Anda di halaman 1dari 122

RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

DENGAN MAQASHID SYARI`AH

SKRIPSI

Oleh:
Fresti Arbangiati
NPM: 20170720016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
DENGAN MAQASHID SYARI`AH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd.) pada program pendidikan Strata Satu (S-1), Program Studi
Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:
Fresti Arbangiati
NPM: 20170720016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020

i
PENGESAHAN

Skripsi berjudul:

RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA DENGAN


MAQASHID SYARI`AH

yang dipersiapkan dan disusun oleh:


Nama Mahasiswa : Fresti Arbangiati
NPM : 20170720016
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Program Studi Pendidikan
Agama Islam Fakultas Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
pada hari Kamis tanggal 7 Januari 2021 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk
diterima.
Sidang Dewan Munaqasyah
Ketua Sidang : Anisa Dwi Makrufi, S.Pd.I., M.Pd. I (.....................)
Pembimbing : Sadam Fajar Shodiq, S.Pd.I., M.Pd. I (.....................)
Penguji : Ghoffar Ismail, S.Ag., M.A. (.....................)

Yogyakarta, 7 Januari 2021


Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dekan,

Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag.


NIK. 19680212199202113016

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Fresti Arbangiati

NPM : 20170720016

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya saya

sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan

Tinggi mana pun, dan sepanjang pengetahuan saya dan skripsi ini tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 22 Desember 2020

Yang membuat pernyataan

(Fresti Arbangiati)

iii
Nota Dinas

Lamp. : 4 eks. Skripsi Yogyakarta, 22 Desember 2020


Hal : Persetujuan

Kepada Yth.
Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
di Yogyakarta

Assalam’alaikum wr. wb.

Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya


berpendapat bahwa skripsi Saudara:

Nama : Fresti Arbangiati


NPM : 20170720016
Judul : Relevansi Pendidikan Karakter di Indonesia Dengan
Maqashid Syari`ah

telah memenuhi syarat untuk diajukan pada ujian akhir tingkat Sarjana pada Program
Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan dapat
diterima dan segera dimunaqasyahkan. Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing,

Sadam Fajar Shodiq, S.Pd.I., M. Pd. I


NIK. 19910320201604 113 061

iv
Halaman Moto

ۤ ۤ
‫ٓاٰيَيُّ َها الَّ ِذيْ َن آ َمنُ ْوا َل يَ ْس َخ ْر قَ ْوم ِم ْن قَ ْوم َع ٓاسى اَ ْن يَّ ُك ْونُ ْوا َخ ْ ًْيا ِمْن ُه ْم َوَل نِ َساء ِم ْن نِ َساء‬

‫س ِال ْس ُم‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َع ٓاسى اَ ْن يَّ ُك َّن َخ ْ ًْيا مْن ُه َّن َوَل تَ ْلم ُزْاوا اَنْ ُف َس ُك ْم َوَل تَنَابَُزْوا ِب ْلَلْ َقاب بْئ‬
ۤ
ِ ٓ ٓ ِ ِ
‫ك ُه ُم الظل ُم ْو َن‬ َ ‫ب فَاُول ِٕى‬ ْ ُ‫الْ ُف ُس ْو ُق بَ ْع َد ْال ْْيَان َوَم ْن َّّلْ يَت‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-
olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu
sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-
buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al
Hujurat: 11)(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2017)

v
PERSEMBAHAN

Skripsi ini khusus saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua saya Bapak Sumarno dan Ibu Yatimah yang selalu mendoakan
serta mendukung agar saya dapat menyelesaikan studi dengan baik. Semoga Allah
selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada mereka.
2. Nenek saya Siyah yang juga turut mendoakan dan mendukung saya dalam
menempuh pendidikan selama ini. Semoga segala kebaikan Allah SWT senantiasa
mengiringi setiap langkahnya.
3. Adik saya Ade Sofyan Saputra yang selalu memberikan semangat dan doa agar
saya dapat menyelesaikan studi dengan baik. Semoga Allah selalu memberkahi
setiap langkah adik saya.
4. Almamater Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tempat saya menimba ilmu
perkuliahan. Saya mendapat banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman yang luar
biasa berharga.
5. Seluruh keluarga besar Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta hidayah-Nya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini yang berjudul
“RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA DENGAN
MAQASHID SYARI`AH” dengan baik walaupun masih jauh dari kata sempurna.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam rangka
menyelesaikan studi pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tak lupa shalawat serta salam peneliti
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang akan memberikan
syafaatnya di Yaumul Kiyamah nanti.
Proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan
semua pihak. Atas bantuan berupa moril dan materil kepada peneliti, maka peneliti
mengucapkan banyak terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Agama Islam, Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag. yang telah mendukung
proses dalam menyelesaikan penelitian ini,
3. Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam, Annisa Dwi Makrufi, S. Pd. I, M.
Pd. I yang telah memberikan dorongan dan dukungan kepada peneliti.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Naufal Ahmad Rijalul Alam, S.Pd.I., M.A. yang
telah memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada peneliti selama masa
perkuliahan.
5. Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi, Sadam Fajar Shadiq, S.Pd.I., M. Pd. I yang
telah memberikan banyak bimbingan, tuntunan dan motivasi kepada peneliti dalam
proses menyelesaikan penelitian ini.

vii
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta yang telah membantu dan yang telah memberikan wawasan pelayanan
terhadap peneliti.
7. Kedua orang tua, yang senantiasa memotivasi, mendukung dan mendoakan
kelancaran skripsi.
8. Sahabat-sahabatku yang selalu memotivasi, membantu, menemani, mendukung
serta menuntun peneliti dalam penyusunan skripsi.
9. Teman-teman Mahasiswa kelas PAI-B 2017 dan teman-teman Mahasiswa PAI
Angkatan 2017.
10. Teman-teman Mahasiswa Organisasi Himpunan Mahasiswa Pendidikan Agama
Islam (HIMA PAI).
11. Serta kepada seluruh teman-teman yang tidak bisa peneliti sebut satu persatu yang
sudah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada semua pihak, peneliti mengucapkan terimakasih banyak atas segala
bantuan serta dorongan. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik dan
berlimpah. Peneliti tentunya mempunyai banyak kekurangan dan kekhilafan, karena
itu peneliti mohon maaf atas segala kekhilafan. Kritik dan saran untuk perbaikan skripsi
ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 22 Desember 2020

Yang membuat pernyataan

(Fresti Arbangiati)

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PENGESAHAN ...................................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iii
NOTA DINAS ....................................................................................................... iv
HALAMAN MOTO ................................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................5
D. Manfaat Penelitian .....................................................................................5
E. Sistematika Pembahasan ...........................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ................................7
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................................7
B. Kerangka Teori ........................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................54
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..............................................................54
B. Subyek Penelitian ....................................................................................54
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................................55
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................56
E. Teknik Analisa Data ................................................................................56
BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................................59
A. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia .................................................. 59
B. Konsep Maqashid Syari`ah .....................................................................80
C. Relevansi Maqashid Syari`ah dengan Pendidikan Karakter

ix
di Indonesia .............................................................................................84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................101
A. Kesimpulan ............................................................................................101
B. Saran ......................................................................................................102
C. Kata Penutup .........................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................104

x
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa konsep Pendidikan karakter di


Indonesia dan konsep maqashid syari`ah. Selanjutnya, kedua konsep tersebut dianalisa
untuk menemukan relevansinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau biasa disebut library research.
Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai literatur terkait dengan
pendidikan karakter dan maqashid syari`ah baik berupa dokumen atau buku. Sumber
data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumen Perpres No 87 Tahun
2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter dan buku karya A. J. Bakri yang
diterbitkan oleh PT. Raja Grafindo Persada di Jakarta pada tahun 1997 dengan judul
Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al- Syatibi. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan tekhnik analisis isi atau dokumen (content or document
analysis).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, pendidikan karakter di Indonesia
memiliki kaitan yang erat dengan ideologi negara yaitu Pancasila. Nilai-nilai yang
terkandung dalam pendidikan karakter di Indonesia merupakan cerminan dari nilai-
nilai Pancasila. Kedua, Maqashid Syari`ah menurut Al Syatibi merupakan tujuan dari
diturunkannya syariat Islam untuk kemaslahatan umat manusia dimana pokok-pokok
pikiran utamanya adalah menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga
keturunan, dan menjaga harta. Ketiga, nilai-nilai pendidikan karakter di Indonesia yang
tertuang dalam Perpres nomor 87 tahun 2017 memiliki relevansi dengan nilai-nilai
maqashid syari`ah yaitu: 1) Nilai karakter religius dan toleran memiliki relevansi
dengan memelihara agama; 2) Nilai karakter cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial,
peduli lingkungan dan menghargai prestasi memiliki relevansi dengan memelihara
jiwa; 3) Nilai karakter jujur, mandiri, rasa ingin tahu, komunikatif, gemar membaca
dan bertanggungjawab memiliki relevansi dengan memelihara akal; 4) Nilai karakter
religius, cinta tanah air, peduli sosial, bertanggung jawab, demokratis dan semangat
kebangsaan memiliki relevansi dengan memelihara keturunan; 5) Nilai karakter
disiplin, bekerja keras, dan kreatif memiliki relevansi dengan memelihara harta.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Maqashid Syari`ah

xi
ABSTRACT

xii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maqashid Syari`ah yang merupakan suatu konsep dari tujuan

disyariatkannya agama adalah sebuah pegangan bagi umat islam untuk

memahami apa tujuan dari syariat ditetapkan bagi manusia (Rosidin, 2019).

Maqashid Syari`ah menurut Rosidin, (2019) memiliki keterkaitan dengan

pendidikan di Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkannya dalam buku yang

berjudul Ilmu Pendidikan Islam Berbasis Maqashid Syari`ah dengan Pendekatan

Taafsir Tarbawi bahwa Maqashid Syari`ah memiliki cakupan yang luas

mencakup kebutuhan hidup manusia yang pada umumnya menjadi acuan tujuan

pendidikan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Maqashid Syari`ah memiliki

relevansi dengan butir-butir tujuan pendidikan di Indonesia yang tertuang dalam

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Dalam pendidikan Islam, Maqashid

Syari`ah harus selalu hadir di dalamnya meski manifestasinya selalu dinamis

(Rosidin, 2019). Dari penjelasan ini, peneliti mencoba untuk mengkaji dengan

lebih jauh lagi tentang Maqashid Syari’ah dalam pendidikan terutama kaitannya

dengan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar

dengan tujuan untuk membantu seseorang dalam memahami, bertindak, dan

peduli dengan berdasarkan pada norma-norma etis yang berlaku (Adams, 2011).

Norma etis yang terdapat dalam teori pendidikan karakter ini dapat
2

dikembangkan melalui pendidikan budaya dan karakter bangsa yaitu

relegius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa

ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

tanggung jawab (Fathurrahman et al., 2013). Seperti yang tertuang di dalam

Perpres Nomor 87 Tahun 2017 pendidikan karakter menjadi sesuatu hal yang

sangat penting dikarenakan mempunyai tujuan untuk membentuk kepribadian

yang baik dalam diri seseorang yang terwujud secara nyata melalui nilai-nilai

religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatit mandiri, demokratis, rasa

ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

bertanggungiawab. Pendidikan karakter tentunya harus selaras dengan

pendidikan akhlak (Chowdhury, 2016). Hal itu sebagaimana yang diungkapan

oleh Lickona dalam bukunya yang berjudul Character Matters (Lickona, 2012)

bahwa pendidikan karakter merupakan suatu usaha nyata yang dilakukan untuk

meningkatkan kualitas diri seseorang agar menjadi lebih baik dan bermanfaat

bagi diri sendiri maupun lingkungannya.

Sebagaimana fitrah dari penciptaan manusia yaitu mencintai kebajikan dan

kebaikan, Tentu saja upaya dalam melahirkan kebajikan dan kebaikan tersebut

muncul dalam diri pribadi seseorang sebagai makhluk komunal yang mana slalu

mendambakan kemaslahatan dalam kehidupan (Ismail, 2014). Menurut Al-

Syatibi: syariat diturunkan kepada manusia untuk mengimplementasikan


3

kemaslahatan hidup segenap umat manusia, baik di dunia dan akhirat (Bakri,

1997). Menciptakan sebuah kemaslahatan merupakan sebuah kata kunci untuk

manusia dalam menciptakan kebaikan karena prinsip suatu kemaslahatan

merupakan pangkal dari konsep tujuan syariah atau biasa disebut dengan

Maqashid Syari`ah (Suhendi, 2014). Adapun pijakan kemaslahatan memiliki

sumber yaitu dari Al-Qur’an dan Al-Hadis yang mana kemudian dari kedua

sumber tersebut manusia berupaya memilih dan menciptakan kemaslahatan yang

diinginkan dalam kehidupan. Seperti yang diungkapkan Al-Syatibi, bahwa

Maqashid Syari`ah memiliki lima poin utama yaitu menjaga agama, menjaga

jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta (Zatadini & Syamsuri,

2018).

Pada tahapan perkembangan anak-anak dan remaja, nilai-nilai agama dan

moral sangat penting untuk ditanamkan oleh keluarga, lingkungan sekolah

ataupun lingkungan sosial sehari-hari dengan tujuan kelak saat anak-anak

menjadi dewasa, nila-nilai agama tersebut akan bisa dijadikan sebagai panduan

dan proteksi dari pengaruh-pengaruh negatif yang ada di kehidupan sehari-hari

(Noor, 2018). Namun pada kenyataannya tidak semua remaja memiliki

pemahaman agama yang memadai untuk membantunya dalam menjalani

kehidupan sehari-hari. Remaja masih saja mudah terpengaruh pada hal-hal

negatif yang terdapat di lingkungan sosialnya (Suidah, 2017). Penelitian yang

dilakukan oleh Ulfah (2005) tentang pengguna miras (minuman keras), Apriyanti

(2017) tentang pengguna narkoba, dan Ummah (2014) tentang pelaku aborsi
4

menyatakan bahwa kurangnya pemahaman agama menjadi salah satu faktor

terjadinya perilaku atau tindakan tersebut di kalangan umat Islam. Hal tersebut

tentu bertentangan dengan nilai-nilai maqashid syari`ah yang mana minum

minuman keras bertentangan dengan menjaga akal, menggunakan narkoba

bertentangan dengan menjaga jiwa, dan melakukan aborsi bertentangan dengan

menjaga keturunan.

Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa Maqashid Syari`ah membawa

gagasan dimana segala sesuatu yang diperintahkan dan dilarang dalam agama

Islam memiliki tujuan kemaslahatan atau kebaikan dan menghindari

kemafsadatan atau keburukan. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan teori

pendidikan karakter yang mana memiliki tujuan besar agar peserta didik dapat

mengaplikasikan nilai-nilai etis di kehidupan sehari-hari agar tercipta masyarakat

yang tentram dan damai. Peneliti memandang bahwa nilai-nilai pendidikan

karakter memiliki hubungan dengan nilai-nilai Maqashid Syari`ah. Dengan

demikian, dalam penelitian ini, penulis berupaya untuk mengkaji konsep

pendidikan karakter di Indonesia dan kaitannya dengan Maqashid Syari`ah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Pendidikan Karakter di Indonesia?

2. Bagaimana konsep Maqashid Syari`ah?

3. Bagaimana relevansi Pendidikan Karakter di Indonesia dengan Maqashid

Syari`ah?
5

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan konsep Pendidikan Karakter di Indonesia.

2. Untuk mendeskripsikan konsep Maqashid Syari`ah.

3. Untuk mengeksplorasi relevansi pendidikan karakter di Indonesia dengan

Maqashid Syari`ah.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih

keilmuan dalam pendidikan karakter.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu acuan

dalam pengembangan kurikulum Pendidikan karakter di Indonesia.


6

E. Sistematika Pembahasan
Sebagai upaya mempermudah pembaca dalam memahami dan

mempelajari penelitian ini, penulis mencoba memaparkan sistematika

pembahasan secara urut. Penelitian kepustakaan ini terdiri dari lima bab yaitu:

Bab I adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II berisikan tinjauan pustaka dan kerangka teori yang berisikan

pemaparan penelitian-penelitian terdahulu dan teori yang menjelaskan konsep-

konsep obyek penelitian terkait dengan Maqashid Syari`ah dan pendidikan

karakter.

Bab III berisikan uraian tentang metode penelitian yang memaparkan

tentang prosedur dalam melakukan penelitian. Adapun uraian tersebut adalah

penjelasan tentang jenis penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV berisikan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti sebagai jawaban dari rumusan masalah terkait dengan Maqashid

Syari`ah dan pendidikan karakter.

Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari pembahasan

penelitian dan saran serta kata penutup.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini akan dibahas kajian pustaka yang diawali dengan

pemaparan 11 penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan pada salah satu

variable maupun metode penelitiannya dengan penelitian yang penulis lakukan.

Kemudian selanjutnya adalah pemaparan kajian teori yang membahas pengertian

dan konsep dari pendidikan karakter serta Maqashid Syari`ah.

Pertama, penelitian dengan judul “Revitalisasi Nilai Dalam Dongeng

Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Anak Usia Dini” yang ditulis oleh

Juanda dalam Jurnal Pustaka Budaya pada tahun 2018. Penelitian ini mengkaji

tentang peranan karya sastra nasional berupa dongeng dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter. Adapun dongeng yang dijadikan

sebagai bahan acuan dalam melaksanakan penelitian adalah dongeng yang

berasal dari Sulawesi dengan judul “Suri Ikun dan Dua Ekor Ikan.” Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan analisis data dilakukan

dengan mendeskripsikan karakter utama dalam dongeng. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dongeng tersebut mengandung nilai-nilai karakter yaitu

kreatif dan kerja keras, penolong dan belas kasih, menghargai prestasi, sikap

positif, serta kejujuran. Penulis memberikan kesimpulan bahwa dalam dongeng

tersebut terdapat nilai yang bertentangan dengan Pendidikan karakter yaitu licik
8

dan penakut. Oleh karena itu, penulis menyampaikan bahwa pendidik secara

bijak menyampaikan nilai-nilai tersebut dengan baik dan benar sehingga anak

dapat mengikuti nilai-nilai Pendidikan karakter dan menjauhi nilai-nilai yang

bertentangan dengannya. Penelitian ini sudah cukup bagus, namun akan lebih

baik lagi apabila ditambahkan sumber data yang lain untuk memperkuat hasil

penelitian. Adapun penelitian Juanda dan penelitian saya memiliki kesamaan

dalam salah satu variabelnya yaitu pembentukan atau pendidikan karakter.

Namun dalam penelitian Juanda, menghubungkan antara variable revitalisasi

nilai dan pembentukan karakter. Sedangkan penelitian saya menghubungkan

antara variable Maqashid Syari`ah dan pendidikan karakter. Oleh karena itu,

penelitian saya belum pernah diteliti pada penelitian terdahulu.

Kedua, penelitian dengan judul “Analisis Stategi Pendidikan Karakter

Melalui Human Preventif” yang ditulis oleh Muhammad Anas Ma’arif dalam

Jurnal Ta’allum pada tahun 2018. Penelitian ini mengungkapkan bahwa

hukuman merupakan salah satu strategi dalam pengimplementasian Pendidikan

karakter. Adapun tujuan dari pemberian hukuman kepada siswa adalah untuk

menumbuhkan sikap taqwa kepada Allah SWT. Perilaku yang merupakan sebab

atau konsekuensi yang diharapkan melalui hukuman. Sedangkan hukuman

tersebut adalah suatu bentuk dari tindakan preventif yang dilakukan untuk

mencegah siswa melakukan suatu hal yang lebih buruk lagi. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan sumber data berasal dari

dokumen-dokumen yang dapat dianalisis seperti buku dan jurnal. Teknik analisis
9

yang digunakan adalah analisis konten, dimana penulis membaca dokumen

secara menyeluruh kemudian menganalisis poin-poin penting terkait hukuman

sebagai bntuk tindakan preventif. Penelitian ini sudah cukup baik. Namun,

penelitian ini tidak memaparkan alasan yang kuat akan pentingnya penelitian ini

untuk dilakukan. Penelitian Muhammad Anas Ma’arif dengan penelitian saya

memiliki kesamaan dalam metode penelitian dan salah satu variabelnya yaitu

pendidikan karakter. Namun, pada penelitian Muhammad Anas Ma’arif

menganalisis variable strategi pendidikan karakter dan Human preventif.

Sedangkan pada penelitian saya menghubungkan antara variable pendidikan

karakter dengan Maqashid Syari`ah.

Ketiga, penelitian dengan judul “Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah

Dasar di Era Digital” yang ditulis oleh Dini Palupi Putri dalam Jurnal Arriayah

pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

deskriptif, yang mana data diperoleh melalui riset kepustakaan kemudian diolah

melalui analisis konten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan

karakter tidak hanya dibentuk di lingkungan sekolah. Akan tetapi, orang tua dan

masyarakat turut serta memiliki peran untuk menciptakan lingkungan yang dapat

membentuk karakter yang baik bagi anak, terlebih lagi di era digital saat ini.

Namun, penelitian masih ada sedikit kekurangan yaitu tidak menuliskan metode

penelitian yang jelas. Selain itu, penelitian ini juga tidak membahas keterkaitan

antar variable dengan jelas. Adapun penelitian Dini Palupi Putri dengan

penelitian saya memiliki kesamaan pada salah satu variabelnya yaitu pendidikan
10

karakter. Namun, pada penelitian Dini Palupi Putri menghubungkan antara

Pendidikan karakter dengan era digital. Sehingga hal tersebut membedakan

dengan penelitian yang saya lakukan, karena pada penelitian saya

menghubungkan antara variable pendidikan karakter dengan Maqashid Syari`ah.

Keempat, penelitian dengan judul “Bias Penulisan Nilai-nilai Karakter

Pada Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar” yang ditulis oleh

Almuntaqo Zainuddin dan Suyata dalam Jurnal Pendidikan Karakter pada tahun

2018. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

deskriptif. Sedangkan tekhnik analisis data menggunakan analisis konten. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang dipaparkan

dalam buku teks Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar terdapat

beberapa nilai karakter yang tidak sesuai dengan indikator yang telah ditentukan

oleh Kemendiknas. Selain itu, penelitian ini juga tidak memaparkan alasan yang

kuat penelitian ini perlu untuk dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,

maka dapat diambil simpulan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang

dipaparkan dalam buku teks Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar

memiliki kesesuaian dengan nilai karakter yang dirumuskan Kementerian

Pendidikan Nasional tahun 2010. Pemaparan nilai-nilai pendidikan karakter yang

sesuai dengan rumusan nilai karakter Kemendiknas tidak selalu sesuai dengan

indikator karakter yang dirumuskan Kemendiknas. Temuan-temuan tersebut

mengindikasikan bahwa terjadinya bias dalam pemaparan nilai-nilai karakter

dalam buku teks Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar. Penelitian
11

Almuntaqo Zainudin dan Suyata memiliki persamaan dengan penelitian saya

yaitu dalam meneliti nilai-nilai karakter. Namun pada penelitian Almuntaqo

zainuddin dam Suyata ini menghubungkan antara nilai-nilai karakter dengan

buku ajar PAI SD. Sedangkan pada penelitian saya, menghubungkan antara

variable pendidikan karakter dengan Maqashid Syari`ah. Hal tersebut

menunjukkan bahwa penelitian saya belum pernah diteliti pada penelitian

terdahulu.

Kelima, penelitian dengan judul “Kandungan Nilai-nilai Karakter

Kewarganegaraan Dalam Novel Pulang Karya Darwis Tere Liye” yang ditulis

oleh Deviana Fadhillatie Azizah dan Marzuki dalam Jurnal Pendidikan Karakter

pada tahun 2018. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif dengan analisis data deskriptif. Data-data yang diperoleh melalui

tekhnik pembacaan secara keseluruhan isi Novel Pulang lalu masuk dalam tahap

uji validitas semantic dan uji reliabilitas intrater sebelum dianalisis. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dalam novel Pulang karya Darwis Tere Liye

banyak sekali ditemukan nilai-nilai karakter yang positif.. Adapun nilai-nilai

karakter kewargaan yang terdapat dalam tokoh Bujang atau tokoh utama yaitu

karakter-karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta

damai, senang membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab. Namun sayangnya,

penjelasan metode penelitian ini masih kurang jelas sehingga perlu adanya

penjelasan yang lebih lengkap dalam metode penelitiannya. Adapun penelitian


12

Devina Fadhillatie Azizah dan Marzuki memiliki kesamaan dengan penelitian

saya dalam meneliti variable nilai-nilai karakter. Namun pada penelitian Devina

Fadhillatie Azizah dan Marzuki menekankan pada penelitian nilai-nilai karakter

kewarganegaraan yang terkandung dalam novel Pulanh. Sedangkan dalam

penelitian saya menekankan pada nilai-nilai pendidikan karakter secara umum

yang dihubungkan dengan Maqashid Syari`ah.

Keenam, penelitian dengan judul “Penndidikan Karakter Menurut Ki

Hadjar Dewantara dan Driyarkara” yang ditulis oleh Agam Ibnu Asa dalam

Jurnal Pendidikan Karakter pada tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kualitatif studi kepustakaan. Sedangkan tekhnik

analisis data menggunakan tekhnik comparative study. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan karakter dapat

ditempuh melalui trisentra karena di dalam kehidupan anak-anak ada tiga tempat

pergaulan yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda.

Adapun menurut Driyarkara pendidikan karakter merupakan proses hominisasi

dan humanisasi sebagai proses pendidikan karakter. Namun, penelitian ini tidak

mencantumkan metode penelitian secara jelas sehingga menjadi sedikit rancu

bagi pembaca. Adapun penelitian Agam Ibnu Asa memiliki kesamaan dengan

penelitian saya pada salah satu variabelnya yaitu Pendidikan Karakter. Namun,

penelitian Agam Ibnu Asa ini terfokus untuk meneliti Pendidikan karakter dalam

pandangan Ki Hadjar Dewanrtara dan Driyarkara. Sedangkan dalam penelitian

saya menghubungkan antara pendidikan karakter dengan Maqashid Syari`ah.


13

Ketujuh, penelitian dengan judul “Implementasi Metode Maqashid Syariah

Imam Al Syathibi Pada Praktik Perbankan Syariah di Indonesia” yang ditulis

oleh Lasri Nijal dan Putri Apria Ningsih dalam Jurnal Costing pada tahun 2019.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kepustakaan.

Sedangkan untuk analisis data menggunakan tekhnik korelasi. Masalah baru

dalam dunia perekonomian tidak akan pernah habisnya, apalagi ketika

membicarakan tentang perbankan syariah, karena keberadaan perbankan syariah

masih dianggab baru sehingga masih terjadi ketimpangan disana-sini. Imam as

Syathibi dalam buku Al Muwafaqatnya telah memberikan jalan keluar untuk

permasalahan-permasalahan baru yang akan dihadapi oleh umat muslim dimasa

yang akan datang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Maqashid

Syari`ah yang ditawarkan Imam Al Syathibi dapat menjadi solusi dari

permasalahan yang dihadapi oleh perbankan syariah. Namun, penelitian ini tidak

menyajikan metode penelitian secara lengkap sehingga menjadi rancu bagi

pembaca. Adapun penelitian Lasri Nijal dan Putri Apria Ningsih memiliki

kesamaan dengan penelitian saya pada salah satu variabelnya yaitu Maqashid

Syari`ah. Namun pada penelitian Lasri Nijal dan Putri Apria Ningsih ini terfokus

pada penelitian metode Maqashid Syari`ah yang dihubungkan dengan praktik

perbankan syariah. Sedangkan dalam penelitian saya, menghubungkan antara

Maqashid Syari`ah dengan Pendidikan karakter.

Kedelapan, penelitian dengan judul “Implementasi Maqashid Al-Syari’ah

Terhadap Pelaksanaan CSR Bank Islam: Studi Kasus Pada Pt. Bank BRI
14

Syariah” yang ditulis oleh Aan Finarti dan Purnama Putra dalam Jurnal Share

pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui impementasi

program CSR (Corporate Social Responsibility) pada BRI Syariah dengan

menggunakan perspektif Maqashid Syariah. Berdasarkan kategorisasi dan

kualifikasi, indikator- indikator pengukuran yang berhubungan dengan prinsip-

prinsip syariah akhirnya telah dikembangkan. Penelitian ini dilakukan pada unit

CSR BRI Syariah kantor pusat jadi datanya meliputi semua implemementasi

CSR BRI Syariah di seluruh Indonesia. Metode yang digunakan adalah dengan

menggunakan kombinasi metode riset. Metode kuantitatif digunakan untuk

mengukur CSR program pada BRI Syariah yang dikategorikan pada komponen

maqashid syariah dan metode kualitatif digunakan dalam memproses data dari

wawancara, observasi dan pengkajian literatur yang diajukan kepada manajer

CSR BRI Syariah. Hasil dari riset ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan CSR

pada BRI Syariah adalah relevan dengan al maqashid asy syariah. Hal ini

dibuktikan dengan lima komponen utama maqashid syariah, yaitu: 1)

Perlindungan agama, 2) Perlindungan pada kehidupan/jiwa manusia, 3)

Perlindungan pemikiran, 4) Perlindungan kesejahteraan, 5) Perlindungan garis

keturunan. Sementara, berdasarkan pada pengukuran maqashid syariah CSR

pada BRI Syariah maka dapat diketahui bahwa indikator program menurut

maqashid syariah adalah perlindungan kepada jiwa manusia pada tahun 2012

dengan jumlah total sebanyak 30 aktivitas yang menghabiskan dana sebesar

Rp.941.305.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan CSR pada


15

BRI Syariah sudah relevan dengan prinsip al maqashid asy syariah. Namun,

hampir secara keseluruhan sumber data yang digunakkan pada penelitian ini

merupakan sumber data yang kurang update, sehingga diperlukan pembaharuan

pada sumber data yang digunakkan agar lebih relevan dengan kondisi saat ini.

Adapun penelitian Aan Finarti dan Purnama Putra memiliki kesamaan dengan

penelitian saya pada salah satu variabelnya yaitu Maqashid Syari`ah. Namun

pada penelitian Aan Finarti dan Prunama Putra ini bertujuan untuk meneliti

implementasi Maqashid Syari`ah pada pelaksanaan CSR Bank Islam. Sedangkan

penelitian saya bertujuan untuk meneliti pengimplementasian Maqashid Syari`ah

pada pendidikan karakter.

Kesembilan, penelitian dengan judul “Pendekatan Maqashid Shariah Index

Sebagai Pengukuran Kinerja Perbankan Syariah di Asia Tenggara” yang ditulis

oleh Evi Mutia dan Nastha Musfirah dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan

Indonesia pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif

deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran kinerja perbankan

syariah dengan menggunakan metode pendekatan maqashid shariah index di

negara-negara yag berada di kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa

perbankan syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan disamping

itu tidak melupakan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Namun,

penelitian ini tidak memaparkan alasan yang kuat mengapa penelitian perlu untuk

dilakukan. Adapun penelitian Evi Mutia dan Nasfha Musfirah memiliki

kesamaan dengan penelitian saya pada salah satu variabelnya yaitu Maqashid
16

Syari`ah. Namun pada penelitian Evi Mutia dan Nasfha Musfirah

menghubungkan antara Maqashid Syari`ah dengan Kinerja Perbankan syariah.

Sedangkan penelitian saya, menghubungkan antara Maqashid Syari`ah dengan

Pendidikan karakter. Oleh karena itu, penelitian saya belum pernah diteliti pada

penelitian terdahulu.

Kesepuluh, penelitian dengan judul “Maqashid Sharia as A Performance

Framework for Islamic Financial Institutions” yang ditulis oleh Achmad Soediro

dan Inten Meutia dalam Jurnal Akuntansi Multiparadigma pada tahun 2017.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dikombinasikan dengan

interpretative paradigm. From the discussion above, it can be summarized that

the preserving and maintaining the five elements of maqasid sharia (ad din, an-

nafs, al aql, an-nasl wal ‘ird, and al maal) is the achievement of al maslahah itself.

The results showed that in Islamic financial institutions must apply five

principles of maqashid sharia without distinguishing or choosing one to leave the

other element. This is the basis for the realization of Islamic financial institutions

that are by character, nature and fundamentals that are different from their

conventional rivals. However, this research doesn’t provide a good explanation

of the results and methodology. Adapun penelitian Achmad Soediro dan Inten

Meutia memiliki kesamaan variable dengan penelitian saya yaitu Maqashid

Syari`ah. Namun pada penelitian Achmad Soediro dan Inten Meutia

menghubungkan antara Maqashid Syari`ah, performance framework dengan

institusi keungan islam. sedangkan pada penelitian saya, menghubungkan antara


17

Maqashid Syari`ah dengan pendidikan karakter. Oleh karena itu, penelitian saya

belum pernah diteliti pada penelitian terdahulu.

Kesebelas, penelitian dengan judul “Maqashid Al-Syari’ah: Kajian

Mashlahah Pendidikan Dalam Konteks UN Sustainable Development Goals”

yang ditulis oleh Mohamad Anang Firdaus dalam Jurnal JRTIE: Journal of

Research and Thought of Islamic Education pada tahun 2018. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif studi kepustakaan dengan tekhnik

analisis data yaitu tekhnik analisis konten. Meski kajian maqashid syari’ah

menjadi domain disiplin ilmu syari’ah, namun Abdurrahman al-Nahlawi menilai

konsep mashlahah ini memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan. Oleh

karena itu, konsep mashlahah harus menjadi tujuan yang harus dicapai dan

diwujudkan. Ilmu pengetahuan dalam ranah pengamalannya diharapkan bisa

menciptakan kemaslahatan untuk semua pihak. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa konsep mashlahah harus menjadi tujuan penting yang perlu dicapai dan

diwujudkan untuk kemaslahatan bersama. Pendidikan yang berorientasi pada

nilai-nilai SDGs dapat dikolaborasikan dengan pendekatan maqashid syari’ah.

Namun, pada penelitian ini pemarapan mengenai keterkaitan kedua variablenya

masih kurang jelas. Adapun penelitian Mohamad Anang Firdaus memiliki

kesamaan dengan penelitian saya pada salah satu variabelnya yaitu maslahah

pendidikan. Namun pada penelitian Mohamad Anang Firdaus ini meneliti

Maslahah Pendidikan secara umum yang kemudian dihubungkan dengan UN


18

SDGs. Sedangkan pada penelitian saya, lebih terfokus pada pendidikan karatkter

dan Maqashid Syari`ah.

Melihat penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini memiliki kesamaan

dengan penelitian-penelitian tersebut pada salah satu variabelnya yaitu meneliti

tentang Pendidikan Karakter maupun Maqashid Syari`ah. Beberapa penelitian

tersebut termasuk ke dalam jenis penelitian kepustakaan. Adapun perbedaan

penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah penelitian ini

terfokus pada penelitian yang mengaitkan antara Pendidikan karakter dengan

Maqashid Syari`ah. Pada penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengeksplor

penerapan Maqashid Syari`ah pada pelaksanaan Pendidikan karakter di

Indonesia.

B. Kerangka Teori
1. Relevansi

Secara umum, relevansi memiliki makna kecocokan. Relevansi

memiliki arti kaitan atau hubungan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, n.d.).

Menurut Green (1995), relevansi adalah suatu sifat yang ada pada dokumen

yang dapat membantu penulis dalam memecahkan suatu masalah yaitu

kebutuhan akan suatu informasi. Dokumen dapat dikatakan relevan apabila

dokumen tersebut memiliki topik yang sama, atau berhubungan dengan

subjek yang diteliti (topical relevance). Froelich dalam Green, (1995)

menyebutkan bahwa inti dari relevance adalah topicality.


19

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui relevansi antara

Maqashid Syari`ah dengan Pendidikan Karakter di Indonesia. Dengan

demikian peneliti mencoba untuk merincikan nilai-nilai apa saja pada

konsep pendidikan karakter di Indonesia yang memiliki hubungan atau

kaitan dengan nilai-nilai pada Maqashid Syari`ah. Selain itu analisis

relevansi pada penelitian ini juga didukung oleh teori dari Hadi, (2004)

yang menjelaskan bahwa untuk mengetahui salah satu cara untuk

menganalisa data kualitatif ialah dengan mencari kesamaan antara

beberapa ide yang kemudian ditarik kesimpulan.

2. Maqashid Syari`ah

a. Pengertian Maqashid Syari`ah

Maqashid Syari`ah adalah sebuah kata yang bersifat majemuk

atau jamak yang berasal dua kata yaitu maqashid dan syari`ah.

Sedangkan dari sisi bahasa, kata maqashid ialah suatu bentuk jamak

(plural) yang bermakna tujuan. Sedangkan definisi dari syari`ah ialah

segala hal yang disampaikan oleh Allah kepada hamba-Nya melalui

utusan terkait dengan masalah-masalah hukum (Shidiq, 2009).

Berdasarkan ilmu syariat, al-maqashid dapat menunjukkan banyak

arti yaitu seperti al-hadad (tujuan), al-garad (sasaran), al- matlub

(hal yang diminati) atau al-gayah (tujuan akhir) dari hukum Islami

(`Audah, 2013).
20

Maqashid syari’ah apabila ditinjau dari sisi etimologi atau dari

sisi bahasa tersusun dari dua buah kata, yaitu maqashid dan juga

syari`ah. Maqashid, merupakan suatu bentuk jamak dari suatu kata

yakni maqsủd, yang memiliki makna “kesengajaan atau tujuan.”

Sedangkan Syari`ah, bila dilihat dari segi bahasa memiliki makna

“jalan menuju air.” Kemudian bila ditinjau dari segi istilah atau

terminologis, syari`ah adalah al-nusus al-muqaddasah, dari al-

Qur’an dan hadis mutawatir yang artinya bahwa sama sekali tidak

tercampuri oleh buah pikir dari manusia. Berdasarkan pengertian

atau definisi tersebut syari`ah dapat dikatakan sebagai at-tariqah

almustaqimah. Apa yang terkandung dalam syari`ah berdasarkan arti

ini mencakup ‘amaliyah khuluqiyah. Seiring berkembangnya waktu

sekarang ini terjadi reduksi terhadap muatan atau isi arti syari`ah,

yang mana aqidah bukan lagi bagian dalam definisi syari`ah (Bakri,

1997). Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa maqashid

syari`ah merupakan tujuan agama yang tidak dicampuri oleh

pemikiran manusia atau dapat dikatakan sebagai tujuan agama yang

murni dari Allah SWT. Sebagai upaya dalam mewujudkan kebaikan

atau kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat, melihat penelitian

dari banyak ahli ushul Fiqih, terdapat lima unsur atau poin utama dari

maqashid syari’ah yaitu agama, jiwa, akal, keturunan serta harta.

Penetapan kelima pokok tersebut menurut Al Syatibi berdasarkan


21

pada dalil-dalil Al Quran & Hadis (Fathurrahman Djamil, 1997).

Pengambilan ayat-ayat dari Al-Qur’an yang menjadi dasar atau dalil

secara umum banyak yang yang merupakan ayat-ayat Makiyyah.

Dalil-dalil Al-Qur’an itu terkait dengan sholat, larangan untuk

memakan dan meminum barang yang dapat membuat manusia

mabuk, larangan dalam melakukan bisnis terlarang.

Maqashid Syari`ah adalah bagian dari suatu kajian hukum

Islam yang memiliki tujuan untuk mengungkap maksud (tujuan) dan

hikmah (pelajaran) dari adanya suatu perintah dan larangan dari

Allah SWT yang tertuang dalam hukum Islam (Sulistiani, 2018).

Kerangka maqashid syari’ah itu sendiri menjelaskan bahwa suatu

hikmah dari sebuah ketentuan yang ditetapkan dalam Islam membuat

manusia dapat terlindungi dari kemafsadatan (keburukan) baik yang

akan merugikan diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar

dari keburukan di dunia dan akhirat (Nijal, 2019). Banyak hal baru

yang muncul seiring dengan berkembangnya zaman. Selain itu,

masalah-masalah tersebut belum tertera dalam fiqh sehingga perlu

adanya untuk menentukkan hokum bagi masalah tersebut. Maqashid

Syari`ah menjadi jalan utama untuk menentukan hukum Islam bagi

kemaslahatan bersama. Diperlukan kriteria dan standar agar dapat

menentukan maqashid hingga terbebas dari hawa nafsu dan

kepentingan dunia semata (Zatadini & Syamsuri, 2018).


22

b. Pokok-Pokok Pikiran Maqashid Syari`ah

1) Al Syatibi

Menurut Al Syatibi (Bakri, 1997), lima pokok pikiran

yang menjadi tujuan dari Maqashid Syari`ah adalah sebagai

berikut :

a) Memelihara Agama.

Makhluk yang bernama manusia pada dasarnya

mutlak memiliki agama. Kehadiran agama sangat

berperan dalam kehidupan dan menjadi pedoman hidup,

bahkan agama merupakan suatu kebutuhan yang paling

utama dari segala kebutuhan pokok. Syariat menetapkan

suatu hukuman yang berat bagi kejahatan untuk

melindungi kehormatan dari agama itu sendiri. Agama

merupakan urutan pertama dalam hidup, karena

keseluruhan ajaran agama mengarahkan manusia untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya dan

keridhaan Allah SWT. Oleh karena itu di dalam Al Quran

& Hadis manusia didorong untuk beriman kepada Allah,

dan inilah yang menjadi fondasi ekonomi Islam

khususnya.
23

b) Memelihara Jiwa

Apa yang dimaksud dengan memelihara jiwa

adalah memelihara hak untuk hidup dengan terhormat

dan memelihara jiwa supaya dapat menghindarkan diri

dari berbagai penganiayaan berupa pembunuhan,

maupun tindakan yang dapat melukai seperti

mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat

merusak bagian tubuh serta terlalu berlebihan dalam

mengkonsumsi suatu makanan atau minuman (israf).

Oleh karena itu, setiap muslim wajib menjaga jiwa

raganya bukan hanya dari kerusakan luar tubuh, namun

juga dari kerusakan yang berasal dari dalam tubuh.

c) Memelihara Akal.

Agama Islam memandang bahwa akal manusia

merupakan karunia Allah SWT yang paling besar dan

begitu penting. Melalui akal, manusia bisa membedakan

dan memilah mana yang dianggap baik dan mana yang

dianggap sebagai suatu keburukan. Hadirnya akal pada

manusia, ia ditugaskan untuk melakukan ibadah kepada

Allah SWT. Manusia yang tidak berakal makai ia tidak

dibebani dengan syariat. Oleh karena itu, akal wajib

untuk dilindungi dan dipelihara serta dalam syariat Islam


24

mengharamkan khamar (minuman yang memabukkan)

dan seluruh makanan, minuman atau apapun yang dapat

menurunkan bahkan menghilangkan kreatifitas akal

manusia dan gairah kerja manusia. Sehingga dalam

Islam, khamar dan sejenisnya dinilai sebagai dosa mulai

dari produksi, distribusi sampai dengan konsumsi.

d) Memelihara Keturunan

Kebaikan atau kemashlahatan duniawi dan

ukhrawi memiliki maksud untuk keberlanjutannya dari

generasi satu ke generasi lainnya. Ajaran agama atau

syariat yang dilaksanakan pada satu generasi saja akan

menjadi tidak bermakna bila terjadi kepunahan generasi

manusia. Sebagaimana Islam memberikan aturan

pernikahan dan mengharamkan perzinahan, menetapkan

atau menentukan siapa saja yang boleh dinikahi,

bagaimana tata cara melaksanakan pernikahan serta

syarat dan rukun yang harus dijalankan dan dipenuhi.

Semua itu merupakan wujud untuk melestarikan

keturunan yang sehat dalam suasana yang tenteram dan

damai. Maka dari itu akan semakin kuat serta terciptanya

suatu persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat

tempat dimana mereka hidup.


25

e) Memelihara harta

Hakikatnya harta yang manusia miliki semuanya

adalah kepunyaan Allah SWT. Namun, Islam tetap

memperhatikan hak pribadi seorang manusia. Islam

memberikan peraturan-peraturan berkaitan dengan

muamalat seperti dalam hal jual beli, sewa menyewa,

pinjam meminjam, gadai dan sebagainya serta

memberikan peringatan dan larangan untuk melakukan

penipuan hingga melakukan praktek riba. Memelihara

harta juga dapat dipahami dengan mengelola sistem

muamalat berdasarkan asas keadilan dan kerelaan,

berusaha mengembangkan harta kekayaan dan

menyerahkan ke tangan orang yang mampu menjaga

dengan baik. Sebab harta yang berada di tangan

perorangan menjadi kekuatan bagi umat secara

keseluruhan asalkan disalurkan dengan baik (Bakri,

1997).

Struktur hierarki ini berarti kebutuhan perlindungan

agama harus diutamakan diatas perlindungan lainnya (Astuti et

al., 2018). Konsep ini memastikan bahwa proses pengambilan

suatu keputusan terhadap suatu persoalan yang dilakukan


26

berdasarkan metode maqasid syariah harus dilakukan dengan

baik dan hati-hati.

2) Ibnu Ashur

Ibnu Ashur adalah tokoh maqashid syari`ah kontemporer

kelahiran Tunisia. Ia merupakan penerus sekaligus pelengkap

konsep maqashid syari`ah yang digagas oleh para

pendahulunya seperti imam al Shatibi, al Ghazali, Izudin Bin

Abd. Salam, Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim al Jauziyah dan

lain-lain. Di tangan Ibnu Ashur, maqashid syari`ah mudah

untuk diterapkan pada masalah-masalah kekinian sehingga

syariah Islamiyah akan selalu bisa menjawab tantangan zaman

atau dengan kata lain shalihun li kulli zaman wa al makan

(Toriquddin, 2013).

Setiap tujuan syariah secara umum bertujuan untuk

kemaslahatan manusia baik di dunia maupun akhirat. Maslahat

menurut istilah Ibnu Ashur adalah sifat suatu perbuatan yang

dapat merealisasikan kebaikan atau kemanfaatan selamanya

atau secara umum bagi orang banyak maupun individu. Ibnu

Ashur membagi maslahat yang menjadi maqsud (tujuan) dalam

shara’ menjadi empat bagian sebagai berikut (Toriquddin,

2013):
27

a) Maslahat dilihat dari segi pengaruhnya bagi tegaknya

umat

Dari segi ini maslahat terbagi menjadi daruriyat,

hajiyat dan tahsiniyat. Maslahat daruriyat adalah

masyarakat harus mendapatkan kemaslahatan ini baik

secara kelompok maupun individu. Suatu tatanan

masyarakat tidak akan tegak dengan hilangnya

kedaruratan itu, dan keadaan manusia akan menjadi

rusak seperti binatang. Maslahat ini kembali pada

kulliyat al khamsah. Kulliyat ini tergambar dalam

penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, harta, dan nasab.

Sedangkan maslahat al hajiyat adalah maslahat yang

dibutuhkan oleh umat untuk menegakkan aturannya

dengan baik, jika maslahat ini hilang tatanan kehidupan

tidak menjadi rusak akan tetapi berada dalam keadaan

tidak teratur. Contoh dari maslahat al hajiyat adalah

menjaga kehormatan. Maslahah tahsiniyah adalah

dengan maslahat itu kesempurnaan keteraturan umat

dapat terealisasi. Maslahat ini merupakan sebab umat

lain tertarik untuk berinteraksi dengan umat Islam.

Contohnya adalah akhlak yang mulia.


28

b) Maslahat dilihat dari segi hubungannya dengan umat

secara umum, kelompok, atau individu

Maslahat dilihat dari segi ini terbagi menjadi dua

yaitu maslahat al kulliyah, dan maslahat juz’iyah.

Maslahat al kulliyah adalah maslahat yang kembali

kepada umat secara umum dan kelompok besar dari suatu

umat seperti penduduk suatu daerah. Contoh maslahat ini

seperti menjaga kelompok dalam masyarakat dari

perpecahan, dengan daruriyat, hajiyat dan tahsiniyat.

Maslahat juz’iyat adalah kemaslahatan bagi individu

(pribadi) atau beberapa individu, yang harus dijaga

dalam hukum-hukum muamalah.

c) Maslahat dilihat dari segi terealisasinya kebutuhan atau

tercegahnya kerusakan

(1) Maslahat qat’iyah, maslahat ini diketahui dengan

adanya teks secara pasti didukung oleh teori

induksi atau dengan dalil akal bahwa dalam

implementasinya terdapat kebaikan yang besar

atau dalam pelaksanaan hal yang sebaliknya akan

terjadi bahaya yang besar, seperti membunuh orang

yang enggan mengeluarkan zakat pada masa

Khalifah Abi Bakr as Sidiq.


29

(2) Maslahat Dzanniyah, yaitu maslahat yang bisa

diketahui dengan persangkaan akal sehat seperti

memelihara anjing untuk menjaga rumah di saat

situasi mencekam, dan ada kalanya ditunjukkan

oleh dalil dzanny seperti sabda Nabi SAW: La

yaqdi al qadi wa huwa ghadban (seorang hakim

jangan memutuskan perkara ketika ia dalam

keadaan marah).

(3) Maslahat Wahmiyah, adalah diandaikan terdapat

kemaslahatan dan kebaikan, akan tetapi setelah

dicermati kemaslahatan itu berubah menjadi

kerusakan.

3. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Istilah karakter secara etimologi berasal dari suatu bahasa latin

yaitu “Character.” Istilah dari bahasa latin tersebut memiliki

beberapa makna antara lain adalah watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan pengertian karakter

secara terminologi bisa dimaknai sebagai sifat manusia yang secara

umum ada pada diri manusia dimana terdapat banyak sifat yang

dipengaruhi oleh kehidupan sehari-hari. Karakter juga diartikan

sebagai sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang melekat pada
30

diri seseorang atau yang ada pada suatu kelompok masyarakat

(Azyumardi Azra, 1998).

Karakter adalah sekumpulan perilaku yang ada pada diri

manusia kemudian tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang

mana perilaku-perilaku tersebut terkait dengan Tuhan Yang Maha

Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang

diimplementasikan dalam perkataan, perasaan, sikap dan perilaku

yang berasaskan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,

dan adat istiadat di kehidupan sehari-hari (Samrin, 2016). Karakter

dalam terminologi masyarakat Indonesia pada umumnya sering kali

disebut dengan istilah akhlak atau budi pekerti (Reksiana, 2018). Hal

tersebut menunjukkan bahwa karakter suatu bangsa tercermin

melalui akhlak atau budi pekerti masyarakatnya. Sebaliknya, bangsa

yang tidak memiliki karakter adalah bangsa yang tidak memiliki

akhlak dan budi pekerti yang tertanam pada tiap warga negaranya.

Pendidikan karakter mencakup pendidikan secara moral dan

non moral (Wahyudin, 2013). Hal ini menyebabkan pendidikan

karakter memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan sosial di

masyarakat. Melalui pendidikan karakter, seseorang diharapkan

memiliki kualitas sosial yang baik sehingga nantinya dapat lebih

peka terhadap isu-isu sosial serta berkontribusi dalam menyelesaikan

problema yang muncul di masyarakat (Davies et al., 2005).


31

Penanaman karakter dalam diri seseorang tidak dapat dilakukan

secara instan. Hal ini dikarenakan pendidikan karakter merupakan

suatu proses yang menyangkut kepribadian seseorang. Proses ini

harus dilakukan secara perlahan agar seseorang dapat memaknainya

dan disertai dengan instruksi yang jelas supaya tujuan dari

penanaman karakter dapat tercapai (Thomas, 1991).

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem yang dilakukan

sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada setiap

diri warga sekolah yang terdiri dari pengetahuan, kesadaran dan

tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap

Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,

maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang insan kamil

(Maunah, 2016). Penerapan Pendidikan karakter di sekolah tentunya

harus melibatkan setiap komponen sekolah dan menempatkannya

untuk turut andil di dalamnya, tidak terkecuali komponen-komponen

dari pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, pendidikan karakter

merupakan sebuah usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk

memahami, membentuk dan memupuk nilai-nilai etika, baik untuk

diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat secara

keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diimplementasikan pada

setiap proses belajar mengajar di setiap mata pelajaran sekolah.

Upaya yang harus dilakukan adalah menerapkannya di setiap mata


32

pelajaran untuk mengembangkan, mengeksplisitkan, dan mengaitkan

materi Pendidikan karakter dengan konteks kehidupan sehari-hari

(Saifurrohman, 2014). Maka dari itu pelaksanaan pendidikan

karakter bukan hanya suatu upaya untuk menanamkan nilai nilai

positif kepribadian dalam ranah kognitif saja, tetapi juga dapat

meresap dalam hati setiap anak karena menemukan gambaran

mengenai karakter yang diajarkan dalam kehidupan nyata sehari-

hari.

Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu

dari pelaksanaan proses pendidikan di sekolah dalam lingkup

ketercapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia para siswa

siswi dengan utuh, terpadu, dan seimbang, sehingga dapat mencapai

standar kompetensi lulusan (Esmael & Nafiah, 2018). Adanya

pengimplementasian pendidikan karakter di sekolah, siswa siswi

diharapkan dapat mengembangkan dan memanfaatkan pengetahuan

yang dimiliki, mengkaji dan menginternalisasi serta

mempersonalisasi nilai-nilai pendidikan karakter sehingga dapat

terealisai dalam tabiat atau perilaku di kehidupan sehari-hari dengan

mandiri. Terwujudnya pendidikan karakter di lingkungan sekolah ini

juga diharapkan dapat membantu setiap siswa dan siswi

menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, berkarakter yang baik, kompetensi akademik


33

yang utuh dan terpadu, serta memiliki kepribadian yang unggul

sesuai dengan norma-norma dan budaya Indonesia. Pendidikan

karakter dapat terus berkembang sehingga bukan hanya menjadi

sebuah program sekolah saja, namun juga menjadi budaya sekolah.

Pendidikan karakter di sekolah mempunyai hubungan

keterkaitan yang erat dengan manajemen tata kelola sekolah. Tata

kelola yang dimaksud yaitu bagaimana pendidikan karakter dapat

direncanakan, dilaksanakan, dan diarahkan dalam kegiatan-kegiatan

pendidikan di sekolah secara efektif. Komponen-komponen yang

termasuk kedalam manajemen tata kelola meliputi nilai-nilai karakter

yang akan ditanamkan, muatan kurikulum, pengajaran, penilaian,

pendidik dan tenaga kependidikan serta komponen terkait lainnya.

Oleh sebab itu, manajemen sekolah termasuk salah satu media yang

tepat dan efektik untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah.

Kriteria pencapaian pendidikan karakter pada tingkatan sekolah yaitu

terciptanya budaya sekolah (Zulhijrah, 2015). Budaya sekolah yang

perlu diciptakan di sekolah meliputi perilaku, tradisi, kebiasaan

keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga

sekolah dan masyarakat sekitar sekolah.

Pendidikan karakter bisa disebut sebagai sebuah pendidikan

untuk membentuk akhlak seseorang melalui pendidikan budi pekerti,

yang mana nantinya seseorang dapat memiliki perilaku dan sikap


34

baik, seperti tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,

menghormati hak orang lain, kerja keras, dan lain sebagainya

(Sutiyono, 2013). Russels Williams menggambarkan karakter

sebagai sebuah “otot”, dimana “otot-otot” karakter akan menjadi

lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat serta kokoh

apabila sering dipakai. Sebagaimana seorang binaragawan yang terus

menerus berlatih untuk membentuk ototnya, “otot-otot” karakter

akan terbentuk dengan praktik latihan dan pada akhirnya akan

menjadi sebuah kebiasaan yang terus dilakukan (Hambali, 2008).

Pendidikan karakter menurut Lickona (2012) merupakan

sebuah usaha mendidik seseorang untuk memiliki kepribadian yang

baik melalui pendidikan budi pekerti, yang mana nantinya

diwujudkan dalam tingkah laku nyata seseorang seperti bertanggung

jawab, peduli, jujur, kerja keras, menghormati hak orang lain dan lain

sebagainya. Menurut Lickona (2012) dalam bukunya yang berjudul

Character Matters menyebutkan bahwa pendidikan karakter

merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk

mewujudkan kualitas manusia yang lebih baik lagi. Tidak hanya baik

secara individual melainkan secara keseluruhan sehingga dapat

menciptakan kebaikan untuk bersama.

Abdullah Nasih Ulwan mengungkapkan bahwa pendidikan

karakter sangat penting untuk ditanamkan sedini mungkin dalam diri


35

anak-anak. Pendidikan karakter yang dimaksud berupa penanaman

nilai-nilai religiusitas, sopan santun, kebersihan, persaudaraan,

persatuan, pergaulan, kasih sayang, ilmu dan akal, serta berbagai

aspek yang berkaitan dengan manajemen waktu (Syarifuddin &

Fauzi, 2020).

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang

membangun/mengembangkan aspek kecerdasan kognitif

(pengetahuan) agar memiliki kemampuan berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya (Nucci et al., 2014). Karakter atau Akhlak

mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia.

Terutama saat ini, dunia pendidikan sering kali mendapat tuduhan

sebagai penyebab utama atas munculnya fenomena krisis moral. Hal

ini dikarenakan pendidikan menjadi garda utama dalam menyiapkan

kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana peran utama pendidikan

untuk membentuk moral seseorang (Nata, 2007). Penanaman

karakter dimulai dari perseorangan atau individual, karena pada

dasarnya karakter itu memang individual, meskipun ia dapat berlaku

dalam konteks yang lebih luas. Oleh sebab itu, penanaman karakter

dapat dimulai dengan mengaktifkan gerakan individual, yang

kemudian dapat disebarkan pada individu-idividu lainnya, kemudian

setelah tersebar luas secara moral dan karakter maka dengan

sendirinya akan mewarnai kehidupan masyarakat. Lingkungan


36

keluarga menjadi wadah paling utama dalam menanamkan

pendidikan karakter pada anak sedini mungkin (Kaimuddin, 2018).

Melalui penanaman karakter diharapkan dapat menciptakan tatanan

masyarakat yang tentram dan sejahtera.

b. Pendekatan Pendidikan Karakter

Amri, Jauhari, & T. Elisah (2011) menyebutkan bahwa

pendidikan karakter memiliki empat pendekatan nilai yang harus

dilakukan dalam penerapannya, yaitu:

1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)

Pendekatan ini menekankan pada penanaman nilai-nilai

sosial pada diri peserta didik. Guru diharapkan dapat

mengkreasikan metode pembelajaran yang diintegrasikan dengan

nilai-nilai sosial dalam proses pembelajaran. Metode

pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru diantaranya adalah

keteladanan, bermain peran, simulasi maupun tindakan sosial

terkait lainnya.

2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral

development approach)

Pendekatan ini memandang bahwa setiap peserta didik

memiliki potensi kognitif yang perlu dikembangkan. Oleh karena

itu, peran guru dalam pendekatan ini yaitu mendorong peserta

didik untuk dapat berpikir secara aktif dalam memecahkan


37

berbagai permasalahan moral yang dihadapi dan juga melatih

peserta didik untuk berani mengambil keputusan.

3) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)

Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat

mengevaluasi sikap dan perilakunya sendiri. Sehingga secara

bertahap, sikap dan perilakunya dapat menjadi lebih baik lagi.

4) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)

Peran guru dalam pendekatan ini adalah mendorong dan

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat

menerapkan nilai-nilai karakter dalam sikap dan perilakunya yang

dilakukan secara individu maupun berkelompok.

c. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

Usaha dalam mewujudkan pengimplementasian pendidikan

karakter dapat berjalan dengan efektif, diperlukan adanya strategi,

prinsip dan metode yang tepat sesuai situasi dan kondisi siswa serta

lingkungannya. Menurut Lickona (2012), pendidikan karakter tidak

akan efektif bila tidak melibatkan kombinasi tiga aspek diri manusia,

yaitu: moral knowing, moral feeling and moral behavior. Dalam

pengimplementasinya, Lickona mengusulkan sebuah desain

menyeluruh yang berisi dua belas strategi (sembilan untuk guru, dan

tiga bagi sekolah) yang didukung oleh empat ‘kunci sukses’

keterlibatan, yakni: keterlibatan guru dan pegawai sekolah,


38

keterlibatan siswa-siswi, keterlibatan orangtua siswa, dan

keterlibatan komunitas karakter.

Lickona (1995) menyebutkan bahwa terdapat sebelas prinsip

yang harus diterapkan agar pendidikan karakter dapat berjalan

efektif. Kesebelas prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan nilai-nilai etika inti sebagai fondasi karakter

yang baik. Nilai-nilai etika inti menjadi suatu hal yang harus

disepakati oleh semua pemangku kepentingan di lingkungan

sekolah. Hal ini ditujukkan agar nilai-nilai tersebut dapat

menjadi kekuatan dasar dari penerapan pendidikan karakter di

sekolah.

2) Mendefinisikan ‘karakter’ secara komprehensif yang mencakup

pikiran, perasaan, dan perilaku. Pada prinsip kedua ini, sekolah

ditekankan untuk dapat memberikan membantu siswa dalam

memahami dan menerapkan nilai-nilai etika inti secara

konsisten.

3) Menggunakan pendekatan yang tajam, efektif, dan proaktif

dalam pengembangan karakter. Pengembangan karakter di

sekolah dapat dilakukan melalui pengintegrasian nilai-nilai etika

inti ke dalam kurikulum, proses pembelajaran dan aktivitas

kelas. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memahami dengan


39

baik nilai-nilai tersebut dan dapat menerapkannya secara

konsisten.

4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian dan

penuh perhatian. Melalui komunitas sekolah ini, siswa

diharapkan dapat memahami pentingnya hubungan antar sesama

yang disertai dengan sikap saling menghormati. Adanya sikap

saling menghormati tersebut dapat melahirkan sikap-sikap

kepedulian dan bertanggung jawab terhadap berbagai interaksi

social.

5) Memberi kesempatan peserta didik untuk menunjukkan perilaku

yang baik. Melalui kesempatan ini, peserta didik dapat

menerapkan perilaku-perilaku yang baik seperti jujur dan dapat

dipercaya. Perilaku tersebut tentunya dapat digunakan oleh

peserta didik dalam berkontribusi kebaikan di kehidupan sehari-

hari.

6) Memiliki cakupan kurikulum yang bermakna dan menantang

yang menghargai semua peserta didik, mengembangkan karakter

mereka dan membantu mereka untuk sukses. Peserta didik

memiliki beragam keterampilan dan minat yang tentunya

berbeda antar satu peserta didik dengan peserta didik lainnya.

Oleh karena itu, kepala sekolah bersama dengan guru dan

pemangku kepentingan di sekolah diharapkan dapat menyusun


40

strategi dalam menerapkan nilai-nilai etika inti baik ke dalam

kurikulum maupun kegiatan pembelajaran. Selain itu,

penggunaan strategi diharapkan dapat dikreasikan sehingga

menarik minat peserta didik dalam memahami nilai-nilai etika

inti.

7) Menumbuhkan motivasi diri dari para peserta didik. Pada prinsip

ini sekolah ditekankan untuk dapat memberikan dorongan

kepada peserta didik untuk menerapkan sikap-sikap yang baik

dalam dirinya sebagai cerminan karakter sebagai identitas diri

daripada menerapkan kepatuhan dan penghargaan terhadap

sesuatu hal.

8) Melibatkan staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi

tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk

mematuhi nilai-nilai etika inti yang sama untuk membimbing

siswa. Pada prinsip ini, staf sekolah diharapkan dapat turut serta

mengontrol perilaku peserta didik apakah sudah sesuai dengan

nilai-nilai tersebut dalam proses interaksi dengan orang dewasa.

9) Memperkokoh kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan

dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter.

Kepala sekolah sebagai pemimpin karakter di sekolah

diharapkan dapat meyakini secara penuh bahwa tujuan

Pendidikan adalah kecerdasan dengan karakter. Strategi dalam


41

mencapai tujuan ini tentunya memerlukan kerja sama antara

kepala sekolah, guru, staf, orang tua dan seluruh pemangku

kepentingan di sekolah.

10) Melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam upaya membagun karakter. Seperti yang telah kita ketahui

bersama bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama tempat

penanaman karakter bagi seorang anak. Sehingga dalam prinsip

ini, melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sekitar

merupakan hal yang sangat penting dalam menanamkan karakter

yang kuat dalam diri peserta didik.

11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai

pendidik karakter, intensitas siswa mewujudkan karakter yang

baik. Evaluasi karakter tentunya sangat penting untuk dilakukan

agar sekolah dapat mengetahui sejauh mana nilai-nilai etika inti

telah ditanamkan secara konsisten dalam diri peserta didik.

Evaluasi dapat dilakukan melalui penilaian perkembangan

karakter peserta didik, survei maupun wawancara.

Selain prinsip-prinsip diatas, pengimplementasian pendidikan

karakter dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan

prinsip-prinsip tertentu sebagai berikut (Kemendiknas, 2010):


42

1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter

2) Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya

mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku

3) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk

membangun karakter

4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian

5) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan

perilaku yang baik

6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan

menantang serta menghargai setiap peserta didik, membangun

karakter dan membantu mereka untuk meraih kesuksesan

7) Menumbuhkan motivasi diri pada diri peserta didik

8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral

dan berbagi tanggung jawab

9) Pembagian kepemimpinan moral yang jelas dan dukungan yang

memenuhi dalam membangun inisiatif pendidikan karakter

10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam usaha membangun karakter; dan

11) Mengevaluasi karakter sekolah.

Penerapan pendidikan karakter di Indonesia dilakukan secara

menyeluruh oleh berbagai pihak yang berperan dalam pembentukan

karakter siswa, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat


43

dan keluarga. Berikut ini strategi dan metode penerapan pendidikan

karakter di sekolah (Sultoni, 2016). Di sekolah, penerapan

pendidikan karakter dilaksanakan melalui integrasi nilai-nilai

karakter ke dalam sejumlah aspek: mata pelajaran (termasuk muatan

lokal), kegiatan pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan budaya

sekolah. Pertama, integrasi nilai-nilai karakter ke dalam mata

pelajaran. Setiap mata pelajaran dirancang mengandung nilai-nilai

karakter yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan

konteks kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran nilai-nilai

karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada

internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik

sehari-hari di masyarakat.

d. Model Pendidikan Karakter

Berikut ini adalah model Pendidikan karakter berdasarkan

beberapa artikel ilmiah yang telah dikumpulkan dari berbagai

sumber:

1) Model Pendidikan Karakter pada Usia Anak-Anak (SD)

Pendidikan karakter telah dimasukkan pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia melalui media cerita bergambar dan metode

bermain peran (Mulyatiningsih, 2011). Pendidikan karakter juga

telah dimasukkan pada pembelajaran IPA dan IPS melalui model

pembelajaran IPA berbasis karakter dan pendekatan ARCS


44

(attention, relevance, confidence, dan satisfaction) yang dilakukan

oleh Banawi dan Baharudin. Hasil penelitian menunjukan bahwa

penggunaan cerita bergambar dan metode bermain peran efektif

untuk meningkatkan pengamalan nilai kejujuran, kesabaran, dan

ketaatan beribadah, serta keterampilan berbahasa Indonesia

(menyimak, membaca dan berbicara). Model pembelajaran IPA

berbasis karakter dan pendekatan ARCS (attention, relevance,

confidence, dan satisfaction) terbukti efektif untuk meningkatkan

nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan ketaatan beribadah,

serta hasil belajar IPA/IPS.

Zuchdi et al., (2010) menyimpulkan bahwa model

pendidikan karakter yang efektif adalah model yang

menggunakan pendekatan komprehensif. Pendidikan karakter

dimasukkan ke dalam berbagai mata pelajaran. Metode dan

strategi yang digunakan bervariasi yang dapat mencakup

inkulkasi/penanaman (lawan indoktrinasi), keteladanan, fasilitasi

nilai, dan pengembangan soft skills (antara lain berpikir kritis,

kreatif, berkomunikasi efektif, dan dapat mengatasi masalah).

Seluruh warga sekolah (pimpinan sekolah dan berbagai pihak

yang terakait serta tokoh masyarakat perlu bekerja untuk bekerja

sama dalam melaksanakan program pendidikan karakter. Tempat

pelaksanaan pendidikan karakter baik di dalam kelas maupun di


45

luar kelas dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan di rumah

dan di dalam lingkungan masyarakat dengan melibatkan

partisipasi orang tua.

2) Model Pendidikan Karakter pada Usia Remaja (SMP & SMA)

Model pendidikan karakter pada usia remaja diperoleh dari

dua judul penelitian. Mulyani, (2010) telah mengembangkan

model integrasi tindak tutur direktif dalam penerapan pendidikan

ahlaq mulia dan karakter bangsa bagi pelajar di SMA

Muhammadiyah 1 Ponorogo, Jawa Timur. Pada tahap studi

pendahuluan teridentifikasi nilai-nilai ahlaq mulia dan karakter

pelajar Muhammadiyah 1 Ponorogo yang harus dikembangkan

antara lain: jujur, disiplin, santun, rendah hati, percaya diri,

mandiri, dan bertanggungjawab serta memiliki kemampuan

kognitif yang memadai. Model tindak tutur direktif kepala

sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan kepada peserta

didik dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori yaitu perintah,

permintaan dan saran. Model perintah (command)

diaktualisasikan dalam tindakan: melarang, memperingatkan,

memerintah, menegur, mendesak, dan mengharuskan. Model

permintaan (request) diaktualisasikan dalam 11 tindakan:

memohon, mengharap, meminta, menghimbau, dan mengajak.

Model saran (suggest) dilakukan dalam kegiatan menasehati,


46

menganjurkan, menawarkan, mendorong, mempersilahkan, dan

menyarankan. Model perintah (command) diintegrasikan dengan

model bermain peran, simulasi dan diskusi kelompok. Permintaan

(request) diintegrasikan dalam tindakan keteladanan, simulasi dan

bermain peran. Model saran (suggest) diintegrasikan dalam

kegiatan bakti sosial, kunjungan lapangan dan problem solving.

3) Model Pendidikan Karakter Usia Dewasa (Perguruan Tinggi)

Model pendidikan karakter pada jenjang usia dewasa

diperoleh dari hasil penelitian (Fathudin, 2010) yang berjudul:

“Pembentukan kultur akhlak mulia melalui pembelajaran

pendidikan agama Islam dengan model penilaian self and peer

assesment di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik UNY”.

Penelitian dilaksanakan dengan metode kuasi eksperimen. Hasil

penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara

kelompok eksperimen yang menggunakan model penilaian self

and peer assessment dengan kelompok kontrol yang

menggunakan penilaian paper and pencil test dalam ketaatan

beribadah harian sesuai dengan tuntunan agama Islam. Dalam

laporan penelitian disarankan untuk membentuk kultur ahlak

mulia mahasiswa diperlukan waktu yang panjang melalui

pembiasaan-pembiasaan. Hal ini dikarenakan karakter seseorang

yang dewasa telah terbentuk sejak usia anak-anak dan remaja.


47

Sehingga Pendidikan karakter yang dapat digunakan pada usia

dewasa adalah dengan meningkatkan kesadaran akan dirinya

sendiri dan bukan karena orang lain. Bentuk-bentuk Pendidikan

karakter pada usia dewasa yang dapat dilakukan diantaranya

adalah ceramah, forum pengajian, forum seminar, film,

pengalaman hidup orang lain dan lainnya. Selain itu, sering kali

seseorang pada usia dewasa yang awalnya memiliki karakter

buruk lalu ketika ia dihadapkan dengan suatu permasalahan

akhirnya karakter tersebut berubah menjadi karakter yang baik.

Karakter orang dewasa seperti mahasiswa memang sudah sulit

untuk diubah melalui pendekatan biasa. Sehingga dalam hal ini,

dosen tetap mempunyai kewajiban untuk memberikan

pemahaman dan peringatan apabila mahasiswa mulai melakukan

hal-hal yang tidak baik.

e. Landasan Pendidikan Karakter

1) Ideologi Negara

Pancasila sebagai pilar atau basis dari pendidikan karakter

di Indonesia memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai religius,

nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan

(Octavia & Rube’i, 2017). Nilai-nilai tersebut dirumuskan

menjadi pola dasar pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia

agar senantiasa selaras dengan ideologi bangsa. Ideologi bangsa


48

merupakan pedoman yang digunakan dalam kehidupan bernegara.

Oleh karena itu, setiap sila yang terkandung dalam Pancasila

menjadi reflektor bagi setiap nilai-nilai karakter yang terdapat

dalam Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang pendidikan karakter di

Indonesia.

Nilai-nilai karakter yang dijadikan sekolah sebagai nilai-

nilai utama yang diambil/disarikan dari butir-butir standar

kompetensi lulusan dan mata pelajaran yang ditargetkan untuk

diinternalisasi oleh peserta didik. Perpres No. 87 Tahun 2017

memaparkan nilai-nilai tersebut antara lain:

a) Religius
Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan
selalu berdasarkan pada nilai-nilai ajaran agamanya.
b) Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya


sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
c) Toleran
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam
hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan
agama
d) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
e) Bekerja Keras
49

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam


mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas
(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
f) Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari
apa yang telah dimiliki
g) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h) Demokratis
Cara berfikir, sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara
dirinya dengan orang lain.
i) Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar
j) Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu keadaan
yang menunjukkan adanya kesadaran untuk menyerahkan
kesetiaan tertinggi dari setiap pribadi kepada Negara dan
bangsa
k) Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsanya
l) Menghargai Prestasi
50

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk


menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain
m) Komunikatif
Komunikatif adalah karakter yang dapat menghantarkan
seseorang untuk membangun hubungan baik diantara sesama
n) Cinta Damai
sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o) Gemar Membaca
Kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu
secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku,
jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga
menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
p) Peduli Lingkungan
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan
dengan masyarakat dan kepentingan umum.
q) Peduli Sosial
Memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun,
toleran terhadap perbedaan, tidak menyakiti orang lain
r) Bertanggungiawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan YME.
Berdasarkan uraian di atas banyak sekali karakter yang

harus dikembangkan untuk membantu fokus penanaman nilai-

nilai utama tersebut, nilai-nilai tersebut perlu dipilah-pilah atau


51

dikelompokkan untuk kemudian diintegrasikan pada mata

pelajaran-mata pelajaran yang paling cocok. Adapun interpretasi

atau pemaknaan dari setiap butir karakter diatas didasarkan pada

penjelasan Kementrian Pendidikan Nasional dalam Suyadi,

(2013).

Ditegaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun

2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Penyelenggaraan

PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal dilakukan

secara terintegrasi dalam kegiatan Intrakurikuier; Kokurikuler;

dan Ekstrakurikuler, dan dilaksanakan di dalam dan/atau di luar

lingkungan Satuan Pendidikan Formal. PPK pada Satuan

Pendidikan jalur Pendidikan Formal menurut Peraturan Presiden

Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter,

dilaksanakan dengan prinsip manajemen berbasis

sekolah/madrasah, dan merupakan tanggung jawab kepala satuan

Pendidikan Formal dan guru.

2) Agama

Agama memiliki peran yang sangat penting dalam

membentuk karakter manusia. Hal itu dikarenakan dalam agama

banyak sekali disebutkan perintah-perintah untuk melakukan

kebaikan dan menjauhi hal-hal yang tidak baik atau bertentangan

dengan moral. Pada masa kolonial Belanda, proses Pendidikan di


52

sekolah Belanda tidak dicampuri oleh hal-hal yang berkaitan

dengan agama dan hal itu menyebabkan perilaku dan karakter

pemuda Indonesia menjadi sangat buruk serta banyak melakukan

hal-hal yang negatif seperti mabuk-mabukan, berjudi dan lain

sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa agama

memiliki kaitan yang sangat erat dengan Pendidikan karakter

(Hasbullah, 2001). Harun Nasution (1998) menyebutkan bahwa

dalam agama Islam, ibadah memiliki kaitan yang erat dengan

Pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al Qur`an berarti takwa, dan

takwa berarti amar makruf nahi munkar. Amar makruf nahi

munkar mempunya maksud mengerjakan kebaikan dan menjauhi

larangan-Nya. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang yang

bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia atau berkarakter

baik.

3) Budaya

Ki Hajar Dewantoro mengatakan bahwa “Pendidikan tidak

dapat dipisahkan dari kebudayaan yang mana kebudayaan

merupakan alas atau dasar pendidikan”. Dengan demikian maka

Koentjaraningrat menyarankan pentingnya untuk merumuskan

kembali tujuh unsur universal dari kebudayaan yaitu; 1. Bahasa 2.

Sistem Pengetahuan 3. Sistem dan organisasi kemasyarakatan. 4.

Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi. 5. Sistem mata


53

pencaharian hidup. 6. Sistem Religi dan upara keagamaan 7.

Kesenian (Sulhan, 2018).

Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan yang nyata,

yaitu budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat kebangsaan

Indonesia. Sedangkan pendidikan mempunyai arah untuk

mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh aspek

kehidupan manusia dan tujuan pendidikan untuk mengangkat

derajat dan harkat manusia. Salah satu cara untuk mewujudkan

masyarakat Indonesia yang berkarakter adalah dengan

menerapkan pendidikan berbasis budaya lokal yang

diintegrasikan dengan pendidikan multikultural. Kita ketahui

bersama bahwa Indonesia memiliki berbagai ragam suku dan

budaya. Yang tentunya memiliki ciri khas daerah masing masing

(Sulhan, 2018).
54

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam

upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode penelitian diperlukan agar

penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Selain itu, dalam metode

penelitian terdapat beberapa unsur yang menjadi pedoman bagi peneliti untuk

melaksanakan penelitian. Adapun unsur tersebut adalah jenis penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data (Sofia, 2014).

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Hal itu dikarenakan

metode pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka (library

research), yaitu sebuah metode pengumpulan data yang mana data-data tersebu

berasal dari kajian pustaka atau fokus pada data yang bersumber dari literatur

(Hadi, 2004). Bahan-bahan pustaka yang digunakan dalam pengumpulan data

penelitian ini dapat berupa buku, surat kabar, jurnal, skripsi dan berbagai sumber

pustaka lainnya yang terkait (Kartono, 1996). Peneliti berusaha untuk melakukan

analisis deskriptif terhadap objek utama dalam penelitian yaitu tinjauan

Pendidikan karakter di Indonesia terhadap Maqashid Syari`ah.

B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dapat disebut juga sebagai sasaran penelitian (Arikunto,

2014). Peneliti ingin menempatkan konsep pendidikan karakter di Indonesia dan

Maqashid Syari`ah sebagai sasaran penelitian. Melalui penelitian ini, peneliti


55

ingin mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai konsep pelaksaanaan

pendidikan karakter di Indonesia serta penerapan nilai-nilai Maqashid Syari`ah

didalamnya.

C. Jenis dan Sumber Data


Sumber data merupakan kumpulan data yng digunakan oleh peneliti untuk

dianalisa sehingga dapat mengeluarkan hasil penelitian (Arikunto, 2014). Jenis

data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Buku, Jurnal, Dokumen

Perpres, dan halaman website resmi. Adapun sumber data pada penelitian ini

adalah:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer yang peneliti gunakan pada penelitian ini untuk

mendapatkan data yang ingin dianalisis adalah sebagai berikut:

a. Dokumen Perpres No 87 Tahun 2017 tentan Penguatan Pendidikan

Karakter.

b. Bakri, A. J. (1997). Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al- Syatibi.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang bersifat

pelengkap. Adapun sumber data sekunder yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini adalah beberapa jurnal dan website resmi.


56

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tekhnik dokumentasi (Arikunto, 2014). Peneliti akan mengumpulkan semua

dokumen yang diperlukan dalam proses penelitian ini, mulai dari membaca

dokumen yang berjudul Perpres Nomor 87 Tahun 2017 dan buku Konsep

Maqashid Syari`ah menurut Syatibi karya A. J. Bakri dan serta mencari berbagai

informasi yang terkait dengan penelitian ini dari buku, artikel jurnal dan sumber

data lainnya. Hal itu dikarenakan data yang dikumpulkan bersumber dari data

primer dan sekunder, selanjutnya data akan dihimpun, dipaparkan dan dikaji

dengan penelitian terkait (Surakhmad, 1980).

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

tekhnik analisis isi atau dokumen (content or document analysis) (Hamzah,

2018). Hal itu dikarenakan penelitian ini bersifat pembahasan yang mendalam

dan induktif, berkaitan dengan isi atau dokumen tertentu. Tekhnik analisis dalam

penelitian ini merupakan tekhnik analisis data kualitatif, yaitu sebuah proses

analisis data yang sistematis dalam menentukan bagian-bagian yang terkait pada

seluruh data dalam penelitian ini. Selanjutnya, data-data tersebut akan

diinterpretasi dan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok tertentu guna

memudahkan peneliti dalam mengklasifikasikan data yang saling berhubungan.

Setelah peneliti menemukan data-data yang saling berhubungan, yang

kemudian dilakukan adalah mencari kata-kata kunci, kalimat pokok, argumen-


57

argumen yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Kemudian peneliti akan

menganalisis data yang telah diperoleh dan menyusunnya secara sistematis guna

memudahkan dalam mendiskripsikannya. Adapun salah satu pendekatan yang

digunakan pada teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan metode

komparasi, yaitu menarik sebuah kesimpulan dengan membandingkan beberapa

argument, pendapat, ide, dan pengertian untuk mengetahui persamaan dari

beberapa ide tersebut (Hadi, 2004).

Proses menganalisis data dimulai dengan peneliti mengkaji isi dokumen

yang berjudul Perpres No 87 Tahun 2017 dan buku Konsep Maqashid Syari`ah

menurut Syatibi karya A.J Bakri yang mengandung nilai-nilai pendidikan

karakter serta nilai-nilai Maqashid Syari`ah. Langkah-langkah yang peneliti

lakukan dalam mengolah data adalah (Miles & Huberman, 2014):

1. Reduksi, yaitu langkah yang dilakukan peneliti dengan memilah data yang

dibutuhkan kemudian menguraikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam

Dokumen Perpres No 87 Tahun 2017 dan nilai-nilai Maqashid Syari`ah

yang terdapat dalam buku A. J Bakri yang berjudul Konsep Maqashid

Syari`ah menurut Syatibi.

2. Penyajian data, yaitu langkah yang dilakukan peneliti dalam menjelaskan

hubungan atau irisan antara nilai-nilai pendidikan karakter di Indonesia

dengan nilai-nilai Maqashid Syari`ah.


58

3. Mengambil kesimpulan, yaitu langkah yang dilakukan peneliti dalam

mengambil kesimpulan tentang bagaimana relevansi nilai-nilai Maqashid

Syari`ah dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia.


59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia

1. Pengertian Pendidikan Karakter di Indonesia

Pendidikan karakter mempunyai makna dan esensi yang sama

dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak (Octavia & Rube’i, 2017).

Pendidikan karakter bertujuan membentuk pribadi anak, agar dapat

menjadi manusia, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Kriteria

manusia, warga masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu

bangsa, adalah nilai-nilai sosial tertentu yang mana nilai-nilai itu

dipengaruhi oleh budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, hakikat dari

pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah

pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari

budaya bangsa itu sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi

muda (Sulistyarini, 2015).

2. Sejarah Pendidikan Karakter di Indonesia

Pendidikan karakter sesungguhnya bukan hal baru di Indonesia.

Sejak zaman pra kemerdekaan, pendidikan karakter sudah dilakukan

masyarakat dalam bentuk pendidikan agama atau moral, baik di sekolah

maupun di pesantren (Lubis, 2019). Dalam arah dan kebijakan dan prioritas

pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan karakter sudah menjadi


60

bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi pembangunan

nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Tahun 2005-2025. Pendidikan karakter sejalan dengan perioritas

pendidikan nasional, dapat dicermati dari standar Kompentesi Lulusan

(SKL) pada setiap jenjang pendidikan. sebgaimana diketahui untuk

memantau pelaksanaan pendidikan dan mengukur ketercapaian

kompetensi yang ingin diraih pada setiap jenjang pendidikan telah

diterbitkan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar

Kopetensi Lulusan (SKL). Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya

hampir pada setiap SKL/MI, SMP/MTs, SMA/MA, membuat substansi

nilai/ karakter (Lubis, 2019).

Pendidikan karakter merambah dalam dunia pendidikan hal ini

terjadi pada tahun 2010 sebagaimana Presiden RI yakni Susilo Bambang

Yudoyono bersama Mentri Pendidikan Muhammad Nuh yang telah

meresmikan hendaknya lembaga-lembaga sekolah menerapkan pendidikan

berbasis karakter sehingga munculah kurikulum berbasis karakter, walapun

hal itu tidak berjalan mulus namun pada akhirnya munculah kurikulum K-

13 yang berbasis karakter didalamnya (Sudjatnika, 2017).

Pada 6 September 2017, Presiden Joko Widodo telah

menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017

tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Dalam Perpres ini disebutkan,

Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah


61

gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk

memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa,

olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan

pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan

Nasional Revolusi Mental (GNRM) (Setkab, 2017).

Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden

Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam nawa cita

disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan

penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan

Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016. PPK dilaksanakan

dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter

terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras,

kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta

tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab, bunyi Pasal 3

Perpres ini (Kemdikbud, 2017).

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila,

yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK; yaitu religius,

nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-

masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan

saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan


62

membentuk keutuhan pribadi. PPK mendorong sinergi tiga pusat

pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua), serta komunitas

(masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan. Menurut

Mendikbud, selama ini ketiga seakan berjalan sendiri-sendiri, padahal jika

bersinergi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Diharapkan

manajemen berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah berperan

menjadi sentral, dan lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk menjadi

sumber-sumber belajar (Kemdikbud, 2017).

3. Landasan Pendidikan Karakter di Indonesia

Pendidikan karakter di Indonesia memiliki beberapa landasan yang

menjadi pedoman dalam pengembangan dan pengimplementasiannya.

Berikut adalah beberapa landasan Pendidikan karakter:

a. Ideologi Negara

Pancasila sebagai pilar atau basis dari pendidikan karakter di

Indonesia memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai religius,

nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan

(Octavia & Rube’i, 2017). Nilai-nilai tersebut dirumuskan menjadi

pola dasar pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia agar

senantiasa selaras dengan ideologi bangsa. Ideologi bangsa

merupakan pedoman yang digunakan dalam kehidupan bernegara.

Oleh karena itu, setiap sila yang terkandung dalam Pancasila menjadi
63

reflektor bagi setiap nilai-nilai karakter yang terdapat dalam Perpres

No. 87 Tahun 2017 tentang pendidikan karakter di Indonesia.

1) KeTuhanan Yang Maha Esa

KeTuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam

Pancasila mengandung nilai bahwa bangsa Indonesia

merupakan bangsa yang berTuhan dan memiliki sikap serta

moral yang religius. Salah satu contoh pengamalan sila

pertama Pancasila dalam kehidupan bernegara adalah toleransi

antar pemeluk umat beragama. Penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari terlihat dari sikap antar umat beragama yang tidak

saling mengganggu pada saat beribadah dan saling

menghormati. Sedangkan sebagai peserta didik, pengamalan

sila pertama ini terlihat dari perilakunya yaitu selalu berdoa

ketika hendak memulai suatu kegiatan pembelajaran. Setiap

agama mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berdoa

dan berserah diri kepada Tuhan. Bangsa Indonesia,

menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan

Yang Maha Esa yang berarti setiap warga negara Indonesia

percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai

dengan agama serta kepercayaannya masing-masing.


64

Hal ini menjadi dasar dari nilai karakter yang pertama

dalam rumusan Perpres No. 87 Tahun 2017 yaitu nilai karakter

religius. Sebagai peserta didik yang baik, hendaklah

mengamalkan setiap ajaran yang dianut sesuai dengan

kepercayaan masing-masing. Sehingga kehidupannya dapat

berjalan dengan damai karena sesungguhnya setiap agama

membawa ajaran yang baik dan menuntun untuk senantiasa

berperilaku yang baik.

2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua pada Pancasila ini mengandung makna bahwa

setiap warga negara Indonesia harus memiliki karakter yang

baik yaitu adil dan beradab dalam segala aspek kehidupannya.

Adil dan beradab merupakan dua norma penting dalam

kehidupan manusia yang diterapkan melalui sikap serta tingkah

laku seseorang yang didasarkan pada hati nurani. Seseorang

yang beradab tentunya memiliki modal utama untuk menjalin

relasi sosial yang baik. Konflik yang muncul dalam kehidupan

bermasyarakat sering kali dianggap sebagai sesuatu hal yang

tabu. Namun, sebenarnya melalui adanya konflik yang disertai

dengan manajemen yang baik tentunya dapat membantu

menciptakan warga negara yang beradab. Melalui pembiasaan

kegiatan merapikan dan membersihkan kelas secara terjadwal


65

dapat membantu guru dalam upaya membentuk karakter

peserta didik yang adil dan beradab. Peserta didik yang mampu

mengimplementasikan sikap dan tingkah laku yang sesuai

dengan sila kedua dalam Pancasila tentunya dapat menjalin

hubungan sosial yang baik dalam kehidupannya.

Hal ini menjadi dasar dari nilai karakter yang kedua,

keempat dan kedelapan belas dalam Perpres No. 87 Tahun

2017 yaitu nilai karakter jujur, disiplin dan bertanggungjawab.

Sebagai peserta didik yang baik, hendaklah menerapkan sikap

dan tingkah laku yang baik di lingkungan keluarga, sekolah

maupun lingkungan masyarakat secara umum agar

menciptakan kehidupan bermasyarakat yang aman dan damai.

3) Persatuan Indonesia

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan

terbentuk berbagai keragaman yang ada didalamnya. Oleh

karena itu, melalui sila ketiga dalam Pancasila yaitu Persatuan

Indonesia mengandung makna yang sangat penting dalam

menciptakan satu kesatuan masyarakat yang hidup damai

dengan menghargai segala perbedaan yang ada. Perpecahan

dan konflik menjadi sesuatu hal yang perlu dihindari agar tetap

menciptakan kehidupan masyarakat yang utuh. Salah satu

contoh pengimplementasian sila ini adalah dengan


66

mengajarkan kepada peserta didik mata pelajaran PKN atau

Pendidikan Kewarganegaraan yang mana didalamnya

membahas berbagai hal yang berkaitan dengan tata cara

kehidupan bernegara yang baik dan menghargai perbedaan.

Selain itu, memberikan teladan kepada peserta didik dengan

saling menghargai antar suku, ras dan agama tanpa

membedakan antar satu sama lainnya juga dapat membentuk

karakter yang baik dalam diri peserta didik yaitu saling

menghargai dan menghormati. Peserta didik yang dapat

menerapkan sikap dan perilaku saling menghargai serta

menghormati tentunya dapat memahami dengan baik segala

perbedaan yang ada serta dapat menciptakan lingkungan yang

terhindar dari perpecahan.

Hal ini menjadi dasar dari nilai karakter yang ketiga,

kesepuluh, kesebelas, dan keempat belas dalam Perpres No. 87

Tahun 2017 yaitu nilai karakter toleran, semangat kebangsaan,

cinta tanah air dan cinta damai. Sebagai peserta didik yang

baik, hendaklah menerapkan sikap dan tingkah laku yang baik

dalam kehidupan bermasyarakat yaitu saling menghargai dan

menghormati serta memahami setiap hak serta kewajiban

sebagai warga negara dalam upaya memelihara satu kesatuan

bangsa.
67

4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan Perwakilan

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar. Bangsa

yang terbentuk dari ribuan rakyat dengan berbagai latar

belakang yang berbeda. Menilik kembali dalam makna sila

ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia bahwasannya setiap

warga negara harus saling menghargai dan menghormati segala

perbedaan yang ada. Penerapan sikap dan perilaku tersebut

tentunya diiringi dengan saling memahami hak, kedudukan

serta kewajiban setiap warga negara. Hal itu ditujukkan agar

dalam kehidupan bermasyarakat selain memahami hak masing-

masing tentunya sebagai warga negara yang baik juga harus

memerhatikan setiap kepentingan bersama. kepentingan

bersama disini tentunya harus dilandaskan atas keputusan

bersama yang diperoleh melalui musyawarah. Sehingga

keputusan yang diambil dapat menciptakan kebaikan untuk

bersama dan tidak hanya ditujukkan untuk kepentingan

kelompok tertentu. Membiasakan peserta didik untuk

menyelesaikan suatu permasalahan secara bersama-sama

melalui diskusi atau musyawarah dapat membentuk karakter

yang yang baik dalam diri peserta didik. Karakter tersebut


68

tentunya dapat menjadi bekal bagi peserta didik dalam

menghadapi kehidupan bermasyarakat.

Hal ini menjadi dasar dari nilai karakter yang kelima,

keenam, kedelapan, dan ketiga belas dalam Perpres No. 87

Tahun 2017 yaitu nilai karakter bekerja keras, kreatif,

demokratis, dan komunikatif. Sebagai peserta didik yang baik,

hendaklah menerapkan sikap-sikap dan perilaku yang baik

seperti memahami setiap hak dan kewajibannya sebagai warga

negara. Selain itu, peserta didik juga diharapkan dapat

senantiasa menerapkan musyawarah dalam kehidupannya

sebagai wadah untuk mencari solusi dalam menyelesaikan

berbagai permasalahan yang dihadapi bersama.

5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila kelima dalam Pancasila memiliki makna yang sesuai

dengan bunyinya yaitu memberikan penjelasan mengenai

keadilan yang harus didapatkan oleh setiap warga negara

Indonesia. Keadilan ini mencakup keseluruhan aspek dalam

kehidupan bermasyarakat. Seperti memahami setiap hak dan

kewajibannya sebagai warga negara. Memaknai ‘Keadilan

sosai’ tentunya tidak jauh dari makna sila keempat yaitu untuk

senantiasa mengedepankan kepentingan bersama dan tidak

memaksakan kehendaknya sendiri. Hal itu ditujukkan agar


69

segala hal yang menyangkut kepentingan bersama dapat

terlaksana secara adil dan baik sehingga tidak menimbulkan

perpecahan. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh guru

dalam upaya membentuk karakter peserta didik yang adil

adalah memberikan teladan dengan tidak membeda-bedakan

perlakuan terhadap setiap peserta didik walaupun mereka

berasal dari latar belakang yang berbeda. Hal itu dimaksudkan

agar peserta didik dapat memahami bahwa bersikap adil itu

merupakan hal yang mutlak dan setiap orang harus

mendapatkannya, tidak peduli dengan berbagai latar belakang

mereka yang berbeda.

Hal ini menjadi dasar dari nilai karakter yang keenam

belas dan peduli sosial dalam Perpres No. 87 Tahun 2017 yaitu

nilai karakter peduli lingkungan dan peduli sosial. Sebagai

peserta didik yang baik, hendaklah memahami setiap hak dan

kewajibannya sebagai warga negara serta menghargai

keberagaman yang ada dalam kehidupan bermasyarakat tanpa

membeda-bedakannya.

b. Peraturan Presiden

Presiden Joko Widodo pada tanggal 6 September 2017 telah

menandatangani Peraturan Presiden No 87 Tahun 2017 tentang

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). PPK merupakan suatu


70

gerakan Pendidikan yang berada dalam tanggung jawab satuan

Pendidikan dengan tujuan untuk menanamkan dan memperkuat

karakter peserta didik melalui berbagai aktivitas yang relevan serta

melibatkan harmonisasi antara hati, rasa, pikiran. Selain itu, dalam

gerakan ini juga melibatkan kerjasama antara berbagai pihak yang

terkait dengan satuan Pendidikan baik pihak internal maupun

eksternal. Kerja sama yang tercipta antar berbagai pihak tersebut

merupakan wujud dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Penguatan Pendidikan Karakter di Indonesia sendiri memiliki

tujuan untuk membangun dan membekali jiwa peserta didik dengan

berlandaskan Pancasila serta Pendidikan karakter dalam rangka

menyongsong generasi emas 2045. Pengembangan berbagai platform

Pendidikan nasional yang berlandaskan Pendidikan karakter baik

yang melibatkan Pendidikan formal, informal maupun masyarakat

secara umum juga menjadi salah satu tujuan penguatan Pendidikan

karakter di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam

menguatkan kualitas dan potensi tenaga pendidik, masyarakat dan

lingkungan terkait sehingga dapat mendorong penerapan PPK pada

peserta didik dengan lebih baik lagi.


71

c. Agama

Agama memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk

karakter manusia. Hal itu dikarenakan dalam agama banyak sekali

disebutkan perintah-perintah untuk melakukan kebaikan dan

menjauhi hal-hal yang tidak baik atau bertentangan dengan moral.

Pada masa kolonial Belanda, proses Pendidikan di sekolah Belanda

tidak dicampuri oleh hal-hal yang berkaitan dengan agama dan hal

itu menyebabkan perilaku dan karakter pemuda Indonesia menjadi

sangat buruk serta banyak melakukan hal-hal yang negatif seperti

mabuk-mabukan, berjudi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa agama memiliki kaitan yang sangat erat dengan

Pendidikan karakter (Hasbullah, 2001). Harun Nasution (1998)

menyebutkan bahwa dalam agama Islam, ibadah memiliki kaitan

yang erat dengan Pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al Qur`an berarti

takwa, dan takwa berarti amar makruf nahi munkar. Amar makruf

nahi munkar mempunya maksud mengerjakan kebaikan dan

menjauhi larangan-Nya. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang

yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia atau berkarakter

baik.
72

d. Budaya

Edward B. Tylor (1974) menyebutkan bahwa budaya

merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang terdiri dari

pengetahuan, kesenian, kepercayaan, hukum, adat istiadat, moral dan

kemampuan lainnya yang didapatkan seseorang melalui perannya

dalam lingkungan masyarakat. Menurut Ki Hadjar Dewantara yang

diambil dari buku Dyah Kumalasari (2018) kebudayaan merupakan

buah budi seseorang yang dipengaruhi oleh zaman dan alam. Budaya

memiliki kaitan yang erat dengan karakter manusia karena budaya

merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang guna mendapatkan

kesejahteraan dirinya. Budaya memiliki nilai yang biasa disebut

dengan nilai budaya. Nilai budaya tidak berwujud dan tidak dapat

diraba, namun penerapannya dalam norma-norma kemasyarakatan

sangatlah terasa. Oleh sebab itu, kelompok masyarakat biasa

menuliskan nilai budaya kedalam beberapa norma agar

penerapannya dapat diperjelas. Norma-norma tersebut diantaranya

adalah norma kesopanan, norma kesusilaan, norma hukum dan lain

sebagainya. Budaya tidak hanya terkait dengan perilaku-perilaku

seseorang yang terlihat, tetapi juga terkait dengan konsep pandangan

terhadap sesuatu yang baik dan buruk (Dr. Dyah Kumalasari, 2018).
73

4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter di Indonesia

Kemendiknas (2010) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh prinsip

yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan Pendidikan karakter, diantaranya

adalah:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif agar mencakup

pemikiran, perasaan dan perilaku

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk

membangun karakter

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan

perilaku yang baik

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan

menantang serta menghargai semua peserta didik, membangun

karakter dan membantu mereka untuk meraih kesuksesan.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada diri peserta didik

h. Mengfungsikan seluruh staff sekolah dalam komunitas moral dan

berbagi tanggung jawab

i. Pembagian kepemimpinan moral yang jelas dan dukungan yang

memenuhi untuk membangun inisitaif moral

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam membangun karakter


74

k. Mengevaluasi karakter sekolah.

5. Pendekatan Pendidikan Karakter di Indonesia

Amri et al. (2011) menyebutkan bahwa Pendidikan karakter memiliki

empat pendekatan nilai yang harus dilakukan dalam penerapannya, yaitu:

a) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)

Pendekatan ini menekankan pada penanaman nilai-nilai social

pada diri peserta didik. Sehingga, dalam hal ini guru diharapkan

dapat mengkreasikan metode pembelajaran yang diintegrasikan

dengan nilai-nilai social dalam proses pembelajarannya.

b) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral

development approach)

Pendekatan ini meyakini bahwa setiap peserta didik memiliki

potensi kognitif yang perlu untuk dikembangkan. Oleh sebab itu,

peran guru dalam hal ini adalah mendorong dan membantu peserta

didik agar dapat berpikir secara aktif dalam menghadapi

permasalahan moral yang dihadapi.

c) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)

Pendekatan ini menekankan agar guru dapat memberikan

pemahaman yang baik pada peserta didik tentang evaluasi dan

perilaku. Sehingga, peserta didik mampu untuk mengevaluasi sikap


75

dan perilakunya sendiri serta kedepannya dapat menjadi lebih baik

lagi.

d) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)

Peran guru dalam pendekatan ini adalah mendorong dan

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan nilai-

nilai karakter dalam sikap serta perilakunya secara individu maupun

berkelompok.

6. Model Pendidikan Karakter di Indonesia

Model Pendidikan karakter di Indonesia dibagi menjadi tiga jenjang

usia, diantaranya sebagai berikut:

a. Model Pendidikan Karakter Usia Anak-Anak (SD)

Model Pendidikan karakter yang dapat diterapkan pada jenjang

usia anak -anak adalah dengan mengintegrasikan Pendidikan

karakter kedalam berbagai mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar

pembelajaran sekaligus penanaman Pendidikan karakter dapat

terlaksana secara efektif. Selain itu, dalam pembelajaran juga perlu

untuk menerapkan pendekatan ARCS (attention, relevance,

confident, satisfaction) untuk memaksimalkan penanaman

Pendidikan karakter.

b. Model Pendidikan Karakter Usia Remaja (SMP & SMA)

Peran guru pada peserta didik di usia remaja akan menjadi lebih

kompleks. Hal ini dikarenakan pada tahapan usia ini, peserta didik
76

memasuki tahapan mencari jati diri dan kaingin tahuan yang sangat

besar. Oleh karena itu, dalam hal ini guru perlu untuk menciptakan

lingkungan yang baik guna mendukung penanaman Pendidikan

karakter. Selain itu, model Pendidikan karakter yang dapat dilakukan

oleh guru diantaranya adalah model perintah, permintaan dan saran.

Model-model tersebut diterapkan dengan tujuan untuk menanamkan

kedisiplinan, kejujuran, saling menghormati dan saling tolong

menolong dalam kebaikan.

c. Model Pendidikan Karakter Usia Dewasa (Perguruan Tinggi)

Mengubah karakter seseorang yang dewasa merupakan sesuatu

hal yang sulit dilakukan melalui pembelajaran biasa. Hal ini

dikarenakan, karakter seseorang telah ditanamkan sejak usia anak-

anak dan remaja. Pendidikan karakter pada usia dewasa akan lebih

efektif apabila dilakukan melalui kesadaran pada diri orang tersebut.

Karakter seseorang yang dewasa seperti mahasiswa dapat diubah

maupun ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan positif. Selain itu,

dosen juga memilik tanggung jawab untuk mengingatkan dan

memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai perilaku yang

baik serta buruk.


77

7. Strategi Penerapan Pendidikan Karakter di Indonesia

Mendidik siswa di sekolah maupun mendidik anak di rumah,

membutuhkan strategi yang tepat agar anak dapat memiliki karakter yang

baik tanpa menggunakan paksaan atau dalam tekanan, akan tetapi melalui

kesadaran diri dari anak sendiri. Strategi yang dapat digunakan dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan adanya

proses mencontohkan atau keteladanan, pembelajaran, penguatan, dan

kebiasaan (E. Mulyatiningsih, 2011). Pengimplementasian strategi itu

sendiri membutuhkan suatu kedisiplinan baik dari diri siswa maupun

pendidik itu sendiri (Tsai, 2012). Sikap disiplin ini diperlukan dalam

mendidik anak agar dapat dengan lebih mudah bisa menanamkan

pengetahuan sosial, memahami dan segera melakukan, memahami tingkah

laku dengan baik, belajar dalam mengendalikan suatu keinginan, dan

mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain

(Suprayogo, 2013).

Perpres No. 87 tahun 2017 tentang PPK, Penyelenggaraan PPK pada

Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud,

dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan, Intrakurikuier; Kokurikuler,

dan Ekstrakurikuler. Kemudian penyelenggaraan PPK dilaksanakan di

dalam dan/atau di luar lingkungan Satuan Pendidikan Formal.

Salah satu strategi yang digunakan untuk meningkatkan karakter baik

pada siswa adalah dengan pendekatan perkembangan moral. Kohlberg,


78

(1977) menyatakan bahwa penalaran moral merupakan faktor penentu

yang melahirkan perilaku moral. Karena itu untuk menemukan perilaku

moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri melalui penalarannya,

artinya pengukuran moral yang benar tidak sekedar mengamati perilaku

moral yang tampak saja, melainkan harus melihat penalaran-penalaran

moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Tingkat

perkembangan penalaran moral seseorang akan dapat mengukur tinggi atau

rendahnya moral orang tersebut (Murdianto, 2019).

Untuk mengembangkan moral peserta didik, tugas utama seorang

guru ialah bagaimana mengembangkan kemampuan murid dalam berpikir,

mempertimbangkan dan memutuskan dengan pendekatan perkembangan

moral kognitif (Shodiq, 2017). Adapun cara yang digunakan dapat melalui

pembelajaran diskusi dilema moral. Pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan metode diskusi dilema moral dapat dilakukan dengan

langkah sebagai berikut:

a. Menyajikan sebuah masalah yang dilematis kepada para peserta

didik. Pada tahap ini, peserta didik harus memhami dengan baik

permasalahan yang sedang dibahas dan masalah dilematis apa yang

muncul.

b. Peserta didik menempatkan posisinya dalam memandang

permasalahan yang dihadapi kemudian dibagi kelompok berdasarkan

posisi tersebut.
79

c. Diskusi di antara para peserta didik untuk merumuskan hasil

pembahasan terhadap masalah dilema moral yang disajikan.

d. Guru memandu siswa untuk merenungkan hasil diskusi secara

mendalam sehingga dapat memberikan argumentasi terhadap

permasalahan dilema moral yang dihadapi beserta dengan

konsekuensi yang dihadapi (Shodiq, 2017).

Guru dapat melakukan tahapan-tahapan diatas dalam melaksanakan

proses belajar mengajar di kelas agar dapat meningkatkan daya piker siswa

untuk menentukan suatu tindakan atas masalah yang dilematis. Adapun

metode pembelajaran dilema moral harus disesuaikan dengan jenjang atau

tingkat pendidikan peserta didik, seperti berikut ini (Lickona, 2013):

a. Sekolah Dasar; dilema tentang kerjasama, sikap adil, memahami orang

lain, kerukunan dalam keragaman.

b. Sekolah Menengah Pertama; dilema tentang kerjasama, sikap adil,

memahami orang lain, kerukunan dalam keragaman.

c. dilema masalah keadilan, penerapan hukum, aturan dan lain-lain.


80

B. Konsep Maqashid Syar`iah

Maqashid Syari`ah ialah bagian dari kajian hukum Islam dengan tujuan

untuk memaparkan maksud (tujuan) dan hikmah (pelajaran) dari adanya suatu

perintah dan larangan dari Allah SWT yang tertuang dalam hukum Islam

(Sulistiani, 2018). Maqashid syari’ah menjelaskan bahwa suatu hikmah dari

sebuah aturan atau ketentuan yang ditetapkan dalam Islam membuat manusia

dapat terlindungi dari kemafsadatan (keburukan) baik yang akan merugikan diri

sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar dari keburukan di dunia dan akhirat

(Nijal, 2019). Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak terdapat hal-hal

baru yang muncul dan belum tertera dalam fiqh. Hal tersebut menjadikan

Maqashid Syari`ah sebagai jalan utama untuk menentukan hukum. Diperlukan

kriteria dan standar agar bisa menentukan maqashid hingga terbebas dari hawa

nafsu dan kepentingan dunia semata (Zatadini & Syamsuri, 2018).

1. Pengertian Maqashid Syari`ah

Al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-beda berkaitan

dengan almaqasid. Kata-kata itu ialah maqasid al-syariah, al-maqasid al-

syar’iyyah, dan maqasid min syar’I al-hukm. Meskipun demikian,

beberapa kata tersebut mengandung pengertian yang sama yakni tujuan

hukum yang diturunkan oleh Allah SWT. Menurut al-Syatibi yang

dimaksud dengan al-maslahah dalam pengertian syari’ mengambil


81

manfaat dan menolak mafsadat yang tidak hanya berdasarkan kepada akal

sehat semata, tapi dalam rangka memelihara hak hamba. Sehubungan

dengan hal inilah, justifikasi pendapat al-Syatibi patut dikemukakan bahwa

akal tidak dapat menentukan baik dan jahatnya sesuatu, maksudnya adalah

akal tidak boleh menjadi subjek atas syariat (Bakri, 1997).

Al Syatibi dalam membicarakan maslahat memberikan dua

dlawabith al-maslahat (kriteria maslahat) sebagai batasan: Pertama,

maslahat itu harus bersifat mutlak, artinya bukan relatif atau subyektif yang

akan membuatnya tunduk pada hawa nafsu. Kedua, maslahat itu bersifat

universal (kulliyah) dan universalitas ini tidak bertentangan dengan

sebagian juziyat-nya (Bakri, 1997).

2. Pembagian Maqashid Syari`ah

Tujuan-tujuan syariat dalam Maqashid Syari`ah menurut Al Syatibi

ditinjau dari dua bagian yaitu Syari’ (qashdu asy-syari’) yang artinya

adalah tujuan Tuhan membuat syariat dan Mukallaf (qashdu al-mukallaf)

yang artinya adalah tujuan manusia dibebani syariat. Pertama, berdasar

pada tujuan Tuhan selaku pembuat syariat. Kedua, berdasar pada tujuan

manusia yang dibebani syariat. Pada tujuan awal, yang berkenaan dengan

segi tujuan Tuhan dalam menetapkan prinsip ajaran syariat, dan dari segi

ini Tuhan bertujuan menetapkannya untuk dipahami, juga agar manusia

yang dibebani syariat dapat melaksanakan, kedua, agar mereka memahami

esensi hikmah syariat tersebut (Bakri, 1997).


82

3. Tingkatan Maqashid Syari`ah

Al Syatibi membagi tiga tingkatan dalam Maqashid Syari`ah, yaitu

(Mayangsari & Noor, 2014):

a. Kebutuhan Dharuriyat

Kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus ada

atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini

tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di

dunia maupun di akhirat kelak. Menurut Al Syatibi ada lima hal yang

termasuk dalam kategori ini, yaitu memelihara agama, memelihara

jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan dan keturunan, serta

memelihara harta. Untuk memelihara lima pokok inilah Syariat Islam

diturunkan. Setiap ayat hukum bila diteliti akan ditemukan alasan

pembentukannya yang tidak lain adalah untuk memelihara lima

pokok diatas.

Struktur hierarki Maqashid Syari`ah ini berarti kebutuhan

perlindungan agama harus diutamakan diatas perlindungan lainnya

(Astuti et al., 2018). Konsep ini memastikan bahwa proses

pengambilan suatu keputusan terhadap suatu persoalan yang

dilakukan berdasarkan metode maqasid syariah harus dilakukan

dengan baik dan hati-hati.


83

b. Kebutuhan Hajiyat

Kebutuhan Hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, di

mana jika tidak terwujudkan tidak sampai mengancam

keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syariat Islam

menghilangkan segala kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah

(keringanan) seperti dijelaskan Abd al-Wahhab Khallaf, adalah

sebagai contoh dari kepedulian Syariat Islam terhadap kebutuhan ini.

Contoh jenis maqasid ini dalam bidang ekonomi Islam misalnya

mencakup kebolehan melaksanakan akad mudharabhah, muzara’ah,

musaqat dan bai’ salam, serta berbagai aktivitas ekonomi lainnya

yang bertujuan untuk memudahkan kehidupan dan menghilangkan

kesulitan.

c. Kebutuhan Tahsiniyat

Kebutuhan Tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila

tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima

pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat

kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap, halhal yang merupakan

kepatutan menurut adat istiadat yang sesuai dengan tuntutan moral

dan akhlak. Contoh jenis maqashid ini adalah antara lain mencakup

kesopanan dalam bertutur dan bertindak serta pengembangan

kualitas produksi dan hasil pekerjaan. Jenis kemaslahatan ini lebih

memberikan perhatian pada masalah estetika dan etika, masuk dalam


84

katagori ini misalnya ajaran tentang kebersihan, berhias, shadaqah

dan bantuan kemanusiaan. Kemaslahatan ini juga penting dalam

rangka menyempurnakan kemaslahatan primer dan skunder.

Konsep Maqashid Syaari`ah menjadi suatu konsep dalam Islam yang

secara umum menggambarkan mengapa syariat Islam diturunkan. Selanjutnya

konsep tersebut menjadi sebuah pendekatan yang digunakan dalam kehidupan

umat Islam dalam menetapkan suatu kebijakan atau kegiatan baik secara tersurat

maupun tersirat. Penulis menemukan berbagai sumber bacaan terkait dengan

Maqashid Syari`ah secara umum dan secara spesifik membahas tentang

perbankan seperti yang tertuang dalam bab dua. Penulis belum menemukan

pembahasan terkait dengan konsep Maqashid Syari`ah dengan pendidikan di

Indonesia secara spesifik maupun dengan pendidikan karakter.

C. Relevansi Pedidikan Karakter di Indonesia dengan Maqashid


Syari`ah
Berdasarkan pengamatan dan analisa yang dilakukan, peneliti menemukan

bahwa maqashid syari`ah memiliki relevansi dengan pendidikan karakter.

Maqashid Syari`ah sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Syatibi merupakan

pokok-pokok pikiran utama dari tujuan disyariatkannya suatu agama untuk

kemaslahatan manusia. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai relevansi

nilai-nilai pendidikan karakter yang tertuang pada Perpres nomor 87 tahun 2017

dengan pokok-pokok pikiran maqashid syari`ah serta kaitannya metode dilemma

moral sebagai salah satu metode pembelajaran Pendidikan karakter di Indonesia.


85

1. Nilai Karakter Religius dan Toleran Memiliki Relevansi dengan

Memelihara Agama

Nilai karakter religius dan toleran pada Perpres nomor 87 tahun 2017

memiliki relevansi dengan salah satu pokok pikiran maqashid syari`ah

yaitu memelihara agama.

Memelihara agama merupakan tujuan terpenting dan terletak pada

urutan tertinggi bagi seorang muslim. Sebagaimana firman Allah

Subhanahu wa Ta’ala:

ِ ‫اْلنْس إَِّل لِي عب ُد‬ ِْ ‫وما خلَ ْقت‬


‫ون‬ ُ ْ َ َ ِْ ‫اْل َّن َو‬ ُ َ ََ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka

menyembah-Ku.” [Adz-Dzâriyat/51:56]

Berdasarkan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang

sebenarnya dari penciptaan makhluk yaitu tiada lain hanya untuk

beribadah. Guna mencapai tujuan tersebut, maka diutuslah para Rasul dan

turunlah kitab-kitab. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


ٌۢ
ِ ‫ين لِئَ ًَّل يَ ُكو َن لِلن‬
‫َّاس َعلَى ٱ َّّللِ ُح َّجة بَ ْع َد ٱ ُّلر ُس ِل‬ ِِ ِ
َ ‫ُّر ُس ًًل ُّمبَش ِر‬
َ ‫ين َوُمنذر‬

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan

pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah

Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” [An-Nisâ/4: 165].


86

Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang

paling sempurna wajib memahami bahwa hidup di dunia hanya untuk

beribadah kepada Allah. Ibadah pun bukan hanya sekedar ibadah langsung

kepada Allah, tetapi bergaul dengan sesama manusia dengan akhlak yang

baik juga merupakan ibadah. Umat Islam wajib menjaga agamanya dengan

cara melaksanakan perintah Allah SWT dan meninggalkan segala

larangan-Nya serta menjunjung tinggi syariat sebagai pedoman dalam

kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan hal tersebut, konsep pendidikan karakter di

Indonesia mementingkan hubungan manusia dengan Tuhan. Seperti yang

dituangkan dalam Perpres No. 87 Tahun 2017, poin nomor satu adalah nilai

karakter religius. Hal ini sesuai dan relevan dimana penjelasan menjaga

agama pada konsep Maqashid Syari`ah di atas dimana nilai karakter

religius bermakna bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama.

Nilai tersebut merupakan karakter yang dijadikan sekolah sebagai salah

satu nilai-nilai utama yang diambil atau disarikan dari butir-butir standar

kompetensi lulusan dan mata pelajaran yang ditargetkan untuk dapat

diinternalisasikan dalam diri peserta didik. Lebih jelasnya bahwa pikiran,

perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan

pada nilai-nilai ajaran agamanya. Selain itu poin menjaga agama juga

memiliki relevansi dengan nilai karakter toleran. Apabila seorang muslim

ingin menjaga agamanya di bumi Indonesia untuk hidup berdampingan,


87

maka harus menerapkan prinsip toleransi karena Indonesia dihuni oleh lima

agama resmi negara.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai

karakter religius dan toleran pada konsep Pendidikan karakkter di

Indonesia memiliki relevansi dengan unsur utama dalam maqashid

syari`ah yaitu memelihara agama.

2. Nilai Karakter Cinta Tanah Air, Cinta Damai, Peduli Sosial, Peduli

Lingkungan dan Menghargai Prestasi Memiliki Relevansi dengan

Memelihara Jiwa

Nilai karakter cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial, peduli

lingkungan dan menghargai prestasi pada Perpres nomor 87 tahun 2017

memiliki relevansi dengan salah satu pokok pikiran maqashid syari`ah

yaitu memelihara agama.

Allah SWT menciptakan tubuh manusia dengan sebaik-baiknya

tentunya dengan harapan agar manusia dapat menjaga dan memeliharanya

dengan baik juga. Hak setiap diri umat muslim yaitu dapat hidup terhormat

dan kewajibannya yaitu menjaga serta memelihara jiwanya agar terhindar

dari hal-hal buruk. Seperti tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan

dari dalam maupun luar tubuh maupun mengkonsumsi makanan atau

minuman yang berlebihan. Hal ini merupakan implementasi dari firman

Allah SWT sebagai berikut:


88

ٌۢ ِ ِ ِ ‫ِمن أَج ِل َٓذلِك َكت ب نا علَى ب‬


‫يل أَنَّهُۥ َمن قَتَ َل نَ ْف ًسا بِغَ ِْْي نَ ْفس أ َْو فَ َساد ِِف‬
َ ‫ِن إ ْس َٓارء‬
‫َ َْ َ َ ٓ َ ا‬ ْ ْ

َِ ‫َجيعا ومن أَحياها فَ َكأَََّّنَا أَحيا ٱلنَّاس‬


‫َج ًيعا َولََق ْد‬ ِ ‫ض فَ َكأَََّّنَا قَتَل ٱلن‬
ِ ‫ْٱْل َْر‬
َ َْ َ َ ْ ْ َ َ ً َ ‫َّاس‬
َ َ

ِ
َ ‫ت ُُثَّ إِ َّن َكثِ ًْيا ِمْن ُهم بَ ْع َد َٓذل‬
ِ ‫ك ِِف ْٱْل َْر‬
‫ض لَ ُم ْس ِرفُون‬ ِ َ‫جاء ْْتُم رسلُنَا بِٱلْب يِٓن‬
َ ُُ ْ َ َ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:

barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka

bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-

olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan

sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan

(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara

mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat

kerusakan dimuka bumi.” [Al-Maidah/5: 32]

Berdasarkan ayat diatas, apabila seseorang tidak menjaga jiwanya

maka orang tersebut telah melanggar ketentuan yang telah dibuat oleh

Allah SWT. Oleh karena itu, Islam berhak untuk memberikan sanksi atau

hukuman kepada orang tersebut baik berupa diyat (tebusan darah) maupun

qishas (dibunuh). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai

berikut:
89

ِ َ‫اص َحيَ ٓوة َٓاَي ُ۟وِِل ْٱْلَلْب‬


‫ٓب لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّ ُقو َن‬ ِ ‫ص‬ ِ
َ ‫َولَ ُك ْم ِِف ٱلْق‬

“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai

orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [Al-Baqarah/2: 179]

Tentunya dengan berlakunya syariat Islam sebagaimana dalam kedua

ayat diatas, maka darah dan jiwa manusia senantiasa dapat terjaga dengan

baik. Apabila darah dan jiwa manusia dapat terjaga dengan baik, maka

manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik juga.

Berdasarkan pemaparan tujuan maqashid syari’ah dalam

memelihara jiwa diatas memiliki kaitan dengan nilai karakter pendidikan

di Indonesia yang telah dirumuskan dalam Perpres No. 87 Tahun 2017,

poin nomor sebelas, empat belas, enam belas, tujuh belas dan dua belas

yaitu nilai karakter cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial, peduli

lingkungan dan menghargai prestasi. Cinta tanah air tentu menjadi sebuah

nilai yang memiliki kaitannya dengan menjaga jiwa dimana yang dimaksud

dengan cinta tanah air disini salah satunya ialah bagaimana seseorang dapat

mengembangkan perkekonomian negara sehingga dapat menjaga

kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tentu relevan dengan menjaga jiwa

sebagaimana penjelasan dalam konseps Maqashid Syari`ah di atas. Selain

itu cinta damai dan peduli sosial merupakan karakter yang menjadikan

seseorang berupaya menjaga kedamaian di masyarakat dan peduli dengan

permasalahan sosial. Sedangkan nilai karakter peduli lingkungan


90

merupakan karakter yang menjadikan seseorang taat pada aturan yang

berlaku di masyarakat dan berkaitan dengan kepentingan umum.

Selanjutnya adalah nilai karakter menghargai prestai yang merupakan

karakter yang menjadikan seseorang agar dapat menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi masyarakat. Hal ini tentu saja sangat relevan dengan

penjelasan menjaga jiwa pada Maqashid Syari`ah dimana apabila

seseorang manusia memelihara kehidupan seseorang maka seolah olah

memelihara seluruh kehidupan manusia. Melalui nilai karakter ini

diharapkan peserta didik dapat menerapkan perilaku yang baik terhadap

dirinya seperti menerapkan perilaku, sikap dan tindakan yang bertanggung

jawab atas segala konsekuensi yang mungkin saja dapat ia terima atas apa

yang telah dilakukan serta senantiasa menjaga jiwa dengan menerapkan

pola hidup yang sehat, menghargai lingkungan masyarakat sehingga dapat

menciptakan kehidupan yang tenteram.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai

pendidikan karakter di Indonesia yaitu nilai karakter cinta tanah air, cinta

damai, peduli sosial, peduli lingkungan dan menghargai prestasi memiliki

relevansi dengan tujuan menjaga jiwa dalam maqashid syari’ah.


91

3. Nilai Karakter Jujur, Mandiri, Rasa Ingin Tahu, Komunikatif, Gemar

Membaca dan Bertanggungjawab Memiliki Relevansi dengan Memelihara

Akal

Nilai karakter jujur, mandiri, rasa ingin tahu, komunikatif, gemar

membaca dan bertanggungjawab pada Perpres nomor 87 tahun 2017

memiliki relevansi dengan salah satu pokok pikiran maqashid syari`ah

yaitu memelihara akal.

Akal merupakan karunia Allah SWT yang paling besar dan penting

bagi kehidupan manusia. Melalui akal, manusia dapat membedakan dan

memilah mana hal yang baik serta mana hal yang buruk. Diciptakannya

akal pada diri manusia yaitu agar manusia dapat melakukan ibadah kepada

Allah SWT. Oleh karena itu, manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk

memelihara akal dengan sebaik-baiknya dan melindunginya dari segala hal

yang dapat menimbulkan kerusakan pada akal seperti mengkonsumsi

makanan serta minuman yang haram. Sebagaimana wahyu Allah SWT

yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW yaitu al-`Alaq/

96:1-5:

‫ك الَّ ِذ ْي َخلَ َق‬ ِ


َ ِ‫اقْ َرأْ ِِب ْس ِم َرب‬

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”

‫النْ َسا َن ِم ْن َعلَق‬


ِْ ‫خلَق‬
َ َ
92

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

ِ
َ ُّ‫اقْ َرأْ َوَرب‬
‫ك ْالَ ْكَرُم‬

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia.”

‫الَّ ِذ ْي َعلَّ َم ِِبلْ َقلَِم‬

“Yang mengajar (manusia) dengan pena.”

ِْ ‫علَّم‬
‫النْ َسا َن َما َّلْ يَ ْعلَ ْم‬ ََ

“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Melalui ayat diatas manusia diperintahkan untuk membaca, yang

mana membaca merupakan jalan terpenting yang digunakan oleh manusia

untuk mendapatkan ilmu. Manusia yang berilmu tentunya segala pikiran,

sikap, tindakan dan perbuatannya senantiasa dilandaskan kepada Allah

SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut:

ِ ِ
‫ص َّد ُك ْم‬ َ ‫يد ٱلشَّْي ٓطَ ُن أَن يُوق َع بَْي نَ ُك ُم ٱلْ َع َٓد َوةَ َوٱلْبَ ْغ‬
ْ ‫ضاءَ ِِف‬
ُ َ‫ٱْلَ ْم ِر َوٱلْ َمْيس ِر َوي‬ ُ ‫إََِّّنَا يُِر‬

َّ ‫ٱّللِ َو َع ِن‬
‫ٱلصلَ ٓوةِ ۖ فَ َه ْل أَنتُم ُّمنتَ ُهو َن‬ َّ ‫َعن ِذ ْك ِر‬

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan

dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,
93

dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka

berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [Al-Maidah/5: 91]

Ayat diatas memberikan gambaran kepada manusia mengenai salah

satu perbuatan yang dapat merusak akal yaitu mengkonsumsi khamr dan

melakukan perbuatan judi. Selain merusak akal, perbuatan-perbuatan

buruk tersebut juga menjauhkan manusia dari Allah SWT.

Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan menjaga akal dalam maqashid

syari’ah memiliki kaitan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Perpres

No. 87 Tahun 2017 pada poin nomor dua, tujuh, sembilan, tiga belas, lima

belas, dan delapan belas yaitu jujur, mandiri, rasa ingin tahu, komunikatif,

gemar membaca, dan bertanggungjawab. Adapun nilai-nilai karakter ini

harus ditanamkan pada siswa agar dapat menghasilkan generasi yang

cerdas dan terjaga akalnya. Hal ini tentu saja memiliki kaitan dengan

penjelasan Maqashid Syari`ah di atas mengenai ayat pertama yang

diturunkan oleh Allah SWT tentang perintah membaca. Hubungan nilai

antara Maqashid Syariah dengan Pendidikan Karakter ini tentu memiliki

kesamaan yaitu untuk menciptakan generasi yang sehat akalnya dan

menjunjung tinggi pengetahuan serta memiliki kepribadian yang baik.

Berdasarkan uraian diatas, nilai-nilai karakter yang diterapkan dalam

pendidikan karakter di Indonesia memiliki relevan dengan tujuan menjaga

akal dalam maqashid syari’ah.


94

4. Nilai Karakter Religius, Cinta Tanah Air, Peduli Sosial, Bertanggung

Jawab, Demokratis dan Semangat Kebangsaan Memiliki Relevansi dengan

Memelihara Keturunan

Nilai karakter religius, cinta tanah air, peduli sosial, bertanggung

jawab, demokratis dan semangat kebangsaan pada Perpres nomor 87 tahun

2017 memiliki relevansi dengan salah satu pokok pikiran maqashid

syari`ah yaitu memelihara keturunan.

Terwujudnya kemaslahatan duniawi dan ukhrawi ditujukkan untuk

memelihara keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. Suatu ajaran

agama atau syariat yang hanya dilaksanakan pada satu generasi tidaklah

memiliki makna apabila tidak diajarkan kepada generasi selanjutnya.

Apabila suatu agama atau syariat mengalami kepunahan, maka bukan tidak

mungkin generasi selanjutnya akan menjadi generasi yang terbelakang.

Generasi yang terbelakang tersebut kemudian akan menciptakan berbagai

kekacauan seperti perzinahan atau bahkan pernikahan yang tidak

semestinya. Oleh karena itu, manusia diperintahkan untuk memelihara

keturunan dengan cara mengajarkan atau memberikan contoh hal-hal yang

baik terhadap generasi penerus seperti mengajarkan ilmu agama, sosial,

cinta tanah air dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah SWT

sebagai berikut:

‫نا ۖ إِنَّهُۥ َكا َن ٓفَ ِح َشةً َو َساءَ َسبِ ًيًل‬ ِ ‫وَل تَ ْقربُ ۟وا‬
َٓ ‫ٱلز‬ َ
95

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Al-Isra/17: 32]

Ayat diatas memberikan contoh kepada manusia mengenai salah satu

perbuatan yang dapat merusak generasi selanjutnya yaitu zina. Apabila

Allah SWT tidak melarang perbuatan zina, tentunya akan menimbulkan

berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia. Perbuatan zina seperti

pernikahan yang dilakukan tidak dengan mematuhi syariat akan

menimbulkan masalah seperti terkucil dari lingkungan sosial maupun tidak

jelasnya status anak yang dihasilkan dari hubungan yang tidak semestinya

tersebut. Oleh karena itu, melalui ayat diatas Allah SWT memerintahkan

kepada manusia untuk senantiasa menjaga keberlangsungan hidup generasi

penerus dan menjauhi segala perbuatan buruk baik perzinahan maupun

lainnya yang dapat merusak generasi penerus.

Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan maqashid syari’ah terkait

menjaga keturunan memiliki kaitan dengan nilai karakter pendidikan di

Indonesia yang telah dirumuskan dalam Perpres No, 87 Tahun 2017, poin

nomor satu, sebelas, tujuh belas, delapan belas, delapan dan sepuluh yaitu

nilai religius, cinta tanah air, peduli sosial, bertanggung jawab, demokratis

dan semangat kebangsaan. Terkait dengan larangan berbuat zina seperti

yang dicontohkan pada penjelasan Maqashid Syari`ah di atas, nilai

karakter yang terkait yaitu nilai religius dan bertanggung jawab. Artinya,

pendidik harus memberikan arahan pada peserta didik untuk mengerti


96

aturan agamanya untuk menjauhi perbuatan zina dan memahami bahwa

hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan sebuah tanggung

jawab besar yang harus dibalut dengan pernikahan. Melalui nilai karakter

ini, peserta didik diharapkan dapat menerapkan sikap yang menilai sama

hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Tentunya peserta didik

meneladani sikap-sikap tersebut dari guru sebagai panutan agar peserta

didik dapat menjadi generasi yang lebih baik. Hal ini berkaitan dengan

tujuan maqashid syari’ah dalam memelihara keturunan yakni memberikan

contoh perbuatan-perbuatan yang baik kepada generasi selanjutnya.

Nilai karakter cinta tanah air dan semangat kebangsaan memiliki

makna yaitu sikap nasionalis yang bertujuan untuk memajukan negara

sehingga generasi selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Hal ini sesuai

dengan pokok pikiran maqashid syari`ah yaitu menjaga keturunan yang

mana memiliki tujuan agar generasi selanjutnya tidak menjadi generasi

yang terbelakang.

Selanjutnya nilai karakter demokratis yang merupakan karakter yang

menjadikan seseorang untuk dapat bersikap menilai sama hak dan

kewajiban baik bagi dirinya maupun orang lain. Hal ini sesuai dengan

penjelasan pokok pikiran maqashid syari`ah yaitu menjaga keturunan yang

mana dengan menjaga hak dan kewajibannya masing-masing akan

memelihara keberlangsungan hidup generasi selanjutnya dengan lebih

baik. Kemudian nilai karakter peduli sosial yang merupakan karakter yang
97

harus ditanamkan dalam diri seseorang agar dapat berperilaku dan bersikap

santun terhadap sesama sehingga menciptakan kehidupan masyarakat yang

baik bagi generasi selanjutnya. Hal ini tentu sesuai dengan tujuan maqashid

syari`ah yaitu menjaga keturunan yaitu diperintahkan untuk menanamkan

sikap-sikap peduli sosial seperti penjelasan diatas.

Berdasarkan penjelasan diatas, nilai karakter pendidikan di Indonesia

yaitu nilai karakter religius, cinta tanah air, peduli sosial, bertanggung

jawab, semangat kebangsaan dan demokratis memiliki relevansi dengan

tujuan Maqashid Syari’ah dalam memelihara keturunan.

5. Nilai Karakter Disiplin, Bekerja Keras, dan Kreatif Memiliki Relevansi

Dengan Memelihara Harta

Nilai karakter disiplin, bekerja keras dan kreatif pada Perpres nomor

87 tahun 2017 memiliki relevansi dengan salah satu pokok pikiran

maqashid syari`ah yaitu memelihara harta.

Harta merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi tiap-tiap diri

manusia. Hal itu dikarenakan tanpa harta manusia tidak dapat menjalankan

kehidupannya dengan baik. Namun sering kali manusia lupa atau bahkan

terlena dengan harta yang dimilikinya sehingga melupakan kenyataan

bahwa semua harta yang manusia miliki adalah milik Allah SWT. Oleh

karena itu, Allah SWT telah menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai

hak setiap pribadi manusia dengan adil. Sebagaimana firman Allah SWT

sebagai berikut:
98

ِ‫ٱّلل لَ ُكم قِيٓما وٱرزقُوهم ف‬ َّ ۟


‫وه ْم‬‫س‬ ‫ك‬
ْ ‫ٱ‬
‫و‬ ‫ا‬ ‫يه‬ ُ
ُ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ًَ ْ ُ َ َ َ َّ ‫ل‬‫ع‬‫ج‬ ِ
‫ِت‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ل‬
َ‫و‬ٓ
ُ َْ َ َ‫َم‬
‫أ‬ ‫ء‬‫ا‬ ‫ه‬ ‫ف‬
َ ‫ٱلس‬
ُّ ‫ا‬
‫و‬ ُ‫َوَل تُ ْؤت‬

۟
‫َوقُولُوا ََلُْم قَ ْوًل َّم ْع ُروفًا‬

” Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna

akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan

Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari

hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” [ An-

nisa/ 4: 5]

Ayat diatas memberikan penjelasan kepada manusia bahwa harta

menunjukkan kemapanan seorang pribadi manusia. Namun, didalam harta

yang seseorang miliki terdapat hak orang lain yang lebih membutuhkan.

Sehingga dalam ayat ini, Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk

mengeluarkan sebagaian hartanya untuk zakat dan shadaqah agar hartanya

suci. Nabi SAW bersabda:

َ ‫السا ِر َق يَ ْس ِر ُق الْبَ ْي‬


ُ‫ضةَ فَتُ ْقطَ ُع يَ ُده‬ َّ ُ‫اّلل‬
َّ ‫لَ َع َن‬

“Allah Azza wa Jalla melaknat pencuri yang mencuri telur, lalu tangannya

dipotong”. [HR. Bukhori no. 6783]

Hadits diatas menjelaskan bahwa Allah SWT melaknat seorang

pencuri yang mencuri barang milik orang lain. Sebagai seorang muslim
99

hendaknya menerapkan hukum yang telah ditetapkan tersebut. Adapun

hukum tersebut diturunkan untuk menjaga harta kaum muslimin.

Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan maqashid syari’ah memelihara

harta berkaitan dengan salah satu nilai karakter pendidikan di Indonesia

yang telah dirumuskan dalam Perpres No. 87 Tahun 2017, poin nomor

empat, lima, dan enam yaitu nilai karakter disiplin, bekerja keras, dan

kreatif. Nilai-nilai tersebut merupakan karakter yang ditargetkan untuk

dapat diinternalisasikan dalam diri peserta didik. Melalui nilai karakter

tersebut, peserta didik diharapkan dapat menerapkan sikap disiplin, kerja

keras dan kreatif. Apabila peserta didik dapat menerapkan sikap-sikap

tersebut maka akan menjadi seseorang yang mampu menambah, mengelola

dan menjaga harta dengan baik. Berkaitan dengan penjelasan menjaga

harta dalam konsep maqashid syari`ah di atas, diketahui bahwa nilai

karakter disiplin, kerja, keras dan kreatif mampu menjadikan generasi

bangsa mapan sehingga konsep maqashid syari`ah sebagai pelengkap

dalam mengelola dan menjaga harta yang dimiliki.

Berdasarkan penjelasan diatas, nilai karakter pendidikan di Indonesia

yaitu disiplin, bekerja keras, dan kreatif memiliki relevansi dengan tujuan

memelihara harta dalam maqashid syari’ah.


100

6. Relevansi Nilai Maqashid Syari`ah dengan Pengimplementasian

Pendidikan Karakter di Indonesia

Adanya konsep maqashid Syariah, penulis menemukan kaitan

dengan teori dilema moral. Dilema moral adalah suatu keadaan atau

kondisi dimana seseorang dihadapkan dengan dua atau lebih kondisi yang

tidak mengenakkan dan diharuskan untuk memilih salah satu kondisi

tersebut (Murdianto, 2019b). Dilema muncul karena terbentur pada konflik

moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang

diyakini remaja dengan kenyataan yang ada berdasarkan wawasan yang

dimiliki (Dewi & Prihartanti, 2014).

Dilema moral juga digunakan sebagai salah satu metode

pembelajaran yang digunakan di sekolah untuk meningkatkan nalar

berfikir siswa dan kepedulian terhadap sekitarnya (Setiawan et al., 2017).

Struktur hierarki dari maqashid syari`ah juga menghantarkan manusia

pada dilema moral, seperti misalnya bila ada seseorang yang dihadapkan

dengan dua pilihan yaitu harta atau anak (keturunan). Tentu dalam konsep

maqashid syari`ah, harus mengutamakan anak (keturunan) daripada harta.

Kondisi ini merupakan dilema moral yang tentu saja umat Islam dituntun

oleh ajaran agama sehingga dapat menentukan pilihan. Hal ini tentu sesuai

dengan strategi pengmimplementasian pendidikan karakter di sekolah

menggunakan metode diskusi dilema moral.


101

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini, dengan demikian

penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia tidak terlepas dari nilai-nilai

Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia seperti yang

dijelaskan dalam Perpres nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan

Pendidikan Karakter.

2. Maqashid Syari`ah menurut Al Syatibi merupakan tujuan dari

diturunkannya syariat Islam untuk kemaslahatan umat manusia dimana

pokok-pokok pikiran utamanya adalah menjaga agama, menjaga jiwa,

menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta.

3. Nilai-nilai pendidikan karakter di Indonesia yang tertuang dalam Perpres

nomor 87 tahun 2017 memiliki relevansi dengan nilai-nilai Maqashid

Syari`ah yaitu: 1) Nilai karakter religius dan toleran memiliki relevansi

dengan memelihara agama; 2) Nilai karakter cinta tanah air, cinta damai,

peduli sosial, peduli lingkungan dan menghargai prestasi memiliki

relevansi dengan memelihara jiwa; 3) Nilai karakter jujur, mandiri, rasa

ingin tahu, komunikatif, gemar membaca dan bertanggungjawab memiliki

relevansi dengan memelihara akal; 4) Nilai karakter religius, cinta tanah

air, peduli sosial, bertanggung jawab, demokratis dan semangat


102

kebangsaan memiliki relevansi dengan memelihara keturunan; 5) Nilai

karakter disiplin, bekerja keras, dan kreatif memiliki relevansi dengan

memelihara harta.

B. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan simpulan yang telah

dibahas diatas adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan karakter di Indonesia seyogyanya terus dikembangkan di

sekolah-sekolah dengan pedoman dalam Perpres nomor 87 tahun 2017

tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

2. Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas dan mengenai Maqashid

Syari`ah dengan pendidikan di Indonesia sehingga seyogyanya peneliti

berikutnya dapat melakukan hal tersebut.

3. Berdasarkan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa nilai-nilai

pendidikan karakter memiliki kecocokan dengan nilai-nilai Maqashid

Syari`ah, kemudian hendaknya dijadikan sebagai pertimbangan bagi

Lembaga pendidikan terutama Lembaga Pendidikan Islam untuk

mengintegrasikan Maqashid Syari`ah dengan pendidikan karakter di

sekolah karena berdasarkan penelitian ini, Maqashid Syari`ah sangat cocok

dengan metode pembelajaran pendidikan karakter yaitu dilema moral.

C. Kata Penutup
Puji Syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kemudahan

dan kelancaran sehungga skripsi yang peneliti susun dapat terselesaikan, yang
103

berjudul “Relevansi Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia dengan Maqashid

Syari`ah”. Shalawat serta salam semoga selalu dan senantiasa tercurahkan

kepada junjungan kita manusia terbaik yaitu baginda Rasulullah SAW yang telah

membawa rahmat bagi seluruh, kepada para keluarga, para sahabat dan selirih

kaum muslimin yang selalu menghidupkan sunnah-sunnah.

Ucapan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak

yang telah mambantu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini,

terutama kepada pihak sekolah yang telah terbuka dan yang telah mamberi izin

kepada peneliti dalam melakukan penelitian sehingga proses penelitian berjalan

sesuai dengan apa yang diharapkan.

Melalui penulisan skripsi ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan

baik dari segi penulisan dan penyusunan mengenai ide-ide yang dituangkan

penulisan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulisan sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini agar

bermamfaat bagi penulis dan serta membacanya.


104

DAFTAR PUSTAKA

`Audah, J. (2013). Al Maqashid untuk Pemula. Suka Press.

Adams, A. (2011). the Need for Character Education. International Journal of Social
Sciences and Humanity Studies, 3(2), 23–32.

Amri, S., Jauhari, A., & T. Elisah. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran. Prestasi Pustaka.

Apriyanti, M. E. (2017). Peran Pendidikan Agama dan Perhatian Orang Tua Dalam
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. FAKTOR : Jurnal Ilmiah Kependidikan,
4(2), 133–142.

Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

Astuti, T., Retnoningsih, S., Meiliyana, A., Yogyakarta, U. M., & Yogyakarta, U. M.
(2018). Maqasid al-shariah for The Establishment of international Regime. Politik
Profetik, 6(2).

Azyumardi Azra. (1998). Essei-essei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Logos.

Bakri, A. J. (1997). Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al- Syatibi. PT. Raja Grafindo
Persada.

Chowdhury, M. (2016). Emphasizing Morals, Values, Ethics, and Character Education


in Science Education and Science Teaching. The Malaysian Online Journal of
Educational Sciences (MOJES), 4(2), 1–16.

Davies, I., Gorard, S., & McGuinn, N. (2005). Citizenship Education and Character
Education : Similarities and Contrasts Author ( s ): Ian Davies , Stephen Gorard
and Nick McGuinn Source : British Journal of Educational Studies , Vol . 53 , No
. 3 , Values , Ethics and Character in Education ( Sep .,. British Journal of
Educational Studies, 53(3), 341–358. http://www.jstor.org/stable/3699247

Dewi, N., & Prihartanti, N. (2014). Metode Biblioterapi dan Diskusi Dilema Moral
untuk Pengembangan Karakter Tanggungjawab. Jurnal Psikologi, 41(1), 47.
https://doi.org/10.22146/jpsi.6957

Dr. Dyah Kumalasari. (2018). Agama dan Budaya Sebagai Basis Pendidikan Karakter
di Sekolah (1st ed.). Suluh Media.

Dr. Lickona. (1995, April). Teaching Johny to be Good. National Professional


Resource.
105

Edward B. Tylor. (1974). Primitive Culture: Researches Into The Development of


Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom. Gordon Press.

Esmael, A., & Nafiah. (2018). Implementasi Pendidikan Karakter Religius di Sekolah
Dasar Khadijah Surabaya. Edustream: Jurnal Pendidikan Dasar, II(1), 16–34.

Fathudin, S. (2010). Pembentukan Kultur Akhlak Mulia Melalui Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam dengan Model Penilaian Self-And Peer Assesment pada
Kalangan Mahasiswa Fakultas Teknik UNY.

Fathurrahman Djamil. (1997). Filsafat Hukum Islam (Bagian pertama). Logos Wacana
Ilmu.

Fathurrahman, P., Suryana, A. A., & Fatriany, F. (2013). Pengambangan Pendidikan


Karakter. Refika Aditama.

Green, J. (1995). Assessing information needs: Tools and techniques. ASLIB.

Hadi, S. (2004). Metodologi Research 2. Andi Offset.

Hambali, A. (2008). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Simbiosa Rekatama


Media.

Hamzah, A. (2018). Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research). CV. Literasi


Nusantara Abadi.

Harun Nasution. (1998). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution. Penerbit Mizan.

Hasbullah. (2001). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah


Pertumbuhan dan Perkembangan. LSIK.

Ismail, N. (2014). Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam. Smart WR.

Kaimuddin, K. (2018). Pembentukan Karakter Anak Melalui Lembaga Pendidikan


Informal. Al-MAIYYAH : Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial
Keagamaan, 11(1), 132–152. https://doi.org/10.35905/almaiyyah.v11i1.549

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (n.d.). Retrieved January 15, 2021, from
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/relevansi

Kartono, K. (1996). Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar Maju.

Kemdikbud. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan


106

Pendidikan Nasional.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-
karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional

Kemendiknas, D. M. D. D. P. S. M. P. (2010). Panduan Pendidikan Karakter di


Sekolah Menengah Pertama. Kemendiknas.

Kementrian Agama Republik Indonesia. (2017). Al Qur`an dan terjemahan.

Kohlberg, L. (1977). The Cognitive-Developmental Approach to Moral Education.


Dalam Hass Glen (ed). Cuuriculum Planning: A New Approach. Allyn and
Bacon, Inc.

Lickona, T. (2012). Character Matters: Persoalan Karakter, diterjemahkan oleh Juma


Wadu Wamaungu & Jean Antunes Rudolf Zien dan Editor Uyu Wahyuddin dan
Suryani. Bumi Aksara.

Lickona, Thomas. (2013). Mendidik Untuk membentuk Karakter: Bagaimana sekolah


dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab.
Bumi Aksara.

Lubis, R. R. (2019). Historisitas dan dinamika pendidikan karakter di indonesia. An-


Nahdhah, 1(2), 70–82.

Maunah, B. (2016). Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembentukan


Kepribadian Holistik Siswa. Jurnal Pendidikan Karakter, 1, 90–101.
https://doi.org/10.21831/jpk.v0i1.8615

Mayangsari, G. N. K., & Noor, H. H. (2014). KONSEP MAQASHID Al-SYARIAH


DALAM MENENTUKAN HUKUM ISLAM (Perspektif Al-Syatibi dan Jasser
Auda) Galuh Nashrullah Kartika Mayangsari R dan H. Hasni Noor. Al
Iqtishadiyah, 1(1), 50–69.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2014). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep
Rohendi Rohidi. UI-Press.

Mulyani. (2010). Model integrasi tindak tutur direktif dalam penerapan pendidikan
ahlaq mulia dan karakter bangsa bagi pelajar di SMA. Jurnal Penelitian Inovasi
Dan Perekayasa Pendidikan, 2, 225–248.

Mulyatiningsih, E. (2011). Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia


Anak-Anak, Remaja dan Dewasa. UNY.

Mulyatiningsih, Endang. (2011). Analisis Model-Model Pendidikan Karakter Untuk


107

Usia Anak-Anak, Remaja Dan Dewasa.

Murdianto. (2019a). Keefektifan Metode Diskusi Dilema Moral Untuk Meningkatkan


Penalaran Moral Pesrta Didik MAMNU Ponorogo. SCAFFOLDING: Jurnal
Pendidikan Islam Dan Multikulturalisme, 1(1), 1–15.

Murdianto, M. (2019b). Keefektifan Metode Diskusi Dilema Moral Untuk


Meningkatkan Penalaran Moral Peserta Didik Mamnu Ponorogo.
SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam Dan Multikulturalisme, 1(01), 1–15.
https://doi.org/10.37680/scaffolding.v1i01.38

Nata, A. (2007). Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di


Indonesia. Prenada Media Group.

Nijal, L. (2019). Implementasi Metode Maqashid Syariah Imam Al Syatibi Pada


Praktik Perbankan Syariah di Indonesia. COSTING: Journal of Economic,
Business and Accounting, 2(2), 185–194.
https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/05/18/1337/persentase-panjang-jalan-
tol-yang-beroperasi-menurut-operatornya-2014.html

Noor, T. R. (2018). Remaja dan Pemahaman Agama. VICRATINA : Jurnal Pendidikan


Islam, 3(2), 54–70.

Nucci, L. P., Narvaez, D., & Krettenauer, T. (2014). Handbook of Moral and Character
Education. Routledge.

Octavia, E., & Rube’i, M. A. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis


Pancasila untuk Membentuk Mahasiswa Prodi PPKN Menjadi Warga Negara
yang Baik dan Cerdas. Jurnal Pendidikan Sosial, 4(1), 111–124.
http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/sosial/article/view/427

Reksiana. (2018). Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika.


THAQÃFIYYÃT, 19(1), 227–249.

Rosidin. (2019). Ilmu Pendidikan Islam Berbasis Maqashid Syariah dengan


Pendekatan Tafsir Tarbawi. PT. Raja Grafindo Persada.

Saifurrohman. (2014). Pendidikan Berbasis Karakter. Tarbawi : Jurnal Pendidikan


Islam, 11(2), 47–54. https://ejournal.unisnu.ac.id/JPIT/article/view/215

Samrin. (2016). Pendidikan Karakter (Sebuah Pendekatan Nilai). Jurnal Al-Ta’dib,


9(1), 120–143. https://media.neliti.com/media/publications/235693-pendidikan-
karakter-sebuah-pendekatan-ni-71618df5.pdf
108

Setiawan, M. A., Vien, R., & Suryono, H. (2017). Penerapan Model Analisis Dilema
Moral Terhadap Sikap Peduli Sosial Siswa Pada Kompetensi Dasar Menampilkan
Sikap Positif Berpancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Paedagogia, 20(1),
88. https://doi.org/10.20961/paedagogia.v20i1.16602

Setkab. (2017). Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
https://setkab.go.id/inilah-materi-perpres-no-87-tahun-2017-tentang-penguatan-
pendidikan-karakter/#:~:text=Atas dasar pertimbangan tersebut%2C pada 6
September 2017%2C,selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di

Shidiq, G. (2009). Teori Maqashid Al-Syari’ah Dalam Hukum Islam. Majalah Ilmiah
Sultan Agung, 117–130.

Shodiq, S. F. (2017). Pendidikan Karakter Melalui Pendekatan Penanaman Nilai dan


Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif. At-Tajdid, 1(1), 14–25.

Sofia, A. (2014). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Karya Media.

Sudjatnika, T. (2017). Nilai-Nilai Karakter Yang Membangun Peradaban Manusia. Al-


Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 14(1), 127–140.
https://doi.org/10.15575/al-tsaqafa.v14i1.1796

Suhendi, H. H. (2014). Fiqh Muamalah. PT. Raja Grafindo Persada.

Suidah, H. (2017). Hubungan pemahaman tingkat agama (religiusitas) dengan perilaku


seks bebas pada remaja di Sman 1 Bangsal Mojokerto. Jurnal Keperawatan Dan
Kebidanan, 7(2).

Sulhan, M. (2018). Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Dalam Menghadapi


Tantangan Globalisasi. Jurnal Visipena, 9(1159–1172).

Sulistiani, S. L. (2018). Analisis Maqashid Syariah Dalam Pengembangan Hukum


Industri Halal. 3, 91–97.

Sulistyarini. (2015). Pengembangan Karakter Berbasis Pancasila Melalui Pendidikan


Kewarganegaraan. Jurnal Bhinneka Tunggal Ika, 2(1), 8.

Sultoni, A. (2016). Pendidikan Karakter dan Kemajuan Negara. JOIES: Journal of


Islamic Education Studies, 1(1), 184–207.

Suprayogo, I. (2013). Pengembangan Pendidikan Karakter. UIN Maliki Press.

Surakhmad, W. (1980). Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode, dan Teknik).


Tarsito.
109

Sutiyono. (2013). Penerapan Pendidikan Budi Pekerti Sebagai Pembentukan Karakter


Siswa di Sekolah: Sebuah Fenomena dan Realitas. Jurnal Pendidikan Karakter,
3(3), 309–320.

Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. PT. Remaja Rosdakarya.

Syarifuddin, N., & Fauzi, M. (2020). PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF


ABDULLAH NASHIH ULWAN (Tinjauan Kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam dan
Relevansinya dengan Pendidikan Nasional). Akademika, 13(02), 34–47.
https://doi.org/10.30736/adk.v13i02.124

Thomas, R. S. (1991). Assessing Character Education: Paradigms, Problems, and


Potentials. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and
Ideas, 65(1), 51–55. https://doi.org/10.1080/00098655.1991.10114160

Toriquddin, M. (2013). Teori Maqashid Syariah Perspektif Ibnu Ashur. Ulul Albab:
Jurnal Studi Islam, 14(12), 194–212. https://doi.org/10.1093/nq/s4-VI.133.61-d

Tsai, K. C. (2012). Bring character education into classroom. European Journal of


Educational Research, 1(2), 163–170. https://doi.org/10.12973/eu-jer.1.2.163

Ulfah, D. M. (2005). Faktor-Faktor Penggunaan Minuman Keras di Kalangan Remaja


di Desa Losari Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Universitas Negeri
Semarang.

Ummah, S. C. (2014). Tindakan Aborsi di Indonesia Menurut Hukum Islam.


HUMANIKA : Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 14(1), 1–14.

Wahyudin, W. (2013). Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran


Matematika Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan, 14(2), 73–80.
https://doi.org/10.33830/jp.v14i2.360.2013

Zatadini, N., & Syamsuri, S. (2018). Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi
Dan Kontribusinya Dalam Kebijakan Fiskal. AL-FALAH : Journal of Islamic
Economics, 3(2), 1. https://doi.org/10.29240/alfalah.v3i2.587

Zuchdi, D., Prasetya, Z. K., & Masruri, M. S. (2010). Pengembangan model pendidikan
karakter terintegrasi dalam pembelajaran bidang studi di Sekolah Dasar.
Cakrawala Pendidikan, 3, 1–12.

Zulhijrah. (2015). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Tadrib, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai