Teori mengenai belajar pertama kali digunakan dalam paradigma perilaku sehingga sampai hari ini
pun belajar selalu diasosiasikan dengan adanya perubahan perilaku yang dapat diamati. Anak
didik kemudian dipandang sebagai individu yang pasif dan siap untuk dibentuk (shape)
perilakunya. Tentu ada kontroversi mengenai pandangan ini, khususnya bagi para
developmentalist modern yang memandang anak sebagai individu yang aktif. Belum lagi bila
diskursus ini dikembangkan pada aspek internal setiap individu manusia maka semakin tajam pula
perbedaan dalam cara memandang seperti apa belajar itu.
Dalam dunia pendidikan sendiri, tujuan-tujuan yang bersifat intruksional dalam praktiknya di
sekolah memang selalui diwarnai oleh paradigma perilaku sehingga tema ini dapat dianggap selalu
pantas untuk dikaji. Terlepas dari benar atau salahnya pandangan ini, maka tulisan ini diharapkan
dapat memberikan kajian sederhana mengenai behaviorisme, teori serta aplikasinya. Selain itu
juga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan kuliah yang diberikan dalam rangka memahami
behaviorisme.
Dasar Filosofis
Kajian Behaviorisme memberikan warna tersendiri dalam perkembangan disiplin ilmu psikologi
dimana obyek material dari ilmu ini jelas adalah manusia. Sebagai salah satu mashab tersendiri
dalam ilmu psikologi, behaviorisme berkembang dalam jalurnya sendiri sendiri. Psychological
behaviorism menjadi suatu program studi tersendiri di dalam psikologi yang bertujuan untuk
menjelaskan perilaku manusia dan nonmanusia dalam koridor; stimulus fisik yang bersifat
ekternal, respon-responnya, sejarah belajarnya dan reinforcement yang berlaku bagi beberapa
jenis perilaku. Psychological behaviorism dipresentasikan dalam hasil karya Ivan Pavlov (1849-
1936), Edward Thorndike (1874-1949), dan juga Watson. Hasil karya yang kemudian dianggap
lengkap dan sangat berpengaruh diperoleh dari penelitian B. F. Skinner (1904-90) mengenai
schedules of reinforcement (Bechtel, Abrahamsen, and Graham, 1998, hal. 15-17).
Akar sejarah dari Psychological behaviorism menurut Smith (Smith 1986) menjadi bagian yang
tidak terlepas dari keberadaan asosiasi klasik dari para penganut empirisme di Inggris, khususnya
John Locke (1632-1704) dan David Hume (1711-76). Teori asosiasi klasik menganggap bahwa
intelligent behavior adalah hasil dari belajar asosiatif. Sebagai hasil dari proses asosiasi atau
membandingkan antara pengalaman perseptual (stimulus, ide, dan pikiran), manusia dan
nonmanusia memperoleh pengetahuan mengenai lingkungan dan bagaimana cara mereka
bertindak.
Perkembangan Paradigma
Fase awal perkembangan paradigma perilaku, dimulai dengan adanya revolusi pendekatan
psikologis dari Watson pada tahun 1913. Ia menerbitkan “behavioral manifesto" dan kemudian
menyebut pendekatakan baru ini sebagai: Behaviorism (Watson, 1930).
1. Classical Behaviorism: S – R
Revolusi dari Watson ini dikenal dengan model S-R atau penjelasan terjadinya perilaku
dalam pengertian antecedent stimulus (S) yang dapat diamati (observable) yang
kemudian menggerakkan adanya respon (R) yang dapat diamati. Behaviorisme Klasik lebih
jauh lagi bertujuan untuk memprediksi dan mengontrol perilaku yang dapat diamati.
Dalam psikogi, pemberian stimulus harus ditentukan sehingga dapat diprediksi responnya.
Namun ada juga ahli yang berpendapat bahwa behaviorisme klasik ini muncul sebagai
perlawanan dari aliran strukturalisme dan fungsionalisme yang semakin meluas.
2. Neo Behaviorism: Mediational: S – O – R
Stimulus dan respon dalam praktiknya tidak selalu berkorelasi seperti yang dinyatakan dalam
model S – R dan juga tidak mudah mengakomodasikan terminology-terminologi yang
subyektif dalam menjelaskan berbagai kondisi di dalam kita. Sebagai konsekuensinya
menurut Turner (Turner, M. B., 1967) peneliti-peneliti di awal tahun 1930 mulai
meninggalkan model S-R dan mengembangkan bentuk baru. Bentuk baru ini memasukkan
hal-hal yang tidak dapat diamati dalam pengembangan teorinya. Secara teoretis kemudian
diungkapkan dalam variable organismik (O) yang dimasukkan diantara stimulus yang dapat
diamati(S) dan respon yang terlihat (R). Hal-hal yang tidak dapat diamati dari organisme
kemudian dapat diketahui melalui media stimulus dan respon yang terlihat. Bentuk baru dari
fase ini kemudian disebut sebagai ‘meditational S - O - R neobehaviorism’.
3. Skinnerian: Behavior Analysis
Teori Operant Conditioning yang dianggap lengkap dan sangat berpengaruh dari B. F. Skinner
(1904-90) bagi para psikolog di Amerika pada tahun 1933 kemudian memunculkan
terminologi baru dalam perkembangan behaviorisme (dalam Bechtel, Abrahamsen, and
Graham, 1998, hal. 27-35). Tiga komponen dalam fase Behavior Analysis diturunkan dari
hasil karya Skinner, yaitu:
1. experimental analysis of behavior
Analisis eksperimen dari perilaku dapat dipahami sebagai basic atau proses
fundamental yang mempengaruhi perilaku individual organism. Proses fundamental itu
meliputi; reinforcement, punishment, avoidance, escape, discrimination,
generalization, acquisition, dan extinction.
2. applied analysis of behavior
Analisis aplikasi perilaku adalah aplikasi yang sistematis dari teknologi dan prinsip-
prinsip perilaku di luar laboratorium. Teknologi dan prinsip-prinsip tersebut
diaplikasikan untuk memecahkan persoalan-persoalan tertentu dalam setting remedial,
misalnya institusi, dalam setting pendidikan, misalnya di kelas atau dalam konteks
sosial yang lebih luas seperti komunitas, misalnya dalam program konservasi energi.
Dalam praktiknya, prinsip-prinsip baru kadang ditemukan ketika diaplikasikan.
3. conceptual analysis of behavior
Analisis konseptual perilaku adalah filosofi, teori mengenai permasalahan subyek dan
metode-metode dalam analisa perilaku. Filsafat ilmu yang mendasari konsep analisa
perilaku adalah "radical behaviorism."
Definisi
2. Sumber dari perilaku adalah eksternal (dalam lingkungan) dan bukan internal (dalam
pikiran)
3. Dalam teorinya, konsepsi mental untuk menjelaskan perilaku harus dihapus dan
digantikan dengan konsepsi perilaku
Daftar Pustaka
Ryle, G. 1949. The Concept of Mind. London: Hutchinson. Schwartz, B. and Lacey, H. 1982.
Behaviorism, Science, and Human Nature. New York: Norton.
Smith, L. 1986. Behaviorism and Logical Positivism: A Reassessment of Their Alliance. California:
Stanford.
Turner, M. B. (1967). Philosophy and the science of behavior. New York: Appleton-Century-Crofts.
Applied Behavior Analysis (ABA)
dan Autisme
Pendahuluan
Tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul, “The Behavior Of Organisms”. Buku
tersebut mendeskripsikan hasil penelitiannya yang dikenal sebagai operant conditioning, atau
suatu proses yang menjelaskan bahwa pembelajaran itu terjadi sebagai hasil seleksi dari
konsekuensi terhadap perilaku. Skinner juga menyebutkan bagaimana suatu stimulus ketika
dikorelasikan dengan fungsinya dalam meningkatkan efek suatu konsekuensi dapat memperkuat
atau bahkan melemahkan berulangnya perilaku tertentu di masa datang. Teori tersebut kemudian
dikenal sebagai three-term contingency (A-B-C). A-B-C adalah dasar dari analisa perilaku dan
merupakan penjelasan awal dari discrete trial. Penelitian yang berdasarkan eksperimen disebut
Skinner sebagai experimental analysis of behavior (EAB). Perkembangannya kemudian, teorinya
diaplikasikan oleh para behavior analysts dalam dunia pendidikan dan untuk menangani
persoalan-persoalan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Aplikasi dari teori-teori perilaku ke
dalam setting-setting kehidupan bermasyarakat oleh para penganut paham perilaku inilah yang
kemudian dikenal secara luas sebagai Applied Behavior Analysis (ABA).
Mencegah
Cara efektif menangani persoalan perilaku pada anak autis adalah dengan mencegah
terjadinya perilaku tersebut. Prosedur ini dapat dilakukan dengan mengubah kondisi fisik
lingkungan, instruksional, dan lingkungan sosial.
Mengajar
Mengajarkan keterampilan baru pada anak autis sangat berkaitan dengan apa yang
dibutuhkan anak tersebut untuk belajar menggantikan persoalan perilaku yang
ditunjukkannya. Mengetahui dan memahami tujuan atau fungsi dari persoalan perilaku anak
autis, sangat penting dalam menentukan perilaku/keterampilan pengganti yang akan
diajarkan.
4. Anak tiba-tiba mengambil suatu benda yang kita pegang atau benda yang ada di
meja/lemari dan tempat lainnya
Kemungkinan tujuan/fungsi perilaku: untuk bermain-main dengan benda yang
diambilnya
Ajarkan anak memilih benda-benda pribadinya yang dapat digunakan untuk bermain
selama waktu-waktu bebasnya
Merespon
Suatu rencana ‘positive behavior support’ selain menekankan pada upaya mencegah
munculnya persoalan perilaku dan mengajarkan perilaku pengganti yang dapat diterima,
juga akan mempertimbangkan bagaimana merespon ketika persoalan perilaku terjadi.
Diperlukan adanya persiapan sehingga setiap orang mampu merespon persoalan perilaku
yang terjadi secara efektif. Beberapa strategi berikut ini disarankan agar situasi-situasi yang
sulit dapat diatasi.
perhatikan tanda-tanda munculnya perilaku tambahan lainnya yang dapat menjadi
persoalan
sediakan pilihan-piihan materi dan kegiatan
istirahat sejenak
tetap tenang
ambil materi pelajaran/benda dari anak
jangan berkata apapun mengenai persoalan perilaku anak ketika sedang mengajar,
fokus hanya pada bagaimana membangun partisipasi anak
arahkan anak kembali pada tugasnya melalui bantuan nonverbal maupun bantuan
fisik lainnya
hindari agar anak tidak membuat kesalahan
sediakan selalu respon positif ketika anak berusaha menunjukkan partisipasinya
selalu bersikap antusias terhadap keberhasilan anak
gunakan materi-materi pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang dapat diprediksi
bersikap kompromi/sesuaikan kembali rencana mengajar
lindungi diri anda dan orang di sekitar anak dengan cara-cara yang tidak kasar
Hukuman (punishment) dan cara-cara kasar lainnya bukan solusi tepat untuk mengatasi
persoalan perilaku yang ditunjukkan anak. Sadari selalu bahwa perilaku memiliki fungsi atau
tujuan tertentu dan itu berarti indikasi adanya kebutuhan belajar tertentu. Gunakan selalu
strategi-strategi pengajaran yang positif dalam membantu anak berkomunikasi,
bersoasialisasi, dan mengontrol perilakunya.
Lembar Observasi Antecedent – Behavior – Consequence (A–B–C)
Diadopsi dari: Behavioral Support: 2nd Edition (2008) by Janney & Martha E. Snell. Paul H. Brookes Publishing Co.
BEHAVIOR CONTRACT
Diadopsi dari: Effective Cassroom Management (2008) by Knoster, T., Baltimore, MD: Paul Brookes Publishing Co.
CRISIS MANAGEMENT PLAN
Prosedur
Diadopsi dari: Individualized Supports for Students with Problem Behavior (2005) by Bambara, L. M. & Kern, L. Guilford
Classes Examples
Edibles: pilihan anak terhadap makanan dan biskuit, jely, permen, roti, keripik, wafer, juice,
minuman tertentu susu, air putih, pudding, dsb.
Activity: pilihan anak terhadap aktivitas atau computer games, membaca buku, bermain
kegiatan yang disukainya puzzle, main bola, mendengar musik,
menyanyi, mewarnai gambar, memasak, main
sepeda, membantu guru, waktu bebas,
berenang, membersihkan kelas, tidak ada PR,
dsb.
Tangibles: benda-benda yang disukai anak, buku, tas, agenda, pensil, logo gambar, topi,
seperti mainan, benda-benda pribadinya, dan jaket, saputangan, majalah, miniatur alat
sesuatu yang dipakai anak transportasi, miniatur binatang, action figures,
dsb.
Social: pujian dari orang lain, pelukan, Senyum dari guru atau orang tua kepada anak,
senyuman, ngobrol, perhatian dan kontak mengangguk sebagai konfirmasi tanda setuju,
mata kata-kata yang menunjukkan perghargaan
terhadap setiap usaha anak: ‘bagus’, ‘hebat’,
‘keren’, ‘pintar sekali’, ‘nah begitu caranya’,
‘usaha yang bagus’, dsb.
Token: sesuatu yang dapat ditukar dengan karcis untuk nonton, jalan-jalan, nasi goreng,
reinforcer tertentu yang sangat dihargai anak akses bermain komputer, nilai bonus, bebas
dari kewajiban tugas rumah, kupon makanan
gratis, hadiah, uang, dsb.
Diadopsi dari: Behavior Management Principles of Positive Behavior Suppor (2008) by Wheeler, J.J. & Richey, D.D. New
Fungsi Perilaku:
Target Perilaku (dapat diamati dan terukur):
Komunikasi Sensori
Getting attention Self-regulation
Alberto, P.A., & Troutman, A.C. (1995). Applied behavior analysis for teachers (4th
ed.).Englewood Cliffs, NJ: Merrill/Prentice-Hall.
Bullock, L.M., & Gable, R.A. (Eds.) (1997). Making collaboration work for children,
youth,families, schools, and communities. Reston, VA: Council for Children with Behavioral Disorders
&Chesapeake Institute.
Durand, V. M. (1990). Severe behavior problems: A functional communication training
approach. New York: Guilford.
Durand, V. M. (1993). Functional assessment and functional analysis. In M. D. Smith (Ed.).
Behavior modification for exceptional children and youth. Boston: Andover Medical Publishers.
Gable, R. A., Sugai, G. M., Lewis, T. J., Nelson, J. R., Cheney, D., Safran, S. P., & Safran,
J. S. (1997). Individual and systemic approaches to collaboration and consultation. Reston, VA:
Council for Children with Behavioral Disorders.
Gresham, F.M. (1991). Whatever happened to functional analysis in behavioral
consultation? Journal 15 of Educational and Psychological Consultation, 2, 387-392.
Iwata, B. A., Vollmer, T. R., & Zarcone, J. R. (1990). The experimental (functional) analysis
of behavior disorders: Methodology, applications, and limitations. In A. C. Repp & N. Singh (Eds.),
Aversive and nonaversive treatment: The great debate in developmental disabilities (pp. 301-330).
DeKalb, IL: Sycamore Press.
Kaplan, J.S. (with Carter, J.) (1995). Beyond behavior modification: A cognitive-behavioral
approach to behavior management in the school (3rd edition). Austin, TX: Pro-Ed.
Karsh, K. G., Repp, A. C., Dahlquist, C. M., & Munk, D. (1995). In vivo functional
assessment and multi-element interventions for problem behaviors of students with disabilities in
classroom settings. Journal of Behavioral Education, 5, 189-210.
Kerr, M.M., & Nelson, C.M. (1998). Strategies for managing behavior problems in the
classroom (3rd edition). New York: MacMillan.
Lawry, J. R., Storey, K., & Danko, C. D. (1993). Analyzing behavior problems in the
classroom: A case study of functional analysis. Intervention in the School and Clinic, 29, 96-100.
Lewis, T. J. (1997). Teaching students with behavioral difficulties. Reston, VA: Council for
Exceptional Children.
Long, N., & Morse, W.C. (1996). Conflict in the classroom. Austin, TX: Pro-Ed.
Lovaas, O. I., Freitag, G., Gold, V. J., & Kassorla, I. C. (1965). Experimental studies in 16
childhood schizophrenia: Analysis of self-destructive behavior. Journal of Experimental Child
Psychology, 2, 67-84.
Mathur, S. R., Quinn, M .M., & Rutherford, R.B. (1996). Teacher-mediated behavior
management strategies for children with emotional/behavioral disorders. Reston, VA: Council for
Children with Behavioral Disorders.
Reed, H., Thomas, E., Sprague, J. R., & Horner, R. H. (1997). Student guided functional
assessment interview: An analysis of student and teacher agreement. Journal of Behavioral
Education, 7, 33-49.
Rutherford, R.B., Quinn, M.M., & Mathur, S.R. (1996). Effective strategies for teaching
appropriate behaviors to children with emotional/behavioral disorders. Reston, VA: Council for
Children with Behavioral Disorders.
Sugai, G. M., & Tindal, G. A. (1993). Effective school consultation: An interactive approach.
Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.