Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak
ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor
penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi,
perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non
alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan
perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi
sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada
daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses
penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan
kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.
Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan
klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan
keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.
EVALUASI
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata :
EGC
Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK
Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
BAB II
ISI
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN NUTRISI
( DIARE )
A. Pengertian
B. Penyebab
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare,
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan
diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan
penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.
ad.1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak
di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja.
Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan
dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala
akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma - 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare berat, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah = 1
* BP sistolik 60-90 mmHg = 1
* BP sistolik <60 mmhg ="">
* Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1
* Kesadaran apatis = 1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
* Frekuensi napas >30 x/mnt = 1
* Facies cholerica = 2
* Vox cholerica = 2
* Turgor kulit menurun = 1
* Washer women’s hand = 1
* Ekstremitas dingin = 1
* Sianosis = 2
* Usia 50-60 tahun = 1
* Usia >60 tahun = 2
Kebutuhan cairan =
Skor
——– x 10% x kgBB x 1 ltr
15
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali
dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap
liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi
inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadwal pemberian cairan
Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan
dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal
pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan
selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada
akhir jam ke-3.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis
diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan
pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan
darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu,
Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan
khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil
pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
a. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
b. Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi
klnis diare.
3. Memberikan terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya.
Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri
entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang
seyogyanya cepat dieliminasi.
4. Memberikan terapi definitif.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
a. Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
b. V. parahaemolyticus,
c. E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
d. C. perfringens, spesifik
e. A. aureus : Kloramfenikol
f. Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti
Siprofloksasin
g. Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
h. Helicobacter: Eritromisin
i. Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
j. Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
k. Balantidiasis: Tetrasiklin
l. Candidiasis: Mycostatin
m. Virus: simtomatik dan suportif
G. Konsep Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake
terbatas (mual).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan
peristaltik usus.
c. Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
d. Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
f. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
1. Rencana Keperawatan
Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake
terbatas (mual)
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
Rasional
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasiPantau intake dan output.
Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.Memberikan
informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium Menilai status
hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah
penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
Rasional
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut. Menurunkan kebutuhan
metabolik
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian
makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan Pembatasan diet per oral mungkin
ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi.
Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet Memenuhi kebutuhan nutrisi
klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi Mengistirahatkan kerja gastrointestinal
dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut
Dx.5 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu
mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi
Rasional
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit
dan perawatan anaknya. Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental
serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari. Pemahaman tentang masalah ini penting
untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping
yang mungkin timbul Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam
pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi Meningkatkan kemandirian dan
kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya
Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda kenyamanan
Intervensi
Rasional
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam perawatn yang
dilakukan Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan
Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin Memberikan rasa nyaman dan
mengurangi stress
Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun
2. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan
sebelumnya
3. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang
belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian
dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum
teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.
Penutup
Kesimpulan
Perubahan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Definisi
Suatu keadaan dimana individu yang tidak mengalami puasa atau yang berisiko mengalami
penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme
nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik.
Tubuh memerlukan bahan bakar untuk menyediakan energi untuk fungsi organ dan pergerakan
badan, untuk mempertahankan suhu tubuh, dan untuk menyediakan material mentah untuk
fungsi enzim, pertumbuhan, penempatan kemballi dan perbaikan sel. Metabolisme mengacu
pada semua reaksi biokimia dalam sel tubuh. Proses metabollik dapat menjadi anabolic
( membangun ) atau kata bolik ( merusak ). Makanan dimakan, dicerna, dan diserap untuk
menghasilkan energi yang diperlukan untuk reaksi ini .
Saran
Pada umum nya, ketika kebutuhan energi dipenuhi lengkap oleh asupan kalori pada makanan,
maka berat badan tidak berubah. Jika pemasukan melebihi kebutuhan energi, maka berat
seseorang akan menambah. Ketika pemasukan kalori gagal untuk memenuhi kebutuhan energi,
maka seseoranh akan kehilangan berat badan .
Nutrient merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh. Enam katagori zat makan
adalah :
1. air
2. karbihidrat
3. protein
4. lemak
5. vitamin
6. mineral
kebutuhan energi dipenuhi dengan metabolisme karbohidrat, protein, lemak. Air adalah
komponen tubuh yang vital dan bertindak sebagai peghancur zat makanan. Vitamin dan mineral
tidak menyediakan energi, tetapi penting untuk proses metabolisme dan keseimbangan asam basa
.
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar pundamental keperawatan : konsep , proses dan praktek , / Patricia A . Potter , Anne
Griffin Perry : alih bahasa , Renata Komalasasari …. [ et al ] ; editor edisi bahasa Indonesia ,
Monica Ester , Devi Yulianti , Intan Parulian ,------ ed , 4.------ Jakarta : EGC 2005
www.google.com
ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS
.
A. DEFINISI
Hepatitis adalah suatu proses
peradangan difus pada
jaringan yang dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi,
1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi
B. ETIOLOGI
2.Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
3.Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.
1.Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi
toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan
unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar,
pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.
Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan
kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan
duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.
Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin
konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
2.Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu
makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit.
Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari,
suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan
gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta
seluler yang khas (Smeltzer, 2001)
3.Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan
bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan
baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan
lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
4.Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya
nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal,
penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capek.
E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Laboratorium
a.Pemeriksaan pigmen
- urobilirubin direk
- bilirubun serum total
- bilirubin urine
- urobilinogen urine
- urobilinogen feses
b.Pemeriksaan protein
- protein totel serum
- albumin serum
- globulin serum
- HbsAG
c. Waktu protombin
- respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
- AST atau SGOT
- ALT atau SGPT
- LDH
- Amonia serum
2. Radiologi
- foto rontgen abdomen
- pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel- kolestogram dan
kalangiogram
- arteriografi pembuluh darah seliaka
3. Pemeriksaan tambahan
- laparoskopi
SASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1.Aktivitas
- Kelemahan
- Kelelahan
- Malaise
2. Sirkulasi
- Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
- Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3. Eliminasi
- Urine gelap
- Diare feses warna tanah liat
4. Makanan dan Cairan
- Anoreksia
- Berat badan menurun
- Mual dan muntah
- Peningkatan oedema
- Asites/Acites
5. Neurosensori
- Peka terhadap rangsang
- Cenderung tidur
- Letargi
- Asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan
- Kram abdomen
- Nyeri tekan pada kuadran kanan
- Mialgia
- Atralgia
- Sakit kepala
- Gatal ( pruritus )
7. Keamanan
- Demam
- Urtikaria
- Lesi makulopopuler
- Eritema
- Splenomegali
- Pembesaran nodus servikal posterior
8. Seksualitas
- Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi
hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi
hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap
akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
G. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
a.Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b.Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling
sering
R/adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c.Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan
nafsu makan.
d.Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e.Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
- biopsi hati
F. KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta
metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi
hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi
hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap
akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
G. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
a.Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b.Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling
sering
R/adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c.Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan
nafsu makan.
d.Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e.Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.opati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin
hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
Hepatitis adalah peradangan dari sel-sel liver yang meluas/ menyebar , hepatitis virus
merupakan jenis yang paling dominan . Luka pada organ liver dengan peradangan bisa
berkembang setelah pembukaan untuk sejumlah farmakologi dan bahan kimia dari inhalasi,
ingesti, atau pemberian obat secara parenteral (IV) . Toxin dan Drug induced Hepatitis
merupakan hasil dari pembukaan atau terbukanya hepatotoxin, seperti : industri toxins, alkohol
dan pengobatan yang digunakan dalam terapi medik.
Hepatitis kemungkinan terjadi sebagai infeksi sekunder selama perjalanan infeksi dengan virus-
virus lainnya, seperti :
Cytomegalovirus
Virus Epstein-Barr
Virus Herpes simplex
Virus Varicella-zoster
Klien biasanya sembuh secara total dari hepatitis, tetapi kemungkinan mempunyai penyakit liver
residu. Meskipun angka kematian hepatitis relatif lama, pada hepatitis virus akut bisa berakhir
dengan kematian.
B. Etiologi
1. Infeksi Virus
Hepatitis merupakan hasil infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari lima golongan
besar jenis virus, antara lain :
o Virus Hepatitis A ( HAV )
Hepatitis F dan G mempunyai kesamaan atau identitas tersendiri , tetapi jenis ini jarang ada.
Pada orang dewasa sebagian besar infeksi virus hepatitis akut akan sembuh dan hanya sebagian
kecil (5–10%) yang akan menetap/menahun.
Pada kasus yang menahun :
manifestasi bisa tanpa keluhan/ gejala atau dengan keluhan/ gejala ringan
diagnosis umumnya ditemukan pada waktu mengadakan konsultasi ke dokter, hasil
laboratorium menunjukkan peninggian SGPT/ SGOT.
Air seni berwarna coklat seperti air teh.
D. Patofisiologi
Setelah liver membuka sejumlah agen seperti virus, liver menjadi membesar dan terjadi
peradangan sehingga dalam kuadran kanan atas terasa sakit dan tidak nyaman . Sebagai
kemajuan dan kelanjutan proses penyakit, pembelahan sel-sel hati yang normal berubah menjadi
peradangan yang meluas, nekrosis dan regenerasi dari sel-sel hepar. Meningkatnya penekanan
dalam lintasan sirkulasi disebabkan karena virus masuk dan bercampur dengan aliran darah
kedalam pembelahan jaringan-jaringan hepar ( sel-sel hepar ). Oedema dari saluran-saluran
empedu hati yang terdapat pada jaringan intrahepatik menyebabkan kekuningan.
Data spesifik pada patogenesis hepatitis A, hepatitis C, hepatitis D, dan hepatitis E sangat
terbatas . Tanda-tanda investigasi mengingatkan pada manifestasi klinik dari peradangan akut
HBV yang ditentukan oleh respon imunologi dari klien. Komplex kekebalan – Kerusakan
jaringan secara tidak langsung memungkinkan untuk manifestasi extrahepatik dari hepatitis akut
B . Hepatitis B diyakini masuk kedalam sirkulasi kekebalan tubuh tersimpan dalam dinding
pembuluh darah dan aktif dalam sistem pengisian. (Dusheiko,1990) . Respon-respon klinik
terdiri dari nyeri bercampur sakit yang terjadi dimana-mana.
Phase atau tahap penyembuhan dari hepatitis adalah ditandai dengan aktifitas fagositosis dan
aktifitas enzym , perbaikan sel-sel hepar . Jika tidak sungguh-sungguh komplikasi berkembang ,
sebagian besar penyembuhan fungsi hati klien secara normal setelah hepatitis virus kalah .
Regenerasi lengkap biasanya terjadi dalam dua sampai tiga bulan.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian Laboratorium
Ditemukannya Hepatitis A dan B menunjukkan tingkatan nilai enzim hatinya yang akut,
ditunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati dan khususnya nilai serologi.
Pemeriksaan serologi
Dinyatakan terkena Hepatitis A jika virus Hepatitis A anti body (Anti-HAV) terdeteksi dalam
darah. Peradangan pada liver yang terjadi secara terus- menerus disebabkan oleh HAV adalah
bukti nyata munculnya antibody Imonoglobin M ( Ig M ) yang bertahan dalam darah 4 – 6
minggu. Infeksi sebelumnya diindikasi dengan munculnya antobodi Imonoglobin G atau Ig G.
Antobodi ini terdapat dalam serum dan melindungi kekebalan HAV secara permanen.
Kemunculan virus Hepatitis B ( HBV ) dapat dinyatakan jika test serologi memperkuat
kemunculan sistem antogen antibody Hepatitis B dalam darah. HBV adalah virus DNA double –
shelled yang terdirri dari dalam intim dan diluar kerangka. Antigen terletak diatas permukaan
ataau kerangka virus ( HBSAG ) sangat penting bagi pemeriksaan serologi dan mereka akhirnya
memunculkan diagnosa Hepatitis B. Selama HBSAG terdapat dalam darah maka klien
diperkirakan dapat menularkan Hepatitis B. Ketakutan para peneliti selorogi selama lebih dari 6
bulan menunjukkan faktor pembawa pada Hepatitis atau hepatitis kronik. Secara normal
tingkatan HBSAG akan mengalami kemunduran dan bahkan menghilang setelah masa Hepatitis
B akut. Munculnya antibody terhadap HBSAG dalam darah menunjukkan kesembuhan dan
kekebalan terhadap Hepatitis B.
Hepatitis B bermula saat antigen ( Hbe AG ) ditemukan didalam serum 1 minggu setelah
kemunculan HBs AG, kemunculan inilah yang menentukan kondisi klien. Seseorang klien yang
hasil testnya pada HbsAG dan HbeAG bernilai positif lebih menularkan penyakit dari pada klien
yang testnya untuk HbsAG positif ddan HbeAG negatif.
Mereka mempunyai kecanggihan atau alat yang canggih untuk memeriksa test serologi pada
Hepatitis C. Penemuan perdana : Enzim ImonoAssay ( EIA ) yang digunakaan untuk memriksa
antibody virus Hepatitis C ( anti HCV ). Pengujian mereka tidak membedakaan antara IgM dan
IgG. Saat ini penemuan kedua : Enzim ImonoAssay dengan kemampuan dapat mendeteksi
antibody dengan menambahkan antigen sebelum digunakan dan sekarang ini EIA tidak dapat
diandalkan untuk test serologi scrining untuk mgidentifikasi Hepatitis C. Hal ini akan
menambahkan nomor hasil positif yang palsu dengan adanya test screening yang dilakukan. Pada
kejadian yang sama serokan versi dengan Hepatitis C akan tertunda sanpai tahun depan.
Meskipun meningkatnya hasil ImonoAssay akan menambah spesifikasi dan sensitifitas untuk
test. Anti HCV menentukan diagnosa yang tepat, merupakan kombinasi dari pemeriksaan secara
klinis biokimia dan hasil serologi. Hal ini bukan untuk para peneliti serologi Hepatitis E.
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Etiologi
Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi
daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
3. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis
hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat
menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada
individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal
tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida,
naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak
daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel
hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang
dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui
jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga
hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat
panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya
pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang
cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati
akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke
dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh
darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam
ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali
juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah
dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral.
parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal
yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena
itu, pengkajian harus mencakup observasi Pemeriksaan Laboratorium
6. Adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan
perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema.
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi
albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer /
hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan
trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang
baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat
ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat
kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak
meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin
yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan
sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet,
bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi
sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.
Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises
esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus
meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA,
HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto
protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Pemeriksaan Fisik
4. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar
salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran,
salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang
termasuk pada otak.
5. Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada
pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan
pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena
retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi
yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
6. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis
hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm,
pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien
Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan
menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
7. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari
umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
8. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites,
manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu,
leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan
hemoroid.
9. Masalah Keperawatan yang Muncul
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Etiologi
Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi
daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
3. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis.
Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan
pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida,
naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak
daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan
kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang
khas.
4. Tanda dan Gejala
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya
pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang
cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati
akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke
dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh
darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam
ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali
juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah
dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena
itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan
tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme
dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk
berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum
akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan
gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan
prognasis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam
diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan
telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari
varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus
meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV
DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi
kearah keganasan.
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
1.
o Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis
hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
pasien.
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada
keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,
ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang
memang bawaan dari keluarga pasien.
3. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang
yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir
yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak
terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami
penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi
perilaku pasien yaitu peminum alcohol karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak
sehat.
5. Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,
karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku
dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul
akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari
edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse,
kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga,
dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar
salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran,
salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang
termasuk pada otak.
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada
pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan
pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena
retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi
yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar
salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran,
salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang
termasuk pada otak.
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada
pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan
pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena
retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi
yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis
hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm,
pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien
Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan
menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari
umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites,
manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu,
leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan
hemoroid.
Masalah Keperawatan yang Muncul
Askep Colelitiasis
KOLESISTITIS
A. Pengertian
Kolesistitis adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu.
B. Etiologi
Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu, sumbatan batu empedu pada duktus
sistikus menyebabkan distensi kandungan empedu dan gangguan aliran darah dan limfe bakteri
komensal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah kuman-kuman seperti escherichia
coli, salmonella typhosa, cacing askaris atau karena pengaruh enjim-enjim pankreas.
C. Patofisiologi
Umumnya penyebab dari kolesistitis di bagi dalam 2 tipe :
1. Kolesistitis Kalkulur
Kolesistitis ini disebabkan oleh batu empedu, sumbatan batu empedu pada duktus sistikus getah
empedu yang tetap berada dalam kandungan empedu akan menimbulkan suatu reaksi kimia
terjadi otolisis serta oedema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi
sehingga suplai vaskulernya terganggu sebagai kontekuensinya akan terjasi gangguan pada
kandung empedu di sertai perfurasi bakteri kurang berperan dalam kolesistitis akut meskipun
demikian infeksi sekunder oleh escherichia coli, salmonella typhosa dan kuman enterik lainnya
terjaid pada sekitar 40% pasien.
2 Kolesistitis Akalkulur
Implamasi kandung empedu akul tanpa adanya obstruksi oleh implamasi kolesistitis akalkullur.
Timbul sesuah tindakan bedah mayor, trauma berat dan luka bakar, faktor-faktor lain berkaitan
dengan tipe kolesistitis ini mecakup obstruksi duktus sistikus akibat torsi infeksi primer bakterial
pada kandungan empedu dan transfusi darah yang di biakan berkali-kali. Kolesistitis alkalkulus
di perkirakan terjadi akibat perubahan cairan dan elektrolit serta aliran darah regional dalam
sirkulasi viseral.
D. Tanda dan Gejala
1. Gangguan pencernaan, mual dan muntah
2. Nyeri perut kanan atau kadang-kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium.
3. Yang khas yaitu : Nyeri yang menjelar ke bahu atau subskapula.
4. Demam dan ikterus (bila terdapat di duktus koledokossiskur).
5. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak. Pada pemeriksaan fisik di dapat tanda-
tanda lokal seperti nyeri tekan dan depan muskulus kadang-kadang kandung empedu yang
membengkak dan diselubungi umentum dapat teraba nyeri tekan di sertai tanda-tanda perironitis
lokal tanda murphi terjadi bila inspirasi maksimal terhenti pada penekanan perut ke atas.
E. Diagnosis
Diagnosis dilakukan pada pemeriksaan dengan ultra sonografi (USG) abdomen.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kolesistitis adalah ganggren, perforasi, empiema,
pankreatitis dan kolangitis.
D. Tanda dan Gejala
1. Gangguan pencernaan, mual dan muntah
2. Nyeri perut kanan atau kadang-kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium.
3. Yang khas yaitu : Nyeri yang menjelar ke bahu atau subskapula.
4. Demam dan ikterus (bila terdapat di duktus koledokossiskur).
5. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak. Pada pemeriksaan fisik di dapat tanda-
tanda lokal seperti nyeri tekan dan depan muskulus kadang-kadang kandung empedu yang
membengkak dan diselubungi umentum dapat teraba nyeri tekan di sertai tanda-tanda perironitis
lokal tanda murphi terjadi bila inspirasi maksimal terhenti pada penekanan perut ke atas.
E. Diagnosis
Diagnosis dilakukan pada pemeriksaan dengan ultra sonografi (USG) abdomen.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kolesistitis adalah ganggren, perforasi, empiema,
pankreatitis dan kolangitis.
KOLELITIASIS
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah kalkulus/kalkuli, batu empedu biasanya terbentuk dalam kandung empedu
dan unsur-unsur padat yang membentuk dan komposisi yang sangat bervariasi baru empedu tidak
lazim di jumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada
individu berusia di atas 40 tahun. Sesudah itu insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga
suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki
batu empedu.
B. Etiologi
Pada umumnya batu empedu dapat di bagi menjadi 3 tipe :
1. Tipe Kolesterol
2. Tipe Pigmen Empedu
3. Tipe Campuran
Beberapa faktor resiko terjadinya batu empedu, antara lain : Jenis kelamin, umur, hormon
wanita, infeksi (Kolesistitis) kegemukan pantat, faktor genetik.
Terjaidnya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekstresikan kolesterol
berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.
Sedangkan tipe pigmen biasanya akan mengakibatkan proses hemolitik/infestasi.
Escherichia coli atau ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin
bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirun.
C. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu : Batu yang terutama terususn dari pigmen dan batu yang
terutama terususn dari kolesterol :
Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonyugasi dalam empedu
mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam
ini semakin besar pada pasin sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilien.
Batu kolesterol
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air
kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lestin (forfolitid) dalam empedu batu
empedu akan terjadi penurunan sistesis asam empedu dan peningkatan sistesis kolesterol dalam
hati. Keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian
keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
kolesterol merupakan prediposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
. Tanda dan Gejala
Kelainan ini frekwensinya meningkat sesuai bertambahnya. Umur mungkin tanpa gejala,
mungkin pula terdapat gejala-gejala seperti :
1. Perasaan penuh di epigastrium
2. Nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
3. Rasa nyeri dan kolik biler di sertai demam
4. Ikterus
5. Perubahan warna urin dan feses
Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap feser yang tidak
lagi di warnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat di sebut : Clay –
Clored”.
6. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu yang mengganggu absorpsi vitamin A, D, E dan K yang larut lemak.
E. Diagnosis
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan ;
1. Pemeriksaan sinar X abdomen
2. Ultra sonografi
3. Tomografi komputer
4. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koles kintografi
5. Kolesistografi
6. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik (ERCP)
7. Kolangiografi Transhepatik perkutan
F. Komplikasi
Komplikasi yang penting ialah terjadinya kolesistitis akut dan kronik koleskolitiasis dan
pankreatitis yang lebih jarang ialah kolangitis abses hati sirosis bilier, empiema dan ikterus
obstruktif.