Anda di halaman 1dari 23

Jurnal 1

GIGI TERINFEKSI AKUT: EKSTRAKSI ATAU TIDAK?

ABSTRAK

Tidak hanya orang awam, dokter gigi juga percaya bahwa ekstraksi gigi yang
terinfeksi akut harus dihindari sampai infeksi tersebut berkurang dengan menggunakan
antibiotik sistemik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan komplikasi
perioperatif dalam ekstraksi gigi yang terinfeksi akut dan ekstraksi gigi asimptomatik.
Penelitian prospektif ini dilakukan pada 82 pasien. Nyeri hebat pada perkusi gigi terkait
dianggap sebagai kriteria dasar untuk infeksi akut. Gigi yang terinfeksi akut diberi label
sebagai kelompok studi (n = 35) dan gigi asimptomatik sebagai kelompok kontrol (n =
47). Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan prosedur standar. Jumlah larutan
anestesi yang digunakan dan durasi ekstraksi dicatat. Nyeri hebat pasca perawatan dan
tulang yang terekspos tanpa jaringan granulasi di soket ekstraksi merupakan indikasi
osteitis alveolar (AO). Tingkat signifikansi statistik diterima sebagai 0,05. Gejala yang
dapat menunjukkan respons sistemik, termasuk demam, kelelahan, dan menggigil tidak
ditemukan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok
dalam hal AO, jumlah larutan anestesi yang digunakan, dan durasi ekstraksi. Kehadiran
infeksi akut yang ditandai dengan nyeri perkusi hebat bukan merupakan kontraindikasi
untuk ekstraksi gigi. Gigi yang terinfeksi harus diekstraksi sesegera mungkin dan
prosedur tidak boleh ditunda dengan memberikan antibiotik.

Kata kunci: Ekstraksi Gigi; Agen Anti-bakteri.

PENDAHULUAN

Sudah menjadi kepercayaan umum tidak hanya di mata publik tetapi juga di
kalangan dokter gigi bahwa ekstraksi gigi yang terinfeksi akut harus dihindari.
Akibatnya, pasien menggunakan antibiotik dengan atau tanpa resep, yang berkontribusi
pada peningkatan pengeluaran perawatan kesehatan dan pembentukan bakteri yang
resisten antibiotik. Kekhawatiran utama bagi dokter gigi dalam mengekstraksi gigi yang
terinfeksi adalah kegagalan anestesi, penyebaran infeksi ke daerah yang berdekatan,
penyebaran hematogen (melalui darah), dan peningkatan risiko osteitis alveolar (AO).

AO pertama kali dijelaskan pada tahun 1896.3 AO merupakan proses inflamasi di


tulang yang berkembang antara 2-4 hari setelah ekstraksi gigi. Gejala dan temuan
meliputi nyeri sedang atau berat, kehilangan bekuan darah dari soket ekstraksi, tulang
alveolar yang terbuka, dan gingiva kemerahan di sekitar soket.3 Insidensi AO bervariasi
dari 1 hingga 4% dalam ekstraksi rutin dan sepuluh kali lebih umum pada ekstraksi
molar rahang bawah dibandingkan pada rahang atas. 4,5

Selama hampir 100 tahun, para peneliti telah mengatakan bahwa infeksi harus
ditekan oleh antibiotik dan gigi harus diekstraksi setelahnya, sementara yang lain
merekomendasikan ekstraksi harus dilakukan segera.6,7,8,9 Semua dari mereka
menganjurkan praktik mereka sebagai cara yang valid untuk menghindari penyebaran
infeksi lokal dan sistemik.

Tujuan kami adalah membandingkan komplikasi perioperatif dalam ekstraksi gigi


yang terinfeksi akut dan gigi asimptomatik.

METODOLOGI

Studi ini merupakan studi prospektif yang dilakukan antara Februari 2017 dan
Juni 2017. Persetujuan komite etik diperoleh (nomor dokumen 2017/01). Para pasien
dipilih di antara sukarelawan sehat, yang dirujuk ke institusi kami untuk ekstraksi satu
gigi molar rahang bawah (n = 212). Persetujuan tertulis (informed consent) diperoleh.
Kriteria eksklusinya yaitu merokok, penggunaan kontrasepsi oral, segala kondisi yang
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, dan penggunaan antibiotik dalam dua minggu
sebelumnya. Pasien juga dieksklusikan jika dalam radiografi panoramik, gigi memiliki
lesi yang bisa berupa tumor atau kistik. Setelah mengeluarkan 130 pasien, 82 pasien,
berusia antara 15 dan 79 tahun (rata-rata 40,52 ± 15,46) memenuhi kriteria penelitian.
Sensitivitas perkusi diterima sebagai kriteria untuk infeksi akut, dijelaskan sebagai nyeri
hebat ketika kaca mulut diketukkan pada gigi dari jarak 1 cm. Pasien dengan gigi yang
terinfeksi akut diberi label sebagai "kelompok studi" (n = 35) dan pasien asimptomatik
sebagai "kelompok kontrol" (n = 47). Hipotesis nol dari penelitian ini adalah “tidak ada
perbedaan yang signifikan antara gigi molar bawah yang terinfeksi akut dan
asimptomatik dalam hal komplikasi yang mungkin terjadi selama dan setelah ekstraksi
gigi”.

METODE BEDAH

Semua ekstraksi dilakukan oleh satu operator. Kami menggunakan 4% Articaine


dan 1: 100.000 epinefrin HCL sebagai larutan anestesi. Blok saraf alveolar inferior
(IAN) dan saraf bukal (BN) dilakukan masing-masing menggunakan 1,5 mL dan 0,5
mL larutan. Jika anestesi gagal, prosedur yang sama diulang. Jumlah larutan anestesi
yang digunakan untuk setiap pasien dicatat. Mati rasa pada setengah bibir bawah dan
tidak merasakan sakit ketika probing ruang periodontal gigi terkait dianggap sebagai
blok IAN yang berhasil. Blok BN dilakukan dan ekstraksi dilengkapi dengan peralatan
dan sarung tangan steril. Tidak ada kain penutup bedah, obat kumur, atau antiseptik
kulit yang digunakan. Kecuali terdapat jaringan granulasi yang dikonfirmasi secara
radiografi, kami tidak menguret soket ekstraksi. Kami juga tidak memberikan obat apa
pun ke dalam luka atau jahitan. Kasa basah yang steril ditempatkan dengan kuat pada
area ekstraksi dan pasien diminta untuk menggigitnya selama 20 menit. Durasi ekstraksi
dicatat untuk setiap pasien. Semua pasien diberi instruksi pasca operasi. Dalam kasus
komplikasi, pasien diminta untuk kembali ke klinik kami dan tidak menggunakan
antibiotik sendiri. Evaluasi pasca operasi dari kondisi sistemik. Semua pasien dilihat
oleh kami pada hari pertama dan kedua pasca ekstraksi untuk menilai tanda-tanda
sistemik dari demam, kelelahan, dan menggigil. Evaluasi pasca operasi dari luka
ekstraksi. Jika seorang pasien mengalami nyeri hebat, kami mencatat waktu onset dan
karakteristik nyeri. Dalam pemeriksaan intraoral, tidak adanya jaringan granulasi
digunakan sebagai tanda penyembuhan dan tulang alveolar yang terekspos digunakan
sebagai tanda AO. Untuk membandingkan tingkat AO, uji chi-square dengan koreksi
Yates digunakan. Uji normalitas ShapiroWilk dilakukan pada data untuk jumlah larutan
anestesi yang digunakan dan durasi ekstraksi. Karena data tidak memiliki distribusi
normal, uji Mann Whitney U nonparametric digunakan. Tingkat signifikansi statistik
adalah 0,05 dan program SigmaPlot 11.0 (Systat Software, Inc., San Jose, Calif.)
digunakan untuk analisis statistik.
HASIL

Tidak ada pasien yang melaporkan demam, kelelahan, dan menggigil, yang
mengindikasikan keterlibatan sistemik. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik ditemukan dalam jumlah larutan anestesi yang digunakan, durasi ekstraksi, atau
kejadian AO (p> 0,05). Hasil evaluasi statistik ditunjukkan pada Tabel. Limfadenopati
hadir pada semua pasien dalam kelompok studi, karena kami mengekstraksi gigi yang
terinfeksi akut. Untuk pasien dari kelompok studi yang menunjukkan pembengkakan
dan tanda-tanda selulitis, gigi diekstraksi ketika pembukaan mulut adekuat.

PEMBAHASAN

Terdapat kecenderungan di antara dokter gigi untuk meresepkan antibiotik yang


tidak perlu. Banyak dokter gigi mengikuti informasi anekdotal dari kolega alih-alih
pedoman dan cenderung memberikan antibiotik ketika mereka tidak yakin. Faktor
lainnya adalah bahwa pasien menuntut antibiotik, bahkan untuk sakit gigi yang
sederhana. Akibatnya, setelah analgesik, antibiotik merupakan obat yang paling banyak
diresepkan dalam kedokteran gigi.12 Selain itu, praktik ini lazim tidak hanya untuk
ekstraksi gigi. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh American Endodontics
Association, 33% dokter gigi secara rutin meresepkan antibiotik sebelum perawatan
dalam kasus pulpa nekrotik atau abses apikalis akut, walaupun tidak ada
pembengkakan. Tingkat ini mencapai 61-88% dalam kasus dengan pembengkakan.
Studi pertama tentang ekstraksi gigi yang terinfeksi akut diterbitkan pada tahun 1937
dan penulis merekomendasikan pengendalian infeksi sebagai langkah pertama. Setelah
itu, ekstraksi dapat dilakukan dengan aman. Mereka mengklaim ekstraksi segera dapat
menyebabkan komplikasi sistem saraf pusat, trombosis sinus kavernosa, dan abses otak.
Namun, penelitian selanjutnya menekankan intervensi bedah sebagai prosedur awal.
Pengangkatan segera sumber infeksi melalui ekstraksi gigi atau perawatan endodontik
telah dianjurkan. Alasan lain bagi dokter gigi untuk tidak mengintervensi gigi yang
terinfeksi adalah ketakutan akan kegagalan anestesi. Beberapa perubahan lokal dapat
terjadi karena infeksi dan peradangan.16 Menurut kepercayaan umum, keasaman
meningkat di daerah yang inflamasi mencegah anestesi lokal, namun hal ini sebenarnya
merupakan teori yang belum terbukti.17 Memang, tingkat keberhasilan anestesi pada
gigi yang terinfeksi akut tidak rendah, dilaporkan 65-69% untuk anestesi infiltrasi dan
58-76% untuk blok saraf alveolar inferior.18,19 Kekhawatiran lain dari dokter gigi
adalah risiko mengembangkan bakteremia dan septikemia setelah ekstraksi gigi yang
terinfeksi akut. Namun, gigi dengan pulpitis sudah menjadi sumber bakteremia.
Meskipun menggunakan antibiotik, kolonisasi bakteri akan tetap terjadi kecuali
dilakukan ekstirpasi pulpa atau ekstraksi. Dengan demikian, keterlambatan akan
menyebabkan perpanjangan periode bakteremia. Namun, dokter gigi harus lebih
berhati-hati pada pasien yang mengalami gangguan sistem imun. Beberapa langkah
tambahan dapat ditambahkan ke prosedur pada pasien tersebut, termasuk berkonsultasi
dengan spesialis atau melakukan profilaksis. Dalam penelitian kami, tidak ada
komplikasi sistemik yang mengindikasikan septikemia atau keterlibatan sistemik pasca
operasi. Insiden AO bervariasi dari 1 hingga 4%. Telah ditunjukkan bahwa tidak ada
AO yang tidak terjadi pada soket steril dan dapat diperdebatkan mengenai kolonisasi
bakteri memainkan peran penting dalam etiologi AO.20 Dengan demikian, AO
mungkin lebih sering terjadi pada gigi yang terinfeksi akut karena kolonisasi bakteri.
Namun, hasil kami tidak mengkonfirmasi pemikiran ini. Etiologi AO bersifat
multifaktorial. Masalah utama adalah hilangnya bekuan di lokasi ekstraksi dengan cara
mekanis atau biologis. AO lebih sering terjadi setelah ekstraksi rahang bawah, mungkin
karena tulang rahang bawah lebih padat dan memiliki suplai darah lebih sedikit daripada
rahang atas.4,5 Selain itu, kepadatan tulang dapat menyebabkan ekstraksi lebih lama,
lebih traumatis, dan berkontribusi pada pengembangan AO . Karena risiko AO yang
relatif lebih tinggi pada rahang bawah, kami membatasi penelitian dengan molar rahang
bawah.

KESIMPULAN

Adanya infeksi akut yang ditandai dengan nyeri hebat pada perkusi bukan
merupakan kontraindikasi untuk ekstraksi gigi. Gigi yang terinfeksi harus diekstraksi
sesegera mungkin dan prosedur tidak boleh ditunda dengan memberikan antibiotik
untuk menghilangkan rasa sakit atau mengendalikan infeksi. Ekstraksi segera mencegah
perkembangan infeksi yang lebih serius dan penggunaan antibiotik yang tidak perlu.
Antibiotik tidak boleh dianggap sebagai alternatif untuk intervensi bedah atau
endodontik. Semua pasien dalam penelitian ini sehat dan ini dapat dianggap sebagai
batasan. Dalam penelitian selanjutnya, inklusi pasien dengan gangguan sistemik dapat
berkontribusi pada literatur ilmiah.
Jurnal 2
Studi Perbandingan Ekstraksi Gigi Langsung Dan Ditunda Pada Infeksi Akut

• Klasifikasi infeksi oral menurut Vera (Maestre-Vera, 2003) pada tahun 2004:

• Infeksi odontogenik: karies, periodontitis, abses periapikal, abses


periodontal, perikoronitis, pulpitis, osteitis, dan infeksi ruang
aponeurotik, antara lain.

• Infeksi non-odontogenik: menyerang mukosa, kelenjar ludah, dll.

• Infeksi oral

• dapat berasal dari pulpa dan mencapai daerah periapikal melalui saluran
akar.

• dapat berasal dari jaringan periodontal dan menyebar melalui tulang


seperti spons  melubangi tulang kortikal dan menyebar ke ruang
jaringan potensial atau dibuang melalui pembukaan sinus di mukosa atau
kulit.

• Penyebaran lebih lanjut tergantung pada jenis dan virulensi organisme,


kesehatan umum dan status kekebalan inang dan situs anatomi dari fokus
infeksi.

• Intervensi awal membantu mencegah komplikasi seperti sepsis, mediastinitis,


gangguan jalan nafas, dll.

• Sebagian besar infeksi odontogenik disembuhkan dengan menghilangkan fokus


infeksi dengan atau tanpa menggunakan agen antimikroba.

• Antimikroba sering digunakan dalam praktik kedokteran gigi. .

• Digunakan untuk membantu pertahanan inang dalam menghilangkan


mikroorganisme yang tersisa.

• Diindikasikan ketika ada bukti tanda klinis dan penyebaran infeksi.

• Penggunaan antibiotik dalam kedokteran gigi


• Mengobati infeksi odontogenik, infeksi non-odontogenik, sebagai
profilaksis terhadap infeksi lokal dan infeksi.

• Harus digunakan hanya sebagai tambahan untuk perawatan gigi

• Tidak pernah sendiri sebagai perawatan pertama.

• Salah satu kontroversi tertua di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial adalah
pencabutan gigi dengan adanya infeksi akut.

• Pencabutan gigi dengan infeksi akut dapat menyebabkan organisme menanam


benih ke dalam ruang fasial dan menyebabkan penyebaran infeksi pada inang
(Frew, 1937).

• Tujuan penelitian: membandingkan ekstraksi segera dan ditunda pada infeksi


akut dan memberikan rekomendasi berdasarkan bukti klinis kasus ekstraksi gigi
pada infeksi akut.

Pasien dan Metode

• Penelitian prospektif dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial,


Government Dental College, Trivandrum selama periode dari Maret 2013
hingga Maret 2014. Ukuran sampel telah dihitung dengan menggunakan rumus:

2   S 2   f   ( α,β )    
• N=
d 2  

• N - Ukuran Sampel,

• S- Standar Deviasi,

• d - Perbedaan Signifikan Secara Klinis.

• Dengan kesalahan 7%, ukuran sampel yang diperlukan untuk penelitian ini
dihitung sebagai 49 subjek, yang dibulatkan menjadi 50 subjek dan dibagi
menjadi 2 kelompok masing-masing 25.

• Kelompok 1: Ekstraksi gigi dengan adanya infeksi akut dan cakupan


antimikroba pasca operasi.
• Kelompok 2: Menunda ekstraksi selama beberapa hari karena infeksi
akut dan ekstraksi selama masa tindak lanjut setelah cakupan
antimikroba. Tidak ada kecenderungan jenis kelamin dan pasien dengan
infeksi akut yang memerlukan pencabutan gigi posterior mandibula
dimasukkan dalam penelitian ini

• Kriteria eksklusi:

1) Pasien yang membutuhkan operasi pengangkatan gigi posterior mandibula

2) Pasien dengan pembukaan mulut yang tidak memadai untuk instrumentasi yang tepat

3) Pasien dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol

4) Pasien sudah dalam pengobatan untuk infeksi gigi

5) Pasien hamil

• Variabel hasil yang diukur:

1) Nyeri (Diukur menggunakan Skala Analogi Visual)

2) Pembukaan mulut (dihitung menggunakan kaliper vernier)

3) Durasi pengobatan

4) Durasi terapi antibiotik dan analgesik, jenis obat yang digunakan

5) Biaya perawatan

6) Jumlah kunjungan
• Pertimbangan etis

• Izin dari komite etik institusional diperoleh sebelum melakukan


penelitian. Informed consent diambil dari pasien yang setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.

• Analisis statistik

• Data dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer yang sesuai dan


alat statistik berikut digunakan untuk analisis: uji Chi-square, uji Mann
Whitney U dan uji t Student.

Pembahasan

• Secara historis, potensi abses gigi menyebar dan menyebabkan sepsis dan
kematian telah diketahui tetapi peran bakteri hanya diketahui pada pergantian
abad ke-20 (Turner Thomas, 1908).

• Gigi dianggap sebagai penyebab kematian ke-5 atau ke-6 ketika Bills of
Mortality (London) mulai membuat daftar penyebab kematian pada awal tahun
1600-an (Clarke, 1999).
• Pada pergantian abad ke-20, infeksi gigi dikaitkan dengan mortalitas 10-40%
(Turner Thomas, 1908).

• Para pendukung ekstraksi langsung seperti Wainwright (Wainwright, 1940)


mendukung ekstraksi segera yang menekankan bahwa gigi nekrotik, tanpa suplai
darah dan pulpa gangren, bertindak sebagai "benda asing" dan sebagai "media
kultur" dan harus dikeluarkan secepat bisa jadi. Pencabutan gigi dilakukan
dengan membangun kembali suplai darah serta menyediakan drainase dan
mengurangi rasa sakit dan tekanan dari infeksi.

• Gluck (1939) menekankan bahwa ekstraksi segera menghindari menempatkan


pasien melalui rasa sakit yang berkelanjutan, kurang tidur, dan mengurangi
asupan oral.

• Dalam penelitian kami dengan usia berkisar 14 hingga 70 tahun, jumlah


maksimum pasien jatuh pada kelompok usia 41 hingga 50 tahun dengan usia
rata-rata untuk kelompok 1 adalah 41,3 dan untuk kelompok 2 adalah 43,4
tahun.

• Rud (1970) melaporkan rentang usia 16 hingga 79 tahun, dengan puncak


antara 20 dan 26 tahun (Rud, 1969).

• Martis, Karabouta, dan Lazaridis (1978) melibatkan pasien berusia 17


hingga 50 tahun dan kebanyakan dari mereka adalah antara 20 dan 27
tahun

• Dalam penelitian kami, usia tidak signifikan antara kelompok.

• Bagi sebagian besar pasien, rasa sakit pada saat kunjungan pertama adalah 'rasa
sakit yang intens, mengerikan, mengerikan' (skor nyeri 7-8 dalam skala analog
visual).

• Rata-rata nyeri pra operasi pada saat kunjungan pertama adalah 6,5 untuk
kelompok 1 dan 7 untuk kelompok 2.
• Rud (1969) untuk sebagian besar pasien, nyeri pra operasi adalah
moderat

• Dalam penelitian kami tidak ada perbedaan yang signifikan antara


kelompok.

• Meskipun nyeri pasca operasi secara statistik signifikan, rasa sakit yang dialami
pada sebagian besar pasien hanya ringan dan tidak ada lagi obat yang
diresepkan.

• Martis, Karabouta, dan Lazaridis (1978), untuk sebagian besar pasien,


nyeri pasca operasi ringan

• Lama pengobatan signifikan di antara kelompok.

• Kay (1966) periode pengobatan adalah 5,5 hari.

• Durasi terapi antibiotik dan analgesik signifikan antara kelompok.

• Jumlah kunjungansignifikan antara kelompok.

• Biaya pengobatan signifikan di antara kelompok.

Kesimpulan

• Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan ekstraksi segera dan
tertunda di hadapan infeksi akut dan untuk berkontribusi bukti dalam era saat ini
praktik berbasis bukti.

• Ekstraksi awal gigi penyebab mengurangi durasi perawatan, durasi terapi


antibiotik dan analgesik, biaya perawatan, jumlah kunjungan rumah sakit dan
karenanya meningkatkan kenyamanan pasien secara keseluruhan.

• Ekstraksi awal bersama dengan antibiotik pasca operasi mempercepat


pemulihan.

• Sebagian besar hasil penelitian kami kompatibel dengan literatur. Intervensi


bedah awal daripada hanya mengandalkan antibiotik, terutama pada infeksi
maksilofasial akut akan lebih bermanfaat dalam hal berkurangnya masa tinggal
di rumah sakit, yang sangat signifikan bagi negara-negara dengan layanan
kesehatan anggaran rendah.

• Pengangkatan dini dari gigi yang menyinggung menghilangkan sumber infeksi


dan menyediakan jalur untuk evakuasi nanah melalui soket ekstraksi,
menghasilkan resolusi klinis dan biokimia infeksi yang lebih cepat (Igoumenakis
et al., 2015).

• Selain itu, ini menghilangkan nidus infeksi dari inang dan mencegah perluasan
infeksi lokal ke ruang fasia.

• Meskipun ada berbagai aliran pemikiran dalam hal ini, dari pengalaman kami,
manfaat potensial dari pencabutan awal gigi yang menyinggung dalam
lingkungan infeksi akut jelas membenarkan risiko potensial.
Jurnal 3
Salah satu topik kontroversial tertua di lapangan operasi mulut dan maksilofasial adalah apakah atau
tidak untuk mengekstrak gigi segera dalam pengaturan infeksi akut. Banyak dokter gigi dan dokter masih
percaya bahwa ekstraksi gigi di hadapan infeksi akut dapat menyebabkan bakteri benih ke ruang fasis
dan menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa di inang. Meskipun literatur tentang topik ini tanggal,
tujuan dari artikel ini adalah untuk meninjau literatur dan memberikan rekomendasi berbasis bukti
dokter tentang ekstraksi gigi dalam pengaturan infeksi akut.

Para pendukung ekstraksi tertunda direkomendasikan menunda ekstraksi sampai infeksi lokalisasi dan
respon inflamasi mereda. Sebagian besar dari keyakinan ini berasal dari laporan dalam literatur tentang
pasien yang mengancam kehidupan yang parah dalam ruang fasis dan sistem saraf pusat (SSP) infeksi,
atau septicemia setelah ekstraksi gigi yang terinfeksi. Kontroversi berlanjut ke beberapa kali, dengan
beberapa penyelidik yang mendukung resolusi infeksi sebelum penghapusan gigi dan lain-lain yang
mendukung segera Ekstraksi. Frew,1 pada tahun 1937, berdasarkan klinis pribadinya diperingatkan
terhadap ekstraksi akut gigi yang terinfeksi. Frew menyatakan bahwa gigi bungsu dengan pericoronitis
tidak boleh segera diekstraksi karena risiko merangsang selulitis dan kematian.1 Dia menyarankan agar
operkulum meradang yang terlalu meradang menyediakan "habitat untuk mikroorganisme." Dalam

pendapat, "campur tangan interferensi operasi" dapat

mengakibatkan osteomyelitis atau selulitis, sehingga

infeksi yang mengancam jiwa parah. Sebaliknya, Frew

merekomendasikan agar pasien ditempatkan pada antibiotik dan pengobatan paliatif (irigasi di sekitar

gigi yang terkena, kuretase, eksisi

operkulum, atau pengangkatan gigi yang berlawanan)

dilakukan dan gigi diekstraksi di lain waktu

setelah peradangan diselesaikan atau infeksi

membentuk abses berdinding,yang dapat dikeringkan.2

Atau, Gluck,3 pada tahun 1939, dari klinis

pengalaman sekitar 600 pasien, ditemukan

bahwa ekstraksi gigi segera dalam menghadapi akut

infeksi bermanfaat. Gluck menekankan bahwa ekstraksi segera menghindari menempatkan pasien
melalui

nyeri terus-menerus, penurunan tidur, dan penurunan

asupan oral. Selain itu, penghapusan pelanggaran

gigi menghilangkan sumber infeksi dan

menyediakan jalan untuk evakuasi nanah melalui

soket ekstraksi, sehingga resolusi yang lebih cepat

infeksi. Tak satu pun dari pasiennya menderita


selulitis atau infeksi parah yang mengancam jiwa pasca operasi. Setelah operasi, pasien Gluck
melakukannya,

namun, memiliki peningkatan sementara pembengkakan

dan trismus, yang ia dikaitkan dengan efek inflamasi injeksi anestesi lokal. Semua nya

pasien, memiliki resolusi cepat infeksi dan

dari semua gejala setelah gigi diekstraksi.

Wainwright,4 pada tahun 1940, juga

ekstraksi dari pengalaman klinisnya. Dia menekankan bahwa gigi nekrotik, tanpa suplai darah

dan bubur gangren, bertindak sebagai "benda asing" dan

sebagai "media budaya" dan harus dihapus sebagai

secepat mungkin. Wainwright menyarankan agar

ekstraksi gigi kembali mendirikan darah

pasokan serta menyediakan drainase dan

rasa sakit dan tekanan dari infeksi.

Haymaker,5 pada tahun 1945, disajikan retrospektif

analisis 28 kasus infeksi SSP setelah gigi

Ekstraksi. 28 kasus ini dilaporkan dari

125.000 pasien sekali lagi yang

jarang terjadinya infeksi SSP dari gigi

Menyebabkan. Gigi itu carious, gejala, terinfeksi, atau terkena dampak pada saat ekstraksi.

Satu kasus empyema subdural, 12 kasus otak

abses, 2 kasus leptomeningitis, 1 kasus

ensefalitis, 11 kasus trombosis sinus gua, dan 1 kasus myelitis melintang

Dianalisis. Tujuh belas kasus melibatkan perpanjangan langsung ke dalam rongga intrakranial dan 11
kasus

melibatkan penyebaran hematogen. Posterior bawah

gigi adalah penyebab utama dan kemungkinan besar untuk

menyebabkan penyebaran hematogen. Posterior atas

gigi lebih cenderung menyebabkan penyebaran langsung

infeksi. Staphylococcus adalah yang paling

organisme umum yang diidentifikasi dalam penyebaran langsung melalui

ruang fasis. Penyebaran langsung biasanya mengakibatkan


osteomyelitis sayap yang lebih besar dari sphenoid

tulang, mengakibatkan penetrasi ke dalam kranial

Rongga. Streptococci adalah bakteri utama

menyebabkan penyebaran hematogen ke dalam kranial

Rongga. Beberapa infeksi naik ke dalam kranial

rongga oleh plexus pterygoid, sehingga

trombosis sinus gua.

Feldman,6 dalam buku nya eksodontia pada tahun 1951,

juga didukung ekstraksi langsung berdasarkan

pengalaman klinisnya. Dia menyarankan agar sayatan

dan drainase lesi fluctuant pada saat

Ekstraksi gigi juga merupakan tambahan penting, sehingga pemulihan inang yang lebih cepat.

Hollin dan rekan-rekannya,7 pada tahun 1967, melaporkan 2

kasus abses otak dan 3 kasus subdural

empyema pada pasien dengan infeksi gigi. Ihs

kerja adalah analisis retrospektif dari 5 kasus

Infeksi SSP asal gigi dalam waktu 25 tahun

periode.7 Empat pasien mengalami gejala yang

setelah ekstraksi gigi dan satu setelah restoratif

pengobatan gigi carious. Timbulnya gejala bervariasi dari 4 hari hingga 4 minggu setelah

Prosedur. Pasien yang disajikan dengan gejala, seperti sakit kepala, perubahan status mental,

perubahan penglihatan, kejang, hemiparesis, atau defisit hemisensori. Semua pasien demam dan
disajikan dengan temuan tusukan lumbal abnormal. In

3 kasus, suppuration itu "steril." Dalam satu

micrococcus foetidus berbu budaya. Dalam

satu sama lain, Streptococcus viridans dan Haemophilus parainfluenzae berbu cultured. Pembedahan de
'mempelai dan antibiotik digunakan, tetapi 3 pasien

pulih dan 2 meninggal. Di Hollin dan rekan-rekannya

analisis, gigi posterior lebih cenderung

berkontribusi terhadap infeksi intrakranial. Mereka menyimpulkan bahwa meskipun komplikasi


intrakranial

jarang terjadi dari prosedur gigi,

tingkat tinggi dan awal pengakuan intrakranial


infeksi sangat penting untuk pengobatan yang sukses dan

Pemulihan. Konsep "abses steril" adalah

beberapa dekade yang lalu ketika isolasi

bakteri anaerobik sulit dan jarang terjadi.

Pada tahun 1965, Kay mempresentasikan penelitiannya ke dalam

sifat pericoronitis.8 Pertimbangan

"Faktor predisposisi" termasuk pernapasan atas

infeksi saluran, kesal emosional, kelelahan, dan

Menstruasi.

Dalam publikasi keduanya, pada tahun 1966, Kay menyarankan agar ekstraksi gigi dalam

infeksi aman.2 Dalam artikel ini, berdasarkan

tesis penulis, Kay awalnya menggambarkan "pengobatan standar" yang berlaku untuk pericoronitis
subakut, yang termasuk "irigasi garam hangat dari

ruang pericoronal," "pengeringan.daerah," "penyisipan ke dalam 'kantong pericoronal' dari,50 persen


asam trichloroacetic," diikuti oleh netralisasi

asam dengan gliserin. Selanjutnya pasien

adalah dengan menggunakan bilas mulut garam hangat setiap 2

jam, "panas seperti dapat ditoleransi tanpa

scalding." Kay menyatakan bahwa penggunaan asam "selalu

memastikan kelegaan segera." Ketika ia mengganti garam normal untuk asam trichloroacetic

untuk 152 pasien, tidak ada yang mencatat

Nyeri. Kay juga membahas ekstraksi segera

gigi yang berlawanan atau, alternatif, pengurangan

titik puncaknya. Dia berpikir bahwa ini akan segera

mengurangi rasa sakit yang terkait dengan pericoronitis. In

sebuah "seri tes" dari 106 pasien yang ia menahan pengobatan gigi lawan, periode pengobatan
berkepanjangan 5,5 hari. Bila

infeksi parah, Kay direkomendasikan penisilin, yang memuaskan bagi kebanyakan pasien.

Ini adalah pada hari-hari sebelum pengembangan resistensi antibiotik yang signifikan. Kay artikel
sebelumnya

menyatakan, "semua budaya sensitif terhadap penisilin." 8

Kay melakukan percobaan terhadap 56 pasien dengan "akut"

pericoronitis berat, untuk siapa ia melakukan


"pengobatan standar" untuk kondisi subakute

dan 48 (86%) memburuk secara signifikan. Yang lain

8 diselesaikan tanpa antibiotik tetapi diperlukan beberapa

janji untuk perawatan, antara 8 dan 12

Kunjungan. Kay mempertimbangkan ekstraksi molar ketiga

solusi akhir untuk pericoronitis tetapi hanya setelah

"perawatan standar" mengendalikan infeksi.

Pendapat umum hari itu adalah sebagai berikut.

"Ada persetujuan umum pada saran

menunda ekstraksi sampai gejala akut

infeksi telah mereda, untuk menghalangi putative

risiko osteomyelitis." 2 Studinya (dari 1781 pasien)

juga menunjukkan bahwa persentase soket kering

hampir sama apakah gigi

segera atau tertunda (bahkan hingga 10

dalam beberapa minggu). Sebelum waktu ini, banyak yang berpikir bahwa

ekstraksi menyebabkan tingkat tinggi soket kering.

Selanjutnya, Kay mempelajari efek penisilin pada pengembangan osteitis alveolar

(AO).2 Dia melakukan studi percontohan awal, analisis retrospektif dari 28 pasien dengan pericoronitis

untuk siapa ekstraksi segera dilakukan.

Di kolam pasien ini, 20 pasien (71%) Menderita

dari soket kering pasca operasi. Dalam analisisnya,

insiden soket kering menurun dengan

menggunakan antibiotik praoperasi (penisilin G), diberikan

intramuskular 0,5 jam sebelum ekstraksi. Hanya

2 (8%) dari 25 pasien yang dirawat dengan cara ini dikembangkan

Ao. Dalam artikel yang sama Kay melaporkan pada "utama

survei" dari 2265 pasien. "Kelompok kontrol" nya

1341 pasien dengan ekstraksi molar ketiga tanpa

antibiotik mengembangkan 24% insiden AO. J

kelompok 301 pasien yang diobati dengan anestesi lokal


dan dosis praoperasi tunggal intramuskular

penisilin mengembangkan AO 3,6% dari waktu. Lain

kelompok 623 pasien yang dirawat di bawah anestesi umum dengan antibiotik praoperasi dilanjutkan
untuk

3 hari dan mengembangkan AO 2,6% dari waktu.

Lawan-lawan gagasan resolusi ini

infeksi sebelum ekstraksi merekomendasikan segera

ekstraksi gigi yang menyinggung, terlepas dari

infeksi, karena menghasilkan lebih cepat

resolusi infeksi, pemulihan yang lebih cepat dari

tuan rumah, dan pencegahan potensi kematian

dari infeksi ini.

Pada tahun 1951, Krogh9 melakukan studi retrospektif

dari 3127 pasien. Selama periode 5 tahun, ia segera mengekstrak gigi yang terinfeksi.9 Khas

tanda-tanda dan gejala yang pra operasi sakit

gigi, pembengkakan ekstraoral, trismus, dan nanah di gigi

Soket. Ekstraksi gigi pada pasiennya dilakukan meskipun ada kondisi komorbid di inang. Sayatan dan
drainase sesuai kebutuhan

bersama dengan ekstraksi gigi dilakukan

dan saluran air ditempatkan jika perlu. Mayoritas

gigi ini (91%) diekstraksi menggunakan

Anestesi. Setelah operasi, tingkat komplikasinya

adalah 3% (yang sebagian besar komplikasi kecil,

seperti soket kering dan abses pasca operasi

memerlukan sayatan dan drainase). Tak satu pun dari Krogh's

pasien mengembangkan osteomyelitis atau septicemia.

Tak satu pun dari pasiennya meninggal. Kesimpulannya adalah

bahwa ekstraksi gigi yang terinfeksi, dan gigi dengan

pericoronitis akut, sesegera mungkin menghasilkan

komplikasi keseluruhan lebih sedikit daripada pada pasien yang

ditunda.9 Menurut Krogh, oleh

mengeluarkan gigi, nidus infeksi dihilangkan dari inang, mencegah perpanjangan


infeksi lokal ke ruang fasis.

Hall dan rekan-rekan10 pada tahun 1968 mengevaluasi

hubungan temporal antara waktu gigi

ekstraksi dan resolusi selulitis dalam

uji coba prospektif terkontrol acak. Total (Total)

dari 350 pasien dengan selulitis gigi secara acak

ditugaskan ke 2 kelompok pengobatan. Satu kelompok telah

gigi mereka diekstraksi pada hari 1 versus yang kedua

kelompok, yang ditempatkan pada antibiotik dan telah menunda ekstraksi gigi mereka pada hari 4. Tje

sebagian besar pasien memiliki prosedur yang dilakukan di bawah anestesi lokal, tetapi 6% dari

pasien membutuhkan anestesi umum. Sayatan

dan drainase dan/atau antibiotik sistemik

juga diberikan jika dianggap perlu oleh dokter

dan kriteria yang sama digunakan untuk kedua kelompok.

Kelompok ekstraksi langsung memiliki pengurangan rasa sakit yang lebih cepat daripada kelompok
kontrol. Juga ukuran

pembengkakan dan suhu mulut pasien

juga menurun lebih cepat dalam

kelompok ekstraksi. Pasien dalam kelompok ekstraksi tertunda memiliki dua kali kebutuhan untuk
sayatan dan

drainase, yang, jika diperlukan, juga dua kali lebih mungkin

untuk menjadi ekstraoral daripada intraoral. Kedua kelompok tidak menunjukkan komplikasi intrakranial
atau mengancam jiwa. Hall dan rekan-rekan 'studi menunjukkan tidak ada sakit

efek atau penyebaran infeksi ke ruang yang lebih dalam

dari ekstraksi segera gigi yang terinfeksi. Thier

kesimpulannya adalah bahwa ekstraksi gigi langsung

adalah prosedur yang aman dan efektif.

Rud,11 pada tahun 1970, melakukan analisis retrospektif penghapusan 988 terkena geraham ketiga
yang lebih rendah

dengan pericoronitis akut dari 1952 hingga 1967. Total (Total)

94% pasiennya menjalani operasi di bawah

Anestesi. Sebagian besar gigi ini dengan akut

pericoronitis sebagian terkena dampak (85%) Dan


penisilin tidak digunakan di sebagian besar pasiennya

(88%). Secara pasca operasi, tidak ada contoh

osteomyelitis, septicemia, selulitis, atau abses parafaring. Dua persen pasien Rud

mengembangkan abses pasca operasi yang

sayatan dan drainase. Kesimpulannya adalah bahwa

keterlambatan ekstraksi gigi dapat mengakibatkan septicemia

atau osteomyelitis dan bahwa penghapusan awal terinfeksi

geraham ketiga adalah bijaksana. Dia juga menyimpulkan bahwa

laporan kasus terisolasi dari penyebaran sistemik

infeksi yang mengakibatkan kematian kemungkinan disebabkan oleh

penundaan ekstraksi gigi daripada ekstraksi

prosedur itu sendiri. Dia lebih menekankan bahwa teknik bedah atraumatik menghasilkan inang yang
lebih cepat

Pemulihan. Selanjutnya, menggugat luka yang terinfeksi

oleh penutupan utama pasca operasi adalah terhadap prinsip-prinsip bedah dan harus dihindari. Rud
juga

menekankan bahwa ketika gejala sistemik

saat ini, antibiotik sistemik (penisilin) harus

Digunakan. Dia juga menunjukkan dalam studinya bahwa

anestesi dalam pengaturan infeksi dapat dengan aman

digunakan dan efektif untuk pengangkatan gigi yang terinfeksi.11

Martis dan Karakakis,12 dalam sebuah studi retrospektif

diterbitkan pada tahun 1975, diekstraksi 1376 gigi yang terinfeksi;

327 gigi ini memiliki ruang fasis yang sudah ada sebelumnya

Infeksi. Tidak ada komplikasi serius yang tercatat dalam penelitian ini. Satu pasien memiliki ringan

osteomyelitis pasca operasi, yang diselesaikan dengan

Penisilin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

bahwa gigi yang terinfeksi harus dihapus secepat

mungkin, dan bahwa itu adalah prosedur yang aman.

Martis dan rekan-rekan13 pada tahun 1978 diterbitkan

studi retrospektif lain dari 720 pasien yang menjalani ekstraksi geraham ketiga mandibula dengan
pericoronitis akut. Secara praoperasi, pasien

memiliki tanda-tanda klasik infeksi akut: rasa sakit (dolor),

kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), kehangatan (kalor),

dan trismus (functio laesa). Sekitar 72% dari

gigi ini sebagian meletus. Lima persen dari

pasien membutuhkan anestesi umum, sedangkan

sisanya telah ekstraksi dilakukan menggunakan

anestesi lokal. Sembilan belas persen pasien

diperlukan sayatan dan drainase abses odontogenic pada saat yang sama dengan gigi

Ekstraksi. Tidak ada jahitan atau antibiotik lokal (intrasocket) yang digunakan. Pilih pasien dengan yang
sudah ada sebelumnya

infeksi ruang fasis diberikan antibiotik sistemik pasca operasi (baik ampisilin atau eritromisin). Pada
tindak lanjut pasca operasi, tidak ada

hasil yang serius, seperti septicemia, gua

sinus trombosis, abses otak, atau osteomyelitis

dalam penelitian ini. Infeksi ruang fasis pasca operasi

dikembangkan di 1,67% dari Martis dan rekan-rekannya

pasien (6 pasien dengan ruang buccal, 5 pasien

dengan ruang submandibula, dan 1 pasien dengan ruang parafaring). Hal ini diperlukan

sayatan dan drainase. Para penyelidik

komplikasi ini untuk intervensi bedah tertunda daripada intervensi bedah itu sendiri.

Kesimpulannya adalah bahwa ekstraksi gigi akut terinfeksi / abses sedini mungkin

mencegah penyebaran infeksi ke ruang fasis

dan dengan demikian mengurangi ketidaknyamanan pasien.

Menurut literatur meninjau topik ini,

gigi yang terinfeksi sebelumnya dikeluarkan dari

tuan rumah, semakin menguntungkan hasilnya. Selain itu, sayatan dan drainase abses fluctuant,

jika hadir pada saat operasi, hasilkan

dan resolusi infeksi. Selain itu, sistemik

antibiotik pada inang dengan penyebaran sistemik

infeksi juga merupakan tambahan penting untuk keseluruhan

perawatan pasien. Akhirnya, beberapa penyelidik telah


dalam pengalaman klinis mereka bahwa rasa takut akan

menyebarkan infeksi atau menyebabkan mengancam jiwa

infeksi tidak dapat dibenarkan dan tidak ada penyebab yang benar dan

hubungan efek telah ditetapkan.

Namun, ada beberapa indikasi relatif untuk

menunda ekstraksi gigi. Meskipun tidak satupun dari

kontraindikasi mutlak, dokter yang bijaksana

harus mengingatnya sebelum

Operasi. Ini termasuk kemanjuran kondisi medis anestesi dan komorbid lokal, seperti

diabetes atau coagulopathies.

Optimalisasi kondisi medis pasien

hasil yang lebih sukses setelah

Operasi. Dalam operasi dentoalveolar kecil,

pertimbangan medis relatif, tidak mutlak,

indikasi untuk menunda ekstraksi gigi. Meskipun demikian, masih penting untuk menghilangkan sumber

infeksi (a3, gigi yang menyinggung) segera setelah

Mungkin.

Dalam artikel Krogh, ia menggambarkan penggalian gigi

tanpa penundaan bahkan dalam sakit parah medis

Pasien. Dalam studi retrospektif, tidak ada

hasil yang merugikan dari penggalian gigi yang terinfeksi di

pasien yang sakit secara medis.9 Selain itu, dalam

pasien immunocompromised, mungkin bijaksana

untuk menghilangkan nidus infeksi sesegera mungkin.

RINGKASAN

Seperti terlihat dalam ulasan topik ini, kontroversi telah diselesaikan selama
beberapa dekade, namun tujuan artikel ini adalah untuk meninjau bukti di kedua sisi
pertanyaan ini, karena kekhawatiran muncul dari waktu ke waktu, terutama dari dokter
gigi dan dokter umum tidak terbiasa dengan literatur bedah mulut dan maksilofasial.
Literatur paling awal — artikel sebelum era antibiotik — menganggap ekstraksi
langsung (pada saat diagnosis awal) berbahaya. Artikel-artikel ini menyajikan bukti
level terendah (level IV), pendapat ahli berdasarkan pengalaman pribadi. Artikel
selanjutnya menunjukkan bahwa ekstraksi awal tidak menyebabkan infeksi serius atau
terhadap penyebaran SSP juga memiliki tingkat bukti yang lebih rendah (level III), seri
kasus retrospektif yang tidak terkontrol. Hanya artikel oleh Hall dan kawan-kawan10
yang memberikan bukti kuat (level Ib) dalam bentuk uji coba prospektif terkontrol
secara acak, menemukan bahwa menunda ekstraksi menyebabkan infeksi yang lebih
parah, yang membutuhkan operasi lebih luas. Saat ini, sebagian besar ahli bedah
memahami bahwa kombinasi ekstraksi bedah dan antibiotik dapat bersifat
menyembuhkan dan menunggu dengan waspada, bahkan dengan antibiotik, tidak lagi
dapat diterima.

Berdasarkan ulasan literatur ini, rekomendasinya adalah untuk mengekstraksi gigi


yang terinfeksi sesegera mungkin, mengingat kondisi medis pasien secara keseluruhan.
Semakin lama gigi nekrotik tertinggal, semakin besar kemungkinan menyebabkan
infeksi ruang fasia, dengan morbiditas yang lebih besar dan kemungkinan kematian.
Ekstraksi awal, bersama dengan insisi dan drainase, dan antibiotik seperti yang
ditunjukkan, mempercepat pemulihan. Laporan penyebaran infeksi SSP serius setelah
ekstraksi gigi jarang terjadi, dan hubungan kausal antara ekstraksi dan penyebaran
infeksi belum ditetapkan. Oleh karena itu, keyakinan bahwa mengekstraksi gigi yang
terinfeksi dapat menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa tidak berdasar.

Anda mungkin juga menyukai