batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis
kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta
II kanan linea parasternalis kanan.
d) Auskultasi : bunyi jantung terdengar tunggal
k. Abdomen
a) Inspeksi : abdomen simetris, umbilikus memusat
b) Auskultasi :bising usus dalam batas normal
c) Perkusi :thympani
d) Palpasi : perut teraba supel
l. Genetalia dan anus
Pada umumnya tidak ditemukan ganggun pada area genetalia
m. Ekstermitas
1) Atas : lengan kaku, tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik.
2) Bawah : tungkai kaku, tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik.
n. Intergumen
Kulit pucat dan membiru akral sering teraba dingin.
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu) memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
5. Penilaian kekuatan otot
Tabel 2.2 Penilaian kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit <45º, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu
4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(sumber: Wijaya & Yessi,2013)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi
meliputi :
Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Hipertermia
3. Resiko cidera berhubungan dengan kejang
Rencana Keperawatan
No.D Diagnosa NOC NIC
X Keperawatan
1. Ketidakefektifan Respiratory status : Posisikan pasien untuk
pola nafas Ventilation memaksimalkanventilasi
Respiratory status : Pasang mayo bila perlu
Airway patency Lakukan fisioterapi dada jika
Vital Sign perlu
Setelah dilakukan Keluarkan sekret dengan batuk
tindakan keperawatan atausuction
selama 1x24 jam pasien Auskultasi suara nafas, catat
menunjukkan adanyasuara tambahan
keefektifan pola nafas, Berikan pelembab udara Kassa
dibuktikan dengan basahNaCl Lembab
kriteria hasil :
Atur intake untuk cairan
Suara nafas
mengoptimalkankeseimbangan.
yang bersih,
Monitor respirasi dan status O2
tidak ada
Bersihkan mulut, hidung dan
sianosis dan
secret trakea
dyspnea
Pertahankan jalan nafas yang
(mampu
paten
mengeuarkan
Observasi adanya tanda-tanda
spuktum,mamp
hipoventilasi
u bernafas
Monitor adanya kecemasan
dengan mudah
pasien terhadap oksigenasi
tidak ada pursed
Monitor vital sign
lips)
Informasikan pada pasien dan
Menunjukkan
keluarga tentang teknik
jalan nafas yang
relaksasi untuk memperbaiki
paten (klien
tidak merasa jalan nafas
tercekik, irama Ajarkan bagaimana batuk
nafas, frekuensi efektif
pernafasan Monitor pola nafas
dalam rentang
normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
(tekanan darah,
nadi,
pernafasan)
2. Hipertermia Thermoregulation Fever treatment
Setelah dilakukan Monitoring suhu sesering
tindakan keperawatan mungkin
selama 1 x 24 jam Monitor IWL
pasien menunjukkan : Monitor warna dan suhu kulit
Suhu tubuh dalam batas Monitor tekanan darah, nadi
normal dengan dan RR
Kriteria Hasil Monitor WBC, Hb, dan Hct
Suhu tubuh Monitor intrake dan output
dalam rentang
Berikan anti piretik
normal
Berikan pengobatan untuk
Nadi dan RR
mengatasi demam
dalam rentang
normal Selimuti pasien
Tidak ada Lakukan tapid sponge
perubahan Kolaborasi pemberian cairan
warna kulit dan intravena
tidak pusing Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya mengigil
3
DAFTAR PUSTAKA
Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti, Saharso D, dkk.
Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Edisi ke-3. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2016.
Hariadi, N. I., & Arifianto. (2017). Berteman Dengan Demam. Depok: KataDepan.
Ridha, H., N. (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Nurarif.A.H,.& Kusuma. H.(2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction
Titik Lestari, 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Wulandari.M & Ernawati.M.(2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Soebadi, A. (2015). Kejang Demam: Tidak Seseram yang Dibayangkan. IDAI. Yogyakarta.