Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TUGAS INTERAKSI OBAT SISTEM TERAPEUTIK

Tutor :

dr. Eddy Multazam, Sp.FK

ANGKATAN 2018 SISTEM TERAPEUTIK

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah - Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini. Tidak lupa pula shalawat beriring salam
kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW karena beliau telah membawa kita dari zaman
jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Kami ucapkan terima kasih kepada dr. Eddy Multazam, Sp.FK atas bimbingan dan ilmu
yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Laporan ini
merupakan hasil Diskusi Tugas Interaksi Obat Sistem Terapeutik di dalamnya kami dapatkan
dari text book, diskusi kelompok, dan beberapa sumber lainnya dengan pemahaman berdasarkan
pokok bahasan.
Kami sadari laporan hasil dari diskusi ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya dan untuk
perbaikan lapoaran kedepannya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, Insya Allah laporan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi
adik-adik kami selanjutnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

WFH, 5 Juli 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Interaksi Obat adalah suatu interaksi yang terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat lain, obat herbal, makanan atau agen kimia lainnyan dalam lingkungannya.
Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,
atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya(Baxter,2008).
Meningkatnya kejadian interaksi obat bisa disebabkan makin banyaknya obat yang
digunakan ataupun makin seringnya Penggunaan obat (polipharmacy atau multiple drug
therapy). Farmasis yang mempunyai pengetahuan farmakologi dapat berperan untuk mencegah
interaksi obat akibat kombinasi obat dengan efek yang tidak diinginkan (Gapar, 2003).
Interaksi obat merupakan masalah penting yang mengakibatkan ribuan orang harus di
rumah sakit di Amerika Serikat setiap tahun. Penelitian selama satu tahun baru-baru ini
disejumlah apotek menunjukkan bahwa hampir satu dari 4 pasien yang mendapatkan resep
pernah mengalami interaksi obat yang berarti pada suatu saat tertentu dalam tahun tersebut.
Interaksi demikian telah menimbulkan gangguan yang serius sehingga kadang-kadang
menyebabkan kematian. Yang lebih sering terjadi adalah interaksi yang meningkatkan toksisitas
atau turunya efek terapi pengobatan sehingga pasien tidak merasa sehat kembali atau tidak cepat
sembuh sebagaimana seharusnya (Harknoss, 1989).
Secara singkat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat yang
lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang efektif (Harknoss, 1989). Untuk
mendapatkan efek obat harus berinteraksi dengan reseptor tetapi adakalanya obat berinteraksi
dengan faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi efek dari obat tersebut, antara lain:
faktor lingkungan, kondisi fisiologi tubuh, metabolisme tubuh, farmakodinamik, farmakokinetik,
dan makanan.
BAB II

ISI

2.2.1. Inkompatibilitas Obat

Inkompatibilitas atau Obat Tak Tercampurkan (OTT) adalah pencampuran obat yang
tidak diinginkan terjadi demikian menyebabkan interaksi langsung secara fisik dan kimiawi,
dapat muncul dengan akibat hilangnya potensi, meningkatknya toksisitas atau efek samping
lainnya, yang hasilnya mingkin terlihat sebagai pembentukan serbuk menjadi lembab,
pembentukan endapan, perubahan warna, dan lain-lain atau mungkin juga tidak terlihat. Reaksi
ini biasanya berakibat inaktivasi obat.

Bagi seorang dokter, interaksi farmaseutik yang penting adalah lnteraksi antar obat
suntik, dan Interaksi antara obat suntik dengan cairan infus. Lebih dari 100 macam obat
tidak dapat dicampur dengan cairan infus. Lagipula, banyak obat suntik tidak kompatibel dengan
berbagai obat suntik lain, yaitu dengan bahan pembawa (vehicle). Oleh karena itu, dianjurkan
tidak mencampur obat suntik dalam satu semprit atau dengan cairan infus, kecuali jika jelas
diketahui tidak ada interaksi. Contohnya, gentamisin mengalami inaktivasi jika dicampur
dengan karbenisilin, demikian juga penisilin G jika dicampur dengan vitamin C, sedangkan
amfoterisin B mengendap dalam larutan garam fisiologis atau larutan Ringer, dan juga
fenitoin mengendap dalam larutan dekstrosa 5%.

Inkompatibilitas terbagi atas dua yaitu inkompatibilitas fisika dan inkompatibilitas kimia:

A. Inkompatibilitas Fisika
Inkompatibilitas fisika adalah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak di inginkan pada
percampuran obat dua atau lebih tanpa ada perubahan susunan kimianya. Beberapa contoh
inkompatibilitas fisika yaitu :
 Tidak dapat larut (serbuk dalam cairan) atau tidak dapat campur (cairan dalam
cairan) dua sediaan contoh serbuk golongan sulfur sukar larut dalam air sehingga
akan mengendap, minyak ikan ( Oleum Iecoris Aselli ) tidak dapat campur dengan
air
 Peristiwa adsorbsi contohnya ekstrak belladon dengan bolus alba, ekstrak belladon
indeks karena diabsorbsi oleh bolus alba
 Meleleh atau menjadi lembab (liquifaction) karena adanya penurunan titik lebur,
penurunan tekanan uap relati atau bebasnya air hablur. Contohnya menthol dicampur
campor akan menyebabkan penurunan titik lebur sehingga serbuk menjadi lembek.
Kalii bromidi dan Natrii iodida akan menyebabkan penurunan tekanan uap relatif
sehingga campuran serbuk menjadi basah. Campuran magnesii sulfat dan natrii sulfat
akan membentuk garam rangkap dengan bebasnya air hablur dari magnesii dan
natrii sulfat.
 Pracipitation Obat dalam pelarutnya kemudian ditambahakan pelarut lain yang tidak
larut maka pelarut ini akan mendesak pelarut sehingga terjadi pengendapan (senyawa
asal).Penurunan titik lebur: terjadi penurunan titik lebur campuran serbuk
dibandingkan dengan titik lebur masing-masing serbuk

B. Inkompatibilitas Kimia
Inkompatibilitas kimia adalah perubahan-perubahan yang terjadi karena timbulnya reaksi-
reaksi kimia pada waktu mencampurkan bahan-bahan obat dan hasil reaksinya bermacam-
macam. Beberapa contoh inkompatibilitas kimia:
 Zinc sulfat dicampur dengan Natrium borat akan menghasilkan campuran keruh, agar
mengjadi larutan jernih Natrium borat diganti dengan asam borat.

 Reaksi karena pengaruh zat-zat yang bereaksi


asam dan basa dapat mengakibatkan pembentukan gas.
 Reaksi oksidase-reduksi, seperti halnya adrenalin jika terkena cahaya menjadi
adrenokrom (berwarna merah) sehingga ampul adrenalin harus kedap
cahaya/dibungkus kertas karbon
 Terjadi perubahan warna coklat dan lembab, pengatasannya vitamin C dibuat serbuk
tersendiri.

TERAPETIK

Dibagi menjadi 2, yaitu:


• Inkompatibilitas farmakokinetik: interaksi antar 2 obat atau lebih obat yang
diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (Absorbsi, Distribusi,
Metabolisme, dan Eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu
kadar obat dalam darah. Contoh interaksi tetrasiklin dengan antasida > mengurangi absorbsi
tetrasiklin
• Inkompatibilitas farmakodinamik: interaksi antar obat (yang diberikan
bersamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehinggamenimbulkan efek sinergis
(menguatkan) atau antagonis (mentiadakan). Contoh interaksi antagonis:

Obat yang dipengaruhi Obat yang berinteraksi Hasil Interaksi


Antikoagulan Vitamin K Efek antikoagulan dihambat
Karbenoksolon Spironolakton Efek penyembuhan tukak
dihambat

2.3.1. Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal

Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastointerstinal dapat terjadi melalui beberapa
cara

(1) Secara langsung , sebelum absorpsi


(2) Terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal
(3) Penghambatan transport aktif gastrointestinal
(4) Adanya perubahan flora usus
(5) Efek makanan

Interaksi yang terjadi secara langsung sebelum obat diabsorpsi contohnya adalah interaksi
antibiotika (tetrasiklin, fluorokuinolon) dengan besi (Fe) dan antasida yang mengandung Al, Ca,
Mg , terbentuk senyawa Chelate yang tidak larut sehingga obat antibiotika tidak diabsorbsi.
Obat-obat seperti digoksin, siklosporin, asam valproate menjadi inaktif jika diberikan bersama
adsorben (kaolin, charcoal) atau anionic exchange resins (kolestiramin , kolestipol)

Terjadinya perubahan pH cairan gastrointestinal , misalnya peningkatan pH karena adanya


antasida, penghambat-H2 , ataupun penghambat pompa-proton akan menurunkan absorpsi basa-
basa lemah (missal Ketokonazol, Itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat asam
lemah ( missal, glibenklamid, glizipid , tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan
menurunkan absorpsi antibiotika golongan sefalosporin seperti sekuroksim aksetil dan
sefpopdoksim proksetil.

Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif gastrointestinal,misalnya grapefruit


juice,yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di saluran cerna,akan menurunkan
bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya fexofenadine)jika diberikan
bersama-sama.Pemberian digoksin bersama inhibitor transporter efflux pump p-glikoprotein
(al.ketokonazol,amiodarone,quinidine)akan meningkatkan kadar plasma digoksin sebesar 60-
80% dan menyebabkan intoksikasi (blockade jantung derajat-3)menurunkan eksresinya lewat
empedu,dan menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal.

Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan antibiotika berspektrum luas yang
mensupresi flora usus dapat menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif.
Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penurunan absorpsi HCT, fenitoin,
nitrofurantion, halofantrin, albendazol, mebendazol karena pengaruh adanya makanan. Makanan
juga dapat menurunkan metabolisme lintas pertama dari propanolol, metoprolol, dan hidralazine
sehingga bioavaibilitas obat-obat tersebut meningkat, dan makanan berlemak meningkatkan
absorpsi obat-obat yang sukar larut dalam air seperti griseovulvin dan danazol.

2.3.2. Interaksi dalam distribusi obat

lnteraksi dalam ikatan protein plasma. Banyak obat terikat pada protein plasma, obat
yang bersilat asam terutama pada albumin, sedangkan obat yang ,.bersifat basa pada asam a1-
glikoprotein. Oleh karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat
bersifat asam maupun antara obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama.
Tergantung dari kadar obat dan alinitasnya terhadap protein, maka suatu obat dapat digeser dari
ikatannya dengan protein oleh obat lain, dan peningkatan kadar obat bebas menimbulkan
peningkatan efek farmakologiknya. Akan tetapi keadaan ini hanya berlangsung sementara karena
peningkatan kadar obat bebas juga meningkatkan eliminasinya sehingga akhirnya tercapai
keadaan mantap yang baru dimana kadar obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali
seperti sebelumnya (mekanisme konpensasi).

lnteraksi dalam ikatan protein ini, meskipun banyak terjadi, tetapi yang menimbulkan masalah
dalam klinik hanyalah yang menyangkut obat dengan sifat berikut : (1 ) mempunyai ikatan yang
kuat dengan protein plasma (minimal 85%) dan volume distribusi yang kecil sehingga sedikit
saja obat yang dibebaskan akan meningkatkan kadarnya 2-3 kali lipat; ini berlaku terutama untuk
obat bersilat asam, karena kebanyakan obat bersilat basa volume distribusinya sangat tuas; (2)
mempunyai batas keamanan yang sempit, sehingga peningkatan kadar obat bebas tersebut dapat
mencapai kadar toksik; (3) efek toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi tersebut di
atas terjadi, misalnya terjadinya perdarahan pada antikoagulan oral, hipoglikemia pada
antidiabetik oral; dan (4) eliminasinya mengalami kejenuhan, misalnya fenitoin, salisilat dan
dikumarol, sehingga peningkatan kadar obal bebas tidak disertai dengan peningkatan kecepatan
eliminasinya.

lnteraksi ini lebih nyata pada penderita dengan hipoalbuminemia, gagal ginjal, atau penyakit hati
yang berat, akibat berkurangnya jumlah albumin plasma, ikatan obat bersifat asam dengan
albumin, serta menurunnya eliminasi obat. lnteraksi dalam ikatan jaringan. Kompetisi untuk
ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antara digoksin dan kuinidin, dengan akibat peningkatan
kadar plasma digoksin.

2.3.3. Interaksi dalam metabolisme obat


 Fase I
Reaksi fase I : mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat
inaktif, kurang aktif, atau lebih aktif daripada bentuk aslinya sehingga mudah
dieksresikan.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi dibedakan berdasarkan letaknya :

- Mikrosom halus : kaya akan enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme obat
oksidatif. Mengandung kelas enzim penting yang dikenal sebagai mixed function
oxidase (MFO) atau monooxygenases.
- Sitokrom P450 (CYP) : berfungsi sebagai terminal oksidase.

Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku
terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom
P450 (CYP). Beberapa isoenzim CYP yang penting dalam metabolisme obat, antara lain:
CYP2D6 yang dikenal juga sebagai debrisoquin hidroksilase dan merupakan isoenzim
CYP pertama yang diketahui,

aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine;

CYP3A merupakan enzim yang memetabolisme lebih dari 50% obat-obat yang
banyak digunakan dan terdapat selain di hati juga di usus halus dan ginjal, antara lain
dihambat oleh ketokonazol, itrakonazol, eritromisin, klaritromisin, diltiazem, nefazodon;

CYP1A2 merupakan ezim pemetabolis penting di hati untuk teofilin, kofein,


klozapin dan R-warfarin, dihambat oleh obat-obat seperti siprofloksasin, fluvoksamin.

Interaksi inhibitor CYP dengan substratnya akan menyebabkan peningkatan kadar


plasma atau peningkatan bioavailabilitas sehingga memungkinkan aktivitas substrat
meningkat sampai terjadinya efek samping yang tidak dikehendaki

Contohnya : Interaksi terfenadin, astemizol, cisapride (substrat CYP3A4/5)


dengan ketokonazol, itrakonazol, etitromisin, atau klaritromisin (inhibitor poten
CYP3A4/5) akan meningkatkan kadar substrat, yang menyebabkan toksisitas berupa
perpanjangan interval QT yang berakibat terjadinya aritmia ventrikel (torsades de
pointes) yang fatal (cardiac infarct).

Induktor enzim pemetabolis (CYP) akan meningkatkan sistensis enzim tersebut.


Interaksi induktor CYP dengan substratnya menyebabkan laju kecepatan metabolisme
obat (substrat) meningkat sehingga kadarnya menurun dan efikasi obat akan menurun;
atau sebaliknya, induksi CYP menyebabkan meningkatnya pembentukan metabolit yang
bersifat reaktif sehingga memungkinkan timbulnya risiko toksik

Contohnya : Kontraseptik oral (hormon estradiol) dengan adanya induktor enzim


seperti rifampisin, deksametason, menyebabkan kadar estradiol menurun sehingga efikasi
kontraseptik oral menurun

• Fase II
- Reaksi fase ll (reaksi sintetik) : konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I
dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, atau asam amino.
- Metabolit – metabolit fase I yang mengandung gugus kimia tertentu sering
mengalami reaksi penyatuan atau konjungsi dengan bahan endogen untuk
menghasilkan konjugat obat.
- Pembentukan konjugat memerlukan zat-zat antara berenergi tinggi dan enzim transfer
spesifik (enzim mikrosom) yang mengatalisis penggabungan suatu bahan endogen
aktif (misalnya turunan UDP dari asam glukuronat) dengan suatu obat (atau senyawa
endogen seperti bilirubin, produk akhir metabolisme hem).
- Glutation transferase (GST) sitosol dan mikrosom juga terlibat dalam metabolisme
obat dan xenobiotika, serta masing-masing metabolisme leukotrien dan prostaglandin.
- Terakhir, epoksida endobiotik, obat, dan xenobiotik yang dihasilkan melalui oksidasi
yang dikatalisis P450 juga dapat dihidrolisis oleh epoksida hidrolase (EHs) sitosol
atau mikrosom.
- Reaksi fase II relatif lebih cepat dari reaksi katalisasi oleh P450, sehingga lebih
efektif dalam mempercepat biotransformasi obat.
Interaksi pada proses metabolisme

Peran metabolisme obat pada dasarnya obat aktif yang larut dalam lemak diubah
menjadi tidak aktif sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.

Pegang peran : enzym cytochrome P-450.

Obat atau makanan/substansi lain :

- Memacu kerja enzym ( enzym inducer )


- Menghambat kerja enzym ( enzym inhibitor )

Makanan yang masuk golongan Enzym inducer :

- Charbroiled food ( cyp 1A2 )


- Cigarette smoke ( cyp 1A2 )
- Ethanol ( cyp 2C9 ; cyp 2E1 )
Makanan yang masuk golongan Enzym inhibitor :
- Grape fruit juice ( cyp 1A2 ; cyp 3A4 )

Beberapa contoh interaksi pada proses metabolisme

Enzym inducer :

• Asetaminofen (parasetamol)+ charbroiled food  kadar asiteminofen dalam


darah rendah
• Demikian juga pada perokok
Enzym inhibitor :

• Nifedipin + grape fruit juice  kadar nifedipin dalam darah tetap tinggi dan
efeknya jauh lebih lama
2.3.4. Interaksi dalam ekskresi obat di ginjal
Interaksi obat yang terjadi pada proses eliminasi dapat menimbulkan gangguan ekskresi dan
kompetisi sekresi oleh tubulus pada organ ginjal serta penurunan pH urine.

 Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat. Jika suatu obat yang
diekskresi melalui ginjal, diberikan bersamaan dengan obat-obat yang dapat merusak
ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik.
Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal seperti
aminoglikosida atau siklosporin akan mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga
timbul efek toksik.
 Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal. Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi
antara obat dan metabolit obat untuk metabolisme aktif yang sama dapat menyebabkan
hambatan sekresi. Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan
menyebabkan klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.
 Perubahan pH urin. Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan
klirens ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang
bersifat asam lemah, sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-
obat yang bersifat basa lemah. Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah)
diberikan bersamaan ammonium klorida maka akan meningkatkan ekskresi
pseudoefedrin. Ini terjadi karena ammonium klorida akan mengasamkan urin sehingga
terjadi peningkatan ionisasi pseudoefedrin dan yang akan mengakibatkan eliminasi dari
pseudoefedrin juga meningkat.
 Perubahan kesetimbangan natrium tubuh total. Diuretik (tiazid dan diuretic kuat)
menyebabkan kehilangan natrium, maka akan terjadi reabsorpsi natrium di tubulus
proksimal ginjal sebagai mekanisme kompensasi. Jika diberi litium, maka litium juga
akan direabsorpsi seperti natrium, dengan akibat terjadi keracunan litium. Demikian juga
AINS yang menyebabkan retensi natrium, juga akan meretensi litium, jika diberikan
bersama.

CONTOH :
2.4.1. Interaksi Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta
mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama
obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peritiwa serta spektrum efek
dan respon yang terjadi. Merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru
INTERAKSI FARMAKODINAMIK

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada system reseptor, tempat
kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik atau antagonistik,
tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma. Jenis interaksi farmakodinamik :

1. Interaksi pada reseptor


2. Interaksi fisiologik
3. Perubahan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Gangguan mekanisme ambilan amin di ujung saraf adrenergic
5. Interaksi dengan menghambat monoamine oksidase

1. Reseptor Obat
Protein yang dalam keadaan normal merupakan reseptor untuk ligand regulator endogen
seperti hormone dan neurotransmitter

Ikatan reseptor:

 Ion
 Hidrogen
 Hidrofobik
 Van der waals
 Kovalen

Obat + reseptor  efek ~ ligand endogen = agonis

Obat + reseptor  efek -/x ligand endogen = antagonist

Obat + reseptor  efek < ligand endogen = agonist parsial

Obat + reseptor  Reseptor inaktif = inverse agonist

Afinitas obat terhadap reseptor dan efek yang dihasilkan ditentukan oleh struktur kimia obat.
Perubahan molekul obat akan merubah sifat farmakologis obat. Kerja obat ditentukan oleh lokasi
dan kapasitas reseptor. Lokasi kerja obat tidak ditentukan oleh distribusi obat tetapi oleh
distribusi reseptor. Jika reseptor tersebar luas makan efek obat luas.

Jenis reseptor obat :

 Reseptor protein kinase


 Protein kinase associated receptor
 Reseptor dengan aktivitas enzimatik
 Kanal ion
 G protein-coupled receptor
 Faktor-factor transkripsi

Kerja obat yang tidak dimediasi oleh reseptor :

 Obat berikatan dengan molekul kecil atau ion yang dalam keadaan normal/abnormal
terdapat dalam tubuh
 Netralisasi asam lambung oleh antasida
 Pengikatan metabolit reaktif dari kemoterapi kanker oleh mesna
 Peningkatan osmolaritas cairan tubuh oleh manitol
2. Interaksi Fisiologik
Interaksi pada sistem fisiologik yang sama dapat menghasilkan peningkatan atau penurunan
respons (potensiasi atau antagonism)

3. Perubahan Dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Perubahan ini dapat mengubah efek obat, terutama yang bekerja pada jantung, transmisi
neuromuscular dan ginjal

4. Gangguan Mekanisme Ambilan Amin Di Ujung Saraf Adrenergik


Penghambat saraf adrenergic (guanetidin, debrisokuin dan guanadrel) diambil oleh
ujung saraf adrenergic dengan mekanisme transport aktif untuk norepinefrin. Mekanisme
ambilan ini, yang diperlukan agar obat tersebut dapat berkerja (seebagai antihipertensi),
dapat dihambat secara kompetitif oleh amin simpatometik, misalnya yang terdapat dalam
obat flu (fenilefrin, fenilpropanolamin, efedrin, pseudoefedrin) atau obat yang menekan
nafsu makan (amfetamin, mazindol), antidepresi trisiklik (amitriptilin, imipramin,
desipramin, maprotilin), kokain dan fenotiazin (klorpromazi). Dengan demikian, obat obat
ini mengantagonisasi efek hipotensif penghambat saraf adrenegik.
5. Interaksi Dengan Penghambat Monoamin Oksidase (Penghambat MAO)
Penghambat MAO yang digunakan sebagai obat pada saat ini hanya satu, yakni
moklobemid yang bersifat reversible. Penghambat MAO yang irreversible sudah lama
ditinggalkan karena menimbulkan banyak interaksi yang berbahaya. Moklobemid
menghasilkan akumulasi norepinefrin dalam jumlah besar di ujung saraf adrenergik.
Pemberian penghambat MAO bersama amin simpatomimetik kerja tidak langsung
(fenilpropanolamin, efedrin, pseudoefedri, amfetamin atau tiramin) menyebabkan
penglepasan norepinefrin jumlah besar tersebut sehingga terjadi hipertensi, sakit kepala,
berdenyut yang hebat, dan kadang kadang perdarahan intraserebral. Tiramin yang banyak
terdapat dalam keju, bir, anggur dan makanan lain yang mengalami fermentasi, biasanya
dimetabolisme oleh MAO di dinding usus dan di hati sebelum dapat mencapai sirkulasi
sistemik. Tetapi pada pasien yang dapat moklobemid, tiramin terlindung dari metabolisme
oleh MAO dan dapat mencapai ujung saraf adregenik melalui sirkulasi.
Reaksi hipertensif yang sama juga terjadi pada awal pengobatan dengan guanetidin,
debrisokui,dan guanadrel, jika diberikan bersama moklobemid. Demikian juga pemberian
moklobemid bersama dopamin, l-dopa atau metildopa akan menimbulkan efek yang sama.
Pemberian penghambat MAO bersama penghambat ambilan serotonin, misalnya antidepresi
SSRI (fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin, setralin, dll), klomipramin, petidin dll dapat
menimbulkan sindrom serotonin akibat kadar serotonin yang berlebihan di otak perifer.
Sindrom ini berupa eksitasi susunan saraf pusat dan otonom (agitasi, hipomania, tremor,
konculsi, hipertensi, hipertermia, muntah diare), dan dapat menimbulkan kematian.

2.5.1 . Interaksi Lain-Lain

Interaksi Antar Antimikroba

• Pada meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus yang sensitif terhadap ampisilin,
pemberian penisilin bersama kloramfenikol/klortetrasiklin menimbulkan antagonisme.
• Pemberian ketokonazol bersama amfoterisin B untuk penyakit jamur sistemik bersifat
antagonisme.
Contoh Intera ksi lain-lain
Obat A Obat B Efek

L-dopa Vitamin B6 Obat B meningkatkan aktivitas enzim metabolisme obat


A di perifer  efek obat A ↓
Klonidin Sotalol Tekanan darah ↓ (pada beberapa pasien)
Spironolakton Aspirin Obat B mengurangi efek diuretik obat A

2.6.1. Cara Menghindari interaksi obat yang merugikan

1) Usahakan memberikan jumlah obat sedikit mungkin pada tiap-tiap penderita,


termasuk pemberian obat-obat herbal
2) Menghindarkan kombinasi obat yang memiliki resiko tinggi interaksi obat.
3) Dalam membrikan obat, perhatian terutama pada pasien usia lanjut, pasien dengan
penyakit yang sangat berat, pasien dengan adanya disfungsi hati atau ginjal
4) Sangat berhati-hati jika menggunakan obat-obat dengan batas keamanan sempit
(antikoagulan, digitalis, antidiabetic, antiaritmia, antikonvulsan, antipsikotik,
antidepresan, imunosupresan, sitostatika) dan obat-obat inhibitor kuat (ketokonazol,
itrakonazol, eritomisin,,klaritromisin)
5) Melakukan monitoring terhadap kejadian interaksi (missal: terhadap tanda, gejala,
uji laboratorium) sehingga dapat cepat terdeteksi dan diambil tindakan yang
memadai, seperti menyesuaikan dosis atau menghentikan salah satu atau semua obat
yang digunakan
6) Minum obat dengan air tawar dan tidak dengan sari buah/jus, the ataupun susu.
7) Menyesuaikan dosis obat yang diberikan kepada pasien untuk dua atau lebih obat
yang berinteraksi.
8) Memberikan jeda 2 jam sebelum atau 4 jam sesudah obat pencetus interaksi
diberikan bila berinteraksi pada fase absorbsi.
9) Memberikan informasi kepada pasien tentang efek yang merugikan dari interaksi
obat.
10) Meningkatkan sistem komputerisasi skrining obat sebelum diberikan kepada pasien.
11) Menimimalkan adanya kombinasi obat yang berlebihan. 8. Perlunya monitoring
untuk obat – obat yang berinteraksi dengan inhibitor enzim.

BAB III

KESIMPULAN

o Interaksi obat adalah suatu interaksi yang terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat lain, obat herbal, makanan atau agen kimia lainnyan dalam
lingkungannya
o Interaksi dapat terjadi pada GIT, absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi.
o Interaksi obat dapat mengakibatkan perubahan pada tampilan, fungsi, hingga
toksisitas obat.
o Dapat dihindari dengan mengurangi kombinasi obat, pengaturan konsumsi obat, dan
memberikan informasi dan monitoring kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Media litbang Kesehatan Volume XVIII No. 4 Tahun 2008, Retno Gitawati. Interaksi Obat dan beberapa
Implikasinya

https://media.neliti.com/media/publications/160648-ID-none.pdf

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2008.Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Katzung, B.G, dkk. 2014. Farmakologi Dasar & Klinik. Ed. 12. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Noviani, Nita. 2017. Farmakologi. Kemenkes RI

Gunawan, Sulistia G. dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FK UI

Media Litbang Kesehatan volume XVII Nomor 4 2008

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps
Buku Ajar Farmakologi dan Terapi FKUI

Anda mungkin juga menyukai