Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN NON HEMORAGIC STROKE

A. Defenisi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah ke otak. Gangguan fungsi saraf ini timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai
daerah fokal otak yang terganggu. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik
merupakan jenis stroke yang paling umum. Hampir 88% pasien menderita stroke
iskemik atau stroke non hemoragik. Pada stroke non hemoragik terjadi iskemia pada
jaringan otak akibat dari sumbatan atau penurunan aliran darah dan oksigen otak
(Candra et al, 2015).
Kondisi yang mendasari stroke non hemoragik adalah terjadinya penumpukan
lemak yang melapisi dinding pembuluh darah atau yang biasanya disebut aterosklerosis.
Kolesterol, homosistein dan zat lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk
zat lengket yang disebut plak. Seiring berjalannya waktu, plak menumpuk dan
menyebabkan darah sulit mengalir dengan baik dan sehingga mengakibatkan bekuan
darah (trombus). Adapun tanda dan gejala stroke non hemoragik, yaitu : kelemahan
pada bagian wajah, kelemahan pada tangan dan kaki secara tiba-tiba, kesemutan atau
mati rasa pada wajah, tangan, dan kaki, kesulitan berbicara dan memahami
pembicaraan, kehilangan keseimbangan tubuh, sakit kepala tiba-tiba, dan gangguan
pengelihatan (Kanggeraldo et al., 2018)
Hemiparesis adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesif cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau lebih
langsung menimbulkan kematian dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatic. Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien
dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer
serebri kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus dilakukan pertanyaan lebih lanjut dan
mendetil mengenai waktu terjadinya gejala sehingga dapat mengklarifikasikan
perjalanan patologis dari lesi ini.
Hubungan antara waktu dengan penyebab neuropatologis spesifik, dengan
mengambil contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh kontralateral:

1
1. Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis memberkesan suatu kejadian
vascular (stroke), yaitu perdarahan atau infark.
2. Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa, yaitu
tumor.
3. Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses
inflamasi atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple
B. Etiologi
1. Infark otak (80%)
a. Emboli
1) Emboli kardiogenik
a) Fibrilasi atrium dan aritmia lain
b) Thrombus mural dan ventrikel kiri
c) Penyakit katub mitral atau aorta
d) Endokarditis (infeksi atau non infeksi)
2) Emboli arkus aorta
a) Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
b. Penyakit eksrakanial
1) Arteri karotis internal
2) Arteri vertebrali
c. Penyakit intracranial
1) Arteri karotis interna
2) Arteri serebri interna
3) Arteri basilaris
4) Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
2. Pendarahan intraserebral (15%)
a. Hipertensif
b. Malformasi artei-vena
c. Angipati amiloid
3. Pendarahan subaraknoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
a. Trobus sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis system saraf pusat

2
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progesif)
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat
h. Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistemia,atau leukemia)
i. Miksoma atrium

C. MANIFESTASI KLINIS
Pada hemiparesis, gejala utamanya adalah timbulnya deficit neurologist secara
mendadak/subakut, di dahului gejala prodromal, terjadinya pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar,
biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul
mendadak
2. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesik
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan
5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia)
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan
girus lateral presentralis dan postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi ocular (“deviation conjugee” akibat kerusakan
area motorik penglihatan), hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara motorik dan
sensorik (area bicara broca dan wernicke dari hemisfer dominan), gangguan persepsi
spasial, apraksia, hemineglect (lobus parietalis). Penyumbatan arteri serebri anterior
menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus
presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area

3
motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena
kerusakan dari sistem limbic. Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan
hemianopsia kontralateral parsial (korteks parsial primer) dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis
bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior.
Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada
cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit
sensorik.Penyumbatan total arteri basilarismenyebabkan paralisis semua ekstremitas
(tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris
dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.

D. Klasifikasi
Menurut WHO dalan International Statistical Dessification Of Disease And
Realeted Health Problem 10th revitoan, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Pendarahan Intraserebral (PIS)
Hemiparesis akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri
kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktifitas atau
emosi/marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering terdapat
pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplagi biasa terjadi pada permulaan
serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (60% terjadi kurang
dari setengah jam, 23% antara stengah jam s.d 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam,
sampai 19 hari).
2. Pendarahan Subaraknoid (PSA)
Pada pasien PSA gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut,
kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala/tanda rangsangan
maningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau artei karotis interna. Gejala
neurologist tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah & lokasinya.

4
E. PATOFISIOLOGI
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada
arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya
dinding pembuluh darah oleh emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial
yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan
aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

5
Pathway Stroke Non Hemoragik
Faktor Resiko Stroke

Usia tua, obesitas


Kebiasaan : merokok, alcohol, pengunaan obat
terlarang Penyakit kardiovaskuler : fibrilasi jantung, jantung koroner,
gagal jantung, RHD, hipertensi, endokarditis, miokard infark,
katup jantung rusak, aterosklerosis, hiperkoagulasi Hambatan
Komunikasi
Nyeri Akut Verbal
Penyumbatan Pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara

Nyeri Emboli serebral, suplai darah dan oksigen ke otak


Disartria,
disfasia+afasia,
Peningkatan asam laktat Oklusi yang menyebabkan sumbatan aliran darah apraksia
otak
Metabolisme
Hipoksia sel otak Bersihan Jalan
Edema Serebral Anaerob Disfungsi bahasa
dan komunikasi Nafas Tidak
Efektif
Kehilangan Iskemik Lobus Otak
Resiko TIK Kontrol Voluter
Defisit Neurologi
Hemiplegi dan hemiparesi Kemampuan  batuk
Koma menurun dan peningkatan
Kerusakan pd lobus frontal produksi sekret
Intake Nutrisi Tdk Ade Kerusakan Mobilitas kapasitas, memori, atau fungsi
Kuat Fisik intelektual kortikal
Resiko Kerusakan
Kelemahan fisik umum kerusakan fungsikognitif dan Integritas Kulit
Resiko
efek psikologi
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari Defisit Perawatan Diri
Kebutuhan Gangguan Harga Diri
Tirah baring lama
6
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi Serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
b. CT SCAN (Computerized Axial Tomografi): adalah suatu prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging): Menunjukkan daerah infark, perdarahan,
malformasi arteriovena (MAV).
d. USG Doppler (Ultrasonografi dopple): Mengindentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis(aliran darah atau timbulnya plak) dan
arteiosklerosis.
e. EEG (elekroensefalogram): Mengidentifikasi masalah pada otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. Sinar tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan
subarachnoid.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Rutin
b. Gula Darah
c. Urine Rutin
d. Cairan Serebrospinal
e. Analisa Gas Darah (AGD)
f. Biokimia Darah
g. Elektrolit

G. Komplikasi
1. Gangguan otak yang berat
3. Edema Serebri dan Tekanan Intra cranial tinggi yang dapat menyebabkan herniasi
atau kompresi batang otak
4. Aspirasi Atelektasis
5. Gagal Nafas

7
6. Disrithmia Jantung
7. Kematian

H. Penatalaksanaan
1. Demam : deman dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara
agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika diperlukan.
Penyebab deman tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan urine
kemudian berikan antibiotik intravena secara empiris (sulbenisilin,sepalosporin, dll)
dan terapi akhir sesuai hasil kultur.
2. Nutrisi : pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh
tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu sendok air putih
kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi kedepan sampai dagu
menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya berubah
(negative). Bila tes menelan negative dan pasien dengan kesadaran menurun, berikan
makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama
setelah onset stroke.
3. Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan
kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan NaCL
0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari
4. Glukosa : hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan sksaserbasiiskemia.
Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi para ahli
sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl)harus
dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stroke
5. Perawatan paru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah
atelaktsis paru pada pasien yang tidak bergerak.
6. Aktivitas : pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi
sedini mungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik stabil. Untuk
fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi badan dan
ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota
badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. Splin tumit untuk
mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi dan dapat juga mencegah
pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal untuk
menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran ballik vena ke jantung,

8
kecuali pada pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah
(dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala ekstensi).
Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobillisasi aktif ke posisi tegak,
duduk dan pindah kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologist.
7. Neurorestorasi dini : stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak
yang terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini
mungkin.
8. Profilaksis trombosis vena dalam : pasien stroke iskemiok dengan imobilisasi lama
yang tidak dalam pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000
unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah
pembentukan thrombus dalam vena profunda, karena insidennya sangat tinggi .
terapi ini juga dapat diberikan dengan pasien perdarahan intraserebral setelah 72 jam
sejak onset.
9. Perawatan vesika : kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai
hanya ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada
pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, keteterisasi intermiten secara steril
setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu,
dan gangguan sfingter vesika terutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi
urine atau pasien wanita dengan inkontinensia atau retensio urine. Latihan vesika
harus dilakukan bila pasien sudah sadar.

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
SISTEM NEUROLOGI KASUS HEMIPARESIS

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari prosos keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapar mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental,
sosial dan lingkungan.
1. Identitas diri klien
a. Pasien (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tgl Masuk RS, No. CM, Alamat.
b. Penanggung Jawab (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit)
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien)
d. riwayat kesehatan keluarga (adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis
maupun tidak)
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Pemeriksaan Persistem
1) sistem persepsi & sensori (pemeriksaan 5 indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, perasa)
2) Sistem persarafan (bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil,
orientasi waktu & tempat)
3) Sistem pernafasan (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas)
4) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi)
5) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum,
peritaltik, eliminasi)

10
6) Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien)
7) Sistem reproduksi
8) Sistem perkemihan (nilai frekunsi BAK, volume BAK)
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga
kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
b. Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa
lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun.
c. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual
dan muntah.
d. Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
e. Pola tidur dan istirahat.
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Persepsi diri/konsep diri
h. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami
stress psikologi.
i. Pola seksual reproduktif
j. Pola hubungan dan peran
k. Pola nilai dan keyakinan.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada pasien stroke non hemoragik
berdasarkan NANDA (2015) dan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), yakni:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik
2. Besihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi secret.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler.
4. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas
5. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
6. Kerusakan integritas kulit b.d. hemiparesis/ hemiplegia, penurunan mobilitas.
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot facial
atau oral.

11
C. Intervensi
Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
No Indonesia Indonesia Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Intervensi utama Perawatan sirkulasi
berhubungan dengan : selama ........maka perfusi perifer Observasi
1. kekurangan volume cairan meningkat, dengan kriteria hasil : 1. periksa sirkulasi perifer
2. penurunan konsentrasi hemoglobin 1. denyut nadi perifer meningkat 2. identifikasi faktor resiko gangguan
3. penurunan arteri atau vena 2. warna kulit pucat menurun sirkulasi
4. pengisian kapiler / CRT > 3 detik 3. pengisian kapiler membaik Terapeutik
5. nadi perifer menurun atau tidak 4. akral membaik 1. Lakukan hidrasi
teraba 5. turgor kulit membaik Intervensi pendukung Manajemen
6. akral teraba dingin Hipovolemia
7. warna kulit pucat Observasi:
8. tugor kulit menurun 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak cairan oral
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemeberian cairan intravena
(cairan isotonis, hipotonis, dan koloid)
2. Kolaborasi pemberian produk darah

12
2 Bersihan jalan napas tidak efektif 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen Jalan Napas
Definisi: Ketidakmampuan napas. a. Monitor pola napas (frekuensi,
membersihkan sekresi atau a. Frekuensi pernafasan (5) tidak ada kedalaman, usaha napas)
obstruksi dari saluran napas untuk deviasi dari kisaran normal. b. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
mempertahankan bersihan jalan b. Irama pernafasan (5) tidak ada gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
nafas. deviasi dari kisaran normal. kering)
Batasan Karakteristik: c. Kedalaman inspirasi(5) tidak ada c. Monitor sputum (jumlah, warna,
1. Batuk yang tidak efektif deviasi dari kisaran normal. aroma)
2. Dispnea d. Kemampuan untuk mengeluarkan d. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Gelisah secret (5) tidak ada deviasi dari dengan head tilt dan chin lift (jaw
4. Kesulitan verbalisasi kisaran normal. thrust) jika curiga trauma servikal
5. Mata terbuka lebar e. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. e. Posisikan semi fowler atau fowler
6. Ortopnea f. Pernafasan cuping hidung (5) tidak f. Berikan minum hangat
7. Penurunan bunyi nafas ada. g. Lakukan fisioterapi dada
8. Perubahan frekuensi nafas g. Penggunaan otot bantu nafas (5) h. Lakukan penghisapan lender kurang
9. Perubahan pola nafas tidak ada. dari 15 detik
10. Sianosis h. Batuk (5) tidak ada. i. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
11. Sputum dalam jumlah yang penghisapan endotrakeal
berlebih j. Keluarkan sumbatan benda padat
12. Suara napas tambahan dengan forsep Mcgill
13. Tidak ada batuk k. Berikan oksigen
Faktor yang berhubungan l. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
Lingkungan jika tidak kontraindikasi
1. Perokok m. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Perokok pasif n. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
3. Terpajan asap ekspektoran, mukolitik
Obstruksi jalan nafas 2. Latihan Batuk Efektif
1. Adanya jalan napas buatan a. Identifikasi kemampuan batuk
2. Benda asing dalam jalan napas b. Monitor adanya retensi sputum
3. Eksudat dalam alveoli c. Monitor tanda dan gejala infeksi
4. Hyperplasia pada dinding bronkus saluran napas

13
5. Mucus berlebih d. Monitor input dan output cairan
6. Penyakit paru obstruktif kronis (mis. jumlah dan karakteristik)
7. Sekresi yang tertahan e. Atur posisi semi fowler atau fowler
8. Spasme jalan napas f. Pasang perlak dan bengkok di
Fisiologi pangkuan pasien
1. Asma g. Buang secret pada tempat sputum
2. Disfungsi neuromuscular h. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
3. Infeksi efektif
4. Jalan napas alergik i. Anjurkan tarik nafas dalam melalui
hidung selama 4 detik ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
j. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
k. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
l. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3. Terapi Oksigen
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis oksimetri, analisa gas darah)
e. Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi

14
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
j. Bersihkan secret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan napas
l. Siapkan danatur peralatan pemberian
oksigen
m. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
n. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
o. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
p. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
q. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
r. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur
3 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan mobilisasi
Penyebab : selama …x… jam diharapkan masalah Observasi :
1. Kerusakan integritas struktur teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
tulang 1. Pasien meningkat dalam aktivitas fisik. fisik lainnya.
2. Perubahan metabolisme 2. Mengerti tujuan dari peningkatan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
3. Ketidakbugaran fisik mobilitas pergerakan.
4. Penurunan kendali otot 3. Memverbalisasikan perasaan dalam 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
5. Penurunan massa otot meningkatkan kekuatan dan darah sebelum memulai mobilisasi.

15
6. Penurunan kekuatan otot kemampuan berpindah. 4. Monitor kondisi umum selama
7. Keterlambatan perkembangan 4. Memperagakan penggunaan alat. melakukan mobilisasi.
8. Kekakuan sendi Terapeutik :
9. Kontraktur 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
10. Malnutrisi alat bantu (mis. Pagar tempat tidur).
11. Gangguan muskuloskeletal 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
12. Gangguan neuromuskular perlu.
13. Indeks masa tubuh diatas 3. Libatkan keluarga untuk membantu
persentil ke-75 sesuai usia pasien dalam meningkatkan
14. Efek agen farmakologis pergerakan.
15. Program pembatasan gerak Edukasi :
16. Nyeri 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
17. Kurang terpapar informasi mobilisasi.
tentang aktivitas fisik 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
18. Kecemasan 3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
19. Gangguan kognitif harus dilakukan (mis. Duduk di tempat
20. Keengganan melakukan tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
pergerakan dari tempat tidur ke kursi).
21. Gangguan sensoripersepsi -
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas
Objektif :
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak

16
Objektif :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthirtis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

4 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Perawatan Dri
Penyebab : selama …x… jam diharapkan perawatan Observasi
1. Gangguan musculoskeletal diri meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
2. Gangguan neuromuskuler 1. Kemampuan mandi meningkat perawatan diri sesuai usia
3. Kelemahan 2. Kemampuan mengenakan pakaian 2. Monitor tingkat kemandirian
4. Gangguan psikologis dan/psikotik meningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
5. Penurunan motivasi/minat 3. Kemampuan makan meningkat kebersihan diri, berpakaian, berhias,
Gejala dan tanda mayor 4. Kemampuan ke toiliet (BAB/BAK) dan makan
Subjektif : meningkat Terapeutik
1. Menolak melakukan perawatan diri 5. Verbalisasi keinginan melakukan 1. Sediakan lingkungan terapeutik
Objektif : perawatan diri meningkat (suasana hangat, rileks, provasi)
1. Tidak mampu mandi/mengenakan 6. Minat melakukan perawatan diri 2. Siapkan keperluan pribadi
pakaian/makan/ketoilet/ berhias meningkat 3. Damping dalam melakukan perawatan
secara mendiri 7. Mempertahankan kebersihan diri diri sampai mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri meningkat 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan
kurang 8. Mempertahankan kebersihan mulut ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak

17
mampu melakukan perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
5 Defisit Nutrisi berhubungan dengan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan Menejemen Nutrisi
1. Ketidakmampuan menelan selama ........maka Status nutrisi membaik Observasi
makanan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutisi
2. Ketidakmampuan mencerna 1. Porsi makan yang dihabiskan miningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan 2. Sariawan menurun makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi 3. Rambut rintok menurun 3. Identifikasi makanan yang disukai
nutrien 4. Diare menurun 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
4. Peningkatan kebutuhan 5. Berat badan membaik nutrien
metabolisme 6. Indeks masa tubuh (IMT) membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan NGT
5. Faktor ekonomi 7. Nafsu makan membaik 6. Monitor asupan makanan
6. Faktor psikologis 8. Bising usus membaik 7. Monitor berat badan
Dibuktikan dengan 9. Membran mukosa membaik 8. Monitor hasil pemeriksaan
1. Berat badan menurun minimal 10% labpratorium
dibawah rentang ideal
2. Nafsu makan menurun
3. Membran mukosa pucat
4. Sariawan
5. Serum albumin turun
6. Rambut rontok berlebihan
7. Diare

6 Gangguan integritas kulit / jaringan: Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit
keperawatan selama ........maka Observasi :
Faktor risiko : masalah teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab gangguan
1. Perubahan sirkulasi 1. Perfusi jaringan normal. integritas kulit (mis. Perubahan

18
2. Perubahan status nutrisi 2. Tidak ada tanda-tanda infeksi. sirkulasi, perubahan status nutrisi,
(kelebihan atau kekurangan) 3. Ketebalan dan tekstur jaringan normal. penurunan kelembaban, suhu
3. Kekurangan / kelebihan volume lingkungan ekstrem, penurunan
4. Menunjukkan pemahaman dalam
cairan mobilitas).
proses perbaikan kulit dan mencegah
4. Penurunan mobilitas Terapeutik :
terjadinya cidera berulang.
5. Bahan kimia iritatif 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
6. Suhu lingkungan yang ekstream 5. Menunjukkan terjadinya proses 2. Lakukan pemijatan pada area
7. Faktor mekanis (mis. Penekanan, penyembuhan luka. penonjolan tulang jika perlu
gesekan) atau faktor elektris 3. Bersihkan perineal dengan air hangat
( elektrodiatermi, energi listrik terutama selama periode diare.
bertegangan tinggi) 4. Gunakan produk berbahanpetroleum
8. Terapi radiasi atau minyak pada kulit kering.
9. kelembapan 5. Gunakan produk berbahan ringan /
10. proses penuaan alami dan hipoalergic pada kulit
11. neuropati perifer sensitif.
12. perubahan pigmentasi 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol
13. perubahan hormonal pada kulit kering.
14. penekanan pada tonjolan tulang Edukasi :
15. kurang terpapar informasi tentang 1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
upaya mempertahankan / Lotion, serum).
melindungi integritas jaringan 2. Anjurkan minum air yang cukup.
kondisi klinis terkait : 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
1. Imobilisasi 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
2. Gagal jantung kongestif dan sayur.
3. Gagal ginjal 5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
4. Diabetes melitus ekstrem.
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS) 6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
6. Katerisasi jantung minimal 30 saat berada di luar rumah.
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

19
7 Gangguan Komunikasi Verbal : Setelah dilakukan intervensi Promosi Komunikasi Defisit Bicara
Penyebab: keperawatan selama ........maka Observasi:
1. Penurunan sirkulasi serebral masalah teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
2. Gangguan neuromuscular 1. Kemampuan berbicara miningkat volume, dan diksi bicara
3. Gangguan pendengaran 2. Kemampuan mendengar meningkat 2. Monitor proses kognitif, anatomis dan
4. Gangguan muskuloskeletal 3. Kesesuaian ekspresi wajah / tubuh fisiologis yang berkaitan dengan bicara
5. Hambatan fisik (misalnya: meningkat (misalnya: memori, pendengaran, dan
terpasang trakheostomi, intubasi, 4. Kontak mata meningkat bahasa)
krikotiroidetomi) 5. Afasia menurun 3. Monitor frustasi, marah, frustasi, atau
6. Hambatan individu (misalnya: 6. Disfasia menurun hal lain yang mengganggu bicara
ketakutan, kecemasan, merasa 7. Apraksia menurun 4. Identifikasi perilaku emosional dan
malu, emosional, kurang privasi) 8. Disleksia menurun fisik sebagai bentuk komuernikasi
7. Hambatan psikologis (misalnya: 9. Disatria menurun Terapeutik
gangguan psikotik, gangguan 10. Afonia menurun 1. Gunakan metode komunikasi alternatif
konsep diri, harga diri rendah, 11. Dislaila menurun (misalnya: menulis, mata berkedip,
gangguan emosi) 12. Pelo menurun papan komunikasi dengan gambar dan
8. Hambatan lingkungan (misalnya: 13. Gagap menurun huruf, isayarat tangan, dan komputer)
ketidakcukupan informasi, 14. Respon prilaku membaik 2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
ketiadaan orang terdekat, 15. Pemahaman komunikasi membaik kebutuhan (misalnya: berdiri di depan
ketidaksesuaian budaya, bahasa pasien, den pergarkan dengan seksama,
asing) tunjukkan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan
 Kondisi Klinis dan sambil menghindari terlakan,
1. Stroke gunakan komunikasi tertulis, dia
2. Cedera kepala meminta bantuan keluarga untuk
3. Trauma wajah memahami ucapan pasien)
4. Peningkatan tekanan intracranial 3. Modifikasi lingkungan untuk
5. Hipoksia kronis meminimalkan bantuan
6. Tumor 4. Ulangi apa yang disampaikan pasien

20
7. Miastenia gravis 5. Berikan dukungan psikologis
8. Sclerosis multiple 6. Gunakan juru bicara, jika perlu
9. Distropi muskuler Edukasi
10. Penyakit Alzheimer 1. Anjurkan berbicara perlahan
11. Kuadriplegia 2. Anjurkan pasien dan keluarga proses
12. Labiopalatoskizis kognitif, anatomis, dan fisiologis, yang
13. Infeksi laring berhubungan dengan kemampuan
14. Fraktur rahang berbicara
15. Skizofrenia Kolaborasi
16. Delusi 1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
17. Paranoid terapis
18. Autisme Promosi komunikasi: defisit visual
Observasi
1. Periksa kemampuan klien
2. Monitor dampak gangguan penglihatan
(misalnya: risiko cedera, depresi,
kegelisahan, kemampuan melaksanakan
aktivitas sehari hari)
Terapeutik
1. Fasilitas peningkatan stimulus indra
lainnya
2. Pastikan kacamata atau lensa kontak
yang berfungsi secara baik
3. Sediakan pencahyaan cukup
4. Sediakan kaca pembesar, jika perlu
5. Sediakan alat bantu (misalnya: jam,
telepon)
Edukasi
1. Jelaskan lingkungan pada pasien
2. Ajarkan keluarga cara membantu
pasien berkomunikasi

21
Kolaborasi
1. Rujuk pasien pada terapis, jika perl

22
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik
komunikasi, kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien
serta memahami tingkat perkembangan pasien. Pelaksanaan mencakup melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Setelah dilakukan, validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tehnik intervensi harus
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif yang disebut juga
evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan secara
terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang
disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai
keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan
format “SOAP”. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik
rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil
perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anggriani, A., Zulkarnain, Z., Sulaiman, S., & Gunawan, R. (2018). Pengaruh ROM
(Range Of Motion) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik. Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 3(2), 64.
Burhanuddin, M. (2012). Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal ( 18- 40
Tahun ) Di Kota Makassar Tahun 2010-2012. 1–14. http://fmipa.umri.ac.id/wp-
content/uploads/2016/06/wahyu-hildati-resikostroke-pada-dewasa-awal.pdf.
Candra, K. Y., Rakhma, T., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., & Surakarta, U.M.
(2015). Seorang Laki-Laki 60 Tahun Dengan Stroke Non Hemoragik Dan
Pneumonia. 252–258. https://doi.org/2721-2882.
Cynthia M. Taylor dkk: 2010. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Dewi, A. K., & Kalanjati, V. P. (2013). Mengenal Stroke. Majalah Biomorfologi, 26(1).
https://e-journal.unair.ac.id/MBIO/article/viewFile/15916/8581
Endah Sri Rahayu, N. (2020). Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Ruang Rawat
Inap Di RSUD Kota Tangerang (Vol. 3, Issue 2, pp. 41–50).
Faridah, U., Sukarmin, & Kuati, S. (2018). Pengaruh ROM Exercise Bola Karet Terhadap
Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke di RSUD RAA Soewondo Pati. Indonesia
Jurnal Perawat, 3(1), 36–43.
Fitria, Rahmawati, Suarniati, & Helmiati. (2019). Penerapan Range of Motion (Rom)
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas. In
Jurnal Media Keperawatan (Vol. 10, Issue 01, pp. 59–66).
Morton, P. G., & Fontaine, D. K. (2013). Critical care nursing: A holistic approach. In
Critical Care Nursing: A Holistic Approach. https://doi.org/10.2307/3470668
Murtaqib. (2013). Pengaruh Latihan range of Motion (ROM) Aktif terhadap Perubahan
Rentang Gerak Sendi pada Penderita Stroke di Kecamatan Tanggul Kabupaten
Jember. Ikesma, 9(2), 106–115.

24

Anda mungkin juga menyukai