Anda di halaman 1dari 16

1.

KONSEP DASAR

A.Definisi Hipertensi

Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan sistolik ≥ 160
mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Nugroho, 2011).

Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas normal.
Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg (Manurung, 2016, p. 102)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah
sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.

B.Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.

1. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik


Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko antara lain yaitu :

1).Merokok :Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu vasokontriktor poten
menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga mulai peningkatan
noreprinefrin plasma dan saraf simpatetik. Efek sinergistik merokok dan tekanan darah tinggi
pada risiko kardiovaskular telah jelas. Merokok menyebabkan aktivasi simpatetik, stress,
oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan dengan peningkatan marker
inflamasi, yang akan mengakibatkan difungsi endotel, cedera pembuluh darah, dan
meningkatnya kekakuan pembuluh darah. Setiapbatang rokok dapat meningkatkan tekanan
darah 7/4 mmHg, perokok pasif dapat meningkatkan 30% risiko penyakit kardiovaskular
dibandingkan dengan peningkatan 80% pada perokok. (Pikir dkk, 2015)

2). Obesitas : Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mepengaruhi
kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan menurunkan tekanan darah
pada pasien obesitas memberikan efek menguntungkan pada faktor risiko yang terkait,
seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, heperlipidemia, dan hipertrofi ventrikel kiri.
Penurunan tekanan darah sistolik dan distolik pada penurunan berat badan 5,1 kg adalah
4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden obesitas lebih tinggi pada penurunan 34,4% dibandingkan pada
laki-laki 28,6%. Obesitas ,sebuah masalah kesehatan dunia, telah diidentifikasi sebuah
faktor risiko sangat penting untuk hipertensi. Individu obesitas mempunyai risikolebih tinggi
signifikan terjadinya hipertensi. Obesitas diketahui pada hasil kombinasi disfungsi pusat
makan diotak, ketidakseimbangan asuhan energy dan pengeluaran, variasi
genetic.peningkatan risiko yang sama juga juga telah diidentifikasi untuk hipertensi,
penyakiit vascular sebral dan perifer, hiperlipidemia, penyakit traktus bilier, osteoarthiritis,
dan gout. Pada obesitas, lemak visceral mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjut dari
hiperinsulimenia, adalah promosi peningkatan absorbsi Na oleh ginjal sehingga dapat terjadi
hipertensi. (Pikir dkk, 2015 )

1
3).Alkoholisme : Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun
mekanismenya belum jelas, mungkin akibat meningkatnya transport kalsium kedalam sel
otot polos melalui peningkatan katekolamin plasma.terjadinya hipertensi lebih tinggi pada
peminum alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik. Peminum alcohol lebiih dari dua gelas
sehari akan memiliki risiko hipertensi dua kali lipat dibandingkan bukan peminum, serta tidak
optimalnya efek dari obat anti hipertensi. Pada pasien hipertensi yang mengonsumsi alcohol
disarankan kurang dari 30 ml per hari atau 40 ml etanol per hari. (Pikir dkk, 2015 )

4).Stress :Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh


terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik atau ekstrinsik yang
menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat membahayakan kesehatan.
Walaupun data epidemiologi menunjukkan stress mental terkait dengan hipertensi, penyakit
kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic, efek stress mental pada manusia belum
dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari hipertensi pada individu obesitas terkait pada
faktor psikososial termasuk stress kronik. Aksis hipotalamus – hipofisi – adrenal merupakan
kunci mekanisme yang menghubungkan obesitas, hipertensi, dan stress kronis. Oleh karena
itu, orang seharusnya mengurangi stress untuk menghindari lingkaran setan stress mental,
obesitas, hipertensi, dan diabetes. (Pikir dkk, 2015)

5).Konsumsi garam : Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal
yang mengeluargkan rennin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah (Haryanto
& Rini, 2015)

6). Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas
diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan
memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma. Minum
dua sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut, dengan variasi
yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana tekanan darah akan
mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah dasar setelah 4 jam. (Pikir
dkk, 2015)

7).Kontrasepsi oral : peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan perempuan
yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang teradi. Hal ini
disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatic subtran rennin dan
aktivasi sistem rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi esterogen akan meningkat
tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen perempuan yang menggunakan
kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan peningkatan tekanan darah diatas 140/90
mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi lebih sering pada perempuan diatas 35 tahun, pada
mereka yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 5 tahun, dan individu gemuk. Jarang
terjadi pada mereka yang menggunakan tablet esterogen dosis kesil. Umumnya, hipertensi
reversible setelah penghentian kontrasepsi, tetai mungkin perlu beberapa minggu.
Esterogen pada postmenoupose umumnya tidak menyebabkan hipertensi, tetapi tentu
memelihara vasodilatasi diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015 )

2.Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan,yaitu :

1).Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama dengan
kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal

2
2).Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam kisaran
normal tetapi juga dapat memicu hipertensi

3).Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi. Begitu juga
konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga dapat meningkatkan
tekanan darah

4).Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma memiliki


hipertensi primer.

5).Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama


aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia yang
tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien memiliki
konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga harus
dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten.

C. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :


a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu :
a.  Mengeluh sakit kepala, pusing
b.  Lemas, kelelahan
c.  Sesak nafas
d.  Gelisah
e.  Mual
f.   Muntah
g.  Epistaksis
h.  Kesadaran menurun

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusatvasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula saraf saraf
simpatis,yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

3
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabutsaraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagairespons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambah
an aktifitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan
vasokonstriksi.  Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksyang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. 
Renin merangsang pembentukan angiotensin
I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteksadrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,menyebabkan peningka
tan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.Sebagai pertimbangan
gerontologis dimana terjadi perubahan structural
fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah 
yang terjadi pada usia lanjut.

Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya


elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pa
dagilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
Penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 20011)

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
 (Darmojo, 2010).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis.
Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah.Dan apabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanandarah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensinatrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ
seperti jantung. ( Suyono, Slamet, 2011 ).

4
PATHWAY

5
Suyono, Slamet : 2011

PEMERIKSAAN PENUNJANG

6
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu

1. Pemeriksaan yang segera seperti:

a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap


volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.

b.  Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

c.  Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).

d.  Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)


atau menjadi efek samping terapi diuretik.

e.  Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.

f.  Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/
adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).

g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).

i.  Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

j.  Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.

k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.

l.   EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun
gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

m.Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana) untuk
menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama):

a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter.

b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


7
A.Pengkajian Primer
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
A. Airway
1. Yakinkan kepatenan jalan napas
2. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
   bawa segera mungkin ke ICU.

B. Breathing
1.    Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
       mempertahankan saturasi >92%.
2.    Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3.    Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan
       bag-valve-mask ventilation
4.    Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan
       PaCO2
5.    Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6.    Lakukan pemeriksan system pernapasan
7.    Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru

C. Circulation
1.    Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
2.    Kaji peningkatan JVP
3.    Monitoring tekanan darah

PemeriksaanEKG mungkin menunjukan:


1.    Sinus tachikardi
2.    Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3.    Right bundle branch block (RBBB)
4.    Right axis deviation (RAD)
5.    Lakukan IV akses dekstrose 5%
6.    Pasang Kateter
7.    Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8.    Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
9.    Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid

D. Disability
a.    Kaji tingkat kesadaran
b.    Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

Pengkajian sekunder

8
1.Riwayat Penyakit Sekarang  
2.Riwayat Penyakit Dahulu
3.Pengkajian Head to Toe :
1) Kepala
Normocephalus, rambut tampak ubanan, dan kelihatan kotor, tidak ada
luka, tidak ada nyeri tekan pada kepala dan tidak ada benjolan.

2) Mata
Bentuk tampak simetris, konjungtiva tampak anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor, penglihatan jelas, tidak ada peradangan, tidak
menggunakan kaca mata, tidak ada nyeri dan tidak ada benjolan.

3) Hidung
Bentuk tampak simetris, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak
ada secret pada hidung, tidak ada nyeri tekan, penciuman masih cukup baik.

4) Mulut dan Tenggorokan


Mulut tampak sedikit kotor, mukosa mulut tampak kering, tidak ada
peradangan, gigi tampak kuning dan tidak ada kesulitan saat menelan.

5) Telinga
Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak tampak serumen, tidak ada
peradangan, tidak nyeri tekan pada bagian belakng telinga (mastoideus), tidak
ada benjolan, pendengaran masih bagus

6) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada luka, tidak ada
bendungan vena jugularis, klien mengeluh leher bagian belakang, terasa berat
(kaku kuduk).

7) Dada
Tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nyeri tekan.

8) Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

9) Genetalia
Tidak terkaji
10) Ekstremitas

9
Kekuatan otot tangan kanan dan kiri 4, kaki kanan dan kiri 4

11) Integument
Kebersihan cukup baik, warna kulit hitam, lembab, tidak ada gangguan
pada kulit.

 B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a.  Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,


vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard

b.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen.

c.   Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

C. Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN

NO DIANGOSA KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


DX KOLABORASI
1 Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
penurunan curah v  Cardiac Pump Cardiac Care
jantungberhubungan effectiveness 1.  Evaluasi adanya nyeri
denganpeningkatan afterload, v  Circulation Status dada ( intensitas,lokasi,
vasokonstriksi, v  Vital Sign Status durasi)
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, Kriteria Hasil: 2.  Catat adanya disritmia
iskemia miokard 1.  Tanda Vital dalam jantung
rentang normal (Tekanan 3.  Catat adanya tanda dan
darah, Nadi, respirasi) gejala penurunan cardiac
2.  Dapat mentoleransi putput
aktivitas, tidak ada 4.  Monitor status
kelelahan kardiovaskuler
3.  Tidak ada edema paru, 6.  Monitor status
perifer, dan tidak ada pernafasan yang
asites menandakan gagal
4.  Tidak ada penurunan jantung
kesadaran
7.  Monitor abdomen
sebagai indicator penurunan
perfusi
8.  Monitor balance cairan

10
9.  Monitor adanya
perubahan tekanan darah
9.  Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10.  Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
11.  Monitor toleransi
aktivitas pasien
12.  Monitor adanya
dyspneu, fatigue, tekipneu
dan
ortopneu
13.  Anjurkan untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


1.  Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2.  Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3.  Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4.  Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5.  Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah
aktivitas
6.  Monitor kualitas dari nadi
7.  Monitor adanya pulsus
paradoksus
8.  Monitor adanya pulsus
alterans
9.  Monitor jumlah dan
irama jantung
10.  Monitor bunyi jantung
11.  Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
12.  Monitor suara paru
13.  Monitor pola
pernapasan abnormal
14.  Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
15.  Monitor sianosis perifer
16.  Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

11
17.  Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

NIC :
2 Intoleransi aktivitasberhubungan NOC :
dengankelemahan, v  Energy conservation Energy Management
ketidakseimbangan suplai dan v  Self Care : ADLs 1.  Observasi adanya
kebutuhan oksigen. Kriteria Hasil : pembatasan klien dalam
1.  Berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
aktivitas fisik tanpa disertai 2.  Dorong anal untuk
peningkatan tekanan mengungkapkan perasaan
darah, nadi dan RR terhadap keterbatasan
2.  Mampu melakukan 3.  Kaji adanya factor yang
aktivitas sehari hari (ADLs) menyebabkan kelelahan
secara mandiri 4.  Monitor nutrisi  dan
sumber energi yang adekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
6.  Monitor respon
kardivaskuler  terhadap
aktivitas
7.  Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien

Activity Therapy
1.  Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
Dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
2.  Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan

3.  Bantu untuk memilih


aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social

4.  Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan
sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang
diinginkan

5.  Bantu untuk
mendpatkan alat bantuan
aktivitas
seperti kursi roda, krek

12
6.  Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7.  Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu
luang
8.  Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9.  Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10.  Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11.  Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual

3 Nyeri akutNIC
berhubungan
: dengan NOC :
peningkatan tekanan vaskuler v  Pain Level, Pain Management
serebral v  Pain control, 1.  Lakukan pengkajian nyeri
v  Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri, mampu dan faktor presipitasi
menggunakan tehnik 2.  Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan) 3.  Gunakan teknik
2. Melaporkan bahwa nyeri komunikasi terapeutik untuk
berkurang dengan mengetahui pengalaman
menggunakan manajemen nyeri pasien
nyeri 4.  Kaji kultur yang
3. Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon nyeri
(skala, intensitas, frekuensi 6.  Evaluasi pengalaman
dan tanda nyeri) nyeri masa lampau
4. Menyatakan rasa 7.  Evaluasi bersama pasien
nyaman setelah nyeri dan tim kesehatan lain
berkurang tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
5. Tanda vital dalam 8.  Bantu pasien dan
rentang normal keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
9.  Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
10.  Kurangi faktor

13
presipitasi nyeri
11.  Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
12.  Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
13.  Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
14.  Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
15.  Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
16.  Tingkatkan istirahat
17.  Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
18. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
1.  Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat
nyeri sebelum pemberian
obat
2.  Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan
frekuensi
3.  Cek riwayat alergi
4.  Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari
analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5.  Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
7.  Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan
nyeri secara teratur

14
8.  Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
9.  Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10.  Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala

15
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: KDT.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Pikir, dkk. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: Mediaction Jogja.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai