Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH SANITASI KAWASAN PESISIR

TENTANG
“ PENANGANAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIKAWASAN
PESISIR

OLEH KELOMPOK I :
Muhaimin H Ntau
Rahmatulah Tahmid
Mohammad Sahreza Bumulo
Annisa Agustia
Ronaldo Isak
Allan Paulus Walintukan

KEMENTERIAN KESEHATAN MANADO

POLITEKTIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan makalah tentang
“Pencemaran Di Wilayah Pesisir” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. .
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai sumber, dampak dan solusi dari pencemaran di
wilayah pesisir. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi diri sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Manado 07 April 2021

Penyusun

i
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.....................................................................................1
I.2 Tujuan Makalah...................................................................................1
I.3 Manfaat Makalah..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pencemaran Di Wilayah Pesisir...........................................................3
II.2 Sumber – Sumber Pencemaran Di Wilayah Pesisir..............................4
II.3 Dampak Pencemaran Di Wilayah Pesisir.............................................7
II.4 Solusi Menanggulangi Pencemaran Di Wilayah Pesisir.......................9
II.5 Kerusakan Terumbu Karang................................................................12
II.6 Strategi Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran di Daerah Pesisir
dan Laut...............................................................................................16
II.7 Isu – Isu Utama Pengelolaan Pesisir....................................................19
BAB III KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan.........................................................................................22
III.2 Saran...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

i
3
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya
alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan
makanan utama khususnya protein hewani, sejak berabad – abad lamanya.
Sementara itu, kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah
ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional.
Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan
Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan
industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan
permukiman dan tempat pembuangan limbah.
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk
dikembangkan menjadi lebih baik. Dalam kaitan dengan ketersediaannya, potensi
sumber daya wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok yaitu sumber daya dapat pulih (renewable resources), sumber daya
tak dapat pulih (non-renewable resources) dan jasa – jasa lingkungan
(environmental services). Ketiga potensi inilah walaupun telah dimanfaatkan tetapi
masih belum optimal dan terkesan tidak terencana dan terprogram dengan baik.
Di beberapa kawasan pesisir dan lautan yang padat penduduk dan tinggi
intensitas pembangunannya terdapat berbagai gejala kerusakan lingkungan termasuk
pencemaran degradasi fisik habitat utama pesisir (mangrove, terumbu karang,
estuaria, dll) dan abrasi pantai telah mencapai suatu tingkat yang mengancam
kapasitas keberlanjutan ekosistem pesisir dan lautan. Pemanfaatan sumber daya alam
dan jasa lingkungan pesisir dan laut untuk kegiatan perikanan, pertambangan,
perhubungan, industri, konservasi habitat, pariwisata dan pemukiman telah
menimbulkan berbagai permasalahan yang berpotensi besar memicu konflik
kepentingan antar pihak, sehingga berdampak pada kelestarian fungsi dan kerusakan
sumber daya alam.

I.2 Tujuan Makalah


a. Untuk mengetahui arti pencemaran di wilayah pesisir

4
b. Untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran di wilayah pesisir
c. Untuk mengetahui dampak dari pencemaran di wilayah pesisir
d. Untuk mengetahui cara menanggulangi pencemaran di wilayah pesisir

I.3 Manfaat Makalah


Melalui makalah ini manfaat yang dapat menambah wawasan atau
pengetahuan mengenai tentang pencemaran di wilayah pesisir dan cara
menanggulanginya sehingga dapat memahami tentang masalah pencemaran wilayah
pesisir.

5
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pencemaran Di Wilayah Pesisir


Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut dengan batas
ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air
laut yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir kea
rah laut mencakup bagian atau batas terluar dari pada daerah paparan benua, dimana
cirri – cirri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun proses yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen,
2002).
Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi yang
mencakup tepi laut yang meluas ke arah daratan hingga batas pengaruh marin masih
dirasakan (Bird, 1969 dalam Sutikno, 1990).
Wilayah pesisir memiliki keunikan ekosistem. Wilayah ini sangat rentan
terhadap perubahan, baik karena diakibatkan oleh aktifitas daerah hulu maupun
karena aktifitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.
Berdasarkan pada batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir
merupakan wilayah peralihan antara daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah
pesisir merupakan ekosistem khas yang kaya akan sumber daya alam baik sumber
daya dapat pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan
mangrove dan sumber daya tak pulih (non-renewable resources) seperti minyak dan
gas bumi, bahan tambang dan mineral lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga
memiliki potensi energy kelautan yang cuku potensial seperti gelombang, pasang
surut, angin dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) serta memiliki potensi
jasa-jasa lingkungan (Enviromental Services) seperti media transportasi, keindahan
alam untuk kegiatan pariwisata dan lain-lain.
Dari definisi wilayah pesisir tersebut secara umum memberikan gambaran
besar, betapa kompleksitas aktivitas ekonomi dan ekologi yang terjadi di wilayah ini.
Kompleksitas aktivitas ekonomi seperti perikanan, pariwisata, pemukiman,
perhubungan dan sebagainya memberikan tekanan yang cukup besar terhadap

6
keberlanjutan ekologi wilayah pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun
dan terumbu karang. Tekanan yang demikian besar tersebut jika tidak dikelola secara
baik akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya yang terdapat di wilayah
pesisir.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu, Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai
untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk
kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
Ekosistem pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat
dengan ekosistem laut, dimana organisme penghuninya berbaur antara organisme
dari darat dan dari laut. Organisme tersebut berkumpul dalam suatu tempat untuk
saling berinteraksi, seperti pada daerah estuary, pantai berbatu, pantai berpasir, hutan
mangrove, padang lamun dan terumbu karang.

II.2 Sumber – Sumber Pencemaran Di Wilayah Pesisir


Seiring bertambahnya pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami
wilayah pesisir dan meningkatnya kegiatan pariwisat juga akan meningkatkan
jumlah sampah dan kandungan bakteri yang dapat menyebabkan berbagai kerugian
bagi lingkungan pesisir. Penggunaan pupuk untuk menyuburkan areal persawahan di
sepanjang daerah aliran sungai yang berada di atasnya serta kegiatan-kegiatan
industri di darat yang membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian
terbawa sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan memperbesar tekanan
ekologis wilayah pesisir.
Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal
disepanjang wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam
berat di perairan diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan
terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran
bahan bakar fosil ke perairan dan atmosfer serta pelepasan sedimentasi logam dari
lumpur aktif secara langsung.
Adapun ciri – ciri pencemaran pesisir dan pantai :
1. Adanya limbah industri di sungai yang meresap ke tanah

7
4
2. Terdapat banyak sampah – sampah di daerah pesisir dan pantai. Sampah yang
bersifat organik maupun non organik juga dibuang ke laut melalu sistem DAS
3. Terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan
dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperlukan.
4. Adanya pencemaran limbah minyak yang terjadi di pantai baik yang di sengaja
maupun yang tidak di sengaja
5. Rusaknya hutan mangrove di daerah pesisir pantai
6. Hancurnya organisme yang membuat laut menjadi semakin tidak subur

Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan pencemaran pesisir


dan pantai adalah sebagai berikut :
1. Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak. Penangkapan ikan
menggunakan racun sianida dan bahan peledak
2. Penambatan jangkar perahu
3. Pembuangan sampah rumah tangga
4. Pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri,
penebangan kayu dan penambangan di daerah aliran sungai (DAS)
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perubahan lingkungan wilayah
pesisir.
5. Pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan
infra struktur dan perikanan tambak dapat mengakibatkan erosi pantai.

Sedangkan sumber pencemaran pesisir dan pantai dapat dikelompokkan


menjadi 5 bagian yaitu :
1. Limbah industri
2. Limbah cair pemukiman (sewage)
3. Limbah cair perkotaan
4. Pertambangan
5. Pelayaran (shipping)

Faktor – Faktor penyebab pencemaran di wilayah pesisir adalah :


1. Erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh rusaknya hutan di daerah hulu
sungai yang bermuara ke laut serta penggalian pasir dan kerikil di sungai –
sungai tersebut.

5
8
2. Limbah pertanian berupa sisa pestisida dan pupuk yang digunakan dalam usaha
peningkatan produksi pertanian yang masuk ke dalam sistem perairan dan
akhirnya sampai ke perairan laut.
3. Air selokan dari kota yang mengandung berbagai bahan, yang kemudian masuk
melalui sungai dan bermuara ke perairan.
4. Permasalahan yang pokok dari aktifitas perminyakan yang dapat menimbulkan
pencemaran adalah a) Masalah operasional berupa ceceran minyak dan buangan
secara kontinyu, pembuangan air bekas pencucian tangki dan kapal, b) Masalah
kecelakaan berupa gangguan transportasi seperti pecahnya pipa - pipa penyalur
tangki penimbunan, kandasnya kapal tangki dan tumpahan minyak yang berasal
dari kegiatan di pelabuhan.
5. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berupa air panas yang berasal dari air
pendingin yang dibuang ke perairan sehingga akan meningkatkan suhu perairan,
akibat pembuangan air panas tersebut akan menimbulkan masalah lingkungan
terutama bagi organisme akuatik yang hidup di sekitar perairan tersebut.
6. Industri, peningkatan jumlah industri yang pesat disamping member dampak
positif terhadap peningkatan perekonomian penduduk, juga menimbulkan
masalah terhadap lingkungan,akibat limbah yang dihasilkan oleh industri.
Berdasarkan review dari berbagai sumber, diketahui ada berbagai jenis
bahan pencemar di laut beserta sumbernya seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini :

9
6
II.3 Dampak Pencemaran Di Wilayah Pesisir
Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan
biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau
bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan
pesisir dan lautan sehingga menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi.
Kerusakan garis pantai Indonesia diakibatkan oleh perubahan lingkungan
dan abrasi pantai. Akibat dari rusaknya garis pantai ini dapat memberikan pengaruh
pada berbagai sektor seperti pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan
produktif, keanekaragaman hayati hingga pergeseran batas Negara.
1. Dampak Pencemaran Air Di Kawasan Pesisir
Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian,
rumah tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja
pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang
ditimbulkan diantaranya :
a. Kerusakan ekosistem bakau,
b. Terumbu karang,
c. Kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong),
d. Terjadi abrasi,
e. Hilangnya benih banding dan udang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan
dibuang ke perairan, termasuk perairan wilayah pesisir yaitu :
a. Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan;
b. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan
kondisi oseanografi setempat;
c. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan
dengan lingkungan perairan.
d. Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan;
e. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia;
f. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di hari
depan.
Perlu juga diperhatikan kemungkinan terjadinya proses saling menunjang
atau proses saling menetralkan antara dampak bahan pencemar yang telah ada
dengan bahan pencemar yang masuk kemudian. Oleh karena itu penting diketahui

17
0
sifat fisik kimia bahan pencemar maupun perairan, dan kemungkinan terjadinya
peningkatan pencemaran serta perusakan lingkungan.
2. Dampak Pencemaran Udara Di Kawasan Pesisir
a. Dampak terhadap kesehatan
Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam
tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam
tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat
tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran
kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat pencemar
diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai
adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), termasuk di
antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat
pencemar dikategorikan sebagai toksikdan karsinogenik.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan
dapat menyebabkan terjadinya:
1. Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan
silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernafasan.
2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.
3. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan.
4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.
5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel,
sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit.
6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.
7. Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan
bernafas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain
tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
b. Dampak terhadap tanaman
Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara
tinggi dapat terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara
lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di
permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

11
8
c. Dampak terhadap lingkungan
1. Hujan asam
pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO 2 di atmosfer. Pencemar
udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam
dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain :
a. Mempengaruhi kualitas air permukaan
b. Merusak tanaman
c. Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga
mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan
d. Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan
2. Efek rumah kaca (global waring)
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon,
dan N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang
dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam
lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.

II.4 Solusi Menanggulangi Pencemaran Di Wilayah Pesisir


Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan
secara hati- hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan
objek penanggulangan ini terkait erat dengan keberadaan masyarakat pesisir, dimana
mereka juga mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ketersediaan
sumber daya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu mangrove dan
sebagainya. Maka penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang
berbasis masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat
diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan
karakteristik sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah tersebut.
Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan
mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah perencanaan
pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah
terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut
berbasis masyarakat dalam hal ini dilakukan untuk :

19
2
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi
kerusakan lingkungan
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam
pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara terpadu
yang sudah disetujui bersama
3. Membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan aktivitas
ekonomi yang lebih ramah lingkungan
4. Memberikan pelatihan mengenai sistem pelaksanaan dan pengawasan upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat

Sistem Pengendalian Pencemaran Air di Kawasan Pesisir


a. Reklamasi pantai
Oleh karena itu upaya reklamasi pantai perlu direncanakan sedemikian
rupa dan secara seksama agar keberadaanya tidak mengubah secara radikal
ekosistem pesisir yang asli. Untuk itu diperlukan perencanaan tata ruang yang
rinci, peneliatian lingkungan untuk analisis dampak lingkungan regional,
penelitian hidro oceanografi, perencanaan teknis reklamasi dan infrastruktur,
perencanaan drainase dan sanitasi serta perencanaan social-ekonomi dan
pengembangan lainnya (Hasmonel, 2002).
b. Zat kimia dari lokasi rumah penduduk, pertanian, industri, dan sebagainya.
Pengaruh dari adanya industri- industri sisekitar wilayah pesisir
juga akan mengakibatkan berubahnya daya dukung lingkungan pesisir, antara
lain pnururunan kadar gas oksigen terlarut, kadar fosfat dan nitrat yang tinggi.
Kadar oksegen terlarut yang berkurang akan menyebabkan makhluk hidup yang
berada di ekosistem wilayah pesisir akan mendapat tekanan secara ekologis,
sehingga akan mengancam kelangsungan hidup komponen ekosistem tersebut.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu
dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan. Untuk
mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan
menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan
industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan. Bahan buangan yang
beracun perlu diberi perlakuan (treatment)terlebih dahulu sebelum dibuang ke
perairan, dan perairan tempat pembuangan harus mempunyai kondisi
oseanografi yang memadai,. Industri-industri yang mutlak harus didirikan di

11
03
wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain,
sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi.
c. Perikanan budidaya
Penggunaan bahan kimia dalam penangkapan ikan, atau pengolahan
hasil laut lainnya. Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida
menimbulkan pencemaran perairan. Pencemaran yang terjadi akibat akumulasi
sisa-sisa mercuri atau bahan kimia lainnya.karena tercemarnya perairan
berdampak pada kelestarian biota laut. Biasanya kehancuran hayati laut ditandai
dengan berkurangnya ikan tertentu di suatu kawasan dan kemudian diikuti
dengan punahnya makhluk hidup lain di wilayah laut tersebut. Atau kepunahan
semua makhluk hidup terjadi serempak yang ditandai dengan banyaknya ikan
serta biota laut terapung mati di permukaan laut.
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumberdaya alam
dan lingkungan hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya :
1. Mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang
tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan
dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya.
2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari
perusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan.
3. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah
daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara
bertahap.
4. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal.
5. Menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikatoruntuk
mengetahui keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
6. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan
konservasi baru di wilayah tertentu.

11
14
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan global.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan
sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring
meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya kualitas
lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan, serta
terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat, dan
antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang optimal.
Sudah saatnya pemerintah beserta masyarakat terlibat aktif dan secara
langsung melindungi sumber daya alam yang mempunyai banyak kegunaan ini.
Masyarakat yang notabenenya bersentuhan langsung dengan alam sekitarnya
sudah sepatutnya diberikan pemahaman yang lebih mengenai pelestarian dan
pengelolaan lingkungan hidup di sekitarnya. Signifikasi dari hal tersebut adalah
untuk menjaga kelestarian alam agar berguna bagi masa depan generasi bangsa.
Hal ini berhubungan dengan upaya prefentif sebelum upaya represif
dalam penanganan masalah lingkungan. Selain itu peran serta masyarakat juga
berperan penting guna meminimalisir tidak pidana (kejahatan) dalam bidang
lingkungan hidup.

II. 5 Kerusakan Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan organisme yang hidup di dasar perairan.
Terumbu karang terbentuk dari endapan massif kalsium karbonat yang dihasilkan
oleh karang pembentuk terumbu dari filiuum coridaria, ordo sclractinia yang hidup
bersimbiosis dengan zooxantellae dan sedikit tambahan alga berkapur serta
organisme lain (Bengen G, 2001).
Terumbu karang merupakan organisme yang amat penting bagi
keberlanjutan sumber daya yang ada di kawasan pesisir dan lautan. Ekosistem ini
umumnya tumbuh di daerah tropis dan mempunyai produktivitas primer yang
tinggi. Tingginya produktivitas primer di daerah terumbu karang menyebabkan
terjadinya pengumpulan hewan yang beraneka ragam seperti udang, ikan, mollusca
dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan perairan di sekitar terumbu karang
dijadikan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan

11
52
mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan di laut. Dengan demikian,
maka secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi.
Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal berbagai biota
laut, penahan gelombang, obyek penelitian, ornamental dan akuarium ikan laut,
obyek wisata, dan sumber makanan. Sebaran terumbu karang di Indonesia mencapai
60.1 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi,
Bali dan Lombok, Papua, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat serta ujung
barat daya Pulau Sumatera (www.goblue.or.id). Sebagian besar terumbu karang
dunia (55%) terdapat Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik,
30% di Lautan Hindia dan Laut Merah, serta 14% di Karibia dan 1% di Atlantik
Utara (www.goblue.or.id). Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki keragaman
jenis yang beragam dan sebaran terumbu karang yang luas.
Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh
a) Aktivitas aktivitas manusia seperti kegiatan pariwisata yang tidak ramah
lingkungan, lalu lintas kapal dan juga tumpahan minyak kapal.
b) Kerusakan terumbu karang juga dapat terjadi secara alami seperti turunnya
permukaan laut, perubahan cuaca ekstrem, penyakit karang dan gelombang
perairan yang besar.
Salah satu manfaat terumbu karang seperti yang dijelaskan sebelumnya
adalah sebagai mata pencaharian masyarakat pesisir. Masyarakat mengambil ikan-
ikan yang ada pada terumbu karang, terumbu karang dijadikan obyek pariwisata,
masyarakat mengambil indukan karang untuk budidaya karang hias, dan terumbu
juga dapat dijadikan bahan bangunan. Kegiatan masyarakat ini dapat bersifat
ekstraktif maupun non-ekstraktif yang memiliki dampak yang bervariasi terhadap
ekosistem terumbu karang, dari yang sifatnya sementara hingga yang bersifat
merusak secara permanen.
Namun bila dikaji lebih jauh maka akar persoalan yang dari kerusakan
ekosistem terumbu karang adalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam
melakukan pengelolaan terumbu masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya
tingkat pengetahuan masyarakat, keserakahan yang terbangun atas prinsip yang
materialistik, dan kebijakan pengelolaan yang tidak jelas dimulai dari perencanaan
sampai pada regulasi dan penegakan hukum yang lemah bagi perusak ekosistem
terumbu karang.
Kerusakan pada terumbu karang dapat menyebabkan :

116
3
1. Penurunan produktifitas ikan
2. Hilangnya mata pencaharian nelayan
3. Degradasi tanah (pasir) pantai
4. Penurunan kegiatan pariwisata
5. Hilangnya keseimbangan alam
Selain itu kerusakan terumbu karang akan menyebabkan domino effect pada
ekosisem lainnya, yaitu kerusakan yang terjadi terhadap salah satu ekosistem dapat
menimbulkan dampak lanjutan bagi ekosistem di sekitarnya maupun ekosistem lain
di luar, seperti daratan pesisir dan laut lepas. Contoh pada komunitas karang,
kerusakan yang terjadi pada komunitas karang dapat mengakibatkan konversi habitat
dasar dari komunitas karang batu yang keras menjadi komunitas yang didominasi
biota lunak seperti alga dan/atau karang lunak.
Sehingga semua kegiatan pemanfaatan terumbu karang yang dilakukan oleh
masyarakat sudah seharusnya berbasis ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan
pentingnya kelestarian terumbu karang demi keberlanjutan sumberdaya pada
kawasan pesisir dan lautan. Oleh karenanya kegiatan pemanfaatan terumbu karang
seperti penggunaan terumbu untuk bahan bangunan, pengeboman untuk mengambil
ikan dan pengambilan ikan karang secara berlebihan sudah dilarang oleh pemerintah
maupun LSM/NGO. Pemerintah mengatur kegiatan yang berkaitan dengan
perikanan pada Undang-undang Republik Indonesia no.31 tahun 2004 tentang
Perikanan. Keberlanjutan sumberdaya pada kawasan pesisir dan laut akan terlaksana
jika terdapat pengelolaan yang tepat, selain dengan adanya peraturan perundang-
undangan dibutuhkan juga penerapan peraturan tersebut dan sebuah kelembagaan
yang sesuai dengan kearifan lokal untuk mengelola sumberdaya tersebut.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah dan Pulau-pulau Kecil menjelaskan pada Bab 1 Ketentuan
Umum Pasal 1 Ayat 1 bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan
dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemudian pada
Pasal 15 bahwa Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan
kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian
pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai

11
74
kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang
ditetapkan. Pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) merupakan
salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya agar terjaga kelestariannya. KKLD
adalah salah satu bentuk pencegahan dan penanggulangan hilangnya sumberdaya
pesisir laut akibat kegiatan manusia. Suatu kawasan yang ditutup secara permanen
dan dilindungi secara hukum dari semua kegiatan ekstraktif manusia terutama
penangkapan ikan dengan tujuan pelestarian wilayah pesisir laut.
Upaya pengelolaan dan rehabilitasi telah dilakukan oleh pemerintah dalam
mempertahankan kelestarian sumber daya terumbu karang di Indonesia, baik dengan
pencegahan melalui perundang-undangan maupun pelaksanaan konservasi. Semua
itu tidak akan berjalan dengan baik apabila kesadaran masyarakat masih sangat
rendah, karena peran serta masyarakat untuk mencintai dan menjaga kelestarian
lingkungan alam terumbu karang sangat dibutuhkan, tanpa kesadaran masyarakat
maka bisa dipastikan proyek rehabilitasi ekosistem terumbu karang menjadi sia-sia.
Salah satu upaya yang sangat strategis untuk menyelamatkan terumbu
karang adalah dengan pendekatan pengelolaan yang berbasis masyarakat. Carter
(1996) mendefinisikan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat sebagai suatu
strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat
pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di
suatu daerah terletak di tangan masyarakat tersebut. Masyarakat sendiri yang
mendefinisikan kebutuhan, aspirasi, tujuan, membuat perencanaan dan keputusan
demi kesejahteraan mereka. Jadi dalam model pengelolaan berbasis masyarakat ini
memberikan ruang yang luas untuk partisipasi masyarakat untuk ikut aktif dalam
proses pengelolaan terumbu karang.
Masyarakat dalam konteks ini, diletakkan pada posisi yang sangat
menentukan melebihi pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang. Secara
antropologis, masyarakat bukanlah entitas yang independen, terdapat seperangkat
nilai, moral dan pranata yang mempengaruhi perilaku individu dalam masyarakat.
Pengetahuan dan keyakinan dalam masyarakat merupakan seperangkat konsep, nilai,
sistem kategori, metode dan teori-teori yang digunakan secara selektif dalam
berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian
pengelolan terumbu karang berbasis masyarakat sangat dipengaruhi oleh cara
pandang, budaya dan keyakinan nilai yang melingkupi masyarakat setempat.

11
85
Transplantasi karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu
karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau pemotongan karang
hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau
menciptakan habitat baru. Teknik ini semakin populer baik di pihak pemerintah
(DKP-red) maupun di kalangan masyarakat.
Transplantasi karang dapat dilakukan untuk berbagai tujuan yaitu :
a) Untuk pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak
b) Untuk pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan karang hias);
c) Untuk perluasan Terumbu Karang
d) Untuk tujuan pariwisata
e) Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan status terumbu karang
f) Untuk tujuan perikanan
g) Terumbu karang buatan

II.6 Strategi Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran di Daerah Pesisir dan


Laut
Menurut Jeffers (1978), strategi penanggulangan kerusakan dan pencemaran
di daerah pesisir dan laut ada tiga, yaitu:
a. Strategi Pencegahan
Secara keseluruhan, terdapat dua strategi dasar pencegahan pencemaran
lingkungan laut yang berasal dari daratan (land – based) maupun dari lautan (sea
– based) , yaitu :
1. Analisis dampak lingkungan (environmental impact assessment), yang pada
dasarnya merupakan proses dan prosedur untuk menprediksi dampak
ekologis dan sosial dari suatu proyek pembangunan sehingga selanjutnya
keputusan tentang alternatif proyek-proyek dan lokasi serta pilihan disain
proyek dapat dibuat.
2. Kajian bahan kimia berbahaya (chemical hazard assessment), yang
merupakan pendekatan yang digunakan dalam studi manufaktur dan
pengembangan bahan kimia beracun dan berbahaya seperti peptisida, dan
bahan kimia industri.
b. Strategi pengendalian
Dalam penyusunan strategi pengendaalian pencemaran, ada tiga langkah yang
harus di perhatikan, yaitu:

11
96
1. Pengendalian Kualitas Lingkungan Laut (marine environmental quality
controls)
Standar kualitas lingkungan laut (marine environmental quality standards)
disusun berdasarkan batasan kualitas air, biodata, dan sedimen yang harus
dijaga untuk suatu tingkat pemanfaatan tertentu.
2. Pengendalian emisi atau sumber pencemaran (Emission Suorces Controls)
Penentuan standar emisi (effluent) pada suatu jenis kegiatan sebagai sumber
pencemaran umumnya didasarkan pada kemampuan atau ketersediaan
teknologi yang dapat digunanakan untuk mengurangi emisi
atau effluent kontaminan dari kegiatan tersebut.
c. Strategi Pengelolaan
Strategi pengelolaan pencemaran berasal dari daratan (land–based pollution) di
kembangkan dengan tiga aspek pendekatan meliputi :
1. Pengelolaan limbah (waste magement)
Metoda pendekatan dalam pengelolaan limbah dapat berpariasi dari satu
jenis limbah dengan jenis limbah lainnya. Berbagai stratus upaya
pengelolaan berbagai jenis limbah dapat diuraikan secara singkat berikut ini:
a. Limbah Padat (solid waste)
Limbah padat domestik atau perkotaan umumnya dibuang ke tempat
pembuanagan terbuka (open dumping). Teknis pnanganan yang umum
nya digunakan terhadap limbah padat tersebut adalah pembakaran
terbuka (open burning), meskipun teknik ini kurang direkomendasikan.
Teknik penanganan yang direkomendasikan adalah teknik sanitariy
landfill, inceneraor, serta pengomposan. Metoda pembuangan limbah
padat yang selama ini diterapkan (1993) adalah 80% dibuang ke landfill,
5% diincenerasi, 10% dikomposkan dan 5% dengan teknis lainnya.
b. Limbah Cair Domestik (Sewage)
Sistem pengolahan limbah cair domestik (sewage treatment plant) adalah
teknik yang direkomendasikan bagi penanganan limbah cair domestik
meskipun di Indonesia teknik ini belumbanyak diterapkan.
c. Limbah Industri (Industrial Waste)
Berbagai teknologi dan metoda penanganan limbah cair industri dapat
diterapkan baik secara biologis, kimiawi maupun finis tergantung pada
jenis limbah yang ada. Kemampuan dan ketersediaan teknologi yang ada

2017
dalam penanganan limbah cair industri merupakan dasar dalam
penentuan standar baku mutu limbah cair industri yang telah ditetepkan
selama ini (Kepmen No. : KEP – 51/ MENLH / 10 / 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri).
d. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Hazardous Waste)
Pengelolalaan terhadap limbah B3 di Indonesia telah dilakukan dengan
didirikannya Pusat pengolahan limbah B3 di Cileungsi, Bogor, yang
dikelola oleh PT. PPLI dibawah pengawasan Bapedal. Pengolahan
limbah dilakukan dengan serangkaian teknik seperti stabilisasi dan
landfiling.
1. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (Integrated Constal
Zone Management)
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu mencakup suatu kesatuan
di dalam perencanaan, penggunaan lahan, pemeliharaan, kontrol,
efaluasi dan restorasi, rehabilitasi, pembangunan, dan konservasi
lingkungan pesisir.
Pendekatan ini ditujukan untuk mengalokasikan atau memamfaatkan
sumber daya dukung lingkungan wilayah pesisir termaksud.
Pendekatan ini memberikan jalan keluar untuk memilih antara jalan
keluar untuk memilih antara pemamfaatan sumberdaya yang saling
bertentangan dan menetepkan batasan tentang laju kegiatan
pembangunan secara berkelanjutan. Perencanaan untuk pemanfaatan
sumberdaya pesisir berkelanjutan didasarkan pada skala prioritas yang
ditentukan oleh pertimbangan teknis, sosial ekonomi dan budaya, dan
lingkungan. Kemungkinan, segenap prioritas ini diterjemahkan
menjadi kebijakan, strategi, dan program pembangunan dengan tujuan
yang ingin dicapai.
d. Program Pemantauan Pencemaran Laut dan Pesisir
Program pemantauan pencemaran laut dan pesisir merupakan kegiatan atau
program secara berkelanjutan dan pengukuran, analisis, dan sintesis untuk
mengkuantifikasi dan menggambarkan kadar kontaminan atau zat pencemar
lingkungan. Informasi yang dihasilkan dari program pemantauwan tersbut
merupakan dasar untuk pengambilan keputusan langkah pengelolaan dan

12
81
penanganan lebih lanjut yang diperlukan. Pemantauan dapat dilaksanakan dengan
fokus dan sasaran antara lain :
1. Kualitas buangan (effluent/emission)
2. Penataan hukum dan peraturan
3. Dampak dari buangan limbah
4. Daya dukung lingkungan
5. Model prediksi perubahan lingkungan

II.7 Isu – Isu Utama Pengelolaan Pesisir


Salah satu tahapan penting yang diperlukan dalam penyusunan rencana
pengelolaan ekosistem dan sumberdaya pesisir adalah identifikasi isu-isu yang
mengemuka dalam berbagai kegiatan pembangunan. lsu-isu utama yang
dikemukakan disini adalah isu-isu kualitas lingkungan dan sumberdaya alam pesisir.
lsu-isu ini dapat berdiri sendiri atau saling berkaitan dalam setiap bidang kegiatan
pembangunan.
lsu-isu kualitas lingkungan dan sumberdaya alam pesisir dicirikan oleh
adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu habitat/kawasan atau
sumberdaya alam sebagai dampak berbagai kegiatan pembangunan, seperti
pencemaran, sedimentasi, konversi atau degradasi sumberdaya.
1. Sedimentasi dan Pencemaran
Kegiatan pembukaan lahan atas dan pesisir untuk pertanian,
pertambangan dan pengembangan kota merupakan sumber beban sedimen dan
pencemaran perairan pesisir dan laut. Adanya penebangan hutan dan
penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menimbulkan sedimentasi
serius di beberapa daerah muara dan perairan pesisir. Pembukaan lahan atas
sebagai bagian dari kegiatan pertanian, telah meningkatkan sampah-sampah
pertanian baik sampah padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir
melalui aliran sungai.
Selain itu, sampah-sampah padat rumah tangga dan kota merupakan
sumber pencemar perairan pesisir yang sulit dikontrol, sebagai akibat
perkembangan pemukiman yang pesat. Sumber pencemaran utama lainnya
berasal dari kegiatan pertambangan, misalnya pertambangan emas.
Pertambangan emas rakyat yang menggunakan air raksa untuk mengikat bijih
emas menjadi amalgam, dapat menimbulkan pencemaran air raksa melalui air

21
29
pada saat pencucian/pengikatan amalgam. Pencemaran air raksa melalui air
sangat berbahaya, karena limbah air raksa yang terbawa melalui aliran sungai
ke perairan pesisir sangat potensial menimbulkan pencemaran logam berat
melalui rantai makanan (bioakumulasi).
Proses timbulnya pencemaran yang sama juga terdapat pada
pertambangan emas yang dilakukan oleh perusahaan swasta, khususnya
perusahaan swasta besar, meskipun jenis bahan pencemarnya berbeda.
Pertambangan emas yang dilakukan oleh perusahaan swasta besar tidak
menggunakan air raksa untuk mengikat emas, tapi menggunakan sianida.
Limbah dari hasil tambang tersebut, berupa lumpur, tanah dan batuan, selain
mengandung sianida juga mengandung timah, kadmium, nikel dan khrom.
Limbah ini dibuang dalam jumlah besar, sehingga sangat potensial mencemari
perairan pesisir, terlebih bahan sianida yang terkenal sebagai racun yang sangat
berbahaya.
2. Degradasi Garis Pantai
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi garis
pantai wilayah pesisir. Selain proses-proses alami, seperti angin, arus, hujan dan
gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai.
Kebanyakan erosi pantai akibat aktivitas manusia adalah pembukaan
hutan pesisir untuk kepentingan pemukiman, dan pembangunan infrastruktur,
sehingga sangat mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Di samping
itu aktivitas penambangan terumbu karang di beberapa lokasi untuk
kepentingan konstruksi jalan dan bangunan, tetah memberikan kontribusi
penting terhadap erosi pantai, karena berkurangnya atau hilangnya perlindungan
pantai dari hantaman getombang dan badai.
3. Degradasi dan Konversi Hutan Mangrove
Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, dan
perkembangan pemukiman dan perkotaan ke arah pesisir, maka terlihat jelas
adanya degradasi sumberdaya pesisir. Salah satu degradasi sumberdaya pesisir
yang cukup menonjol adalah degradasi hutan mangrove sebagai akibat
pembukaan lahan atau konversi hutan menjadi kawasan pertambakan,
pemukiman, industri, dan lain-lain.

22
30
Selain konversi, degradasi hutan mangrove juga terjadi sebagai akibat
pemanfaatannya yang intensif untuk arang, bahan konstruksi atau bahan baku
kertas serta pemanfaatan langsung lainnya.

22
41
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut dengan batas ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang
masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,
perembesan air laut yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas dimana ciri –
ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun proses yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
b. Sumber pencemaran pesisir dan pantai dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian
yaitu : Limbah industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair
perkotaan, pertambangan dan pelayaran (shipping)
c. Dampak negatif dari pencemaran di wilayah pesisr tidak hanya
membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat
membahayakan kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian,
mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan sehingga
menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi.
d. Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan secara
hati- hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan
objek penanggulangan ini terkait erat dengan keberadaan masyarakat pesisir,
dimana mereka juga mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap
ketersediaan sumber daya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu
mangrove dan sebagainya.

III.2 Saran
Dalam hal ini, suatu komunitas masyarakat mempunyai hak untuk dilibatkan atau
bahkan mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah
perencanaan pengelolaan dalam pencemaran di wilayah pesisir sekitarnya yang
disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas
masyarakat di sekitarnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://femyaap.wordpress.com/2011/05/22/permasalahan-pesisir-dan-
penanggulangannya/ (diakses 01 Januari 2017)

http://gracemustamu.blogspot.co.id/2014/12/pengelolaan-wilayah-pesisir.html (diakses
01 Januari 2017)

http://blog.ub.ac.id/annisaarahmawati/2012/06/23/penanggulangan-kerusakan-dan-
pencemaran-di-daerah-pesisir-dan-laut/ (diakses 01 Januari 2017)

https://id.scribd.com/doc/53772616/Ringkasan-Bahan-Kuliah-Kesling-Kawasan-Pesisir-
Dan-Pantai (diakses 01 Januari 2017)

http://wilayahpesisir.blogspot.co.id/2013/02/pengelolaan-sumberdaya-pesisir-dan-
laut.html (diakses 01 Januari 2017)

http://vivienanjadi.blogspot.co.id/2012/02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html (diakses 01
Januari 2017)

http://tanjungdelang.blogspot.co.id/2015/04/pencemaran-pesisir.html (diakses 01 Januari


2017)

https://www.researchgate.net/publication/282283984_Pelibatan_Masyarakat_dalam_Pena
nggulangan_Kerusakan_Lingkungan_Pesisir_dan_Laut (diakses 01 Januari 2017)

http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/08/permasalahan-lingkungan-pesisir-dan-laut.html
(diakses 01 Januari 2017)

Anda mungkin juga menyukai