Anda di halaman 1dari 21

JOURNAL READING

Departemen Radiologi Kedokteran Gigi


Pendekatan Perawatan Multidisiplin Pada Perforasi Resorpsi
Akar Internal: Tiga Tahun Follow Up.

Oleh:
Niswa Mardhiyah

04074822022025

Dosen Pembimbing:
drg. Shanty Chairani, M.Si

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN GIGI


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
I. TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Resorpsi internal merupakan suatu kondisi dimana terjadinya kerusakan
struktur gigi yang dimulai pada pulpa atau saluran akar yang meluas melibatkan area
dinding dentin sehingga menyebabkan pelebaran ukuran kamar pulpa.1,2,3 Nama
lainnya adalah chronic perforating hyperplasia of pulp, internal granuloma,
odontoclastoma dan pink tooth of mummery.4,5,6
b. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya resorpsi internal diperkirakan antara 0,01% - 55%.7
Predileksi usia resorpsi internal umumnya terjadi pada dekade 4 dan 5 serta
predileksi jenis kelamin lebih sering terjadi pada laki-laki. 1,2,8 Predileksi ras pada
resorpsi internal sampai saat ini belum ditemukan, sehingga masih harus dilakukan
penelitian.9
c. Etiopatogenesis
Etiologi dari resorpsi akar internal belum diketahui pasti. 4,6,8 Pada banyak
kasus, resorpsi internal diawali oleh hiperplasia inflamasi pulpa.6 Namun
umumnya sering dikaitkan dengan trauma oklusi akut, direct dan indirect pulp
capping, pulpotomi, orthodontic tooth movement, invaginasi email dan idiopatik.
1,2,3,4,8

Resorpsi internal bisa terjadi karena adanya faktor pencetus yang akan
menyebabkan perubahan vaskular pada pulpa, sehingga membuat pulpa menjadi
inflamasi dan memproduksi jaringan granulasi. Jaringan "metaplastik" berasal dari
invasi pulpa dari sel-sel yang mirip makrofag berubah menjadi sel besar berinti
banyak seperti odontoklas, dengan adanya odontoklas maka akan terjadi proses
resorpsi pada dinding internal pulpa.1,10
d. Gambaran Klinis
Pada umumnya gejala klinis dari resorpsi internal adalah tidak ada keluhan
atau asimtomatik.4,5,6,10,11,12,13 Namun, pasien dapat mengeluhkan rasa nyeri apabila
terjadi perforasi.4,13 Pasien juga dapat mengeluhkan perubahan warna pada
giginya.
Pada pemeriksaan ekstra oral, pasien yang mengalami resorpsi internal tidak
terdapat perubahan pada wajah dan bibir sehingga terlihat normal.
Resorpsi internal dapat terjadi pada gigi desidui dan permanen, lokasi yang
paling sering terkena yaitu di daerah servikal pada gigi insisif sentral maksila,
1,2,4,5,8
molar pertama, molar kedua dan dapat terjadi pada banyak gigi. Pada
pemeriksaan intra oral pulpa yang membesar menyebabkan perforasi dentin dan
enamel menjadi terlibat, daerah dapat terlihat secara klinis sebagai gambaran
1,2,4,6,8,10,11,12,13
“pink spot” dan warna abu-abu gelap apabila pulpa sudah nekrosis.
Pulpa dapat meluas hingga ke ruang ligamen periodontal dan kontak dengan poket
periodontal yang dalam atau sulkus gingiva, menyebabkan infeksi pulpa.2,8 Pada
pasien yang mengalami resorpsi internal biasanya menunjukkan hasil tes vitalitas
positif, tetapi bisa tidak memberikan respons terhadap pengujian sensitivitas
karena seringkali pulpa koronal sudah nekrotik. 10

Gambar 1. Gambaran Klinis Resorpsi internal.14

e. Gambaran Radiografis
Lokasi
 Resorpsi internal terjadi didalam kamar pulpa atau saluran akar, epicenter
dari lesi ini biasanya pada bagian 1/3 servikal saluran akar.4 Gigi yang paling
sering mengalami resorpsi internal yaitu gigi insisif sentral maksila, molar
pertama, molar kedua dan terjadi pada gigi permanen ataupun desidui.4
 Perluasan lesi resorpsi internal yaitu dapat memanjang dalam akar atau
mahkota.2
 Resorpsi internal bersifat localized. 8
 Berupa lesi single atau multiple.16
 Ukuran bervariasi sesuai dengan perkembangan lesi.17
Batas Tepi dan Bentuk
 Gambaran batas tepi pada lesi resorpsi internal ini yaitu berbatas jelas,
halus, punch out dan slightly scalloped.2,3,4,18
 Bentuk lesi resorpsi internal ini yaitu bulat, oval dan irregular.2,4,5,6,8,11,15
Struktur Internal
 Struktur internal dari resorpsi internal umumnya memiliki gambaran lesi
2,8
radiolusen homogen tanpa adanya tulang trabekula dan batu pulpa.
Namun, bisa memiliki gambaran lesi radiopak difus atau gambaran seperti
ground-glasslike yang biasa ditemukan pada resorpsi internal replecement.14
Gambar 3. internal resorption.15 Gambar 4. internal replecement resorption.14
Efek terhadap jaringan sekitar
 Efek lesi resorpsi internal yaitu pelebaran pada kamar pulpa dan saluran
akar serta menyebabkan bentuk asli dari saluran akar terdistorsi.1,4,8,10
f. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kasus Resorpsi Internal diantaranya yaitu:
1. Karies pada permukaan bukal atau lingual 2,5,8
Persamaan:
 Apabila karies bukal atau lingual tumpang tindih dengan pulpa
maka sama-sama memiliki lokasi lesi yang berada di pulpa.
 sama-sama memiliki bentuk bulat,oval, berbatas jelas dan punch
out.
 sama-sama memiliki gambaran lesi radiolusen.
Perbedaan:
 Outline karies bukal/lingual superimposed dengan pulpa dan outline
pulpanya normal, Sedangkan resorpsi internal outline nya
berkelanjutan dengan pulpa.
 Pada lesi karies bukal/lingual memiliki lesi radiolusen yang
heterogen sedangkan lesi resorpsi internal memiliki lesi radiolusen
yang homogen.
 Apabila angulasi horizontal tabung sinar x diubah maka pada batas
lesi karies bukal atau lingual dapat terpisah dari kamar pulpa dan
saluran akar, sedangkan pada resorpsi internal akar gambaran lesi
tidak dapat terpisah dari kamar pulpa ataupun saluran akar.
 Struktur gigi di sekitar karies permukaan bukal atau lingual normal
sedangkan resorpsi internal memiliki efek yaitu pelebaran pada
kamar pulpa dan saluran akar.

Gambar 6. Karies Bukal-lingual.11

2. Dens Invaginatus 2,5,8,16


Persamaan
 Sama-sama memiliki lokasi lesi yang berada dikamar pulpa atau
saluran akar.
 Sama-sama memiliki gambaran struktur internal radiolusen.
Perbedaan
 Dens invaginatus paling sering terjadi pada gigi insisif lateral
maksila sedangkan lesi resorpsi internal pada gigi insisif sentral
maksila.
 Dens invaginatus memiliki batas tepi lebih radiopak seperti
densitas email sedangkan lesi resorpsi internal berbatas jelas punch
out.
 Dens invaginatus memiliki bentuk seperti air mata terbalik
sedangkan lesi resorpsi internal memiliki bentuk bulat dan oval.

Gambar 8. Dens invaginatus 8

3. Resorpsi Eksternal 2,5,8,10,13


Persamaan
 Apabila lokasi lesi resorpsi eksternal dibukal/lingual, maka sama-sama
memiliki gambaran lokasi lesi yang berada di kamar pulpa atau saluran
akar.
 sama-sama memiliki bentuk irregular.
 sama-sama memiliki gambaran struktur internal radiolusen.
Perbedaan
 jika angulasi horizontal diubah maka posisi lesi resorpsi eksternal yang
berada di bagian bukal/lingual akar akan berubah. Sedangkan pada lesi
resorpsi internal tetap dan tidak terpisah dari kamar pulpa atau saluran
akar.
 lesi resorpsi eksternal biasanya asimetris. Sedangkan lesi resorpsi
internal sebagian besar adalah simetris.
 Pada resorpsi eksternal memiliki gambaran batas moth eaten
appearence. Sedangkan resorpsi internal berbatas halus dan jelas.
 pada resorpsi eksternal bentuk saluran akarnya tidak berubah dan
outlinenya terpisah dengan defek radiolusen. Sedangkan pada resorpsi
internal konfigurasi saluran akar berubah, ukuran bertambah dan
outlinenya menyatu dengan defek radiolusen.
 Resorpsi akar inflamasi eksternal selalu disertai dengan resorpsi tulang
di samping akar. sedangkan resorpsi internal tidak melibatkan tulang.

Gambar 7. Resorpsi eksternal.2,10


g. Gambaran Histopatologis
Gambaran histopatologis dari gigi yang mengalami resorpsi internal adalah
terdapat banyak pembuluh darah pada jaringan pulpa dan dentinoklas berinti
banyak atau serupa dengan osteoklas di perbatasan dinding dentin. Terdapat
peningkatan selular dan kolagenisasi pada jaringan inflamasi kronis pulpa,
serta adanya histiosit, leukosit polimorfonuklear dan dentinoklas berinti banyak
di jaringan granulasi. Pada area resorpsi menunjukkan terdapat lakuna yang
berisi jaringan osteoid dan osteoklas. Pada resorpsi replacement dapat terjadi
metaplasia jaringan pulpa yang transformasi ke jaringan lain seperti tulang atau
sementum.10,19,20,21,22
Gambar 9. Gambaran histopatologi area resorpsi akar internal . 10
h. Perawatan/Manajemen
Penatalaksanaan kasus resorpsi akar internal tergantung pada kondisi gigi.
Perawatan endodontik konvensional dapat dilakukan apabila resorpsi internal
belum mencapai 1/3 apikal dengan teknik obturasi menggunakan warm gutta
percha dan mineral trioxide aggregate (MTA), perawatan tersebut dilakukan
4,6,8,10,11,13
untuk menghentikan proses resorpsi. Jika pulpa yang meluas tidak
merusak struktur gigi namun terjadi perforasi akar, permukaan yang perforasi
dapat dibedah dengan metode pembedahan seperti surgical flap, reseksi akar,
dan replantasi intensional untuk mendapatkan akses langsung ke area perforasi,
lalu dilakukan Retrofilled (pengisian saluran akar dari akar gigi) menggunakan
4,8,13
bahan obturasi MTA. Namun, jika gigi mengalami resorpsi yang parah
hingga membuat gigi menjadi fraktur disarankan untuk melakukan ekstraksi. 8
Evaluasi gigi setelah dilakukan perawatan saluran akar disarankan untuk
kontrol di 6 bulan pasca perawatan. 22,23,24
II. TERJEMAHAN JURNAL

Pendekatan Perawatan Multidisiplin Pada Perforasi Resorpsi Akar


Internal: Tiga Tahun Follow Up.
Sinem Yıldırım., Mesut Elbay.
Abstrak
Resorpsi akar internal (IRR) merupakan resorpsi defek dari aspek internal akar yang
disebabkan oleh aktivitas odontoklastik yang dikaitkan dengan inflamasi pulpa kronis dan
trauma. Beberapa perbedaan yang dipertimbangkan adalah lokasi dari perforasi akar.
Makalah ini menjelaskan tentang penggunaan CBCT dalam diagnosis, perawatan
nonbedah gabungan dan manajemen bedah multidisiplin dan evaluasi insisivus sentral
maksila yang disertai perforasi IRR pada pasien wanita berusia 9 tahun. Pada kontrol 3
tahun, gambaran klinis dan radiografi dari kasus ini memuaskan.
Pendahuluan
Resorpsi akar internal merupakan kerusakan progresif dari dentin intraradikular dan
tubuli dentin yang meluas ke bagian sepertiga tengah akar dan sepertiga saluran akar gigi
sebagai akibat dari akitivitas odontoklastik. Aktivitas odontoklastik dikaitkan dengan
inflamasi kronis pulpa dan trauma.[1] Berbagai faktor etiologi telah dipertimbangkan dari
hilangnya predentin, dengan trauma yang paling sering dicurigai.[2,3]
Resorpsi akar internal biasanya bersifat asimtomatik dan dapat disadari secara klinis
melalui pemeriksaan radiografi rutin. Namun ketika resorpsi meluas, gigi yang sebagian
vital, dapat menunjukkan adanya tanda-tanda khas pulpitis. Gambaran radiografis
konvensional memberikan tampilan dua dimensi dari struktur tiga dimensi (3D), sehingga
dapat menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi. Oleh karena itu, evaluasi 3D pada
area resorpsi menggunakan Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dapat
memberikan informasi penting, mengetahui penyakit sejak dini dan metode perawatan.
CBCT dapat memberikan informasi seperti luas, bentuk dan sifat lesi termasuk perforasi
akar.[4]
Penting untuk menggunakan terapi klinis dalam kontrol resorpsi akar internal
sebagai diagnosis yang tepat dari lokalisasi dan tingkat keparahan area rosorpsi.[3] pada
kasus tanpa perforasi, lesi resorpsi dari saluran akar harus dihilangkan untuk menghindari
hilangnya jaringan sehat yang lebih banyak . Akan tetapi, jika resorpsi akar internal telah
meluas ke permukaan akar eksternal, sebuah celah akan muncul diantara saluran akar dan
ruang periodontal serta kerusakan yang berdekatan dengan jaringan periodontal dapat
terjadi. Kondisi ini membuat perawatan menjadi lebih rumit dan mungkin akan ada
pengaruh negatif jangka panjang dari hasil endodontik pada gigi. [5,6]
Salah satu bahan biokompatibel dan bioaktif yang dapat memperbaiki perforasi
adalah mineral trioxide aggregate (MTA). Baru-baru ini, telah dijelaskan di penelitian
sebelumnya, bahwa MTA berhasil untuk perawatan bedah dan non-bedah pada resorpsi
akar internal.[7,8] Laporan kasus saat ini yaitu dilakukan perawatan selama 3 tahun
dengan bantuan CBCT dan kombinasi dari perawatan nonbedah dan bedah pada perforasi
resorpsi akar internal gigi sentral maksila.
Laporan kasus
Seorang pasien wanita berusia 9 tahun datang ke klinik kedokteran gigi anak
mengeluhkan rasa sakit ringan pada gigi insisif sentral kanan maksila. riwayat medis
pasien adalah tidak terkait.

Gambar 1: (a) intraoral insisivus sentral. (B) radiografi panoramik. (c) Radiografi periapikal sebelum

perawatan.

Interpretasi Foto Panoramik:


Terdapat gambaran lesi radiolusen yang homogen dengan epicenter lesi
pada 1/3 tengah saluran akar 11 dan 21, meluas ke 1/3 apikal, jumlah
single, pada gigi 11 berukuran 10 mm x 3 mm dan gigi 21 berukuran 7
mm x 2 mm, berbatas tidak jelas, berbentuk oval, mengalami pelebaran
saluran akar.

Interpretasi Foto Periapikal:


Terdapat gambaran lesi radiolusen yang homogen pada epicenter 1/3
tengah saluran akar gigi 11 dan 21, meluas ke 1/3 apikal , jumlah single,
pada gigi 11 berukuran 12 mm x 4 mm dan gigi 21 berukuran 8 mm x 3
mm, berbatas jelas, berbentuk oval, mengalami pelebaran saluran akar,
pelebaran ruang ligamen periodontal pada bagian mesial akar gigi 11
dan 1/3 apikal bagian distal pada akar gigi 21.
Gambar 2: foto CBCT sebelum dilakukan perawatan.
Dia tidak memiliki riwayat cedera trauma atau perawatan orthodonti. Pemeriksaan
klinis diketahui bahwa gigi sedikit sakit saat diperkusi dan respon negatif terhadap uji
vitalitas listrik atau termal. Diketahui hasil probing, gigi tidak memiliki poket periodontal
disekitar gigi dan mobilitas masih dalam batas fisiologis. Tidak terdapat karies dan
tambalan pada gigi. Pasien mengalami defisiensi maxillary transversal dan gigi 11
mengalami crossbite (gambar 1(a)). Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya
daerah radiolusen berbentuk bulat dan oval disepertiga tengah akar (gambar 1(c)). Pada
periapikal gigi tidak terlihat gambaran radiolusen. Berdasarkan pemeriksaan klinis dan
radiografi, diagnosis pada gigi 11 yaitu resorpsi akar internal. Sehingga disarankan
perawatan endodontik pada gigi 11 pada pasien.
Rencana perawatan utama adalah perawatan endodontik. Kemudian, informed
consent yang didapat dari orang tua dan pasien; anestesi lokal diberikan. Akses kavitas
dilakukan pada permukaan palatal menggunakan bur round diamond yang high speed
diiringi dengan irigasi air yang terus-menerus, dan jaringan pulpa diangkat. Setelah
dilakukan preparasi dari akses kavitas, bagian koronal dari pulpa sudah nekrotik,
sementara perdarahan diinduksi pada bagian tengah pulpa. Komunikasi antara permukaan
sepertiga tengah akar dan periodonsium tidak diamati. Terjadi perforasi pada permukaan
akar labial, evaluasi lebih lanjut dilakukan menggunakan CBCT Scan untuk mengetahui
posisi dan batas dari area resorpsi. Pada saat pemindaian CBCT diambil, pasien
menggunakan kerah tiroid timah dan apron timah dengan bidang pandang terbatas dan
volume terkecil yaitu 96kV, 8mA, dan 200pM ukuran voxel. Gambar 3D di rekonstruksi
dan gambar dianalisis menggunakan perangkat lunak. Hasil dari pemeriksaan cbct pada
pandangan aksial, sagital, dan koronal menunjukkan bahwa terdapat area resorpsi di
sepertiga tengah dan sepertiga apikal saluran akar yang telah mengalami perforasi di
permukaan akar labial (Gambar 2), dan juga proses resorpsi telah meluas ke plat tulang
kortikal labial. Kemudian, rencana perawatan ditinjau ulang. Probabilitas untuk
mempertahankan insisif sentral maksila kanan yaitu dilakukan perawatan kombinasi:
perawatan saluran akar non bedah untuk menghilangkan pulpa yang nekrotik dan
mendesinfeksi sistem saluran akar, dilanjutkan dengan perawatan bedah untuk
menemukan lokasi resorpsi, serta defek resorpsi di tutup dengan MTA Putih.
Untuk perawatan saluran akar non bedah, panjang akar ditentukan menggunakan
apex locater dan dilakukan foto periapikal. Preparasi kemomekanik saluran akar
menggunakan teknik stepback dengan sodium hypochlorite 1% (NaOCL) dan Larutan
EDTA 17%. Saluran akar diirigasi dengan lembut menggunakan jarum irigasi dengan 2
ventilasi dilateral, yang dapat berorientasi kesisi berlawanan dari area preforasi untuk
menghindari terjadinya ekstrusi NaOCL. Setelah saluran akar dikeringkan dengan paper
point, pasta kalsium hidroksida dimasukkan ke dalam saluran akar. Setalah diaplikasikan,
dilakukan tumpatan sementara menggunakan cavit. Pasta kalsium hidroksia di ganti setiap
1 bulan sekali hingga gigi asimstomatik. Gigi insisivus sentral kiri atas nekrotik dan
dilakukan perawatan saluran akar. Hampir 3 bulan setelah perawatan dilakukan,
perawatan endodontik dan restorasi dimahkota gigi insisivus sentral kiri atas telah selesai.

Gambar 3: (a) defek perforasi. (B) defek perforasi ditutup dengan bahan MTA.

Gambar 4: (a) intraoral gigi insisivus sentral setelah 3 tahun. (b, c) Radiografi panoramik dan periapikal
pada follow-up 3 tahun.
Interpretasi Foto Panoramik:
Terdapat gambaran radiopak pada bukal/lingual mahkota gigi 11
dan 21, kedalaman mencapai pulpa, berbentuk oval. Terdapat
gambaran radiopak dengan densitas yang sama pada saluran akar
berjarak kurang dari ujung akar gigi 11 dan 21, bentuk mengikuti
saluran akar.

Interpretasi Foto Periapikal:


-Terdapat gambaran radiopak pada bukal/lingual mahkota gigi 11
dan 21, kedalaman mencapai pulpa, berbentuk oval. Terdapat
gambaran radiopak dengan densitas yang sama pada saluran akar
berjarak kurang dari ujung akar gigi 11 sebesar + 6 mm dan dari
ujung akar gigi 21 sebesar + 8 mm, bentuk mengikuti saluran akar,
pelebaran ruang ligamen periodontal pada 1/3 apikal bagian mesial
gigi 11.
- Terdapat gambaran radiolusen berupa dark spot yang superimpose
dengan gambaran restorasi pada 1/3 insisal gigi 21, jumlah single,
berukuran +- 2 mm x 1 mm, berbatas jelas, berbentuk ireguler.

Ketika gigi 11 sudah asimtomatik, saluran akar diobturasi menggunakan MTA Putih
(Angelus, Londrina, PR, Brasil). Pada waktu yang sama, dilakukan bedah flap untuk
melihat jaringan granulasi terlihat dan kerusakan tulang yang meningkat (Gambar3(a)).
Jaringan granulasi dihilangkan dan tepi-tepi yang tidak teratur dari area preforasi dibur
menggunakan bur lurus yang melekat pada handpiece bedah. Bahan MTA disiapkan
sesuai dengan instruksi pabrik dan ditempatkan dengan MTA carier (Gambar 3(b)). MTA
dipadatkan dengan hati-hati menggunakan plugger dan cotton pellet basah. Fragmen
tulang pasien sendiri difiksasi diatas MTA untuk mengisi rongga pada kerusakan tulang.
Flap dijahit, dan pasien dipanggil kembali 1 minggu kemudian untuk membuka jahitan.
Pasien dijadwalkan untuk kontrol setiap 6 bulan. Pada bulan ke 6 dan 3 tahun, gigi
tidak menunjukkan gejala dengan tidak adanya peradangan gingiva. Foto radiografi
menunjukkan penyembuhan yang normal pada daerah periapikal gigi (gambar 4).
Pembahasan.
Pada laporan kasus ini, inspeksi klinis mengungkapkan bahwa insisivus sentral
maksila kanan dan kiri tidak terdapat karies ataupun restorasi. Dan juga, pasien tidak
mengatakan adanya cedera trauma. Pasien mengalami defisiensi maksila transversal dan
gigi (11-21) crossbite. Untuk alasan ini, dapat di perkirakan bahwa trauma oklusi dapat
memicu terjadinya resorpsi pada pasien ini. Resorpsi akar berhasil menggerakkan gigi
dengan perawatan ortodontik telah ditunjukkan.Tetapi belum ditemukan penelitian
tentang IRR yang disebabkan oleh trauma oklusi.
Trauma oklusi dapat menyebabkan kerusakan periodontal karena dapat
mempengaruhi mobilitas gigi dan kedalaman poket periodontal. Selain itu, dapat
menyebabkan perubahan morfofungsional seperti serat kolagen yang menurun,
disorientasi, dan meningkatnya aktivitas osteoklas. Odontoklas adalah sel yang
meresorpsi jaringan keras gigi dan secara morfologi mirip dengan osteoklas. Osteoklas
dan odontoklas meresorpsi jaringan target mereka dengan yang cara yang sama. Kedua sel
memiliki sifat enzim analog dan keduanya membuat depresi resorpsi yang ditentukan
lacuna Howship pada permukaan jaringan yang teremineralisasi[10].
Patel et al [11] melakukan penelitian pada pasien yang mengalami resorpsi internal
dan eksternal. Disimpulkan bahwa meskipun radiografi periapikal merupakan perangkat
diagnostik yang dapat di terima, CBCT lebih memiliki presisi dalam mendiagnosis
resorpsi internal dan oleh karena itu, metode ini dapat meningkatkan peluang serta
memungkinkan melakukan perawatan dengan benar. Namun, menggunakan CBCT pada
anak-anak yang signifikan, dapat mengakibatkan resiko lebih tinggi terkait dengan
paparan pada anak. Ukuran volume harus dipilih yang terkecil sesuai dengan kondisi
pasien berdasarkan dosis radiasi yang dikurangi. Dalam laporan ini, radiografi CBCT
merupakan bukan pilihan pertama dari pengambilan gambar tetapi karena diperlukan
konfirmasi klinis yang diduga adanya perforasi labial, jadi pemindaian CBCT dilakukan
dengan menggunakan bidang pandang yang terbatas pada volume terkecil dengan sinar
radiasi yang terkimasi ke area terbatas. Menimbang bahwa tidak ada gangguan selama
pemindaian, kerah tiroid timbal dan apron timah digunakan untuk mengurangi paparan
tiroid. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi prognosis perawatan IRR adalah
adanya perforasi. Kedekatan dari lokasi perforasi dengan sulkus gingiva dapat
menyebabkan perforasi terkontaminasi dengan bakteri dari rongga mulut melalui sulkus
gingiva. Jika area perforasi besar dan tidak segera diobati, kedekatannya dengan epitel
sangat penting, dan migrasi dari epitel apikal ke area perforasi akan membuat kerusakan
periodontal [14]. Dalam hal ini, diputuskan untuk menutup area perforasi menggunakan
MTA dengan pendekatan bedah untuk mencegah terjadinya komplikasi tambahan seperti
yang disebutkan diatas.
Vitalitas bagian apikal dari resorpsi adalah faktor penting lainnya untuk prognosis
perawatan IRR. Regenerative endodontic treatment (RET) merupakan pendekatan
perawatan alternatif pada kasus IRR yang di dasarkan dengan konsep bahwa stem cell
multipoten dari area apikal dapat menginduksi regenerasi pulpa pada gigi permanen. RET
pada gigi dewasa lebih sulit dibandingkan pada gigi yang belum matang karena jumlah sel
progenitor yang lebih sedikit dan jalur apikal yang lebih sempit untuk sel bermigrasi [15].
Dalam kasus ini RET tidak disarankan karena apeks dewasa.
Terapi remineralisasi menggunakan kalsium hidroksida dapat membentuk matriks
jaringan keras karena dapat memadatkan bahan pengisi saluran akar. Namun, kalsium
hidroksida memiliki beberapa keterbatasan termasuk waktu perawatan yang bervariasi
yaitu mulai dari 5 bulan hingga 20 bulan, sehingga meningkatkan resiko gigi fraktur, dan
pasien yang tidak kooperatif karena waktu perawatan yang panjang, semua hal ini dapat
mempengaruhi hasil perawatan [17].
Ketika perawatan bedah dan non bedah tidak memungkinkan atau memiliki
prognosis yang panjang, replantasi yang disengaja (IR) merupakan pilihan yang baik
untuk mempertahankan gigi. IR harus dianggap sebagai alternatif untuk ekstraksi.
Laporan kasus terbaru menunjukkan bahwa dengan pemilihan kasus yang baik, IR dapat
menjadi prosedur yang dapat dipercaya dan diprediksi [18,19]. Membandingkan tingkat
keberhasilan IR adalah masalah karena memilih kasus itu sangat penting; selain itu
variabilitas jenis gigi dan waktu kontrol dapat membuat kesalahan.
Pada kasus ini, selama irigasi saluran akar, saluran akar diirigasi menggunakan
NaOCL 1% . NaOCL adalah bahan irigasi yang sering digunakan karena memiliki
aktivitas antimikroba yang meningkat dan kapasitas disolusi jaringan organik untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan granulasi dari kavitas resorpsi internal [20].
Berdasarkan penelitian Kaval et al., Sebagai tindakan pencegahan, konsentrasi larutan
NAOCL yang lebih rendah lebih disarankan, karena dapat melindungi jaringan
periradikular dari efek toksik.
Sebagian besar pada penelitian sebelumnya, obturasi dilakukan setelah diaplikasi
setelah preparasi pada celah perforasi [6,23,24]. Dari sudut pandang lain, Yildirim dan
Dalci [25] menutup area perforasi akar iatrogenik dengan MTA setelah saluran akar diisi
dengan gutta percha dan sealer AH Plus. Dalam hal ini, kami juga lebih menyarankan
menutup saluran akar sepenuhnya dengan MTA sebelum mengurus resorpsi akar bukal,
karena mengisi saluran akar setelah penempatan MTA berisiko berpindahnya MTA dari
bagian perforasi selama proses kondensasi bahan pengisi.
Aslan et al. [26] mempelajari distribusi tegangan dalam kasus resorpsi internal
ketika saluran akar di isi dengan MTA atau kombinasi dari MTA Gutta percha. Mereka
melaporkan bahwa kombinasi MTA dengan Gutta percha tidak berbeda dalam hal
ketentuan penggunaaan pada praktek klinis dan dapat digunakan dalam kedua metode jika
kavitas IRR terobstruksi. Kami juga mengisi saluran akar menggunakan MTA.
Mempertimbangkan struktur gigi yang tipis dan lemah pada celah resorpsi, bahan bioaktif
diperlukan untuk memperkuat gigi dan dengan demikian dapat meningkatkan prognosis
gigi.
Kesimpulan
Laporan kasus ini menunjukkan manfaat dari penggunaan CBCT dalam penilaian
membantu perawatan resorpsi akar internal yang perforasi. Pendekatan yang multidisiplin
diperlukan untuk mendapatkan prognosis baik jangka panjang dari kasus kasus
menantang seperti ini. Selain itu, dokter harus memiliki pengetahuan yang memadai
tentang diagnostik lanjutan dan modalitas pengobatan untuk manajemen perforasi saluran
akar yang berhasil karena IRR.
Konflik penting
Para peneliti menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik penting.
III. PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas mengenai resorpsi akar internal pada pasien
perempuan yang berusia 9 tahun. Secara umum, resorpsi internal banyak terjadi pada
pasien laki-laki dengan usia dekade 4 – 5 (40 – 50 tahun) dan belum ada laporan
mengenai predileksi ras tertentu, sedangkan kasus ini terjadi pada pasien perempuan
dengan usia 9 tahun (dekade 1) yang jarang terjadi.
Pasien pada kasus ini mengeluhkan rasa sakit ringan pada gigi atas bagian depan,
pasien tidak memiliki riwayat trauma atau perawatan orthodonti sebelumnya dan riwayat
medis pasien tidak terkait. Secara umum, gejala klinis resorpsi internal adalah
asimtomatik, namun pasien mengalami rasa sakit yang mungkin terjadi karena adanya
perforasi resorpsi internal ke permukaan luar gigi, serta dari riwayat pasien dan riwayat
medis tidak ditemukan penyebab terjadinya resorpsi internal seperti trauma atau penyakit
sistemik. Kasus ini tidak menjelaskan pemeriksaan ekstraoral, namun umumya gambaran
ekstraoral pada resorpsi internal terlihat normal. Pemeriksaan intraoral gigi 11 dan 21
menunjukkan uji vitalitas negatif, gigi sedikit sakit saat diperkusi, tidak terdapat poket
periodontal, mobilitas, karies dan tambalan, warna gigi terlihat lebih kuning kecoklatan
daripada gigi 22, terdapat defisiensi maksila transversal (perubahan morfologi skeletal
pada lengkung maksila yang ditandai dengan berkurangnya dimensi transversal), cross
bite pada gigi 11 dan edge to edge gigi 21. Resorpsi internal umumnya kondisi gigi vital,
asimtomatik, dan berwarna pink spot pada mahkota, namun pada kasus ini gigi nonvital
dan berwarna kuning kecoklatan, hal ini disebabkan gigi sudah nekrosis dan sakit saat
diperkusi mungkin karna adanya inflamasi periapikal, serta kemungkinan penyebab dari
terjadinya resorpsi internal adalah trauma oklusi dikarenakan terdapat cross bite dan edge
to edge.
Pemeriksaan radiografi terdapat lesi radiolusen homogen, epicenter lesi di 1/3
tengah saluran akar gigi 11 dan 21 berbatas jelas, berbentuk oval dan menyebabkan
pelebaran saluran akar, sehingga suspek radiodiagnosis dari kasus ini adalah resorpsi
akar internal. Umumnya epicenter dari resorpsi internal berada di 1/3 servikal saluran
akar, namun pada kasus berada di 1/3 tengah saluran akar. Pada kasus ini dilakukan 2
foto radiografi yaitu panoramik dan periapikal, dimana tujuan dilakukan foto
panoramik yaitu untuk melihat gigi apa saja yang mengalami resorpsi internal serta
membantu dalam rencana perawatan orthodonsia dikarenakan pasien mengalami
maloklusi, sedangkan foto periapikal dilakukan karena memberikan gambaran yang
lebih detail dibandingkan panoramik, seperti melihat batas lesi, efek lesi terhadap
jaringan sekitar dan membantu dalam rencana perawatan endodontik. Terdapat
pemeriksaan lain yaitu Cone Beam Computed Tomography (CBCT), dikarenakan
pasien mengeluhkan rasa sakit ringan pada gigi atas bagian depan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan CBCT untuk mengevaluasi lesi dalam gambaran 3D yang
dapat mengetahui lokasi resorpsi internal secara akurat dan posisi perforasi apakah
berada dipermukaan akar labial/palatal serta melihat ketebalan tulang kortikal
sehingga dapat membantu dalam rencana prosedur bedah. Hasil dari pemeriksaan
CBCT pada pandangan aksial, sagital, dan koronal menunjukkan bahwa terdapat area
resorpsi di tengah dan 1/3 apikal saluran akar yang telah mengalami perforasi di
permukaan labial akar, dan juga proses resorpsi telah meluas ke plat tulang kortikal
labial.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah resorpsi eksternal di permukaan bukal
atau lingual, karena memiliki persamaan yaitu gambaran lesi berupa radiolusen yang
berada di 1/3 tengah saluran akar gigi 11 dan 21 serta tidak ada kerusakan pada
puncak tulang alveolar. Kasus ini tidak terdiagnosis sebagai resorpsi akar eksternal di
permukaan bukal atau lingual karena lesinya berbatas jelas, berbentuk oval dan
mengalami pelebaran saluran akar, sedangkan umumnya lesi resorpsi eksternal di
permukaan bukal atau lingual berbatas tidak jelas, berbentuk ireguler dan bentuk
saluran akarnya tidak berubah.
Rencana perawatan pada kasus ini yaitu dilakukan perawatan saluran akar gigi 11
dan 21 dengan obturasi menggunakan mineral trioxide aggregate (MTA), di hari yang
sama dilanjutkan tindakan bedah flap, retrofilled dengan MTA pada 1/3 apikal gigi 11
yang perforasi dan autograft diaplikasikan pada kerusakan tulang labial.
Perawatan saluran akar pada gigi 11 dan 21 dilakukan karena hasil tes vitalitas
negatif sehingga bertujuan untuk mengangkat jaringan pulpa nekrosis dan dilakukan
sebelum bedah flap pada gigi 11 agar saat kondensasi tidak berisiko berpindahnya
bahan retrofilled dari area perforasi ke labial. Bedah flap dilakukan untuk
mendapatkan akses visual yang lebih baik ke area perforasi dan retrofilled dilakukan
untuk menutupi area perforasi secara hermetis serta dilakukan autograft untuk
menggantikan tulang yang hilang dibagian labial dan mempercepat proses
penyembuhan pada tulang. Pada kasus ini disarankan dilakukan perawatan orthodonti
untuk merawat cross bite dan edge to edge yang kemungkinan merupakan etiologi dari
resorpsi internal.
Pada kasus dilakukan kontrol 6 bulan dan 3 tahun pasca perawatan, namun
pemeriksaan radiografi hanya dilakukan setelah 3 tahun. Pada Kontrol 6 bulan pasca
perawatan sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat perubahan
pelebaran ruang ligamen periodontal dan apakah ada lesi periapikal dan pada kontrol 3
tahun pasca perawatan dilakukan foto periapikal untuk melihat perubahan pada ruang
ligamen periodontalnya sedangkan foto panoramik untuk melihat apakah resorpsi
internal terjadi pada gigi lain karena tidak dilakukan perawatan terhadap trauma oklusi
atau etiologinya adalah idiopatik. Hasil kontrol 6 bulan dan 3 tahun pasca perawatan
pada kasus ini menunjukkan bahwa gigi tidak terdapat gejala, peradangan gigiva dan
penyembuhan yang normal pada daerah periapikal. Kontrol sebaiknya tetap dilakukan
setelah 3 tahun apabila terdapat gejala atau terjadi perubahan warna pada mahkota
gigi.
IV.KESIMPULAN
Radiodiagnosis kasus ini adalah resorpsi internal, berdasarkan adanya gambaran
radiolusen homogen dengan epicenter lesi berada di 1/3 tengah saluran akar gigi 11 dan
21, berbatas jelas, berbentuk oval, menyebabkan pelebaran saluran akar. Namun pada
kasus ini terjadi perforasi ke permukaan labial akar, yang jarang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghom AG, Mshake S. Textbook of Oral Pathology 2nd Ed. 2013
2. Karjodkan FR. Textbook of dental and Maxillofacial Radiology 2nd Ed. 2009
3. Brad W. Neville DDS. Color Atlas Of Clinical Oral Pathology 2nd Ed. 1999
4. Nisha G, Amit G. Textbook of endodontics. 3 th ed. Jaype Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. 2014
5. Ongole L, Pravenn BN. Textbook of Oral Medicine, Oral Diagnosis and Oral
Radiology 2nd Ed. 2013
6. Shafer. Hine . Levy. Shafer’s Textbook Of Oral Pathology 8th Ed. 2016
7. Elisabeth N, Eric B, Francois B, Jean JL. Management of internal root resorption on
permanent teeth. International Journal of Dentistry. 2013
8. Malya SM, Lam EWN. White and Pharoah’s Oral Radiology Principles and

Interpretation 8th Ed. Elsevier. 2019


9. Patel, S., Ricucci, D., Durak, C., & Tay, F. Internal Root Resorption: A Review.
JOE — Volume 36, Number 7, July 2010
10. Hargreaves KM, Cohen S. Pathways of The Pulp 10th Ed. 2010
11. Lannucci JM, Howerton LJ. Dental Radhiography Principles and Techniques 4 th Ed.
2012
12. Pramod JR. Textbook of oral medicine 3rd Ed. 2014
13. Shenoy A. Mala K. Endodontics Principle & Practice. 2016
14. Langlais RP, Miller CS, Nieldgehrig JS. Color Atlas of Common Oral Diseases 4 th
Ed. 2009
15. Langlais RP, Miller CS, Gehrig JS. Color Atlas of Common Oral Diseases 5 th Ed.
2017
16. Kalender A, Öztan DM , Basmaci F, Aksoy U, Orhan K. CBCT evaluation of
multiple idiopathic internal resorptions in permanent molars: case report. 2014
17. Lisa J. Koenig, Dania Tamimi, C Grace Petrikowski, Susanne E. Perschbacher.
Diagnostic Imaging: Oral and Maxillofacial TextBook 2nd. 2017
18. Pillai KG. Oral & Maxillofacial Radiology. 2015
19. Nisha G, Amit G. Textbook of endodontics. 4 th ed. Jaype Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. 2019
20. Grossman Surresh. Endodontic Practice 13th Ed. 2014
21. Naville, Damm, Allen, Chi. Oral nd Maxillofacial Pathology 4th Ed.2015
22. Nadia C, Louis ML.Endodontic Prognosis. 2016 -
23. Mahhmoud T, Richard EW, Asjraf FF. Endodontic Principle and Practice 5 th
Ed.2015
24. Mahhmoud T, Richard EW. Endodontic Principle and Practice 4th Ed.2009
Cadangan
1. Naville, Damm, Allen, Chi. Oral nd Maxillofacial Pathology 4th Ed.2015 (17)
2. Pillai KG. Oral & Maxillofacial Radiology. 2015
3. Basrani B. Endodontic Radiology 2nd Ed. 2012

Anda mungkin juga menyukai