Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN

SKALA PENGUKURAN

Disusun oleh :
Ezha Fericko Y C1B014011
Sheila Permata Ayuni C1B014012
Lutfi May Sutanti C1B014013
Dea Palensa C1B014014
Indah Widyastuti C1B014016
Ginadya Nureni C1B014017
Riyanto C1B014019
Entika C1B014021
Denny Prabowo C1B014022

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PURWOKERTO
2016
A. KOMPONEN PENGUKURAN

Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke dalam


bentuk yang dapat dianalisis oleh penliti. Dengan demikian, pengukuran selalu melibatkan
penggunaan prosedur yang secara simbolik dapat merefleksikan dimensi realitas dalam dunia
analitik si peneliti. Singkatnya, titik fokus pengukuran adalah pemberian “angka” terhadap
data empiris berdasarkan sejumlah aturan/prosedur tertentu. Prosedur ini dinamakan proses
pengukuran, yaitu investigasi engenai cirri-ciri yang mendasari kejadian empiris dan member
angka atas cirri-ciri tersebut. Kendati komponen pengukuran amat beragam, setidaknya ada
tiga komponen yang dibutuhkan dalam setip pengukuran, yaitu: (1) kejadian empiris
(empirical events) yang dapat diamati, (2) penggunaan angka (the use of numbers) untuk
menggambarkan kejadian tersebut, (3) sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules)

Kejadian empiris mrupakan sejumlah cirri-ciri dari objek, individu atau kelompok
yng diamati. Dapat diamati mengandung arti bahwa setiap orang dapat menngkap, tau
setidaknya menyimpulkan, bahwa suatu objek, individu, atau kelompok mempunyai cirri-ciri
tertentu. Sebagai contoh, bila kita ingin mempelajari hubungan antara jenis kelamin
administrator dan kepuasan kerja bawahan-bawahannya, maka langkah pertama yag harus
dilakukan adalah engidentifikasi unit analisis, yaitu : objek, individu, atau kelompok yang
kita amati. Dalam kasus ini, unit analisis adaah individu administrator dan bawahannya.
Setelah objek empiris utama berhsil di pusat perhatian, yang dalam hal ini adalah jenis
kelamin administrator dan tingkat kepuasan kerja bawahannya. Inilah konsep-konsep yang
perlukita ukur.

Komponen pengukuran kedua adalah penggunaan angka untuk menggambarkan


kejadian empiris, “angka” adalah numeric atau symbol-simbol lain yang digunakan untuk
mengidentifikasi. Penggunaan angka adalah untuk memberi arti bagi cirri-ciri yang menjadi
pusat perhatian peneliti. Spesifikasi tingkat pengukuran, kemudian, diberikan dengan
member arti bagi angka tersebut.

Komponen terakhir yang penting dari setiap pengukuran adalah sejumlah aturan
pemetaan, yaitu pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap kejadian empiris.
Misalnya, dalam kasus diatas, aturan pemetaan mengenai jenis kelamin administrator
memberikan angka 1 bila pria angka 2 bila wanita. Sementara untuk kepuasan kerja bawahan
aturan pemetaan adalah -2 bila sangan tidak puas, -1 bila tidak puas, 0 bila netral (puas/tidak
puas), 1 bila puas, dan 2 bila sangat puas. Aturan-aturan ini menggambarkan dengan
gamblang ciri-ciri apayang kita ukur. Aturan-aturan pemetaan disusun oleh peneliti untuk
tujuan studi.

Agar lebih jelas memahami tiga komponen yang diperlukan dalam pengukuran maka
disajikan tabel berikut. Dalam contoh, diasumsikan hanya ada dua administrator (Sumi dan Soma),
yang masing-sing mengawasi dua orang bawahan (Johan dan Rena, Andi dan Sekar). Kemudian kita
menaksir kejadian empiris (jenis kelamin administrator dan kepuasan kerja bawahan) untuk masing-
masing individu dan member angka menurutaturan pemetaan yang telah digariskan oleh peneliti.

Mengukur Jenis Kelamin Mengukur Kepuaan Kerja Bawahan


Administrator
Kejadian Aturan Angka Angka Aturan Pemetaan Kejadian Empiris
Empiris Pemetaan

Jenis kelamin Angka 1 1 atau 2 -2, -1, 0, -2 bila sangat Kepuasan kerja
administrator jika pria 1, 2 tidak puas bawahan
Angka 2 -1 bila tidak
jika wanita puas
0 bila netral
1 bila puas
2 bila sangat
Puas
-2
-1
0
1 1 JOHAN
2
SOMA
-2
2 -1
0
1 RENA
2
-2
-1
0 ANDI
1 1
2
SUMI
-2
2 -1
0 SEKAR
1
2

B. PROSES PENGUKURAN

Proses pengkuran dapat digambarkan sebagai sederetan tahap yang saling


berkaitan yang dimulai dari: (1) mengisolasi kejadian emipris, (2) mengembangkan konsep
kepentingan (concept of interest), (3) mendefinisikan konsep secara konstitutif dan
operasional, (4) mengemangkan skala pengukuran, (5) mengevaluasi skala berdasarkan
realiabilitas dan validitasnya hingga (6) penggunaan skala.

Proses pengukuran dimulai dari mengisolasi kjadian empiris untuk kepentingan


pengukuran. Aktivitas ini merupakan konsekuensi langsung dari masalah identifikasi dan
masalah formulasi. Intinya, kejadian empiris dirangkum dalam bentuk konsep atau konstruksi
yang berkaitan dengan masalah penelitian. Konsep adalah abstraksi ide yang digeneralisasi
dari faktor tertentu.

Tahap selanjutnya adalah mendefinisikan konsep yang telah diidentifikasi. Dalam


taraf ini dibedakan difinisi konstitutif (constitutive definitions) dalam definisi operasional
(operational definitions). Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain
sehingga melandasi konsep kepentingan. Jika suatu konsep telah didefinisikan secara
konstitutif dan benar, berarti konsep tersebut telah siap untuk dibedakan dengan konsep lain.
Begitu definisi konstitutif telah ditetapkan , maka definisi operasiona harus dinyatakan
karena definisi operasional akan merefleksikan dengan tepat esensi definisi konstitutif.
Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat dimana variable akan diukur
dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur yang harus diikuti oleh peneliti dalam
memberikan angka terhadap konsep yang diukur.

Sampai taraf ini proses pengukuran nampaknya amat jelas. Namun dalam praktek
bisanya peneliti akan berhadapan dengan berbagai teori yang mendasari definisi konstitutif
dan operasional. Misalnya, tentang konsep kinerja pekerjaan (job performance). Konsep ini
dapat diartikan sebagai hasil sukses atau sidak sukses dari suatu tugas; namun peneliti lain
barangkali mengartikan kinerja pekerjaan sebagai reaksi karyawan terhadap konsekuensi
menyelesaikan pekerjaan tertentu. Disini, peneliti dan manajer harus menyetujuai asensi
konsep (definisi konstitutif) untuk meyakinkan bahwa kedua belah pihak mempunyai
persepsi yang sama mengenai kinerja pekerjaan. Setalah tercapai kesepakatan mengenai
defiisi konseptual dari suatu konsep, peneliti harus memilih beberapa alternatif definisi
operasi. Sebagai contoh, bila definisi konstitutif dari kinerja pekerjaan adalah tingkat dimana
seorang karyawan mampu enyelesaikan tugas-tugasnya pada jabatan tertentu, maka konsep
ini dapat dioperasionalkan menjadi beberapaalternatif, seperti proporsi hari kerj dimana si
karyawan tidak absen, kuantitas produksi, kualitas produk yang diukur dengan tingkat
kesalahan, atu bahkan tingkat keterlambatan atau kecerobohan.

Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan.


Tujuan utamanya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian
yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan (1) memahami betul hakikat
kejadian empiris yang diukur (2) menerjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihn dan
penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat yang sama. Skala pengukuran
(measurement scale)dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk
memberikan angka terhadap objek atau kejadian empiris.

Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan.


Tujuan utamnya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian
yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan : (1) memahami betul hakikat
kejadian empiris yang diukur; (2)menerjemahkan pengetahuan ini dalam pengetahuan ini
dalam pemilihan dan penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat sama.
Sekala pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat untuk
memberikan angka terhadap objek/kejadian empiris.

C. SKALA PENGUKURAN
Skala pengukuran amat bervariasi. Skala sederhana (simple scale) adalah suatu
skala yang digunakan untuk mengukur beberapa karakterisitik. Misalnya “ apakah anda laki-
laki atau perempuan?” skala yang kompleks adalah skala yang beragam. Yang digunakan
untuk mengukur beberapa karaketristik. Misalnya, bagaimana tanggapan anda tentang
pemberantasan penyakit AIDS di kompleks lokasi pelacuran: sangat tidak setuju, tidak
setuju, tidak peduli, setuju, sangat setuju.
Kendati kompleksitas dan variasi alat pengukuran amat beragam, setiap skala
mempunyai ciri-ciri setidaknya satu dari empat tingkatan sekala dalam pengukuran
dalam riset bisnis yaitu: nominal, ordinal, interval, rasio.
Sekal nominal
Adalah sekala yang hanya digunakan untuk memeberikan kategori saja. Sifat
kategori bersifat mutually exclusive. Artinya jika satu indicator sudah masuk pada satu
kategori maka tidak mungkin masuk kedalam kategori lainnya. Sekala nominal merupakan
sekala yang memiliki tingkat yang paling rendah dalam sebuah riset.
Contoh :
Wanita 1
Laki-laki 2

Dari nilai diatas berarti tidak berarti bahwa laki laki lebih tinggi dari perempuan Karena bernilai
2, atau sebaliknya. Angka diatas hanya diguankan untuk membedakan jenis kelamin saja,

sekala Ordinal

adalah sekala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan peringkat antar
tingkatan. Akan tetapi jarak antau interval antar tingkatan belum jelas. Sekala ordinal memeiliki
tingkatan yang lebih tinggi dinadingak dengan sekala nominal Karena tidak hanya menyatakan
kategori saja. Tetapi sudah dapat menyatakan peringkat.

Contoh :

1.Bagaimana penilaian anda terhadap tempat parkir super market di Dieng Plateau ?

Sangat baik score 5

Baik score 4

Cukup score 3

Tidak baik score 2

Sangat tidak baik score 1


2.Bagaimana penilaian anda terhadap tempat parkir super market di Dieng Jaya ?

Sangat baik score 5

Baik score 4

Cukup score 3

Tidak baik score 2

Sangat tidak baik score 1

3. Menurut anda diantara supermarket dieng plateau denga dieng jaya, supermarket mana yang
memiliki tempat parkir paling baik ?

Jawaban :

Supermarket Dieng plateau

Dari jawaban tersebut responden memberikan tanggapan yang sama untuk dua
supermarket yaitu memeberikan tanggapan baik dengan score 4. Tetapi ketika dilanjutkan ke
pertanyaan yang ketiga responden menjawab kondisi tempat parkir supermarket dieng plateau
yang lebih baik. Hal ini bisa terjadi Karena tingkatan antar jawaban belum memiliki jarak
interval yang pasti.dalam hal ini, jawaban baik dengan score 4 bukan berarti memiliki kondisi 2
kali lebih baik jika responden menjawab tidak baik dengan score 2.

Skala interval

Sekala interval adalah sekala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan
peringkat antar tingkatan. Pada sekala ini jarak atau interval antar tingkatan sudah jelas. Tetapi
belum memiliki nilai 0(nol) yang mutlak. Skala interval memiliki tingkatan yang lebih tinggi
dibandingkan sekla ordinal Karena selain menyatakan peringkat, jarak antar tingkat sudah jelas.

Contoh :

Skala dalam thermometer


Suhu dala ruangan adalah 15 derajat celcius ,sedangkan ruangan yang lain memiliki suhu
30 derajat celcius. Bisa diakakan bahwa selisih suhu antara satu ruangan dengan ruangan yang
lain adlaha 15derajat celcius.akan tetapi, ketika suatu ruangan bersuhu 0 derajat celcius maka
tidak berarti bahwa ruangan tersebut benar-benar tidak bersuhu Karena pada sekala nilai ini
bukan merupakan nilai yang mutlak.

Skala rasio

Adalah sekala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan peringkat
antar tingkatan. Pada sekala ini jarak atau interval antar tingkatan sudah jelas dan memiliki nilai
0 mutlak . sekala rasio memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekala interval
Karena disamping dapat menyatakan peringkat, jarak antar tingkatan sudah jelas dan sudah
memiliki niai nol mutlak. Nilai nil mutlak memiliki arti bahwa nol benar- benar menyatakan
tidak ada.

Contoh:
berat badan FAKHRUN 30 KG sedangkan berat badan Jevi 60 kg denga demikian dapat
diakatakan bahwa selisih berat badan jevi dengan berat badan fakhrun 30 kg .juga dapat
dikatakan bahwa berat badan jevi dua kali lebih berat dibandingkan berat badan fkhrun. Apabila
berat suatu barang adalah 0 maka barng tersebut memang benar benar tidak memiliki berat.

Tipe sekala pengukuran juga sangat berkaitan dengan alat analisis data yagn diguknakan
jika sekala pengukuran yang digunakan adalah sekala nominal dan ordinal maka alat analisi
stastistik yang digunakan adalah statisitk non-parametik akan tetapi, jika sekala pengukuran yang
digunakan adalah interval dan rasio maka alat analisis ststistik yang diguanakan adalah non
parametirik.
Setelah variabel yang menjadi perhatian diidentifikasi dan didefinisikan secara
konseptual,suatu jenis sekala harus dipilih. Pemilihan sekala amat tergantung dari ciri-ciri
yang mendasari konsep dan antisipasi peneliti terhadap penggunaan variabel yang digunakan
dalam tahap analisi data. Dengan kata lain, untuk memilih skala yang sesuai, peneliti harus
memilih peralatan yang dapat mengukur secara tepat dan konsisten apa yang harus diukur
untuk mencapai tujuan penelitian. Proses ini disebut evalusai mengenai skala pengukuran.
Dalam mengevalusai skala pengukuran, harus diperhatikan dua hal (1) validitas dan (2)
reliabelitas
D. VALIDASI

Sutau skala pengukuran disebut valid bila melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan
mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid maka tidak
bermanfaaat bagi peneliti Karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya
dilakukan.

E. REHABILITAS
Reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala
pengukuran). Reliabilitas berbeda dengan validitas karena yang pertama memusatkan
perhatian pada masalah kosistensi, sedang yang kedua lebih memperhatikan masalah
ketepatan. Dengan demikian, realibilitas mencakup dua hal utama yaitu; stabilitas ukuran dan
konsistensi internal ukuran (Sekaran, 2000:207-7)

F. STABILITAS UKURAN
Stabilitas ukuran menunjukkan kemampuan sebuah ukuran untuk tetap stabil atau
tidak rentan terhadap perubahan situasi apapun. Kestabilan ukuran dapat membuktikan
kebaikan (goodness) sebuah ukuran dalam mengukur sebuah konsep. Terdapat dua jenis uji
stabilitas, yaitu test-retest realibility dan realibilitas bentuk paralel (paralel-form realibility).
Test-Retest Realibility, yaitu koefisien realibilitas yang diperoleh dari
pengulangan pengukuran konsep yang sama dalam dua kali kesempatan. Yaitu ketika
kuisioner yang berisi item-item untuk mengukur konsep yang sama diberikan kepada
responden pada saat ini dan diberikan kembali pada responden yang sama dalam waktu yang
berbeda (misalnya, 2 minggu – 6 bulan). Kemudian korelasi antar skor yang diperoleh dari
responden yang sama dengan dua waktu yang erbeda inilah yang disebut dengan koefisien
test-retest. Semakin tinggi koefisien, semakin baik test-retest realibility, sehingga semakin
stabil sebuah ukuran untuk waktu yang berbeda.
Realibilitas Bentuk Paralel ( Parallel-Form Realibility), terjadi ketika respons
dari dua pengukuran yang sebanding dalam menyusun konstruks yang sama memiliki
korelasi yang tinggi. Kedua bentuk pengukuran memiliki item yang serupa dan format
respons yang sama dengan sedikit perubahan dalam penyusunan kalimat dan urutan
pertanyaan. Yang ingin diketahui di sini adalah kesalahan variabilitas (error variability) yang
disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan kalimat dan urutan pertanyaan. Jika
dua bentuk pengukuran yang sebanding memiliki korelasi yang tinggi (katakanlah 0,8 atau
lebih) maka dapat dipastikan ukuran tersebut dapat dipercaya (reliable) dengan kesalahan
varian minimal karena faktor penyusunan kalimat dan ukuran pertanyaan.

G. KONSISTENSI INTERNAL UKURAN


Konsistensi internal ukuran merupakan indikasi homogenitas item-item yang ada
dalam ukuran yang menyusun konstruk. Dengan kata lain item-item yang a da harus “sama”
dan harus “mampu” mengukur konsep yang sama secara independen, sedemikian rupa
sehingga responden seragam dalam mengartikan setiap item. Hal ini dapat dilihat dengan
mengamati apakah item dan subsetitem dalam instrumen pengukur memiliki korelasi yang
tinggi. Konsistensi ukuran dapat diamati melalui reliabilias konsitsnesi antar item (inter item
consistency reliability) dan split-half reliability.

Jenis-Jenis Validitas

Validitas Deskripsi

Content Validity Apakah ukuran telah cukup mengukur sebuah


konsep?

Face Validity Apakah “ahli” mengesahkan bahwa instrumen


telah mengukur apa yang seharusnya diukur?

Criterion-Related Apakah ukuran dibedakan sehingga dapat


Validity membantu dalam memprediksi variable
kriteria?

Concurrent Apakah ukruan dibedakan sehingga dapay


Validity membantu dalam memprediksi variable
kriteria saat ini?

Predictive Validity Apakah ukuran dibedakan untuk membantu


memprediksi kriteria masa depan?

Construct Validity Apakah instrumen yang ada sesuai dengan


konsep teori?

Convergent Apakah kedua instrumen dalam mengukur


Validity konsep berkorelasi tinggi?

Discriminant Apakah ukuran memiliki korelas yang rendah


Validity dengan yang seharusnya tidak berhubungan
dengan variabel?

Sumber: Sekaran (2000:209)

Realibilitas Konsistensi Antaritem adalah konsistensi jawaban responden untuk


semua item dalam ukuran. Ketika sebuah item merupakan ukuran yang independen untuk
dua buah konsep yang sama, maka item-item tersebut akan saling berkorelasi.

Split-Half Reliability menunjukkan korelasi antara dua bagian instrumen.


Estimasi split-half reliability akan berbeda, tergantung pada bagaimana item-item dalam
ukuran dibagi ke dalam dua bagian

H. MACAM-MACAM SKALA PENGUKURAN


Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur,
sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan
data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya timbangan emas sebagai instrumen
untuk mengukur berat emas, dibuat dengan skala mg dan akan menghasilkan data
kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila digunakan untuk mengukur; meteran
sebagai instrumen untuk mengukur panjang dibuat dengan skala mm, dan akan
menghasilkan data kuantitatif panjang dengan satuan mm.
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan
instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih akurat,
efisien dan komunikatif. Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk
penelitian administrative, pendidikan dan sosial antara lain adalah:
a. Skala Likert
b. Skala Guttman
c. Skala Scale
d. Semantic Deferential

Ke empat jenis skala tersebut jika digunakan dalam pengukuran akan


mendapatkan data interval, atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang
akan diukur.

a. Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian,
fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai
titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan
atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata antara lain:
1. Sangat setuju 1. selalu
2. Setuju 2. sering
3. Ragu-ragu 3. kadang-kadang
4. Tidak setuju 4. tidak pernah
5. Sangat tidak setuju

1. Sangat positif 1. sangat baik


2. Positif 2. baik
3. Negatif 3. tidak baik
4. Sangat negatif 4. sangat tidak baik
Untuk keperluan analisis kuantitatif, makan jawaban itu dapat diberi
skor, misalnya:

1. Sangat Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5


2. Setuju/sering/positif diberi skor 4
3. Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3
4. Tidak setuju/hampir tidak pernah/ negatif diberi skor 2
5. Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1

Instumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam


bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

1. Contoh Bentuk Checklist (Centang) :


Berilah jawaban atas pertanyaan berikut sesuai dengan
pendapat Anda dengan memberi tanda centang (√) pada kolom yang
tersedia

Jawaban
No. Pertanyaan
    SS ST RG TS STS
1. Sekolah ini akan menggunakan √
teknologi informasi dalam
pelayanan administrasi dan
akademik.

.............................................
2.

Sumber : Sugiyono, 2012,137       

Keterangan : SS = Sangat Setuju, ST = Setuju, RG = Ragu-


ragu, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju.
Kemudian dengan teknik pengumpulan data angket, maka
instrument tersebut misalnya diberikan kepada 100 orang karyawan
yang diambil secara random. Dari 100 orang pegawai setelah
dilakukannya analisis, misalnya:

20 orang menjawab SS

40 orang menjawab ST

5 orang menjawab RG

20 orang menjawab TS

10 orang menjawab STS

Berdasarkan data tersebut 65 orang (40 + 25) atau 65%


stakeholder menjawab setuju dan sangat setuju. Jadi kesimpulannya
mayoritas stakeholder setuju dengan sekolah sekolah yang akan
menggunakan teknologi informasi dalam pelayanan administrasi dan
akademik.

Data interval tersebut juga dapat dianalisis dengan menghitung


rata- rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden.
Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut:

Jumlah skor untuk 25 orang yang menjawab SS = 25 x 5 = 125

Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab ST = 40 x 4 = 160

Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab RG = 5 x 3 = 15

Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab TS = 20 x 2 = 40

Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STS = 10 x 1 = 10

Jumlah Total = 350

Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 5 x 100 =


500 (seandainya semua menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh
dari penelitian = 350. Jadi berdasarka data tersebut maka tingkat
persetujuan stakeholder terhadap penggunaan teknologi informasi
dalam pelayanan administrasi dan akademik sekolah = (350 : 500) x
100% = 70% dari yang diharapkan (100%).

Secara kontinium dapat digambarkan sebagai berikut:

STS TS RG ST SS

100 200 300 400 500


350

Berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden maka rata-


rata 350 terletak pada daerah mendekati setuju.

2. Contoh bentuk pilihan ganda :


Berilah jawaban atas pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat
Anda dengan memberi tanda silang pada huruf jawaban yang tersedia.
a. Kurikulum baru itu akan segera diterapkan di lembaga
pendidikan anda?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Ragu-ragu
4. Setuju
5. Sangat setuju
Untuk analisis kuantitatif, maka jawaban tersebut dapat diberi
skor. Jawaban positif diberi nilai terbesar hingga jawaban negatif
diberi nilai negatif (Sugiyono, 2012,136-139)
Dengan bentuk pilihan ganda itu, maka jawaban dapat diletakan
pada tempat yang berbeda-beda. Untuk jawaban di atas “sangat tidak
setuju” diletakkan pada jawaban nomor pertama. Untuk item
selanjutnya jawaban “sangat tidak setuju” dapat diletakkan pada
jawaban nomor terakhir.
Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya
butir- butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif, netral atau
negatif, sehingga responden dapat menjawab dengan serius dan
konsisten. Contoh:
a. Saya setuju dengan Ujian Nasional untuk mengukur
kompetensi lulusan sekolah di Indonesia. (Positif)
b. Ujian Nasional telah banyak diterapkan di negara- negara
maju. (Netral)
c. Saya tidak setuju dengan Ujian Nasional untuk mengukur
kompetensi lulusan sekolah di Indonesia. (Negatif)
Dengan cara demikian maka kecenderungan responden untuk
menjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist ( Centang ) dapat
dikurangi. Dengan model ini juga responden akan selalu membaca
pertanyaan setiap item instrumen dan juga jawabannya. Pada bentuk
checklist, seringkali jawaban tidak dibaca, karena letak jawaban sudah
menentu. Tetapi dengan bentuk checklist, maka akan dapat
keuntungan dalam hal ini singkat dalam pembuatannya, hemat kertas,
mudah mentabulasikan data, dan secara visual lebih menarik. Data
yang diperoleh dari skala tersebut adalah berupa data interval.
b. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas,
yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatid”; dan
lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi
(dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari
kata “sangat setuju” samapai “sangat tidak setuju”, maka pada dalam skala
Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Penelitian
menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang
tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Contoh :

1. Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat Kepala Sekolah di


sini?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Pernahkah Pemilik Sekolah melakukan pemeriksaan di ruang kelas anda?
a. Tidak pernah

b. Pernah

Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga
dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu
dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak
setuju diberi skor 0. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.
Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam
skala pengukuran interval dikotomi.
Contoh :
1. Apakah sekolah anda dekat jalan Protokol ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda punya ijazah sarjana ?
a. Tidak

b. Punya

c. Semantic Defferensial

Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial


dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap,
hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam
satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian
kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis,
atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala
ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh
seseorang.

Contoh :

Mohon diberi nilai gaya kepemimpinan


Kepala Sekolah

Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak Bersahabat


Tepat janji 5 4 3 2 1 Lupa Janji
Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi
Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela

Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi

Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif


sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada
yang dinilai.

Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi


responden terhadap Kepala Sekolah itu sangat positif, sedangkan bila
memberi jawaban pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban
pada angka 1, maka persepsi responden terhadap Kepala Sekolah sangat
negatif.

d. Rating Scale

Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data


yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian
dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang diperoleh
berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak


setuju, pernah-tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala
model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban
kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban
kuantitatif yang disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel,
tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi
responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status
sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan
lain-lain.

Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah


harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban
pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi
angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya dengan orang lain
yang juga memilih jawaban dengan angka 2.

Contoh 1:

Seberapa baik ruang kelas di sekolah ini A ?

Berilah jawaban dengan angka :

4. bila tata ruang itu sangat baik


3. bila tata ruang itu cukup baik
2. bila tata ruang itu kurang baik
1. bila tata ruang itu sangat tidak baik

Jawaban dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan


keadaan yang sebenarnya.

No Item Pertanyaan Tentang Tata Ruang Kantor Interval Jawaban


1. Penataan meja murid dan guru sehingga 4 3 2 1
komunikasi lancar.
2. Pencahayaan alam tiap ruangan. 4 3 2 1
3. Pencahayaan buatan / listrik tiap 4 3 2 1
ruang sesuai dengan kebutuhan.
4. Warna lantai sehingga tidak 4 3 2 1
menimbulkan pantulan cahaya yang
dapat menggangu pegawai.
5. Sirkulasi udara setiap ruangan 4 3 2 1
6. Keserasian warna media pendidikan, 4 3 2 1
perabot dengan ruangan kelas.
7. Penempatan almari buku. 4 3 2 1
8. Penempatan ruangan guru. 4 3 2 1
9. Meningkatkan keakraban sesama 4 3 2 1
murid.
10. Kebersihan ruangan. 4 3 2 1

Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket dan diberikan


kepada 30 responden, maka sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan
seperti pada gambar 6.1 halaman berikut.
TABEL 6.1

JAWABAN 30 RESPONDEN TENTANG

TATA RUANG KELAS

No Rersponden Jawaban Responden Untuk Item Nomor : Jumlah


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 4 3 3 4 3 2 1 2 3 4 29
2 3 4 4 1 3 4 4 3 2 1 29
3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 4 28
4 1 2 3 2 3 3 3 3 2 3 25
5 4 3 3 3 3 3 1 2 2 4 29
6 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 15
7 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 18
8 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 33
9 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 36
10 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 14
11 3 3 3 3 3 2 2 1 1 3 24
12 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 15
13 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 28
14 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 33
15 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 26
16 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 38
17 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
18 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 27
19 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 27
20 1 1 1 2 2 3 3 3 3 2 21
21 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 26
22 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 28
23 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 37
24 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
25 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 35
26 3 3 2 2 2 2 3 4 4 4 29
27 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 38
28 4 3 3 2 2 2 2 2 4 2 26
29 4 3 3 2 2 2 2 1 4 2 25
30 3 3 2 2 2 3 4 4 4 2 29
Jml 818
Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi) = 4 x 10 x 30 = 1200.
Untuk ini skor tertinggi tiap butir= 4, jumlah butir = 10 dan jumlah responden= 30.

Jumlah skor hasil pengumpulan data= 818. Dengan demikian kualitas tata ruang kelas
lembaga lembaga pendidikan A menurut presepsi 30 responden itu 818 : 1200 = 68% dari
kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut.

300 600 900 1200


818
Sangat tidak baik Kurang baik Cukup baik Sangat baik

Nilai 818 termasuk dalam kategori interval “kurang baik dan cukup baik”. Tetapi lebih
mendekati cukup baik.

Contoh 2:

Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata pelajaran berikut sebelum dan sesudah
mengikuti pendidikan dan latihan. Arti setiap angka adalah sebagai berikut.

0 = bila sama sekali belum tahu

1 = telah mengetahui sampai dengan 25%

2 = telah mengetahui sampai dengan 50%

3 = telah mengetahui sampai dengan 75%

4 = telah mengetahui 100% (semuanya)

Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah latihan

Pengetahuan Pengetahuan
sebelum sesudah
Mata pelajaran
mengikuti mengikuti
diklat diklat
0 1 2 0 1 2
Komunikasi
3 4 3 4
0 1 2 Tata ruang 0 1 2
3 4 kantor 3 4
0 1 2 Pengambilan 0 1 2
3 4 keputusan 3 4
Sistem
0 1 2 0 1 2
pembuatan
3 4 3 4
laporan
0 1 2 0 1 2
Pemasaran
3 4 3 4
0 1 2 0 1 2
Akuntansi
3 4 3 4
0 1 2 0 1 2
Statistik
3 4 3 4

Dengan dapat diketahuinya pegetahuan sebelum dan sesudah mengikuti diklat, maka
pengaruh pendidikan dan latihan dalam menambah pengetahuan para pegawai yang mengikuti
diklat dapat dikenali.

Data dari pengukuran sikap dengan skala sikap dan pengukuran tata ruang adalah
berbentuk data interal. Tetapi data hasil dari pengukuran penambahan pengetahuan seperti di atas
menghasilkan rasio.

Selain instrument seperti yang di atas, ada instrument penelitian yang digunakan untuk
mendapatkan data nominal dan ordinal.

1. Instrumen untuk menjaring data nominal

Contoh:

a. Berapakah jumlah guru di sekolah anda? ………guru.


b. Berapakah guru yang dapat berbahasa Inggris? …...guru.
c. Berapa murid yang paling Anda sukai? ……………murid.
d. Berapakah jumlah komputer yang dapat digunakan di lembaga pendidikan Anda?
…………komputer.
e. Dari mana Anda mengetahui lokasi sekolah ini? ………….

2. Instrumen untuk menjaring data ordinal


Contoh:
TABEL 6.2
RANGKING TERHADAP SEPULUH MURID DI SEKOLAH A

Nama Murid Rangking nomor


A ……….
B ……….
C ……….
D ……….
E 1
F ……….
G ……….
H ……….
I ……….
J ……….

Misalnya murid bernama E adalah yang paling baik prestasinya, maka murid tersebut diberi
rangking 1.

Pada tabel 6.3 diberikan contoh instrument untuk mendapatkan data ordinal. Dengan
instrumen tersebut responden diminta untuk mengurutkan rangking 23 faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Misalnya sistem pembinaan karir merupakan
faktor yang paling berperan dalam mempengaruhi produktivitas, maka faktor no 10 diberi
rangking 1.

TABEL 6.3

RANGKING FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA


GURU
Rank Faktor yang mempengaruhi
No. produktivitas kerja karyawan
……… 1. latar belakang pendidikan
……… 2. dorongan keluarga
……… 3. training sebelum bekerja
……… 4. magang sebelum bekerja
……… 5. bakat seseorang
……… 6. pengawasan atasan
……… 7. peranan pemimpin
……… 8. gaji bulanan
……… 9. uang lembur
……… 10. pembinaan karir
……… 11. pekerjaan sesuai minat
……… 12. hubungan dengan teman
kerja
……… 13. hubungan dengan
pemimpin

Prestasi
Prestasi kerja
……… 14. kejelasan apa yang
dikerjakan
……… 15. kreativitas

kerja karyawan
……… 16. kebersihan ruangan
……… 17. cahaya ruangan

karyawan
……… 18. sirkulasi udara
……… 19. waktu istirahat
……… 20. alat-alat kerja
……… 21. kesehatan kerja
……… 22. harapan yang dipenuhi
……… 23. disiplin kerja

I. INSTRUMEN PENELITIAN
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial
maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat dinamakan dengan membuat
laporan daripada melakukan penelitian.
Begitu masalah penelitian telah dirumuskan dan desain penelitian telah dipilih untuk
memecahkan masalah, tugas peneliti selanjutnya adalah memilih teknik pengukuran
(measurement) dan mendesain instruen penelitian. Teknik pengukuran pada dasarnya
membicarakan mengenai aturan dan prosedur yang digunakan untuk menjembatani antara
apa yang terjadi pada dunia nyata. Misalnya jika peneliti ingin mengukur kepuasan kerja
karyawan Perumka, teknik pengukuran akan berusaha meyakinkan bahwa tingkat kepuasan
kerja benar-benar dapat diukur dengan skala pengukuran tertentu.

Proses pengukuran amat berkaitan dengan desain instruen. Desain instrument dapat
didefinisikan sebagai p enyusunan instrument pengumpulan data (biasanya berupa suatu
kuisioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna memecahkan masalah penelitian.

Anda mungkin juga menyukai