LP Asma
LP Asma
2.1.2. Klasifikasi
Menurut, Yasmin (2003) terdapat dua tipe utama Asma yaitu:
a. Asma Ekstrinsik
1) Juga disebut asma alergik atau atopik.
2) Aktivasi sel mast, infiltrasi eosinofil.
3) Dicetuskan oleh antigen dari lingkungan.
4) Terjadi reaksi antigen antibodi imunoglobulin E (IgE)
spesifik.
5) Mediator inflamatori trermasuk histamin, bradikinin,
leukotrienes, faktor penyakit trombosit, prostaglandin,
tromboksan A2 dan faktor kimia untuk eosinofik, trombosit,
netrofil, dan limfosit T.
6) Spasme bronkus terjadi dalam hitungan menit kemudian
memulih, reaksi lambat terjadi 4-8 jam kemudaian.
b. Asma Intrinsik
1) Penyebab alergi tidak diketahui
2) Sering terjadi pada masa dewasa, dapat sangat parah.
3) faktor-faktor pencetus termasuk infeksi traktus repiratorius,
obat-obatan iritan dari lingkungan, udara dingin, udara
kering, olah raga, stres emosional.
4) Kemungkinan penyebab spasme bronkus terjadi akibat
ketidakseimbangan antara sitem saraf otonom simpatis dan
parasimpatis.
5) Mediator kimia menyebabkan inflamasi dan konstriksi
bronkus.
Sangat sukar membedakan satu jenis asma dengan asma
yang lain. Dahulu dibedakan asma alergik (ekstrinsik) dan non-
alergik (intrinsik), namun kini pembagian asma meliputi (Arjatmo
Tjokronegoro dan Hendra Utama, 2004) :
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
5.Obat-obatan
Obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma adalah
golongan reseptor beta, atau yang lebih populer disebut beta-
blocker. Golongan obat tersebut sering dipakai untuk pengobatan
penyakit jantung koroner dan darah tinggi. Pada penderita asma
berat, bahkan obat tetes mata yang mengandung beta-blocker
dalam dosis yang kecil pernah dilaporkan menimbulkan serangan
asma. Aspirin dan obat-obatan antirematik dapat mencetuskan
serangan asma pada 2 sampai 10% penderita asma. Serangan asma
biasanya berat, kadang disertai gejala alergi lain seperti mata dan
bibir bengkak, gatal-gatal kulit, meskipun mekanismenya bukan
reaksi alergi.
6.Polusi udara
Pemaparan terhadap berbagai bahan dalam lingkungan kerja dapat
menimbulkan asma pada mereka yang tidak pernah menderita
asma atau memperberat asma yang sudah ada. Sekarang telah
diketahui bahwa asap, uap dan debu yang ditimbulkan oleh banyak
bahan industri dapat menyebabkan asma. Dengan demikian
prevalensi asma lebih besar di kota-kota yang banyak tempat
industri dari pada di kota-kota yang sedikit tempat industrinya.
Polusi udara di dalam rumahpun sering terjadi. Asap rokok,
semprotan obat nyamuk, semprotan rambut dapat mencetuskan
serangan asma. Penderita yang tidak merokok bisa mendapat
serangan asma karena berada dalam ruangan yang penuh asap
rokok. Penderita anak-anak lebih sering mendapat serangan asma
bila di rumahnya ada yang merokok. Bagi penderita asma yang
merokok, segera hentikan kebiasaan tersebut agar kelainan saluran
nafasnya tidak semakin parah. Elizabeth J. Corwin (2001)
menjelaskan lebih rinci bahwa terpajan asap rokok selama dalam
rahim atau masa anak-anak dini dianggap suatu faktor resiko untuk
menderita asma pada anak.
7.Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
2.1.4. Patofisiologi
Masuknya allergen terutama allergen inhalan menyebabkan sel
plasma terangsang untuk membentuk IgE kemudian melekat pada sel
mast dan basofil. Hal ini menyebabkan proses degranulasi yang
mengakibatkan pelepasan mediator seperti Histamin, SRS – A (Slow
Reacting Substance Of Anaphylaxis), ECF – A (Eosinophil
Chemotatic Factor Of Anaphylaxis), Bradikidin dan sebagainya.
Mediator yang dilepaskan tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi otot polos bronkhus, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah di submukosa yang mengakibatkan edema dan peradangan,
serta peningkatan sekresi mukus, hal tersebut mengakibatkan
obstruksi jalan nafas sehingga penderita mengalami sesak nafas,
batuk-batuk, suara nafas berbunyi ( wheezing ), perpanjangan fase
ekspirasi dan peningkatan jumlah eusinofil. Sebagai akibat lain
terjadinya kenaikan resistensi aliran udara pada jalan nafas
menyebabkan penurunan tekanan partial oksigen dan kenaikan FRC.
FRC adalah kapasitas residu fungsional atau banyaknya udara yang
tertinggal selama ekspirasi. Paru-paru secara progresif menjadi
hiperinflasi dan udara terjebak oleh adanya sumbatan.
WOC Astma bronchial
Terpapar Alergen
Pembentukan IgE
Rentan
cAMP Menurun
resiko kekambuhan
Degranulasi sel
Pembentukan Histamin
Resiko
Ansietas kelelahan
Resiko
kekambuhan Gangguan nutrsi
2.1.8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Asma Bronkhial yaitu :
a. Status asmatikus, terjadi karena penanganan yang kurang adekuat
yang mana merupakan kelanjutan dari Asma Bronkhial
b. Atelektasis, terjadi karena kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi
akibat dari sumbatan jalan nafas, maka udara yang harus
dikeluarkan direabsorbsi oleh darah sehingga terjadi atelektasis
c. Emphysema terjadi karena spasme bronkus yang terlalu lama
menyebabkan hipertropi otot polos dan penyempitan saluran
nafas yang menetap.
Menurut suyono, (2001), komplikasi yang timbul dari
penyakit Asma Bronkhiale adalah :
a. Pneumothorak
b. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis.
c. Atelektasis
d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
e. Gagal napas
f. Bronkhitis
g. Fraktur iga
h. Status Asmatikus
2.2. Konsep Proses Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis
dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan
masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dan
respons klien terhadap penyakitnya (Tarwoto Wartonah, 2001).
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Brunner dan Suddart,2002).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran
data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperwatan
dari ANA (American Nursing Association) (Nursalam, 2001).
Pengkajian pada klien dengan diagnosa Asma Bronkhial adalah
sebagai berikut:
1. Biodata
Biodata meliputi identitas klien dan identitas penanggung jawab.
Identitas klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku, alamat, tanggal masuk RS. Identitas
penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, hubungan
dengan klien, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama meluputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada
dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernafas.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan
terutama dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak,
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing,keringat dingin, penggunaan otot bantu pernafasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan
darah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, dan polip hidung,. Riwayat serangan asma,
frekuensi, waktu, dan alergrn-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan, setra riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tenyang riwayat
penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan.(Doengoes,2000).
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Menurut Virginia
Handerson.
Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, penulis menggunakan
konseptual Virginia Handerson, dimana terdapat 14 komponen
meliputi:
a. Bernafas
Pada klien dengan asma biasanya didapatkan klien mengeluh
merasa sesak, batuk beriak dan bunyi nafas tidak normal seperti
wheezing.
b. Nutrisi
Pola nutrisi yang perlu dikaji adalah adanya penurunan nafsu
makan, nausea, BB menurun, massa otot menurun, dan tonus
otot menurun.
c. Eliminasi
Pola BAB dan BAK yang perlu dikaji adalah biasanya
berkaitan dengan kebutuhan cairan kerena dapat terjadi oliguria
dan diaforesis.
d. Aktivitas
Kegiatan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pada
klien asma tidak dapat terpenuhi terutama saat terjadi serangan,
karena klien merasa cepat lelah dan lemah, mengalami
keterbatasan mobilitas fisik sehingga tergantung pada orang
lain.
e. Istirahat dan tidur
Perlu dikaji kebiasaan istirahat dan tidur klien dan hal-hal yang
dirasakan yang dapat mengganggu istirahat dan tidur klien,
klien dengan Asma Bronkhial kemungkinan akan terganggu
pola istirahat dan tidurnya bila terjadi serangan,
cemas,khawatir dan sebagainya.
f. Personal hygiene
Perlu dikaji kebiasaan klien mengenai pemeliharaan dan
perawatan kesehatan diri sendiri misalnya kebiasaan mandi,
ganti pakaian, memakai alas kaki. Biasanya pada klien yang
menderita asma, selama klien sesak nafas harus istirahat di
tempat tidur dan kebutuhan pasien sehari-hari dibantu oleh
perawat sesuai dengan kemampuannya, seperti : makan,
minum, defekasi dan kebersihan umum pasien.
g. Mempertahankan temperatur tubuh dan suhu tubuh
Bagaimana respon klien terhadap suhu ruangan di Rumah Sakit
dan bagaimana cara klien mengatasi dalam hal perubahan
cuaca, misalnya bila cuaca panas atau dingin.
h. Kebutuhan berpakaian
Pakaian merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk
menutupi tubuh sehubungan dengan diri klien.
i. Rasa aman dan nyaman
Masing-masing individu memiliki pandangan yang berbeda
mengenai kenyamanan diri, rasa aman dan nyaman dapat
terganggu saat terjadi serangan asma.
j. Berkomunikasi dengan orang lain
Klien susah bicara atau bicara terbata-bata sehingga klien akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain
saat terjadi serangan asma.
k. Pekerjaan atau kebutuhan bekerja
Dikaji pekerjaan apa saja yang selalu dilakukan oleh klien dan
apakah pekerjaannya bersifat ringan, sedang atau berat, serta
dikaji juga mengenai lingkungan pekerjaan klien apakah
terpapar dengan berbagai alergen.
l. Kebutuhan spiritual/beribadah
Kebiasaan dalam melaksanakan dan menjalankan ibadah sesuai
dengan kepercayaannya.
m. Belajar
Dikaji mengenai pentingnya belajar tentang kesehatan terutama
yang berhubungan dengan pengelolaan penderita Asma
Bronkhial.
n. Rekreasi
Dikaji mengenai pentingnya rekreasi untuk mengurangi
pikiran-pikiran tentang penyakit yang diderita.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis,
batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
b. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu
nafas. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan
irama pernafasan, dan frekuensi pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspanti, dan taktil
fremitus normal.
3) Perkusi
Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan
rendah.
4) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai
dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali
inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan wheezing pada
akhir ekspirasi.
c. B2 (Blood)
Perlu dimonitor dampak asma pada status kardiovaskular
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan
CRT, serta Hb.
d. B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping
itu, diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat
kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu
dimonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok.
f. B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda
infeksi, mengingat hal-hal tersebut juga merangsang serangan
asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah,
frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas, sangat potensi
terjadi kekurangan pemunuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena
terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan
yang dialami klien.
g. B6 (Bone)
Perlu dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan
asma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang
kasar, kering, kelainan pigmen, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis, serta mukosa
bibir. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan
kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat
klien yang meliputi berapa lama klien yidur dan istirahat, sarta
berapa besar akibat kelelahan yang di alami klien. Adanya
wheezing, sesak, dan ortopnea dapat memengaruhi pola tidur
dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti
olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga
dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan
exercise induced asma.
No
. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional
Dx
1.1. Setelah dilakukan (a) (a) Karakteristik
tindakan keperawatan kekentalan dan sputrum dapat
diharapkan jalan nafas jumlah sputum menunjukkan
menjadi efektif dengan (b) berat ringannya
kriteria hasil: pada metode obstruksi
(a) menentukan posisi yang tepat (b) Batuk yang tidak
yang nyaman dalam terkontrol
sehingga mengontrol melelahkan dan
memudahkan batuk. inefektif serta
peningkatan (c) menimbulkan
pertukaran gas. untuk frustasi
(b) dapat menurunkan (c) Sekresi kental sulit
mendemontrasik viskositas untuyk
an batuk efektif sekresi dikeluarkan dan
(c) dapat (d) dapat
menyatakan sebelum dan menyebabkan
strategi untuk sesudah sumbatan mukus
menurunkan tindakan yang dapat
kekentalan (e) menimbulkan
sekresi dada dengan atelektasis.
(d) tidak ada suara tehnik drainage (d) Berkurangnya
nafas tambahan postural,perkusi suara tambahan
dan fibrasi dada. setelah tindakan
(f) menunjukan
berikan keberhasilan
perawatan (e) Fisioterpi dada
mulut merupakan
strategi untuk
mengeluarkan
sekret.
(f) Hygiene mulut
yang baik
meningkatkan
rasa sehat dan
mencegah bau
mulut.
Mansjoer, Arif; dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Tjikronegoro, Arjatmo & Hundra Utama. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Jakarta: Gaya Baru.
Suyono, H. Slamet (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3,
EGC. Jakarta