Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah
pulpa. Jaringan pulpa membentuk, mendukung, dan dikelilingi oleh dentin. Fungsi
utama pulpa adalah formatif, yaitu membentuk odontoblast yang akan membentuk
dentin pada tahap awal perkembangan gigi. Selain itu, odontoblast juga
berinteraksi dengan sel-sel dari epitel dentin dan membentuk email. Setelah gigi
terbentuk, pulpa menyelenggarakan sejumlah fungsi sekundernya yang berkaitan
dengan sensivitas gigi, hidrasi, dan pertahanan.(1)
Pulpa berasal dari jaringan mesodermal dan membangun dentin primer
selama perkembangan gigi, dentin sekunder setelah erupsi, dan dentin reparative
sebagai respon terhadap stimulasi selama odontoblas masih utuh. Pulpa bereaksi
terhadap stimuli panas dan dingin yang hanya dirasakan sebagai rasa sakit. Pulpa
mempunyai hubungan dengan jaringan periradikuler gigi dan dengan keseluruhan
jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan
periodontium juga akan terlibat. Demikian juga perawatan pulpa yang dilakukan,
akan dapat mempengaruhi jaringan disekitar gigi. Dalam kedokteran gigi
restorative, kedalaman kavitas yang harus dibuat ditentukan oleh ukuran dan
bentuk jaringan pulpanya. Ukuran dan bentuk ini, kelak akan dipengaruhi pula
oleh usia pasien dan tahap perkembangan gigi. Prosedur yang biasa dilakukan
1

terhadap gigi yang telah selesai perkembangannya tidak selalu dapat diterapkan
pada gigi yang apeksnya belum berkembang sempurna.(1,2,3)
Fungsi pulpa secara umum yaitu: (2)
A. Pulpa dan dentin mempunyai fungsi kesatuan. Pulpa mempunyai kewajiban
membentuk odontoblas bersama ekornya, dimana odontoblas akan masuk ke
dentin dan menghasilkan cairan yang terdapat pada tubulus dentin. Cairan
yang berupa intratubular dan ekstraselular inilah yang menjadi pemasok
makanan pada dentin, cairan dentin ini miskin protein, tetapi kaya fosfat, dan
selalu berhubungan dengan organ.
B. Membentuk dentin primer pada masa pembentukan gigi.
C. Pada fungsi pulpa yang normal setelah pertumbuhan gigi terhenti, odontoblas
secara terus-menerus membentuk dentin sekunder.
D. Jika terjadi kerusakan odontoblas, sel pulpa dapat membentuk sel yang
hampir serupa dengan odontoblas, yang fungsinya dapat mengganti dentin
yang rusak.
E. Jika ada rangsangan yang kuat baik termis, mekanis, toksin, maupun bakteri,
akan terjadi reaksi radang akut atau radang kronis pada pulpa.
Plak bakteri dan mikroorganisme beserta produk-produknya yang terdapat
pada lesi dini dentin dapat menyebabkan reaksi pulpa. Pada saat berlanjutnya
proses karies walaupun pulpa belum terkena, sel-sel peradangan akan
mengadakan penetrasi ke pulpa melalui tubulus dentin yang terbuka sehingga jika
karies sudah meluas mengenai pulpa, maka terjadilah inflamasi kronis. Selain plak

bakteri, diet juga sangat berperan sebagai faktor penyebab karies. Komponen diet
yang sangat kariogenik adalah sukrosa, yang dimetabolisme oleh bakteri dalam
plak sehingga melarutkan email.(2)
Pembuluh darah dan saraf masuk ke pulpa melalui foramen apikal dan
kadang melalui saluran akar lateral. Pulpa gigi sulung dan gigi permanen muda
dengan apeks yang belum menutup sempurna, sangat kaya akan persediaan darah.
Oleh karena itu, pulpa gigi permanen yang belum matang ini mempunyai potensi
penyembuhan yang besar dan umumnya memberikan respon baik sekali terhadap
perawatan yang bertujuan mempertahankan dan mengawetkan pulpa. Suplai darah
juga sangat penting untuk pertahanan, gizi, dan pembentukan yang terus-menerus
dari dentin, yang mengelilingi dan melindungi pulpa. Saraf akan memastikan
sensitivitas gigi. Seumur hidup gigi, terjadi kalsifikasi yang lambat dan progresif
dimana volume ruang pulpa juga akan berkurang. Jika pulpa hancur, gigi menjadi
lebih lemah dan rapuh, serta jaringan pulpa akan mati dan gigi cenderung lebih
gelap dan berwarna abu-abu.(4,5)
Deposisi dentin pada gigi sulung dimulai beberapa bulan sebelum erupsi
dan pada gigi permanen beberapa tahun sebelum erupsi. Meskipun mahkota gigi
yang baru erupsi mempunyai bentuk eksternal yang matang, pulpa di dalamnya
masih harus bekerja keras untuk menyelesaikan perkembangan gigi. Bila pulpa
tetap sehat, deposisi dentin akan berlanjut selama setahun pascaerupsi untuk gigi
sulung dan dua sampai tiga tahun untuk gigi permanen, yang mengubah gigi ke
bentuk yang matang. Oleh sebab itu, salah satu tujuan perawatan kesehatan gigi

anak adalah melindungi dan mempertahankan pulpa gigi dalam keadaan sehat,
paling sedikit sampai tahap perkembangan gigi selesai.(4)
Di Indonesia, dengan segala kemajuan ilmu teknologi, pengobatan
penyakit karies gigi masih tertinggal oleh negara-negara lain. Meskipun telah
banyak yang dicapai, prevalensi karies gigi masih tinggi dan tidak menurun
seperti pada negara-negara maju. Mempertahankan gigi geligi sulung dalam
keadaan sehat dan nonpatologis adalah suatu hal yang penting dan harus
diupayakan. Tujuannya agar diperoleh kemampuan mastikasi yang baik,
terpeliharanya estetika dan fungsi mempertahankan ruang bagi gigi permanen,
perkembangan fonetik dan pencegahan terhadap kebiasaan buruk. Masih
tingginya tingkat karies dan penyakit pulpa pada gigi anak menyebabkan perlunya
dilakukan perawatan untuk mempertahankan fungsi-fungsi diatas.(6,7)
Perawatan pulpa pada gigi sulung dapat dianggap sebagai upaya preventif
karena gigi yang telah dirawat dapat dipertahankan dalam keadaan nonpatologis
sampai saat tanggalnya yang normal. Dengan demikian, lengkung geligi dapat
dipertahankan dalam keadaan utuh, fungsi kunyah dipertahankan, infeksi dan
peradangan kronis dapat dipertahankan. Selain itu, mempertahankan gigi anterior
dapat memperbaiki fungsi estetik, mencegah timbulnya kebiasaan buruk pada
lidah, membantu fungsi bicara, dan mencegah timbulnya efek psikologis.(4)
Gigi sulung dengan pulpa terbuka jangan dibiarkan tanpa perawatan.
Terdapat dua golongan perawatan pulpa pada gigi sulung yaitu perawatan pulpa
konservatif yang berupa perlindungan pulpa indirect, direct, dan pulpotomi. Yang
kedua ialah perawatan pulpa radikal yaitu pulpektomi diikuti dengan pengisian

saluran akar. Sedangkan perawatan pulpa pada gigi permanen muda hampir sama
dengan perawatan pada gigi sulung. Namun hal lain yang perlu diperhatikan pada
gigi permanen muda dengan kalainan pulpa atau pulpa yang mengalami trauma
adalah kebutuhan untuk melanjutkan penutupan apeks secara normal atau
merangsang penutupan apeks yang atipikal.(4)

I.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk:
A. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari gigi sulung dan permanen muda.
B. Mengetahui histologi gigi sulung dan permanen muda.
C. Mengetahui penyakit dan kelainan yang dapat terjadi pada pulpa gigi
sulung dan permanen muda pada anak-anak.
D. Mengetahui obat-obat fiksasi dan bahan pengisian yang dapat digunakan
pada perawatan pulpa gigi sulung dan permanen muda pada anak-anak.
E. Mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam perawatan pulpa pada
gigi sulung dan permanen muda.
F. Mengetahui perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit
dan kelainan pulpa gigi sulung dan permanen muda pada anak-anak.

I.3 Metodologi Penulisan


Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan
studi kepustakaan (library research) yaitu dengan mencari, mengumpulkan dan
mengolah informasi dari beberapa referensi. Referensi-referensi tersebut berupa
jurnal dan text book serta berbagai referensi yang diperoleh melalui pencarian di
internet.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Pulpa Gigi Sulung dan Permanen Muda
Pulpa gigi merupakan struktur jaringan lunak hidup yang terletak dalam
kamar pulpa dan saluran akar gigi sulung dan gigi permanen. Pulpa gigi berasal
dari jaringan mesenkim dan mempunyai banyak fungsi. Fungsi permulaan dari
pulpa gigi ialah untuk meletakkan dentin yang membentuk struktur dasar gigi,
menentukan morfologinya secara umum, dan memberikan kekuatan dan
kekerasan mekanis. Sistem sensori yang kompleks dari pulpa gigi ialah
mengontrol peredaran darah dan sensasi rasa sakit.(4,5)
A. Anatomi Gigi Sulung dan Permanen Muda

Gambar 1. Anatomi Gigi


Sumber: http://www.@StudioDentaire2011/585St-Charles#230,VaudreulDorion.QC,J7V8P9,450-510-1717,CE.html
7

Gigi-gigi

sulung

berbeda

morfologinya

dengan

gigi

permanen

penggantinya, baik ukuran maupun bentuknya. Mahkota gigi sulung lebih


cembung dan lebih pendek, serta jauh lebih kecil di bagian cementoenamel
junction (CEJ) dibandingkan gigi permanen. Molar sulung mempunyai akar kecil
dan runcing, yang datar di mesiodistal dan saluran akar seperti pita. Daerah
kontak gigi molar sulung sangat luas dan datar. Mahkota molar lebih lebar arah
mesiodistal daripada okluso-gingivalnya. Bidang bukolingual pada dataran
oklusal molar sulung sangat sempit karena dinding bukal dan lingualnya
konvergen ke oklusal. Sempitnya dataran oklusal ini lebih menonjol pada molar
pertama dibandingkan pada molar kedua sulung.(8,9,10)

Dentin dan email gigi sulung lebih tipis sedangkan kandungan mineral
pada gigi sulung dan permanen hampir sama. Email gigi sulung hanya setengah
tebal email gigi permanen. Warna gigi sulung lebih terang. Tanduk pulpa bagian
mesial mendekati oklusal, lebih tinggi dari pada gigi permanen. Ruang pulpa lebih
besar dan tanduk pulpanya lebih dekat dengan permukaan luar gigi dibandingkan
gigi permanen. Ruang pulpa gigi molar bawah lebih besar daripada gigi molar atas
pada gigi sulung.(9)
Pulpa gigi sulung menua sama seperti pulpa gigi permanen, dengan
demikian saluran akar molar sulung pada usia tiga tahun terlihat sangat luas pada
gambaran radiografik, sementara pada usia delapan tahun pada anak yang sama
terlihat sangat kecil atau hilang. Selain itu, pulpa gigi sulung mampu mengadakan

perubahan fisiologi dan patologi seperti gigi permanen misalnya pembentukan


dentin sekunder, batu pulpa, resorbsi interna, dan kalsifikasi.(8)
Akar gigi sulung lebih panjang dan lebih tipis dalam arah mesiodistal dari
pada gigi permanen penggantinya. Akar gigi molar sulung menyebar untuk
memungkinkan perkembangan premolar di bawahnya. Retensi akar molar sulung
setelah resorbsi fisiologi atau pencabutan biasanya disebabkan oleh akar sempit
dan bengkok. Akar gigi-gigi anterior pada gigi sulung lebih sempit pada bagian
mesiodistal dibandingkan gigi permanen. Akar gigi-gigi posterior pada gigi
sulung lebih ramping. Pulpa gigi molar sulung mengikuti alur yang pipih, berbelit
dan bercabang. Daerah kontak diantara gigi-gigi molar sulung lebih luas, lebih
rata dan terletak lebih jauh ke arah gingiva dari pada kontak antara molar
permanen.(8,9)

Gigi sulung

Gigi permanen

Gambar 2. Perbandingan anatomi gigi sulung dan permanen

Sumber: http://www.pdi705_slide_restorasi_gigi_anak1_1-pdf.

1. Insisivus Rahang Bawah (9)

Dari 20 gigi sulung, yang pertama erupsi adalah gigi insisivus sentral
rahang bawah, biasanya pada usia enam sampai delapan bulan. Insisivus
lateral secara keseluruhan lebih panjang namun lebih kecil daripada insisivus
sentral. Saluran pulpa mengikuti bentuk topografinya.

2. Insisivus Rahang Atas

Gigi insisivus sentral dan lateral sulung rahang atas erupsi pada umur
10 bulan. Insisivus sentral rahang atas memiliki dimensi mesiodistal yang
besar dari ketinggian mahkota. Sama dengan insisivus bawah, insisivus sentral
rahang atas juga memiliki permukaan labial yang datar. Cingulum lingualis
terlihat jelas. Akarnya berbentuk kerucut dengan panjang sekitar dua kali lebih
tinggi mahkota. Gigi insisivus sentral memiliki dua atau tiga proyeksi kecil
tanduk pulpa, dimana tanduk pulpa mesial yang paling menonjol. Gigi
insisivus sulung umumnya lebih kerucut, baik mahkota maupun akarn, dan
ruang pulpanya juga lebih kecil.

3. Molar Pertama Rahang Atas

Gigi-gigi molar sulung biasanya erupsi pada usia 16 bulan. Molar


pertama sulung terlihat seperti gigi premolar. Cuspnya ada tiga, masingmasing pada bagian mesiobukal, distobukal, dan satu pada permukaan lingual
atau palatal. Akarnya juga ada tiga, masing-masing satu di bawah setiap ujung
cusp. Ciri khas dari semua gigi molar sulung tersebut adalah pencabangan dari

10

akar dimulai di cementoenamel junction (CEJ). Sedangkan pada molar


permanen tidak jelas. Garis servikal bagian bukal sangat menonjol. Tanduk
pulpa sesuai dengan masing-masing cusp, dan tanduk pulpa mesiobukal yang
paling menonjol.

4. Molar Pertama Rahang Bawah

Gigi molar sulung rahang bawah mempunyai empat cusp, dua pada
bagian bukal dan dua pada bagian lingual. Cusp mesiolingual dan mesiobukal
hampir bersatu sehingga permukaannya agak sempit. Enamel ridge sangat
menonjol, dan membagi permukaan oklusal. Akar molar sulung bawah
memiliki empat tanduk pulpa dan dua akar, yaitu pada aspek mesial dan distal.

5. Kaninus Sulung

Gigi kaninus biasanya erupsi pada umur 20 bulan. Kaninus atas lebih
panjang dan tajam. Marginal ridge pada gigi kaninus sulung kurang menonjol,
tetapi singulumnya lebih menonjol. Akarnya ramping, dengan panjang hampir
tiga kali panjang mahkota. Ruang pulpanya seperti gigi insisivus, mengikuti
kontur umum gigi. Gigi kaninus sulung rahang bawah lebih sempit dan
panjang, jauh lebih kecil daripada kaninus atas. Marjinal ridge bagian distal
jauh lebih rendah dari bagian mesial. Panjang akar kaninus bawah dua kali
panjang mahkota. Ruang pulpa mengikuti bentuk gigi secara umum.

11

6. Molar Kedua Sulung Rahang Atas

Gigi molar kedua sulung merupakan gigi yang terakhir erupsi, yaitu
pada usia 28 bulan. Molar kedua sulung rahang atas menyerupai molar
pertama permanen rahang atas dari penampilannya, tetapi lebih kecil. Ada
empat cusp, dua di bagian bukal dan dua di bagian lingual. Seringkali ada cusp
kelima, yang disebut cusp Carabelli. Gigi ini berbentuk belah ketupat dan
mempunyai tiga akar. Ridge oblique menghubungkan cusp distolingual
dengan cusp mesiolingual. Terdapat lima atau bahkan empat tanduk pulpa.
Tanduk pulpa mesiobukal paling besar dan paling dekat dengan DEJ.

7. Molar Kedua Sulung Rahang Bawah

Molar kedua sulung rahang bawah juga hampir sama dengan gigi
molar pertama permanen rahang bawah, tapi ukurannya lebih kecil. Ada lima
cusp, tiga di permukaan bukal dan dua dibagian lingual. Akar gigi molar
kedua sulung rahang bawah ada dua yaitu, akar mesial dan distal yang
keduanya sangat sempit tapi luas dibagian bukolingual. Ada lima tanduk pulpa
yang sesuai dengan lima cusp.

Morfologi gigi sulung menyebabkan resiko karies yang besar. Hal ini
disebabkan karena emailnya lebih tipis, sehingga karies gigi lebih aktif pada gigi
sulung, secara proporsional dentinnya sangat tipis sehingga karies berkembang ke
jaringan pulpa lebih cepat.(10)

12

B. Fisiologi Pulpa Gigi Sulung dan Permanen Muda


Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di
dalam dinding dentin yang keras. Meskipun sama dengan jaringan penghubung
lainnya dalam tubuh manusia, jaringan ini khusus, karena fungsi dan
lingkungannya. Perluasan dentin untuk membentuk gigi dan melindungi terhadap
efek rangsangan berbahaya serta memperbaikinya adalah fungsi utama pulpa.
Sangat berhubungan dengan fungsi formatif dan protektif, sehingga hal ini
merupakan suatu fungsi nutritif yang menyangkut pertahanan vitalitas semua
elemen selular.(3)
Selama hidup, pulpa melaksanakan lima fungsi, yaitu: (1)
1.

Induktif
Pulpa berpartisipasi dalam induksi dan pengembangan odontoblas dan

dentin, yang jika telah terbentuk, menginduksi pembentukan email.


2.

Formatif
Odontoblas membentuk dentin. Sel-sel yang sudah sangat khusus ini

berpartisipasi dalam pembentukan dentin dengan tiga cara, yaitu: dengan


menginsintesis dan mensekresi matriks anorganik; memasukkan komponen
anorganik ke dalam matriks dentin yang baru terbentuk, dan; menciptakan
suatu lingkungan yang memungkinkan mineralisasi matriks. Odontoblas dapat
juga membentuk suatu tipe dentin yang unik sebagai respon terhadap cedera.

13

Proses formatif ini terbatas pada daerah cedera dan disebut sebagai
dentinogenesis tersier.
3.

Nutritif
Melalui tubulus dentin, pulpa memasok nutrient yang sangat diperlukan

bagi pembentukan dentin.


4.

Defensif
Odontoblas, selain membetuk dentin sebagai respon terhadap cedera,

juga memiliki kemampuan membentuk dentin ditempat yang kesinambungan


dentinnya telah putus, namun kualitas dentin yang dihasilkan tidak sama
dengan dentin yang terbentuk secara fisiologis. Pulpa juga memiliki
kemampuan untuk menangkal suatu respons inflamasi dan imunologis dalam
upaya untuk menetralisir atau meniadakan invasi mikroorganisme penyebab
karies dan produk-produk sampinganya ke dalam dentin.
5.

Sensatif
Melalui sistem saraf, pulpa memancarkan sensasi yang diperantarai

oleh email atau dentin ke pusat-pusat saraf yang lebih tinggi. Pulpa juga
memancarkan sensasi nyeri yang dalam yang disebabkan oleh penyakit,
terutama penyakit inflamasi.

14

II.2 Histologi Pulpa Pada Gigi Sulung dan Permanen Muda

Gambar 3. Pulpa dan Bagian-bagiannya


Sumber : http://www.dentiadental.com/home/dentist-team.html.
A. Perkembangan Awal Pulpa
Jaringan pulpa berasal dari sel-sel ektomesenkhim papilla dentis. Jaringan
ini disebut sebagai pulpa gigi setelah sel-selnya matang dan dentin telah
terbentuk. Dimulai dari perifer, pulpa dibagi dalam daerah odontoblas, yang
mengelilingi perifer pulpa, daerah bebas sel, daerah kaya sel dan daerah sentral.
Pembentukan dentin oleh odontoblas menghentikan perubahan dari papilla dentis
menjadi jaringan pulpa. Pembentukan ini dimulai dengan peletakan matriks yang
belum mengalami mineralisasi di puncak cusp dan akar bergerak cepat ke arah
serviks, yang merupakan pergerakan ke arah apeks.(1,3)

15

Secara histologi, pulpa gigi sulung sama dengan permanen, yaitu terdiri
atas jaringan ikat longgar yang batas luarnya dikelilingi oleh lapisan sel sekresi
khusus yang saling bersambungan, yaitu odontoblas. Odontoblas mempunyai
beberapa percabangan yang memberikan jalur komunikasi interseluler dan
membantu mempertahankan posisi relative sel satu ke sel lainnya. Odontoblas
merupakan sel dengan deferensiasi tinggi dan berfungsi membentuk dentin
primer,

dentin

sekunder

maupun

dentin

reparative.

Karena

perluasan

sitoplasmanya masuk ke dalam tubuli dentin, sel-sel ini merupakan bagian utama
kompleks pulpa dentin. Jika kompleks ini cedera oleh karena penyakit atau atrisi
atau prosedur operatif, odontoblas akan bereaksi dalam upaya melindungi pulpa.(4)
Pulpa orang muda terutama bentuk dari jaringan ikat pulpa yang longgar,
dengan konsistensi sepertiga gel. Didalam pulpa terdapat kolagen, serabut
prokolagen, dan jaringan ikat saraf, serta berbagai macam sel, seperti fobroblas
dan sel pertahanan tubuh.(2)
B. Sel-sel Dalam Jaringan Pulpa
1. Odontoblas
Odontoblas merupakan sel yang paling utama dari jaringan pulpa.
Odontoblas membentuk suatu lapisan tunggal di daerah perifer dan
mensintesis matriks, yang akan termineralisasi dan disebut dentin. Sel
odontoblas terdiri dari dua komponen struktural dan fungsional utama, yakni
badan sel dan prosesus sitoplasmiknya. Badan sel terletak persis di bawah
matriks dentin yang tidak termineralisasi (predentin) dan membentuk daerah

16

odontoblastik. Sedangkan prosesus meluas ke dentin dan predentin melalui


tubulus. Pada daerah odontoblas ini, saraf kapiler dan saraf sensori tidak
bermielin ditemukan di sekeliling badan sel odontoblastik. Fungsi utama
odontoblas selama hidup pulpa adalah memproduksi dan mendeposisi
dentin.(1,3)
Pada potongan histologik, odontoblas kelihatan berderet dalam suatu
susunan memagari perifer pulpa. Badan sel odontoblas mempunyai pertemuan
yang kompleks, misalnya pertemuan celah, yang mempersatukan sel-sel dan
memungkinkan

suatu

pertukaran

metabolit.

Pada

pulpa

koronal,

odontoblasnya tinggi, sel-sel kolumnar dengan nukleus berpolarisasi ke arah


pusat pulpa. Bentuknya berubah berangsur-angsur menjadi sel-sel gepeng
pada sepertiga apikal, dan susunannya berubah dari lapisan enam menjadi
delapan sel pada tanduk pulpa dan menjadi lapisan satu sel pada pulpa
apikal.(3)
Perluasan prosesus odontoblastik pada dentin belum ditentukan.
Selama tingkat dini perkembangan, prosesus tersebut meluas ke dalam seluruh
ketebalan dentin. Studi pada gigi-gigi anak remaja memberikan informasi
yang bertentangan mengenai luas prosesus. Ruang di sekeliling prosesus
odontoblastik, ruang periodontoblastik, dan ruang peripheral dari ujung
prosesus odontoblastik terisi dengan cairan ekstraselular. Cairan ini berasal
dari transudat kapiler dan memainkan peran penting dalam transmisi sensori.
Saraf tidak bermielin untuk persepsi sensori juga ditemukan pada ujung pulpa
ruang periodontoblastik tubuli dentin.(3)
17

Pada bagian perifer pulpa, terdapat pembentuk odontoblas yang pada


gigi dewasa terlihat berupa pseudo-strafikasi. Sel-sel inilah yang mengubah
bentuk rongga pulpa. Sel-sel ini berbentuk tiang yang berdampingan dengan
predentin, berisi inti sel, serta mempunyai ekor tambahan yang mengisi masuk
ke tubulus dentin. Sel inilah yang disebut odontoblas. Pada saluran akar pulpa,
bentuk odontoblas berubah menjadi kubus atau prisma. Odontoblas tidak
dijumpai lagi di daerah apikal. Kearah pulpa, di bawah odontoblas ini
dijumpai daerah yang miskin sel, disebut zona Weil. Di sini dijumpai jaringanjaringan yang sebagian berasal dari ekor tambahan odontoblas.(2,3)
2. Fibroblas
Fibroblas adalah sel predominan pulpa. Dapat berasal dari sel
mesenkim pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada.
Fibroblas berbentuk stelat, dengan nuklei ovoid dan prosessus sitoplasmik.
Bila bertambah tua, menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus
sitoplasmik pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas
sel karena bertambah tua.(3)
Fungsi fibroblas adalah memproduksi substansi dasar dan serabut
kolagen yang merupakan matriks pulpa. Fibroblas juga terlibat dalam
degradasi kolagen dan deposisi jaringan yang mengapur. Dapat membuat
dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas mati, dan
mungkin menghilangkan kolagen selama proses remodeling.(1,3)

18

3. Sel Tak Terdiferensiasi


Sel mesenkim yang tidak berkembang berasal dari sel mesenkim
papilla gigi. Sel-sel ini merupakan cadangan sel yang menghasilkan sel-sel
jaringan ikat pulpa. Karena fungsinya dalam perbaikan dan regenerasi, sel
tersebut tetap mempunyai ciri pluripotensial dan dapat berkembang menjadi
fibroblast, odontoblas, makrofag atau osteoklas. Sel prekursor ini ditemukan di
zona kaya akan sel dan di dalam inti pulpa yang mengandung banyak
pembuluh darah. Jumlahnya akan menurun jika pulpa makin tua.(1,3)
4. Sel-sel System Imun
Makrofag, limfosit T, dan sel-sel dendrite juga merupakan penghuni
pulpa yang normal. Sel-sel ini adalah bagian dari mekanisme pengawasan dan
respons awal dari pulpa. Sel-sel ini ada dan menghancurkan antigen seperti
sel-sel mati dan benda-benda asing. Limfosit dan sel plasma, bila terdapat
pada pulpa normal, ditemukan pada daerah subodontoblastik koronal.(1,3)
C. Daerah Sentral
Daerah sentral atau pulpa yang sebenarnya berisi pembuluh darah dan
saraf yang tertanam di dalam matriks pulpa bersama dengan fibroblast. Dari lokasi
sentralnya, pembuluh darah dan saraf mengirim cabang-cabang ke perifer pulpa.
Bundel neurovaskular memasuki pulpa melalui foramen apikal. Terdiri dari satu
atau dua arteriola dengan serabut saraf simpatetiknya dan saraf sensorinya
bermielin dan tidak bermielin memasuki pulpa, dua atau tiga venula dan
pembuluh limfatik meninggalkan pulpa.(3)
19

D. Komponen Ekstrasel Pulpa (1)


1. Serabut
Kolagen tipe I merupakan kolagen yang paling dominan di dalam
dentin, sedangkan di dalam pulpa dapat ditemukan baik kolagen tipe I maupun
tipe III. Kolagen tipe I disintesa dan disekresi oleh odontoblas untuk kemudian
dimasukkan ke dalam matriks dentin, sementara fibroblas memproduksi
kolagen tipe I dan tipe III di dalam pulpa. Ditemukan pula kolagen tipe V
dalam jumlah yang tidak begitu banyak. Serabut retikulum halus juga dapat
ditemukan di dalam pulpa, sedangkan serabut-serabut elastis dan oksitalan
secara normal tidak ditemukan.
2. Bahan Dasar
Bahan dasar pulpa serupa dengan bahan dasar jaringan ikat jarang
lainnya, yakni terdiri dari glikosaminoglukan, glikoprotein, dan air.
Lingkungannya berupa suatu sel-gel yang menunjang sel-sel dan bertindak
sebagai media buat transportasi nutrient dan metabolit. Perubahan komposisi
bahan dasar yang disebabkan oleh usia atau penyakit dapat mengganggu
keaktifan sel-sel dan dapat menyebabkan ketidak teraturan fungsi sel dan
deposisi mineral.
3. Kalsifikasi
Batu pulpa atau dentikel suatu ketika pernah diklasifikasikan sebagai
batu pulpa asli atau palsu, bergantung kepada ada atau tidaknya struktur
tubuler. Batu pulpa juga telah diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, dan
20

terdapat tiga tipe yaitu: batu bebas yang dikelilingi oleh jaringan pulpa; batu
lekat yang menyambung dengan dentin, dan; batu terbenam yang seluruhnya
dikelilingi oleh dentin, kebanyakan dentin tersier. Batu pulpa yang besar
secara klinis akan jelas terlihat dan bisa menghalangi akses ke saluran akar
selama perawatan.
Kalsifikasi dapat pula membentuk deposit yang terpencar-pencar atau
berupa garis. Keadaan ini berkaitan dengan bundel-bundel neurovaskuler
dalam inti pulpa. Macam kalsifikasi ini paling banyak dijumpai pada pulpa
yang atrofi atau pulpa yang mengalami inflamasi kronis.
E. Pembuluh Darah pada Pulpa (1)
Pulpa matang memiliki vaskularisasi yang luas dan unik yang
mencerminkan keunikan lingkungan sekitar pulpa. Jalinan pembuluh ini telah
diperiksa melalui berbagai teknis misalnya teknis perfusi tinta India, dengan
mikroskop elektron transmisi, dengan mikroskop elektron skaning dan
mikroradiografi.
1. Pembuluh Darah Aferen (Arteriola)
Terdapat satu atau adakalanya dua pembuluh aferen yang memasuki
saluran akar melalui foramen apikal. Pembuluh-pembuluh ini adalah
pembuluh arteriola yang merupakan cabang kecil dari arteri dental. Arteri
dental adalah cabang dari arteri alveolaris inferior, arteri alveolaris posterior
superior, atau arteri infraorbita, yang kesemuanya merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Semua pembuluh aferen (kecuali pembuluh kapiler)
21

dan

shunt

vena

arteri

memiliki

mekanisme

neuromuskuler

untuk

mengendalikan sirkulasi dengan mengatur aliran darah regional.


2. Pembuluh Darah Eferen (Venula)
Venula merupakan sisi eferen (keluar) dari sirkulasi pulpa dan sedikit
lebih besar daripada arteriola yang berkaitan dengannya. Venula membesar
ketika venula-venula bergabung saat menuju foramen apikal. Setelah keluar
dari foramen apikal, venula-venula akan bersatu dan berjalan ke posterior ke
vena maksilaris melalui pleksus pterigoideus, atau ke anterior lalu ke vena
fasialis. Pembuluh-pembuluh eferen berdinding tipis dan hanya sedikit diliputi
oleh otot halus. Karena pembuluh ini bersifat pasif dan tidak mengalami
konstriksi.
F. Inervasi Pulpa (3)
Mekanisme sensori pulpa tersusun dari system aferen sensori dan system
eferen otonomik. System aferen menyalurkan impuls yang dirasakan oleh pulpa
dari berbagai rangsangan pada korteks otak, yang diinterpretasikan sebagai rasa
sakit tanpa memperhatikan rangsangannya. System eferen menyalurkan impuls
dari system sentral ke otot halus pembuluh arterial untuk mengatur volume dan
kecepatan aliran darah.
Impuls aferen sensori dimulai pada bagian ujung saraf tak bermielin. Pada
lapisan odontoblas predentin, ujung saraf ini berjalan baik lurus atau sebagai
spiral, berakhir pada pembesaran seperti ujung multipel dan mungkin menembus

22

dentin beberapa micron. Hanya 10 sampai 20% tubuli dentin pada dentin koronal
mengandung ujung saraf, dan pada dentin radikular hampir tidak ada.
Sekitar 80% saraf pulpa adalah serabut tipe-C, dan sisanya adalah serabut
A-delta. Serabut-serabut ini mungkin didistribusi ke seluruh jaringan pulpa, oleh
karena itu, serabut-serabut tersebut menyalurkan rasa sakit berdenyut dan rasa
sakit yang tidak tajam yang ada hubungannya dengan kerusakan jaringan pulpa.
Batang saraf di susun dari serabut A-delta bermielin pada perifer dan
serabut C yang tidak bermielin di pusat. Pada daerah periapikal, batang saraf
bergabung dengan bagian maksila atau mandibula saraf kranial kelima atau
trigeminal, ke pons, ke thalamus, dan akhirnya ke korteks, dimana
diinterpretasikan sebagai rasa sakit.
Teori hidrodinamik menjelaskan reaksi rasa sakit pulpa terhadap panas,
dingin, pemotongan dentin, dan probing dentin. Panas mengembangkan cairan
dentin, sedang dingin mengerutkan cairan dentin, memotong tubuli dentin
memungkinkan cairan dentin keluar, dan melakukan probing pada permukaan
dentin yang dipotong atau terbuka dapat merusak bentuk tubuli dan menyebabkan
gerakan cairan. Semua rangsangan ini mengakibatkan gerakan cairan dentin dan
menggiatkan ujung saraf.
G. Sistem Limfatik
Limfatik merupakan pembuluh kecil berdinding tipis, terletak di daerah
korona yang kemudian memasuki daerah tengah dan daerah apeks untuk keluar
melalui satu atau dua pembuluh yang lebih besar di foramen apikal. Dinding
23

pembuluh limfatik terbentuk dari suatu endothelium yang kaya akan organel dan
granula. Ada celah-celah pada dinding pembuluh limfatik seperti juga pada
dinding pembuluh kapiler. Namun, tidak seperti pada pembuluh darah, celah ini
dapat dijumpai pula di daerah membran basalis. Celah-celah di membran basalis
dan didinding pembuluh limfe ini memungkinkan lewatnya cairan jaringan
interstisial ke dalam pembuluh limfe yang bertekanan negatif.(1)
Pembuluh limfatik dijumpai di dalam pulpa. Struktur endotelialnya yang
halus membuat pembuluh tersebut sukar untuk dilihat. Fungsi pembuluh limfatik
ini adalah menghilangkan cairan celah dan produk pembuangan metabolik, untuk
mempertahankan tekanan jaringan intrapulpa pada tingkat yang normal. Setelah
keluar dari pulpa, sejumlah pembuluh bergabung dengan pembuluh yang datang
dari ligamen periodontium, semua bermuara kedalam kelenjar limfe regional
(submenial, submandibula, atau servikal) sebelum mengosongkan isinya ke dalam
vena subklavia dan vena jugularis interna. Pembuluh limfatik ini mengikuti jalan
venula ke arah foramen apikal.(1,3)
H. Cairan Interstisial Pulpa
Cairan interstisial meliputi seluruh jaringan pulpa dan mengisi tubuli
dentin pada perluasannya ke distal dan di sekeliling prosesus odontoblastik.
Cairan interstisial yang mengisi tubuli dentin di sebut cairan dentin. Adanya
cairan ini dalam kavitas pulpa menghasilkan suatu tekanan rata-rata interpulpa
sekitar 10 mmHg. Melihat susunan struktural matriks, yang mempunyai substansi

24

dasar yang diperkuat oleh serabut kolagen, pulpa kelihatannya mampu membatasi
daerah dengan tekanan interpulpa yang meningkat selama periode inflamasi.(3)
I.

Mineralisasi Pulpa
Struktur histologi lain yang ditemukan pada pulpa gigi adalah mineralisasi.

Meskipun keberadaannya dihubungkan dengan umur dan penyakit, tetapi


ditemukan juga pada pulpa gigi muda dan normal. Dijumpai sebagai nodulus yang
disebut dentikel atau batu pulpa, dan kalsifikasi difus secara menonjol ditemukan
pada saluran akar.(3)

II.3 Patologi Pulpa Gigi Sulung Dan Permanen Muda


Pengetahuan tentang penyebab kelainan pulpa penting untuk mencegah
terjadinya penyakit pulpa dan periapeks. Reaksi pulpa terhadap cedera sangat
bervariasi sehingga sukar untuk meramalkan akibat yang akan timbul. Misalnya
karena iritasi ringan sehingga gigi yang seharusnya membentuk dentin reparative,
malah menjurus ke pulpitis. Sebaliknya, pada kasus cedera yang parah yang dapat
menyebabkan nekrosis pulpa, dapat terjadi penyembuhan. Efek cedera pulpa
bersifat kumulatif sehingga akhirnya pulpa gagal mengadakan perbaikan diri
walaupun cederanya ringan.(2)
Pulpa dan dentin dapat dianggap sebagai jaringan ikat, kompleks dentin
pulpa. Ini biasanya terlindungi dari iritasi melalui lapisan email yang utuh. Bila
email rusak, pulpa terancam bahaya. Pada pasien muda, usia tubula lebih lebar

25

dan pulpa terletak lebih dekat ke permukaan, sehingga cacat email dapat
berpengaruh besar terhadap pulpa. Makin banyak daerah dentin yang terbuka,
makin besar efeknya pada pulpa.(2,10)

Jaringan pulpa dan periapeks normal adalah keadaan saat pulpa dan daerah
periapeks bebas dari keadaan sakit. Hal ini dapat dilihat dari variasi struktur
histologi yang bergantung pada umur dan fungsi gigi tersebut. Tidak adanya
gejala tidak menjamin bahwa pulpa itu sehat. Bahkan pulpa yang mati pada
dasarnya tidak menunjukkan gejala. Kadang pasien anak enggan untuk
memberitahukan bahwa giginya sakit, beruntung jika orang tuanya menyadari,
karena proses karies cepat menyebar pada gigi sulung. Akibatnya, jaringan pulpa
sering terkena dan pilihan pengobatan untuk gigi sulung sangat sedikit. Dalam
perawatan endodontik dikenal beberapa macam kelainan pulpa, yaitu: hiperemia
pulpa; pulpitis (inflamasi pulpa); degenerasi pulpa, dan; nekrosis pulpa.(2,12)

A. Hiperemia pulpa
Hiperemia pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa,
yang disebabkan oleh kongesti vascular. Hiperemia pulpa merupakan penanda
bahwa pulpa tidak dapat dibebani iritasi lagi untuk dapat bertahan sebagai suatu
pulpa yang tetap sehat.
Hiperemia pulpa ada dua tipe yaitu:
1. Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri.
2. Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena.

26

Hiperemia dapat disebabkan oleh:


1. Trauma, seperti traumatik oklusi, syok termal sewaktu preparasi kavitas,
dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok galvanik, iritasi
terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi.
2. Kimiawi, seperti: makanan yang asam atau manis; iritasi terhadap bahan
tumpatan silikat atau akrilik, dan; bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2,
alkohol, kloroform).
3. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubuli dentin ke
pulpa, dalam hal ini baru toksin bakteri yang masuk ke jaringan pulpa.
Hiperemia pulpa ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan pendek.
Umumnya rasa sakit timbul karena rangsangan air, makanan, atau udara dingin,
juga karena makanan yang manis atau asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak
berlanjut jika rangsangan dihilangkan. Hiperemia pulpa didiagnosis melalui
gejalanya dan pemeriksaan klinis. Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek,
berlangsung beberapa detik sampai kira-kira satu menit, umumnya hilang jika
rangsangan dihilangkan. Pulpa yang hiperemia peka terhadap perubahan
temperatur, terutama rangsangan dingin.
Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi tersebut harus
diperhatikan, misalnya apakah terdapat karies, gigi pernah ditumpat, terdapat
fraktur pada mahkota gigi, atau traumatik oklusi. Pada pemeriksaan perkusi, gigi
tidak peka walaupun kadang-kadang ada respon ringan. Hal ini disebabkan oleh
vasodilatasi kapiler di dalam pulpa. Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan

27

kepekaan yang sedikit lebih tinggi dari pada pulpa normal. Gambaran radiografi
menunjukkan ligamen periodontal dan lamina dura yang normal dan dapat dilihat
kedalaman karies. Hiperemia pulpa harus dibedakan dengan hipersensitivitas
dentin walaupun keduanya termasuk pulpitis reversibel.(2)
B. Pulpitis
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri.
Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemia pulpa, dimana bakteri telah
menggerogoti jaringan pulpa. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan
terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Secara hematogen, pulpitis juga
dapat terjadi karena tuberkulosis, sifilis, dan anachorose.(2,13)
1.

Berdasarkan Sifat Eksudat


Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas

empat jenis, yaitu: (2)


a. Pulpitis Akut
Secara struktural jaringan pulpa sudah tidak di kenal lagi, tetapi
sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut
serosa parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa dibagian kamar pulpa
saja, dan pulpitis akut serosa totalis yang telah mengenai saluran akar.
b. Pulpitis Akut Fibrinosa
Pulpitis akut fibrinosa adalah pulpitis yang didalam pulpa banyak
ditemukan fibrinogen.

28

c. Pulpitis Akut Hemoragi


Pulpitis akut hemoragi adalah pulpitis terdapat banyak eritrosit pada
jaringan pulpa.
d. Pulpitis Akut Purulenta
Pada jenis pulpitis ini, terlihat infiltrasi sel-sel masif yang
berangsur berubah menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada
keadaan pulpa, dapat terjadi pernanahan dalam pulpa dimana pada
beberapa bagian terjadi peleburan jaringan pulpa sehingga terbentuk abses,
atau pernanahan juga dapat berkesinambungan sehingga terjadi flegmon
yang menghancurkan keseluruhan jaringan pulpa.
2. Berdasarkan Gejala
Berdasarkan ada atau tidak adanya gejala, pulpitis terbagi atas: (2)
a. Pulpitis Simtomatis
Pulpitis simtomatis merupakan respon peradangan jaringan pulpa
terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit
timbul karena adanya peningkatan tekanan intrapulpa.
Yang termasuk pulpitis simtomatis adalah:
1) Pulpitis akut
2) Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut atau kronis
3) Pulpitis subakut yang merupakan eksaserbasi akut ringan dari
pulpitis kronis.

29

Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan


dalam, kadang-kadang terjadi sedikit pelebaran ligament periodontal. Pada
pulpitis simtomatis yang disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan
terhadap perkusi. Rangsangan panas akan menyebabkan rasa sakit.
Sebaliknya, rasa sakit berkurang dengan adanya rangsangan dingin.
b. Pulpitis Asimtomatis
Pulpitis asimtomatis merupakan proses peradangan yang terjadi
sebagai mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi. Tidak
ada rasa sakit karena adanya pengurangan dan keseimbangan tekanan
intrapulpa.
Yang termasuk pulpitis asimtomatis adalah:
1) Pulpitis kronis ulseratif, ditandai dengan pembentukan ulkus pada
permukaan pulpa di daerah yang terbuka. Bila ada makanan masuk ke
dalam kavitas maka akan terasa sakit.
2) Pulpitis kronis hiperplastik merupakan peradangan pulpa yang
terbuka, ditandai dengan terjadinya jaringan granulasi dan epitel
karena adanya iritasi ringan dalam waktu lama. Pulpitis ini terjadi
akibat pembukaan karies luas pada pulpa yang masih muda yang
mengalami inflamasi kronis. Terlihat jumlah dan besar sel bertambah,
dimana keadaan ini disebut pulpa polip. Pada waktu menelan akan
terasa rasa sakit karena tekanan gumpalan makanan. Tanda klinisnya

30

tampak sebagai benjolan jaringan ikat berwarna kemerah-merahan


yang menyembul dari lubang karies yang luas.(1,2,3)
3) Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies, tetapi disebabkan
oleh prosedur operatif, trauma, dan gerakan ortodonsi.(2)
3.

Berdasarkan Gambaran Histopatologi dan Diagnosis Klinis


Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis pulpitis

terbagi atas: (2)


a. Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan
sampai sedang yang disebabkan oleh stimuli noksious, karies insipient,
erosi servikal atau atrisi oklusal, prosedur operatif, kuretasi periodontium
yang dalam, dan fraktur email yang mengakibatkan terbukanya
dentin.(1,3,14)

Aplikasi stimulus dingin atau panas, dapat menyebabkan rasa sakit


yang tajam. Stimulus panas dan dingin menimbulkan nyeri yang berbeda
pada pulpa normal. Respon dari pulpa sehat maupun terinflamasi
tampaknya sebagian besar disebabkan oleh perubahan dalam tekanan
intrapulpa. Pulpa akan kembali normal dan inflamasi akan pulih kembali
jika penyebabnya dihilangkan dengan perawatan saluran akar. Akan tetapi,
jika iritasi pulpa terus berlanjut, akan timbul inflamasi moderat sampai
parah dan menjadi pulpitis ireversibel yang berakhir dengan nekrosis.(1,2,14)

31

Yang termasuk pulpitis reversibel adalah: (2)


1) Peradangan pulpa stadium transisi
2) Atrofi pulpa
3) Pulpitis akut.
b. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang
persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh stimulus
yang berlangsung lama seperti karies. Kerusakan pulpa yang parah akibat
pengambilan dentin yang banyak selama prosedur operatif, atau gangguan
dalam aliran darah dalam pulpa akibat trauma atau gerakan gigi pada
perawatan ortodonsi dapat juga menjadi penyebabnya. Rasa sakit timbul
karena adanya stimulus panas atau dingin, dan bisa timbul secara spontan.
Pada keadaan ini, vitalitas jaringan pulpa tidak dapat dipertahankan, tetapi gigi
masih dapat dipertahankan dengan perawatan saluran akar.(2,3,14)

Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis ireversibel ditandai dengan


suatu paroksisme (serangan hebat). Rasa sakit dapat disebabkan oleh:
perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis
ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi, dan;
sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa.
Rasa sakit biasanya berlanjut walaupun penyebab telah dihilangkan.(14)

32

Yang termasuk pulpitis ireversibel adalah: (2)


1) Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis
2) Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis
3) Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
4) Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis
5) Pulpitis kronis eksaserbasi akut.
C. Degenerasi Pulpa
Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang
dewasa. Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten sewaktu muda, seperti
pada degenerasi kalsifik pulpa. Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak
menyebabkan gejala klinis nyata, dimana gigi tidak berubah warna, dan pulpa
bereaksi secara normal terhadap tes listrik dan tes termal. Namun, bila terjadi
degenerasi pulpa total, gigi dapat berubah warna dan tidak memberikan respon
terhadap rangsangan.(2,3)
Macam-macam degenerasi pulpa: (2)
1. Degenerasi hialin yang ditandai dengan terjadinya penebalan jaringan ikat
pulpa karena penempelan karbohidrat.
2. Degenerasi amiloid dimana terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa.
3. Degenerasi kapur (degenerasi kalsifik) ialah terjadinya mineralisasi pada
pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel atau batu pulpa. Mineralisasi ini
dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat, terutama pada saluran akar.
Dentikel terbagi dua yaitu: dentikel asli yang biasa terbentuk pada saluran

33

akar pada masa pembentukan gigi, dan dentikel palsu yang terbentuk pada
kamar pulpa karena degenerasi sel pulpa setelah pembentukan akar
sempurna.(2,3)
4. Degenerasi atrofik, dimana dijumpai lebih sedikit sel-sel stelat, dan cairan
interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif.(3)
D. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan
dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tibatiba akibat trauma. Terbukanya pulpa karena karies akhirnya diikuti oleh infeksi
pulpa, sedangkan terbukanya pulpa karena trauma diikuti oleh infeksi, jika pulpa
yang terbuka terkontaminasi saliva. Pulpa yang infeksi meradang sehingga
terjadilah nekrosis pulpa, gigi permanen yang sedang berkembang dapat terkena.
Nekrosis pulpa dapat parsial atau total.(2,3,15)

Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf, dan sel odontoblas,
memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan
untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi
inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang
jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa atau nekrosis pulpa. Hal
ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang semakin
berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya.

34

Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali adanya infeksi bakteri pada
jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan
lingkungan oral akibat terbentuknya tubula dentinalis dan direct pulpal exposure,
hal ini memudahkan infeksi bakteri ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang
pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada
pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam
pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Tubula dentinalis dapat
terbentuk sebagai hasil dari prosedur restorasi yang kurang baik atau akibat
restorasi material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada
email, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari tubula dentinalis inilah
infeksi bakteri dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan.
Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karena proses trauma, prosedur
restorasi, dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini
mengakibatkan bakteri menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan
jaringan pulpa.

Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat


menyebabkan nekrosis pulpa dalam beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya
sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi
pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya
dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti
dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi
kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada

35

pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini
memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah kecil pada
apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.(16)
Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu: (2,3,14)
1. Nekrosis Koagulasi
Pada nekrosis koagulasi (pengentalan), terdapat bagian jaringan yang
larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat. Pengejuan adalah
suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa
seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak, dan air.
2. Nekrosis Liquefaction
Nekrosis liquefaction (pencairan) terjadi bila enzim proteolitik
mengubah jaringan menjadi bahan yang lunak, cair, atau debris amorfus.
Pulpa terkurung oleh dinding yang kaku, tidak mempunyai sirkulasi daerah
kolateral dan venul, serta limfatiknya kolaps akibat meningkatnya tekanan
jaringan sehingga pulpitis ireversibel akan menjadi nekrosis liquifaksi.

36

Gambar 4. Nekrosis Pulpa


Sumber: http://www.infogigi.com/wp-content/uploads/2010/04/PatofisiologiNekrosis-Pulpa.jpg

Penyebab nekrosis pulpa adalah bakteri, trauma, iritasi terhadap bahan


restorasi silikat dan akrilik, atau radang pulpa yang berlanjut. Nekrosis pulpa juga
dapat terjadi pada aplikasi bahan devitalisasi, seperti arsen dan paraformaldehid.
Gigi yang nekrosis tidak terasa sakit, terjadi perubahan warna, bau mulut, dan
tidak peka terhadap preparasi kavitas yang dilakukan sampai ke kamar pulpa.
Kadang-kadang gigi terasa sakit jika ada rangsangan panas karena terjadi
perubahan gas yang akan menekan ujung saraf jaringan vital yang ada
disekitarnya.(2,3,14)

Gambaran radiografik menunjukan adanya tumpatan yang besar, saluran


akar yang terbuka dan penebalan ligamen periodontal. Kadang-kadang gigi tidak
mempunyai kavitas maupun karies, tetapi pulpa telah nekrosis akibat trauma.(2)

37

BAB III
PERAWATAN PULPA GIGI SULUNG DAN PERMANEN MUDA
PADA ANAK-ANAK

Diagnose patologi pulpa sangat sulit ditentukan pada pasien muda karena
tidak jarang mereka tidak mengajukan gejala yang jelas. Penilaian sebelum
perawatan penting untuk menentukan indikasi perawatan pulpa atau pencabutan.
Penilaian status pulpa yang dapat dilakukan yaitu riwayat pasien, pemeriksaan
klinis untuk melihat adanya pembengkakan dan mobilitas, perkusi, dan tes
vitalitas pulpa. Tes dilakukan dengan tester pulpa elektrik yang memberikan hasil
sebanding bila digunakan untuk gigi sulung atau permanen muda. Pemeriksaan
histologi dari gigi geligi sulung yang sudah dicabut membuktikan bahwa
penyebaran radang yang cepat dapat dianggap sebagai respon umum terhadap
karies yang dalam.(4,10)
Pemeriksaan radiografis juga merupakan syarat penting untuk suatu
perawatan pulpa pada gigi sulung dan permanen muda. Radiografi praoperatif
diperlukan untuk menghilangkan kontraindikasi lokal dari terapi saluran akar,
seperti kerusakan koronal yang besar, resorbsi akar internal atau eksternal tahap
lanjut, dan kerusakan tulang alveolar yang besar, yang berhubungan dengan
goyangnya gigi.(10)

38

Kontraindikasi umum dari perawatan pulpa mancakup kooperatif pasien


yang buruk, kurangnya kerja sama pihak orangtua, dan riwayat gangguan jantung
atau ginjal, untuk menghindari infeksi, pada pasien dengan gangguan kapasitas
pemberi respons terhadap infeksi seperti pada penderita gangguan sistem imun.(10)

III.1 Instrumen Untuk Preparasi dan Pengisian Saluran Akar


A. Instrumen Untuk Preparasi Saluran Akar
Instrumen yang digunakan untuk preparasi saluran akar, antara lain
sebagai berikut: (2)
1. Jarum miller
Jarum miller merupakan instrumen yang mempunyai dua penampang
melintang, yaitu bulat dan segitiga, terbuat dari baja yang halus dan runcing.
Miller digunakan untuk:
a. Eksplorasi untuk mendapatkan orifisium dan saluran akar.
b. Instrumen pembantu dalam pengukuran panjang kerja.
c. Mempunyai fungsi tambahan, yaitu sebagai instrument pembersih
saluran akar dengan melingkarkan kapas pada blade.
2. Jarum Eksterpasi
Jarum eksterpasi adalah instrument yang mempunyai kait-kait yang
beriklinasi kearah pegangannya. Jarum eksterpasi berguna untuk :

39

a. Instrumen pengait dalam pengambilan jaringan pulpa dan jaringan


nekrotik dari sluran akar.
b. Mengambil pecahan tambalan, instrumen, kapas, paper point yang
ada di dalam saluran akar.
3. Reamer
Reamer adalah suatu instrumen perawatan saluran akar yang
mempunyai penampang segitiga yang diplintir dengan pangkal yang tertahan
sehingga membentuk spiral yang semakin ke ujung semakin kecil dan
runcing. Berguna untuk melebarkan saluran akar dan untuk pengisian saluran
akar sebagai pengganti lentulo.
Cara penggunaannya yaitu dimasukkan ke dalam saluran akar, lalu di
putar searah dengan jarum jam, seperempat sampai setengan putaran dengan
memasukkan bilahnya ke dentin, kemudian ditarik. Proses ini dilakukan
berulang-ulang sehingga penetrasi bertambah dalam ke dalam saluran akar.
Jika panjang kerja sudah dicapai, ganti instrumen dengan ukuran berikutnya,
demikian seterusnya. Instrumen ini terdiri dari ukuran yang sangat kecil, yaitu
nomor satu sampai yang terbesar, yaitu nomor 12. Dibuat dalam dua tipe,
yaitu tipe D, dengan pegangan yang panjang dan tipe B, dengan pegangan
yang pendek. Tipe D didesain untuk gigi anterior dan tipe B untuk gigi
posterior.

40

4. File
File terdiri atas bermacam-macam bentuk yang pada umumnya
digunakan untuk menghaluskan dan membersihkan dinding saluran akar. Ada
beberapa jenis file, diantaranya adalah:
a. File Hedstrom
File Hedstrom berbentuk seperti kerucut, yang tersusun semakin ke
ujung semakin kecil. Gunanya untuk mengikis permukaan dinding saluran
akar, tetapi akan meninggalkan permukaan yang kasar.
b. File Tipe Kerr
File tipe Kerr mempunyai penampang segiempat yang kemudian
diputar dengan ujungnya ditahan sehingga berbentuk spiral. Gunanya
untuk menghaluskan permukaan dinding saluran akar, melebarkan saluran
akar yang sempit dan bengkok dengan gerakan naik turun, dan membawa
semen saluran akar ke dalam saluran akar.
c. File Rat Tail
Bentuk file rat tail hampir sama dengan barbed broaches, tetapi
kaitnya lebih pendek dan lebih banyak.
B. Instrumen Pengisian Saluran Akar
Instrumen yang biasa digunakan untuk mengisi saluran akar adalah
sebagai berikut: (2)

41

1. Root Canal Spreader (Penguak Endodonti)


Instrumen ini dibagi atas:
a. Penguak pegangan panjang (long handle spreader), yaitu instrumen
yang mempunyai pegangan panjang dan berujung runcing serta
panjang. Biasanya digunakan untuk gigi anterior.
b. Penguak pegangan pendek (finger short spreader), merupakan
instrumen yang mempunyai pegangan pendek serta bilah dan
diameternya lebih kecil. Instrumen ini sangat baik digunakan untuk
gigi posterior. Secara umum fungsinya dipakai untuk menguakkan
poin gutta-perca ke dinding saluran akar.
2. Root Canal Plugger ( Pemampat Saluran Akar)
Instrumen ini mempunyai ujung yang tumpul dan rata, yang terdiri atas
pegangan pendek yang berguna untuk menekan bahan pengisi saluran akar di
dalam saluran akar.
Cara penggunaannya yaitu, mula-mula pemampat dipanaskan,
kemudian ditekan ke dalam saluran akar yang sebelumnya telah diisi dengan
gutta-perca. Penekanan yang kedua dilakukan dengan membasahi ujung
penguak menggunakan alkohol. Penekanan ini dilakukan berulang-ulang
sampai diperkirakan semua gutta-perca sudah hermetis di dalam saluran akar.

42

3. Lentulo
Lentulo merupakan instrumen yang berbentuk spiral, yang berukuran
sama seperti file atau reamer. Penggunaannya dapat dilakukan dengan tangan
atau mesin putaran lambat, dimasukkan dengan putaran berlawanan dengan
arah jarum jam, kemudian dikeluarkan searah dengan jarum jam. Apabila
terjadi hambatan, sebaiknya pemutarannya jangan dipaksakan karena alat bisa
patah dalam saluran akar.

III.2 Bahan Pengisi Saluran Akar dan Fiksasi Jaringan Pada Gigi Sulung
dan Permanen Muda
A. Bahan Pengisi Saluran Akar Pada Gigi Sulung dan Permanen Muda
Bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung berbeda dengan gigi
permanen. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi,
perbedaan anatomi dan fisiologi gigi, adanya resorbsi akar, dan kesulitan
memperoleh gambaran radiologi yang memadai di sekitar apeks gigi sulung. (7,11)
Kriteria ideal untuk bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung
adalah:(7,11)
1. Bahan tersebut harus dapat diresorbsi seiring dengan resorbsi fisiologi
akar gigi sulung;
2. Tidak berbahaya bagi jaringan periapikal dan benih gigi permanen;
3. Melekat dengan baik pada dinding saluran akar dan tidak mengkerut;
4. Mudah diaplikasikan dan dapat dibuang dengan mudah bila diperlukan;

43

5. Memiliki sifat antiseptik, radioopak serta tidak menyebabkan perubahan


warna gigi;
6. Bahan tersebut juga harus dapat diresorbsi dengan cepat bila terdorong
masuk melampaui panjang akar gigi;
7. Dapat mengeras dalam waktu yang lama.
Akan tetapi, hingga saat ini masih belum ditemukan bahan pengisi saluran
akar gigi sulung yang memenuhi persyaratan. Beberapa bahan pengisi saluran
akar untuk gigi sulung dan permanen muda yang umum digunakan adalah zinc
oksida eugenol, kalsium hidroksida, dan iodoform.(3,7)
Bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1.

Zinc Oksida Eugenol


Pasta zinc oksida eugenol merupakan bahan pengisi saluran akar yang

paling banyak digunakan. Menurut Camp, pasta ini diberikan untuk pengisian
pada gigi yang tidak memperlihatkan gejala klinis atau simptom infeksi.
Tingkat keberhasilan bahan ini cukup tinggi, baik digunakan sendiri atau
ditambahkan dengan bahan fiksatif lain. Untuk memudahkan pengisian, bahan
tersebut diaduk hingga mencapai konsistensi yang cukup encer untuk bisa
masuk ke dalam saluran akar, namun harus berhati-hati agar tidak terjadi
overfilling. Sebaliknya, pasta yang terlalu kental menyulitkan obturasi dan
menyebabkan underfilling.
Campuran bahan zinc oksida eugenol untuk pengisian saluran akar telah
menghasilkan bentuk yang cukup keras sehingga memungkinkan terjadinya

44

perubahan arah pada gigi permanen pengganti, dan dapat pula terjadi
keterlambatan erupsi atau bahkan erupsi yang lebih dini. Barker dan Locket
juga mensinyalir bahwa apabila bahan tersebut ditekan terlalu dalam dan keluar
melampaui akar gigi, maka bahan tersebut tidak akan diresorbsi dan
menimbulkan reaksi tubuh terhadap adanya benda asing. Namun Woods dan
Kildea menyatakan bahwa bahan tersebut masih dapat diresorbsi hanya saja
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Kelebihan pasta zinc oksida eugenol cenderung akan dibuang oleh
tubuh sebagai mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Pasta tersebut
cenderung bergerak dari region apikal ke region interadikuler yang lebih
sedikit hambatannya. Gerakan ini disebabkan tekanan erupsi gigi permanen
dan mekanisme tubuh untuk membuang benda asing.
Erausquin dan Muruzabal memperlihatkan bahwa zinc oksida eugenol
mengiritasi jaringan periapikal dan menyebabkan nekrosis tulang dan
sementum. Pasta zinc oksida eugenol tidak memiliki kemampuan bakterisid
kecuali bila dicampur dengan bahan lain misalnya formokresol. Namun efek
dari pemakaian formokresol masih dipertanyakan terlebih bila terjadi
overfiling. Dikhawatirkan efek formaldehid bahan tersebut akan difus pada
organisme makhluk hidup.(7)
2.

Iodoform
Iodoform merupakan bahan yang dicampurkan dengan camphor,

parachlorophenol, dan menthol membentuk pasta yang dikenal sebagai pasta


Walkhoff atau pasta KRI 1. Pemakaian pasta tersebut dianjurkan oleh Rifkin

45

karena secara klinis dan radiografis perawatan pulpektomi dengan bahan


tersebut memperlihatkan hasil yang baik. Penelitian yang dilakukan GarciaGodoy juga memperlihatkan bahwa pemakaian pasta KRI efektif sebagai
bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung yang terinfeksi dan disertai dengan
pembentukan abses.
Pasta iodiform memiliki efek bakterisid yang cukup baik dan mampu
berpenetrasi ke dalam jaringan dan mengontrol infeksi. Potensi bakterisid ini
bahkan dikatakan hanya hilang sebesar 20% selama 10 tahun. Kemampuan ini
sangat menguntungkan bagi perawatan pulpektomi gigi sulung, mengingat
bahwa pembersihan maksimal saluran akar sulit dilakukan karena kompleksitas
dari akar gigi sulung. Oleh karena itu, efek tersebut dapat mengkompensasi
adanya kemungkinan mikroorganisme yang tertinggal.
Iodoform diresorbsi dengan baik dan cepat oleh tubuh. Keuntungan lain
adalah pasta tersebut tidak mengeras sehingga mudah untuk dibersihkan bila
diperlukan. Pasta ini memberikan gambaran radioopak yang memudahkan
untuk evaluasi pengisian. Kekurangannya adalah ditemukannya perubahan
warna gigi pada beberapa kasus. Perubahan warna tersebut berupa bercak putih
kecil hingga kuning kecoklatan. Mengatasi hal tersebut, maka dianjurkan untuk
melakukan pengisian hanya sampai saluran akar, terutama untuk gigi anterior.
Kamar pulpa dibersihkan dengan seksama untuk mencegah kelebihan pasta
KRI kemudian mengisinya dengan pasta lain.
Penelitian

yang

dilakukan

oleh

Woodhouse

dan

Wright

memperlihatkan bahwa pasta KRI mengiritasi jaringan periapikal dan

46

meningkatkan cytotoxicity. Belakangan dikenal pula pasta Maisto yang


merupakan penyesuaian kandungan KRI dan menambahkan zinc oksida,
thymol dan lanonin. Pasta ini terbukti memberikan keberhasilan dalam merawat
gigi sulung yang terinfeksi.(7)
3.

Kalsium Hidroksida [Ca(OH)2]


Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, kalsium hidroksida dianggap

tidak sukses sebagai bahan pengisi saluran akar gigi sulung. Hal ini karena
bahan tersebut menimbulkan resorbsi internal pada akar gigi sulung.
Pemakaian

kalsium

hidroksida

lebih

diindikasikan

untuk

perawatan

apeksogenesis atau apeksifikasi gigi permanen muda karena bahan tersebut


dapat menstimulus pembentukan dentin baru.(7)
Namun hasil tersebut berbeda menurut Marni, yang menyatakan bahwa
kalsium hidroksida merupakan bahan pengisi saluran akar gigi sulung yang
paling baik. Kalsium hidroksida sering digunakan dalam perawatan resorbsi
dan perforasi akar. Kelebihannya yang berhubungan dengan kerapatan
penutupan apeks adalah mudahnya cara penggunaan dan baik adaptasinya.
Menurut Golberg, penggunaan pasta kalsium hidroksida dapat beradaptasi
dengan baik pada dentin maupun permukaan guttap point. Kelebihan lain
menurut penelitian Holland dkk, penggunaannya dalam proses pengisian
saluran akar dapat mengurangi kebocoran foramen apikal.(7,17)
Kekurangan utama kalsium hidroksida adalah tidak dapat menutup
permukaan fraktur pada kasus injuri traumatik pada gigi vital. Oleh karena itu
dibutuhkan pemakaian bahan tambahan yang dapat menjamin pulpa tidak

47

terkontaminasi oleh bakteri terutama pada fase kritis penyembuhan. Pasta ini
juga tidak terlihat secara radiografi dan tidak tahan lama, namun hal tersebut
tidak menjadi masalah, mengingat masa retensi gigi sulung yang relative
pendek. Selain itu harganya relative mahal dan pemakaiannya yang kurang
praktis dibandingkan dengan dressing lainnya karena pasta harus melapisi
dinding saluran akar dimasukkan sesuai panjang kerja.(7,18)
Kalsium hidroksida mempunyai pH 12,5 serta memiliki efek antibakteri
dan mampu memperbaiki kondisi patologis lesi periapikal. Kalsium hidroksida
juga mempunyai sifat alkalin yang dapat berperan sebagai iritan, dengan
merusak sel pada daerah yang berkontak kemudian menstimulasi sel-sel yang
berdekatan untuk memacu terbentuknya jaringan terkalsifikasi. Sifat fisis
kalsium hidroksida adalah daya larutnya yang tinggi di dalam air dan gliserol,
tidak larut dalam alkohol, dan tidak berbau. Mekanisme kerja kalsium
hidroksida di dalam saluran akar belum diketahui secara pasti, tetapi difusi ion
kalsium dan hidroksil ke tubuli dentin sudah terbukti.(7,18,19)
Indikasi penggunaan kalsium hidroksida adalah sebagai bahan dressing
pada sebagian besar kasus perawatan saluran akar baik pada gigi vital maupun
non vital. Peletakan kalsium hidroksida di antara waktu kunjungan dianjurkan
pada gigi dengan pembersihan dan pembentukan saluran akar yang belum
sempurna, simptomatis, waktu antar kunjungan lama, ada infeksi periapikal,
juga pada kasus injuri traumatik. Pemakaian kalsium hidroksida sebagai
dressing awal tidak diindikasikan pada keadaan dimana dibutuhkan
penghambatan inflamasi atau inflamasi resorbsi akar aktif, atau bila ada rasa

48

sakit. Karena pada keadaan tersebut pasta ini dapat merupakan iritan yang
dapat menyebabkan eksaserbase simptom atau inflamasi yang sebelumnya
sudah ada.(18)
Machida meneliti penambahan iodoform ke dalam bahan kalsium
hidroksida. Dari penelitiannya, terlihat bahwa campuran tersebut diresorbsi
lebih cepat dari resorbsi fisiologis akar gigi. Campuran ini juga lebih mudah
diaplikasikan, tidak memiliki efek toksik bagi gigi permanen penggantinya dan
radioopak. Bahan ini dijual dalam siringe yang dilengkapi dengan ujung untuk
aplikasi. Kalsium hidroksida dan iodoform dianggap paling mendekati
persyaratan ideal bahan pengisi saluran akar untuk gigi sulung.(7)

B. Obat-obat Untuk Fiksasi Jaringan (Mumifikasi) Pada Gigi Sulung dan


Permanen Muda
Bahan-bahan medikamen yang dipakai dalam perawatan saluran akar
diantaranya adalah formokresol, glutaraldehid, solutie formaldehid 37%
(formalin), kresol, N2 dan krestatin (metakresil asetat).(6)
1.

Formokresol
Pada tahun 1905, Buckley membuat larutan yang mengandung 1%

formaldehid, 35% kresol dalam larutan gliserin / air, yang nantinya akan
digunakan sebagai obat untuk perawatan gigi-gigi molar sulung dengan
perforasi pulpa. Pulpotomi formokresol dengan menempatkan cotton pelet
yang dibasahi dengan obat dan diletakkan ke potongan pulpa setelah pulpa
koronal dibersihkan dan perdarahan dihentikan. Cotton pelet dibiarkan selama

49

lima menit, sehingga potongan jaringan pulpa berwarna hitam. Dresing


kemudian dibuat dengan mencampur satu tetes formokresol yang sudah
diencerkan dengan satu tetes eugenol dan zinc oksida eugenol, lalu diulaskan
ke potongan pulpa sebelum bahan pelapis zinc oksida eugenol ditempatkan.(10)
Formokresol

merupakan

agen

bakterisidal

yang

mematikan.

Formokresol mematikan enzim-enzim oksidatif didalam pulpa berdekatan pada


daerah yang diamputasi. Ini mempunyai efek aksi hialurondasi, sehingga sifat
pengikatan dari protein dan hambatan enzim dapat memutuskan jaringan pulpa
gigi dan menghasilkan fiksasi dari jaringan pulpa. Pasley dkk, mendapatkan
bahwa formokresol dapat diresorbsi lebih cepat kedalam tubuh sebagai akibat
pengikatan jaringan.(6)
Formokresol merupakan pilihan bahan medikamen terbaik untuk
perawatan pulpotomi pada gigi sulung. Menurut penelitian klinis dan
radiografis, keberhasilan pulpotomi dengan formokresol menunjukkan antara
70-97%. Mencairkan seperlima dari formulasi asli Buckley menunjukkan
keberhasilan yang sangat memuaskan karena ke efektifan yang sama tetapi
toksisitasnya lebih rendah. Belum banyak bahan obat-obatan yang dapat
menggantikan sifat formokresol sebagai obat pilihan pada perawatan pulpotomi
pada gigi anak.(6)
2.

Glutaraldehid
Bahan cairan glutaraldehid 2% telah diperkenalkan oleh Gravenmade

sebagai salah satu pengganti formokresol. Ranzy dan Lazzari mendapatkan


alkalin 2 % glutaraldehid sebagai bahan yang baik. Secara teori bahan ini

50

mempunyai bahan fiksasi yang lebih baik dan ringan, tetapi daya toksik
kurang, karena mempunyai dua kelompok aldehid yang berfungsi aktif. Sifat
glutaraldehid adalah kurang antigenik dan mudah dimetabolis oleh tubuh.
Fuks dkk, mendapatkan kegagalan sebesar 18% pada gigi sulung
setelah 25 bulan pemakaian glutaraldehid. Setelah 42 bulan, keberhasilan
sebesar 45% mengalami lebih cepat dari yang dikontrol Fuks dan Bimstein.
Belakangan ini ada beberapa peneliti telah menunjukkan keracunan reaksi
alergi, dan menimbulkan iritasi mata. Oleh karena itu, bahan ini masih banyak
diperdebatkan oleh para ahli untuk pemakaian pada gigi anak.(6)
3.

Formaldehid 37% (Formalin)


Dilley dan Courts, membandingkan empat macam agen bahan, dan

mendapatkan formalin dan glutaraldehid sebagai pemberi respons immunologis


paling ringan. Meskipun banyak keberhasilannya telah dibuktikan, bahan
pulpotomi pada gigi sulung ini belum banyak diterima dan dipakai oleh dokter
gigi.

Ranly dan

Garcia-Godoy membandingkan

formaldehid

dengan

glutaraldehid, mereka menyimpulkan bahwa glutaraldehid adalah bahan fiksasi


yang lebih baik dan dapat dipakai dengan konsentrasi lebih rendah.(6)
N2 digunakan juga untuk prosedur pulpotomi satu tahap, dan pada
penelitian Hannah dan Rowe, 1971 yang dilakukan dalam waktu lima tahun,
ditemukan tingkat keberhasilan 99% walaupun terlihat adanya bukti histology
yang menunjukkan bahwa bahan kimia untuk fiksasi pulpa sudah terresorbsi
dan digantikan oleh jaringan granulasi.(10)

51

III.3 Perawatan Pulpa Pada Gigi Sulung


Cidera pada pulpa akan mengakibatkan ketidaknyamanan dan penyakit.
Oleh karena itu, keberadaan pulpa yang sehat merupakan pertimbangan penting
dalam menentukan rencana perawatan. Perawatan pulpa gigi sulung dapat
diklasifikasikan dalam dua golongan yaitu perawatan pulpa konservatif, yang
bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa, dan perawatan pulpa radikal,
yaitu pengambilan jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar, diikuti
dengan pengisian saluran akar.(1,4)
A. Pulp Capping (8,20)
Pulp capping adalah suatu tindakan perlindungan terhadap pulpa vital
dengan cara memberikan selapis tipis material proteksi pada pulpa yang hampir
terbuka. Obat yang digunakan adalah kalsium hidroksida dan formokresol yang
berkhasiat merangsang odontoblas untuk membentuk dentin sekunder. Perawatan
pulp capping dengan kalsium hidroksida memperlihatkan persentase keberhasilan
sebanyak 75%, sedangkan pulpotomi formokresol memperlihatkan persentase
keberhasilan 90%.
Gagalnya pulp capping dengan kalsium hidroksida pada gigi sulung
disebabkan terkontaminasinya pulpa oleh saliva sebelum peletakan bahan pulp
capingnya, dan bisa juga karena adanya inflamasi pulpa sebelum perawatan yang
tidak terdeteksi yang menghambat kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan
pulpa dan pembentukan jembatan dentin. Teknik perawatan pulp capping dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu: perawatan indirect pulp capping dan direct pulp
capping.
52

1. Indirect Pulp Capping


Perawatan indirect pulp capping dianjurkan pada gigi sulung vital
dengan lesi karies yang luas dan hampir mendekati pulpa, tanpa ada gejala
degenerasi pulpa atau penyakit periapikal. Tujuan utama perawatan indirect
pulp capping adalah mempertahankan vitalitas pulpa dengan cara:
menghentikan proses karies; meningkatkan sklerosis dentin (mengurangi
permeabilitas dentin); merangsang pembentukan dentin reparatif, dan;
meremineralisasi dentin yang terkena karies. Dua bahan yang paling umum
digunakan dalam perawatan indirect pulp caping adalah kalsium hidroksida
dan zinc oxide eugenol. Pemberian kalsium hidroksida yang langsung
mengenai pulpa pada gigi sulung dapat merangsang odontoblas membentuk
dentin reparatif, tetapi bila penggunaannya berlebihan dapat menyebabkan
resorpsi interna.Tingkat keberhasilan perawatan direct pulp caping telah
dilaporkan 90% pada gigi sulung, dengan demikian penggunaannya
direkomendasikan pada pasien yang didiagnosis menunjukkan ada tanda-tanda
degenerasi pulpa.(4,21,22)
Indikasi perawatan indirect pulp capping pada gigi sulung adalah: (4,22)
a. Lesi karies yang dalam yang tidak menimbulkan gejala pada gigi
sulung, tetapi tidak melibatkan pulpa;
b. Tanda-tanda mulut yang terabaikan termasuk karies rampan, dan;
c. Kerusakan parah atau pada sindrom susu botol (nursing bottle
syndrome).

53

Kontraindikasi perawatan indirect pulp capping ialah: (4,23)


a. Sakit spontan, biasanya pada malam hari
b. Pembengkakan;
c. Fistula;
d. Peka atau sakit pada perkusi;
e. Mobilitas patologis;
f. Resorbsi akar atau internal eksternal;
g. Radiolusen di daerah periapikal atau interradikular, dan;
h. Kalsifikasi pulpa.
Teknik perawatan indirect pulp capping adalah sebagai berikut: (4,23)
a. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies;
b. Pemberian anestesi lokal, kemudian gigi diisolasi dengan rubber dam;
c. Semua jaringan karies dibuang, kecuali yang berdekatan dengan pulpa
karena dapat menyebabkan perforasi pulpa, dan irigasi dengan
aquades steril;
d. Kavitas dibersihkan dan dikeringkan, sebab jaringan karies yang
tertinggal tidak boleh lunak, basah atau lembab;
e. Meletakkan base zinc oksida eugenol atau kalsium hidroksida yang
cepat mengeras di atas selapis tipis dentin, kemudian ditumpat dengan
bahan restorasi sementara atau restorasi permanen.

54

Gambar 5. Indirect pulp capping


Sumber: http://www.topic57pulptherapy.html.
2. Direct pulp capping
Perawatan direct pulp capping dilakukan pada gigi yang pulpanya
terbuka secara mekanis tanpa kontaminasi bakteri dan tidak boleh dilakukan
pada perforasi pulpa gigi sulung karena karies. Dengan demikian pulpa dapat
bertahan dalam keadaan sehat dan bahkan dapat menyembuhkan diri sebagai
respon terhadap bahan atau obat pelindung pulpa. Direct pulp caping adalah
prosedur yang dilakukan ketika pulpa sehat telah terpapar selama prosedur
operasi. Gigi harus asimptomatik dan situs eksposur harus tepat dengan
diameter dan bebas dari kontaminasi oral. Kalsium hidroksida ditempatkan di
atas situs eksposur untuk merangsang pembentukan dentin untuk menjaga
vitalitas pulpa.(4,8,21)

55

Indikasi direct pulp capping pada gigi sulung adalah: (4,8,23)


a. Perforasi pulpa secara mekanis yang kurang dari 1 mm2, dikelilingi
oleh dentin sehat;
b. Pada gigi yang sebelumnya vital dan tanpa tanda dan gejala patologis;
c. Preparasi kavitas atau ekskavasi jaringan dentin lunak;
d. Gigi permanen muda, dimana pembentukan akar dan apeks belum
sempurna.
Kontraindikasi perawatan direct pulp caping ialah: (4,8,23)
a. Nyeri spontan;
b. Mobilitas patologis;
c. Keluar pus atau eksudat dari pulpa yang terbuka;
d. Ada pembengkakan, fistula, dan sakit saat perkusi;
e. Resorpsi eksternal dan internal, terjadi kalsifikasi pulpa;
f. Perforasi pulpa secara mekanis karena kurang hati-hati sehingga
instrumen terdorong ke dalam pulpa;
g. Radiolusen di daerah periapikal dan interradikular, dan;
h. Perdarahan yang berlebihan dari pulpa yang terbuka.
Perawatan direct pulp caping kurang berhasil pada gigi sulung karena
penjalaran proses peradangan pada pulpa bagian mahkota gigi sulung berjalan
cepat.(4,8)
Teknik perawatan direct pulp capping adalah sebagai berikut: (4,23,24)
a. Rontgen foto;

56

b. Pemberian anestesi lokal, kemudian gigi diisolasi dengan rubber dam,


dan kavitas dibersihkan dengan gulungan kapas yang direndam dalam
air atau garam dengan tekanan ringan untuk membendung perdarahan
pulpa;
c. Irigasi kavitas dengan aquades untuk mengeluarkan kotoran dari dalam
kavitas, kemudian dikeringkan;
d. Mengaplikasi pasta kalsium hidroksida atau trioksida agregat mineral
(MTA), lalu di atasnya diletakkan dasar semen kemudian direstorasi
sementara, dan;
e. Setelah 6 minggu, bila reaksi pulpa terhadap panas dan dingin normal
dapat dilakukan restorasi tetap.
B. Pulpotomi
Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa pada bagian koronal gigi
yang telah mengalami infeksi, sedangkan jaringan pulpa yang terdapat dalam
saluran akar ditinggalkan. Pulpotomi bertujuan untuk mempertahankan vitalitas
pulpa radikular dan membebaskan rasa sakit pada pasien dengan pulpagia akut.
Kalsium hidroksida pada pulpotomi vital gigi sulung dapat menyebabkan resorpsi
interna. Metode pulpotomi untuk gigi-gigi molar sulung yaitu vital pulpotomi
dengan

menggunakan

formokresol

atau

glutaraldehid,

dan

devitalisasi

pulpotomi.(3,15,20)

57

Gambar 6. Pulpotomi pada gigi sulung


Sumber: http://dentalresource.org/topic58pulpotomypulpectomy.html.
1. Pulpotomi Vital
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan
jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan
anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi
agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital dapat dilakukan pada
gigi sulung dan permanen muda. Pulpotomi gigi sulung tidak menggunakan
kalsium hidroksida, sebab dapat menyebabkan resorbsi interna. Oleh karena
itu, pulpotomi vital pada gigi sulung umumnya menggunakan formokresol
atau glutaradehid. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu
membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan
vital. Pulpotomi vital dengan formokresol dilakukan pada gigi sulung dengan
singkat dan bertujuan untuk mendapat sterilisasi yang baik pada kamar
pulpa.(23)
58

Indikasi pulpotomi vital pada gigi sulung adalah: (6,20)


a. Gigi tanpa rasa sakit spontan atau persistensi, bebas dari pulpitis
radikular, dan nekrosis;
b. Karies yang luas dan masih tertinggal 2/3 panjang akar gigi sulung,
c. Jika gigi diamputasi tidak terlihat perdarahan yang berlebihan,
berwarna merah pucat serta mudah dikontrol;
d. Tidak ada abses, fistula, dan tanda resorbsi interna;
e. Tidak kehilangan tulang intraradikular karena akan menunjukkan
kerusakan yang luas dan memerlukan perawatan pulpektomi;
f. Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preparasi kavitas yang
kurang hati-hati, atau pulpa terbuka karena trauma tetapi tidak lebih
dari 24 jam dan infeksi periapikal belum ada;
g. Pada gigi posterior di mana eksterpasi pulpa sulit dilakukan;
h. Apeks akar belum tertutup sempurna, dan;
i. Usia pasien tidak lebih dari 20 tahun.
Kontraindikasi pulpotomi vital adalah: (1,6,23)
a. Pada gigi yang tidak dapat direstorasi;
b. Adanya abses atau blackening di bifurkasi;
c. Resorbsi patologis eksterna akar dan interna akar;
d. Pembengkakan dari asal pulpa dan fistula;
e. Gigi permanen pengganti sudah dekat erupsi;
f. Adanya radiolusen pada daerah periapikal atau interradikuler;

59

g. Mobilitas patologik;
h. Adanya pus pada pulpa yang terbuka.
i. Rasa sakit spontan atau rasa sakit bila diperkusi maupun palpasi.
j. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap
infeksi sangat rendah.
k. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
Keuntungan perawatan pulpotomi vital adalah perawatan dapat
diselesaikan dalam waktu singkat, hanya satu sampai dua kali kunjungan;
pengambilan pulpa hanya di bagian korona, hal ini menguntungkan karena
pengambilan jaringan pulpa bagian saluran akar sulit karena adanya
mumifikasi; iritasi instrumen atau obat-obatan terhadap jaringan periapikal
dapat dihindari, dan; bila perawatan pulpotomi gagal, maka dapat dilakukan
pulpektomi atau pulpotomi devital.(20)

1) Pulpotomi Satu Kali Kunjungan

Teknik perawatan pulpotomi vital satu kali kunjungan adalah


sebagai berikut: (4,6,18,19,23)

a) Rontgen foto, pemberian anestesi lokal, kemudian gigi yang


hendak di pulpotomi diberi isolasi rubber dam;
b) Pengambilan seluruh jaringan karies sebelum membuka kamar
pulpa, tujuannya agar tidak menyulitkan pandangan dalam
membedakan jaringan yang sudah mengalami karies bila terjadi
perdarahan pada pulpa dan juga mengurangi kontaminasi bekteri;

60

c) Membuka atap pulpa bagian mahkota dan menghapus semua


jaringan pulpa koronal yang terkontaminasi dengan ekskavator atau
bur bulat dengan kecepatan rendah;
d) Pulpa dipotong sampai muara saluran akar;
e) Ruang pulpa diirigasi dengan aquades untuk menghindari
terdorongnya potongan dentin ke bagian pulpa radikuler;
f) Mengaplikasikan formokresol selama tiga sampai lima menit pada
muara saluran akar;
g) Di atas potongan pulpa diletakkan pasta campuran zinc fosfat dan
zinc oksida eugenol yang cepat mengeras, lalu ditumpat dengan
tumpatan permanen atau dibuatkan mahkota logam tahan karat,
dan;
h) Gigi yang telah dilakukan perawatan pulpotomi harus diperiksa
berulang, baik secara klinis dan radiografis pada kunjungan
berikutnya, yaitu setiap enam bulan sekali;

61

Gambar 7. Langkah-langkah perawatan pulpotomi vital formokresol satu kali


kunjungan. (1). Ekskavasi karies, (2). Buang atap kamar pulpa, (3). Buang pulpa
di kamar pulpa dengan ekskavator, (4). Pemotongan pulpa di orifis dengan bur
bulat kecepatan rendah, (5). Pemberian formokresol selama 5 menit, (6).
Pengisian kamar pulpa dengan campuran zinc oksida dengan formokresol dan
eugenol, (7). Gigi yang telah di restorasi.

Sumber: http://www.pdi705_slide_perawatan_pulpa_gigi_anak_1_pdf.

2) Pulpotomi Dua Kali Kunjungan:


Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa,
berarti peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena
itu diperlukan 2 kali kunjungan. Teknik perawatan pulpotomi vital dua kali
kunjungan adalah sebagai berikut: (23)

62

a) Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus, pulpa ditekan


dengan kapas steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump
dan ditutup dengan tambalan sementara.
b) Hindari pemakaian obat obatan untuk menghentikan perdarahan,
seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini
dapat membantu dugaan keparahan keradangan pulpa.
c) Pada kunjungan kedua (setelah 7 hari), tambalan sementara
dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol diambil dari
kamar pulpa;
d) Letakkan pasta campuran zinc fosfat dan zinc oksida eugenol,
kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan ditutup dengan
tambalan permanen.
2. Pulpotomi Devital (Mumifikasi)
Pulpotomi devital (mumifikasi) adalah pengambilan jaringan pulpa
yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya telah didevitalisasi,
kemudian dengan pemberian obat-obatan, jaringan pulpa dalam saluran akar
ditinggalkan dalam keadaan aseptik dan diawetkan. Pulpotomi devital
dilakukan hanya terbatas pada ruang pulpa. Dalam perawatan pulpotomi
devital, dilakukan devitalisasi gigi (gigi dimatikan) dengan memasukkan
bahan tertentu ke dalam ruang pulpa, kemudian disertai dengan sterilisasi
pulpa. Minimal dilakukan dua kali penggantian obat untuk sterilisasi, bila pada
kunjungan berikut sudah tidak ada rasa sakit, maka ruang pulpa diberi obat
mumifikasi dan pada kunjungan berikutnya lagi bisa ditumpat permanen.(20,25)

63

Indikasi untuk perawatan pulpotomi devital yaitu:

(20)

a. Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karena karies atau trauma;
b. Pasien dengan perdarahan yang abnormal, misalnya hemofili;
c. Kesulitan dalam membuang semua jaringan pulpa pada perawatan
pulpektomi terutama pada gigi posterior;
d. Bila pulpotomi vital sulit dilakukan, misalnya kesulitan untuk
melakukan anestesi lokal, dan;
e. Gigi yang akarnya bengkok, atau lokasi gigi sukar untuk dilakukan
pulpektomi.
Kontra indikasi perawatan pulpotomi devital adalah: (23)
a. Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak
mungkin dilakukan;
b. Infeksi periapikal, apeks masih terbuka, dan;
c. Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.
Teknik perawatan pulpotomi devital adalah sebagai berikut: (23)
Kunjungan pertama :
a. Rontgen foto;
b. Isolasi daerah kerja dengan rubber dam;
c. Karies disingkirkan kemudian pasta devital paraformaldehid dengan
kapas kecil diletakkan di atas pulpa;
d. Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada pulpa, dan;
e. Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu waktu
jika timbul rasa sakit;
64

Kunjungan kedua (setelah 7 10 hari) :


a. Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan;
b. Diperiksa apakah gigi goyang;
c. Gigi diisolasi dengan rubber dam;
d. Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta paraformaldehid dilepas;
e. Membuka atap pulpa, kemudian menghilangkan jaringan yang
nekrosis dalam kamar pulpa;
f. Bagian yang diamputasi ditutup dengan campuran zinc oksida eugenol
pasta atau formokresol, dan;
g. Tutup ruang pulpa dengan semen fosfat, kemudian di restorasi.

Gambar 8. Tahap-tahap pulpotomi devital (Mumifikasi)


Sumber: http://www.dentiadental.com/home/dentist-team.html

65

C. Pulpektomi
Pulpektomi adalah suatu tindakan pembuangan jaringan nekrotik dan
saluran akar gigi sulung yang pulpanya nonvital atau mengalami radang kronis.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan infeksi dan mempertahankan fungsi gigi
sulung hingga waktunya tanggal tanpa membahayakan benih gigi permanen dan
kesehatan anak.(4,7)
Indikasi perawatan pulpektomi adalah: (4,27)
1. Gigi sulung dengan pulpitis ireversibel, atau gigi yang semula akan
dilakukan pulpotomi tapi ternyata pulpa menunjukkan tanda-tanda pulpitis
ireversibel

(misalnya,

perdarahan

berlebihan

yang

tidak

dapat

dikendalikan dengan kapas dalam beberapa menit, sehingga harus


dilakukan pulpektomi);
2. Inflamasi kronis atau nekrosis pulpa (misalnya, suppration, purulence);
3. Tidak ada resorpsi internal, resorbsi eksternal masih terbatas;
4. Kegoyangan gigi minimal, dan;
5. Tidak ada gigi permanen pengganti.
Kontraindikasi pulpektomi gigi sulung yaitu: (4,7)
1. Pada gigi dengan kerusakan yang luas dan tidak dapat direstorasi;
2. Panjang akar kurang dari 2/4 disertai resorbsi internal atau eksternal;
3. Kelainan pada pulpa yang menyebabkan dasar pulpa terbuka ke arah
furkasi;
4. Infeksi periapikal yang melibatkan benih gigi pengganti, dan;
5. Pasien dengan penyakit kronis.
66

Ada dua macam pulpektomi gigi sulung yaitu: pulpektomi parsial dan
pulpektomi menyeluruh.
1. Pulpektomi parsial
Pulpektomi parsial dilakukan pada gigi sulung bila jaringan pulpa
bagian koronal dan dalam saluran akar masih vital tetapi menunjukkan gejala
klinis hiperemia, atau bila perdarahan pada pemotongan pulpa yang tidak
dapat dikontrol. Prosedur ini dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan.(4)
Teknik perawatan pulpektomi parsial yaitu: (4)
a. Rontgen foto;
b. Pemberian anestesi lokal, lalu gigi diisolasi dengan rubber dam;
c. Membuang semua jaringan karies dan seluruh atap pulpa, lalu jaringan
pulpa bagian koronal diambil dengan eskavator atau bur bulat;
d. Sisa jaringan dibersihkan dan diirigasi, lalu dikeringkan;
e. Jaringan pulpa dalam saluran akar diambil dengan jarum eksterpasi
yang dimasukkan dengan perlahan-lahan sampai dirasakan adanya
hambatan untuk masuk lebih dalam;
f. Saluran akar dilebarkan dengan file untuk memudahkan pengisian
saluran akar, dan didirigasi berulang-ulang dengan larutan NaOCL
agar sisa debris hilang;
g. Saluran akar dikeringkan dengan paper point, dan diisi dengan bahan
pengisian yang dapat mengalami resorbsi dengan menggunakan jarum
lentulo, pressure syringe, file, atau kondensor amalgam, dan;

67

h. Di atas bahan pengisi saluran akar diletakkan dasar semen, lalu gigi
direstorasi permanen.
2. Pulpektomi Lengkap
Pulpektomi lengkap atau menyeluruh dilakukan untuk merawat gigi
sulung nonvital, dan dilakukan dalam beberapa kali kunjungan. Bila gigi
goyang, terdapat pembengkakan atau fistula, terdapat pus pada saluran akar,
atau instrumetasi saluran akar tidak boleh dilakukan pada kunjungan
pertama.(4)
Teknik perawatan pulpektomi menyeluruh adalah sebagai berikut: (4,28)
a. Pada kunjungan pertama, dilakukan perkusi pada gigi yang akan
dirawat, bila terdapat abses, fistula, atau reaksi positif terhadap
perkusi, pulpa segera harus dibuka untuk drainase dan meredakan rasa
sakit;
b. Abses yang berfluktuasi diinsisi dan fistula yang menonjol dieksisi;
c. Pada kunjungan berikutnya gigi diisolasi dengan rubber dam, lalu
semua jaringan karies dibuang;
d. Jaringan pulpa pada mahkota diambil dan jaringan nekrotik
dibersihkan,
e. Kavitas diirigasi dengan aquades, kemudian ruang pulpa diisi dengan
kapas yang dibasahi dengan obat antibakteri, seperti CHKM, kresofen,
lalu ditutup dengan tumpatan sementara;
f. Pada kunjungan berikutnya, setelah ruang pulpa kering dan semua
gejala hilang, tumpatan sementara dibuka, kemudian saluran akar diisi

68

dengan pasta seperti pada pulpektomi parsial, untuk mengetahui


apakah pengisian saluran akar sudah baik, digunakan radiogram, dan;
g. Di atas bahan pengisi saluran akar diletakkan lapisan dasar semen, lalu
direstorasi permanen.

III.4 Perawatan Pulpa Gigi Permanen Muda Pada Anak-anak


Perawatan pulpa yang dapat dilakukan pada gigi permanen muda antara
lain: pulp capping yang terdiri dari indirect pulp caping, direct pulp caping,
pulpotomi, dan apeksifikasi.(29)
A. Pulp Caping
Tujuan pulp capping adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan
menempatkan selapis material terapeutik yang sesuai, baik secara langsung pada
pulpa yang terbuka berdiameter kurang lebih 1 mm atau di atas lapisan dentin
yang tipis dan lunak.(4)
1. Indirect Pulp Capping
Sebelum melakukan restorasi gigi, umumnya semua jaringan karies
harus dibersihkan. Namun, pada gigi vital dengan karies dalam yang
mendekati pulpa, dan belum memberikan gejala, pembersihan seluruh dentin
yang lunak pada dasar kavitas dapat mengakibatkan pulpa terbuka. Lesi karies
pada dasar kavitas umumnya berisi sedikit sekali bakteri kariogenik. Asal
sebagian besar dentin yang terinfeksi di atasnya dibersihkan, selapis tipis
dentin lunak pada bagian dalam preparasi dapat ditinggalkan, tanpa
membahayakan pulpa.

69

Teknik perawatan indirect pulp capping pada gigi permanen muda


adalah sebagai berikut: (4,23)
a. Rontgen foto;
b. Isolasi daerah kerja dengan rubber dam, lalu membuka daerah karies;
c. Irigasi dengan aquadest steril, kavitas dibersihkan dan dikeringkan;
d. Pada dasar kavitas diletakkan selapis tipis kalsium hidroksida, diikuti
dengan zinc oksida eugenol sebagai restorasi sementara agar kavitas
tertutup rapat.
e. Setelah enam sampai delapan minggu perawatan, zinc oksida eugenol,
kalsium hidroksida, dan karies dentin yang tertinggal dibersihkan, lalu
dilakukan restorasi permanen.
2. Direct Pulp Capping
Pada beberapa keadaan, gigi permanen muda yang pulpanya terbuka
secara klinis dapat ditanggulangi dengan perawatan direct. Teknik perawatan
direct pulp capping pada gigi permanen muda sama dengan perawatan pada
gigi sulung. Perawatan direck pulp capping yang berhasil, pulpa yang
tertinggal akan tetap sehat dan dapat memacu deposisi jembatan dentin
reparatif, menutup tempat yang terbuka. Pasien diinstruksikan untuk kembali
bila timbul keluhan, misalnya gigi sensitif terhadap rangsangan panas atau
dingin.(4)
B. Pulpotomi
Pulpotomi pada gigi permanen muda merupakan perluasan dari perawatan
direck pulp capping. Jaringan pulpa pada bagian mahkota yang terinfeksi, yang

70

mengalami inflamasi ireversibel, dibersihkan agar vitalitas pulpa radikular dapat


dipertahankan, sehingga dapat terjadi apeksogenesis atau penutupan bagian apeks
dan terbentuk jembatan dentin. Pada gigi permanen muda dipakai kalsium
hidroksida. Teknik perawatannya sama dengan perawatan pada gigi sulung.(4)
Keuntungan dari pulpotomi adalah:

(22)

1. dapat diselesaikan dalam waktu singkat, yaitu dengan satu atau dua kali
kunjungan;
2. Pengambilan pulpa hanya di bagian koronal. Hal ini menguntungkan
karena pengambilan pulpa di bagian radikular sulit dan sempit, serta penuh
ramikasi, disamping itu, iritasi obatobatan dan instrumen perawatan
saluran akar tidak ada, dan;
3. Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.
C. Apeksifikasi
Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontik yang bertujuan untuk
merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan
apeks gigi yang belum tumbuh sempurna, yang disebabkan trauma dan biasanya
pada pulpa yang mengalami nekrosis. Kebanyakan kasus trauma terjadi pada gigi
permanen muda yang akarnya belum menutup sempurna sehingga dapat
menyebabkan kematian pulpa. Apeksifikasi ini merupakan suatu perawatan
pendahuluan pada perawatan endodontik dengan menggunakan kalsium
hidroksida sebagai bahan pengisian saluran akar yang bersifat sementara pada gigi
non vital dengan apeks gigi yang terbuka. Setelah dilakukan apeksifikasi
diharapkan terjadinya penutupan saluran akar pada bagian apikal. Dengan

71

diperolehnya keadaan tersebut, selanjutnya dapat dicapai pengisian saluran akar


yang sempurna dengan bahan pengisian saluran akar yang tetap yaitu guttapercha. Perawatan apeksifikasi ini tidak dilakukan jika ada kelainan
periapikal.(19,30)
Perawatan apeksifikasi dapat dilakukan dengan sekali kunjungan, atau
lebih. Menurut Fisher, berdasarkan pertimbangan bahwa kerja bahan pengisian
kalsium hidroksida menjadi kurang efektif pada lingkungan jaringan yang tidak
steril, maka perawatan apeksifikasi dilakukan dengan dua kali kunjungan atau
lebih

untuk

mendapatkan

hasil

perawatan

yang

diharapkan.

Faktor-faktor keberhasilan perawatan apeksifikasi yaitu tidak ada rasa sakit


spontan demikian pula rasa sakit pada waktu perkusi dan palpasi, pemeriksaan
rotgen foto terlihat pembentukan jaringan keras yang nampak radioopak pada
apeks gigi, jaringan lunak di sekitar gigi dalam keadaan normal.(30)
Sehubungan dengan pendapat Fisher (1872) yang menyatakan bahwa kerja
kalsium hidroksida menjadi kurang efektif pada lingkungan jaringan yang tidak
steril, maka pada perawatan apeksifikasi dilakukan dengan dua kali kunjungan
atau lebih. Pengisian saluran akar yang digunakan pada perawatan apeksifikasi ini
adalah kalsium hidroksida. Hal ini disebabkan karena pH yang tinggi dari kalsium
hidroksida mempunyai potensi untuk proses kalsifikasi jaringan mesenkim di
daerah apikal.(30)

72

1. Perawatan Apeksifikasi Satu Kali Kunjungan


Teknik perawatan apeksifikasi pada satu kali kunjungan adalah sebagai
berikut: (30,31)
a. Perawatan dimulai dengan pembuatan rontgen foto;
b. Mengaplikasikan anastesi lokal dan pemasangan rubber dam;
c. Preparasi kavitas dan menentukan panjang kerja gigi;
d. Membuang jaringan nekrotik, diikuti dengan penghalusan dinding
ruang pulpa;
e. Irigasi

dengan

larutan

H2O2

3%

dan

NaOCl

2,6%

untuk

membersihkan kotoran-kotoran di ruang pulpa, kemudian dikeringkan


dengan paper point steril;
f. Saluran akar diisi dengan pasta kalsium hidroksida, lalu ditutup
dengan cotton pellet yang ditetesi dengan cresyl acetat (crestatin) atau
Camporated-para Chlorophenol (CMCP) yang diletakkan pada kamar
pulpa dan minggu steril ditutup dengan tambalan sementara. CMCP
ini mempunyai daya antiseptik yang kuat dan iritasi yang ringan
terhadap jaringan periapikal;
g. Setelah empat sampai enam bulan, kemudian dilakukan evaluasi
secara klinis dan radiografis; dan
h. Jika perawatan berhasil, saluran akar diisi dengan guttap-percha.

73

2. Perawatan Apeksifikasi Dua Kali Kunjungan


Perawatan apeksifikasi pada kunjungan kedua hampir sama dengan
perawatan satu kali kunjungan. Teknik perawatannya adalah sebagai
berikut:(30,31)
a. Kunjungan pertama dilakukan seperti pada perawatan satu kali
kunjungan;
b. Pada kunjungan kedua, yaitu setelah satu sampai dua minggu, rubber
dam dipasang dan tumpatan sementara dibuka, cotton pellet
dikeluarkan, keadaan saluran akar diperiksa dengan paper point steril;
c. Bila saluran akar masih basah di lakukan perawatan kembali. Bila
sudah kering, saluran akar diirigasi untuk membersihkan sisa-sisa
kotoran, kemudian dikeringkan dengan paper point steril. Terpenting
disini adalah perkusi pada gigi tersebut tidak menimbulkan rasa sakit.
Apabila keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan saluran
akar yang betul-betul kering, maka dapat dilakukan rotation of
mediacation seperti pada kunjungan pertama;
d. Bila saluran akar sudah kering, disiapkan campuran kalsium
hidroksida dengan CMCP dengan konsisitensi campuran yang kental,
lalu dimasukkan ke dalam saluran akar dengan menggunakan
endodontik pluger, lentulo, atau syringe;
e. Diusahakan campuran kalsium hidroksida tidak melewati apikal gigi,
kira-kira 1-2 mm dari jaringan periapikal, kepekaan pasien digunakan
sebagai petunjuk dalam menentukan kedalaman pengisian campuran

74

kalsium

hidroksida, perlu juga dilakukan

pengecekan secara

radiografis untuk memeriksa kedalam saluran akar;


f. Setelah pengisian saluran akar, diletakkan gulungan kapas steril di
kamar pulpa untuk melindungi obat-obatan yang ada dibawahnya,
kemudian diberikan zinc oksida fosfat dan ditumpat sementara.
g. Enam bulan kemudian pasien disuruh dating kembali dan dilakukan
pemeriksaan klinis dan radiografis untuk mengetahui ada atau tidaknya
penutupan apeks yang berupa pembentukan jaringan keras di daerah
apeks. Bila dalam pemeriksaan ini ternyata perawatan berhasil, maka
kalsium hidroksida dikeluarkan dan dibersihkan dari saluran akar dan
pengisian dengan gutta-percha dapat dilakukan;
h. Untuk melihat berhasil atau tidaknya perawatan apeksifikasi ini selain
secara radiografis, dapat juga diperiksa dengan reamer atau file yang
kecil, dan;
i. Bila sudah terjadi kalsifikasi akan terasa ada tahanan di daerah apeks,
namun bila tidak ada perubahan baik secara klinik maupun radiografis
dan terjadi kelainan periapikal maka perawatan apeksifikasi perlu
diulang seperti pada kunjungan kedua, dan pasien disuruh kembali tiga
bulan kemudian.
Keberhasilan

perawatan

apeksifikasi

secara

klinis

jika

proses

penyembuhan mulai berlangsung, pasien akan terbebas dari rasa sakit spontan,
demikian pula rasa sakit waktu perkusi dan palpasi, dan penutupan apeks akan
terbentuk. Secara rontgen foto keberhasilan perawatan apeksifikasi terlihat

75

gambaran radioopak di sepanjang bagian saluran akar yang berarti telah terjadi
penutupan pada bagian apeks gigi dan tidak dijumpai adanya gambaran radiolusen
yang merupakan tanda patologis dibagian periapikal.(30)

76

BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Pulpa gigi merupakan struktur jaringan lunak hidup yang berasal dari
jaringan mesenkim dan mempunyai banyak fungsi yaitu induktif, formatif,
nutritif, defensif, dan sensatif.
Pulpa gigi sulung berbeda dengan gigi permanen. Ruang pulpa gigi sulung
lebih besar dan tanduk pulpanya lebih dekat dengan permukaan luar gigi
dibandingkan gigi permanen.
Dalam perawatan endodontik dikenal beberapa macam kelainan pulpa,
yaitu hiperemia, pulpitis, degenerasi pulpa, dan nekrosis. Untuk menangani
kelainan pulpa pada gigi sulung dan permanen muda, maka harus dilakukan
perawatan untuk mempertahankan gigi sebelum waktunya tanggal. Perawatan
pulpa yang dapat dilakukan pada gigi sulung antara lain pulp caping, pulpotomi,
dan pulpektomi. Pada gigi permanen muda dapat dilakukan pulp caping,
pulpotomi, dan apeksifikasi.
Instrumen yang digunakan untuk preparasi saluran akar antara lain jarum
miller, jarum eksterpasi, reamer, dan file. Sedangkan instrumen untuk pengisian
saluran akar yaitu root canal spreader, root canal plugger, dan lentulo.

77

Bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung dan permanen muda yang
sering digunakan adalah zinc oksida eugenol, iodoform, kalsium hidroksida, dan
obat-obat

untuk

fiksasi

jaringan

yaitu

formokresol,

glutaraldehid, dan

formaldehid.

IV.2 Saran
Orang tua harus berperan aktif dalam menjaga oral higyene anaknya. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengajarkan cara menyikat gigi dan mengunjungi
dokter gigi setiap enam bulan sekali, untuk mencegah terjadinya karies dini.
Bila sudah terjadi karies yang melibatkan pulpa, maka dapat dilakukan
perawatan pulpa seperti pulp caping, pulpotomi, pulpektomi, dan apeksifikasi.
Namun, jika kerusakan sudah sangat parah dan sulit untuk dipertahankan, maka
dapat dilakukan pencabutan dan jika perlu menggunakan space maintainer

78

Anda mungkin juga menyukai