Anda di halaman 1dari 37

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MENINGITIS”

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Sistem Informasi Keperawatan

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH


“Ns. SILVIA, S.Kep., M. Biomed”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:


1. FITRI YENI 2014201102
2. ERMA MARLINA 2014201117
3. SUCHI LEONA RENDA 2014201114
4. YULI MARTINI 2014201111
5. NILA AZRITORA 2014201108
6. DESI MARIZA 2014201099

UNIVERSITAS FORT DE KOCK


PRODI S-1 KEPERAWATAN
TH 2020/20121
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat dan karunia-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperwatan
Anak dengan Meningitis”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dengan kerjasama antara anggota
kelompok sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Harapan penyusun semoga
makalah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk
kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih
baik lagi.

Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur,
meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini
adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari
semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun,
insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan
angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun (Betz & Sowden, 2009).
Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati
secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori
juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak
responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari
area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan
pembengkakan di otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup
penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal.
Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal
meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan terhindar
dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami
hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel)
yang banyak terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).
Insiden meningitis di negara berkembang cukup tinggi. Meningitis di
Indonesia merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke 17
(0,8%) setelah malaria.Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari- 11 bulan
dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%).
Proporsi meningitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan
merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans EnteroColitis (NEC) yaitu (10,7%)
(Balitbangkes 2008).
Prognosis sangat bergantung pada asuhan suporatif yang di berikan. Pada
pasien meningitis perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena
pernapasannya sering cheyne-Stokes. Selain itu dalam pemberian cairan harus di
lakukan secara cermat untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan seperti edema
serebri. Turunkan suhu anak dengan kompres hangat dan nilai status hidrasi pada
anak (Ngastiyah, 2012).
Perawat berperan penting dalam memberikan asuhan kepada pasien. Mortalitas
bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara
pengobatan dan perawatan yang diberikan. Hasil survey ditemukan perawat lebih
sering melakukan perawatan kepada pasien jika pasien mengalami keluhan, sehingga
asuhan yang sering di berikan hanya bersifat biologis. Akibatnya anak lebih sering
mengalami stress hospitalisasi.
Berdasarkan latar belakang diatas dengan tingginya kejadian meningitis serta masih
perlunya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk kesembuhan pasien. Oleh
sebab itu penulis tertarik untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan meningitis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peniliti uraikan di atas, maka rumusan
masalah penulisan makalah ini adalah “bagaimana asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus meningitis”
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Dapat mengetahui teori tentang meninggitis dan asuhan keperawatan
pada anak dengan kasus meningitis
b. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan kasus Meningitis
2. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Meningitis
3. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
dengan kasus Meningitis
4. Mampu mendeskripsikan implementasi tindakan keperawatan pada
anak dengan kasus Meningitis
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus
Meningitis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Kasus Meningitis

1. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses
infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010).
Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain
(selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada
tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai
infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit
limfe (Brunner & Suddart, 2013).

2. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor


penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan
tuberkulosa.
a. Asepsis

Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis


ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus
seperti gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang
biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis
virus dan tidak di temukan organisme pada kultur cairan otak.
Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung pada jenis sel yang terlibat.

b. Sepsis/ Meningitis Purulenta

Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh


organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria
meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae
(pada dewasa), dan haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa
muda).
c. Tuberkulosa

Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut Rich


& McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi
penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi
bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel
pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang
kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi
perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan
histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

3. Penyebab

Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis,
pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan
kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya
abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain
(Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :

a. Bakteri

Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh


flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan
Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi
kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus
influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan penyebab
tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium
tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi
imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani,
2010).

4. Patofisiologi

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro


spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus
dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan
tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang
menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah
merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma,
penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan
sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak
dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral
spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan
saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon
peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang
muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar
jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan
menimbulkan Hidrosefalus.

Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya


merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit
yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan
bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis.
Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan
ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang
berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).
5. Tanda dan Gejala

Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:

a. Meningitis bakteri

1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik


a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada
akhir perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada
tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam
penegakan diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya
jika disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis
(meningitispneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)

Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.


Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala
gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu
atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan
muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan
tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai
dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua gejala ini
menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu
3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.
6. WOC Meningitis

Bakteri : haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae, mycobacterium tuberculosa dan Escherichia colli
Virus : echovirus, coxsackie virus,Faktor
virus maternal
gondongan: ruptur membran fetal& infeksi maternal pada minggu terakhir
Faktor imun
imunoglobin&An

Organisme masuk ke aliran darah

Pelepasan zat virogen endogen


Aktivitas makrofag dan virus
Reaksi radang pada meningen Menekan saraf Sakit kepala MK : nyeri

Merangsang kerja hipotalamus meningitis Obstuksi pada saluran ventrikel


Peningkatan CSS Hidrosefalus

Thrombus aliran
Instabil thermoregulasi darah serebral TIK ↑
Suhu tubuh ↑ CO2 ↑
Eksudet purulen menyebar
ke dasar otak dan medula
MK : hipertermi Permeabilitas vaskuler pada serebri
Transudat cairan Edema serebral
Kerusakan neurologis

Ketidakseimbangan asam basa Volume cairan Kebocoran cairan dari intrvaskuler


Ketidakseimbangan ion interstitial ↑

Ggn hemostatis neuron Keb. Energi ↑ Volume tekanan otak


Vasospasme pembuluh darah serebri
Kelainan depolarisasi neuron TIK↑
kejang

Hiperaktivitas neuron MK : ketidakefektifan perfusi jaringan serebral


MK : resiko cedera Sirkulasi di serebral ↓
14

TIK ↑
Edema

Penurunan kesadaran Merangsang saraf simpatisMenekan saraf di servikal mesenpalon


TD ↑
desensepalon

Ransangan otot di sekitar servikal Kerusakan pada fungsional farmasi kerja RAS
Mual dan
Penekanan pd hipotalamus
muntah
Penekanan pada pusat pernapasan

MK : Resiko aspirasi Otot berkontraksi Ransangan pd Kesadaran ↓


Upaya bernapas ↑ hipofise anterior ↑

demam Penurunan refleks batuk


Otot pada tengkuk meregang
Mk: ketidakefektifan pola nafas

Kaku kuduk Penekanan pada pusat pernapasan Penumpukan sekret di jalan

evavorasi
Sesak nafas
Keringat MK: Ketidakefektifan
berlebihan bersihan jalan nafas
MK : pola nafas tidak efektif
MK : kekurangan
Volume cairan Diaphoresis

Bagan 2.1
WOC Meningitis
Sumber: Price & Wilson (2006) , Muttaqin (2008) & Suriadi & Yuliani (2010).
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami
peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan
terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi
peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien
koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat
gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan
menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan
“set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set
poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan
meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh
meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik
jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan
hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri.
Keluhan yang muncul pada anak meningitis adalah kejang atau
bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan
ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
1. Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
2. Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat
di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila
kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama
diberikan secara intramuskular.
3. Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal
untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di
atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat
diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi
dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
4. Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari
di bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata
menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di
lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas
atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan
uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/
hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1
mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman
dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering
cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu
pemasukan O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain
itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di
pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn
terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh
karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi
dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan
perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde
tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi
dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl
0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan
secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul
berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan
cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama
pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada
sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi
usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu
bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan
pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien
koma matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang
terus menerus jangan baringkan pasien kearah jendela. Untuk
pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara
sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar
(Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
1. Airway
a. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala
dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah
dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
b. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
c. berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
2. Breathing
a. Isap lendir sampai bersih
3. Circulation
a. Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara
intensif.
b. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum
hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika
kejang tetap sadar).
8. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami
kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam
memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan
pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah
terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib
(Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi
dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG
(Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC,
pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).

B. Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
b. Riwayat
Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit
kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran,
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan
perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan
koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit
yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan
bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu
dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di
ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada
anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu
diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit
infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan
adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi
pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan
seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).
Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang
berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30
x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan
normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5
tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak
yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan
meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku.
Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk
mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk,
2009).
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin
akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
5) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di
sebabkan oleh infeksi E.colli.
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang
dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut
anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat
gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d
hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang
sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin,
2008).

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.

Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak

Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak


Normal Meningitis viral Meningitis bakterial
Penampakan Jernih Jernih atau agak Berkabut atau purulen
keruh
Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000
Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil
Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑
Glukosa 3-6 3-6 ↓
mmol/L
Sumber : Meadow & Newell (2006).
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan
leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya
infeksi bakteri berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda
prognosis yang buruk terutama pada penyakit akibat
meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang
di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler
deseminata. (leukosit normal : 5000-10000/mm3, trombosit
normal : 150.000-400.000/mm3, Hb normal pada perempuan:
12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit
a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium
serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136-
145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
4) Pemeriksaan kultur
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam
mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan
adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden,
2009).
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi,
edema pada otak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kesadaran.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.

3. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana
keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas adalah :

Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan sistol dan sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko 3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan 4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis. 5) PaCO2 (tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda
karbondioksida hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien
7) Urine output terhadap oksigenasi.
8) Capillary refill.

b. Status neurologi Manajemen edema


1) Kesadaran serebral
2) Fungsi sensorik 1. Monitor adanya
dan motorik kranial kebingungan,
3) Tekanan perubahan pikiran,
intrakranial keluhan pusing,
4) Ukuran pupil pingsan
5) Pola istirahat-tidur 2. Monitor tanda-tanda
6) Orientasi kognitif vital
7) Aktivitas kejang 3. Monitor karakteristik
8) Sakit kepala. cairan serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang
sesuai kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang
penting untuk bicara
pada pasien
9. Posisikan tinggi
o
kepala 30 atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap
Kriteria hasil : hari dan monitor status
Batasan 1) Tekanan darah pasien
karakteristik 2) Keseimbangan 2. Hitung atau timbang
a. Haus intake output dalam popok dengan baik
b. Kelemahan 24 jam 3. Jaga dan catat intake
c. Kulit kering 3) Berat badan stabil dan output
d. Membran 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
mukosa kering 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
e. Peningkatan membran mukosa laboratorium yang
frekuensi nadi 6) Serum elektrolit relevan dengan dengan
f. Peningkatan 7) Hematokrit retensi cairan
hematokrit 8) Edema perifer 6. Monitor status
g. Peningkatan 9) Bola mata cekung hemodinamik
kosentrasi urine dan lembek 7. Monitor tanda-tanda
h. Peningkatan 10) Kehausan vital
suhu tubuh 11) Pusing. 8. Berikan terapi IV
i. Penurunan berat seperti yang
badan tiba-tiba b. Dehidrasi ditentukan
j. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan
haluan urine 1) Warna urine keruh tepat
k. Penurunan 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan
pengisian vena 3) Nadi cepat dan oral
l. Penurunan lambat 11. Dukung pasien dan
tekanan darah 4) Peningkatan BUN keluarga untuk
m. Penurunan blood urea Nitrogen) membantu dalam
turgor kulit. 5) Peningkatan suhu pemberian makan
tubuh. dengan baik
Faktor yang 12. Berikan produk-
berhubungan produk darah.
a. Kegagalan
mekanisme Manajemen elektrolit
regulasi 1. Monitor nilai serum
b. Kehilangan elektrolit abnormal
cairan aktif. 2. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Pertahankan
kepatenan akses
IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen
sesuai order untuk
dapat melakukan
analisis level elektrolit
(ABG, urine, dan level
serum) dengan tepat
6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala
ketidakseimbangan
cairan dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.

Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan
dan prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30
menit setelah episode
mutah sebelum
menawarkan cairan
kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.

3. Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan 1) Frekuensi trakea dengan tepat
karakteristik pernapasan 2. Pertahankan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan kepatenan jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan pernapasan tambahan seperti yang
otot bantu 4) Penggunaan otot diperintahkan
penapasan bantu nafas 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 5) Suara nafas 5. Periksa perangkat
kapasitas vital tambahan pemberian oksigen
e. Penurunan 6) Retraksi dinding secara berkala untuk
tekanan dada memastikan bahwa
ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat kosentrasi yang telah
f. Penurunan 8) Atelektasis. di tentukan sedang di
tekanan berikan
inpsirasi b. Status pernapasan : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan kepatenan jalan masker oksigen/kanul
bibir nafas nasal setiap kali
h. Pernapasan Kriteria Hasil : perangkat diganti
cuping hidung 1) frekuensi pernapasan 7. Pantau adanya tanda-
i. Pola nafas 2) pernapasan cuping tanda keracunan
abnormal hidung oksigen dan kejadian
j. Takipnea. 3) mendesah atelektasis.

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan
a. Cedera medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan
nafas oral suctioning
Batasan Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik 1) Frekuensi sebelum dan sesudah
a. Batuk yang pernapasan suctioning
tidak efektif 2) Irama pernapasan 3. Informasikan pada
b. Gelisah 3) Kemampuan untuk klien dan keluarga
c. Dispnea mengeluarkan tentang suctioning
d. Mata terbuka sekret 4. Monitor status oksigen
lebar 4) Penggunaan otot pasien
e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen
nafas 5) Batuk. dengan menggunakan
f. Sianosis nasal untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan
berhubungan nafas ventilasi.
a. Infeksi 4) Kapasitas vital 3. Lakukan fisioterapi
b. Difungsi dada bila perlu
neuromuskular 4. Auskultasi suara nafas
c. Mukus , catat adanya suara
berlebihan tambahan
d. Benda asing di 5. Monitor respirasi dan
jalan nafas. status O2

Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan
nafas dalam
3. Dorong pasien untuk
tarik nafas dalam
selama dua detik dan
batukkan, lakukan dua
atau tiga kali berturut
turut

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
5. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
Batasan
1) Nyeri yang nyeri secara
karakteristik di laporkan komprehensif
2) Panjangnya episode termasuk lokasi,
a. Diaforesis
nyeri karakteristik, durasi,
b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas dan
4) Berkeringat faktor presipitasi
nyeri
berlebihan 2. Observasi reaksi
c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu nonverbal dari
makan. ketidaknyamanan
karakteristik
3. Gunakan teknik
nyeri dengan b. Kontrol nyeri komunikasi terapeutik
Kriteria hasil : untuk mengetahui
menggunakan
1) Mengenali kapan pengalaman nyeri
standar nyeri terjadi pasien
2) Menggambarkan 4. Kaji kultur yang
instrumen nyeri
faktor penyebab mempengaruhi respon
d. Mengekspresika 3) Menggunakan nyeri
tindakan pencegahan 5. Kontrol lingkungan
n perilaku
4) Menggunakan yang dapat
(gelisah,mereng tindakan pengurangan mempengaruhi nyeri
nyeri tanpa analgesik. seperti suhu ruangan,
ek, menangis,
pencahayaan dan
waspada) c. Status kenyamanan kebisingan
Kriteria hasil : 6. Kurangi faktor
e. perubahan pada
1) Nyeri berkurang presipitasi nyeri
parameter 2) Kecemasan 7. Pilih dan lakukan
berkurang penanganan nyeri
fisiologis
3) Stres berkurang (farmakologi, non
(mis.,tekanan 4) Ketakutan berkurang. farmakologi,
interpersonal)
darah, frekueni
8. Ajarkan tentang teknik
jantung, non farmakologi
9. Berikan analgetik
frekuensi
untuk mengurangi
pernapasan) nyeri
10. Evaluasi tingkat
f. perubahan
keefektifan kontrol
selera makan nyeri
11. Tingkatkan istirahat
Faktor yang
12. Monitor penerimaan
berhubungan pasien tentang
manajemen nyeri.
Agen cedera
biologis (infeksi,
iskemia). Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

6. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam


Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
tanda-tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat saat
b. Bayi tidak dapat dan suhu
panas
mempertahanka 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
n menyusu keluaran, sadari
4) Melaporkan
c. Gelisah perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
d. Hipotensi cairan yang tak di
5) Perubahan warna
e. Kulit rasakan
kulit
kemerahan 4. Beri obat atau cairan
6) Sakit kepala
f. Kulit terasa IV
hangat 5. Tutup pasien dengan
g. Latergi selimut atau pakaian
h. Kejang ringan
i. Koma 6. Dorong konsumsi
j. Stupor cairan
k. Takikardia 7. Fasilitasi istirahat,
l. Takipnea terapkan pembatasan
m. Vasodilatasi aktivitas jika di
perlukan
Faktor yang 8. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
a. Peningkatan 9. Tingkatkan sirkulasi
laju udara
metabolisme 10. Mandikan pasien
b. Penyakit dengan spon hangat
c. Sepsis dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.

7. Resiko Aspirasi a. Status pernapasan: Pencegahan aspirasi


kepatenan jalan nafas 1. Monitor tingkat
Faktor resiko 1) Frekuensi pernapasan kesadaran, refleks
a. Penurunan 2) Irama pernapasan batuk dan kemampuan
motilitas 3) Tersedak menelan
gastrointestinal 4) Suara nafas tambahan 2. Monitor stastus
b. Penurunan pernapasan
tingkat kesadarn 3. Jaga kepala tempat
c. Peningkatan b. Pencegahan aspirasi tidur ditinggikan 30
residu lambung 1) Memposisikan tubuh menit setelah
untuk miring ketika pemberian makan
makan dan minum 4. Periksa residu pada
jika dibutuhkan. selang makanan atau
2) Mengidentifikasi lebih besar 100 cc
faktor-faktor resiko. pada selang.

Manajemen muntah
1. Kaji emesis terkait
dengan warna,
konsistensi, akan
adanya darah, waktu
dan sejauh mana
kekuatan emesis.
2. Ukur atau perkirakan
volume
emesis.pastikan obat
antiemetik yang di
berikan untuk
mencegah muntah bila
memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.
4. Monitor efek
manajemen muntah
secara menyeluruh.

Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada
pasien badan pasien
akan di balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi
yang bisa
meningkatkan nyeri.
3.
8. Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan
Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
Faktor resiko
1) Klien terbebas dari yang aman untuk
1) Eksternal cidera pasien
2) Klien mampu 2. Identifikasi kebutuhan
a) Gangguan
menjelaskan cara keamanan pasien
fungsi atau metode untuk sesuai dengan kondisi
mencegah cidera fisik
kognitif
3) Klien mampu 3. Dan fungsi kognitif
b) Agens menjelaskan faktor pasien dan riwayat
resiko dari penyakir dahulu
nosokomial
lingkungan pasien
2) Internal 4) Menggunakan 4. Memasang side rail
fasilitas kesehatan tempat tidur
a) Hipoksia
yang ada 5. Menyediakan tempat
jaringan 5) Mampu mengenali tidur yang aman dan
perubahan status bersih
b) Gangguan
kesehatan. 6. Membatasi
sensasi pengunjunng
b. Kejadian jatuh 7. Memberikan
(akibat dari
1) Jatuh dari tempat penerangan yang
cedera tidur cukup
2) Jatuh saat di 8. Berikan penjelasan
medula
pindahkan. pada pasien dan
spinalis, dll) keluarga atau
pengunjung adanya
c) Malnutrisi. perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016).


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat. Infeksi meningeal biasanya muncul melalui
aliran darah akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan
langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah)
2. Meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya antara
lain terdiri dari meningitis asepsis disebabkan oleh meningitis virus,
meningitis sepsis / purulentas disebabkan oleh bakteri dan meningitis
tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
3. Penyebab meningitis : bakteri, virus, faktor maternal yaitu ruptur
membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir, faktor
imunologi yaitu defesiensi mekanisme imun, defesiansi imunoglobulin
dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
4. Tanda dan gejala meningitis pada bayi dan anak yang masih kecil
adalah a)Demam, b)Pemberian makan buruk, c)Vomitus, d)Iritabilitas
yang nyata, e)Serangan kejang /sering di sertai dengan tangisan
bernada tinggi, f)Fontanela menonjol, g)Kaku kuduk dapat terjadi atau
tidak terjadi, h)Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam
penegakan diagnosis.
5. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya meningitis
adalah vaksin DPT (difteri, pertusis dan tetanus) Hib (Haemofilus
Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan oleh H.
Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi
dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin
BCG (Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit
TBC, pemberian dilakukan pada usia 1 bulan
DAFTAR PUTAKA

Andareto, Obi. 2015. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kesehatan Obi Andareto
Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta

Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas


2007.http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional
%20Riskesdas%202007.pdf. Diakses pada tanggal 14 juni 2021, Pukul
11.05

Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku keperawatan
Pediatri: Edisi 5. Jakarta: EGC

Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta:
EGC. Bulechek, et.al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC)
Edisi Ke-6. Singapore: Elsevier
Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017.


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada anak/ Sujono
Riyadi & Sukarmin – Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi
2.Jakarta: CV Sagung Seto.

Supardi, Sudibyo & Rustika. 2013. Metodologi Riset keperawatan. Jakarta:

Wong, Donna L., dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai