TENTANG
PENERAPAN SISTEM PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK
Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
kasih dan karunia-Nya, maka laporan akhir dari Tim Pengkajian Hukum
tentang “PENERAPAN SISTEM PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK”, telah dapat kami
selesaikan dengan baik.
Tim pengkajian ini di bentuk dalam rangka pelaksanaan pembinaan
dan pembaharuan hukum nasional berdasarkan Keputusan Menteri Hukum
Dan HAM RI Nomor : PHN-06.LT.02.01 Tahun 2015 tanggal 26 Maret 2015
tentang pembentukan tim Pengkajian Hukum tentang Penerapan Sistem
Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik. Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan pengkajian ini, Tim telah melakukan beberapa
kegiatan antara lain Rapat Tim, pengumpulan bahan - bahan pengkajian baik
melalui berbagai literatur maupun dalam kegiatan focus group discussion
(FGD) , penyusunan wawancara dan rapat dengan nara sumber.
Laporan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan secara
komprehensif terhadap berbagai permasalahan hukum dan regulasi terkait
dengan kegiatan pembangunan infrastruktur energi listrik yang dilaksanakan
dengan skema PPP. Berdasarkan kajian ini diperoleh hasil bahwa
pembangunan infrastruktur dengan menggunakan skema PPP seringkali
dihadapkan dengan berbagai permasalahn baik yang berkaitan dengan
regulasi maupun masalah hukum lainnya.
Beberapa permasalahan yang teridentifikasi menyangkut aspek
regulasi antara lain masih adanya aturan yang tidak harmonis, multitafsir dan
tumpang tindih serta aturan yang tidak dapat dilaksanakan serta aturan yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sementara permasalahan hukum yang
dihasilkan berdasarkan kajian ini terkait dengan jaminan secara umum
pelaksanaan dari investasi : Pengadaan tanah; Perizinan; Koordinasi vertical
horizontal; Hubungan dengan masyarakat; Jaminan & perlindungan investasi
non komersial.
Tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
hasil pengkajian ini. Untuk itu, saran dan kritikan selalu diharapkan dari
semua pihak. Kegiatan pengkajian ini juga tidak akan berhasil tanpa dukungan
dan bantuan semua pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum &
HAM ;
2. Ibu Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum
Nasional
3. Dr. Emil Dardak (PT. IIGF - Indonesia Infrastructure Guarantee Fund
Project )
4. Bapak Darwin Trisna Djajawinata (PT . SMI)
5. Bp. Dendy Apriadi (BKPM )
6. Juga pihak lain yang telah banyak membantu selesainya tim pengkajian
ini.
Terakhir, sebagai hasil pengkajian hukum semoga laporan akhir ini mampu
memberikan manfaat dan berguna bagi pengembangan dan pembinaan
hukum nasional, terutama dalam kaitanya dengan penerapan sistem public
private partnership terutama dalam proyek pembangunan ketenagalistrikan .
Hal.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 7
C. Maksud dan Tujuan Pengkajian 7
D. Kerangka Pemikiran 8
E. Kerangka Konsepsional 15
F. Metode Kerja Tim Pengkajian 15
G. Teknik Pengumpulan Data 17
H. Sistematika Pengkajian 18
I. Jangka Waktu Pelaksanaan 18
J. Personalia Tim Pengkajian 19
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 77
B. Rekomendasi 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Minimnya ketersediaan listrik, membuat PLN memberlakukan pemadaman listrik secara bergilir.
Kondisi geografis Indonesia yang tersebar dan terdiri atas ribuan pulau diduga mengakibatkan
tidak meratanya pusat-pusat beban listrik. http://www.pln.co.id/blog/info-pemadaman-
jakarta/ di unduh pada tanggal 21 Maret 2015
2
Hampir semua dunia industri membutuhkan listrik dalam pengoperasiannya, baik itu industri di
bidang pangan, sandang , transportasi serta tidak terkecuali di bidang pariwisata.
1
Di Indonesia, hingga saat ini penyediaan listrik masih diatur dan
dikendalikan langsung oleh pemerintah, melalui Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM yang mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
ketenagalistrikan3 dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Status PLN pada
tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, ditetapkan sebagai
Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi
kepentingan umum. Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan
kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan
listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam
menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.4
Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik yang telah diolah dari
Buku Outlook Energi Indonesia 2014 (OEI 2014)5 dari selama periode
2012-2035 pemanfaatan tenaga listrik total di semua sektor diperkirakan
akan terus meningkat secara signifikan hingga lebih dari 5 kali, yaitu akan
mencapai 903 TWh pada tahun 2035 atau tumbuh sebesar 7,4% per tahun.
Tingginya pertumbuhan pemanfaatan tenaga listrik tersebut sejalan dengan
pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan perekonomian yang
signifikan, perkembangan industri, kemajuan teknologi serta
meningkatnya standar kenyamanan hidup bagi masyarakat luas. Selama
perioda 2013 – 2035, sektor industri mengalami laju pertumbuhan yang
cukup tinggi yaitu sebesar 8,7% per tahun (skenario dasar) dan 10,3% per
tahun (skenario tinggi). Pada tahun 2035, sektor industri mendominasi
pemanfaatan listrik, dimana untuk skenario dasar rasio pemanfaatan
lsitrik mencapai 45%, sedangkan konsumen listrik terkecil adalah sektor
3
https://www.djk.esdm.go.id/index.php/tentang-kami/tugas-fungsi diunduh pada tanggal 21
Maret 2015
4
http://www.pln.co.id/blog/profil-perusahaan/ diunduh pada tanggal 25 Maret 2015
5
Outlook energi Indonesia 2014 : pengembangan energi untuk mendukung program substitusi
BBM Indonesia energy outlook 2014 : energy development in supporting fuel substitution
program / Agus Sugiyono ... [et al.]. -- Jakarta : Pusat
2
transportasi, sekitar 0,1% s.d. 0,4% karena hanya digunakan pada
angkutan kereta api, khususnya di wilayah Jabodetabek.
Meningkatnya konsumsi listrik pada masyarakat di Indonesia yang
tidak diikuti penambahan infrastruktur kelistrikan berakibat pada minimnya
pemenuhan kebutuhan listrik pada beberapa wilayah di Indonesia. Hal
tersebut berarti masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang tidak teraliri
atau menikmati listrik seperti wilayah Indonesia lainnya.6 Presiden Indonesia
periode 2014-2019, Joko Widodo dalam nawa cita mentargetkan
terwujudnya pemenuhan kebutuhan energi listrik sebesar 100% untuk
seluruh wilayah Indonesia.7 Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh PLN
pada tahun 2014, bahwa di Indonesia hingga saat ini rasio elektrifikasi baru
mencapai 81%, artinya masih ada 19% penduduk Indonesia (lagi) yang
belum menikmati listrik.8
Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah baik melalui
PLN maupun Kementerian ESDM untuk mensukseskan program 99%
elektrifikasi sebagaimana ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pemerintah telah melakukan pemetaan wilayah mana yang masih minim
pasokan listrik dan mengembangkan berbagai potensi sumber energi listrik,
baik konvensional seperti pembangunan berbagai pembangkit tenaga listrik
seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) maupun memanfaatkan energi terbarukan yang lebih
memungkinkan untuk di kembangkan sesuai dengan potensi dan kondisi
6
Di Jawa Barat misalnya. Sekira 26 persen wilayah ini, belum teraliri listrik, di Kampung Cijukung
yang berada di tengah Waduk Cirata, masih belum teraliri listrik. Di Jawa Tengah, sekira 300
warga di Kabupaten Sleman, belum memasang listrik di rumahnya. Di Kecamatan Prambanan,
ada sekira delapan dusun di dua desa yang belum teraliri listrik, yaitu Desa Gayamharjo dan
Wukirsari. Di Desa Gayam Harjo, sedikitnya ada enam dusun, yakni Dusun Watuadeg,
Gambirsari, Kalinongko Lor, Nawung, Gayam dan Rejosari. Serta Desa Wukirsari, terdapat dua
dusun, yaitu Dusun Klumprit I dan Losari II yang belum teraliri listrik dari pemerintah. Dari
delapan dusun itu, sedikitnya ada sekira 216 rumah tangga yang belum menerima aliran listrik,
karena tidak ada jaringan dan biaya. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah. Di Jawa
Timur, listrik tidak dapat dijumpai di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Data diolah kembali dari
http://daerah.sindonews.com/read/798480/29/jutaan-rakyat-indonesia-belum-menikmati-
listrik-1382713441 diakses pada tanggal 9 April 2015
7
Dokumen nawa cita, Kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK diakses pada tanggal 10
Maret 2015
8
http://www.pln.co.id/blog/hln-ke-69-27-oktober-2014-bersama-memajukan-kelistrikan-
indonesia/
3
wilayah atau daerah di Indonesia.9 Pemerintah juga telah memprogramkan
pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik, yang tentunya
membutuhkan sumber daya yang cukup besar baik itu dalam bentuk
pendanaan dan usaha-usaha pendukung lainnya, seperti perijinan. Hingga
saat ini program pembangunan sektor ketenagalistrikan di Indonesia masih
sangat tergantung pada upaya pemerintah dalam penyediaan aspek
pendanaan. Dari sisi pendanaan, diperkirakan kebutuhan aggaran untuk
program infrastruktur rakyat melalui desa, termasuk program mengaliri
listrik ke seluruh desa di Tanah Air mencapai Rp 385 triliun tahun 2015
sampai 2019 mendatang.10
Berdasarkan data perencanaan yang demikian, pemerintah sadar
bahwa mereka tidak akan mampu memenuhi hanya dengan kemampuan
APBN saja. Pemerintah telah membuka peluang terhadap masuknya pihak
swasta dengan membuat skema atau sistem public private partnership (PPP)
yang meliputi kegiatan umum pemerintah dengan pihak swasta melalui
kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha investasi dalam
pengadaan infrastruktur, contoh yang paling mudah adalah jalan tol. Khusus
dalam kerjasama pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik, pemerintah
juga sudah membuka pintu untuk masuknya puhak swasta sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ,
yang diatur dalam pasal 4 :
(1) Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah dilakukan oleh badan usaha milik
negara dan badan usaha milik daerah.
9
Salah satu yang ingin diwujudkan Jokowi-JK dalam pemenuhan kebutuhan sumber bahan baku
energi listrik adalah dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya energi
alternatif, khususnya melalui panas bumi (geothermal). Pengembangan energi terbarukan
masuk dalam salah satu target agenda politik Jokowi-JK. Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, potensi panas di Indonesia
tersebar di 251 lokasi pada 26 provinsi dengan total potensi energi 27.140 MW atau setara
219 miliar ekui-valen Barrel minyak. Kendati dalam jangka panjang penggunaan energi
terbarukan pada akhirnya akan menghasilkan biaya energi dan listrik yang murah, namun
untuk investasi awal khususnya dalam bidang teknologi, energi terbarukan bukan barang
murah. Butuh investasi besar untuk mewujudkan hal tersebut. Terlebih, selain pemanfaatan
energi alternatif, semua desa di Indonesia juga ditargetkan dapat teraliri listrik karena masih
banyak desa yang dianggap belum teraliri listrik.
10
Rencana Pembangunan INFRASTRUKTUR 2015-2019 data di akses dari
bappenas.go.id/index.php/download_file/. Diakses pada tanggal 6 Maret 2015
4
(2) Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat
berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.
11
Disinggung juga dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) mengenai pendanaan
proyek-proyek infrastuktur, bahwa pendanaan memberikan konstribusi penting bagi
pertumbuhan ekonomi.Sejalan dengan upaya ASEAN untuk mempercepat integrasi ekonomi,
maka investasi yang lebih besar diperlukan terutama dalam pembangunan infrasuktur
kawasan. Dengan demikian penerapan skema pembiayaan yang inovatif untuk meningkatkan
keterlibatan sektor swasta menjadi sangat penting. Tindakan yang di sarankan dalam cetak biru
adalah dengan meningkatkan partisipasi sektor swasta dan organisasi internasional dalam
pembiyaan pembangunan infrastruktur di kawasan, seperti ASEAN power grind, trans-ASEAN gas
pipeline, Singapore-kunming rail link dan ASEAN highway network, serta mengurangi atau
menghapuskan hambatan-hambatan investasi/pembiyaan proyek-proyek infrastuktur kawasan.
5
Fenomena mengemuka yang menjadi hambatan adalah belum harmonisnya
aturan tentang KPS dengan aturan investasi lainnya. Kendala dalam
pelaksanaan atau implementasi kerjasama pun juga mengemuka antara lain
investor tidak mendapat profit atau keuntungan seperti yang diharapkan,
termasuk juga investor belum mendapatkan jaminan kepastian terhadap
investasinya.12 Dari sisi investor pemerintah juga harus berhati-hati dan
selektif dalam memilih investor, sehingga tercapai apa yang menjadi tujuan
pemerintah. Ketika pemerintah berusaha untuk menarik investor, tentunya
pemerintah juga perlu untuk mengemas skema investasi yang patut
dikembangkan, dipasarkan, dan dijual kepada investor. Inti dari keberhasilan
penerapan sistem public private partneship sangat bergantung pada
kesepakatan bersama antara pihak pemerintah dengan pihak swasta. Setiap
pihak membawa misi sendiri-sendiri, pihak pemerintah berusaha
meminimalisasi keseluruhan biaya dan memastikan pelayanannya bermutu
tinggi, sementara pihak swasta berupaya untuk memaksimalkan keuntungan.
Berdasarkan latar belakang tersebut Badan Pembinaan Hukum
Nasional ( BPHN ) menganggap perlu untuk melakukan kegiatan pengkajian
hukum tentang Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek
Pembangunan Energi Listrik dengan melakukan inventarisasi faktor-faktor
pendorong dan penghambat penerapan sistem public private partnership
dalam proyek pembangunan energi listrik untuk selanjutnya memberikan
rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi pembentukkan atau
pembaharuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan.
12
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/02/1935020/PLTU.Batang.Tertunda.Negara.
Rugi.Rp.9.T riliun.per.Tahun
6
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat diiidentifikasikan
permasalahan hukum sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem public private partnership dalam proyek
pembangunan energi listrik direpresentasikan dan diproyeksikan dalam
banyak instrumen hukum maupun kebijakan di Indonesia?
2. Bagaimana hukum melindungi kedua belah pihak, baik pihak investor
maupun negara dalam penerapan model public private partnership ?
3. Mengapa model pembangunan energi listrik dengan sistem public
private partnership merupakan model yang efektif dalam menjawab
kebutuhan akan krisis energi listrik di Indonesia ?
7
2. Untuk mengetahui bagaimana instrumen hukum maupun kebijakan di
Indonesia mempresentasikan dan memproyeksikan sistem public
private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik
3. Untuk mengetahui bagaimana hukum sudah melindungi kedua belah
pihak, baik pihak investor maupun negara dalam penerapan model
public private partnership
4. Untuk mengetahui efektivitas pembangunan energi listrik dengan sistem
public private partnership dalam menjawab kebutuhan akan krisis energi
listrik di Indonesia
D. Kerangka Pemikiran
Konsep pembangunan infrastruktur dengan skema kerjasama
pemerintah dan swasta
13
Wibowo, A.and Alfen, H.W.2012. Fine-tunning theValue and Cost of Capital of Risky PPP
InfrastructureProjects, Engineering, Construction, and Architectural Management (diterima
untuk diterbitkan)
8
Tingkat keterlibatan Tingkat keterlibatan swasta
tinggi
swasta rendah
14
Christopher Bovis, Public-private partnership in the European Union, Routledeg critical studies
in public management; 2014, New York, NY 10017. Hal 1
9
specified period of time, (b) the private party receives compensation for
performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is
liable for the risks arising from performing the function and, (d) the
public facilities, land or other resources may be transferred or made
available to the private party.
15
Parente, William J, dalam Miharjana, Dodi,Feasibility Analysis and Risks in PPP Projects dalam
Workshop : Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in
Indonesia , Jakarta, 2006
16
http://ppp.worldbank.org/public-private-partnership/ diunduh pada tanggal 23 Mai 2015,
pukul 10.34 WIB
10
Menurut EU institutions, PPP refers to ‘form of cooperation between
public authorities and the world of bussines which aim to ensure the funding,
contruction , renovation, management or maintenance of an infrastructure or
the the provision of a service. The term of PPP is not defined at EU level. PPP
denote a contractual format between publicauthorities and private sector
undertakings. Such relations aim at delivering infrastructure projects, as well
as many other schemes in areas covering transport, public health, education,
public safety and waste management and water distribution and have the
following characteristics: the relatively long duration of the relationship ; the
funding source for the project; the strategic role of the private sector in the
sense that it is expected to provide input into different stages of the project such
as design, completions, implementation and funding and finally the distribution
of risks between the public and private sectors and the expectation that private
sector will assume substantial risk.
Secara teknis, PPP dapat diartikan sebagai skema kerjasama di mana
pemerintah mentransfer risiko yang biasanya pemerintah emban ke pihak
swasta dengan janji kompensasi finansial atas risiko yang ditransfer ke
swasta. Proyek infrastruktur banyak diintervensi oleh risiko yang kompleks,
yang berpotensi berdampak negatif terhadap efektifitas proyek KPS. Oleh
karena itu, efektifitas pelaksanaan PPP sangat tergantung kepada alokasi dan
manajemen risiko yang baik antara pihak publik (pemerintah) dan investor
swasta.
Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa skema
atau model PPP merupakan suatu perjanjian kerja sama atau kontrak, antara
instansi pemerintah dengan badan usaha/pihak swasta, dimana:
a. pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu
tertentu
b. pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat
pelaksanaan fungsi tersebut, dan
11
d. fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau
digunakan oleh pihak swasta
Model PPP memang bukan model yang lahir dan di kembangkan di Indonesia.
Karena PPP merupakan skema pembangunan infrastruktur yang pertama
kali dipakai di Inggris pada tahun 1990-an. Pertama kali dipakai untuk
membangun bandar udara di London. Model atau skema PPP yang di kenal
secara internasional dapat di gambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Tender Promotor
Syndicate loan
12
Kesenjangan kepentingan menjadi salah satu hal yang mengemuka
dalam penerapan sistem PPP. Pada titik inilah pihak pemerintah dan pihak
swasta secara bersama-sama dituntut untuk mampu bekerjasama mengatasi
tantangan yang muncul akibat adanya perbedaan kepentingan. Pelaksanaan
PPP akan semakin baik ketika pemerintah mampu menyediakan iklim
kondusif yang mampu mendukung PPP. Situasi yang kondusif untuk PPP
antara lain:
1. Peraturan atau regulasi yang mendukung;
2. Kerangka kebijakan yang berpihak pada kedua belah pihak secara
seimbang;
3. Prosedur yang jelas, dan terinci;
4. Budaya kompetisi yang sehat;
5. Transparansi dalam setiap transaksi;
6. Tentunya pihak pemerintah harus cukup paham dengan sistem PPP.
13
Pembuatan kebijakan dan peraturan pada dasarnya merupakan
intervensi strategis atas suatu kondisi. Untuk itu, perlu dipilih intervensi
yang betul-betul cocok dan membawa perubahan saat digulirkan di rimba
peraturan.
E. Kerangka Konsepsional
14
F. Metode Kerja Tim Pengkajian
Dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia R.I.
Nomor : PHN-06.LT.02.01 Tahun 2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang
pembentukan tim Pengkajian Hukum tantang Penerapan Sistem Public
Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik disebutkan
bahwa tim bertugas pertama menginventarisir dan mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan hukum; kedua mempelajari dan menganalisis;
ketiga memberikan rekomendasi, berupa upaya dan langkah yang perlu
diambil dalam rangka pembinaan dan pembaharuan hukum menuju
terbentuknya suatu Sistem Hukum Nasional yang dicita-citakan.
Dalam rangka menyelesaikan tugas tersebut maka langkah-langkah
yang dapat dilakukan antara lain; melakukan rapat pertama tim, selain
agenda perkenalan anggota tim, juga diagendakan diskusi untuk
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang kemudian ditetapkan
menjadi rumusan permasalahan Pengkajian Hukum judul pengkajian hukum
yang telah ditetapkan oleh BPHN.Lebih lanjut permasalahan hukum yang
telah dipilih tersebut dianalisa atau dikaji atau ditinjau/didekati dari
berbagai aspek, baik secara intern (hukum) maupun ekstern
(interdisipliner) atau interdepartemental (oleh ketua dan anggota Tim).
Setelah disepakati sejumlah permasalahan hukum, maka tahap
berikutnya adalah pembagian tugas pengkajian hukum yaitu melakukan
analisis atau kajian terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang telah
ditetapkan. Sedangkan pola analisis yaitu permasalahan hukum yang telah
dipilih dianalisis dari sudut intern dan ekstern oleh masing-masing anggota
Tim Pengkajian sesuai dengan bidang atau keahlian dan kepakaran dari
masing-masing anggota Tim Pengkajian Hukum.
Sesuai dengan Surat Keputusan tersebut maka Pengkajian Hukum
dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan Desember 2015.
Pengkajian Hukum ini dilakukan dengan metode kerja sebagai
berikut :
15
Studi kepustakaan, masing-masing anggota mengumpulkan dan
mempelajari bahan literatur yang berkaitan dengan materi yang akan
dikaji
Anggota Tim menulis kertas kerja (berupa makalah) seusuai dengan
topik yang telah ditugaskan, kemudian didiskusikan dalam rapat tim.
Jika diperlukan maka Tim Pengkajian dapat mengundang pihak lain
(nara sumber) untuk didengar pendapatnya mengenai masalah yang
masih perlu diketahui kejelasannya.
1. Studi Literatur
Pengkajian ini dimulai dengan melakukan tinjauan literatur dari
sejumlah laporan studi terdahulu, peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagalistrikan maupun kerjasama pemerintah dengan swasta,
dokumen kebijakan, serta sumber sumber tertulis lain seperti buku-
buku dan jurnal, yang terkait dengan penerapan sistem PPP dalam
proyek pembangunan energi listrik.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi dari para
nara sumber untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tim berupaya
memperoleh informasi seputar investasi di bidang infrastruktur,
khususnya yang menggunakan sistem PPP.
16
1. Dr. Emil Dardak ( Executive Vice President mewakili Ibu Sinthya
Roesly Dirut PT. IIGF( Indonesia Infrastructure Guarantee Fund
Project )
2. Bapak Darwin Trisna Djajawinata (mewakili Ibu Ema Martini yang
merupakan Dirut PT . SMI)
3. Bp. Dendy Apriadi (mewakili Direktur Perencanaan Infrastruktur
BKPM )
H. Sistematika Pengkajian
17
I. Jangka Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Pengkajian ini akan dilaksanakan dari bulan Maret sampai
dengan bulan Desember 2015.
18
BAB II
KEBIJAKAN , PENGATURAN
DAN KELEMBAGAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK
“target 35.000 MW bukanlah target yang ringan, tapi harus dicapai dengan kerja
keras. Listrik yang cukup adalah kunci bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat.”
20
Tabel Proyeksi Kebutuhan Listrik
1
www.pln.co.id/dataweb/RUPTL/RUPTL%20PLN%202015-2024.pdf di akses pada tanggal
12 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB
21
untuk beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan
berbahan bakar listrik atau hibrid, perlu disikapi serius dari operator
penyedia listrik, karena kesemua sistem transportasi tersebut membutuhkan
energi listrik dengan daya yang cukup besar. Sebagai contoh, untuk mengisi
(charging ) baterai mobil listrik dengan teknologi fast charging akan
membutuhkan daya +/- 5250 watt dengan waktu pengisian selama 4 jam,
dan daya sebesar 42000 watt untuk pengisisan selama ½ jam. Jika terdapat
100 mobil yang di-charging dalam waktu bersamaan maka akan diperlukan
daya 4,2MW. Pemakaian daya sebesar itu akan sangat mempengaruhi
kestabilan jaringan listrik, ketika beban berkapasitas besar masuk kesebuah
jaringan secara tiba-tiba maka tegangan dan frekuensi jaringan kelistrikakan
akan turun, apalagi jika waktu pengisian baterai mobil listrik dilakukan saat
beban puncak bisa mengakibatkan jaringan collapse sehingga terjadi
blackout . 2
Pemerintah sangat menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan energi listrik
harus segera dicarikan solusinya. Kebutuhan mendesak saat ini adalah
menyelesaikan segera 7.000 MW yang sudah dalam proses konstruksi serta
membangun 35.000 MW (10.000 MW oleh PLN dan 25.000 MW oleh swasta)
dengan tepat waktu dan sesuai prinsip Good Governance. Sebagai tindak
lanjut, pemerintah bersama PLN telah mempersiapkan beberapa strategi.
2
Buku Outlook Energi Indonesia 2014, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya
Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
22
STRATEGI IMPLEMENTASI
No. ISU Strategi
1. Lahan Mempercepat ketersediaanya dengan
menerapkan UU 2/2012 (tentang
pembebasan tanah)
2. Negosiasi Harga Menyediakan prosesnya dengan
menetapkan harga patokan tertinggi untuk
swasta dan excess power
3. Pengadaan Mempercepat proses dengan mengacu
pada Permen ESDM 3/2012 dengan
alternatif penunjukan langsung atau
pemilihan langsung untuk energi baru
terbarukan (EBT), mulut tambang, gas
marjinal, ekspansi, dan excess power (
syarat dan ketentuan berlaku)
4. Perizinan Mempercepat dan menyederhanakan
prosesnya melalui pelayanan terpadu satu
pintu (PTSP)
5. Pengembang dan Memastikan kinerjanya andal-terpercaya
kontraktor (qualified) melalui penerapan uji-tuntas
(due diligence)
6. Manajemen Proyek Mengendalikan proyek melalui project
management office (PMO)
7. Koordinasi Lintas Memperkuat dengan para pemangku
Sektor kepentingan terkait.
*mengacu pada Permen ESDM 3/105
23
PENGADAAN PENGEMBANG LISTRIK SWASTA (IPP) : MUDAH, CEPAT,
AKUNTABEL
PLTA
PLTG
Gas
Marjinal Pemasukan
proposal oleh
Excess Penunjukan
calon
Power langsung
pengembang
IPP
Kondisi
Sistem Krisis
Dibangun dilokasi yang sama
Uji Tuntas Oleh Evaluasi
Procurement Harga
Ekspansi
Agent
Dibangun disistem
yang sama
Tanda
PLTUMulut 1 peminat
Tangan
Terdaftar Tambang Lebih dari
Kontrak
dalam 1 peminat
RUPTL
2015- Diversifikasi
2024? Energi
Pemilihan
Langsung
Pemasukan
Pelelangan
dokumen lelang
Umum
oleh para calon
pengembang IPP
Bukan Ragam
Pilihan
24
*proses pengadaan IPP dilaksanakan oleh panitia pengadaan PLN atau
Procurement Agent.
*Bagan diadaptasi dari Permen No. 03/2015
Ekspansi dan penambahan pembangkit sudah dilakukan sesuai kebijakan
pemerintah, selain itu, pengadaannya dipermudah dan transparan, sinergi-
koordinasi dikedepankan, serta memanfaatkan bahan bakar batubara dan
bahan bakar gas secara lebih efektif.
Menerapkan inovasi tkhnologi pembangkit yang mendukung percepatan,
seperti : pembangkit listrik bergerak (mobile power plant) berbahan bakar
gas serta pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di remote area.
25
DAFTAR PENGADAAN PEMBANGKIT 35.000N MW BERDASARKAN
RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK 2015 – 2024
(Kepmen 0074.K/21/MEM/2015)
25.904 MW
26
10. PLTU Jawa-5 (FTP2) / Banten 2x1.000 Pemilihan
Langsung
11. PLTU Kalbar-1 / 2x100 Pelelangan
Kalimantan Bbarat
12. PLTU Kendari 3 / 2x50 Pelelangan
Sulawesi Tenggara
13. PLTU Sumsel-9 / 2x600 Pelelangan
Sumatera Selatan
14. PLTU Sumsel-10 / 1x600 Pelelangan
Sumatera selatan
15. PLTU Sumbagsel-1 MT / 2x150 Pelelangan
Sumatera selatan
16. PLTU Meulaboh 3&4 / Aceh 2x200 Pelelangan
17. PLTU Bengkulu / Bengkulu 2x100 Pelelangan
18. PLTU Sulbagut-1 / Sulut / 2x50 Pelelangan
Gorontalo
19. PLTU Sumsel-1 MT / 2x300 Pelelangan
Sumatera Selatan
20. PLTG Bangka Peaker / 100 Pelelangan
Bangka Belitung
21. PLTU Jawa-7 / Banten 2x1.000 Pelelangan
27
Proyek Pengadaanya Akan Dibuka (Penunjukan Langsung)
No. Jenis Lokasi Kapasitas Metode
(MW) Pengadaan
1. PLTG/U Senipah Exp. (ST) / 1x35 Penunjukan
Kalimantan Timur Langsung
2. PLTU Kaltim 4 (Exp.-2 2x100 Penunjukan
Embalut) Langsung
/ Kalimantan Timur
3. PLTU Jawa-4 (Exp. Tj.Jati B)/ 2x1000 Penunjukan
Jawa tengah Langsung
4. PLTU Sulbagut- 2x50 Penunjukan
3(Exp.Molotabu) / Langsung
Gorontalo
5. PLTA Wai Tina/Maluku 12 Penunjukan
Langsung
6. PLTA Sidikalang-1/Sumatera 15 Penunjukan
Utara Langsung
7. PLTA Tabulahan/ sulawesi 20 Penunjukan
Barat Langsung
8. PLTA Masupu / sulawesi 36 Penunjukan
Barat Langsung
9. PLTA Salu uro/ sulawesi 95 Penunjukan
Selatan Langsung
10. PLTU Sumsel-7 (exp. Sumsel-5) 1x300 Penunjukan
/ sulawesi selatan Langsung
11. PLTU Jawa-8 (exp. Cilacap)/ 1x1000 Penunjukan
Jawa tengah Langsung
12. PLTA Kalaena-1 / sulawesi 54 Penunjukan
Selatan Langsung
28
13. PLTA Paleleng / sulawesi 40 Penunjukan
Selatan Langsung
14. PLTA Poso 1 / sulawesi 120 Penunjukan
Tengah Langsung
15. PLTU Jawa-9 (exp.banten) / 1x600 Penunjukan
banten Langsung
16. PLTA Air putih / sumatera 21 Penunjukan
barat Langsung
29
Sulawesi utara
10. PLTGU/MGU Sulsesl / 150 Pelelangan
sulawesi
Selatan
11. PLTGU/MGU Kalselteng / 200 Pelelangan
Kalimantan
selatan / tengah
12. PLTGU/MGU Peaker jawa / 400 Pelelangan
bali-1 / jawa
barat
13. PLTGU/MGU Peaker jawa / 500 Pelelangan
bali-2 / jawa
timur
14. PLTGU/MGU Peaker jawa / 500 Pelelangan
bali-3 / banten
15. PLTGU/MGU Peaker jawa / 450 Pelelangan
bali-4/ jawa
barat
16. PLTG/MG Jambi peaker / 100 Pelelangan
Jambi
17. PLTGU Jawa-3 / jawa 1x800 Pelelangan
Timur
18. PLTGU/MGU Sumbagut-1/ 250 Pelelangan
sumatera utara
19. PLTGU/MGU Sumbagut-3/ 250 Pelelangan
sumatera utara
20. PLTGU/MGU Sumbagut-4/ 250 Pelelangan
Aceh
30
sulawesi
Utara
22. PLTGU/MGU TB.Karimun/ 40 Pelelangan
riau
23. PLTGU/MGU Natuna-2 / riau 25 Pelelangan
24. PLTMG Tanjung pinang- 30 Pelelangan
2/
Riau
25. PLTMG Dabo singkep-1/ 16 Pelelangan
Riau
26. PLTMG Bengkalis / riau 18 Pelelangan
27. PLTMG Selat panjang-1 / 15 Pelelangan
riau
28. PLTMG Tanjung batu / 15 Pelelangan
riau
29. PLTG/MG Belitung / 30 Pelelangan
kep.Bangka
belitung
30. PLTU Jawa-10 / jawa 1x660 Pelelangan
Tengah
31. PLTU Riau kemitraan / 2x600 Pelelangan
Riau
32. PLTU Bangka-1 /Kep. 2x100 Pelelangan
Bangka belitung
33. PLTU Kalselteng-3/ 2x100 Pelelangan
kalimantan
tengah
34. PLTU Kalbar-2/ 2x200 Pelelangan
kalimantan barat
35. PLTG/MG Natuna-3 / riau 25 Pelelangan
31
36. PLTMG Dabosingkep-2 / 16 Pelelangan
riau
37. PLTU Kaltim-3 / 2x200 Pelelangan
kalimantan
timur
PT. PLN
(PERSERO)
10.681 MW
32
Proyek Yang Pengadaannya Akan Dibuka (Pelelangan)
No. Proyek Pembangkit Lokasi Kapasitas Metode
(MW) Pengadaan
1. PLTP Hululais Bengkulu 55 Pelelangan
2. PLTU Indramayu Jabar 1000 Pelelangan
3. PLTGU Muara karang Jakarta 500 Pelelangan
4. PLTGU Jawa-2 / Jakarta 800 Pelelangan
Tj.priok)
5. PLTGU Grati add on Jatim 150 Pelelangan
blok 2
6. PLTGU Muara Tawar Jawa barat 650 Pelelangan
add on unit 2,3,4
7. PLTU Kalselteng 2 Kalteng 2x100 Pelelangan
8. PLTG/PLTMG Lampung 200 Pelelangan
Lampung Peaker
9. PLTP Tulehu Maluku 20 Pelelangan
10. PLTU Lombok (FTP 2) NTB 2x50 Pelelangan
11. PLTU Lombok 2 NTB 50 Pelelangan
12. PLTU Timor 1 NTT 2x25 Pelelangan
13. PLTP Mataloko NTT 20 Pelelangan
14. PLTP Ulumbu 5 NTT 5 Pelelangan
15. PLTG/PLTMG Riau Riau 200 Pelelangan
Peaker
16. PLTU Sulses barru 2 Sulsel 1x100 Pelelangan
17. PLTGU Makasar Peaker Sulsel 450 Pelelangan
18. PLTGU Sulses Peaker Sulsel 450 Pelelangan
19. PLTU Sulsel 2 Sulsel 200 Pelelangan
20. PLTU Palu 3 Sulteng 2x50 Pelelangan
21. PLTU Bau-Bau Sultra 2x25 Pelelangan
22. PLTU Sulut 1 Sulut 2x25 Pelelangan
33
23. PLTG/PLTMG Mobile Tersebar 1,565 Pelelangan
Power Plant Tersebar
24. PLTMG Tersebar Tersebar 665 Pelelangan
25. PLTGU/MGU Tersebar Tersebar 450 Pelelangan
26. PLTG/MG Tersebar Tersebar 250 Pelelangan
27. PLTM Tersebar Tersebar 50 Pelelangan
CATATAN :
Tabel ini mencakup rincian proyek pembangkit yang dilelangkan,
namun bukan merupakan pengumuman lelang
Pengumuman lelang akan diumumkan secara terpisah di media
massa sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oelh PLN dan dapat
diakses melalui laman www.pln.co.id
34
Dengan rahmat Tuhan YME dan Juga dukungan segenap pemangku
kepentingan, pada 2015 ini PLN akan menandatangani kontrak
pembangunan pembangkit sebesar 10.000 MW sebagai tahap I dari total
keseluruhan 35.000 MW.
35
B. KERANGKA PERATURAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DENGAN
SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
37
meningkatkan perekonomian nasional, menyejahterakan
masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam
persaingan global. Guna mendorong dan meningkatkan kerjasama
antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur dan layanan sosial, diperlukan pengaturan guna
melindungi dan menjaga kepentingan konsumen, masyarakat, dan
badan usaha secara berkeadilan.
38
c. Revisi dan perbaikan peraturan infrastruktur secara sektoral untuk
mendukung Peraturan Presiden terkait KPS;
1. PERMEN PPN / KEA BAPPENAS NO 3 TAHUN 2012 ( PANDUAN
UMUM KPS)
39
e. Beragam dukungan seperti jaminan ( Government Guarantee ) dan
lain sebagainya.
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010
tentang penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama
pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha
penjaminan infrastruktur.
40
secara ketat dibatasi. Dengan demikian, koordinasi sangat penting untuk
pembangunan infrastruktur menjadi efektif. 3
Pemerintah menyadari kebutuhan untuk menciptakan kerangka
koordinasi yang efektif dengan kepemimpinan politik yang kuat untuk
memperkuat program infrastruktur secara umum dan PPP pada
khususnya. Atas inisiatif BAPPENAS, kementerian keuangan dan
kementerian koordinasi urusan ekonomi, KPPIP (komite untuk
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) telah dikembangkan dan
dirancang untuk menjadi lembaga yang terpercaya.
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
yang dibentuk pada tahun 2005. Pemerintah membentuk Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang memiliki
tugas untuk merumuskan strategi dan koordinasi pelaksanaan
percepatan penyediaan infrastruktur. Peran KKPPI dirasa masih belum
optimal karena beban koordinasinya yang tidak dilengkapi dengan
kewenangannya. Pada akhirnya dirasa perlu untuk melakukan
mempercepat penyelesaian pembangunan infrastruktur melalui
pengambilan keputusan yang cepat dan memberikan solusi atas akar
permasalahan yang ada. Karena dalam revitalisasi ini, diperlukan fungsi
koordinasi dalam penyusunan rencana percepatan dan standar kriteria
untuk prioritasi dan penyiapan proyek infrastruktur serta
pengembangan skema pendanaan dengan model PPP atau KPS. Maka
dilakukan revitalisasi KKPPI dengan membentuk Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang telah diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2014.
KPPIP bertanggung jawab langsung kepada Presiden. KPPIP terdiri
atas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku ketua, dengan
3
Republic of Indonesia Ministry of National Development Planning / National Development
Planning Agency, Public Private Partnerships – Infrastructure project plan in indonesia 2015, Jakarta
2015
41
beranggotakan Menteri Keuangan; Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
KPPIP juga dilengkapi dengan tim pelaksana harian yang terdiri atas
beberapa orang eselon I dari berbagai kementerian dan mempunyai
tugas membuat keputusan yang dilakukan secara kolektif.
42
Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi -
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi, Direktorat Jenderal Bina
PembangunanDaerah - Kementerian Dalam
Negeri, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah
- Kementerian Dalam Negeri.
43
Berdasarkan Perpres tersebut sudah menegaskan bahwa KPPIP
memiliki fungsi-fungsi koordinasi, prioritasi, monitoring, evaluasi,
dan sosialisasi program bagi penyediaan infrastruktur prioritas di
Indonesia. Namun fungsi-fungsi penyiapan proyek, implementasi
proyek, dukungan fiskal dan lainnya akan tetap dijalankan oleh
Kementerian dan Lembaga (K//L) atau instansi terkait. KPPIP
diposisikan sebagai kantor manajemen proyek untuk proyek-proyek
prioritas. KPPIP memiliki peran penting dalam pengembangan
proyek-proyek prioritas dan pelaksanaan, mulai dari proyek pilihan
hingga terobosan. KPPIP juga memiliki peran sentral dalam
mengkoordinasikan para pemangku kepentingan terkait dalam
pelaksanaan proyek-proyek prioritas melalui fasilitasi
pengembangan, pemantauan serta memberikan insentif dan
disinsentif skema untuk mempercepat realisasi proyek.
44
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
A. UMUM
1. PENGADAAN TANAH
46
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Lebih lanjut dikatakan, berlakunya Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 menandakan bahwa Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum menghadapi babak baru,
pengadaan tanah di alam demokrasi yang menjamin tanah untuk
kepentingan umum tersedia dan menjamin hak rakyat tetap dihormati
dan dilindungi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 diberlakukan
dengan tujuan menjamin terselenggaranya pembangunan untuk
kepentingan umum dengan mengedepankan prinsip penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia, keseimbangan antara kepentingan
pribadi dan kepentingan umum dan pemberian ganti kerugian yang
berkeadilan.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 mengatur
mengenai tahap pengadaan tanah, yang meliputi; tahap perencanaan,
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyerahan hasil.
Setiap tahap pengadaan tanah dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2012, jelas instansi mana yang bertanggung jawab dan apa hak-hak
masyarakat atau pemegang hak atas tanah. Pada tahap perencanaan,
maka instansi yang bertanggungjawab untuk melakukan perencanaan
adalah instansi yang memerlukan tanah. Pada tahap persiapan, maka
instansi pemerintah yang bertanggungjawab adalah Gubernur dan
instansi yang memerlukan tanah. Selanjutnya tahap pelaksanaan
instansi yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia. "Berlainan dengan peraturan sebelumnya dimana
pelaksana Pengadaan Tanah adalah suatu Panitia yang bersifat ad hoc,
menurut UU ini, pelaksana adalah bersifat tetap.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga bahwa terdapat berbagai
peraturan sektoral yang harus diikuti dalam pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Dengan Undang-Undang ini, maka semua
47
pengadaan tanah untuk kepentingan umum tunduk pada Undang-
Undang ini. Bahkan pelepasan objek Pengadaan Tanah yang dimiliki
atau dikuasai oleh Instansi Pemerintah dan/atau BUMN dan/atau
BHMN harus sudah selesai dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh)
hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan
Umum. Setelah pelaksanaan Pengadaan Tanah selesai, Badan
Pertanahan Nasional RI menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada
instansi yang memerlukan tanah. Instansi bersangkutan kemudian
dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan. Disamping itu
instansi yang memerlukan tanah juga wajib mendaftarkan tanah yang
telah diperolehnya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
penyerahan hasil Pengadaan Tanah.
Selanjutnya untuk memenuhi program pemerintah terutama
dalam mewujudkan nawa cita pihak Kementrian Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menyiapkan cara
mendukung program Presiden itu. Salah satunya dengan
membekukan lahan proyek pemerintah. Kementerian Agraria tidak
akan membuka celah pada pemilik atau pihak ketiga memainkan
harga tanah. Aturan itu mengatur, dalam waktu tertentu pemilik tanah
tidak dapat menjual kepada pihak lain kecuali kepada pemerintah.1
Aturan hukum terkait rencana itu sedang dirumuskan oleh
Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Aturan hukum yang dimaksud
juga mengatur tentang perpanjangan hak guna usaha, misalnya, jika
ada lahan pemerintah yang dibutuhkan, negara bisa mengambilnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang juga akan memperbaiki
cara pembebasan lahan agar lebih manusiawi. Selama ini, pemilik
tanah banyak yang menolak lahannya dibeli pemerintah karena ada
1
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
48
proses yang kurang bagus di lapangan. Untuk pembebasan lahan rata-
rata diserahkan pada perusahaan atau pemegang proyek. Akhirnya
masyarakat pasti beranggapan bahwa ini proyek swasta. Untuk
mengatasi masalah ini, pemerintah mewacanakan pembentukan bank
tanah atau land bank di Indonesia. Pembentukan bank tanah perlu
dilakukan untuk meningkatkan kedaulatan pemerintah dan menjamin
pembangunan proyek-proyek infrastruktur dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Dengan adanya land bank, nantinya lembaga
inilah yang akan melakukan pembelian tanah sebelum proyek
pembangunan infrastruktur dimulai.
Saat ini, pemerintah terus melakukan pembahasan
pembentukan bank tanah dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU)
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ide dari BLU bank tanah ini
adalah ketika sudah mendapat indikasi daerah-daerah ini diperlukan
untuk pembangunan infrastruktur, maka BLU itu yang akan
melakukan pembelian atas tanah terlebih dahulu, kemudian, ketika
akhirnya proyek ini jadi akan direalisasikan, maka pihak yang
menjalankan proyek, apakah kementerian, apakah investor, tinggal
membeli dari BLU tersebut. Sebab jika pembebasan tanah baru
dilakukan setelah proyek diluncurkan, hal tersebut dikhawatirkan
akan menghambat pelaksanaan proyek sendiri. Apabila mengikuti
prosedur dengan dimulai dari launching proyeknya, dilakukan lelang,
baru pengadaan tanah, biasanya proyek ini tidak akan jadi atau akan
lama terealisasi. Berdasarkan pengalaman yang ada ketika bocor
informasi akan adanya pembelian tanah untuk proyek pemerintah
maka harga tanah ini akan naik luar biasa sehingga akhirnya malah
menyulitkan dari land acquisitionnya.
49
2. PERIZINAN
50
b. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
ditetapkan Menteri, dengan jangka waktu paling lama
30 tahun dan dapat diperpanjang.
2. Pemegang IUPTL melaporkan kegiatan usahanya setiap 6
bulan kepada Direktur Jenderal.
3. IUPTL harus diubah apabila terdapat perubahan kapasitas
pembangkit tenaga listrik, jenis usaha, nama badan usaha,
atau wilayah usaha.
4. IUPTL berakhir karena habis masa berlakunya dan tidak
diajukan perpanjangan, dikembalikan oleh pemegang Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, atau dicabut oleh
Menteri.
51
II. TATA CARA PERMOHONAN IUPTLS DAN IUPTL
(Sesuai Permen ESDM Nomor 35/2013)
A. IUPTL- Sementara Persyaratan IUPTL Sementara
Persyaratan Administratif:
1. Identitas pemohon;
Permohonan 2. Profil Pemohon;
IUPTL Sementara 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kepada Kepala BKPM
20 hari kerja setelah Persyaratan Teknis:
permohonan diterima 1. Studi kelayakan awal;
lengkap 2. surat penetapan sebagai calon pengembang UPL dari pemegang IUPL selaku
Penerbitan IUPL Sementara calon pembeli tenaga listrik atau penyewa Jaringan Tenaga Listrik untuk usaha
Oleh Kepala BKPM pembangkitan, usaha transmisi, atau usaha distribusi tenaga listrik.
Persyaratan IUPTL
Persyaratan Administratif:
1. Identitas pemohon;
B. IUPL 2. Pengesahan sebagai badan hukum Indonesia;
3. Profil pemohon;
4. NPWP; dan
5. Kemampuan pendanaan.
Permohonan IUPTL
kepada Kepala BKPM Persyaratan Teknis:
1. Studi kelayakan IUPL;
30 hari kerja setelah 2. Lokasi instalasi kecuali untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik
permohonan diterima 3. izin lokasi dari instansi yang berwenang kecuali untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik;
lengkap 4. Diagram satu garis (single line diagram);
Penerbitan IUPTL 5. Jenis dan kapasitas usaha;
6. Jadwal Pembangunan;
Oleh Kepala BKPM 7. Jadwal Pengoperasian
8. persetujuan harga jual tenaga listrik dan
Kesepakatan jual beli TL untuk Usaha Pembangkitan
Kesepakatan sewa jaringan untuk Usaha Transmisi atau Distribusi
9. Penetapan wilayah usaha (sesuai Permen ESDM No 28/2012) dan RUPTL untuk
Usaha Distribusi, Penjualan, atau Terintegrasi
Persyaratan Lingkungan
Sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
52
b. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri
(Permen ESDM 35/2013 )
53
di 24 Provinsi dan 120 PTSP di Kabupaten/Kota. Berdasarkan latar
belakang tersebut, keluarlah Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2015
tentang Pendelegasian wewenang pemberian izin usaha ketenagalistrikan
yang menjadi kewenangan dalam rangka Pelaksanaan Terpadu Satu Pintu
kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan beberapa
point penting sebagai berikut :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mendelegasikan
kewenangan pemberian izin usaha ketenagalistrikan yang menjadi
kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan hak subtitusi;
2. Kewenangan pemberian izin usaha didelegasikan kepada Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang terdiri dari :
1. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
2. Izin Operasi;
3. Penetapan Wilayah Usaha;
4. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik;
5. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara;
6. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika;
7. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi;
8. Izin Panas Bumi;
9. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi; dan
10. Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi.
LEMSANEG
55
Dari total 22 Kementerian / lembaga terdapat 10 Kementerian yang
berhubungan dengan sektor listrik. PTSP Pusat siap melayani seluruh perizinan
investasi bidang usaha, kecuali sektor hulu migas dan perbankan . PTSP Pusat
memiliki 77 petugas penghubung (liaison officer- LO) yang berasal dari 22
Kementerian/Lembaga siap melayani investor . Para LO bertugas di front office
dan back office:
1. Tugas LO front office : menerima permohonan perizinan dan konsultasi
pada investor
2. Tugas LO back office : melakukan pemrosesan izin
56
Gambar Proses perizinan investasi ketenagalistrikan untruk proyek IPP (swasta) reguler dan
percepatan (non-PPP ) sebelum PTSP
•Izin Prinsip
Tahapan Prakonstruksi
Tahapan Konstruksi
(Oleh Pihak ketiga) Keterangan: LOI (Letter of Intent) SLO ( Sertifikat Laik Operasi)
IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PKLN ( Pinjaman komersil luar
SLO Harus
PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/ negeri))
(oleh Pihak Ketiga) Dipenuhi
Perjanjian Jual Beli Listrik) RIB (Rencana Impor Barang ) Jika
Tahapan Operasi IPP (Independent Power Producer)
Diperlukan
IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga
(Oleh Pihak ketiga) Listrik)
57
PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN SESUDAH DI PTSP
1. Izin Prinsip Penanaman Modal Asing/Investasi 1. Rekomendasi Lahan Teknis untuk Pembangunan Pembangkit
2. Izin Persetujuan untuk Perubahan Pemegang Saham, Listrik
Meningkatkan Modal, Perubahan Lokasi Proyek, dll. BPN 2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
3. Izin Angka Pengenal Importir.
1. Surat Konfirmasi dari Direktorat Transportasi Umum atau
Udara bahwa Izin Tinggi Tumpukan Tidak Diperlukan
1. RUPTL 3. PPA/PJBL 2. Izin Pemanfaatan Jetty
2. Pengadaan (Lelang, 4. Financing Date. 3. Izin Pembangunan Terminal untuk Kepentingan Sendiri
PLN Pemilihan langsung, Kemenhub 4. Izin Pengerukan Tanah
Penunjukan langsung) 5. Persetujuan Pengelolaan Tuks
6. Sertifikasi Keamanan Kapal Internasional Permanen
1. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listri 7. Izin Pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
2. Izin Operasi 8. Izin Perlintasan Kereta Api
3. Penetapan Wiayah Usaha
4. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik
KESD 5. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara
M
PTSP 6. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk
Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan 1. Persetujuan Pinjaman Kredit Luar Negeri (PKLN)
Informatika
PUSAT 7. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi Kemenko
8. Izin Panas Bumi Ekon
9. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi
1. Izin Tekanan Vessel Yang Dikeluarkan
10.Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi
2. Izin Uap Vessel Yang Dikeluarkan
3. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Alat Pemadam
Kebakaran
Invest
Kemenaker 4. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Pelindung Petir
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 5. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Mesin Produksi
2. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) Listrik
or Kemenkeu
3.
4.
5.
Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU)
Nomor Induk Kepabeanan (NIK)
Persetujuan Untuk Pembebasan Bea Masuk
6. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Peralatan Lifting dan
Transportasi
7. Izin Memasang dan Menggunakan Steam Boiler
8. Izin Untuk Memasang Peralatan Listrik di Tempat Kerja
9. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
10.Izin Operator Boiler
1. AMDAL untuk Pembangkit Listrik
2. Amdal untuk Jaringan Transmisi
3. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
4. Surat Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Air (SIPPA) 1. Izin Bendungan
2. Izin Konstruksi
Kemenhut & LH Kem PU Pera
PTSP
3. SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT)
4. IZIN LOKASI
5. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Provi
6. IZIN GANGGUAN
7. IZIN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN JARINGAN TRANSMISI
8. IZIN LINGKUNGAN UNTUK JARINGAN TRANSMISI
b/Kot
11. IZIN REKOMENDASI PEMANFAATAN AIR LAUT
12. IZIN PEMANFAATAN AIR TANAH
13. SURAT PERSETUJUAN KONSTRUKSI KOLAM ABU
14. IZIN PENYIMPANAN LIMBAH B3
a
15. SURAT PERSETUJUAN UNTUK TRANSPORTASI LIMBAH B3
16. IZIN UNTUK MEMBUANG AIR LIMBAH KE LAUT
58
PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN IPP DI PTSP PUSAT
(tidak perlu jika sudah ada Izin Terminal Khusus *) Persetujuan PKLN
Ijin Prinsip Pengesahan IPPKH) (jika terdapat
(5 hari)
Penanaman Modal (3 Badan hukum (1 hari) pinjaman dari luar
(jika menggunakan
hari) jetty) negeri)
IMB *)
• Pertimbangan IPPKH (52 hari kerja)
RPTKA,IMTA Teknis Lahan (jika menggunakan
(3 hari kerja) (SPKT) (7 hari kawasan hutan)
kerja)
IUPTL
sementara PPA/PJBL (PLN dan IPP)
(5 hari) (60 hari kerja)
• Hak Atas
Tanah (50
hari kerja) *) TDP (3 hari) *)
IUPTL
(5 hari)
Financing
Date
Keterangan: Harus
*) paralel Dipenuhi
Fasilitas bea masuk (7
hari kerja)
Jika
Diperlukan
Catatan singkatan:
Operasional
59
STATUS PENYELESAIAN PERIZINAN
DARI BULAN JANUARI S.D. 18 SEPTEMBER 2015 (2)
60
Berdasarkan data pada tabel diatas mengenai data dari Kementerian ESDM
status penyelesaian perizianan dari bulan Januari sampai dengan September
2015 dapat dilihat bahwa :
• Jumlah pemrosesan Izin Usaha Ketenagalistrikan yang telah diterbitkan sejak
soft launching di PTSP Pusat yaitu tanggal 15 Januari 2015 sampai dengan
tanggal 15 September 2015 adalah sebanyak 235 (dua ratus tiga puluh lima)
Izin Usaha Ketenagalistrikan;
• Rata-rata waktu penerbitan Izin Usaha Ketenagalistrikan dari 235 IUPTL-
S/IUPTL-T dan Wilayah Usaha serta usaha penunjang lainnya yaitu 4,64 hari
atau 5 (lima) hari kerja dengan jumlah rata-rata pengunjung 15 orang di
setiap harinya;
• Terdapat 4 (empat) Izin/Non Izin Usaha Ketenagalistrikan yang belum ada
permohonan dokumen ke PTSP Pusat di BKPM, yaitu:
1. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara;
2. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika;
3. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi;
4. Izin Panas Bumi;
Keinginan pemerintah untuk memperbaiki permasalah seputar proses perizinan
yang disikapi dengan PTSP perlu diapresiasi. Kehadiran PTSP merupakan
tindakan nyata adanya perubahan positif untuk meningkatkan invesatsi.
Walaupun demikian berdasarkan evaluasi masih terdapat beberapa hal yang
memerlukan perbaikan seperti :
1. Proses perizinan yang dilaksanakan oleh BKPM kurang berjalan efektif
karena tidak semua perizinan yang terkait dengan pembangkit listrik di
limpahkan di BKPM, tercatat hanya 4 izin terkait ketenagalistrikan yang di
limpahkan di BKPM;
2. Terbatasnya fasilitas penunjang kinerja pelayanan konsultasi dan koordinasi
di PTSP di BKPM;
3. Tunjangan Kinerja dan Bobot Kerja tidak sesuai dengan tunjangan yang
diterima mengingat tugas, tanggung jawab, bobot kerja dan resiko yang
61
diemban oleh LO PTSP Kementerian ESDM bidang Ketengalistrikan sebagai
pelaksana dan pengambil keputusan;
4. Tidak lengkapnya persyaratan dari pemohon IUPTL-S, IUPTL Tetap,
Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
5. Pertimbangan Teknis atau Rekomendasi Teknis dari PT PLN (Persero) tidak
dapat dilengkapi;
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut terdapat beberapa kondisi agar PTSP
menjadi optimal yaitu :
1. Sosialisasi PTSP untuk pelayanan perizinan bidang Ketenagalistrikan secara
maksimal kepada penguna dan pihak yang berkepentingan (stakeholders);
2. Penambahan Pegawai Kementerian yang di tugaskan PTSP di Front Office
(FO) PTSP khusus untuk melayani konsultasi peraturan dan perundang-
undangan di sektor Ketegalistrikan;
3. Diperlukan Rekomendasi Teknis dari Kementerian ESDM sesuai waktu yang
diharapkan, untuk proses:
1. Penetapan Wilayah Usaha Tenaga Listrik
2. Izin Jual Beli Listrik Lintas Negara,
3. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk
Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Iformatika
4. Penugasan Survey Pendahuluan PanasBumi;
5. Izin Panas Bumi;
6. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi;
4. Peningkatan pelayanan perizinan sektor ketenagalistrikan sitim Elektronik
(on-line);
62
Strategi penyederhanaan perizinan yang digunakan dalam PTSP :
63
REALISASI PENYEDERHANAAN PERIZINAN KEGIATAN PENGUSAHAAN KETENAGALISTRIKAN
TDP 3 TDP*)
Capaian Perbaikan Perizinan Sektor Ketenagalistrikan (IPP Pemilihan 3
Penetapan Wilayah Usaha Panas Bumi
Langsung) 5 Penetapan Wilayah Usaha Panas Bumi 5
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 45 Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 0
PLN PLN
Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN 60 Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN 60
Persero Persero
Pengadaan Non-Pembangkit Listrik Tenaga Surya & 45 Pengadaan Non-Pembangkit Listrik Tenaga Surya & 45
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Ferifikasi fs 5 bulan wilayah
Pusat 3 minggu
Penetapan Kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya - Penetapan Kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya -
Perizinan, penetapan dan permohonan penugasan 14 Perizinan, penetapan dan permohonan penugasan 14
Konstruksi/Realisasi
(Energi Baru Terbarukan/EBT atau Non EBT) (Energi Baru Terbarukan/EBT atau Non EBT)
Pertimbangan Teknis Lahan (SKPT) 30 Pertimbangan Teknis Lahan (SKPT) 7
Izin Lokasi/SITU 14 Izin Lokasi *) tidak diperlukan apabila sdh ada IPKH 14
Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan 120 Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan 52
Izin Lingkungan dan AMDAL 115 Izin Lingkungan*) Diintegrasikan /AMDAL/ 10
pemprakarsa
AMDAL LALIN 90 AMDAL LALIN
Izin Gangguan 14 Izin Gangguan
Hak Atas Tanah (HGB) 165 Hak Atas Tanah (HGB) *) 50
Izin Mendirikan Bangunan 14 Izin Mendirikan Bangunan 14
Ijin terminal khusus dan navigasi dari Kemenhub (Jetty) 81 Ijin penetapan lokasi terminal khusus dari Kemenhub *) 5
Ketenagakerjaan 23 Ketenagakerjaan 3
Utilitas (air, telepon) 14 Utilitas (air, telepon) *) 14
BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan 1 BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan *) 1
Pembebasan bea impor dari Kemenkeu (IUPTL) 7 SK Pembebasan bea impor dari dari BKPM *) 7
Fasilitas fiskal pengembangan EBT dari Kemenkeu 10 Fasilitas fiskal pengembangan EBT dari Kemenkeu*)
Rincian Impor Barang (RIB) 7 Rincian Impor Barang (RIB)
Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan 3 Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan Persyaratan
Sertifikat Badan Usaha 3 Sertifikat Badan Usaha kontraktor
Sertifikat Laik Operasi 5 Sertifikat Laik Operasi 5
Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan 30 Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan 5
umum (untuk kepentingan sendiri: 14 hari, untuk umum
kepentingan sementara: 20 hari)
Total Penyelesaian 923 Total Penyelesaian 251
64
3. KOORDINASI VERTIKAL & HORISONTAL ( terkait penegakan
hukum )
66
menambahkan resiko komersial tersebut sesuai dengan kesepakatan.
Salah satu bentuk resiko non-komersial yang dapat ditambahkan
adalah Resiko Politik. Secara normal resiko politik diasosiasikan
dengan kondisi, kebijakan serta tindakan dari negara tuan rumah
(host-country) seperti: exprorpriation, confiscation, nasionalisasi,
penjualan aset secara paksa, perubahan dalam perjanjian/kontrak,
menaikkan pajak dan royalti, penambahan kewajiban, larangan
repatriasi keuntungan, perubahan pemerintahan, instabilitas
eksternal, perubahan kebijakan fiskal, rating hutang negara,
perbaikan infrastruktur, dll.
Aspek resiko yang terkait dengan konsesi dapat terjadi dalam
berbagai situasi, seperti: keterlambatan pemberian konsesi, jangka
waktu konsesi, penetapan tarif oleh Pemerintah, permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam masyarakat, peraturan perundang-
undangan terkait, komitmen terhadap kontrak konsesi, eksklusivitas
konsesi dan serta persaingan dari fasilitas yang ada.
67
Negara-negara anggota MIGA harus memperoleh
perlindungan dan jaminan terhadap resiko non-komersial dari
kegiatan investasi mereka. Jaminan dan perlindungan investasi
terkait dengan currency transfer, biasanya timbul sehubungan
dengan kebijakan dan penetapan yang dilakukan oleh host-country
untuk membatasi currency transfer ke negara lain atau akan dijamin
oleh negara lain, termasuk kegagalan pemerintah daerah untuk
bertindak selama jangka waktu yang wajar atas dasar permintaan
investor untuk melakukan transfer. Resiko expropriation dan
tindakan serupa dapat terjadi karena tindakan pembentuk hukum
dalam yang diperlukan sehingga menimbulkan kerugian bagi
pemegang hak jaminan yang memiliki atau mengendalikan hak atau
kerugian yang sangat fundamental yang sangat penting terkait
dengan investasi yang dilakukan.
Resiko yang diakibatkan oleh pelanggaran kontrak terjadi
ketika Pemerintah dianggap melanggar kontrak yang telah
ditandatanganinya dengan investor dimana investor tidak memiliki
suatu forum untuk menyelesaikan sengketa tersebut di depan
pengadilan atau arbitrase. Resiko tersebut juga dapat terjadi karena
kurang nya keputusan terkait penyelesaian sengketa karena adanya
pelanggaran kontrak , atau jika terdapat suatu putusan namun
putusan tersebut tidak dapat diimplementasikan.
Sementara itu resiko karena perang atau karena kerusuhan
sipil termasuk tindakan militer atau keresahan sipil di mana
investor melakukan investasi. Investasi yang dilindungai, atau yang
disebut juga “elligible investment” mencakup: equity interest,
termasuk pinjaman, baik jaminan jangka menengah maupun jangka
panjang terhadap pemegang equity di dalam perusahaan, dan
termasuk bentuk dari investasi langsung yang ditetapkan oleh
MIIGA. Dalam prakteknya pada mayoritas keputusan MIGA,
pengertian “elligible investment” dapat diperluas.
68
d. Perlindungan terhadap Resiko Non_komersial dari kegiatan
Investasi di Indonesia:
Sebagai negara anggota MIGA, ketentuan tentang jaminan dan
perlindungan investasi , khususnya terkait resiko non-komersial juga
berlaku di Indonesia. Dengan membandingkan perlindungan
investasi non-komersial terhadap kegiatan investasi secara
internasional , terdapat kebutuhan bagi Indonesia untuk
mengembangkan prinsip-prinsip serta mekanisme regulasi terhadap
resiko non-komersial.
Berdasarkan hasil FGD tim PPP, diperoleh beberapa masukan bahwa
PPP cocok untuk kasus di mana: proyek itu kepentingan umum, tidak
visible sehingga ada value gap funding. Aspek kedua, kalau ada
keraguan investor terhadap counter party. Di luar itu tidak perlu PPP.
B. BERDASARKAN KASUS
2
http://infrastructure-roundtable.com/index.php/studi/kasus-7 diunduh pada tanggal 12 September
2015
69
antara Indonesia dan Jepang dengan nilai sekitar USD 4 millar dollar
atau sekitar Rp 54 trilliun. Proyek ini bertujuan untuk memasok
listrik bagi lebih dari 13 juta penduduk di Jawa dan Bali.PLTU Batang
merupakan bagian dari program pemerintah Jokowi untuk pengadaan
listrik tambahan sebesar 35.000 MW melalui belasan pembangkit
listrik baru.
Tetapi proyek yang dibiayai Jepang ini tertunda selama empat
tahun karena masalah pembebasan lahan. Masalah mengemuka saat
tidak terjadi kesepakatan pembelian tanah seluah 29 Ha, serta
keberatan LSM Internasional Greenpeace yang menyatakan bahwa
memperkirakan PLTU Batang ini akan mengeluarkan emisi 226 kg
merkuri per tahunnya. Dengan hanya 0.907 gram merkuri yang
mencemari danau, proyek ini berpotensi untuk menyebabkan ikan
yang berada dalam area seluas 0.1km2 tidak layak untuk dikonsumsi.
Selain itu, pembangunan PLTU ini juga dianggap menyalahi aturan
kawasan pantai Ujungnegoro-Roban yang diperuntukkan sebagai
Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) melalui Kep. Bup Batang
No. 523/283/2005 dan Taman Wisata Alam Laut Daerah melalui PP
No. 26 Tahun 2008. Oleh karena itu, pembangunan PLTU Batang ini
sedikit banyak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Proyek pembangunan PLTU Batang memang jauh dari mulus.
Masih banyak warga yang tak bersedia menyerahkan tanah mereka
untuk proyek raksasa yang disebut terbesar di Asia Tenggara itu.
Masih banyak petani setempat mengatakan tak mau melepaskan
tanah miliknya dengan pertimbangan merupakan tanah warian dan
kekhawatiran akan menghambat pekerjaannya sebagai petani.
Selain masalah pembebasan lahan, masalah dampak
lingkungan juga mengemuka. LSM yang bergerak di bidang
lingkungan, Greenpeace menyayangkan sikap pemerintah yang
terkesan memaksakan pembangunan yang masih dibayangi sengketa
lahan dengan warga dan membawa ancaman dampak lingkungan
yang tinggi. Pihak Greenpeace Indonesia, menyebutkan PLTU ini
70
memberikan dampak lingkungan dan mengancam kedaulatan pangan
di Kabupaten Batang, karena lokasi proyek mengambil lahan
persawahan produktif masyarakat.
Di sisi lain, Greenpeace menyebutkan air buangan dari operasi
PLTU akan mencemari perairan dan juga merusak terumbu karang,
sehingga berdampak pada hasil tangkapan para nelayan tradisional
yang mencari ikan di perairan dan pantai Ujungnegoro-Roban, yang
merupakan salah satu perairan kaya ikan di wilayah Pantura Jawa
Tengah.
Presiden Joko Widodo menangkap isu tersebut, dan pada
akhirnya memutuskan bahwa proyek pembangunan PLTU Batang ini
harus diteruskan dan pemerintah harus turun tangan untuk
menyelesaikan masalah yang timbul seputar pembebasan lahan dan
dampak terhadap lingkungan hidup. Sikap Presiden tersebut
ditegaskan dengan meresmikan proyek pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap PLTU di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 28
Agustus 2015.
Presiden menegaskan pemerintah akan membantu menangani
proyek-proyek yang terhambat karena masalah perijinan atau
pembebasan lahan. Presiden menegaskan juga bahwa mulai saat ini
tidak ada lagi proyek yang berhenti, mangkrak yang tidak bisa
diselesaikan karena perizinan maupun karena pembebasan lahan
maupun masalah lainnnya. Presiden ingin membuktikan bahwa
pemerintah bisa menyelesaikan persoalan yang ada terkait dengan
investasi. Pilihan ini diambil untuk mencegah krisis listrik pada tahun
2019, pemerintah secara lintas sektoral melakukan terobosan untuk
mengatasi hambatan dalam pembangunan pembangkit listrik.
Guna menindaklanjuti hal tersebut Presiden telah
memerintahkan sejumlah pihak yang terkait seperti Kementerian
ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, termasuk juga Pihak
Dirjen Ketenagalistrikan bahkan pihak Gubernur Jawa Tengah untuk
membantu penyelesaian pembebasan lahan. Pihak Gubernur Jawa
71
Tengah, Ganjar Pranowo setelah Presiden meresmikan proyek PLTU
Batang telah mengupayakan dialog dengan warga yang belum mau
menjual lahannya. Gubernur mengatakan bahwa dialog yang
dibangun harus menguntungkan pihak masyarakat, sehingga
nantinya yang disepakati adalah ganti untung bukan ganti rugi.
Terkait dengan isu bahwa pembangunan pembangkit listrik tersebut
akan mengganggu ketahanan pangan di Kabupaten Batang, segera
dijawab oleh Presiden. Bahwa pengadaan lahan untuk pembangunan
pembangkit listrik tersebut sudah dihitung dengan tepat dan tidak
semua lahan pertanian digunakan sehingga tidak akan mengganggu
ketahanan pangan.
72
cukup dilakukan kegiatan UKL-UPL, artinya tidak perlu dilakukan
AMDAL.
4. Setelah hasil UKL-UPL dipresentasikan ke Bupati dan dinyatakkan
layak, maka oleh Bupati dikeluarkan Surat Ijin Lingkungan.
5. Selanjutnya atas dasar rekomendasi dari BPN setelah melakukan
penelitian tentang daerah setempat, dikeluarkan ijin lokasi dari
Bupati.
6. Bupati Bener Meriah sangat mendukung kegiatan PT Ilthabi,
karena listrik yang dihasilkan oleh proyek pembangkit listrik
micro hidro ini akan digunakan juga untuk listrik pabrik gula, yang
penanaman tebunya dilakukan bekerjasama dengan Kementrian
Transmigrasi. Listrik yang dihasilkan juga untuk mendukung
tambang pasir silikon.
7. Pengadaan tanah yang sudah dibebaskan untuk kepentingan
proyek ini adalah seluas 35 Ha.
8. Perijinan lain yang perlu diperoleh dalam proyek adalah dari
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya dari Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air. Minimal 10 persen air yang digunakan harus
dilimpahkan ke sungai untuk melindungi biota. Hal mana harus
dicek dan dicek pelaksanaannya.
9. Surat ijin yang diperoleh adalah Surat Ijin Pemanfatan dan
Penggunaan Air (SIPPA).
10. Karena menggunakan Enerji Baru dan Terbarukan (EBTKE), maka
mengajukan pendaftaran untuk memperoleh surat penetapan
penggunaan air untuk pembangkit listrik enerji terbarukan.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh penetapan
tersebut meliputi, antara lain: dokumen-dokumen hukum yang
diperlukan , PLN sudah melakukan verifikasi secara teknis, serta
ijin-ijin lainnya.
11. Selanjutnya mengajukan aplikasi ke PLN untuk menandatangani
Power Purchase Agreement (PPA) dengan jangka waktu 20 tahun
dan tanpa eskalasi.
73
12. Setelah PPA ditandatangani , kepada PT Ilthabi diberikan
kesempatan selama 15 bulan untuk Financial Closure dan PT
Ilthabi harus mengajukan ijin usaha pembangkit tenaga listrik
sementara dari ESDM.
13. Setelah Financial Closure baru kemudian dikeluarkan ijin tetap.
74
6. Selama ini Key Performance Indicator dari berbagai
Kementerian/Lembaga masih bersifat sektoral.
7. Harus ada dukungan terhadap Green Capital.
75
76
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Public private partnership (PPP) merupakan skema yang paling tepat digunakan
dalam pembangunan infrastruktur mengingat keterbatasan anggaran
pemerintah. Partisipasi dunia usaha atau pihak swasta melalui skema PPP sudah
banyak diterapkan dalam berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur seperti
pembangunan Jalan Tol, Pelabuhan, Penyediaan Air Minum termasuk juga dalam
proyek pembangunan energi listrik. Untuk mendukung optimalisasi penerapan
skema PPP, pemerintah Indonesia juga telah membuat berbagai paket peraturan
perundang-undangan pendukung. Salah satunya adalah Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah
dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pemerintah juga telah
membuat berbagai institusi baru untuk mendukung penyediaan infrastruktur
seperti KPPIP, PT. PII sebagai BUMN penjamin risiko KPS, dan PT. SMI dan PT.
IIF sebagai BUMN pendukung pembiayaan KPS.
B. REKOMENDASI
78
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Burger, Philippe and Ian Hawkesworth (2011), „How To Attain Value for Money:
Comparing PPP and Traditional Infrastructure Public Procurement‟, OECD Journal on
Budgeting, Volume 2011(1).
Burger, Philippe, Justin Tyson, Izabela Karpowicz, and Maria Delgado Coelho. (2009),
„The Effects of the Financial Crisis on Public-Private Partnerships‟. IMF Working Paper.
Buku Outlook Energi Indonesia 2014, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya
Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Corbacho, Ana and Gerd Schwartz, “PPPs and Fiscal Risks: Should Governments Worry?”
in IMF publication, Public Investment and PPPs—Addressing Infrastructure Challenges
and Managing Fiscal Risks (2008).
OECD (2008), Public-Private Partnerships: In Pursuit of Risk Sharing and Value for
Money, OECD Publishing, Paris.
Wibowo, A.and Alfen, H.W.2012. Fine-tunning theValue and Cost of Capital of Risky PPP
InfrastructureProjects, Engineering, Construction, and Architectural Management
(diterima untuk diterbitkan)
INTERNET
Permen PPN / KEA BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 ( Panduan Umum KPS)
BACKGROUND
• Perpres 38/2015 menjadi landasan regulasi baru bagi pelaksanaan proyek
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di bidang infrastruktur
• Penjaminan infrastruktur melalui BUPI diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK
260/2010 apakah ada perubahan paska diterbitkannya Perpres 38/2015?
2
PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERPRES 38/2015
Penjaminan Infrastruktur
3
PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERPRES 38/2015
Butir-butir utama Penjaminan Infrastruktur
PT PII (Persero) adalah BUPI yang bertindak sesuai aturan diatas dan diatur
tersendiri dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. Paparan ini tidak
membahas yang berkaitan dengan Jaminan Pemerintah diluar BUPI
4
LATAR BELAKANG – KEWAJIBAN PEMERINTAH
• Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) atau
Penjaminan Infrastruktur Indonesia adalah lembaga
keuangan yang didirikan Pemerintah Republik Indonesia
dibawah naungan Kementerian Keuangan
• IIGF didirikan dalam rangka mendukung upaya Pemerintah RI
dalam mendorong peran investasi swasta untuk
pembangunan infrastruktur (Kerjasama Pemerintah Swasta)
pengguna akhir
7
KONTEKS PERAN SERTA PII DALAM KPS
Kewajiban Finansial
Mengalihkan risiko ke swasta
Dalam kemitraan, hubungan meningkatkan persepsi risiko
kontraktual menentukan pembagian investasi & premi yang
berdampak pada harga atau
risiko antara pemerintah dengan swasta kelayakan investasi
sesuai prinsip alokasi risiko (risk borne
by party best able to manage the risk)
Risiko yang ditanggung pemerintah Mengambil risiko dari
pihak swasta tidak
dituangkan dalam kewajiban serta merta
mengurangi biaya
kontraktual proyek
9
Tujuan Utama Pembentukan dan Manfaat Penjaminan PT PII
PROYEK CREDIBILITY
Memastikan proyek Meningkatkan
layak secara teknik credibility Proyek di
dan finansial mata mitra swasta
Pengawasan Meningkatkan
pelaksanaan proyek kompetisi, sehingga
dilakukan bersama menghasilkan biaya
dengan PJPK yang paling optimal
RISIKO BANKABILITY
Risiko akan dikelola Lebih mudah
oleh para pihak mendapatkan
yang lebih efisien pendanaan dari
menanggungnya bank
Rencana mitigasi Mendapatkan
risiko lebih jelas tingkat suku bunga
yang kompetitif
* sebagaimana telah diubah dengan Perpres 13/2010, Perpres 56/2011 dan Perpres 66 Tahun 2013
PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)
Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur
Struktur Transaksi dan Peran PT PII (Contoh Sektor Jalan Tol)
Mekanisme Jaminan
Regres
Anggaran
PII
Kementerian
Keuangan) Membayarkan kewajiban
regres PU (PMK 260/2010)
1
2
Profil PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
PROFIL PT PII
Tanggal Pembentukan 30 Desember 2009 (PP 35/2009)
• Perpres No.67/2005, j.o. Perpres No.13/2010, Perpres No. 56/2011 dan Perpres 66
tahun 2013
• Perpres No. 78 tahun 2010
• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 260/PMK.011/2010
Dasar Hukum • Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2009
• Peraturan Pemerintah No. 88 tahun 2010
• Peraturan Pemerintah No. 55/2011
• Peraturan Pemerintah No. 68/2012
Perjanjian KPS
Aspek yang diperhatikan
Evaluasi Proyek
Alokasi Risiko
Kompetisi
Kepatuhan Regulasi
Komitmen PJPK
Studi Kelayakan
Project viability
Klausul Arbitrase
15
Penutup
PENUTUP
17
www.bpkp.go.id
Menimbang:
a. bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesina mbungan merupakan
kebutuhan mendesak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk
meningkatkan daya saing Indonesia dalam pergaulan global;
b. bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, dipandang perlu mengambil
langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi untuk
mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan
prinsip usaha secara sehat;
c. bahwa untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan badan
usaha dalam penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan terkait, perlu pengaturan
guna melindungi dan mengamankan kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan
usaha secara adil;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4430) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 36);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN
BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/ lembaga yang ruang
lingkup, tugas dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur yang diatur dalam
Peraturan Presiden ini.
2. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi, atau bupati bagi daerah
kabupaten, atau walikota bagi daerah kota.
3. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk
membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/ atau kegiatan
pengelolaan infrastruktur dan/ atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
4. Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi.
www.bpkp.go.id
BAB II
TUJUAN, JENIS, BENTUK DAN PRINSIP KERJASAMA
Pasal 2
(1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.
(2) Dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah bertindak selaku penanggung jawab Proyek Kerjasama.
Pasal 3
Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan tujuan untuk:
a. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
b. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat;
c. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan
Infrastruktur;
d. mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau
dalam hal- hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna.
Pasal 4
(1) Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup:
a. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar
udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;
b. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
c. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
d. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan
transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
e. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan
pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi
pengangkut dan tempat pembuangan;
f. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;
g. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi
tenaga listrik; dan
h. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi.
(2) Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikerjasamakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam pasa1 2 ayat (1), dapat
dilaksanakan melalui:
a. Perjanjian Kerjasama; atau
www.bpkp.go.id
b. Izin Pengusahaan.
(2) Bentuk kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur, ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Kerjasama penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah
dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan prinsip:
a. adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan harus
memperoleh perlakuan yang sama;
b. terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan Usaha yang
memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan;
c. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan Penyediaan
Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan, tata cara evaluasi, dan
penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi seluruh Badan Usaha serta masyarakat
umumnya;
d. bersaing, berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan;
e. bertanggung-gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat
dipertanggungjawabkan;
f. saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang seimbang
sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan masyarakat dengan
memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat;
g. saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam penyediaan
Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang
mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak;
h. saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari kedua belah pihak.
BAB III
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN PROYEK YANG DILAKUKAN
BERDASARKAN PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 7
(1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan identifikasi proyek-proyek
Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha, dengan
mempertimbangkan paling kurang:
a. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/ daerah dan
rencana strategis sektor infrastruktur;
b. kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
c. keterkaitan antarsektor infrastruktur dan antarwilayah;
d. analisa biaya dan manfaat sosial.
(2) Setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakan harus disertai dengan:
a. pra studi kelayakan;
b. rencana bentuk kerjasama;
c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan
d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.
Pasal 8
Dalam melakukan identifikasi proyek yang akan dikerjasamakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan konsultasi publik.
Pasal 9
(1) Berdasarkan hasil identifikasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan hasil
konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan
www.bpkp.go.id
BAB IV
PROYEK KERJASAMA ATAS PRAKARSA BADAN USAHA
Pasal 10
Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur
yang tidak termasuk dalam daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
Pasal 11
(1) Proyek atas prakarsa Badan Usaha wajib dilengkapi dengan:
a. studi kelayakan;
b. rencana bentuk kerjasama;
c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan
d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.
(2) Proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mempertimbangkan pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pasal 12
(1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proyek
atas prakarsa Badan Usaha memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa
Badan Usaha tersebut diproses melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Presiden ini.
Pasal 13
(1) Badan Usaha yang prakarsa Proyek Kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah, diberikan kompensasi.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk:
a. pemberian tambahan nilai; atau
b. pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang
menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang
tender.
Pasal 14
(1) Pemberian tambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a,
paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai tender pemrakarsa dan diumumkan
secara terbuka sebelum proses pengadaan.
(2) Pembelian prakarsa proyek kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf b, merupakan penggantian oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau
oleh pemenang tender atas biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha
pemrakarsa.
(3) Besarnya tambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan biaya penggantian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah berdasarkan pertimbangan dari penilai independen, sebelum proses
pengadaan.
BAB V
TARIF AWAL DAN PENYESUAIAN TARIF
Pasal 15
(1) Tarif awal dan penyesuaiannya secara berkala ditetapkan untuk memastikan tingkat
pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan
www.bpkp.go.id
BAB VI
PENGELOLAAN RESIKO DAN DUKUNGAN PEMERINTAH
Pasal 16
(1) Resiko dikelola berdasarkan prinsip alokasi resiko antara Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah dan Badan Usaha secara memadai dengan mengalokasikan
resiko kepada pihak yang paling mampu mengendalikan resiko dalam rangka
menjamin efisiensi dan efektifitas dalam Penyediaan Infrastruktur.
(2) Pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam
Perjanjian Kerjasama.
Pasal 17
(1) Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan memperhatikan prinsip
pengelolaan dan pengendalian resiko keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Pengendalian dan pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri
Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, berwenang untuk:
a. memperoleh data dan informasi yang diperlukan dari pihak-pihak yang terkait
dengan proyek kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang memerlukan Dukungan
Pemerintah;
b. menyetujui atau menolak usulan pemberian Dukungan Pemerintah kepada Badan
Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur, berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan
oleh Pemerintah Pusat, atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
dalam hal Dukunga n Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah;
c. menetapkan tata cara pembayaran kewajiban Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah yang timbul dari proyek Penyediaan Infrastruktur dalam hal penggantian
atas hak kekayaan intelektua l, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan
Perjanjian Kerjasama.
BAB VII
TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA
DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 18
Pengadaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui
pelelangan umum.
www.bpkp.go.id
Pasal 19
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk panitia pengadaan.
Pasal 20
Tata cara pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi:
a. persiapan pengadaan;
b. pelaksanaan pengadaan;
c. penetapan pemenang; dan
d. penyusunan perjanjian kerjasama.
Pasal 21
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan pemenang lelang berdasarkan
usulan dari panitia pengadaan.
Pasal 22
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 diatur
lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Presiden ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Presideh ini.
BAB VIII
PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 23
(1) Perjanjian Kerjasama paling kurang memuat ketentuan mengenai:
a. lingkup pekerjaan;
b. jangka waktu;
c. jaminan pelaksanaan;
d. tarif dan mekanisme penyesua iannya;
e. hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko;
f. standar kinerja pelayanan;
g. larangan penga lihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan saham pada Badan
Usaha pemegang Perjimjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur
beroperasi secara komersial;
h. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;
i. pemutusan atau pengakhiran perjanjian;
j. laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang
diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam
media cetak yang berskala nasional;
k. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu
musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/ pengadilan;
l. mekanisme pengawasan Kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian;
m. pengembalian infrastruktur dan/ atau pengelolaannya kepada Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah;
n. keadaan memaksa;
o. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia.
(2) Dalam hal Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan
lahan oleh Badan Usaha, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebaga imana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, dapat ditentukan dengan memperhitungkan biaya yang telah
dikeluarkan Badan Usaha untuk pembebasan lahan dimaksud.
(3) Perjanjian Kerjasama mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang
diadakan selama jangka waktu perjanjian.
Pasal 24
(1) Paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah Badan Usaha
menandatangani Perjanjian Kerjasama, Badan Usaha harus telah memperoleh
pembiayaan untuk Proyek Kerjasama.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi oleh
www.bpkp.go.id
Badan Usaha, Perjanjian Kerjasama berakhir dan jaminan pelelangan dapat dicairkan.
Pasal 25
(1) Dalam hal terdapat penyerahan penguasaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha untuk pelaksanaan
Proyek Kerjasama, dalam Perjanjian Kerjasama harus diatur:
a. tujuan penggunaan aset dan larangan untuk mempergunakan aset untuk tujuan
selain yang telah disepakati;
b. tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan termasuk pembayaran pajak dan
kewajiban lain yang timbul akibat penggunaan aset;
c. hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara
kinerja aset sela ma digunakan;
d. larangan bagi Badan Usaha untuk mengagunkan aset sebagai jaminan kepada
pihak ketiga;
e. tata cara penyerahandan/ atau pengembalian aset.
(2) Dalam hal Perjanjian Kerjasama mengatur penyerahan penguasaan aset yang
diadakan oleh Badan Usaha selama jangka waktu perjanjian, Perjanjian Kerjasama
harus mengatur:
a. kondisi aset yang akan dialihkan;
b. tata cara pengalihan aset;
c. status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam
bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah;
d. status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga;
e. pembebasan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dari segala tuntutan yang
timbul setelah penyerahan aset;
f. kompensasi kepada Badan Usaha yang melepaskan aset.
Pasal 26
Dalam kaitannya dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, Perjanjian Kerjasama
harus memuat jaminan dari Badan Usaha bahwa:
a. Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk
pelanggaran hukum;
b. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan dibebaskan dari segala gugatan atau
tuntutan dari pihak ketiga manapun yang berkaitan dengan penggunaan Hak
Kekayaan Intelektual dalam Penyediaan Infrastruktur;
b. Sementara penyelesaian perkara sedang berjalan karena adanya gugatan atau tuntutan
sebagaimana dimaksud pada huruf b maka:
1) kelangsungan Penyediaan Infrastruktur tetap dapat dilaksanakan;
2) mengusahakan lisensi sehingga penggunaan Hak Kekayaan Intelektual tetap dapat
berlangsung.
BAB IX
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR BERDASARKAN
IZIN PENGUSAHAAN
Pasal 27
Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan Izin Pengusahaan
dilakukan melalui lelang izin (auction).
Pasal 28
Tata cara lelang izin sebagaimana dimaksud Pasal 27, diatur lebih lanjut oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, dengan menerapkan prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6.
www.bpkp.go.id
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
1. Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan
Presiden ini tetap berlaku;
2. Proses pengadaan yang telah dilakukan dan ditetapkan pemenangnya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun
Perjanjian Kerjasama belum ditandatangani, maka Perjanjian Kerjasama dibuat sesuai
dengan Peraturan Presiden ini;
3. Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam
Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun belum tercapai pemenuhan
pembiayaan, maka ketentuan kewajiban pemenuhan pembiayaan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Pasal 24 Peraturan Presiden ini.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 30
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam
Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 November 2005
ttd.
LAMPIRAN :
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 67 Tahun 2005
TANGGAL : 9 November 2005
A. Perencanaan Pengadaaan
1. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan;
2. Anggota Panitia Pengadaan terdiri dari unsur-unsur yang memahami:
a. tata cara pengadaan;
b. substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan;
c. hukum perjanjian;
d. aspek teknis;
e. aspek keuangan.
3. Jadwal pelaksanaan pengadaan: penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan harus
memberikan alokasi waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan.
4. Harga Perhitungan Sendiri (HPS) harus dilakukan dengan cermat.
5. Dokumen pelelangan umum paling kurang memuat:
a. undangan kepada para peserta lelang;
b. instruksi kepada peserta lelang yang paling kurang memuat:
1) umum: lingkup pekerjaan, sumber dana, persyaratan dan kualifikasi
peserta lelang, jumlah dokumen penawaran yang disampaikan, dan
peninjauan lokasi kerja;
2) isi dokumen pelelangan umum, penjelasan isi dokumen pelelangan umum,
dan perubahan isi dokumen pelelangan umum;
3) persyaratan bahasa yang digunakan dalam penawaran, penulisan harga
penawaran, mata uang penawaran dan cara pembayaran, masa berlaku
penawaran, surat jaminan penawaran, usulan penawaran alternatif oleh
peserta lelang, bentuk penawaran, dan penandatanganan surat penawaran;
4) cara penyampulan dan penandaan sampul penawaran, batas akhir waktu
penyampaian penawaran, perlakuan terhadap penawaran yang terlambat,
serta larangan untuk perubahan dan penarikan penawaran yang telah
masuk;
5) prosedur pembukaan penawaran, kerahasiaan dan larangan, klarifikasi
dokumen penawaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen penawaran,
koreksi aritmatik, konversi ke dalam mata uang tunggal, sistem evaluasi
penawaran meliputi kriteria, formulasi dan tata cara evaluasi, serta
penilaian preferensi harga;
c. rancangan perjanjian kerjasama;
d. daftar kuantitas dan harga;
e. spesifikasi teknis dan gambar;
f. bentuk surat penawaran;
g. bentuk kerjasama;
h. bentuk surat jaminan penawaran;
i. bentuk surat jaminan pelaksanaan;
j. dalam dokumen pelelangan umum harus dijelaskan metode penyampaian
dokumen penawaran.
B. Pelaksanaan Pengadaan:
1. Pengumuman dan Pendaftaran Peserta
a. Panitia Pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang adanya
pelelangan umum;
b. isi pengumuman paling kurang memuat: nama dan alamat Menteri/Ketua
Lembaga/Kepala Daerah yang akan mengadakan pelelangan umum, uraian
www.bpkp.go.id
7. Evaluasi Penawaran dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
dokumen pelelangan.
ttd.
1 Latar Belakang
}
Infrastruktur sekitar Rp. 350T BUMN – 6%
(Infrastruktur
sekitar Rp. 1.090T
Strategis: KPBU – 20%
Rp 5.452 Selisih Skema
Pendanaan sekitar Rp. 93T Off Balance Sheet Pembiayaan
Trilliun/US$.
(Financing Gap) – 2% Alternatif
460 Milyar)
sekitar Rp. 2.741T Kesenjangan
Pendanaan - 50%
1. KPBU merupakan salah satu skema pembiayaan alternatif bagi penyediaan infrastruktur di Indonesia yang
terkait dengan kurangnya kapasitas APBN/APBD untuk mendanai penyediaan seluruh proyek infrastruktur
strategis di Indonesia selama periode 2015-2019
2. Angka menunjukkan nilai investasi murni (CAPEX) dan rehabilitasi besar, belum termasuk biaya operasi dan
pemeliharaan rutin
3. Angka masih bersifat sementara
1 Latar Belakang
Ketentuan lebih lanjut pada setiap infrastruktur akan dijelaskan dalam Peraturan Menteri (Masih
dalam proses di Bappenas)
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
6
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastrukur (1)
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastrukur, mencakup beberapa poin penting, yaitu:
• BENTUK KERJASAMA
KPBU dapat merupakan gabungan 2 atau lebih jenis infrastruktur
PENGADAAN TANAH
1. Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari APBN dan APBD
2. Apabila PJPK adalah BUMN dan BUMD pendanaan pengadaan tanah bersumber dari
anggaran BUMN dan BUMD
3. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali
sebagian atau seluruh biaya pengadaan tanah
Garansi dan Dukungan Pemerintah untuk Proyek
Infrastruktur *)
• PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PADA PROSES PENGADAAN
Untuk menyederhanakan prosedur pengadaan proyek infrastruktur PPP, perusahaan asing atau badan usaha yang
memenuhi syarat untuk mengikuti tender tanpa mendirikan sebuah perusahaan lokal pertama di Indonesia. Mereka juga
dapat masuk ke dalam tender dalam bentuk konsorsium dengan mitra lokal maupun internasional. Namun, setelah mereka
diumumkan sebagai pemenang tender, mereka harus mendirikan sebuah badan usaha Indonesia; Proses pra-qualifacilitation
sekarang hanya akan diulang sekali.
Pengadaan tanah juga dipegang oleh Pihak Badan sebelum masuknya dokumen tender.
• JAMINAN PEMERINTAH
Disediakan oleh Menteri Keuangan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII)
• DUKUNGAN PEMERINTAH
Dana Viabilitas Gap (VGF), Dana Land, Geothermal Fund, Izin dan Perizinan, Pembebasan Tanah, Penggunaan Kekayaan
Negara, Pakan di Tarif untuk energi terbarukan
• PROYEK PERSIAPAN
Melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) untuk mempersiapkan studi pra-kelayakan; peparing dokumen tender;
memberikan bantuan selama proses tender; dan memberikan dukungan terhadap realisasi keuangan
• FASILITAS FISKAL
1. Tax allowance untuk infrastruktur dan energi terbarukan; Tax Holiday untuk proyek Kilang Minyak
2. Geothermal Fund
3. Feed in Tariff (PLTA Energi, Energi Matahari, dan Limbah Padat untuk Energi)
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastrukur (2)
• PENYIAPAN KPBU
a. Penyiapan KPBU menghasilkan :
1. Prastudi kelayakan*
2. Rencana dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah
3. Penetapan tata cara pengembalian investasi badan usaha pelaksana
4. Pengadaan tanah untuk KPBU
b. Biaya penyiapan KPBU dibayarkan dengan tata cara pembayaran berkala, pembayaran secara
penuh dan gabungan pembayaran secara berkala dan penuh
c. Dibebankan kepada badan usaha pemenang lelang meliputi:
1. Biaya penyiapan
2. Biaya transaksi
3. Imbalan terhadap badan usaha berdasarkan keberhasilan KPBU (succsess fee)
4. Biaya lain yang sah
Berdasarkan MoU antara Menteri Keuangan, Kepala Bappenas dan Kepala BKPM yang ditandatangani
pada tanggal 18 Agustus 2010, BKPM memiliki tugas dalam percepatan proyek KPBU infrastruktur
sebagai berikut:
1. Mengemas informasi tentang proyek infrastruktur yang 5. Menyampaikan daftar para calon investor dan dokumen
siap ditawarkan sehingga menarik bagi investor, penunjang kepada penanggungjawab proyek kerjasama di
termasuk menetapkan: Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah
a. Proyek KPBU yang akan dijadikan pionir (contracting agency) untuk diproses lebih lanjut.
(“proyek showcase”) dan target penyelesaian
masing-masing proyek showcase sampai di 6. Memfasilitasi penerbitan perizinan dan nonperizinan yang
dapatkannya pendanaan (financial close); diperlukan dalam pelaksanaan proyek KPBU melalui
b. Rencana aksi dan peran dari tiap pemangku Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang Penanaman
kepentingan terkait proyek showcase. Modal.
2. Mencari dan mengidentifikasi investor yang potensial 7. Melakukan monitoring atas pelaksanaan rencana aksi dan
dan menawarkan proyek infrastruktur kepada investor pemenuhan target dari tiap pemangku kepentingan terkait
tersebut. proyek showcase.
3. Memfasilitasi pemasaran proyek infrastruktur yang siap 8. Melakukan koordinasi penyelesaian permasalahan yang
ditawarkan tersebut melalui kegiatan antara lain : ditemui terkait proyek showcase (clearing house agent).
• market sounding;
• road show; dan
• business forum.
1 Latar belakang
by PLN
by Private (IPP/PPP)
• Power Plan : 17.4 GW
• Power Plan : 24.6 GW
• Transmission : 50.000 kms
• Transmission : 360.000 kms
• Main station : 743 location
2. Tax Allowance
• Pengurangan laba bersih 30% (tiga puluh persen) dari investasi, dibebankan selama 6 (enam) tahun
masing-masing sebesar 5% (lima persen) setiap tahun.
• Berhak atas 129 segmen bisnis sejak 2011, meningkat dari 38 segmen dalam peraturan sebelumnya.
• Dalam beberapa persyaratan, antara lain: jumlah minimum nilai investasi dan tenaga kerja, dan lokasi
proyek tertentu (terutama di luar pulau Jawa).
• Pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar
10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut penghindaran pajak berganda perjanjian.
• Kompensasi kerugian lebih dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan kondisi
tertentu (dapat dilihat pada peraturan).
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
14
Insentive Ketenagalistrikan
3. Tax Holiday
• Fasilitas seorang wajib pajak dapat diberikan fasilitas keringanan pajak untuk
jangka waktu antara 5 dan 10 tahun, mulai dari dimulainya produksi
komersial.
• Setelah berakhirnya tax holiday, wajib pajak berhak untuk mendapatkan
pengurangan pajak penghasilan dari 50% selama 2 tahun.
• Dengan mempertimbangkan tujuan menjaga daya saing industri nasional dan
nilai strategis kegiatan usaha tertentu, durasi keringanan pajak dan
pengurangan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.
1 Latar belakang
Penunjukan Langsung Pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi terbarukan, gas
(30 hari) marjinal, batubara di mulut tambang, dan energi setempat lainnya.
Permen ESDM No 3 Tahun Pembelian kelebihan tenaga listrik.
2015 Sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat
penyediaan tenaga listrik, dan/atau
Penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga
listrik yang telah beroperasi pada lokasi yang sama.
•Izin Prinsip
Tahapan Prakonstruksi
Tahapan Konstruksi
Keterangan:LOI (Letter of Intent) SLO ( Sertifikat Laik Operasi)
(Oleh Pihak ketiga) IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PKLN ( Pinjaman komersil luar Harus
SLO PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/ negeri))
(oleh Pihak Ketiga) Dipenuhi
Perjanjian Jual Beli Listrik) RIB (Rencana Impor Barang ) Jika
Tahapan Operasi IPPof(Independent
The Investment Coordinating Board of the Republic Indonesia Power Producer)
IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik)
Diperlukan
(Oleh Pihak ketiga) 20
Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (1)
IZIN BENDUNGAN
IZIN KONSTRUKSI
KEMEN PU & PERA
SURAT KONFIRMASI DARI DIREKTORAT TRANSPORTASI UMUM ATAU UDARA BAHWA IZIN
TINGGI TUMPUKAN TIDAK DIPERLUKAN
IZIN PEMANFAATAN JETTY
KEMENHUB IZIN PEMBANGUNAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI
IZIN PENGERUKAN TANAH
PERSETUJUAN PENGELOLAAN TUKS
SERTIFIKAT KEAMANAN KAPAL INTERNASIONAL PERMANEN
IZIN PENGADAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN
IZIN PERLINTASAN KERETA API
KEMENKO PEREKONOMIAN
DAN KEMENKO KEMARITIMAN
London
St. Martins House, 16 St. Martins le Grand, 3rd Floor London, EC1A 4EN, UNITED KINGDOM
P : +44 (0) 207 397 8564
F : +44 (0) 207 397 8565
New York
370 Lexington Ave. Suite 1903 New York, NY 10017, UNITED STATES OF AMERICA
P : +1 646 885 6600
F : +1 646 885 6601
Singapore
8 Temasek Boulevard, Suntec Tower 3, #33-03 SINGAPORE 038988
P : +65 6334 4410
F : +65 6334 4891
Sydney
Gold Field House, 1 Alfred Street, Suite 903 Sydney, NSW 2000, AUSTRALIA
P : +612 9252 0091
F : +612 9252 0092
Taipei
Indonesian Economic and Trade Office to Taipei Director of Investment Department
6F, No. 550, Rui Guang Road, Neihu District Taipei 114
P : +886 2 8752 6170 ext. 31, +886 2 8752 6084 (direct)
F : +886 2 8752 3706
Tokyo
Fukoku Seimei Building 23F 2-2-2 Uchisaiwai-cho, Chiyoda-ku Tokyo 100-0011 JAPAN
P : +81 3 3500 3878
F : +81 3 3500 3879
Seoul
International Financial Centre Seoul, 15 FL Two IFC, 10, Gukjegeumyung-ro, Youngdeungpo-gu,
Seoul, 150945 Korea
THANK YOU
CONTACT US
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190
P.O. Box 3186, Indonesia
P : +62 21 5292 1334
F : +62 21 5264 211
E : info@bkpm.go.id © 2015 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved
A LEADING CATALYST IN FACILITATING INDONESIA’S INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT
Legalitas
Pendirian : PP No 66/2007 jo PP No 75/2008
Izin usaha : KMK No. 396/KMK.010/2009
tanggal 12 Oktober 2009
Kepemilikan:
100% dimiliki oleh Pemerintah Indonesia
Visi:
Menjadi katalis percepatan pembangunan
infrastruktur Nasional yang handal dan
terpercaya
Misi:
1. Menjadi mitra strategis Pemerintah dalam
pengembangan dan upaya percepatan
pembangunan infrastruktur di Indonesia
2
Bentuk Dukungan PT SMI untuk
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional
Fokus Sektor
Minyak dan Jalan dan Manajemen Rumah Sakit Pasar Ketenagalistrikan Pariwisata Sekolah
Gas Jembatan Persampahan
3
Proposisi PT SMI sebagai Lembaga Pembiayaan Infrastruktur
Tipe
Financing Mix Institusi Pembiayaan Sumber Dana
Bank
• Bank Internasional
• Bank Lokal Besar Misal: Deposito (jangka pendek untuk bank
• Bank Asing di Indonesia lokal) & Pasar Modal
• Bank Lokal Skala Kecil-
Investasi Proyek Infrastruktur
Loan
20% • Investor Strategis
- Mezzanine • Private Equity / Hedge Funds Misal: Investor Swasta, Multilateral dan Pasar
30% Modal
• Lembaga Pembiayaan
Convertibles
Equity Infrastruktur (PT SMI/PT IIF)
Equity
4
Distribusi Portofolio PT SMI Tersebar di Seluruh Indonesia
Wundulako Irrigation, Kolaka,
Oil Supply Base, Mass Rapid Transit Soekarno Hatta Airport Coal Gasification Power 49
1 19 Water Supply Project,
Project, Surabaya 34 Rail Link 40 Plant, West Kutai
Southeast Sulawesi
Lhokseumawe, Aceh Bekasi
Road Reconstruction
29 Bulk Port,
2 Cikampek Palimanan Tuban, East Fuel Main Transit Terminal, Coal-Fired Power Plant, Tanah
Project, Central Aceh 20 Highway Java Tuban, East Java 41 Grogot, East Kalimantan Coal-Fired Power Plant
Oil Supply Base, Belawan, Project, Gorontalo
3 30 35 Mud Flow in Sidoarjo, 50
North Sumatera Mini Hydro Power Plant Floating, Storage East Java Coal Train, East Marisa Port,
Mini Hydro Power Plant Tara 21 Lebak, Banten Offloading, Madura
42 Kalimantan Gorontalo
4 Bintang, North Sumatera Urban Flood Control System,
Water Treatment Plant, Wonokromo, East Java
Hydro Power Plant, 22
5 Bekasi 43
River Kujang Drainase
Asahan, North Sumatera Project, Samarinda Mini Hydro Power Plant,
51 Mobuya, North Sulawesi
Mini Hydro Power Plant Tara
6 Bintang, North Sumatera 1 Container Port Project
2 Development and Supporting
Hydro Power Plant, 36 44
7 6 3 Facilities at Palaran Port, 52 Irrigation Project,
Humbahas, North Sumatera Sangkup, North Sulawesi
4 5 East Kalimantan
Mini Hydro Power Plant
8 South Solok, West Sumatera 7
8 52
37 50 Arar Port Project,
9 Urban Flood Control System, 11 13 57 40 42 43 51 Sorong
Padang, West Sumatera
9
12 44 54 53
10 39 53 Road Project, Klamono
Mini Hydro Power Plant 41 Kambuaya, Sorong
10 South Solok, West Sumatera 14 15 38 55
Panaran Gas-Fired 16 46
Gas-Fired Power Plant, 11 49
12 Power Plant, Batam
17 34 23
Tanjung Uncang, Batam Bridge Project, Kali
47 56 Api, Manokwari
Batam Municipal Solid 19 48
13 Sea Port, Cilegon 18 20 32 54
Waste Management 22 31 Bridge Wariki Project,
21 24 26 30
Irrigation Project, Empat
23 Wind Energy Power Plant, Sumba
27 29 33 35 Manokwari
14 Lawang, South Sumatera and Lebak 25 28 45
Dompak Port, 24 Mini Hydro Power Plant
15 Tanjung Pinang Banjarnegara, Central Java 55 Logistic Murphy
Pipeline Construction, Semai Oil, Fakfak
Tuban, East Java Floating, Storage Offloading,
16
Mini Hydro Power Plant Tugu Station and Pedestrian 36 Natuna, Riau Islands Investment Planning Project at
Lebong, Bengkulu 25 Revitalization, Yogyakarta 45 Lombok Airport (Development)
Grindulu Project, Dekai-Oksibil Road
Madiun, East Java
56 Project, Papua
17 Bypass-B Road, Bandar 31
Lampung 37 Teraju-Batas Balai
26 Ambarawa Southern Bendo Reservoir, Bekuak Road, Sanggau 57
Pumbiu River Bridge, Passenger Terminal Project at
Ring Road, Central Java Ponorogo, East Java
Water Supply Project, 46 West Sulawesi Supadio Airport, Pontianak, West
Jakarta Kalimantan
LPG Storage
Underpass Project, 27 38 Logistic Indobarambai Gas
Cibubur, Jakarta
Terminal, Semarang 32 Bulk Port, Gresik Gerak Tempe Reservoir, • BTS Tower, Shelter
18 Methane, Banjarmasin 47
Wajo, South Sulawesi trouhgout Indonesia
Ciliwung River
Bajulmati Reservoir, • Working Capital in
Normalization, Jakarta Umbulan Water
Banyuwangi Lampeong Waterway Telecommunication
28 33 Supply, East Java 39 Jeneponto-Bantaeng
Electrical Substation at Oil Refinery,
Project, North Barito 48
Road, South Sulawesi
Kalibaru Port, Tanjung Priok Bojonegoro, East Java
Pembiayaan dan Investasi Pengembangan Proyek Jasa Konsultasi/Advisory Proyek dengan tulisan berhighlight merupakan proyek
selama tahun 2014 5
Distribusi Portofolio SMI dalam Sektor Ketenagalistrikan
Hydro Power Plant Coal Gasification Power Coal Fired Power Plant 2x7,5 MW, Coal Fired Power Plant
Hydro Power Plant 2x90MW, 2x5MW, Humbahas, 2x12,5 MW Project,
Plant 6 MW, West Kutai Tanah Grogot, East Kalimantan
Asahan, North Sumatera North Sumatera Gorontalo
Combined Cycle
Power Plant 82,1 MW,
Panaran, Batam
6
Pembiayaan di Proyek Pembangkit Listrik
7
Studi Kasus: Investasi Pembangkit Listrik (Renewable Energy)
• Proven Offtaker*
• Certain/Regulated Pricing (<10
MW) Sponsor Operator Bank
• Simple procurement
• Perizinan
• Lahan
Offtaker : (Pembebasan,
PT Perusahaan
Power Plant Pemerintah atau Izin
Listrik Negara (PLN) Pinjam Pakai
Kehutanan)
• Grid reliability
Konsultan Penyiapan
Water Supply Machine Supplier Kontraktor
Proyek
• Isu keberlanjutan level debit • Menengah ke bawah • Small and medium class
air (curah hujan,dll) • Kemampuan manajemen • Feasibility study kurang
• Catchment area • Maintenance rendah proyek belum teruji komprehensif (probabilitas
• Akses lokasi yang sulit, • Kurangnya kemampuan untuk perubahan design dan cost
mempengaruhi konstruksi menangani cost overrun overrun meningkat)
8
Pertimbangan lender dalam pelaksanaan
proyek Renewable Energy
Faktor Penghalang
Tantangan Tarif Keterlibatan
Risiko
Akses kepada kondisi Land/site contractual risk Feed in Tariff eksisting Transfer kapasitas dan
lapangan Capital cost over-run: tidak menarik untuk teknologi: investor lokal
Ketersediaan fasilitas perizinan, logistik investor mencakup risiko tidak berpengalaman
logistik (pelabuhan, (fasilitas transport), dan menggapai financial dalam membangun dan
jalan) tertundanya konstruksi, return (ROR > 15%) mengoperasikan utility
Sumber data primer grid interconnection, dll Pasokan teknologi scale plants,
lapangan (data tahunan Teknologi: umur bergantung dari luar membutuhkan partner
tidak tersedia) penggunaan dan negeri yang berpengalaman
Ketersediaan efisiensi dari modul dan Proses pembelajaran
perusahaan kontruksi peralatan, grid reliability yang rendah, rendahnya
dan material lokal Financial viability dari keterlibatan pasar
PLN (PPA jangka Keterbatasan akses
panjang) kepada teknologi yang
Bencana alam: banjir, efisien
kebakaran, gempa bumi
9
Peran PT SMI dalam Proyek KPS
Penyiapan Proyek
Pembiayaan
Identifikasi dan
Financial
Penetapan Evaluasi &
Pengadaan Kajian Pelelangan Close &
Proyek Penetapan
Konsultan Kelayakan (Investasi) Pengelolaan
Pemenang Jaminan
Kontrak
12
Pengembangan Proyek KPS yang sedang berjalan oleh PT SMI
Proyek Sistem Penyediaan Air Proyek KPS KA Bandara merupakan Proyek KPS Batam bertujuan untuk
Minum (SPAM) Umbulan adalah proyek penyelenggaraan sarana dan memberikan solusi dalam
proyek yang memanfaatkan prasarana perkeretaapian dari menangani permasalahan sampah
keberadaan mata air Umbulan. Bandara Halim Perdanakusuma ke di Kota Batam, sebagai dampak
Tujuan proyek tersebut Bandara Soekarno Hatta, KA pertumbuhan populasi dan
mengalirkan debit air sebesar Bandara ini adalah KA ekspres sentralisasi industri. Proyek
4.000 liter/detik dari mata air dengan pelayanan premium yang pengelolaan sampah dimaksud
Umbulan ke daerah penerima disediakan untuk calon penumpang mencakup pengelolaan tempat
manfaat yaitu Pasuruan, Sidoarjo, pesawat terbang. pembuangan akhir dengan
Surabaya dan Gresik dengan menggunakan teknologi Waste to
sistem pemompaan dan pipa Energy.
transmisi sepanjang 97 km.
Status: proses lelang Status: Pre-FS terselesaikan Status : Final Business Case
Perkiraan biaya proyek: Perkiraan biaya proyek : Perkiraan biaya proyek :
+ Rp 2 triliun + Rp 20 triliun + Rp 1-1,5 triliun
13
Tahapan Pelaksanaan KPS
Studi
Manajemen
Seleksi & Kelayakan Proses Negosiasi
Kontrak
Prioritisasi Proyek & Uji Tuntas Tender
14
Kenapa Perlu Penyiapan Kelayakan Proyek?
15
Apa saja yang tercakup dalam “pra-studi kelayakan proyek KPS”?
Kajian Hukum Kajian Teknis Kajian Kajian Sosial & Kajian Kajian Bentuk
• Analisa • Analisa teknis Kelayakan Lingkungan Dukungan dan Kerjasama
kelembagaan • Penyiapan (Ekonomi & • Analisa awal Jaminan Dalam
• Analisa tapak Keuangan) dampak Pemerintah Penyiadaan
peraturan • Rancangan • Analisa biaya lingkungan • Dukungan Infrastruktur
perundang- bangun awal manfaat sosial • Analisa sosial pemerintah • Bentuk
undangan • Spesifikasi • Analisa pasar • Rencana • Jaminan kerjasama
kelauaran • Analisa pemukiman pemerintah
keuangan kembali
• Analisa risiko
Identifikasi & Seleksi • Proses identifikasi dan seleksi selayaknya dilakukan secara transparan dan komprehensif
(proses penetapan) • Pemilihan proyek harus disertai dengan pemikiran kompleksitas eksekusi seperti jumlah stakeholders yg terlibat
• Proses penyiapan proyek KPS idealnya diselesaikan sebelum tahap transaksi dimulai
• Penetapan didasarkan atas dokumen studi ekonomi dan VFM dari pemerintah
Kerangka Hukum • Belum lengkapnya peraturan-peraturan petunjuk pelaksanaan penyiapan KPS (e.g. peraturan keuangan daerah)
(harmonisasi & perkuatan) • Penyelarasan regulasi sektoral dengan regulasi KPS harus dilakukan (e.g. AMDAL)
• Belum lengkapnya peraturan-peraturan penyelenggaran penyiapan KPS (e.g. regress)
Ekonomi, Sosial, dan • Kelayakan lingkungan seharusnya dikaji secara holistik (keseluruhan proyek), tidak hanya diperlakukan sebagai
Lingkungan kelengkapan administrasi
• Perlu dipertimbangkan penerapan standar internasional bagi proyek KPS yang memerlukan pembiayaan
internasional
21
Terima Kasih
Disclaimer