Anda di halaman 1dari 95

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN TERAPI BERMAIN PUZZLE UNTUK MENGURANGI


KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH
DENGAN KEJANG DEMAM

WIWIK SUHERNI
031SYE19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
MATARAM
2022
KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN TERAPI BERMAIN PUZZLE UNTUK MENGURANGI


KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH
DENGAN KEJANG DEMAM

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan


Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma 3 Keperawatan

WIWIK SUHERNI
031SYE19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D 3
MATARAM
2022

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Wiwik Suherni
NIM : 031SYE19
Program Studi : D.3 Keperawatan
Institusi : STIKES Yarsi Mataram
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang
saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan
bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya
Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.

Mataram, November 2022


Pembuat Pernyataan

Wiwik Suherni

Mengetahui:

Pembimbing I Pembimbing II

Melati Inayati Albayani, S. Kep., Ners.,MPH Zurriyatun Thoyibah, S. Kep., Ners., M.


Kep
NIK. 2109715 NIK. 3010980

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN TERAPI BERMAIN PUZZLE UNTUK MENGURANGI


KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH
DENGAN KEJANG DEMAM

Diajukan oleh
WIWIK SUHERNI
031SYE19

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Pembimbing I: Melati Inayati Albayani, S. Kep., Ners., MPH ( )


Tanggal:

Pembimbing II: Zurriyatun Thoyibah, S. Kep., Ners., M. Kep ( )


Tanggal:

Mengetahui
Prodi Keperawatan Jenjang D.3
Ketua

(Melati Ibayati Albayani, S. Kep., Ners., M.PH)


NIK: 2109715

iii
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN TERAPI BERMAIN PUZZLE UNTUK MENGURANGI


KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH
DENGAN KEJANG DEMAM

Diajukan oleh
WIWIK SUHERNI
031SYE19

Telah dipertahankan di depan Dewa Penguji


Pada tanggal …bulan…tahun...

Dewan Penguji

Penguji I : Kusniyati Utami, S.Kep., Ners., M.Kep ( )


NIK: 3060749

Penguji II : Melati Inayati Albayani, S. Kep., Ners., MPH ( )


NIK: 2109715

Penguji III : Zurriyatun Thoyibah, S. Kep., Ners., M. Kep ( )


NIK: 3010980

Mengetahui
Prodi Keperawatan Jenjang D.3
Ketua

(Melati Ibayati Albayani, S.Kep., Ners., M.PH)


NIK: 2109715

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penerapan Terapi

Bermain Puzzle Untuk Mengurangi Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak Pra

Sekolah Dengan Kejang Demam” dapat terselesaikan dengan baik. Adapun

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat guna

mengikuti ujian Karya Tulis Ilmiah penelitian untuk memperoleh gelar ahli madya

keperawatan (Amd.Kep) Program Studi Keperawatan Jenjang D.3 STIKES Yarsi

Mataram.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini banyak mendapat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Zulkahfi, S.Kep., Ners., M.Kes. selaku Ketua STIKES Yarsi Mataram

yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi D.3 Ilmu

Keperawatan.

2. Melati Inayati Albayani, S. Kep., Ners., MPH selaku Ketua Program Studi

D.3 Keperawatan STIKES Yarsi Mataram, sekaligus sebagai pembimbing 1

yang telah memberikan fasilitas serta arahan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Diploma 3 Keperawatan di STIKES Yarsi

Mataram dan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan

motivasi dengan ikhlas dan sabar sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan tepat pada waktunya.

v
3. Zurriyatun Thoyibah, S. Kep., Ners., M. Kep selaku pembimbing II yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan

motivasi dengan ikhlas dan sabar sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan tepat pada waktunya.

4. Kedua orang tua yang telah memberikan perhatian, doa, dan dukungan moril

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada

waktunya.

5. Semua Staf pengajar dan tata usaha STIKES Yarsi Mataram yang telah

banyak membantu dan memudahkan segala fasilitas sehingga Karya Tulis

Ilmiah ini selesai tepat waktu

6. Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan semangat dan motivasi

dalam memberikan ide dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kemurahan hati dan budi baik

semua pihak yang telah memberikan kesempatan, dukungan, fasilitas, kritik

dan saran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak.

Mataram, Agustus 2022

Peneliti
v

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Tujuan Studi Kasus 3
1.4. Manfaat Sutdi Kasus 3
1.4.1 Masyarakat 4
1.4.2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keperawatan 4
1.4.3 Penulis 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Kejang Demam 5
2.1.1 Definisi 5
2.1.2 Etiologi 6
2.1.3 Tanda dan Gejala 7
2.1.4 Klasifikasi 7
2.1.5 Patofisiologi 8
2.1.6 Pathway 10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang 11
2.1.8 Penatalaksanaan 12
2.1.9 Komplikasi 13
2.1.10 Pencegahan 13
2.2 Hospitalisasi dan Kecemasan 14
2.2.1 Hospitalisasi 14
2.2.2 Kecemasan 19
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam 27
2.3.1 Pengkajian 27
2.3.2 Analisa Data 36
2.3.3 Diagnosa Keperawatan 38
2.3.4 Rencana Keperawatan 39
2.3.5 Implementasi 42
2.3.6 Evaluasi 42
2.4 Konsep Teori Bermain 43
2.4.1 Pengertian Terapi Bermain 43
2.4.2 Tujuan Terapi Bermain 44
2.4.3 Manfaat Terapi Bermain 44
2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak 46
2.4.5 Kategori Permainan 46
2.4.6 Klasifikasi Permainan 47
vi

2.4.7 Permainan Puzzle 49


2.4.8 Prinsip Bermain Di Rumah Sakit 50
2.4.9 Fungsi bermain di rumah sakit 51

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Rencana Penelitian 52
3.2 Subyek Studi Kasus 52
3.3 Fokus Studi Kasus 53
3.4 Definisi Operasional 53
3.5 Instrumen Studi Kasus 54
3.6 Metode Pengumpulan Data 55
3.7 Lokasi dan Studi Kasus 58
3.8 Analisa Data 58
3.9 Etika Penelitian 65

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 62


4.1 Gambaran Lokasi Penelitian.......................................................... 62
4.2 Hasil Studi Kasus........................................................................... 62
4.2.1 Pengkajian............................................................................ 62
4.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................. 64
4.2.3 Intervensi Keperawatan............................................................. 65
4.2.4 Implementasi Keperawatan................................................. 68
4.2.5 Evaluasi..................................................................................... 71
4.3 Pembahasan........................................................................................ 74
4.3.1 Pengkajian................................................................................. 74
4.3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................. 75
4.3.3 Intervensi Keperawatan............................................................. 76
4.3.4 Implementasi Keperawatan....................................................... 77
4.3.5 Evaluasi..................................................................................... 78
4.4 Keterbatasan studi kasus..................................................................... 80

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 81


5.1 Kesimpulan......................................................................................... 81
5.2 Saran................................................................................................... 81
5.2.1 Masyarakat................................................................................ 81
5.2.2 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi..................... 81
5.2.3 Penulis Selanjutnya................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
vii

DAFTAR TABEL
Table 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak..............................34
Tabel 2.2 Analisa Data...................................................................................40
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan..................................................................42
Tabel 2.4 Hamilton Rating Scale For Anxietas (HARS) ...............................59
viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Kejang Demam............................................................14


Gambar 2.2 Faces Image Scale (FIS).............................................................31
Gambar 2.3 Puzzle..........................................................................................53
Gambar 2.4 Puzzle..........................................................................................53
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian.......................................


Lampiran2: Informed Consent..........................................................................
Lampiran 3: Lembar Biodata Partisipan...........................................................
Lampiran 4: Pengkajian Keperawatan Pada Anak Dengan Kejang Demam....
Lampiran 5: Lembar Observasi........................................................................
Lampiran 6: Lembar Konsultasi ......................................................................
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk

ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal yaitu

>37, 5°C yang disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur atau parasit),

penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat- obatan (Surinah dalam

Hartini, 2015). Selain itu demam berperan dalam meningkatkan

perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu

pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2016). Suhu tubuh

yang tinggi pada saat demam dapat menimbulkan serangan kejang demam

pada anak. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38oC).

WHO (World Health Organization) memperkirakan pada tahun 2019

kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan sampai 5 tahun di negara

maju.4,5 Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi demam berkisar 2-5%.

Dengan angka kejadian demam sederhana sekitar 70-75%, kejang kompleks

20-25% dan sekitar 5% demam simptomatik. Prevalensi demam di Asia

meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika Serikat.

Di Jepang angka kejadian demam berkisar 8, 3-9, 9 %, bahkan di Guam

insiden demam mencapai 14% (Angelia et al., 2019). Insiden kejang demam

di negara lain bervariasi seperti Jepang 8, 8%, Guam 14%, India 5-10%.

Amerika serikat inisden kejang demam mencapai 2%-5% pada anak yang

berusia kurang dari 5 tahun. Angka kejadian kejang demam di asia

dilaporkan lebih tinggi dari amerika yakni sebesar 8, 3% - 9,9%, sekitar


2

80%-90% dari sejumlah kejadian kejang demam di asia adalah kejang

demam sederhana (Fuadi, Bahtera, Tjipta, Wijayahadi, 2016).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2016 kejang

demam pada anak mencapai 25% dengan 85% yang disebabkan oleh infeksi

saluran pernafasan. Tahun 2017 sebesar 17,4% anak mengalami kejang

demam dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 dengan kejadian

kejang sebesar 22,2%, tahun 2019 anak yang mengalami kejang demam

21,9 % kasus dan di tahun 2020 terjadi 18,8 % kasus. Data Profil Kesehatan

Nusa Tenggara Barat tahun 2018 menyatakan bahwa kejang demam tahun

2018 menurun dibandingkan tahun 2017. Kasus kejang demam Provinsi

NTB tahun 2017 sebesar 32, 4% menurun menjadi 10, 7% pada tahun 2018.

Ambang batas per 100.000 penduduk yang ditetapkan secara nasional yakni

<40/100.000 penduduk. Kasus meninggal tahun 2018 sebesar 1 orang

dengan CFR 0, 2% (Profil Kesehatan NTB, 2018).

Kejang demam dapat mengakibatkan perasaan ketakutan yang

berlebihan, trauma secara emosi dan kecemasan pada orang tua, anak kejang

demam mengalami bangkitan kejang demam berulang. Pengalaman pertama

pada orang tua, hal ini menjadi masalah dan sangat mengganggu (Angelia et

al., 2019). Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi kecemasan anak

yang mengalami kejang demam yaitu dengan memberikan terapi bermain,

salah satunya bermain puzzle.

Terapi bermain puzzle merupakan permainan merangkai potongan-

potongan gambar yang berantakan menjadi suatu gambar-gambar yang utuh


3

(Srianis, 2014). Hasil penelitian Fitriani, et al. (2017) menunjukkan bahwa

terapi bermain puzzle memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurukan

respon kecemasan anak pra sekolah selama hospitalisasi. Penelitian yang

dilakukan Kaluas, et al (2015) juga menyatakan bahwa bermain puzzle

dapat menurunkan kecemasan pada anak. Hal ini diakibatkan saat bermain

puzzle anak dituntut untuk sabar dan tekun dalam merangkainya. Lambat

laun hal ini akan berakibat pada mental anak sehingga anak terbiasa

bersikap tenang, tekun dan sabar dalam menghadapi sesuatu.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan

pengelolaan kasus asuhan keperawatan dengan judul “Penerapan Terapi

Bermain Puzzle Untuk Mengurangi Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak

Pra Sekolah Dengan Kejang Demam”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan penerapan terapi bermain

puzzle untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak pra sekolah

dengan kejang demam?

1.3 Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan asuhan keperawatan dengan terapi bermain puzzel

untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak pra sekolah dengan

kejang demam

1.4 Manfaat Studi Kasus

Proposal ini diharapkan memberikan manfaat bagi:


4

1.4.1 Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama pada ibu dan

keluarga yang memiliki anak yang sedang dirawat di rumah sakit

cara penerapan terapi bermain untuk mengurangi kecemasan anak.

1.4.2 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang

keperawatan dalam penerapan terapi bermain pada anak akibat

hospitalisasi.

1.4.3 Penulis

Untuk memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan

karya ilmiah terapi bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah

sakit.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kejang Demam

2.1.1 Definisi

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh

suatu proses ekstrakranial (Kakalang dkk, 2016). Kejang demam

adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak

akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan, sehingga

mengakibatkan renjatan berupa kejang (Mubarak, 2015). Kejang

demam (febris seizure/stuip/step) merupakan kejang yang timbul pada

waktu demam karena disebabkan oleh proses diluar kepala, seperti

terdapat infeksi di saluran pernafasan, telinga, maupun infeksi saluran

pencernaan (Marwan, 2017). Jadi kejang demam adalah bangkitan

kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang

mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38°C, dengan metode

pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses

intrakranial. Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

maka tidak disebut sebagai kejang demam (Ismael, 2016).

Jadi kejang demam adalah kejang yang diakibatkan oleh kenaikan

suhu di atas 38°C dengan metode pengukuran suhu apapun yang dapat

menyebabkan anak mengalami kejang demam yang biasanya terjadi

pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.


6

2.1.2 Etiologi

Kenaikan suhu badan yang cepat dan tinggi akibat infeksi yang

mengenai jaringan eksternal seperti tonsillitis, ostitis media akut,

bronchilitis, dan sebagainya dapat menjadi penyebab terjadinya kejang

demam (Menurut Riyadi & Sukarmin, 2013). Menurut Kristanty

(2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang

demam, yaitu:

1. Umur

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai

5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam

kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang

demam. Pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5

tahun mengalami kejang yang didahului demam, bukanlah kejang

demam karena terdapat kemungkinan lain pada anak, seperti

infeksi susunan saraf pusat maupun epilepsi yang kebetulan terjadi

bersama dengan demam (Pusponegoro, 2012). Bila kejang disertai

demam terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan

merupakan termasuk dalam kejang neonatus bukan kejang demam

(Ismael, 2016).

2. Kenaikan suhu tubuh

Kenaikan suhu tubuh pada kejang demam biasanya

berhubungan dengan penyakit penyerta lainnya. Hal ini dapat

berhubungan dengan penyakit saluran napas bagian atas, radang

paru-paru, radang telinga tengah, gastroenteritis, maupun infeksi


7

saluran kemih yang dapat menyebabkan terjadinya panas tinggi.

Kejang dapat terjadi bila suhu tubuh atau suhu rektal mencapai

lebih dari 38°C pada anak. Kejang juga dapat terjadi pada bayi

setelah diberikan vaksinasi dan mengalami kenaikan suhu.

3. Faktor genetika

Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya

kejang demam. Sebanyak 25-50% anak yang mengalami kejang

demam, anggota keluarganya pernah mengalami kejang demam

juga meskipun hanya sekali.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Menurut Riyadi & Sukarmin (2013), manifestasi klinis yang

muncul pada penderita kejang demam berupa:

1. Suhu tubuh anak (suhu rectal) lebih dari 38°C

2. Anak pucat/diam saja

3. Mata melirik ke atas disertai kekakuan dan kelemahan

4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat

5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya

sentakan atau kekakuan fokal

6. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit.

2.1.4 Klasifikasi

Menurut Pusponegoro (2012), kejang demam dibagi menjadi dua

jenis yaitu kejang demam sederhana dan kompleks.


8

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam sederhana ini merupakan yang sering terjadi

pada anak sekitar 80% diantara seluruh kejang demam. Kejang

demam ini berlangsung singkat, yaitu kurang dari 15 menit. Kejang

ini umumnya akan berhenti sendiri. Kejang ini berbentuk umum

tonik dan atau klonik dengan tanpa gerakan fokal. Dalam waktu 24

jam kejang tidak berulang.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam kompleks merupakan kejang lama yang

berlangsung lebih dari 15 menit atau berulang lebih dari 2 kali atau

lebih dalam 24 jam. Kejang lama ini terjadi pada 8% kejang

demam dan kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang

mengalami kejang demam. Diantara bangkitan kejang anak tidak

sadar. Kejang ini merupakan kejang fokal (parsial satu sisi) atau

kejang umum yang didahului dengan kejang parsial.

2.1.5 Patifisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak

diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak yaitu glukosa. Pada seorang anak berumur 3 tahun

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan

orang dewasa (hanya 15%).Kenaikan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat

terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik,

meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan
9

bahan yang disebut "neurotransmitter" dan terjadi kejang. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu

38°C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada

suhu 40°C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit)

biasanya disertai Apnea atau rdiovaskuler.


10

2.1.6 Pathway

Infeksi bakteri dan parasit Rangsangan mekanik Kontraksi otot meningkat


dan biokimia

Reaksi inflamasi Kebutuhan oksigen meningkat


Perubahan konsentrasi ion
Di ruang ekstraseluler
Proses demam Gangguan neurologis

Keseimbangan potensial
Pola napas tidak efektif
Hipertermia Membrane APTASE

Difusi Na + dan K +

Kejang demam Masuk rumah sakit

Hospitalisasi Lingkungan baru


Resiko kejang
Berulang
Gejala penyakit Ancaman
terhadap
Inkordinasikonstraksi konsep diri
Otot mulutDan lidah
Gangguan Rasa Nyaman

Ansieta
Penurunan kesadaran s

Resiko cedera

Gambar 2.1 Pathway Kejang Demam (Modifikasi Aidil Fitriansyah et al

(2019) & SDKI (2018)


11

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Ismael (2016), terdapat beberapa

yaitu pemeriksaan laboraturium, pungsi lumbal, EEG, dan pencitraan.

Pemeriksaan ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada kejang demam tidak dikerjakan

secara rutin, tetapi dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab terjadinya demam. Pemeriksaan laboratorium ini

dikerjakan atas indikasi darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

2. Fungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan

atau menyingkirkan kemungkinan terjadinya meningitis.

Pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak

berusia kurang dari 12 bulan yang mengalami kejang demam

sederhana dengan keadaan umum baik.

3. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG hanya dilakukan pada kejang demam yang

bangkitan bersifat fokal. Hal ini dilakukan untuk menentukan

adanya fokus kejang otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

4. Pencitraan (CT scan atau MRI kepala)

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan dan MRI kepala) tidak

rutin dilakukan kepada anak dengan kejang demam sederhana.

Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat indikasi kelainan


12

neurologis fokal yang menetap, misalkan hemiparesis atau paresis

nervus kranialis.

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Judha & Nazwar (2014) dalam

penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan

yaitu:

1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang.

2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian

ketat di buka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah

aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan nafas bebas untuk

menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan

secara teratur dan diberikan oksigen.

3. Pengobatan dengan fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg

BB di bagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg

BB di bagi 2 dosis pada hari berikutnya.

4. Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan

pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada

guedel lebih baik.

5. Isap lendir sampai bersih, berikan O2 boleh sampai 4 L/menit. Jika

pasien jatuh apnea lakukan tindakan pertolongan (lihat pada

tetanus).

6. Bila suhu tinggi berikan kompres


13

7. Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi

dokter apakah perlu pemberian obat penenang (lihat di status

mungkin ata petunjuk jika pasien kejang lama/ berulang).

2.1.9 Komplikasi

Menurut Ngastiyah (2013) risiko terjadi bahaya atau komplikasi

yang dapat terjadi pada pasien kejang demam antara lain:

1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan

dengan gigi

2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang

ada di sekitar anak.

3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.

Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat

pemberian obat antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit

seperti:

1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat

fenobarbital kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat

apnea.

2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga

dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.

2.1.10 Pencegahan

Menurut Ngastiyah (2013) cara mencegah jangan sampai timbul

kejang bisa menjelaskan kepada orang tua, seperti:

1. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatkan atas

resep dokter yang telah mengandung antikonvuslan


14

2. Jangan menunggu suhu meningkat lagi. Langsung beri obat jika

orang tua tau anak panas, dan pemberian obat diteruskan sampai

suhu sudah turun selam 24 jam berikutnya.

3. Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun

telah di berikan obat, segera bawa anak ke rumah sakit.

2.2 Hospitalisasi Dan Kecemasan

2.2.1 Hospitalisasi

1. Pengertian Hospitalisasi

Menurut WHO, hospitalisasi merupakan pengalaman yang

mengancam, ketika anak menjalani hosptalisasi karena stresor yang

dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman. Perasaan tidak

aman tersebut akan memberikan dampak bagi fisik maupun

psikologis bagi anak. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang

karena suatu alasan yang berencana atau darurat, sehingga

mengharuskan seorang anak untuk tinggal dirumah sakit yang akan

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Selama proses tersebut, anak dan orangtua dapat mengalami

berbagai kejadian yang menurut berbagai penelitian diitunjukkan

dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress

(Supartini, 2012)

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan

yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di

rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan

kembali ke rumah. Rumah sakit merupakan salah satu penyedia


15

layanan kesehatan profesional yang berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif

maupun rehabilitatif (Setiawan, 2014).

2. Dampak Hospitalisasi

Menurut Kyle (2014), stressor yang dialami anak selama

hospitalisasi dapat menyebabkan berbagai reaksi anak dapat bereaksi

menjadi stress karena hosptalisasi sebelum mereka masuk, selama

hospitalisasi dan setelah keluar dari rumah sakit. Respon anak

terhadap stressor rasa takut, kecemasan saat perpisahan, dan

kehilangan kendali juga akan beragam tergantung dengan umur dan

tingkat perkembangan mereka.

a. Bayi

Bayi baru lahir beradaptasi untuk hidup di luar rahim dan

masih bergantung pada orang lain untuk diasuh dan dijaga. Pada

usia lima sampai enam bulan, bayi telah mengembangkan

kesadaran diri sebagai terpisah dari ibunya. Sebagai hasil, bayi

pada umur ini sadar akan adanya pengasuh utama mereka dan

akan menjadi takut terhadap orang yang tidak dikenal.

b. Balita

Balita lebih sadar terhadap diri sendiri dan dapat

mengkomunikasikan keinginan mereka. Balita sering takut

terhadap orang asing dan dapat mengingatkan mereka pada

peristiwa-peristiwa traumatis.
16

c. Prasekolah

Anak usia prasekolah memiliki kemampuan perkembangan

dan verbal yang lebih baik, untuk beradaptasi tehadap situasi yang

bervariasi. Secara keseluruhan, anak usia prasekolah berpikir

konkret, egosentris, dan berpikiran magis, membatasi mereka

untuk memahami. Jadi komunikasi dan intervensi harus dalam

tingkat pemahaman mereka.

d. Anak usia sekolah

Anak usia sekolah mampu berpisah dengan orangtua

mereka meskipun mereka tidak terbebas dari kecemasan, mereka

lebih berorientasi terhadap realita. Hospitalisasi akan dipandang

sebagai petualangan dimana mereka dapat belajar banyak hal dan

mempunyai teman baru. Untuk mengurangi rasa takut, perawat

dapat memberikaan penjelasan prosedural, memperbolehkan anak

untuk berpartisipasi dalam perencanaan, melakukan perawatan

sendiri, dan memberikan instruksi serta jawaban yang jujur

tentang sakit dan perjalanan penyakit yang dialami.

e. Remaja

Remaja mungkin dapat tidak menampakkan kecemasan,

meskipun mereka mengalaminya. Perawat diharapkan mendidik

remaja untuk jujur. Remaja awal lebih membutuhkan penjelasan

yang konkret, sedangkan remaja yang lebih tua dapat memproses

konsep yang abstrak dengan lebih.


17

3. Respon Anak Terhadap Hospitalisasi

Hospitalisasi menciptakan berbagai peristiwa yang

mengakibatkan traumatik dan berpengaruh pada efek psikologi

mencakup kecemasan. Adapun beberapa respon anak terhadap

perawatan di rumah sakit, reaksi tersebut dapat bersifat individual

dan bergantug pada tahapan usia perkembangan. Masa prasekolah

(3-6 tahun) perawatan di rumah sakit mengakibatkan anak harus

tinggal dan dirawat di rumah sakit sehingga terpisah dari

lingkungannya yang dirasa aman, menyenangkan, dan penuh kasih

sayang, serta adanya pembatasan aktivitas mengakibatkan anak

menjadi cemas dan takut. Oleh karena itu hal tersebut dapat

menimbulkan reaksi agresi yang di tandai dengan marah, berontak

dan ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak

mau bekerjasama dengan perawat dan bergantung pada orang tua

(Supartini, 2012).

4. Peran Orang Tua Terhadap Anak Yang Menjalani Hospitalisasi

Peran orang tua selama anak di rawat di ruamah sakit adalah

dengan menjadi kolaborasi antara keluarga dengan petugas

kesehatan serta kehadiran orang tua yang dapat memberikan rasa

nyaman terhadap anak. Bentuk kolaborasi orang tua dengan tenaga

kesehatan diwujudkan dengan adanya keterlibatan orang tua dalam

perawatan anak serta memenuhi kebutuhan anak dengan

memberikan suport emosional, menjaga serta merawat anak. Saat

hospitalisasi orang tua bisa terlibat pada tindakan yang sederhana


18

seperti mengatasi tingkat kecemasan pada anak, seorang tenaga

kesehatan memberikan intervensi kepada anak harus memperhatikan

kebutuhan anak sesuai dengan pertumbuhan anaknya. Anak sangat

membutuhkan dukungan dan dampingan dari orang tua selama

perawatan, kebutuhan rasa aman dan kebutuhan aktivitasnya. Peran

keluarga saat menjlani hospitalisasi orang tua begitu penting dalam

perawatan di rumah sakit, karna pada dasarnya setiap asuhan pada

anak ynag di rawat di rumah sakit memerlukan keterlibatan orang

tua (Pean & Juan, 2013).

5. Pelayanan Hospitalisasi

Perawatan sebagai pemberian pelayanan kesehatan selama 24

jam mendampingi pasien harus memberikan kontribusi dalam

perannya sebagai pemberi perawatan, terutama dalam membantu

anak dan kelurga untuk memperoleh pengalaman selama

hospitalisasi. Perawatan anak harus memiliki pemahaman yang lebih

dalam mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak untuk

merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai sehingga dapat

membantu anak dan keluarga untuk beradaptasi dengan kondisi yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembngan baik ekternal dan

internal. Dalam pelayanan keperawatan anak asuan keperawatan

yang di terpakan berdasarkan filosofi keperawatan anak. Filosofi

keperwatan anak merupakan keyakinann atau pandangan yang di

miliki oleh perawat untuk memberikan pelayanan kepada anak salah

satunya adalah family centered care (Perawatan yang berfokus pada


19

keluarga). Family centered care ini menekankan pentingnya

keterlibatan dalam memberikan perawatan pada anak di rumah sakit

(Hidayat, 2017).

2.2.2 Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau ansietas adalah perasaan yang tidak

menyenangkan sebagai respon patologi tubuh terhadap antisipasi

bahaya yang tidak nyata, atau berupa imajinasi saja. Respon

tersebut merupakan dampak dari konflik intrapsikis yang tidak

diketahui. Kecemasan biasanya terjadi saat individu menghadapi

hal-hal diluar rutinitas atau kebiasaan sehari-hari, atau ketika

berbeda dengan ketakutan melibatkan pendekatan intelektual untuk

mempersiapkan stimulus yang mengancam, sedangkan kecemasan

membutuhkan respon emosi (Herdman H. T, 2014). Cemas pada

anak usia prasekolah sering disebabkan oleh perpisahan dengan

orangtua, rasa takut dengan nyeri, cidera tubuh, serta kehilangan

aktivitasnya (Purwandari, 2013).

2. Tanda-Tanda Kecemasan

Menurut Utami, Yunani, & Livana (2017) tanda dan gejala

kecemasan pada anak yaitu:

a. Sakit kepala

b. Sulit bernafas

c. Takut jauh dari orangtua

d. Takut teradap orang asing


20

e. Sakit perut

f. Gelisah

g. Jantung berdebar

h. Gemetar

i. Mimpi buruk

j. Ketakutan dan berkeringat

3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan Pada

Anak

Menurut Suwarsih (2012), faktor yang berhubungan dengan

kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi antara lain:

a. Jenis Kelamin

Anak pada umur 3-5 tahun, kecemasan lebih sering terjadi

pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini karena

laki-laki lebih aktif dan eksploratif sedangkan perempuan lebih

mudah dipengaruhi oleh tekanan lingkungan, kurang sabar dan

menggunakan air mata.

b. Umur

Semakin tua seseorang, maka semakin baik dalam

mengendalikan emosinya.

c. Lama hari rawat

Lama hari rawat dapat mempengaruhi seseorang yang

sedang dirawat juga keluarga dari pasien. Kecemasan anak yang

dirawat dirumah sakit akan sangat terlihat pada hari pertama,

kedua bahkan hari ketiga, selanjutnya cemas akan berkurang.


21

Kecemasan pada anak bisa berkurang karena adanya dukungan

dari orangtua, teman, aktivitas di rumah sakit, dan petugas yang

ada di rumah sakit.

d. Lingkungan rumah sakit

Lingkungan rumah sakit merupakan lingkungan yang baru

bagi anak, sehingga anak sering merasa takut dan terancam

tersakiti oleh tindakan yang akan dilakukan kepada dirinya.

Lingkungan rumah sakit juga akan memberikan kesan tersendiri

bagi anak, dan usia terbanyak yang mengalami kecemasan

adalah anak yang berusia 4 tahun dan merupakan anak kedua.

Sedangkan dari jenis kelaminnya anak perempuan lebih banyak

mengalami kecemasan daripada anak laki-laki. Kemudian

ditinjau dari pengalaman masuk rumah sakit, yang paling

banyak mengalami kecemasan adalah anak yang tidak pernah

masuk rumah sakit sebelumnya, ditinjau dari jumlah saudara

kandung, anak yang tidak memliki saudara kandung yang

banyak mengalami kecemasan. Kemudian ditinjau dari terapi

bermain menunjukkan ada perubahan tingkat kecemasan yang

bermakna sebelum dan sesudah terapi bermain dengan

keterlibatan orangtua (Saputro dan Intan, 2017).

4. Manifestasi Cemas Pada Anak

Menurut Wong (2013), manifestasi cemas yang dialami anak

terbagi menjadi 3 fase yaitu:


22

a. Fase protes

Pada fase ini anak-anak bereaksi secara agresif mereka

menangis dan berteriak memanggil orangtua, menolak perhatian

dari orang lain, dan pendekatan orang asing dapat mencetuskan

peningkatan stress

b. Fase putus asa

Pada fase ini, tangisan berhenti dan muncul depresi anak

menjadi kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain, tidak

tertarik terhadap makanan dan menarik diri dari orang lain.

Lamanya perilaku tersebut berlangsung bervariasi, kondisi fisik

anak dapat memburuk karena menolak untuk makan, minum,

atau bergerak.

c. Fase pelepasan

Pada tahap ini, tampak anak menyesuaikan diri anak

menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan

orang lain dan tampak membentuk hubungan baru. Akan tetapi,

perilaku ini merupakan hasil kepasrahan dan bukan tanda-tanda

kesenangan.

5. Klasifikasi Cemas

Menurut Stuart GW (2014) kecemasan merupakan respon

emosional terhadap penilaian tersebut, kapasitas untuk menjadi

cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi kecemasan yang

parah tidak sejalan dengan kehidupan manusia. Kecemasan dibagi

menjadi empat tingkat, yaitu:


23

a. Kecemasan Ringan

Berhubunngan dengan ketegangan dalam kehiduan sehari-

hari dan menyebabkan seseorang waspada dan meningkatkan

lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan

meningkatkan pertumbuhan dan kreativitas pada anak. Respon

kecemasan pada kecemasan ringan yaitu ketegangan otot ringan,

sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh

perhatian, rajin, terlihat tenang waspada, percaya diri, sedikit

tidak sadar, terstimulasi, menyendiri dan tenang (Videbeck,

2012).

b. Kecemasan Sedang

Memunginkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan akan hal lainnya, sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon kecemasan sedang

yaitu, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat, suara

gemetar, pola tidur berubah, sakit kepala, sering berkemih, tidak

nyaman, perhatian menurun, dan fokus terhadap stimulus

meningkat (Videbeck, 2012).

c. Kecemasan berat

Cemas berat sangat dipengaruhi oleh persepsi seseorang

terhadap suatu objek, seseorangcenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang

hal lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah


24

mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur, sering

kencing, diare, hiperventilasi, pengeluaran keringat meningkat,

dan takut (Videbeck, 2012).

d. Panik

Panik berhubungan dengan terpengaruh, kekuatan, dan

tremor. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah

susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, hiperaktif,

berteriak, menjerit. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan

kehidupan, jika berlagsung terus dalam waktu yang lama dapat

terjadi kelelahan dan kematian. Respon dari panik yaitu tanda-

tanda vital meningkat kemudian menurun, pupil dilatasi, tidak

dapat tidur, mengamuk, putus asa, marah, dan lelah (Videbeck,

2012).

6. Respon Kecemasan Pada Anak

Menurut Triana (2012), respon kecemasan yang muncul pada

anak yang mengalami kecemasan antara lain:

a. Respon motoric

Menghindar, menangis, meronta, berteriak-teriak, kaku,

pucat, mengghindari kontak mata, memejamkan mata, memaki-

maki, bicara gemetar dan gugup, menggigit kuku dan

menghisap jari.
25

b. Respon fisiologis

Denyut nadi meningkat, berkeringat banyak, respirasi

meningkat, tubuh teraba dingin, terjadi kekakuan otot, mual

muntah, sakit kepala, palpitasi, gangguan bak dan bab.

c. Respon kognitif

Berfikir dirinya menjadi cacat, membayangkan tubuhnya

akan cidera, dan merasa tidak berdaya.

7. Alat Ukur Kecemasan

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecemasan

pada anak adalah sebagai berikut:

a. FIS (Faces Image Scale)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Sarti (2017)

kecemasan pada anak dapat diukur dengan menggunakan Faces

Image Scale (FIS). Faces Image Scale terdiri dari lima kategori

ekspresi wajah yang menggambarkan situasi atau keadaan dari

kecemasan, mulai dari ekspresi wajah sangat senang skor 1

hingga sangat tidak senang skor 5. Menurut Ardiansyah (2015),

bahwa dengan menggunakan faces image scale (FIS) sebagai alat

ukur kecemasan sebelum dilakukan terapi bermain masih

ditemukan responden dengan tingkat kecemaasan dari sedang

hingga sangat berat, namun setelah dilakukan terapi bermain tidak

ditemukannya responden dengan tingkat kecemasan dari sedang

hingga sangat berat.


26

Gambar 2.2 Faces Image Scale (FIS)

b. Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)

Breivik H, Borchgrevink P.C, Allen S cit. Hassyati(2018),

mengemukakan VAS sebagai salah satu skalapengukuran yang

digunakan untuk mengukur intensitaskecemasan pasien yang

biasa digunakan. Terdapat 11 titik,mulai dari tidak ada rasa cemas

(nilai 0) hingga rasa cemasterburuk yang bisa dibayangkan (10).

VAS merupakanpengukuran tingkat kecemasan yang cukup

sensitif dan

unggul karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada

rangkaian, daripada dipaksa memilih satu kata atausatu angka.

Pengukuran dengan VAS pada nilai 0 dikatakantidak ada

kecemasan, nilai 1 - 3 dikatakan sebagai cemasringan, nilai 4 – 6

dikatakan sebagai cemas sedang, diantaranilai 7 – 9 cemas berat,

dan 10 dianggap panik ataukecemasan luar biasa.

c. TheModifiedDentalAnxietyScale(MDAS)

The Modified Dental Anxiety scale merupakan alat ukur

yang memiliki keabsahan tinggi dan dapat dipercaya, dengan

sistem jawaban yang lebih sederhana dan lebihkonsisten.

Digunakan untuk mengukur kecemasan dentalpada studi tertentu.


27

Selain itu jawaban disederhanakanuntuk menemukan angka dari

tidak cemas, cemas, dansangat cemas (Humphris,2012).

d. Zung-Self Rating Anxiety Scale (SAS)

Menurut Fianza A, Dellafiore C, Travaini D

(2014)mengemukakan Zung-self Rating Anxiety Scale

(SAS)adalah instrumen untuk mengukur tingkat

kecemasandengan skala self-administered. Penilaian berdasarkan

skalalikert terdiri dari 20 item. Setiap item dinilai pada

skalaempat poin (dari 1 sampai 4), sangat jarang (1), kadang-

kadang (2), sering (3), selalu (4). SAS dapatdigunakan untuk

mengukur gejala depresi atau kecemasan diawalperawatan.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam

1.3.1 Pengkajian

1. Anamnesis

a. Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal

lahir, umur usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan

peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia

kurang dari 18 bulan, tempat lahir, asal suku bangsa, agama,

nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua

(Wong, 2012).
28

b. Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38, 0oC, pasien

mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang

demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.

b) Riwayat penyakit sekarang

Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu

makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya

tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.

c) Riwayat keluarga

Sebanyak 25-50% anak yang mengalami kejang demam,

anggota keluarganya pernah mengalami kejang demam juga

meskipun hanya sekali.

c. Riwayat Kesehatan Anak (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)

1. Prenatal Care

a) Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu

Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada

ibu selama kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu selama

kehamilan juga memungkinkan anak juga akan mengalami

malnutrisi dari lahir dan mengalami BBLR. Setelah itu,

infeksi yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur

ke anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak.


29

b) Imunisasi dasar

Apakah pada saat lahir bayi sudah mendapatkan

imunisasi dasar yaitu Hb 0.

2. Natal

a. Jenis persalinan

1) Persalinan normal adalah peroses persalinan lewat

vagina tanpa bantuan alat maupun obat tertentu, baik

induksi, vakum, dan metode lainnya.

2) Operasi caesar adalah jenis persalinan dengan

memberikan sayatan pada perut dan rahim ibu untuk

mengeluarka bayi.

b. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan

setelah melahirlan

1) Perdarahan usai persalinan bisa terjadi bila kondisi

rahim terlalu lemah dan tidak megerut akibat proses

persalian terlalu lam dan melelahkan

2) Infeksi komplikasi setelah persalinan yang paling sering

terjaadi endometritis, yaitu infeksi yang terjadi pada

endometrium atau pelapis rahim yang peka setelah

plasenta keluar

3) Luka vagina komplikasi ini terjadi akibat adanya luka

atau robekan pada vagina atau leher rahim yang

diketahui setelah persalinan selesai.


30

3. Post Natal

Hal yang dikaji adalah pada saat bayi apakah sering

mengalami demam yang tinggi sampai terjadinya kejang.

2. Tumbuh Kembang

1. Pertumbuhan fisik

a. PB/TB

1) Di atas normal >2 SD

2) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

3) Pendek (stunting) -3 SD sampai dengan 2 SD

4) Sangat pendek <-3 SD

b. Berat Badan

Berat badan ideal anak laki-laki pada umur 1 tahun

10,8kg-13,4kg, pada umur 2 tahun berat badan ideal 13,9kg-

16,2kg dan pada umur 3 tahun 16,4kg-18,6kg. Berat badan

ideal pada anak perempuan umur 1 tahun 10,1kg-12,8 kg, pada

umur 2 tahun 13,0kg-15,6 dan pada umur 3 tahun 15,8kg-18,3

kg. Rumus menghitung status gizi pada anak prasekolah

dengan menggunakan Z Score. Z score adalah nilai simpangan

berat badan atau tinggi badan dari nilai berat badan atau tinggi

badan normal menurut baku pertumbuhan.

Rumus menghitung Z score adalah sebagai berikut:

a) BB/ U
Z score: BB Dihitung- Median Baku Rujukan
Simpangan Baku Rujukan
b) TB/ U
Z score: TB Dihitung- Median Baku Rujukan
Simpangan Baku Rujukan
31

c) BB/ TB
Z score: TB Dihitung- Median Baku Rujukan
Simpangan Baku Rujukan
c. Lingkar kepala

Lingkar kepala anak prasekolah di kisaran 35-49 sentimeter

d. Lingkar Lengan Atas:

Lebih sesuai untuk dipakai menilai keadaan gizi/tumbuh

kembang pada anak kelompok umur prasekolah (1-5 tahun).

Standar LILA menurut depkes yang di kutip dari penilaian

status gizi kemkes adalah berkisar antara 5,4 cm pada tahun

pertama kehidupan dan <11,5 cm pada umur 2-5 tahun.

3. Pola fungsi kesehatan menurut Virginia Henderson (Data Bio-

psiko-sosio-kultural-spritual).

1. Pernapasan

Pada anak dengan kejang demam ditemukan nafas kadang-

kadang terasa sesak, respirasi lebih dari 30-50 x / menit.

2. Eliminasi

Pada anak dengan kejang demam yang perlu dikaji pada

eliminasi adalah frekuensi, jumlah dan konsistensi BAB dan

BAK.

3. Nutrisi

Pada anak dengan kejang demam terjadi penurunan nafsu

makan, mual muntah, kalori juga mengoreksi dehidrasi.

4. Kebutuhan istirahat tidur

Pada kebutuhan istirahat tidur ditemukan gangguan istirahat

tidur karena adanya sesak dan demam.


32

5. Kebutuhan keseimbangan tubuh

Keseimbangan tubuh dan pergerakannya agak lambat

karena terganggu oleh sesaknya.

6. Kebutuhan personal hygiene

Pada personal hygiene dibantu oleh orangtua dan perawat.

7. Kebutuhan berkomunikasi

Pada anak yang mengalami perawatan di rumah sakit akan

menangis dan rewel jika membutuhkan sesuatu.

8. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Anak akan menunjukkan rasa tidak aman dan nyaman

dengan menangis jika merasakan perubahan pada tubuhnya anak

akan menunjukkan dengan cara menangis dan merasa aman bila

bersama ibunya.

9. Kebutuhan berpakaian

Pada anak dengan kejang demam berpakaian akan dibantu

oleh ibu dan perawat.

10. Pengaturan suhu tubuh

Pada anak kejang demam mengalami kenaikan suhu tubuh

>37oC dengan suhu normal 36, 5oC- 37,5oC.

11. Kebutuhan spiritual

Kebutuhan spiritual masih tergantung pada orangtuanya

seperti orangtuanya mengajarkan berdoa pada anaknya.

12. Kebutuhan bermain dan rekreasi


33

Pada anak yang mengalami perawatan di rumah sakit pasti

akan memerlukan atau membutuhkan terapi bermain untuk

mengurangi kecemasan hospitalisasinya walaupun tidak mampu

beraktifitas seperti biasanya.

13. Kebutuhan belajar

Kurang mampu mengetahui hal-hal yang berhubungan

dengan sekitarnya.

14. Kebutuhan akan penghargaan

Pada anak yang dirawat di rumah sakit pasti akan

memerlukan penghargaan atau jika bisa sesuatu harus di puji.

4. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum biasanya anak rewel dan kesadaran compos

mentis atau menurun.

2) TTV :

a. Suhu: >38,0oC

b. Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan: > 49 kali/menit sedangkan

pada usia 12 bulan - <5 tahun: >40 kali/menit.

c. Nadi: >100 X/ menit

d. BB pada anak dengan kejang demam tidak mengalami

penurunan berat badan yang berarti

3) Kepala

a. Inspeksi: kepala pasien tampak simetris dan tidak ada kelainan.

b. Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan


34

4) Mata:

a. Inspeksi: mata simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,

konjungtiva anemis.

b. Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan.

5) Mulut dan lidah

a. Inspeksi: mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah

tampak kotor.

6) Telinga

a. Inspeksi: bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar

dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan

pendengaran yang bersifat sementara.

b. Palpasi: terdapat nyeri tekan mastoid.

7) Hidung

a. inspeksi: penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,

bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.

b. Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan

8) Leher

a. Inspeksi: terjadi pembesaran kelenjar getah bening (KGB)

b. Palpasi: terdapat nyeri tekan

9) Dada

a. Thoraks

a) Inspeksi: biasanya gerakan dada simetris, tidak ada

penggunaan otot bantu pernapasan.

b) Palpasi: biasanya fremitus kiri kanan sama


35

c) Auskultasi: biasanya ditemukan bunyi napas tambahan

seperti ronchi.

b. Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut

jantung

a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

b) Palpasi : Ictus cordis di SIC V teraba

c) Perkusi:

1) Batas kiri jantung: SIC II kiri di linea parastrenalis

kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal

linea midclavicularis kiri.

2) Bataskanan jantung disekitar ruang intercostals III-

IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya

di ruang intercosta II kanan linea parasternalis

kanan.

d) Aukskultasi : BJ II lebih lemah dari BJ I

10) Abdomen

a. Inspeksi: bentuksimetris, tidak ada luka dan tidak ada

bekasoperasidankolostomi.

b. Palpasi: tidakterdapatnyeritekan

c. Perkusi: timpani

d. Auskultasi: bisingusus normal 15 X/ menit

11) Ekstermitas

a. Ekstremitasatas

1. Inspeksi: tidakadasianosis, warna kulit merata


36

2. Palpasi: tidakada edema

b. Ekstremitasbawah

1. Inspeksi: warna kulitmeratadantidakadalesi

2. Palpasi: tidakada edema

2.3.2 Analisa Data

Analisa data adalah suatu proses atau upaya pengolahan data

menjadi sebuah informasi baru yang mudah dimengerti dan berguna

untuk solusi suatu masalah khususnya untuk suatu penelitian.

Tabel 2.2 Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1 Data subjektif: Infeksi bakteri, virus dan Hipertermia
(-) parasit
Data objektfi:
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal Reaksi inflamasi
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardi Proses penyakit
5. Takipnea
6. Kulit terasa hangat

2 Data subjektif: Kejang Pola napas tidak


1. Dispnea efektif
2. Ortopnea
Data objektif: Kontraksi otot meningkat
1. Penggunaan otot
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi Kebutuhan oksigen
memanjang meningkat
3. Pola napas
abnormal
4. Pernapasan cuping
Gangguan neurologis
hidung
3 Faktor resiko: Risiko cedera
Eksternal
1. Terpapar patoen
2. Terpapar zat kima
toksik
3. Terpapar agen
nasokomial
Internal
1. kegagalan
mekanisme
pertahanan tubuh
37

No Symptom Etiologi Problem


2. perubahan sensasi
3. Hipoksia jaringan
4. Malnutrisi
4 Data subjektif: Masuk rumah sakit Gangguan rasa
1) Mengeluh tidak nyaman
nyaman
2) Mengeluh Hospitalisasi
kepanasan
Data objektif:
a) Pasien tampak Gejala penyakit
gelisah
b) Pasien tampak
merintih\ menangis
c) Menunjukkan
gejala distres
5 Data subjektif: Ansietas
1) Merasa bingung Hospitalisasi
2) Sulit
berkonsentrasi
Data objektif: Lingkungan baru
a) Pasien tampak
gelisah
b) Pasien tampak
tegang
Ancaman terhadap konsep
c) Pasien sulit tidur
d) Frekuensi napas diri
meningkat
e) Muka tampak pucat

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap pengalaman

atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan,

pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan.

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai oleh suhu

tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea

dan kulit terasa hangat.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis

ditandai oleh dispnea, ortopnea, penggunaan otot bantu pernapasan,

fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal dan pernapasan

cuping hidung.
38

3. Risiko cidera dibuktikan dengan kegagalan mekanisme pertahanan

tubuh.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

ditandai oleh mengeluh tidak nyaman, mengeluh kepanasan, pasien

tampak gelisah, pasien tampak merintih/ menangis, dan

menunjukkan gejala distres.

5. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri ditandai

oleh merasa bingung, sulit berkonsentrasi, pasien tampak gelisah,

pasien tampak tegang, pasien sulit tidur, frekuensi napas meningkat

dan muka tampak pucat.

2.3.4 Rencana Keperawatan

Berdasarkan panduan PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan merupakan

segala yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan

dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.

Table 2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
keperawatan selama 3x24 jam Tindakan
diharapkan termoregulasi membaik Observasi:
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
1) Kulit merah menurun hipertermia (misalnya
2) Kejang menurun dehidrasi, terpapar lingkungan
3) Pucat menurun panas, penggunaan incubator)
4) Takikardi menurun 2. Monitor suhu tubuh
5) Takipnea menurun 3. Monitor kadar elektrolit
6) Suhu tubuh membaik 4. Monitor haluaran urine
7) Suhu kulit membaik 5. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik:
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
39

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keingat
berlebihan)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (misalnya selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen dan aksila)
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Beri oksigen, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
efektif keperawatan 3X24 jam diharapkan Tindakan
pola napas membaik dengan kriteria Observasi:
hasil: 1. Monitor pola napas
1) Tekanan ekspirasi menurun (frekuensi, kedalaman,
2) Tekanan inspirasi menurun usaha napas)
3) Dispnea menurun 2. Monitor bunyi napas
4) Penggunaan otot bantu tambahan (misalnya
pernapasan gurgling, mengi, wheezing,
5) Pemanjangan fase ekspirasi ronkhi kering)
6) Pernapasan cuping hidung 3. Monitor sputum (jumlah,
7) Frekuensi napas membaik warna, aroma)
8) Kedalaman napas membaik Terapeutik:
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tift dan
chin-tift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari, jika tidak
kontraindikasi
40

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen keselamatan
keperawatan 3X24 jam diharapkan lingkungan
tingkat cederamenurun dengan Tindakan
kriteria hasil: Observasi:
1. Kejadian cedera menurun 1. Identifikasi kebutuhan
2. Toleransi aktivitas meningkat keselamatan (misalnya
3. Frekuensi nadi membaik kondisi fisik, fungsi
4. Frekuensi napas membaik kognitif, dan riwayat
5. Pola istirahat tidur membaik perilaku)
2. Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Terapeutik:
1. Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(misalnya fisik, biologi, dan
kimia)
2. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu
keamanaan lingkungan
4. Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
Edukasi:
1. Ajarkan individu, keluarga
dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
Gangguan Rasa Setelah dilakukan tindakan Terapi relaksasi
Nyaman keperawatan 3X24 jam diharapkan Observasi
status kenyamanan meningkat 1) Identifikasi penurunan
dengan kriteria hasil: tingkat energy,
1) Keluhan tidak nyaman menurun ketidakmampuan
2) Gelisah menurun berkonsentrasi atau gejala
3) Keluhan sulit tidur menurun lain yang menggangu
4) Keluhan kepanasan menurun kemampuan kognitif.
5) Merintih menurun 2) Identifikasi tehnik relaksasi
6) Menangis menurun yang pernah efektif
digunakan
3) Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah dan suhu sebelum
latihan
Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan tenang
2) Berikan informasi tertulis
tentang persiapan prosedur
relaksasi
Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat
tehnik relaksasi
41

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
2) Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman

Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas


keperawatan 3X24 jam diharapkan Observasi
tingkat ansietas menurun dengan 1. Monitor tanda-tanda
kriteria hasil: ansietas (verbal non verbal)
1) Verbalisasi kebingungan Terapeutik
menurun 2. Ciptakan suasana terapeutik
2) Perilaku gelisah menurun untuk menumbuhkan
3) Perilaku tegang menurun kepercayaan
4) Frekuensi nadi menurun 3. Temani pasien untuk
5) Pucat menurun mengurangi kecemasan
6) Konsentrasi membaik 4. Pahami situasi yang
membuat ansietas
5. Dengarkan dengan penuh
perhatian
6. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Edukasi
7. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
8. Anjurkan keluarga untuk
tetap menemani pasien
9. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
10. Latih tehnik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
anti ansietas jika perlu

2.3.5 Implementasi

Merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dengan

tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam rencana

keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri

(independent),saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/

ketergantungan (dependent) (Tartowo dan Wartonah, 2015).

2.3.6 Evaluasi

Evaluasi adalah proses keperawatan dengan cara melakukan

identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau


42

tidak dan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan

klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, keluarga dan tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien

dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada

tahap perencanaan. (Tartowo & Wartonah, 2015).

Untuk mempermudah mengevaluasi/memantau perkembangan pasien

digunakan komponen SOAP adalah sebagai berikut:

S : Data subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan

O : Data objektif

Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

A : Analisa

Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi, atau juga dapat dituliskan suatu masalah/ diagnosis baru yang

terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah

teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektik.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi

atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah

ditentukan sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil yang


43

memuaskan data tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya

dihentikan.

2.4 Konsep Terapi Bermain

2.4.1 Pengertian Terapi Bermain

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan

salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stress, karena

hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupaan anak, dan karena

situasi tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak anak perlu

bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami

sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting

bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak, seperti kebutuhan

perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat

anak sakit atau anak rawat dirumah sakit (Wong, 2012).

Bermain merupakan cara alamiah bagi seorang anak untuk

mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya

anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami koflik. Melalui

bermain anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi serta

daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya beradaptasi

lebih efektif terhadap berbagai sumber stress (Riyadi dan Sukarmin,

2013).

2.4.2 Tujuan terapi bermain

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan,

sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi

waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan,


44

perawatan, dan cinta kasih. Bermain merupakan unsur yang penting

untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan

sosial. Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang

dialaminya. Bermain cara yang baik untuk megatasi kemarahan,

kekhawatiran, dan kedukaan.

2.4.3 Manfaat terapi bermain

Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang

penuh dengan stress, baik bagi anak maupun bagi orangtua. Beberapa

bukti ilmiah menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri

merupakan penyebab stress bagi anak dan orangtuanya, baik

lingkungan fisik rumah sakit, petugas kesehatan, maupun lingkungan

sosial. Perasaan seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang

tidak menyenangkan lainnya. Untuk itu anak memerlukan media yang

dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu berkerjasama

dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling

efektif adalah melalui kegiatan bermain. Permainan yang terapeutik

didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas

yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak

dan memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan

perasaan, pikiran, mengalihkan nyeri, dan relaksasi. Sehingga kegiatan

bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan anak di

rumah sakit (Ahmadi, 2013).

Menurut Adriana (2013) menyatakan bahwa aktivitas bermain

yang dilakukan di rumah sakit memberikan manfaat:


45

1. Membuang energi ekstra.

2. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh.

3. Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.

4. Anak belajar mengontrol diri.

5. Meningkatkan daya kreativitas.

6. Cara untuk mengatasi kemarahan, kecemasan, kedukaan dan iri hati.

7. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang lain atau anak

lainnya.

8. Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan

9. Dapat mengembagkan kemampuan intelektualnya.

2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola bermain pada anak

Menurut Sujono (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi pola

bermain pada anak yaitu:

1. Tahap perkembangan, setiap perkembangan mempunyai potensi atau

keterbatasan dalam permainan. Alat permainan pada tiap umur

berbeda.

2. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan

psikomotor/kognitif terganggu. Sehingga ada saat- saat dimana anak

sangat ambisius pada permainannya dan ada saat-saat dimana anak

sama sekali tidak punya keinginan untuk bermain.

3. Jenis kelamin, anak laki-laki dan perempuan sudah membentuk

komunitas tersendiri. Tipe dan alat permainan pun berbeda, misalnya

anak laki-laki suka main bola dan anak perempuan suka bermain

boneka.
46

4. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola

permainan anak.

5. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap

perkembangan sehingga anak menjadi senang.

2.4.5 Kategori permainan

Menurut Saputro dan Intan (2017), terapi bermain diklasifkasikan

menjadi 2 yaitu:

5 Bermain Aktif

Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang

dilakukaan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bemain alat

misalnya mewarnai gambar, melipat kertas origami dan menempel

gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran

misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak

kata.

6 Bermain Pasif

Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari

kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak

hanya menikmati temannya bermain atau menonton televisi dan

membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi

kesenangannya hampir sama dengan bermain aktif.

2.4.6 Klasifikasi permainan

Menurut Wong (2012), bahwa permainan dapat diklasifikasikan:

1. Berdasarkan isinya
47

a. Bermain afektif sosial (social affective play)

Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang

menyenangkan antara anak dan orang lain. Anak mendapatkan

kesenangan dari hubungannya dengan orang tuannya.

b. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure)

Permainan ini akan menimbulkan kesenangan bagi anak-

anak. Permainan ini membutuhkan alat yang mampu

memberikan kesenangan pada anak, misalnya menggunakan

pasir untuk membuat gunung-gunung, menggunakan air yang

dipindahkan dari botol, atau menggunakan plastisin untuk

membuat sebuah konstruksi.

c. Permainan keterampilan (skill play)

Permainan ini akan meningkatkan keterampilan bagi anak.

Khususnya keterampilan motorik kasar dan motorik halus.

Keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan

dari permainan yang dilakukan.

d. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play role)

Permainan anak yang dilakukan dengan cara memainkan

peran dari orang lain. Dalam permainan ini akan membuat anak

melakukan percakapan tentang peran apa yang mereka tiru.

Dalam permainan ini penting untuk memproses atau

mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.

2. Berdasarkan karakteristk social


48

a. Solitary Play

Permainan ini dimulai dari usia bayi dan merupakan

permainan sendiri atau independent. Walaupun ada orang

disekitarnya bayi atau anak tetap melakukan permainan sendiri.

Hal ini karena keterbatasan mental, fisik, dan kognitif.

b. Paralel Play

Permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang.

Permainan ini dilakukan anak balita atau prasekolah yang masing-

masing mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama

lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling bergantung, dan

karakteristik pada usia todler dan prasekolah.

c. Asosiative play

Permainan kelompok dengan atau tanpa tujuan kelompok.

Permainan ini dimulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai

usia prasekolah. Permainan ini merupakan permainan dimana

anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum

terorganisir secara formal.

d. Cooperative play

Suatu permainan yang dimulai dari usia prasekolah.

Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.

e. Therapeutik play

Merupakan pedoman bagi tenaga dan tim kesehatan,

khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak

selama hospitalisasi. Dapat membantu dalam mengurangi stress,


49

cemas, memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan

fisiologis.

2.4.7 Permainan Puzzle

Puzzle merupkan salah satu alat bermain yang dapat membantu

perkembangan psikososial pada anak usia prasekolah. Puzzle

merupakan alat permainan asosiatif sederhana. Permainan mengenai

terapi bermain menggunakan puzzle untuk mengatasi kecemasan

sendiri telah dilakukan, dengan hasil terapi bermain puzzle dapat

mengatasi kecemasan pada anak yang dihospitalisasi (Mutiah, 2015).

Penelitian oleh Kaluas (2015) juga menyatakan bahwa bermain puzzle

dapat menurunkan kecemasan pada anak. Hal ini karena saat bermain

puzzle anak dituntut untuk sabar dan tekun dalam merangkainya.

Lambat laun hal ini akan berakibat pada mental anak sehingga anak

terbiasa bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menghadapi sesuatu.

Bermain puzzle tidak hanya memiliki manfaat untuk mengatasi

kecemasan namun juga membantu untuk perkembangan anak yang

dilakukan 1x sehari selama 3 hari (Pratiwi & Deswita, 2013).

Gambar 2.3 Puzzle Gambar 2.4 Puzzle

Hasil penelitian Fitriani et al. (2017) terapi bermain puzzle ini

membuktikan bahwa terapi ini memiliki pengaruh yang signifikan


50

untuk menurukan respon kecemasan anak pra sekolah selama

hospitalisasi. Penelitian yang dilakukan Kaluas et al (2015) juga

menyatakan bahwa bermain puzzle dapat menurunkan kecemasan pada

anak. Jika kecemasan tidak diatasi maka anak akan kehilangan kontrol

diri dan tidak kooperatif saat diberikan perawatan, hal ini akan

menghambat proses penyembuhan penyakit. Anak dengan kejang

demam yang mengalami kecemasaan hospitalisasi juga bisa diberikan

terapi bermain puzzle untuk mempermudah masa penyembuhan.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Barokah (2012) tentang

Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perilaku Kooperatif Anak

Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi Di RSUD Tugurejo Semarang,

menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk

terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif menunjukkan nilai p =

0,000 (<0,05). Hal ini berarti tingkat signifikan 5% terbukti ada

pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia

prasekolah selama hospitalisasi.

2.4.8 Prinsip Bermain Di Rumah Sakit

Meskipun anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit, tugas

pekembangan tidaklah terhenti. Hal ini bertujuan, melanjutkan tumbuh

dan kembang selama perawatan, sehingga kelangsungan tumbuh

kembang dapat berjalan, dapat mengembangkan kreativitas dan

pengalaman, anak akan mudah beradaptasi terhadap stress karena

penyakit yang dialami. Prinsip bermain di rumah sakit yaitu:


51

1. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara singkat dan

sederhana.

2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.

3. Kelompok usia yang sebaya.

4. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan.

5. Melibatkan orang tua atau keluarga (Suriadi & Rita, 2012).

2.4.9 Fungsi Bermain Di Rumah Sakit

Meskipun anak sedang mengalami perawatan di rumah sakit,

kebutuhan aktivitas anak akan aktivitas bermain tidak boleh terhenti.

Bermain di rumah sakit juga dibutuhkan. Menurut Ikhbal (2016)

bermain di rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang

asing.

2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.

3. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan.

4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentanng bagian-bagian

tubuh dan fungsinya.

5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan

tujuan peralatan serta proedur medis.

6. Memberi peralihan dan relaksasi.

7. Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan.

8. Memberikan solusi untuk mengurangi tekanan dan untuk

mengeksplorasi perasaan.
52

9. Mengembangkan kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain

di rumah sakit.

10. Mencapai tujuan terapeutik.


53

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang di gunakan dalam penulisan proposal adalah

desain studi kasus. Penelitian desain studi kasus adalah studi yang

mengesksplorasi suatu masalah keperawatan dengan batasan terperinci,

memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai

sumber informasi. Penelitian studi ini di batasi oleh waktu dan tempat, serta

kasus yang di pelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu.

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksporasi masalah

asuhan keperawatan keluarga tentang penerapan terapi bermian puzzle untuk

mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak pra sekolah dengan kejang

demam.

3.2 Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus dalam Proposal Karya Tulis Ilmiah ini adalah 2 pasien

anak usia pra sekolah yang mengalami kejang demam, adapun kriteria inklusi

dan eksklusi sebagai berikut:

3.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti, dengan

pertimbangan ilmiah sebagai pedoman dalam penentuan kriteria

inklusi (Nursalam, 2015).

1. Pasien anak dengan kejang demam yang mengalami kecemasan

hospitalisasi

2. Umur 3-5 tahun


54

3. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan

4. Bersedia menjadi responden

3.2.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2015).

1. Pasien yang sedang dalam fase perioperatife

2. Pasien yang tidak bersedia mengikuti penelitian

3. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran

3.3 Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus pada proposal ini adalah penerapan terapi bermain

puzzle untuk mengurangi kecamasan hospitalisasi pada anak pra sekolah

dengan kejang demam.

3.4 Definisi Oprasional

3.4.1 Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu

proses ekstrakranial (Kakalang dkk, 2016). Kejang demam adalah

kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat

perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga

mengakibatkan renjatan berupa kejang (Mubarak, 2015).

3.4.2 Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke

rumah. Rumah sakit merupakan salah satu penyedia layanan kesehatan


55

profesional yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap

kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif (Setiawan, 2014).

3.4.3 Kecemasan atau ansietas adalah perasaan yang tidak menyenangkan

sebagai respon patologi tubuh terhadap antisipasi bahaya yang tidak

nyata, atau berupa imajinasi saja. Respon tersebut merupakan dampak

dari konflik intrapsikis yang tidak diketahui. Kecemasan biasanya

terjadi saat individu menghadapi hal-hal diluar rutinitas atau kebiasaan

sehari-hari, atau ketika berbeda dengan ketakutan melibatkan

pendekatan intelektual untuk mempersiapkan stimulus yang

mengancam, sedangkan kecemasan membutuhkan respon emosi

(Herdman H. T, 2014).

3.4.4 Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah

satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stress, karena

hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupaan anak, dan karena

situasi tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak anak perlu

bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami

sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting

bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak, seperti kebutuhan

perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat

anak sakit atau anak rawat dirumah sakit (Wong, 2012).

3.5 Instrumen Studi Kasus

3.5.1 SOP (Standar Operating Prosedure)

Menurut Purwaningtyas et al., (2014) prosedur terapi bermain puzzle


56

a. Persiapan

1) Menyiapkan ruangan

2) Menyiapkan anak dan keluarga

3) Menyiapkan alat-alat

b. Pembukaan

1) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2) Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan

3) Menjelaskan kontrak waktu

4) Menjelaskan cara bermain menyusun puzzle

c. Pelaksanaan

1) Mengajak anak bermain menyusun puzzle

2) Mendampingi anak bermain menyusun puzzle

3) Menanyakan kepada anak apakah sudah selesai bermain puzzle

4) Memberikan pujian terhadap anak yang mampu menyusun

sampai selesai

d. Evaluasi

1) Melakukan review pengalaman bermain menyusun puzzle

2) Mengidentifikasi kejadian yang berkesan selama bermain

3) Menganalisis kesan yang didapat oleh anak

4) Menyimpulkan kegiatan

3.6 Metode Pengumpulan Data

Data bedasarkan cara memperoleh dibagi menjadi 2 yaitu data primer dan

data skunder (Riwidikto, 2011).


57

3.6.1 Data primer

Data primer adalah data yang secara lansung diambil dari subyek

atau obyek penelitian oleh perorangan maupun organisasi. Data primer

dapat di peroleh dari:

1. Wawancara

Yaitu metode yang di gunakan untuk mengumpulkan data,

dimana peneliti mendapatkan keterangan atau penelitian secara lisan

dari seorang responden atau sasaran penelitian atau bercakap-cakap

bedasarkan muka dengan orang tersebut (Notoadmodjo, 2012).

Pada kasus wawancara dilakukan pada keluarga yang

tinggal bersama dengan anak atau langsung sama anaknya.

2. Observasi

Observasi adalah suatu prosedur yang terencana anatara lain

meliputi: melihat, mencatat jumlah data, syarat aktivitas tertentu

yang ada hubungannya dengan yang teliti (notoadmodjo, 2012).

3. Pemeriksaan fisik

Menurut Nursalam (2010), pemeriksaan fisik di gunakan untuk

mengetahui keadaan fisik pasien secara sistematis dengan cara:

a. Inspeksi

Suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematis

dengan menggunakan indra penglihatan, pandangan dan

penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data. Inspeksi

dilakukan secara berurutan mulai dari kepala sampai kaki.


58

b. Palpasi

Adalah suatu pemeriksaan seluruh bagian tubuh yang dapat

teraba dengan menggunakan bagian tangan yang berbeda untuk

mendeteksi jaringan, bentuk tubuh, persepsi getaran atau

pergerakan dan konsistensi, palpasi ini digunakan untuk

memeriksa turgor kulit pasien.

c. Perkusi

Adalah mengetuk permukaan tubuh dengan jari untuk

menghasilkan getaran yang menjalar melali jaringan tubuh.

d. Auskultasi

Adalah mendengarkan bunyi yang berbentuk dalam organ

tubuh untuk mendeteksi perbedaan dari normal. Dilakukan untuk

memeriksa detak jantung pasien.

3.6.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung

dari obyek penelitian (Riwidikdo, 2011).

1. Studi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan pada obyek penelitian, namun melalui

dokumen (Hasan, 2012)

2. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang diproleh

atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari

ilmu pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Peneliti

memanfaatkan teori-teori yang sudah ada dibuku atau hasil

penelitian lain untuk kepentingan penelitian (Hasan, 2012).


59

3.7 Lokasi Dan Studi Kasus

Penelitian studi kasus ini telah laksanakan di RSUD Patut Patuh Patju

Kabupaten Lombok Barat sekitar bulan Agustus-September 2022.

3.8 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak di lapangan, sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisa yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban

dari penelitian yang diperoleh dari hasil interprestasi wawancara mendalam

yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah peneliti dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan

oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan

rekomendasikan dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam anilisis data:

3.8.1 Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil anamnesa mendalam. Hasil ditulis

dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkrip.

1. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan

maupun teks naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan

jalan mengaburkan identitas dari responden atau dengan

menggunakan inisial nama dan berdasarkan data.


60

2. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara

teoritis dengan perilaku kesehatan penarikkan kesimpulan

dilakukan dengan metode induksi.

3.9 Etika Penelitian

Etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari:

3.9.1 Informed consent (persetujuan menjadi responden)

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden (Hidayat, 2010).

3.9.2 Anonymity (tanpa nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat,

2010).

3.9.3 Confidentialy (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2010
61

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Kasus

Berikut merupakan pemaparan mengenai hasil asuhan keperawatan

yang telah dilakukan pada kedua klien dengan diagnosa hipertermi, ansietas

dan gangguan rasa nyaman. Asuhan keperawatan yang akan dipaparkan

meliputi hasil pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi.

4.1.1 Pengkajian

1. Pasien 1

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 22 Agustus 2022

jam 15:00 WITA di Rumah Sakit Patut Patuh Patju Kabupaten

Lombok Barat. Dari hasil pengkajian diperoleh data nama pasien An

“A”, umur 3 tahun 4 bulan 18 hari, klien anak ke empat dari 4

bersaudara, klien berjenis kelamin laki-laki, beragama islam.

Identitas orang tua ayah pasien bernama Tn “H”, umur 52 tahun,

pekerjaan pedagang, pendidikan SLTA, agama islam, alamat Dusun

Tongkek, Desa Kuripan, Lombok Barat sedangkan Identitas ibu

pasien bernama Ny “M”, umur 44 tahun, pekerjaan pedagang,

pendidikan SLTA, agama islam dan alamat Dusun Tongkek, Desa

Kuripan, Kuripan, Lombok Barat.

Keluhan utama yang didapatkan adalah kejang, selanjutnya

riwayat penyakit sekarang pada pasien adalah pasien mengalami

demam 3 hari yang lalu dan sudah dibawa ke dokter spesialis


62

anak,akan tetapi setelah 2 hari sesudah dibawa ke dokter spesialis

anak pada hari kelima anak mengalami demam kembali dan

mengalami kejang selama kurang lebih 5 menit diseluruh badan

dengan mata mendelik keatas sehingga diputuskan untuk dibawa ke

IGD Rumah Sakit Patut Patuh Patju Lombok Barat dan dari IGD

dilanjutkan perawatan di ruang Irna Anak. Berdasarkan riwayat

penyakit dahulu anak pernah mengalami kejang demam pada usia 7

bulan dan berdasarkan hasil pengkajian riwayat penyakit keluarga

didapatkan bahwa sebelumnya ada anggota keluarga yang pernah

mengalami kejang demam yaitu bibiknya serta berdasarkan hasil

pengkajian riwayat kesehatan lingkungan kondisi tempat tinggal

pasien cukup baik, tetapi banya asap rokok karena bapaknya

merokok.

Berdasarkan hasil pengkajian riwayat tumbuh kembang

didapatkan Tinggi Badan (TB) anak 85 cm, Berat Badan (BB) 11, 5

kg, Lingkar Kepala (LK) 46 cm, Lingkar Lengan (LILA) 8,5 cm

sehingga status gizi pada anak berdasarkan BB/Udidapatkan berat

badan -2 SD (Normal), PB/U didapatkan -2 SD (Normal) dan BB/TB

didapatkan -2 SD (Gizi baik). Sedangkan berdasarkan hasil

pengkajian perkembangan menggunakan KPSP pasien mengalami

perkembangan anak sesuai umur. Berdasarkan pengkajian bio, psiko,

social dan spiritual pada asuhan keperawatan anak menggunakan

Virginia Henderson didapatkan pada pola pengaturan suhu tubuh

anak mengalami demam dan pada pola berpakaian ibu masih


63

menggunakan anaknya pakaian yang tebal, pola kebutuhan rasa

aman nyaman anak mengeluh tidak nyaman dan pada pemeriksaan

fisik suhu anak 38,5OC, akral teraba hangat, kulit tampak kemerahan,

anak tampak meringis, anak tampak gelisah, dan anak merasa tidak

nyaman, rewel pada saat perawat datang. Dan berdasarkan

pemeriksaan penunjang anak didiagnosa kejang demam sederhana.

2. Pasien 2

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 25 Agustus 2022

jam 15:00 WITA di Rumah Sakit Patut Patuh Patju Kabupaten

Lombok Barat. Dari hasil pengkajian diperoleh data nama pasien An

“H”, umur 5 tahun 5 bulan 11 hari, klien anak pertama dari 2

bersaudara, klien berjenis kelamin perempuan, beragama islam.

Identitas orang tua ayah pasien bernama Tn “A”, umur 35 tahun,

pekerjaan petani, pendidikan SLTA, agama islam, alamat merembu,

Lapuapi, Lombok Barat sedangkan Identitas ibu pasien bernama Ny

“M”, umur 31 tahun, pekerjaan IRT, pendidikan SLTA, agama islam

dan alamat merembu, Labuapi, Lombok Barat.

Keluhan utama yang didapatkan adalah kejang, selanjutnya

riwayat penyakit sekarang pada pasien adalah pasien 1 minggu yang

lalu pernah dirawat di Rumah Sakit Patut Patuh Patju Lombok Barat

karena mengalami demam setelah 3 hari pulang dari rumah sakit

pasien mengalami demam dan kejang kembali selama kurang lebih 5

menit dengan kekakuan di seluruh tubuh dan mata mendelik keatas

sehingga diputuskan untuk dibawa ke IGD Rumah Sakit Patut Patuh


64

Patju Lombok Barat dan dari IGD dilanjutkan perawatan di ruang

Irna Anak. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu anak pernah

mengalami kejang demam pada usia 7 bulan dan 2 tahun 8 bulan dan

berdasarkan hasil pengkajian riwayat penyakit keluarga didapatkan

bahwa sebelumnya ada anggota keluarga yang pernah mengalami

kejang demam yaitu sepupunya serta berdasarkan hasil pengkajian

riwayat kesehatan lingkungan kondisi tempat tinggal pasien cukup

baik, tetapi banya asap rokok karena bapaknya merokok.

Berdasarkan hasil pengkajian riwayat tumbuh kembang

didapatkan Tinggi Badan (TB) anak 97 cm, Berat Badan (BB) 19,8

kg, Lingkar Kepala (LK) 48,4 cm, Lingkar Lengan (LILA) 11,5 cm

sehingga status gizi pada anak berdasarkan BB/U didapatkan berat

badan 2 SD (Normal), PB/U didapatkan 2 SD (Normal) dan BB/TB

didapatkan -2 SD (Gizi baik). Sedangkan berdasarkan hasil

pengkajian perkembangan menggunakan KPSP pasien mengalami

perkembangan anak sesuai umur. Berdasarkan pengkajian bio, psiko,

social dan spiritual pada asuhan keperawatan anak menggunakan

Virginia Henderson didapatkan pada pola pengaturan suhu tubuh

anak mengalami demam dan pada pola berpakaian ibu masih

menggunakan anaknya pakaian yang tebal, pola kebutuhan rasa

aman nyaman anak mengeluh tidak nyaman dan pada pemeriksaan

fisik suhu anak 38,8OC, akral teraba hangat, kulit tampak kemerahan,

anak tampak meringis, anak tampak gelisah, dan anak merasa tidak
65

nyaman, rewel pada saat perawat datang. Dan berdasarkan

pemeriksaan penunjang anak didiagnosa kejang demam sederhana.

4.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan

atau psoses kehidupan yang aktual atau potensial (Alen, 3013).

Berdasarkan data pengkajian pada pasien 1 didapatkan 3

diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan SDKI (2018) yang

pertama adalah hipertermi didukung dengan kriteria mayor ibu pasien

mengatakan anaknya demam, suhu tubuh 38,5OC, dan kriteria minor ibu

pasien mengatkan anaknya kejang 1x selama kurang lebih 5 menit

diseluruh badan dengan mata mendelik keatas, kulit pasien tampak

memerah, kulit pasien teraba hangat sehingga penulis mengangkat

diagnosa hipertermi.

Diagnosa kedua yaitu anisetasdidukung dengan kriteria mayor

ibu pasien mengatkan anaknya merasa bingung dengan tempatnya

sekarang, ibu pasien mengatakan anaknya sulit berkonsentrasi, pasien

tampak gelisah, pasien tampak tegang, dan kriteria minor muka tampak

pucat, kontak mata buruk. Selanjutnya diagnose ketiga gangguan rasa

nyaman didukung dengan kriteria mayor ibu pasien mengatakan

anaknya mengeluh tidak nyaman, pasien tampak gelisah, dan kriteria

minor ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh kepanasan, pasien

tampak merintih dan menangis sehingga penulis mengangkat diagnosa

gangguan rasa nyaman.


66

Sedangkan berdasarkan data pengkajian pada pasien 2

didapatkan 3 diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan SDKI

(2018) yang pertama adalah hipertermi didukung dengan kriteria mayor

ibu pasien mengatakan anaknya demam, S: 38,8OC, dan kriteria minor

ibu pasien mengatakan anaknya kejang 1x selama kurang lebih 5 menit

dengan kekakuan di seluruh tubuh dan mata mendelik keatas, kulit

pasien tampak memerah, kulit pasien teraba hangat sehingga penulis

mengangkat diagnosa hipertermi.

Diagnosa kedua yaitu gangguan rasa nyaman didukung dengan

kriteria mayor ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh anaknya

mengeluh tidak nyaman, pasien tampak gelisah, dan kriteria minor ibu

pasien mengatakan anaknya mengeluh kepanasan, pasien tampak

menintih dan menangis sehinggga penulis mengangkat diagnosa

gangguan rasa nyaman. Selanjutnya diagnose ketiga ansietas didukung

dengan kriteria mayor ibu pasien mengatakan anaknya merasa bingung,

ibu pasien mengatakan anaknya sulit berkonsentrasi jika diajarkan,

pasien tampak gelisah, pasien tampak tegang, dan kriteria minor muka

tampak pucat, kontak mata buruk sehingga penulis mengangkat

diagnosa ansietas.

4.1.3 Intervensi Keperawatan

1. Pasien 1

Kriteria hasil pada diagnosa 1 pasien 1 adalah suhu tubuh

pasien membaik rentang 36,5OC- 37,5OC, kulit pasien tampak

memerah menurun, kejang menurun, kulit pasien teraba hangat


67

menurun, dan intervensinya adalah manajemen hipertermi dengan

beberapa tindakannya antara lain pada observasi identifikasi

penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh, monitor komplikasi akibat

hipertermi, tindakan terapeutik longgarkan atau lepaskan

pakaian,ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami

keringat berlebihan, tindakan edukasi anjurkan tirah baring.

Kriteria hasil pada diagnosa 2 pasien 1 adalah konsentrasi

membaik, perilaku gelisah menurun, kebingungan menurun, perilaku

tegang menurun, kontak mata pasien membaik, dan intervensinya

adalah reduksi ansietas dengan beberapa tindakannya antara lain

pada observasi memonitor tanda-tanda ansietas, tindakan terapeutik

temani pasien untuk mengurangi kecemasan, ciptakan suasana

terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, tindakan edukasi latih

kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan yaitu salah

satunya dengan terapi bermain puzzle. Sedangkan kriteria hasil pada

diagnosa 3 pasien 1 adalah keluhan tidak nyaman menurun, gelisah

menurun, keluhan kepanasan menurun, merintih menurun, menangis

menurun, dan intervensinya adalah terapi relaksasi dengan beberapa

tindakannya antara lain pada observasi identifikasi tehnik relaksasi

yang pernah efektif digunakan, periksa frekuensi nadi dan suhu

sebelum latihan, tindakan terapeutik diptakan lingkungan tenang dan

tindakan edukasi anjurkan mengambil posisi yang nyaman.


68

2. Pasien 2

Kriteria hasil pada diagnosa 1 pasien 2 adalah suhu tubuh

pasien membaik rentang 36,5OC- 37,5OC, kulit pasien tampak

memerah menurun, kejang menurun, kulit pasien teraba hangat

menurun, dan intervensinya adalah manajemen hipertermi dengan

beberapa tindakannya antara lain pada observasi identifikasi

penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh, monitor komplikasi akibat

hipertermi, tindakan terapeutik longgarkan atau lepaskan pakaian,

ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami keringat

berlebihan, tindakan edukasi anjurkan tirah baring. Dan kriteria hasil

pada diagnosa 2 pasien 2 adalah keluhan tidak nyaman menurun,

gelisah menurun, keluhan kepanasan menurun, merintih menurun,

menangis menurun, dan intervensinya adalah terapi relaksasi dengan

beberapa tindakannya antara lain pada observasi identifikasi tehnik

relaksasi yang pernah efektif digunakan, periksa frekuensi nadi dan

suhu sebelum latihan, tindakan terapeutik diptakan lingkungan

tenang dan tindakan edukasi anjurkan mengambil posisi yang

nyaman.

Sedangkan kriteria hasil pada diagnosa 3 pasien 2 adalah

konsentrasi membaik, perilaku gelisah menurun, kebingungan

menurun, perilaku tegang menurun, kontak mata pasien membaik,

dan intervensinya adalah reduksi ansietas dengan beberapa

tindakannya antara lain pada observasi memonitor tanda-tanda

ansietas, tindakan terapeutik temani pasien untuk mengurangi


69

kecemasan, ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

kepercayaan, tindakan edukasi latih kegiatan pengalihan untuk

mengurangi ketegangan yaitu salah satunya dengan terapi bermain

puzzle.

4.1.4 Implementasi Keperawatan

1. Pasien 1

Sebelum pelaksanaan tindakan keperawatan penulis terlebih

dahulu melakukan inform consent yaitu memperkenalkan diri dan

menjelaskan tujuan yaitu ingin melakukan terapi bermain puzzle.

Kemudian tindakan keperawatan hari pertama dimulai pada tanggal

22 Agustus 2022 dari jam 15.00-15.50 WITA yaitu, menanyakan

kepada ibu pasien penyebab anaknya demam, menganjurkan ibu

menciptakan lingkungan yang tenang, memantau suhu tubuh pasien,

meminta ibu pasien melonggarkan pakaian anaknya, menganjurkan

ibu pasien untuk mengganti linen setiap hari ketika anak mengalami

keringat berlebihan, memeriksa frekuensi nadi sebelum terapi

bermain, menjelaskan tujuan dan manfaat terapi bermian puzzle

untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak, menganjurkan

ibu pasien menemani anak untuk mengurangi kecemasan,

menjadwalkan kembali untuk pertemuan selanjutnya.

Tindakan keperawatan pada hari kedua dilakukan pada

tanggal 23 Agustus 2022 jam 10.15-11.22 WITA yaitu menanyakan

kembali apakah anak masih merasakan cemas, mengidentifikasi

tehnik relaksasi yang pernah efektif digunakan, mengajarkan


70

orangtua mengenali jika anak mengalami kecemasan hospitalisasi

maka anak akan gelisah, tegang dan menangis, melakukan

pemeriksaan suhu tubuh, memonitor komplikasi akibat hipertermi,

menganjurkan ibu pasien menemani anak untuk mengurangi

kecemasan, melihat kembali tanda-tanda kecemasan pada anak,

memeriksa frekuensi nadi sebelum terapi bermain puzzle, melatih

kegiatan pengalihan untuk mengurangi kegegangan yakni terapi

bermain puzzle, menganjurkan ibu pasien untuk melonggarkan

pakaian anaknya, menjadwalkan kembali untuk pertemuan

selanjutnya.

Tindakan keperawatan pada hari ketiga dilakukan pada

tanggal 24 Agustus 2022 jam 14.05-15.00 WITA yaitu melakukan

pemeriksaan suhu tubuh pada pasien, melakukan pemeriksaan

frekuensi nadi pada pasien, melatih kegiatan pengalihan untuk

mengurangi ketegangan yakni terapi bermain puzzle, menanyakan

kembali ibu pasien apakah anaknya masih merasa cemas,

menganjurkan ibu pasien menemani anak untuk mengurangi

kecemasan, menganjarkan orangtua mengenali jika anak mengalami

kecemasan hospitalisasi maka anak akan gelisah, tegang dan

menangis.

2. Pasien 2

Sebelum pelaksanaan tindakan keperawatan penulis terlebih

dahulu melakukan inform consent yaitu memperkenalkan diri dan

menjelaskan tujuan yaitu ingin melakukan terapi bermain puzzle.


71

Kemudian tindakan keperawatan hari pertama dimulai pada tanggal

25 Agustus 2022 dari jam 15.00-15.50 WITA yaitu menanyakan

kepada ibu pasien penyebab anaknya demam, memantau suhu tubuh

pasien, meminta ibu pasien melonggarkan pakaian anaknya,

menganjurkan ibu pasien untuk mengganti linen setiap hari ketika

anak mengalami keringat berlebihan, memeriksa frekuensi nadi

sebelum terapi bermain, menjelaskan tujuan dan manfaat terapi

bermain puzzle untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi pada

anak, melihat tanda-tanda kecemasan pada anak, menganjurkan ibu

pasien menemani anak untuk mengurangi kecemasan, menjadwalkan

kembali untuk pertemuan selanjutnya.

Tindakan keperawatan pada hari kedua dilakukan pada

tanggal 26 Agustus 2022 jam 10.15-11.22 WITA yaitu menanyakan

kembali apakah masih merasakan cemas, mengajarkan orangtua

mengenali jika anak mengalami kecemasan hospitalisasi maka anak

akan gelisah, tegang dan menangis, melakukan pemeriksaan suhu

tubuh, menganjurkan ibu pasien menemani anak untuk mengurangi

kecemasan, melihat kembali tanda-tanda kecemasan pada anak,

memeriksa frekuensi nadi sebelum terapi bermain, melatih kegiatan

pengalihan untuk mengurangi ketegangan dengan melakukan terapi

bermain puzzle, menganjurkan ibu pasien untuk melonggarkan

pakaian anaknya.

Tindakan keperawatan pada hari ketiga dilakukan pada

tanggal 27 Agustus 2022 jam 14.05-15.00 WITA yaitu melakukan


72

pemeriksaan suhu tubuh pada pasien, melakukan pemeriksaan

frekuensi nadi pada pasien, melatih kegiatan pengalihan untuk

mengurangi ketegangan dengan melakukan terapi bermain puzzle,

menanyakan kembali ibu pasien apakah anaknya masih merasa

cemas, menganjurkan ibu pasien menemani anak untuk mengurangi

kecemasan, mengajarkan orangtua mengenali jika anak mengalami

kecemasan hospitalisasi maka anak akan gelisah, tegang dan

menangis.

4.1.5 Evaluasi

1. Pasien 1

Evaluasi keperawatan pada hipertermi didapatkan data

subjektif demam menurun, kejang menurun, didapatkan juga data

objektif suhu tubuh 36,5OC, kulit pasien tampak memerah menurun,

kulit pasien teraba hangat menurun, sehingga pada diagnosa

hipertermi didapatkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa ansietas didapatkan data

subjektif yaitu ibu mengatakan sekarang kebingungan dengan tempat

sudah berkurang, ibu mengatakan sekarang anaknya tidak bingung

lagi karena sudah 3 hari dirawat dan mengenal tempat ini,

didapatkan juga data objektif yaitu pasien tampak gelisah menurun,

pasien tampak tegang menurun, muka tampak pucat menurun,

kontak mata membaik, sehingga pada diagnosa ansietas didapatkan

masalah teratasi dan intervensi dihentikan.


73

Evaluasi keperawatan pada diagnose gangguan rasa nyaman

didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan keluhan tidak

nyaman pada anak sudah menurun, ibu pasien mengatakan keluhan

panas yang dirasakan anaknya sudah menurun atau anaknya sudah

tidak panas lagi, didapatkan juga data objektif yaitu pasien tampak

gelisah menurun, pasien tampak merintih dan menangis menurun,

sehingga pada diagnosa gangguan rasa nyaman didapatkan masalah

teratasi dan intervensi dihentikan.

2. Pasien 2

Evaluasi keperawatan pada hipertermi didapatkan data

subjektif demam menurun, kejang menurun, didapatkan juga data

objektif suhu tubuh 36,5OC, kulit pasien tampak memerah menurun,

kulit pasien teraba hangat menurun, sehingga pada diagnosa

hipertermi didapatkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa gangguan rasa nyaman

didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan keluhan tidak

nyaman menurun, ibu pasien mengatakan keluhan panas menurun,

didapatkan juga data objektif yaitu pasien tampak gelisah menurun,

pasien tampak merintih dan menangis menurun, sehingga pada

diagnosa gangguan rasa nyaman didapatkan masalah teratasi dan

intervensi dihentikan.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa ansietas didapatkan data

subjektif yaitu ibu mengatakan sekarang kebingungan dengan sekitar

sudah berkurang, ibu mengatakan anaknya sudah bisa konsentrasi,


74

pasien tampak gelisah menurun, pasien tampak tegang menurun,

pucat menurun, kontak mata membaik, sehingga pada diagnosa

ansietas didapatkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

4.2 Pembahasan

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang

demam secara langsung, maka penulis akan menguraikan masalah-masalah

atau perbandingan yang ditemukan pada kasus 1 dan 2 dengan masalah yang

sama yaitu kejang demam. Dalam proses keperawatan ini, maka penulis akan

membahas secara bertahap mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

4.2.1 Pengkajan

Pada pengkajian ini penulis membahas tentang hasil pengkajian

berdasarkan judul “Penerapan Terapi Bermain Puzzle Untuk

Mengurangi Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak Pra Sekolah Dengan

Kejang Demam” yang telah dilakukan apakah sejalan dengan teori.

Pengkajian dilakukan dengan mengadakan wawancara terhadap orang

tua anak, observasi, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi status pasien

yang menunjang dalam pengkajian.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien 1 dan 2 hasil yang

didapat keluhan yang dirasakan oleh pasien sama dengan teori yaitu

anak mengalami demam tinggi sehingga terjadi kejang demam.

Pengkajian pada kasus 1 yang dilakukan tanggal 22 Agustus 2022

pukul 15:00 WITA didapatkan anak mengalami demam tinggi sehingga

dibawa kedokter spesialis anak dan dilakukan pemeriksaan sehingga

anak diberikan obat penurun panas akan tetapi setelah 2 hari sesudah
75

dibawa ke dokter spesialis anak pada hari kelima anak mengalami

demam kembali dan mengalami kejang sehingga diputuskan untuk

dibawa ke Rumah Sakit Patut Patuh Patju Lombok Barat pada saat

penelitian tentang tingkat kecemasan pada anak, anak mengalami

kecemasan berat skala 4.

Sedangkan pengkajian pada pasien 2 yang dilakukan tanggal 25

Agustus 2022 pukul 15:00 WITA didapatkan anak mengalami demam

dan bibawa ke Rumah Sakit Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok

Barat dan dilakukan perawatan setelah 1 minggu sesudah dilakukan

perawatan anak mengalami demam kembali setelah 3 hari pulang dari

Rumah Sakit dan anak mengalami kejang demam dan kejang

berlangsung kurang lebih 5 menit dengan kekakuan di seluruh badan

dengan mata mendelik ke atas sehingga langsung dibawa ke IGD

Rumah Sakit Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat pada saat

penelitian tingkat kecemasan pada anak, anak pada saat didekatkan oleh

peneliti anak mulai menangis dan langsung memeluk ibunya dengan

kecemasan berat.

Menurut Riyadi & Sukarmin (2013), manifestasi klinis yang

muncul pada penderita kejang demam berupa, suhu tubuh anak lebih

dari 38°C, anak pucat/diam saja, mata melirik ke atas disertai kekakuan

dan kelemahan. Umumnya kejang demam berlangsung singkat, gerakan

sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau

kekakuan fokal, kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa

menit. Dari hasil pengkajian dapat dilihat bahwa tanda dan gejala yang
76

ditemukan pada pasien berbeda-beda diantaranya pasien 1 mengalami

kejang dengan mata mendelik keatas, kejang berlangsung kurang lebih

5 menit, anak tampak pucat, suhu tubuh anak 38,5OC, Sedangkan pada

pasien 2 mengalami kejang dengan mata mendelik keatas, terjadi

kekakukan, suhu tubuh anak 38,8OC, anak tampak pucat, kejang

berlangsung 5 menit. Tidak ditemukan peningkatan frekuensi nafas dan

peningkatan frekuensi nadi pada kasus 1 dan 2 seperti pada teori karena

pasien tidak mengalami infeksi pada saluran pernapasan sehingga nafas

pasien dalam batas normal yaitu 22-34 x/ menit dan nadi juga dalam

batas normal yaitu 75-115 x/ menit. Sebagian besar kejang demam

berhubungan dengan proses penyakit seperti demam.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien 1 dan 2 terdapat 3 diagnosa

yang sama karena anak sama-sama mengalami kejang demam

sederhana dan berdasarkan teori pada pasien dengan kejang demam

diagnosa yang muncul kemungkinan ada 5 tetapi pada kasus 1 dan 2

hanya 3 yang muncul antara lain diagnosa pertama hipertermi

berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan ibu pasien

mengatakan anaknya demam, ibu pasien mengatakan anaknya kejang

1x selama kurang lebih 5 menit diseluruh badan dengan mata mendelik

ke atas, suhu tubuh 38,5o C, kulit pasien tampak memerah, kulit pasien

teraba hangat, N: 120 x/ menit dan RR: 28 x/ menit.

Diagnosa kedua yang ditemukan ansietas berhubungan dengan

ancaman terhadap konsep diri ditandai dengan ibu pasien mengatakan


77

anaknya merasa bingung dengan tempatnya sekarang, ibu pasien

mengatakan anaknya sulit berkonsentrasi, pasien tampak gelisah, pasien

tampak tegang, muka tampak pucat, kontak mata buruk, N: 120 x/

menit, S: 38,5OC dan RR: 28 x/ menit.

Diagnosa ketiga yang ditemukan gangguan rasa nyaman

berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan ibu pasien

mengatakan anaknya mengeluh tidak nyaman, ibu pasien mengatakan

anaknya mengeluh kepanasan, pasien tampak gelisah, pasien tampak

merintih dan menangis, N: 120 x/ menit, S: 38,5OC dan RR: 28 x/

menit.

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah perkembangan

strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-

masalah yang telah diidentifikasi dalam mengurangi diagnosa

keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana

perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan dengan efektif dan

efisien (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

Perencanaan yang dilakukan pada pasien 1 dan 2 yang pertama

pada diagnosa hipertermi dengan intervensinya antara lain pada

observasi identifikasi penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh,

monitor komplikasi akibat hipertermi, tindakan terapeutik longgarkan

atau lepaskan pakaian, ganti linen setiap hari atau lebih sering jika

mengalami keringat berlebihan, tindakan edukasi anjurkan tirah baring.

Selanjutnya pada diagnosa kedua ansietas intervensinya antara lain pada


78

observasi memonitor tanda-tanda ansietas, tindakan terapeutik temani

pasien untuk mengurangi kecemasan, ciptakan suasana terapeutik untuk

menumbuhkan kepercayaan, tindakan edukasi latih kegiatan pengalihan

untuk mengurangi ketegangan yaitu salah satunya dengan terapi

bermain puzzle. Dan pada diagnosa ketiga gangguan rasa nyaman

intervensinya antara lain pada observasi identifikasi tehnik relaksasi

yang pernah efektif digunakan, periksa frekuensi nadi dan suhu

sebelum latihan, tindakan terapeutik diptakan lingkungan tenang dan

tindakan edukasi anjurkan mengambil posisi yang nyaman.

4.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukanpada kedua kasus masing-masing tiga

hari pada kasus pertama implementasi dilakukan pada tangga 22-24

Agustus 2022 sedangkan pada kasus kedua implementasi dilakukan

pada tanggal 25-27 Agustus 2022 dengan tindakan-tindakan yang

dilakukan antara lain melakukan inform consent yaitu memperkenalkan

diri dan menjelaskan tujuan dan mengontrak waktu selanjutnya pada

hari-hari berikutnya dilakukan tindakan terkait observasi, terapeutik dan

edukasi tidak dilakukan tindakan kolaborasi.

Tindakan keperawatan yang dilakukan hari pertama yaitu

menanyakan kepada ibu pasien penyebab anaknya demam, memantau

suhu tubuh pasien, meminta ibu pasien melonggarkan pakaian anaknya,

menganjurkan ibu pasien untuk mengganti linen setiap hari ketika anak

mengalami keringat berlebihan, memeriksa frekuensi nadi sebelum

terapi bermain, menjelaskan tujuan dan manfaat terapi bermain puzzle


79

untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak, melihat tanda-

tanda kecemasan pada anak, menganjurkan ibu pasien menemani anak

untuk mengurangi kecemasan, menjadwalkan kembali untuk pertemuan

selanjutnya.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua yaitu

menanyakan kembali apakah masih merasakan cemas, mengajarkan

orangtua mengenali jika anak mengalami kecemasan hospitalisasi maka

anak akan gelisah, tegang dan menangis, melakukan pemeriksaan suhu

tubuh, menganjurkan ibu pasien menemani anak untuk mengurangi

kecemasan, melihat kembali tanda-tanda kecemasan pada anak,

memeriksa frekuensi nadi sebelum terapi bermain, melatih kegiatan

pengalihan untuk mengurangi ketegangan dengan melakukan terapi

bermain puzzle, menganjurkan ibu pasien untuk melonggarkan pakaian

anaknya.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ketiga yaitu

melakukan pemeriksaan suhu tubuh pada pasien, melakukan

pemeriksaan frekuensi nadi pada pasien, melatih kegiatan pengalihan

untuk mengurangi ketegangan dengan melakukan terapi bermain

puzzle, menanyakan kembali ibu pasien apakah anaknya masih merasa

cemas, menganjurkan ibu pasien menemani anak untuk mengurangi

kecemasan, mengajarkan orangtua mengenali jika anak mengalami

kecemasan hospitalisasi maka anak akan gelisah, tegang dan menangis.

Berdasarkan implementasi dilakukan sesuai rencana walaupun

ada beberapa yang tidak dilakukan karena alat dan bahan yang kurang.
80

Selanjutnya implementasi kolaborasi yang bersifat kolaboratif tidak

dapat terlaksanan karena penulis tidak 24 jam berapa di ruang irna anak.

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Pada tahap evaluasi penulis melakukan evaluasi keperawatan

dari hasil evaluasi keperawatan setelah 3 hari dilakukan tindakan

didapatkan bahwa diagnosa hipertermi, ansietas dan gangguan rasa

nyaman dapat teratasi. Berdasarkan observasi penulis hal tersebut

menunjukkkan bahwa penerapan terapi bermain puzzle untuk

mengurangi kecemasan dilakukan secara benar,selanjutnya berdasarkan

hasil evaluasi didapatkan bahwa pada pasien 1 dan 2 menunjukkkan

hasil yang sama yaitu anak sudah tidak mengalami demam, kejang,

kecemasan dan gangguan rasa nyaman dan anak juga sudah dibolehkan

pulang.

Pada pengkajian ini penulis berfokus pada penerapan teori

bermain puzzle untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak.

Pemberian terapi bermain puzzle merupakan suatu kegiatan positif yang

dapat memberikan rasa nyaman dan bahagia anak serta cara ini juga

efektif untuk melupakan sejenak kecemasan-kecemasan anak atau

mengistirahatkan pikiran anak yang menjalani hospitalisasi dengan cara

menyalurkan kelebihan energi atau ketegangan (psikis) anak melalui

suatu kegiatan yang menyenangkan dan dapat menurunkan kecemasan

yang dirasakan (Kurdianingsih, S, V 2019).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al (2017)

penerapan terapi bermain puzzle ini membuktikan bahwa terapi ini


81

memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan respon

kecemasan anak pra sekolah selama hospitalisasi, selanjutnya

berdasarkan hasil kuosioner kecemasan pada anak menggunakan FIS

(Faces Image Scale) bahwa kecemasan pasien 1 dan 2 sebelum dan

sesudah dilakukan terapi bermain puzzle terdapat perbedaan yang

sebelum dilakukan terapi bermain puzzle pasien mengalami kecemasan

4 dan sesudah dilakukan terapi bermain puzzle pasien tidak memiliki

kecemasan yaitu kecemasan 0, dan didukung dengan teori menyatakan

bahwa ketika kita memberikan terapi bermain puzzle ini membuktikan

berpengaruh secara signifikan untuk menurunkan respon kecemasan

anak pra sekolah selama hospitalisasi.

4.3 Keterbatasan Studi Kasus

Keterbatasan dalam studi kasus ini yaitu faktor penghambat yang

penulis rasakan langsung di dalam pelaksanaan penilaian sehubungan dengan

penerapan tindakan keperawatan yakni anak sangat rewel ketika di sentuh dan

hampiri, segi waktu yang terkadang bentrok dengan jam tidur anak yang tidak

menentu, kesiapan anak dalam pemberian tindakan, penulis tidak dapat

memantau secara terus menerus perkembangan keadaan pasien 3x24 jam

karena dalam sehari hanya 1 kali kunjugan. Namun dengan begitu ibu pasien

dapat melakukan tindakan terapi bermain puzzle seperti yang telah diajarkan

jika anaknya sudah mulai bosen.


82

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penerapan tindakan keperawatan, dapat disimpulkan

bahwa asuhan keperawatan dengan penerapan terapi bermain puzzle untuk

mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak pra sekolah dengan kejang

demam dapat meningkatkan kemampuan orang tua untuk merawat anak

dengan kejang demam dan dapat meningkatkan kemampuan orang tua untuk

mengalihkan kecemasan hospitalisasi pada anak dengan melakukan terapi

bermain puzzle.

5.2 Saran

5.2.1 Masyarakat

Diharapkan keluarga terutama ibu mampu melanjutkan dan

melakukan pengalihan kecemasan pada anak dengan melakukan

terapi bermain puzzle supaya anak lebih merasa nyaman dan tenang

dan dapat menerapkan cara merawat anak yang mengalami kejang

demam.

5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keperawatan

Diharapkan peran instusi pendidikan dan petugas kesehatan

untuk mengembangkan pengetahuan tentang kejang demam, dengan

melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada anak dan gejala-gejala

yang muncul.
83

5.2.3 Penulis Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapakn dapat meneliti dengan baik dan

benar dan dapat meneliti secara menyeluruh serta harus menjalin

hubungan baik dengan orang tua pasien supaya penelitian berjalan

dengan lancar dan anak bisa bekerja sama untuk keberhasilan

penelitian yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai