Anda di halaman 1dari 6

268

Menstruasi (sebelmnya isebut gangguan disforia di akhir fase luteal). Diperkirakan terjadi
pada 3% sampai 5% wanita usia subur (jensvold,1993). Panik, kehilangan kontrol atau
prilaku kekerasan, peningkatan angka kecelakaan atau cedera dan ide bunuh diri merupakan
gejala yang jarang terjadi.
Hubungan antara siklus menstruasi dan gejala psiko-emosional masih belum jelas. Mungkin
terdapat edema, hipoglikemia, penurunan kadar beta endorfin atau defisiensi serotonin
(Menkes et al.,1992). PMS digambarkan sebagai suatu “perubahan keadaan” yang ditandai
dengan gejala mood disforia, retensi cairan dan peningkatan rangsangan otonom dan
rektivitas stres. Kondisi ini menyebabkan perubahan persepsi dan respon terhadap lingkungan
serta perubahan prilaku kongnitif. Perubahan siklik steroid ovurium dapat memunculkan
serangkaian peristiwa neuroendokrin yang mengubah persepsi stres dan menghasilkan gejala
stres. (Woods et al.,1995). Wanita yang menderita PMS tidak menunjukkan penurunan proses
kongnitif atau peruahan kongnitif depresif (kurang dapat mengingat, performa lambat, mudah
terdistraksi, penurunan kemampuan menyelesaikan masalah ; Rapkin et al., 1989,Haas,
1993).

Variasi Pola Perimenstruasi


Tiga pola gejala siklus menstruasi telah teridentifikasi :
1. Law severity patterns (pola keparahan rendah): keparahan gejala tidak bervariasi di
berbagai fase siklus menstruasi
2. Pola PMS : gejala keparahan terjadi selama fase pramenstruasi tidak ada atau rendah.
3. PPM : Gejala keparahan tinggi terjadi selama fase pascamenstruasi yang memburuk
selama fase pramenstruasi (Woods, er al., 1994)
Penyebab Gejala Perimenstruasi
Beragam etiolgi telah diajukkan untuk menjelaskan gejala perimenstruasi. Penyebabnya
mungkin meliputi interaksi kompleks antara hormon steroid ovarium, peptida opiat endogen,
neurotransmiter sentral, prostaglandin, dan sistem otonomi serta endokrin dan perifer.
Ketidakseimbangan atara kelebihan estrogen dan defisiensi progesteron brpengaruh terhadap
timbulnya gejala perimenstruasi, tetapi beberapa jumlah hormon gonadotropik pada wanita
dengan atau tanpa PMS. Penurunan kadar prostaglandin pada fase folikular dan luteal siklus
menstruasi dialami oleh penderita PMS. Penanganan untuk meningkatkan produksi
prostagladin, seperti pemberian minyak evening primrose dan untuk menghambat kerja
protagladin, seperti asam mefenamat, terbukti efektif (Chihal, 1990; Smith et al., 1989).
Peptida opioid endogen seperti endofrin falin dan dinorfin yang biasanya mengalami
peningkatan kosentrasi diarea perifer dan selama fase luteal (fujimoto et al., 1987). Karena
endogen mempengaruhi mood, gejala PMS dapat dihubungkan dengan sindrom putus zat:
opiat. Estrogen menunjukkan kadar endorfin, dan wanita penderita PMS tamaknya
mengalami gejala vasomotor yang secara fisiologis identik dengan semburat panas pada masa
menopause (Casper et al., 1987). Perubahan sinkronlan polapelepasan LH dan progesteron
akibat interaksi endorfin tampaknya menyebabkan peningkatan kecepatan pelepasan
progesteron pada wanita penderita PMS (Lewis, 1992). Walaupun defisiensi serotonin belum
terbukti sebagai penyebab PMS, terapi dengan menggunakan agonis serotonin, seperti
buspiron dan inhibitor ambilan serotonin, seperti fluoksitin, telah terbukti bermanfaat bagi
beberapa wanita (Haas,1992, Menkes et al, 1992)
Faktor nutrisi mungkin berhubungan dengan PMS. Banyak wanita penderita PMS
sangat menyukai jenis makanan tertentu. Fluktuasi kadar glukosa dan insulintampaknya
mempengaruhi hasrat seseorang terhadap jenis makanan tertentu dan dapat menyebabkan
gejala hipoglikemia. Tidak temukan adanya perbedaan konsentrasi magnesium, zink, vitamin
A, vitamin E, tiamin atau piridoksin dalam plasma darahwanita menderita PMS dibanding
dengan kelompok kontrol (Mira et al., 1988; Haas,1993).
Rangsangan otonom diindikasikan dengan peningkatan konduktans kulit dan
ketegangan otonom serta penurunan suhu kulit yang terjadi sebelum menstruasi hanya pada
wanita yang megalami pola PMS (Woods et al., 1994). Wanita yang mengalami kehidupan
penuh sters, dan tersosialisasi dengan kemungkinan muncul gejala perimenstruasi yan lebih
berat, Mood yang terttekan lebih sering dialami oleh wanita dengan pola PMS dan pola
keparahan rendah (Wood et al,. 1995).
Terapi Medis
Umumnya progesteron diberikan utuk kondisi ini walaupun uji klinis tidak
membuktikan hasil yang lebih baikmembandingkan pemberian plasebo( peck, 1990).
Progesteron dapatt bereaksi paa metabolisme di stalamus untuk menurunkan kadar
katekolamin yang mengahasilkan efek sedatif. Ini memungkinkan wanita bahwa progsteron
alami meredakan pola PMS mereka. (Lewis, 1992). Progesteron alami dan bentuk mikro oral
atau krim tropikal, tampaknya diseimbangkan dominansi estrogen yang merupakan obat
sekunder dari defisiensi fase awal. Progesteron endogen merupakan prekuso yang sintaesis
kortison oleh korteks adrenal. Defesiensi progesteron meningkatkan aktivitas sistem limbik
melalui serangkaian kompleks sintesis hormon endokrin dan steroid. Ketidak seimbangan
relatif pada estrogen dan rogesteron ini memunculkan dominasi estrogen, seperti perubahann
mood , kedinginan dan reaktivitas terhadap stresor. Diuretika, seperti tiazid dan spironolakton
dan digunakan saat terbukti terjadi retensi cairan. Kontrasepsi oral yang dapat memperburuk
gejala. Penggunaan mengandung progestin yang efektif dan dapat memperburuk gejala.
Penggunaan kontrasepsi oral yang didominansi progestin, seperti yang efektif dan dapat
memperburuk gejala. Penggunaan kontrasepsi oral yang didominansi progestin, seperti oral
dapat mengurangi gejala PMS pada studi yang tidak memiliki kelompok kontrol.
Agonis Gn-RH, seperti leuproid dan naferalin, aktif memperbaiki gejala fisik dan
psikologis. Obat-obat tersebut menciptakan keadaan estrogenik. Obat itu biasanya ditunjukan
untuk jangka pendek karena penggunaan jangka panjang beresiko menyebabkan estioporosis.
Asam mefenamat inhibitor prostagladin ang digunakan dalam dosis besar selama fase luteal
mengurangi banyak gejala PMS. Minyak evening primrose (efamol) efekusor prostagladin
yang meningkatkan sintesis prostengurangi gejala PMS pada 50% wanita. Efamol
mengandung asam linoleat dan Vit. E yang tampaknya paling efektif untuk mengatasi sakit
epala, lapor makan manis, peningkatan nafsu makan, keletihan dan insomia.
Penggunaan danazol untuk meredakan nyeri payudara, diuretik untuk mengurangi
retensi cairan, klonidin dan verapamil untuk ansietas dan iritabilitas, alprazolam untuk
menurunkan kecemasandan memperbaiki depresi dan buspiron dan fluoksitin untuk
perubahan mood, ansietas dan depres.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian mengidentifikasi awitan dan perkembangan gejala menstruasi dan sikap serta
respons wanita terhadap waktu :
 Usia saat awitan PMS
 Keadaan diseputar awitan
 Durasi
 Faktor presipitasi
 Tipe dan keparahan gejala.
 Pengaruh pada harga diri, citra tubuh, konsep diri
 Pengaruh terhadap hubungan dengan orang lain
 Tipe dan keefektifan tindakan swabantu
 Tipe dan keefektifan penanganan medis

Instrumen pengkajian yang membantu adalah catatan harian gejala yang berisi derajat
menstruasi dan gejala yang muncul setiap hari selama satu bulan. Wanita dapat mengisi
semua catatan harian gejala selama 2-3bulan, secara cermat perhatikan tipe, waktu, dan
keparahan setiap gejala pramenstruasi. Tinjauan catatan harian gejala dapat membatu
mengidentifiasikan gejala yang aling sering muncul dan mengganggu serta mengidentifikasi
waktu pemberian terapi yang tepat.
Pengkajian fisik mengidentifikasi adanya pembesaran uterus dan ovarium, tanda-tanda
endometriosis, dan abnormalitas struktur saluran reproduksi.
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan PMS mencangkup masalah yang terjadi
akibat tanda dan gejala yang dialami klien.

Diagnosis Keperawatan
Sindrom Pramenstruasi
 Nyeri berhubugan dengan kram dan spasme
 Ansietas berhubungan dengan :
 Kesalahpahaman tentang sindrom pramenstruasi ( PMS)
 Stres akibat gangguan
 Gangguan dalam beraktivitas
 Ketidakefektifan koping keluarga yang berhubungan dengan PMS
 Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan retensi cairan
 Defesiensi pengetahuan yang berhubungan dengan penyebab, faktor penunjang, terapi
dan tindakan perawatan diri
 Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan lapar dan
lewah makan
 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan
nafsu makan dan kembung abdomen
 Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan pengaruh emosional PMS dan
gangguan tingkat aktivitas
 Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan :
 Gangguan aktivitas normal dan ekspresi seksual
 Pengaruh PMS
 Hambatan dalam berhubungan dengan orang terdekat.
Perencanaan dan Intervensi Keperawatan
Tujuan intervensi pada kasus PMS adalah meningkatkan gaya hidup sehat meredakan gejala
dan memperbaiki koping. Penanganan PMS bervariasi sesuai dengan gejala yang paling
mengganggu klien. Teapi keperawatan yang paling efektif meliputi diet gaya hidup dan
penyusuaian prilaku. Gejala menurun bermakna pada 36% sampai 75% wanita penderita
PMS yang mmendapatkan intervensitersebut (Goodale et al.,1990; Hass, 1993). Teknik
relaksasi juga bermanfaat dalam menanggani gejala PMS ,seperti iritabilitas, depresi dan
ansietas.
Konseling nutrisi berfokus pada anjuran menghindari kafein, coklat, dan turunan xantin
karena cenderung meningkatkan mood dan geja emosional. Mengurangi konsumsi daging
merah segardan lemak dan meningkatkan konsumsi karbohidrat komples, sayuran nasi,
polong-poongan, serta serat dapat meningkatkan kesehatan dan mengurangi gejala.
Gejala hipogglikemia , seperti mengurangi keletihan, kepala sakit, pusing, dan lapar makanan
tertentu dikrangi dengan menghindari makanan manis dan karbohidrat murni dan dengan
mengonsumsi makanan tinggi protein dan karbohidrat kompleks. Makan sedikit tapi sering
dapat membantu menurunkan glukosa darah.
Vitamin B6 (Piridoksin), sejenis koenzim dalam sintesis neurotransmiter tertenu, sering kali
direkomendasikan untuk mengurangi irritabilitas dan depresi. Vit. B 6 dalam dosis besar
(>1g/d) dapat menyebabkan neuropati perifer. Data mengenai kefektifan Vit. B 6 masih
kontradiktif. Vitamin lain seperti vit. A dan Vit. E dan mineral seperti alsium, agnesium,
kromium, triptofan telah digunakan tetapi data mengenai keefektifan masih kurang
(Chical,1990).

Evaluasi
Asuhan keperawatan untuk PMS dianggap efektif jika gejala PMS berkurang, prilaku klien
lebih positif, dan klien lebih mampu melakukan tuggas dan peran dalam keluarga.
Berkurangnya stres selama pramenstruasi mengindikasikan keberhasilan program terapeuik.
Kemungkinan hasil akhir yang akan kita capai adalah sebagai berikut :
 Klien melaporkan penurunan rasa nyeri dan gejala penyerta PMS.
 Klien menyebutkan informasi yangbenar tentang penyebab, faktor penunjang terapi
dan tindakan perawatan diri.
 Klien menunjukkan mekanisme koping yang positif
 Klien mendemonstrasikan keterampilan tindakan perawatan diri yang diintegritasan
ke dalam gayahidupnya
 Klien melaporkan adanya perbaikan harga diri, citra tubuh, dan pola seksualitas

Anda mungkin juga menyukai