Anda di halaman 1dari 15

Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Dan Basic Life Support

“Resusitasi Jantung Paru Pada Dewasa”

Dosen Pembimbing:
Ari Tri Rahayu S.Keb.,Bd.,MA.,Ed

Disusun Oleh:
Aliddina Nur Afifah (P27824519001)
Cindy Nur Permatasari (P27824519009)
Nadiatul Usna (P2782451900 )
Novi Kristina Agapin (P2782451900 )

Kelas:
Freesia

PRODI DIII KEBIDANAN KAMPUS BOJONEGORO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan termakasih kepada Ibu Ari Tri Rahayu
S.Keb.,Bd.,MA.Ed. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal dan Basic Life Support. yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyusun makalah yang berjudul “Resusitasi Jantung Pada
Orang Dewasa”. Penulis tentunya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik atau saran dari
dosen pembimbing dan teman – teman untuk makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dan
penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini.

Bojonegoro, 09 Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan ......................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Definisi Resusitasi Jantung Paru (RJP)....................................................6


2.3 Indikasi Melakukan RJP...........................................................................6
2.4 Langkah-Langkah Melakukan Tindakan RJP..........................................8
2.5 Cara Menggunakan AED........................................................................11

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................15

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 2015, sekitar 350.000 individu dewasa di Amerika Serikat
mengalami henti jantung di luar rumah sakit (OHCA) nontraumatik dan
ditangani oleh personel layanan medis darurat (EMS). Terlepas dari
peningkatan baru-baru ini, kurang dari 40% individu dewasa menerima CPR
yang dimulai oleh individu awam, dan kurang dari 12% yang menerapkan
defibrilator eksternal otomatis (automated external defibrillator/AED) sebelum
kedatangan EMS. Setelah peningkatan yang signifikan, kelangsungan hidup
setelah mengalami OHCA telah stabil sejak 2012. Selain itu, sekitar 1,2%
individu dewasa yang dirawat di rumah sakit AS menderita henti jantung di
rumah sakit (IHCA). Manfaat bantuan untuk IHCA jauh lebih baik daripada
manfaat bantuan untuk OHCA, dan manfaat bantuan untuk IHCA terus
meningkat. Rekomendasi untuk bantuan hidup dasar (BLS) individu dewasa
dan bantuan hidup kardiovaskular lanjutan (ACLS) digabungkan dalam
Pedoman 2020. Perubahan besar baru meliputi:
1. Peningkatan algoritme dan alat bantu visual memberikan panduan yang
mudah diingat untuk skenario resusitasi BLS dan ACLS.
2. Pentingnya inisiasi CPR dini yang dilakukan oleh penyelamat awam telah
ditekankan kembali.
3. Rekomendasi sebelumnya tentang pemberian epinefrin telah ditegaskan
kembali, dengan penekanan pada pemberian epinefrin dini.
4. Umpan balik audiovisual waktu nyata sebagai cara untuk menjaga kualitas
CPR sebaiknya digunakan.
5. Pengukuran tekanan darah arteri dan karbon dioksida end-tidal (ETCO2)
secara terus-menerus selama resusitasi ACLS mungkin berguna untuk
meningkatkan kualitas CPR.
6. Berdasarkan bukti terbaru, penggunaan rutin defibrilasi sekuensial ganda
tidak direkomendasikan.

4
7. Akses Intravena (IV) adalah rute pemberian obat yang diutamakan selama
resusitasi ACLS. Akses Intraosseous (IO) dapat diterima jika akses IV
tidak tersedia.
8. Perawatan pasien setelah kembalinya sirkulasi spontan (ROSC)
membutuhkan perhatian yang cermat terhadap.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Resusitasi Jantung Paru ?
2. Apa Indikasi melakukan Resusitasi Jantung Paru ?
3. Bagaimana Teknik Resusitasi Jantung Paru ?
4. Bagaimana cara menggunakan AED ?

3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui yang dimaksud resusitasi jantung paru
2. Untuk mengetahui indikasi melakukan resusitasi jantung paru
3. Untuk mengetahui bagaimana Teknik melakukan resusitasi jantung paru
4. Untuk mengetahui cara menggunakan AED

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Resusitasi merupakan usaha untuk mengembalikan fungsi sistem
pernapasan, peredaran darah dan saraf yang terganggu ke fungsi yang optimal
sehingga muncul istilah resusitasi jantung paru (RJP). Resusitasi jantung paru
dibagi dalam 3 tahap, yaitu (1) bantuan hidup dasar (BHD); (2) bantuan hidup
lanjut; (3) bantuan hidup jangka panjang. Bantuan hidup dasar adalah usaha
untuk memperbaiki dan / atau memelihara jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi serta kondisi darurat yang terkait. Bantuan hidup dasar terdiri dari
penilaian awal, penguasaan jalan napas, ventilasi pernapasan dan kompresi
dada. (Basic Life Support : 2015)
Seperti semua aspek kegawat daruratan medis, penting untuk mempelajari
dasar RJP secara sistematis. Bila seseorang ditemukan tidak responsif, hal
berikut harus dilakukan dengan cepat dan berurutan.
a. Menilai respon. Jika tidak responsif, maka
b. Cari bantuan dengan mengaktifkan sistem pelayanan medis darurat
setempat
c. Meminta defibrilator (jika ada)
d. Posisikan korban dan buka jalan napas (pertahankan imobilisasi tulang
belakang serviks jika trauma berpotensi terjadi)
e. Menilai pernapasan. Jika tidak ada pernapasan, maka
f. Berikan bantuan pernapasan
g. Menilai sirkulasi. Jika tidak ada denyut nadi,
h. Mulailah kompresi dada tertutup dan lanjutkan ventilasi. Gunakan
defibrillator jika tersedia
(tintinalli : 2011)
2.2 Indikasi Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1. Henti Nafas Henti.
Nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam,inhalasi asp/uap/gas,
obstruksi jalan nafas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir,

6
serangan infrak jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma
dan lain-lainnya. Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada
dan aliran udara pernafasan dari korban dan ini merupakan kasus yang
harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD). Pada awal henti
nafas, jantung masih berdenyut dan nadinya masih teraba, dimana oksigen
masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung
masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ-organ vital yang
lainnya. Dengan memberikan bantuan resusitasi, ia dapat membantu
menjalankan sirkulasi lebih baik dan mencegah kegagalan perfusi organ.
2. Henti Jantung Henti
Jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen keotak dan organ vital lainnya secara
mendadak dan dapat balik normal, jika dilakukan tindakan yang tepat atau
akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak menetap kalau tindakan
tidak adekuat. Henti jantung yang terminal akibat usia lanjut atau penyakit
kronis tertentu tidak termasuk henti jantung atau cardiac arrest.
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardi tanpa denyut, kemudian disusun oleh ventrikel asistol dan
terakhirnya oleh disosiasi elektro-mekanik. Dua jenis henti jantung yang
berakhir lebihsulit ditanggulangi kerana akibat gangguan pacemaker
jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung
menghilang.
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba (karotis,
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis), pernafasan berhenti atau
gasping, tidak terdapat dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsang
cahaya dan pasien tidak sadar. Pengiriman oxygen ke otak tergantung pada
curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap oxygen dan
fungsi pernapasan. Iskemia melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan
menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat
membuat jantung berdenyut kembali. (Kaliammah : 2016)

7
2.3 Langkah-Langkah Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Setelah ditemukannya korban yang kolaps, tindakan medis pertama
harus dilakukan adalah menilai korban dan menentukan apakah korban
tersebut sebenarnya responsif atau tidak. Namun, sebelum mendekati
korban yang kolaps, keamanan lingkungan harus dinilai sepenuhnya
apakah bahaya atau tidak. Keamanan sangat penting. Sebelum penolong
dapat membantu korban yang sakit atau terluka, pastikan bahwa tempat
kejadian aman untuk penolong dan orang yang berada di dekatnya, dan
kumpulkan kesan awal tentang situasi ini. Sebelum penolong mencapai
korban, terus gunakan indera untuk mendapatkan kesan awal tentang
penyakit atau cedera dan kenali apa yang mungkin salah. Informasi yang
dikumpulkan membantu menentukan tindakan langsung penolong. Apakah
korban terlihat sakit? Apakah korban sadar atau bergerak? Carilah tanda-
tanda yang mungkin mengindikasikan keadaan darurat yang mengancam
jiwa seperti ketidaksadaran, warna kulit abnormal atau pendarahan yang
mengancam jiwa. Jika ada pendarahan yang mengancam jiwa, gunakan
sumber daya yang tersedia untuk mengendalikan pendarahan termasuk
tourniquet jika tersedia dan penolong terlatih. Begitu korban tercapai,
evaluasi tingkat responsif korban. Ini terlihat jelas dari kesan awal
misalnya, korban bisa berbicara dengan penolong, atau korban mungkin
mengeluh, menangis, membuat suara lain atau bergerak. Jika korban
responsif, mintalah persetujuan korban, yakinkan korban dan coba cari
tahu apa yang terjadi. Jika korban tersebut diam dan tidak bergerak, dia
mungkin tidak responsif. Untuk memeriksa responsif, tepuk bahu korban
dan berteriak, "Apakah Anda baik-baik saja?" Gunakan nama orang itu
jika penolong mengetahuinya. Berbicara dengan keras. Selain itu, gunakan
AVPU untuk membantu menentukan tingkat kesadaran korban. AVPU
terdiri dari :

A - Alert/Awas: korban bangun, meskipun mungkin masih dalam keadaan


bingung terhadap apa yang terjadi.

8
V - Verbal/Suara: korban merespon terhadap rangsang suara yang
diberikan oleh penolong. Oleh karena itu, penolong harus memberikan
rangsang suara yang nyaring ketika melakukan penilaian pada tahap ini.

P - Pain/Nyeri: korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan


oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan
keras di pangkal kuku atau penekanan dengan menggunakan sendi jari
tangan yang dikepalkan 5 pada tulang sternum/tulang dada. Namun,
pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah tersebut sebelum
melakukannya.

U - Unresponsive/tidak respon: korban tidak merespon semua tahapan


yang ada di atas.

Jika korban tidak merespon, inilah saatnya untuk mencari pertolongan


sebelum memulai ventilasi dan kompresi dada. Selain itu, upaya harus
dilakukan untuk mendapatkan defibrilator. Waktu untuk terapi khusus
ritme, terutama defibrilasi untuk takikardia ventrikel atau fibrilasi
ventrikel, sangat penting untuk pemulihan korban dalam serangan jantung
(American : 2015)

Langkah-langkah RJP

1. Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras (misal :


lantai).
2. Posisikan penolong berada di samping penderita.
3. Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu hati)

9
4. Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari titik
pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri).

5. Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan lainnya diletakkan
di atasnya untuk menopang.
6. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan.

7. Lakukan pijatan jantung luar.

Resusitasi jantung paru dengan satu orang penolong :

10
1. Tiupkan bantuan nafas awal 2 (dua) kali.
2. Jika penderita bernafas dan nadi berdenyut maka posisikan penderita pada
posisi pemulihan.
3. Apabila masih belum terdapat nafas dan nadi, maka lakukan pijatan jantung
sebanyak 15 kali dengan kecepatan pijatan 80-100 kali per menit.
4. Berikan bantuan nafas lagi sebanyak 2 (dua) kali.
5. Lakukan terus 15 kali pijatan jantung dan 2 kali bantuan nafas sampai 4 siklus.
6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun belum
terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.

Resusitasi jantung paru 2 (dua) orang penolong :

1. Posisi penolong saling berseberangan.


2. Lakukan bantuan nafas awal sebanyak 2 (dua) kali.
3. Lakukan pijatan jantung luar sebanyak 5 (lima) kali dengan kecepatan pijatan
80-100 kali per menit.
4. Berikan nafas bantuan sebanyak 1 (satu) kali.
5. Lakukan 5 pijatan jantung dan 1 nafas bantuan sampai 12 siklus.
6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun belum
terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.
Dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pun bukan tanpa resiko bagi
penderita, resiko-resiko yang mungkin dialami penderita antara lain : patah
tulang dada/iga, kebocoran paru-paru, perdarahan dalam pada dada/paru-paru,
memar paru dan robekan pada hati/limpa. Maka bagi penolong perlu berhati-
hati. (Ni Nyoman : 2017)

2.4 Penggunaan Automated External Defibrillator (AED)


Automated external defibrillator (AED) aman dan efektif bila digunakan
oleh orang awam dengan pelatihan minimal atau tidak terlatih. Disarankan
bahwa program AED untuk korban dengan OHCA diterapkan di lokasi umum
tempat adanya kemungkinan korban serangan jantung terlihat relatif tinggi
(misalnya, bandara dan fasilitas olahraga). Terdapat bukti mengenai perbaikan
tingkat kelangsungan hidup korban setelah serangan jantung bila penolong
melakukan.

11
RJP dan dengan cepat menggunakan AED. Dengan begitu, akses cepat ke
defibrilator merupakan komponen utama dalam sistem perawatan. AED
memungkinkan untuk mengalami defibrilasi beberapa menit sebelum bantuan
profesional tiba. Penyedia RJP harus melanjutkan RJP saat memasang AED
dan selama penggunaannya. Penyedia RJP harus berkonsentrasi untuk
mengikuti suara segera saat AED berbicara, khususnya melanjutkan RJP
segera setelah diinstruksikan, dan meminimalkan interupsi pada kompresi
dada. Memang, kejutan pra-shock dan pasca-shock pada penekanan dada
harus sesingkat mungkin. Standard AED sesuai untuk digunakan pada anak-
anak di atas 8 tahun. Agar AED efektif, penolong harus menggunakannya
dengan benar dengan melakukan hal berikut:
1. Hidupkan dulu.
2. Pastikan dada pasien terekspos dan kering. Jika perlu, lepaskan atau
potong pakaian dalam yang mungkin menghalangi. Bantalan harus
dipatuhi kulit agar syok bisa diantar ke jantung.
3. Letakkan pads berukuran sesuai untuk usia pasien di dada. Tempatkan
satu pad di dada kanan atas di bawah klavikula kanan sebelah kanan
sternum, tempatkan pad yang lain di sebelah kiri sisi dada pada
midaxillary line beberapa inci di bawah ketiak kiri.
4. Colokkan konektornya, dan tekan tombol analisa, jika perlu.
5. Beritahu semua orang untuk "clear" sementara AED menganalisis untuk
memastikan analisis yang akurat. Pastikan tidak ada yang menyentuh
pasien selama analisis atau kejutan.
6. Saat "clear" diumumkan, penolong berhenti melakukan kompresi dan
melayang beberapa inci di atas dada, namun tetap dalam posisi untuk
melanjutkan penekanan segera setelah kejutan diantarkan.
7. Amati analisis AED dan siapkan kejutan untuk disampaikan jika
disarankan. Minta penyelamat di posisi siap untuk segera melanjutkan
kompresinya setelah kejutan disampaikan atau AED menyarankan agar
kejutan tidak diindikasikan.
8. Kirimkan kejutan dengan menekan tombol kejutan, jika diindikasikan.

12
9. Setelah terjadi kejutan, segera mulailah kompresi dan lakukan 2 menit
RJP (sekitar 5 siklus 30:2) sampai AED meminta agar analisis ulang,
pasien menunjukkan tanda ROSC atau penolong diinstruksikan oleh
pemimpin tim atau personil yang lebih profesional untuk berhenti.
10. Jangan menunggu AED untuk segera memulai RJP setelah pesan
mengejutkan atau tidak ada kejutan.
(Ida Ayu : 2017)

13
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Serangan jantung mendadak menjadi penyebab utama kematian diluar
rumah sakit dan di rumah sakit. Penelitian di Eropa mengamati bahwa
resusitasi jantung paru (RJP) dapat meningkatkan kelangsungan hidup di
rumah sakit. Resusitasi merupakan usaha untuk mengembalikan fungsi sistem
pernapasan, peredaran darah dan saraf ke fungsi yang optimal sehingga
kemudian muncul istilah resusitasi jantung paru (RJP). RJP dibagi dalam 3
tahap, yaitu (1) bantuan hidup dasar (BHD); (2) bantuan hidup lanjut; (3)
bantuan hidup jangka panjang. BHD ialah untuk melakukan oksigenasi darurat
dan terdiri dari langkah-langkah (A) airway control = penguasaan jalan napas;
(B) breathing support = bantuan pernapasan yaitu ventilasi buatan dan
oksigenasi pada paru secara darurat; (C) Circulation support = bantuan
sirkulasi yaitu menentukan tidak adanya denyut nadi dan mengadakan
sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, mengatasi perdarahan dan
meletakkan korban pada posisi untuk syok. Memahami fisiologi perfusi kardio
serebral selama RJP sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas setelah serangan jantung

14
DAFTAR PUSTAKA

American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers


Handbook.2015.

Basic Life Support Policy. Policy B4 First Date of Issue: 23rd July 2010. 2015;:8-
33

Cahyani Putri Ida Ayu Okti.dkk.2017.Bantuan Hidup Dasar.Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana : Denpasar

Ganthikumar Kaliammah. 2016. Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung


Paru (RJP). Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana : Denpasar

Tintinalli J, dkk. Emergency medicine. 1st ed. New York: McGraw-Hill, Medical
Pub. Division; 2011

Wijayaswari Pande, Ni Nyoman Utami.dkk.2017.Bantuan Hidup Dasar &


Resisusitasi Jantung Paru. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana :
Bali

15

Anda mungkin juga menyukai