Anda di halaman 1dari 104

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA


(STUDI KASUS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
WAHID HASYIM MALANG)

SKRIPSI

OLEH:
RIF’AT HAWAARI MUHAMMAD
NPM. 21701011031

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021
PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
PEMBENTUKAN SIKAP DISIPLIN SISWA
(STUDI KASUS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
WAHID HASYIM MALANG)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Malang untuk Memenuhi Salah Satu


Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Progran Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:
Rif’at Hawaari Muhammad
NPM. 21701011031

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021

ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Skripsi yang disusun oleh Rif’at Hawaari Muhammad ini


Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbimg untuk diuji

Malang,.................................
Pembimbing 1,

Dra. Hj. Chalimatus Sa’dijah., M.PdI


NPP. 1930200032

Malang,..................................
Pembimbing 2,

Dr. Zuhkhriyan Zakaria, M.Pd


NPP. 141208198732124

iii
PENGESAHAN

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi oleh Rif’at Hawaari Muhammad ini telah diujikan


di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang
dan diterima untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1)
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Malang,.........................

Dewan Penguji,

Ketua, Sekretaris,

.
Penguji Utama,

Mengetahui, Mengesahkan,
Ketua Prodi PAI Dekan Fakultas Agama Islam

Muhammad Sulistiono, M.Pd. Drs. H. Anwar Sa’dullah, M.PdI


NPP. 132112198232126 NPP. 1910200036

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Rif’at Hawaari Muhammad
NPM : 21701011031
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul Penelitian : Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan
Sikap Disiplin Siswa (Studi Kasus Di SMP Wahid Hasyim
Malang)

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi/falsifikasi/fabrikasi baik sebagian atau
seluruhnya.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktkikan bahwa skripsi ini hasil
plagiasi/falsifikasi/fabrikasi, baik sebagian atau seluruhnya, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 18 Juni 2021


Yang Membuat Pernyataan,

Rif’at Hawaari Muhammad


NPM. 21701011031

v
ABSTRAK

Muhammad, Rif’at Hawaari. 2021. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Pembentukan Sikap Disiplin Siswa (Studi Kasus di Sekolah Menengah
Pertama Wahid Hasyim Malang). Skripsi, Program Studi Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Malang.
Pembimbing 1: Dra. Hj. Chalimatus Sa’dijah, M.PdI. Pembimbing 2: Dr.
Zuhkhriyan Zakaria, M.Pd

Kata Kunci: Peran Guru, Sikap, Disiplin Siswa

Peran guru dimasa sekarang telah mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Selain mengajar guru juga dituntut untuk membentuk sikap siswa. Guru PAI memiliki
tugas yang cukup berat, selain memberikan pendalaman ilmu agama Islam kepada para
siswa, guru PAI juga dituntut untuk membentuk sikap siswa agar menjadi lebih baik.
Tentu ini menjadi tugas berat guru pendidikan agama islam, sebab dalam membentuk
sikap siswa agar sesuai dengan yang diharapkan butuh usaha dan perjuangan yang cukup
besar. Jika dilihat dari kondisi saat ini sikap siswa cenderung mengalami banyak
perubahan terutama dalam kedisiplinan mereka. Mereka sering tidak mengikuti kegiatan,
tidak absen, dan hal-hal buruk lainnya yang berkaitan dengan kedisiplinan mereka.
Dengan demikian dibutuhkan peran guru PAI dalam memperbaiki ataupun membentuk
sikap disiplin siswa.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan usaha guru PAI
dalam membentuk sikap disiplin siswa di SMP Wahid Hasyim Malang, mendeskripsikan
implementasi pembentukan sikap disiplin siswa di SMP Wahid Hasyim Malang dan
mendeskripsikan efektifitas pembentukan sikap disiplin siswa di SMP Wahid Hayim
Malang. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis
pendekatan studi kasus. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan dalam pengecelan keabsahan data
dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi sumber dan
triangulasi teknik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha guru dalam membentuk sikap
disiplin siswa berupa pembiasaan kegiatan positif, pemberian keteladanan, membentuk
kesadaran siswa, mendoakan dan mengingatkan siswa, dan memberikan hukuman.
Pembentukan sikap disiplin ini diimplementasikan dalam bentuk sistem blended (online
dan offline) dengan tujuan memudahkan guru dalam pembinaan sikap siswa dan
diimplementasikan dalam bentuk kerjasama dengan berbagai pihak utamanya orang tua
dengan menjaga komunikasi intens dengan mereka. Efektfitas pembentukan sikap disiplin
di SMP Wahid Hasyim dapat dikatakann kurang efektif dikarenakan berbagai faktor
seperti orang tua yang tidak informatif, adanya pandemi, dan kondisi sunber daya
manusia yang berbeda.
Sebagai saran adalah tetap menjalankan tugas dan perannya saat ini yaitu sebagai
motivator, pembimbing, dan pemberi teladan. Guru senantiasa meningkatkan kemampuan
mereka sehingga mampu menghasilkan inovasi baru yang dapat berguna di masa
sekarang dan masa depan.

vi
MOTTO

MENUNDA SKRIPSI SAMA DENGAN MENUNDA NIKAH

HIDUP DI DUNIA BUKAN UNTUK MENANGISI MASA LALU, TETAPI


UNTUK FOKUS DI MASA SEKARANG DEMI MERAIH MASA DEPAN
YANG LEBIH BAIK

vii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Kedua orang tua tercinta, ayah M. Shofan Jauhari dan Ibu Laelatul Isro’wiyah
yang selalu memberikan doa, dukungan moral maupun materi dan semangat pada
penulis.

Adik tercinta dan seluruh keluarga besar bani Zainal Affandi dan bani Masyhuri
yang selalu memberikan doa dan dukungan yang baik.

Teman-teman saya Eko, Didit dan Ahsan dan teman-teman lainnya yang telah
banyak memberikan saran, doa dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

Teman-teman seperjuangan PAI 2017 khususnya kelas PAI-A.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan pada Allah SWT, berkat

limpahan Rahmat dan hidayahnya, penulis mampu menyelesaikan penulisan

skripsi ini dengan judul “Peran Guru PAI Dalam Pembentukan Sikap Disiplin

Siswa (Studi Kasus di SMP Wahid Hasyim Malang)” dengan lancar.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam

yang terang benderang dengan agama Islam, dan yang selalu kita nantikan

syafaatnya di hari esok.

Penulisan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Agama Islam Universitas

Islam Malang sebagai wujud serta partisipasi penulis dalam mengembangkan dan

mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang telah penulis peroleh selama di bangku

kuliah.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang

membantu penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis mengucapkan terima ksih kepada:

1. Kedua Orang tua tercinta ayah M. Shofan Jauhari dan ibu Laelatul

Isro’wiyah yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan

motivasi.

2. Seluruh keluarga besar bani Zainal dan bani Masyhuri yang selalu

memberikan semangat dan dorongan.

3. Bapak Prof. Dr. Maskuri, M.Si selaku Rektor Universitas Islam

Malang.

ix
4. Bapak Drs. Anwar Sa’dullah, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama

Islam Universitas Islam Malang.

5. Bapak Moh. Sulistiono, S.PdI, M.Pd selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Malang.

6. Ibu Dra. Hj. Chalimatus Sa’dijah, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing I

dan Bapak Dr. Zuhkhriyan Zakaria, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II

yang telah membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Malang yang telah memberikan

ilmunya kepada penulis selama 4 tahun.

8. Kepala Sekolah SMP Wahid Hasyim Malang dan jajarannya yang telah

memberikan ijin pada penulis untuk mengadakan penelitian di SMP

Wahid Hasyim Malang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna.

Begitu juga penulisan skripsi ini, yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan.

Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan

skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan jazakumullah ahsanal jaza’ pada semua

orang yang membantu penulisan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi setiap pembaca dan penulis khususnya.

Malang, 18 Juni 2021

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING............................................................iii
PENGESAHAN......................................................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI..................................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
MOTTO.................................................................................................................vii
PERSEMBAHAN.................................................................................................viii
KATA PENGANTAR............................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Konteks Penelitian........................................................................................1
B. Fokus Penelitian............................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian........................................................................................6
E. Definisi Operasional.....................................................................................7
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................9
A. Peran Guru PAI.............................................................................................9
B. Sikap............................................................................................................21
C. Disiplin........................................................................................................25
D. Kedisiplinan Siswa......................................................................................30
E. Kajian Pustaka.............................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................35
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.................................................................35
B. Kehadiran Peneliti.......................................................................................36
C. Lokasi Penelitian.........................................................................................37
D. Sumber Data................................................................................................38
E. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................38
F. Teknik Analisis Data...................................................................................41
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN..............................46
A. Latar Belakang Objek Penelitian................................................................46
B. Paparan Data dan Temuan Penelitian.........................................................50

xi
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................66
A. Usaha Guru PAI Dalam Pembentukan Sikap Disiplin Siswa.....................66
B. Implementasi Pembentukan Sikap Disiplin Siswa.....................................71
C. Efektifitas Pembentukan Sikap Disiplin Siswa...........................................73
BAB VI PENUTUP...............................................................................................77
A. Kesimpulan.................................................................................................77
B. Saran............................................................................................................78
DAFTAR RUJUKAN............................................................................................79
LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................83

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Program non akademik SMP Wahid Hasyim........................................46

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Peenelitian

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3 Surat Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Kartu Konsultasi

Lampiran 5 Pedoman Wawancara

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Dalam dunia pendidikan salah satu faktor keberhasilan untuk mencapai

tujuan pendidikan adalah guru. Sebagai salah satu faktor penting, guru

bertugas untuk memberikan ilmu kepada para siswa. keberhasilan seorang

siswa tergantung bagaimana seorang guru memberikan ilmunya. Guru

memiliki fungsi dan peranan sebagaimana dijelaskan dalam UU NO 14

Tahum 2005 pasal 2 bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga

profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai

peraturan perundang-undangan.

Seiring berjalannya waktu tugas guru bukan hanya sebagai pengajar.

Tetapi guru juga berperan penting dalam membentuk karakter siswa. Hal ini

dikarenakan paradigma pendidikan yang terus berubah. Seperti orientasi

pengembangan yang parsial menuju orientasi pengembangan yang holistik,

yang sebelumnya terkesan lebih menekankan aspek kognitif kini lebih

diarahkan untuk pengembangan kesadaran manusia untuk lebih maju dalam

nilai moral, kemanusiaan, dan agama.

Peran guru sebagai motivator misalnya, guru harus mampu memberikan

motivasi kepada siswanya yang kurang memiliki semangat dalam kegiatan

belajar. Chontesa, Hanief, & Hasan (2019: 62) mengemukakan bahwa peran

guru selain sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pelatih, guru sebagai

konselor, guru sebagai manajer pembelajaran, guru sebagai

1
2

pemimpin, guru sebagai panutan, guru sebagai partisipan, dan guru sebagai

pengarang.

Disiplin menurut Sudarwan (2011: 137) merupakan salah satu bentuk

kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin

merupakan kepatuhan dan kepatutan untukmenaati sistem atau aturan yang

telaah ditetapkan. Sikap disiplin bisa timbul dari dalam diri seseorang setelah

mengetahui peraturan yang terdapat di sekitarnya. Selain dari dalam diri

sendiri, sikap disiplin juga bisa timbul dari lingkungan sekitar.

Taufiq (2016) mengemukakan sikap disiplin merupakan salah satu kunci

untuk meraih keberhasilan dalam berbagai bidang. Tanpa dilandasi sikap

disiplin, tidak mungkin seseorang akan berhasil merah kesuksesan. Hal ini

timbul karena dengan disiplin, pekerjaaan yang dilakukan mampu

terselesaikan dengan tepat.

Tingkat kedisiplinan setiap siswa pasti berbeda. Siswa yang memiliki

kedisiplinan tinggi cenderung menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu.

Demikian pula ketika melakukan suatu pekerjaan mereka tidak menganggap

pekerjaan tersebut sebagai sebuah beban, tetapi mereka menganggap

pekerjaan tersebut sebagai amanah yang harus diselesaikan secara tepat

waktu. Berbeda dengan siswa yang memiliki tingkat kedisiplinan rendah.

Mereka akan cenderung melakukan kegiatan yang diluar batas kewajaran

seperti membolos, telat masuk kelas, dan lain-lain (Sugiarto, Suyati &

Yulianti, 2019: 232-235).

Perbedaan tingkat kedisiplinan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Diantaranya adalah faktor diri mereka sendiri yang memang malas untuk
3

melakukan sesuatu secara tepat waktu, orang tua, dan lingkungan pergaulan

mereka (Agustin, Syukri & Sutarmanto, 2015: 1-2).

Sejak mewabahnya Covid-19 yang terjadi di Indonesia mulai tahun 2020

mengakibatkan seluruh aktivitas menjadi terganggu, tak terkecuali dunia

pendidikan yang juga terkena dampaknya. Prioritas menjaga jarak minimal 1

meter, bekerja dari rumah dan belajar di rumah yang diwajibkan pemerintah

tentu membawa perubahan yang signifikan dalam paradigma pendidikan

selama pandemi, yaitu kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring (jarak

jauh). Kebijakan pembelajaran jarak jauh ini dikeluarkan oleh Kemendikbud

dan dilaksanakan mulai tanggal 9 maret 2020 demi mencegah bertambahnya

kasus covid-19. Kesehatan siswa, guru dan orang tua menjadi pertimbangan

utama dalam mengeluarrkan kebijakan pendidikan tentang pembelajaran

online dan bekerja dari rumah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, 2020)

Kebijakan penddikan ini kemudian diperbarui melalui Surat Edaran

Menteri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan

Secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran

Covid-19. Beberapa kebijakan tersebut adalah UN tahun 2020 dihapuskan

dan tidak menjadi syarat kelulusan, pembelajaran dilakukan secara online

(daring) atau jarak jauh, ujian sekolah dan terkait PPDB (Penerimaan Peserta

Didik Baru) hanya diperbolehkan dengan pendaftaran online untuk mencegah

berkumpulnya siswa dan orang tua secara fisik di sekolah (Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2020).


4

SMP Wahid Hasyim merupakan salah satu lembga pendidikan formal yg

berusaha untuk memadukan IPTEK dan IMTAQ. SMP Wahid Hasyim juga

merupakan sekolah yang terdampak oleh kebijakan tersebut. sehingga

terjadilah pergeseran paradigma terkait kegiatan pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan observasi awal peneliti, proses pembelaharan di SMP Wahid

Hasyim tetap berjalan dengan mengikuti instruksi pemerintah yaitu dengan

menggunakan media online. Namun, yang menjadi permasalahan adalah

kondisi siswa dan peran guru yang sedikit bergeser.

Sejak di keluarkannya surat edaran dari Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan tentang belajar dirumah, memang berdampak besar bagi peran

guru di sekolah. guru tidak lagi mengawasi secara penuh terhadap siswa-

siswanya dalam setiap kegiatan. Hal ini tentu sedikit menyulitkan guru dalam

menilai karakter siswa.

Sikap disiplin menjadi hal pertama yang menjadi pertimbangan guru

dalam menilai siswa. Secara umum hal yang paling mudah untuk diamati dari

proses pembelajaran secara daring ini ialah silkap disiplin siswa.

Berdasarkan observasi awal 23 Desember 2020, di SMP Wahid Hasyim

sendiri masih banyak diteukan siswa yang kurang disiplin dalam mengikuti

pembelajaran daring. Dalam hal ini adalah banyak siswa yang tidak

mengikuti pembelajaran daring yang dilakukan oleh guru melalui Zoom atau

Google Meet, mematikan kamera saat guru memulai kegiatan pembelajaran,

terlambat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran daring, tidak mengikuti

instruksi yang diberikan oleh guru saat kegiatan pembelajaran daring, tidak

melakukan absensi, dan terlambat ataupun tidak mengumpulkan tugas di


5

waktu yang telah ditentukan oleh guru. Hal ini didukung dengan data

wawancara awal dengan guru PAI di SMP Wahid Hasyim yaitu ibu

Khoiriyah pada tanggal 23 Desember 2020.

“Selama kegiatan pembelajaran ini, banyak sekali ditemui dari para siswa
yang kurang mengikuti instruksi yang diberikan, ketika waktunya
mengumpulkan tugas juga banyak yang telambat, tidak mengikuti kelas
dan lain-lain.” (wawancara awal, 23 Desember 2020).

Dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat

kedisiplinan siswa di SMP Wahid Hasyim masih sangat rendah. Banyak

ditemui siswa yang terlaPmbat, tidak absen, dan bahkan tidak mengikuti kelas

yang telah dijadwalkan. Hal ini menjadi catatan tersendiri mengenai kondisi

kedisiplinan siswa di SMP Wahid Hasyim Malang.

Dalam membentuk sikap disiplin butuh kerjasama dengan berbagai

pihak. Kerjasama dengan orang tua penting dilakukan dalam membentuk

sikap disiplin. Dalam kerjasama dengan orang tua, guru harus menjalin

komunikasi intens supaaya ikut memantau anak mekea. Guru pendidikan

agama Islam dimasa sekarang dituntut untuk lebih kreatif. Dalam tugasnya

guru pendidikan agama Islam dituntut untuk membentuk karakter siswa

utamanya sikap disiplin siswa yang cenderung menurun.

Berdasarkan paparan diatas perlu kajian mendalam terhadap peran guru

pendidikan agama Islam di SMP Wahid Hasyim, seberapa besar tingkat

kedisiplinan siswa dan sejauh mana ketawadhu’an siswa ketika bertemu

dengan seseorang. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Sikap disiplin

Siswa di SMP Wahid Hasyim Malang tahun ajaran 2020/2021”.


6

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks permasalahan yang diuraikan, maka fokus

penelitian ini adalah:

1. Bagaiamana usaha guru PAI dalam membentuk sikap disiplin siswa di

SMP Wahid Hasyim Malang ?

2. Bagaimana implementasi pembentukan sikap disiplin siswa di SMP Wahid

Hasyim Malang ?

3. Bagaimana efektifitas pembentukan sikap disiplin siswa di SMP Wahid

Hasyim Malang ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan penulis capai adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan usaha guru PAI dalam membentuk sikap disiplin

siswa di SMP Wahid Hasyim Malang

2. Untuk mendeskripsikan implementasi yang dilakukan guru PAI dalam

membentuk sikap disiplin siswa di SMP Wahid Hasyim Malang

3. Untuk mendeskripsikan efektifitas pembentukan sikap disiplin siswa di

SMP Wahid Hasyim Malang.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi setiap

orang. adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.


7

b. Sebagai referensi bagi siswa dalam proses kegiatan pembelajaran dan

referensi bagi peneliti lain yang meneliti konsep tentang tema yang

sama.

c. Sebagai tambahan referensi dan tambahan kepustakaan hasil penelitian

bagi Fakultas Agama Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan bagi guru dan

pembaca mengenai pentingnya peran guru PAI dalam pembentukan

sikap disiplin siswa.

b. Sebagai bahan acuan bagi SMP Wahid Hasyim untuk mengembangkan

kompetensi guru mengingat pentingnya peran guru dalam membentuk

karakter siswa utamanya sikap disiplin siswa.

c. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis mengenai peran guru PAI

dalam membentuk sikap disiplin siswa.

E. Definisi Operasional

1. Usaha

Usaha merupakan kegiatan dengan mengarahkan tenaga, pikiran dan

badan untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai, dan

dilakukan melalui aksi nyata seperti belajar untuk mendapatkan nilai

bagus, memberikan penjelasan pada orang lain supaya mengerti, dan

memberikan hukuman supaya sadar akan kewajibannya.

2. Guru Pendidikan Agama Islam

Guru merupakan pendidik yang bertanggung jawab dalam memberikan

ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadits, akidah akhlak, syariah (fiqh), dan sejarah
8

kebudayaan Islam, serta memberi contoh tentang perilaku yang baik,

memberi bimbingan kepada peserta didik dalam perkembangan rohani

agar siswa mampu memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam

dalam kehidupan sehari-hari.

3. Disiplin

Disiplin merupakan sikap untuk patuh dan tertib yang muncul dari

dorongan dan komitmen yang kuat dari dalam diri untuk patuh terhadap

aturan yang telah ditetapkan oleh sebuah lembaga atau pihak-pihak

tertentu, dengan tujuan mendapatkan kelancaran dalam berbagai aktivitas

belajar, bekerja, berusaha dan aktivitas-aktivitas lainnya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Peran Guru PAI

1. Pengertian Peran

Teori peran adalah sebuah teori yang digunakan dalam ilmu sosiologi,

psikologi dan antropologi yang merupakan perpaduan daru berbagi teori,

orientasi maupun disiplin ilmu. Teori peran membahas tentang istilah “peran”

yang biasa digunakan dalam dunia teater, dimana aktor dalam teater harus

bermain dengan menjadi tokoh tertentu dan dalam posisi sebagai tokoh yang

diperankan, seorang aktor diharapkan berperilaku secara tertentu. Dalam

kaitannya dengan kehidupan masyarakat, posisi aktor dalam teater sering

dianalogikan dengan posisi masyarakat dimana keduanya memiliki kesamaan

posisi (Sarwono, 2015: 215). Peran didefinisikan sebagai sesuatu yang

dimainkan atau dijalankan (Departemen Pendidikan Nasional, 2014). Peran

merupakan aktivitas yang dimainkan atau dijalankan oleh seseorang yang

mempunyai kedudukan dalam sebuah organisasi.

Peran juga diartikan pada karakterisasi yang dipakai oleh seorang aktor

dalam sebuah pentas drama, dalam konteks sosial peran berarti fungsi yang

dibawa seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial. Peran

seorang aktor adalah batasan yang disusun oleh aktor lain, yang kebetulan

menduduki posisi yang sama dalam suatu pertunjukan (Suhardono, 1994: 3).

Menurut Soekamto (2012:212) peran merupakan aspek dinamis

kedudukan (Status). Peran adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang

9
10

berdasarkan status yang dimiliki. Dalam status yang dimiliki seseorang

tersebut, setiap orang tetap bertindak berdasarkan status tersebut tapi tindakan

yang dilakukan setiap orang berbeda. Hal ini menyebabkan peran yang

dihasilkan setiap orang juga berbeda.

Sedangkan menurut Raho (2007: 67) peran didefinisikan sebagai pola

tingkah laku seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam status sosial

masyarakat, dalam hal ini seseorang yang menduduki status sosial tertentu

memiliki hubungan berdasarkan dengan peran yang dimiliki. Peran diartikan

sebagai tingkah yang diharapkan dimiliki seseorang dalam kedudukan

masyarakat. Sedangkan peranan merupakan tindakan seseorang dalam

peristiwa tertentu (Torang, 2014: 86). Berdasarkan pengertian tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa peran merupakan tingkah laku atau aktivitas

seseorang yang menduduki status atau tertentu dalam kehidupan masyarakat

demi menghasilkan perubahan yang diinginkan oleh masyarakat.

2. Jenis Peran

Jenis-jenis peran menurut Soekamto (2014: 214) adalah sebagai berikut:

a Peran Aktif

Peran aktif adalah peran seseorang selalu aktif seutuhnya dalam

tindakannya pada sebuah organisasi. Peran aktif diukur melalui

keterlibatan, kontribusi dan kehadirannya terhadap suatu organisasi.

b Peran Partisipatif

Peran partisipatif adalah peran yang dilakukan seseorang

berdasarkan kebutuhan atau kondisi tertentu saja.


11

c Peran Pasif

Peran pasif adalah peran atau keadaan yang tida dipakai oleh

seseorang. Artinya, peran pasif hanya digunakan sebagai simbol pada

kondisi tertentu dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Pengertian Guru PAI

Profesi guru dapat diartikan sebagai murobbi, yakni pendidik. Dalam

mendidik, guru juga dikatakan sebagai mu’allim, yang berarti orang yang

mengajarkan ilmunya dan dapat dikatakan juga sebagai muaddib, yaitu orang

yang menanamkan nilai (Sulhan, 2016: 10).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Guru berarti orang yang

pekerjaannya sebagai pengajar (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, 2005). Dari pengertian ini timbul kesan bahwa guru merupakan

orang yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Istilah kata pengajar

dalam pengertian guru sering dibedakan dengan kata pendidik..

Guru adalah pribadi yang selalu digugu dan ditiru oleh peserta didik, oleh

karena itu menjadi guru bukanlah tugas yang mudah untuk dilakukan. Untuk

menjadi guru memerlukan kehalian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh

sembarang orang diluar lingkup pendidikan. Kata guru sendiri tidak asing lagi

ditelinga kita, kataa guru memiliki banyak sinonim seperti: pendidik, pelatih,

pengajar, dan lain sebagainya.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa guru

merupakan pendidik yang bertugas melaksanakan kegiatan belajar mengajar

dan menanamkan nilai-nilai yang baik kepada peserta didik.


12

Pendidikan Agama Islam atau PAI dibakukan sebagai pengajaran atau

mendidik agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya disebut

“Agama Islam” bukan pendidikan agama Islam karena yang diajarkan adalah

agama Islam. Kata “pendidikan” sendiri terdapat pada mata peelajaran

lainnya. Pendidikan agama Islam sendiri termasuk dalam bagian pendidikan

Islam (Muhaimin, 2012: 163).

Menurut Daradjat (2014: 86), pendidikan agama Islam adalah pendidikan

dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu kegiatan yang dilakukan

oleh pendidik berupa bimbingan dan mengasuh anak didik agar nantinya

dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara

menyeluruh, dan menjadikannya sebagai pandangan hidup agar mencapai

keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.

Dalam pendapat lain, pendidikan agama Islam berarti program yang

direncanakan dengan tujuan membentuk peserta didik untuk mengenal,

mengimani, memahami, dan menghayati ajaran agama Islam serta

membentuk peserta didik untuk menghargai penganut agama lain dalam

hubungan kebangsaan agar terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Alim,

2006: 6).

Berdasarkan pengertian guru dan pendidikan agama Islam dari para

tokoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru PAI adalah pendidik yang

berusaha menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada para siswa secara

menyeluruh agar nantinya terbentuk sikap yang sesuai dengan ajaran Islam.
13

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan agama sebagaiamana di jelaskan oleh Daradjat (2014:

89-90) meliputi tiga aspek, yakni aspek iman, ilmu dan amal yang pada

dasarnya berisi:

1. Menumbuh kembangkan serta membentuk sikap psoitif dan disiplin

terhadap agama yang nantinya akan melahirkan rasa cinta pada agama

dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian anak diharapkan

menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah Swt dan taat pada perintah

Allah Swt dan Rasul-Nya.

2. Tujuan kedua pada aspek ilmu dimaksudkan pada pengembangan

pengetahuan agama, dengan pengetahuan agam yang cukup maka akan

terbentuk pribadi yang berakhlak mulia, bertakwa pada Allah Swt,

mengamalkan ajaran Islam, dan memiliki keyakinan kuat pada Allah

Swt.

3. Menumbuhkan dan membina keterampilan beragama dalam semua aspek

kehidupan serta dapat memahami dan menghayati ajaran agama Islam

secara menyeluruh dan mendalam, sehingga tercipta hubungan yang baik

pada Allah Swt, umat manusia dan alam sekitar serta menjadikan agama

sebagai pedoman hidupnya.

5. Tugas dan Peran Guru PAI

a Tugas Guru

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun

diluar dinas yang berbentuk pengabdian. Secara umum tugas guru dapat
14

dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni tugas dalam bidang profesi,

tugas kemanusiaan, dan dalam bidang kemasyarakatan (Usman,2011: 6).

Dalam referensi lain Roestiyah (2005: 26) menyebutkan bahwa

dalam mendidik guru memiliki tugas untuk: (1) Menyerahkan

kebudayaan kepada peserta didik berupa kepandaian, kecakapan dan

pengalaman-pengalaman; (2) Membentuk kepribadian peserta didik yang

harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara Pancasila; (3) Menyiapkan

peserta didik menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-undang

Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II tahun 1983; (4)

sebagai perantara dalam belajar. Didalam proses belajar mengajar guru

sebagai perantara atau medium, peserta didik harus berusaha mencari

suatu pengertian atau insight, sehingga timbul perubahan dalam

pengetahuan, tingkah laku dan sikap; (5) Guru adalah pembimbing yang

bertugas membawa peserta didik kearah kedewasaan, guru bukan maha

kuasa, guru tidak dapat membentuk peserta didik sekehendaknya, tetapi

peserta didik dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang

diperolehnya.

Adapun menurut Mulyana (2010: 2) tugas guru dibagi menjadi

lima bagian, yaitu:

1) Guru Sebagai Pengajar

Tugas guru sebagai pengajar yaitu menyampaikan materi pelajaran

kepada siswa hingga tuntas sehingga siswa memahami matri yang

diberikan. Satu hal yang penting adalah guru selalu dianggap pintar oleh
15

siswanya. Oleh karena itu guru perlu persiapan matang agar materi dapat

disampaikan dengan baik.

2) Guru Sebagai Pendidik

Tugas guru sebagai pendidik memiliki makna ganda, yaitu guru

harus mampu membuat siswanya pintar dalam pelajaran sekaligus

membimbing siswanya agar memiliki tingkah laku yang baik. Sebagai

pendidik guru tidak hanya sebagai pengajar dalam kelas saja, tetapi juga

memiliki tanggung jawab diluar kelas. Dengan demikian guru sebagai

pendidik memiliki predikat yang lebih baik daripada sebagai pengajar.

3) Guru Sebagai Pejuang Akademik

Melihat peran dan fungsi guru, sesungguhnya tugas guru tidak

hanya mengajar dikelas maupun mendampingi siswa saja, tetapi lebih

kepada upaya membantu meningkatkan kualitas pendidikan secara uum.

Guru juga mempunyai tugas untuk membesarkan sekolahnya. Mislanya

mengajar dengan baik agar nilai ujian nasional baik, membimbing siswa

dalam mengikuti kegiatan perlombaan sehingga dapat memenangkannya.

Jika melihat manajemen marketing, khususnya marketing sekolah

maka sekolah yang memiliki kualitas yang baik akan laku dan dapat

bersaing di pasar. Ketika kualitas sekolah itu terus menanjak maka akan

membuat calon wali murid tertarik kepada sekolah tersebut. Maka dapat

dipastikan bahwa sekolah tersebut dimasa depan akan menjadi baik jika

wali murid sudah tertarik. Dengan demikian, tugas guru sebagai pejuang

akademik dapat tercapai dengan baik pula.

4) Guru Sebagai Duta Ilmu Pengetahuan


16

Sebagai duta ilmu pengetahuan guru memiliki tugas penting

sebagai seorang yang menyampaikan ilmu kepada siswanya. Guru tidak

hanya memberi bekal ilmu pengetahuan saja kepada siswanya, tetapi juga

kemampuan skill, kepribadian, perilaku leadership dan pemahaman

agama yang memadai.

5) Guru Sebagai Pencerdas Masyarakat

Tugas guru memang tidak sesempit yang selama ini kita pahami,

karena tugas guru sebenarnya tidak dibatasi oleh dinding tembok kelas

atau pagar sekolah tetapi mestinya guru harus dapat mengembangkan

tugas untuk membantu mencerdaskan bangsa. Peran serta guru di

masyarakat tidak kalah pentingnya dibanding ketika dalam kelas.

b Peran Guru
Peranan guru dizaman sekarang bukan hanya sebagai pengajar saja,

namun guru berperan sebagai motivator belajar anak. Sebagai motivator

guru diharapkan mampu mendorong anak didiknya untuk senantiasa

belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media

(Ahmadi & Supriyono, 2008: 105).

Sulhan (2016: 35) menyatakan setidaknya ada tujuh peran yang

perlu dijalankan oleh seorang guru yaitu:

1) Sebagai Edukator

Peran guru sebagai pengajar dan pendidik merupakan peran

utama. Peran ini tidak bisa dihindarkan dan tidak bisa diganti dengan

profesi lain.

Sebagai seorang pendidik, guru membimbing dan membina

anak didik agar menjadi pribadi yang lebih baik dan menjadi manusia
17

yang memilki karakter, aktif, kreatif dan memiliki kemandirian. Karena

itulah mendidik lebih dekat dengan transfer of values.

Sebagai seorang pengajar, guru dituntut untuk menguasai materi

pelajaran dengan baik. Hal ini menetukan baik dan buruknya seorang

guru. Dikarenakan guru merupakan sumber belajar bagi siswanya. Baik

mendidik maupun mengajar merupakan tugas dan tanggung jawab bagi

seorang guru.

2) Sebagai Motivator

Guru berperan untuk selalu memotivasi peserta didik agar terus

dan senang dalm belajar. Guru harus membawa impian anak ke masa

depan untuk menjadi kenyataan. Guru juga harus membawa energi

positif kepada anak. Guru juga dituntut untuk mencari nilai positif yang

ada pada anak didik agar nantinya anak menjadi termotivasi untuk

melakukan kegiatan yang bernilai positif.

3) Sebagai Fasilitator

Sebagai seorang fasilitator, guru harus mampu menjadi

penghubung bagi anak didik utamanya penghubung dalam memberikan

pemahaman materi kepada anak didik dalam proses pembelajaran.

Banyak hal yang harus dipersiapkan oleh guru seperti memberikan

rangsangan dalam bentuk pertanyaan. Selain itu guru dituntut untuk

memamahmi, menguasai dan mengembangkan media pembelajaran agar

memudahkan pemahaman materi pada anak didik, sehingga peran ini

dapat optimal nantinya.

4) Sebagai Inovator
18

Dalam menjalankan peran sebagai inovator, guru memberikan

rangsangan kepada anak-anak untuk melakukan ide-ide baru. Hal ini

tampak pada kreativitas guru dalam berbagai hal dan ini juga yang dapat

menjadikan anak didik menjadi aktif dan kreatif.

5) Sebagai Pengelola Pembelajaran

Dalam menjalankan peran ini, guru dituntut untuk mampu

menciptakan situasi kelas yang kondusif. Kondusif bukan berarti sepi,

akan tetapi kelas yang kondusif adalah kelas yang mana semua siswa

terlibat aktif. Siswa tidak hanya menunggu guru menyampaikan materi

tetapi juga mencari informasi dengan kemauan sendiri. Untuk itu guru

dituntut untuk memiliki pengelolaan kelas yang baik dan memiliki

perencanaan yang matang.

6) Sebagai Demonstrator

Ada dua konteks guru sebagai demonstrator menurut Sanjaya

yang dikutip oleh Sulhan (2016: 38) pertama, guru harus menunjukkan

sikap-sikap yang terpuji dalam setiap aspek kehidupan. Apa yang

menjadi tingkah laku guru akan menjadi acuan bagi anak didik. Kedua,

guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi

pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap anak.

7) Sebagai Pembimbing

Menyadari bahwa setiap anak memiliki keunikan, kecerdasan

dan keberagaman satu sama lain. Hal ini seringkali membuat anak-anak

memiliki keterbatasan pemahaman tentang dirinya. Untuk itu perlu


19

adanya bimbingan dengan tujuan menemukan potensi yang ada dalam

dirinya.

Agar mampu menjadi pembimbing yang baik, guru dituntut

untuk memahami keberagaman anak mulai dari kecerdasan anak, gaya

belajar, bakat anak serta latar belakang anak. Pemahaman ini penting

untuk menentukan teknik yang akan dilakukan dalam membimbing.

Sedangkan meenurut Usman (2011: 8) Peran guru terbagi menjadi

tiga bagian yakni peran guru dalam pengadministrasian, peran guru

secara pribadi, peran guru secara psikologis. Masing-masing peran dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Peran Guru dalam Pengadmministrasian

a) Pengambil inisiatif, pengarah dan penilai kegiatan pendidikan.

Dapat diartikan guru turut serta dalam kegiatan pendidikan yang

direncanakan dan ditentukan nilainya.

b) Wakil masyarakat, guru menjadi bagian dari masyarakat di

sekolah dan guru mengikuti kemauan masyarakat.

c) Orang yang ahli dalam pelajaran. Guru berperan memberikan

pengetahuan pada generasi muda.

d) Penegak disiplin.

e) Pelaksana administrasi pendidikan. Bertanggung jawab dalam

kelancaran pendidikan dan mampu menjadi administrator dalam

pendidikan.’

f) Pemimpin generasi muda, yaitu berperan menyiapkan siswa

menjadi masyarakat dewasa.


20

g) Penerjemah masyarakat, yaitu sebagai informan masyarakat

khususnya tentang pendidikan.

2) Peran Guru Secara Pribadi

a) Petugas sosial, yaitu sebagai orang yang membantu kepentingan

masyarakat.

b) Pelajar dan ilmuwan, selalu mempelajari hal-hal baru dan

mengembangkan kemampuan untuk mengikuti perkembangan

zaman.

c) Orang tua, yaitu menjadi orang tua kedua bagi siswa-siswanya di

sekolah.

d) Pencari teladan, berperan sebagai contoh bagi siswa utamanya

dalam perilaku sehari-hari.

e) Pencari keamanan, yaitu guru selalu menjadi pelindung bagi

siswa dan selalu memberikan rasa aman pada siswa

3) Peran Guru Secara Psikologi

a) Ahli psikologi pendidikan, yaitu orang yang bertugas sebagai

psikolog pendidikan dan melaksanakan tugasnya berdasarkan

prinsip psikologi.

b) Seniman dalam hubunngan antar manusia (artist in human

relation), yaitu orang yang melakukan hubungan dengan sesama

manusia dalam kepentingan tertentu, khususnya dalam bidang

pendidikan.

c) Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan.


21

d) Catalytic agent, yaitu orang yang memiliki pengaruh dalam

pembaharuan, sering juga disebut inovator.

e) Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker) yang

bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental

khususnya mental siswa.

Dari penjabaran diatas, dapat disimmpulkan bahwa peran guru tidak

hanya sebatas mengajar saja, akan tetapi guru juga berperan sebagai

motivator, sebagai psikolog, sebagai pemberi teladan, sebagai pelakasana

pendidikan dan sebagai orang tua siswa yang senantiasa membimbing siswa

ketika berada di sekolah.

F. Sikap

a. Pengertian Sikap

Setiap individu pasti memiliki sikap kepribadiannya yang membedakan

dengan individu lainnya. Pada umumnya sikap diartikan sebagai suatu tindakan

dari setiap individu dalam merespon kejadian. Menurut Abu ahmadi (2009:

150) sikap merupakan tingkatan kecenderungan kearah positif atau negatif dan

berkaitan dengan objek psikologi. Objek psikologi meliputi: simbol, kata-kata,

slogan, orang, lembaga, ide dan lain sebagainya. Seseorang dikatakan

cenderung bersikap positif apabila ia suka (like) terhadap suatu objek

psikologi, sebaliknya bila ia tidak suka (dislike) terhadap objek psikologi maka

dia cemderung bersikap negatif.

Azwar (2015: 5) menyatakan sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau

kesiapan antisipatif, kecenderungan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi

sosial, secara sederhana sikap adalah respon terhadap rangsangan sosial yang
22

telah dikondisikan. Pengkondisian yang dimaksud adalah kecenderungan

individu untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila dihadapkan pada

rangsangan yang menghendaki adanya respon.

Sikap (attitude) adalah istilah yang menggambarkan pandangan

seseorang terhadap benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok berupa

perasaan senang, tidak senang ataupun perasaan biasa saja (Sarwono, 2009:

201). Sedangkan menurut Sarlito dan eko (2009: 151), sikap merupakan

penilaian seseorang berupa penilaian positif ataupun negatif terhadap suatu

objek, objek tersebut dapat berupa benda, manusia dan informasi.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap

merupakan pandangan manusia baik positif ataupun negatif terhadap suatu

objek baik berupa benda, makhluk ataupun informasi. Proses terbentuknya

sikap ini biasanya terjadi akibat adanya rangsangan yang timbul dari suatu

objek tertentu.

b. Komponen Sikap

Secara umum komponen sikap terdiri dari tiga bagian yaitu kognitif,

afektif dan komponen perilaku atau konatif (Azwar, 2010: 23-28):

1. Komponen kognitif, berkenaan dengan kepercayaan atau pemahaman

seseorang terhadap objek setelah melewati proses melihat, mendengar

dan merasakan. Informasi yang masuk melalui tahapan tersebut akan

memberikan nilai baru terhadap objek yang ada.

2. Komponen afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan perasaan

seseorang terhadap sesuatu terhadap objek yang dilihatnya.


23

3. Komponen konatif atau perilaku, merupakan komponen yang berkaitan

dengan kecenderungan seseoramg untuk bertindak sesuai keinginannya

terhadap objek yang dilihatnya.

Kecenderungan sikap seseorang baik positif ataupun negatif dapat dilihat

melalui komponen-komponen yang muncul dalam diri seseorang. Konsep

sikap dibentuk melalui tiga hal yaitu kognitif yang berisi pemikiran atau ide

terhadap objek berupa penilaian, kesan, keyakinan dan tanggapan. Komponen

kedua yaitu afektif merupakan perasaan atau kondisi emosional seseorang

berupa rasa senang, tidak senang, suka dan tidak suka dalam melihat objek.

Sedangkan komponen konatif merupakan tindakan seseorang terhadap suatu

objek yang diamati (Sarlito dan Eko, 2009: 154).

Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap terbentuk dari

tiga hal yakni komponen kognitif berupa pemahaman dan pandangan individu

terhaap objek. Komponen afektif yang berupa perasaan suka atau tidak suka

terhadap objek sikap. Dan komponen konatif yang merupakan tindakan

individu terhadap objek sikap.

c. Ciri-ciri Sikap

Sikap menentukan tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan

segala sesuatu yang berkaitan dengan orang maupun kejadian. Gerungan

(2009: 163-164) mengungkapkan ciri-ciri sikap sebagai berikut:

1) Sikap dibentuk dan dipelajari selama masa perkembangan manusia dalam

hubungannya dengan objek sikap, artinya sikap tidak dibawa sejak lahir.

2) Sikap dapat berubah-ubah, karenanya sikap dapat dipelajari orang.


24

3) Sikap tidak terbentuk sendiri, tetapi sikap selalu terbentuk, dipelajari dan

berubah sesuai kondisi objeknya.

4) Sikap berkaitan dengan satu objek saja ataupun kumpulan dari beberapa

objek tertentu yang serupa.

5) Sikap memiliki sisi motivasi dan sisi perasaan.

d. Perubahan dan Pembentukan Sikap

Sebagaimana diketahui, bahwa sikap tidak dibentuk sejak lahir,

melainkan terbentuk setelah adanya hubungan dan interaksi yang dialami oleh

seseorang. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan yang saling

mempengaruhi dan hubungan timbal balik. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi berubahnya sikap dan terbentuknya sikap baru seseorang

terhadap objek. Faktor-faktor pembentuk sikap menurut Saifuddin Azwar

(2007: 30) adalah:

1) Pengalaman pribadi, dalam pembentukan sikap pengalaman pribadi harus

meninggalkan kesan yang kuat pada diri seseorang. Sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila kesan yang kuat tersebut berhubungan langsung

dengan faktor emosional seseorang yang melibatkan penghayatan

terhadap pengalaman secara mendalam dan lama.

2) Kebudayaan, pengaruh kebudayaan yang dalam hal ini lingkungan sangat

penting dalam pembentukan sikap seseorang.

3) Pengaruh orang lain, seperti orang tua, teman memiliki pengaruh besar

terhadap sikap seseora, yang berupa kecenderungan untuk menghindari

konflik terhadap orang yang dianggap berpengaruh.


25

4) Media massa, memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan

sikap seseorang. Penyampaian informasi yang berisi sugesti apabila

cukup kuat akan memberikan perubahan opini seseorang terhadap

sesuatu. Dari dasar tersebut maka sikap seseorang akan terbentuk.

5) Institusi atau lembaga pendidikan, memiliki pengaruh dikarenakan dalam

lembaga pendidikan terjadi peletakan konsep moral dan dasar ajaran

agama yang menentukan tingkat kepercayaan seseorang.

6) Faktor emosional, bentuk sikap tidak semuanya berasal dari luar

seseorang, adakalanya didasarkan dari emosi dari seseorang. Emosi

tersebut berfungsi sebagai penyaluran dan peralihan pertahanan ego

seperti prasangka.

G. Disiplin

a. Pengertian Disiplin

Handoko (2014: 208) menyatakan “disiplin adalah kegiatan manajemen

untuk menjalankan standar-standar organisasional”. Disiplin merupakan suatu

kondisi yang terbentuk melalui kesadaran diri sendiri untuk patuh, taat, tertib,

teratur dan setia terhadap sesuatu (Prijodarminto, 1994:23). Sedangkan

menurut Yunus & Qosim (1991: 32) menyatakan:

‫النظ ام ه و الق وة ال ىت هبا بيت املدرس ىف نق وس تالمي ذه روح الس لوك احلس ان ويك ون فيهم ع ادة الطاع ة‬
‫واحرتام القوة احلاكمة واخلضوع للقو انني واالنقياد هلا انقيادا ينطبق على قواعد الرتبية كل االنطباق وهو‬
‫احملور الذى تدور عليه مجيع االعمال باملدرسة‬
Artinya: Disiplin adalah kekuatan yang ditanamkan oleh para pendidik
untuk menanamkan dalam jiwa tentang tingkah laku dalam pribadi
murid dan bentuk kebiasaan dalam diri mereka, tunduk dan patuh
dengan sebenar-benarnya pada aturan-aturan yang sesuai dengan
prinsip pendidikan yang sesungguhnya yaitu inti yang dijalankan pada
setiap aktivitas sekolah.
26

Dalam Islam, disiplin sebenarnya telah disinggung dalam Al-Qur’an

yang menjelaskan tentang berharganya waktu. Sehingga umat Islam di

perintah untuk menjalankan waktunya dengan sebaik-baiknya. Dalam surat

Al-Ashr ayat 1-3:

ِ ِ ‫ إِالَّالَّ ِذين ءامنُ واْ وع ِملُ وا‬. ‫ إِنَّاإْلِ نْس ن لَِفى خس ٍر‬. ‫والْعص ِر‬
َ ‫ص ْوا بِ احْلَ ِّق َوَت َوا‬
‫ص ْوا‬ َ ‫الص لحت َوَت َوا‬
ّ َ َ ََ َ ُْ َ َْ
)1-3:103‫الصرْبِ (العصر‬ َّ ‫ب‬ِ
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling
menasehati supaya menetapi kesabaran” ( Q.S Al-Ashr 103: 1-3. Al-
Qur’an Terj. Departemen Agama, 1978).

Ayat diatas berdasarkan tafsir Al-Maraghi menjelaskan dalam ajaran

Islam waktu betapa penting (makna) dalam kehidupan manusia. Kebanyakan

manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang Allah kecualikan.

Terdapat 3 cara agar tidak termasuk orang yaang merugi, yaitu: (a) Beriman

dan beramal Sholeh, (b) Saling menasehati dalam kebaikan, (c) Saling

menasehati tentang kesabaran (Shofia dan Tanto, 2017: 21).

Kata “disiplin” dikualifikasikan menjadi tindakan patuh dan tertib

terhadap berbagai aturan dan ketentuan (Fadhila dan Latif, 2013:40).

Seseorang dikatakan disiplin apabila melakukan pekerjaan dengan tertib dan

teratur sesuai waktu dan tempat yang ditetapkan, serta dikerjakan dengan (a)

penuh kesadaran; (b) tekun; (c) tanpa paksaan dari siapapun atau ikhlas

(Zuriah, 2011:83).

Jadi, disiplin merupakan sikap patuh, taat, menghargai waktu dan tertib

terhadap peraturan yang berlaku yang terlahir dari dalam diri sendiri dan

terbentuk melalui kesadaran dirinya ataupun lingkungannnya.


27

b. Tujuan Disiplin

Pembentukan sikap disiplin bukan merupakan suatu pengekangan

ataupun pembatasan ruang gerak siswa, akan tetapi pembentukan sikap

disiplin dilakukan agar setiap siswa memiliki rasa tanggung jawab dan lebih

menghargai waktu yang mereka miliki. Sehingga tujuan disiplin adalah

membentuk perilaku yang sedemikian rupa agar ia mampu menjalankan

peranperan dalam setiap kehidupannya.

Tujuan disiplin menurut Elizabeth B. Hurlock (1993: 56) adalah

membentuk prilaku sedemikian rupa hingga ia mampu menjalankan peran-

peran yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh kelompok budaya,

tempat individu itu diidentifikasikan.

Sedangkan menurut Charles tujuan disiplin terbagi menjadi dua yaitu:

1) Tujuan jangka panjang yaitu supaya anak terlatih dan terkontrol dengan
ajaran yang pantas.
2) Tujuan jangka panjang yaitu untuk untuk mengembangkan dan
mengendalikan diri anak tanpa pengaruh kendali dari luar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan disiplin adalah untuk membentuk

prilaku seseorang ke dalam lingkungannya agar mampu menjalankan tugas-

tugasnya yang sesuai dengan kelompok budayanya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan.

Sikap disiplin terbentuk melalui pengaruh ataupun faktor-faktor yang

terjadi. Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin ialah (1) Kesadaran diri,

menjadi motif dan alasan kuat bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan

keberhasilan diri. (2) Pengikut dan ketaatan, sebagai praktik dan penerapan

atas peraturan yang mengikat perilaku individunya. (3) Alat pendidikan,

untuk membentuk, membina, mempengaruhi perilaku agar sesuai dengan


28

nilai yang ada dan telah diajarkan. (4) Hukuman, sebagai upaya meluruskan,

mengoreksi, membenarkan yang salah agar kembali kepada prilaku yang

sesuai dengan harapan. (5) Teladan, dalam disiplin siswa lebih suka melihat

dan kemudian meniru apa yang dilakukan orang lain daripada hanya sekedar

mendengar. (6) Lingkungan berdisiplin, individu yang berada di lingkungan

disiplin tinggi cenderung memiliki sikap disiplin tinggi dari pada individu

yang berada di lingkungan disiplin rendah. (7) Latihan berdisiplin, Disiplin

melalui latihan secara terus menerus dalam kehidupan individu (Tu’u, 2004:

48-49).

Dalam referensi lain, sebagaimana dikemukakan oleh Azhar, Sulistiani,

& Zakariya (2020: 74-77) faktor yang mempengaruhi kedisiplinan ialah:

1) Faktor keluarga (orang tua), keluarga memiliki peran penting dalam

membentuk kedisiplinan seseorang. Keluarga bertugas membimbing,

mengarahkan anaknya. Dalam hal ini, orang tua dituntut untuk tegas,

menjadi teladan dalam disiplin, mendisiplinkan anak untuk

menyelesaikan semua tanggung jawab anak, dan memberikan kasih

sayang pada anak.

2) Faktor pendidik, pendidik memegang peran penting setelah keluarga.

Pendidik berperan dalam membimbing dan mengarahkan anak di

sekolah. Dalam membentuk kedisiplinan, pendidik selalu

memberikan contoh dan memberikan penjelasan mengenai

kedisiplinan pada anak.

3) Hukuman, hukuman juga bereparn dalam membentuk kedisiplinan

anak. pemberian hukuman yang tepat pada anak akan memberi efek
29

jera pada anak, sehingga secara perlahan kedisiplinan anak akan

terbentuk.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa faktor pembentuk sikap

disiplin terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal berasal dari dalam diri sendiri diantaranya kesadara diri dan

latihan disiplin. Sedangkan faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar

diri yang meliputi keluarga, alat pendidikan, hukuman, ketaatan atau

pengikut, teladan dan lingkungan berdisiplin.

d. Ciri-ciri Sikap Disiplin

Untuk dapat dikategorikan sebagai seseorang yang memiliki sikap

disiplin, syarat harus dipenuhi menurut Rahman (2011: 25) ialah:

1. Ketaatan terhadap peraturan

Peraturan merupakan pola yang ditetapkan untuk tingkah laku.

Penetapan pola dilakukan oleh orang tua, guru, pengasuh atau teman

bermain dengan tujuan membekali anak dengan pedoman perilaku yang

telah disetujui dalam kondisi tertentu.

2. Kepedulian terhadap lingkungan.

Sikap disiplin dapat dibina dan dibentuk berdasarkan kondisi

lingkungannya. Dalam hal ini keadaan lingkungan berkaitan dengan ada

atau tidaknya sarana yang diperlukan dalam proses pembelajaran,

menjaga kebersihan lingkungan mereka.


30

3. Partisipasi dalam proses pembelajaran

Keterlibatan aktif berupa datang tepat waktu , selalu absen dan

aktif dalam mengerjakan tugas ataupun belajar merupakan perilaku yang

ditunjukkan sebagai ciri dari sikap disiplin dalam proses pembelajaran.

4. Kepatuhan menjauhi larangan. Larangan digunakan untuk menghindari

perilaku yang tidak diinginkan.

H. Kedisiplinan Siswa

1. Pentingnya Kedisiplinan Siswa

Kedisiplinan menjadi sesuatu yang penting bagi setiap orang. Tanpa

disiplin seseorang akan sulit menjalankan tugas yang diberikan dengan baik.

Demikian pula dalam lingkungan sekolah, tanpa disiplin yang baik fungsi

pembelajaran tidak akan mampu berjalan dengan baik. Pada siswa disiplin di

sekolah berarti mentaati segala tauran yang dibuat oleh sekolah, tanpa

mentaati aturan tersebut siswa tidak akan mampu memperoleh hasil yang baik

( Taufiq, 2016).

Pentingnya kedisiplinan siswa dalam mentaati aturan sekolah menurut

Taufiq (2016) ialah (a) Bagi siswa, dapat menaikkan prestasi akademik siswa

dengan tanggap terhadap masalah yang muncul dan menyelesaikan smua

tugas secara tepat waktu. (b) Bagi guru, pada saat proses pembelajaran guru

lebih mudah mengelola kelas dan menjelaskan materi pelajaran sehingga

siswa menjadi lebih mudah dalam memahami pelajaran. (c) Bagi sekolah,

kedisiplinan siswa akan memberikan kelancaran terhadap kegiatan-kegiatan

sekolah.
31

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin begitu penting,

tidak hanya bagi siswa saja, akan tetapi juga berdampak pada lingkungan

sekitar. Siswa yang memiliki disiplin tinggi cenderung memiliki prestasi

akademik yang baik. Pada lingkungan sekitar seperti sekolah, kedisiplinan

siswa penting untuk menjalankan dan merealisasikan fungsinya secara tepat

dan baik.

2. Bentuk-Bentuk Kedisiplinan dan Ketidak Disiplinan Siswa

Hidayah, Hanif & Santoso (2020: 58) mengemukakan bentuk bentuk

kedisiplinan siswa yaitu (1) Disiplin dalam menegakkan peraaturan, dengan

tujuan aagar siswa terbiasa disiplin pada peraturan yang harus dilaksanakan.

(2) Disiplin waktu, dengan cara patuh terhadap aturan jam masuk dan pulang

yang ditetapkan oleh madrasah. (3) Disiplin kelas, yaitu menaati peraturan-

peraturan yang dibuat oleh kelas.

Selain disiplin, siswa banyak melakukan pelanggaran kedisiplinan.

Pelanggaran kedisiplinan siswa yang sering terjadi di sekolah ialah terlambat

datang kesekolah, berada dikantin saat jam pelajaran, berkelahi, membolos,

tidak memperhatikan guru saat menjelaskan, tidak mengejerkan tugas dan

lain-lain. Salah satu penyebab ketidak disiplinan ini ialah kurangnya solusi

dari guru pada peserta didik, guru hanya memberikan kritik pada pekerjaan

siswa. Selain itu kurangnya umpan balik dari guru, menghukum tanpa

memberi penjelasan pada siswa juga menjadikan penyebab munculnya

ketidak disiplinan dari para siswa (Najmuddin, Fauzi & Ikhwani, 2019: 203).
32

3. Upaya dalam Membentuk Kedisiplinan Siswa

Seperti diketahui, dalam membentuk kedisiplinan membutuhkan berbagai

usaha dan program, utamanya pendidik yang memiliki kedekatan langsung

dengan siswa dituntut untuk memberikaan usaha agar kedisiplinan siswa

dapat terbentuk. Azhar, Sulistiani & Zakariya (2020: 73) menyatakan bahwa

pendidik adalah pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di

sekolah. Seorang pendidik hendaknya bertanggung jawab dan menegakkan

kedisiplinan pada siswanya agar nantinya siswa menjadi orang yang memiliki

kedisiplinan tinggi. Selain itu, dalam pembentukan kedisiplinan siswa perlu

melibatkan seluruh pihak sekolah sehingga hambatan yang ada dalam

pelaksanaannya dapat berjalan efektif (Taufiq, 2016).

Adapun upaya dalam membentuk kedisiplinan siswa menurut

Najmuddin, Fauzi & Ikhwani (2019: 201):

a) Kegiatan ekstrakurikuler, melalui kegiatan ekstrakurikuler pembimbing

dapat memberikan pengajaran kedisiplinan dan pentingnya disiplin

dalam kehidupan.

b) Keteladanan, dengan adanya teladan dalam kehidupan siswa dapat

memacu minat siswa untuk meningkatkan kedisiplinan.

c) Pemahaaman dan penghargaan oleh guru terhadap siswa dan tidak

memaksakan kehendak.

d) Sosialisai, disiplin perlu disosialisasikan mengenai manfaatnya bagi diri

sendiri maupun lingkungan sekitar.


33

e) Pelatihan kepemimpinan, melalui latihan seperti ini siswa aakan

terbiasa memimpin dan mengatur dirinya sendiri, sehingga disiplin akan

terbentuk pada diri siswa.

f) Pengembangan pendidikan penyadaran, artinya peserta didik disadarkan

tentang peranan, tugas dan tanggung jawabnya.

g) Pembiasaan, dengan dibiasakan mengikuti kegiatan-kegiatan positif

tanpa ada paksaan ataupun kekerasan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan siswa perlu

diupayakan oleh seluruh elemen yang ada di sekolah. Adapun upaya yang

dilakukan ialah pengadaan ekstrakurikuler, penyadaran, pembiasaan,

pelatihan dan pemberian teladan pada siswa.

I. Kajian Pustaka

1. Saraskia Mei (2020) penelitian yang berjudul “Peran Guru Pendidikan

Agama Islam dalam Pembentukan Karakter Kedisiplinan Siswa di SMK

PGRI 3 Malang” menyimpulkan bahwa guru pendidikan agama islam

sudah menjalankan perannya dengan baik. Guru berperan sebagai

pengajar, yaitu guru mengajarkan tentang disiplin yang baik. Guru sebagai

teladan, yaitu guru sudah memberikan contoh disiplin yang baik. Guru

sebagai pembimbing, yaitu guru pendidikan agama Islam sudah

membimbing dan mendampingi siswa dalam melakukan kegiatan sholat

dhuha berjamaah dan agar selalu berdisiplin. Guru sebagai penasehat atau

motivator, yaitu guru pendidikan agama Islam telah memotivasi serta

menasehati siswa agar selalu memiliki sikap disiplin. Guru berperan


34

sebagai evaluator, yaitu guru pendidikan agama Islam selalu mengevaluasi

hasil akademis maupun tingkah laku siswa.

2. Ramadhan (2020) penelitian yang berjudul “Peran Guru PAI dalam

Membina Karakter Kedisiplinan Siswa di SMP Negeri 6 Batang”

berkesimpulan bahwa guru berperan sebagai pendidik, fasilitator, teladan,

dan motivator. Dengan peran tersebut guru juga membina karakter disiplin

anak pada saat pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Selain itu

upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam membina karakter disiplin

yaitu menjaga kebersihan, jum’at bersih, kegiatan shalat dhuha berjamaah,

membaca surat pendek di setiap awal kegiatan pembelajaran pada jam

pertama.

Skripsi ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan. Kesamaan

terdapat pada peran guru pendidikan agama islam dan disiplin siswa.

Kesamaan lain terdapat pada pendekatan penelitian, yaitu dengan

pendekatan kualitatif. Perbedaannya terletak pada fokus penelitian, dalam

penelitian ini lebih fokus pada usaha guru, implementasi dan efektifitas

pembentukan sikap disiplin secara umum maupun dimasa pandemi.

Perbedaan lainnya terletak pada lokasi penelitian, penelitian ini dilakukan

di SMP Wahid Hasyim Malang.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian merupakan proses mencari, mendapatkan, merumuskan,

mengorganisasikan, menguumpulkan, mengolah dan menganalisis serta

menyusun hasil laporan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif deskriptif dimaksudkan

untuk menggambarkan dan mendeskripsikan suatu peristiwa atau kondisi

tempat tertentu secara mendalam dan menyeluruh serta berjalan alami,

sebagaimana adanya, tanpa rekayasa.

Menurut Moleong (2009:6) Peneltian kualitatif adalah penelitian yang

bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian,

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan laim-lain, secara holistik

dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah.

Dengan demikian, peneliti ingin mendeskripsikan secara faktual dan

sistematis mengenai peran guru PAI dalam pembentukan sikap disiplin pada

siswa kelas VIII di SMP Wahid Hasyim Malang tahun ajaran 2020/2021.

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kasus. Studi kasus merupakan penelitian tentang suatu “kesatuan sistem”.

Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok

individu yang terkait oleh tempat, waktu, atau ikatan tertentu.

35
36

Studi kasus merupakan jenis penelitian yang mengarah kepada penghimpunan

data, pengambilan makna, dan memperoleh pemahaman dari kasus tersebut

(Ghony & Fauzan, 2017: 62).

Dalam referensi lain, sebagaimana disampaikan oleh Ulfatin (2015: 50)

studi kasus dipandang sebagai metode sekaligus sebagai satu rancangan

dalam mengumpulkan informasi yang memadai tentang fakta-fakta sosial,

peristiwa, seseorang atau kelompok yang diteliti dengan tujuan untuk

dipelajari.

Maka dalam hal ini, peneliti terjun langsung ke dalam lingkungan

sekolah SMP Wahid Hasyim yang menjadi obbjek penelitian. Dengan

demikian, melalui pendekatan dan jenis penelitian ini, tujuan yang ingin

dicapai peneliti adalah menjelaskan secara mendalam, seakurat mungkin serta

sesubjektif mungkin mengenai data-data atau informasi yang telah diperoleh

peneliti melalui hasil observasi terhadap objek penelitian dan wawancara dari

informan terkait mengenai Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam

Pembentukan Sikap Disiplin Siswa Kelas VIII di SMP Wahid Hasyim

Malang Tahun Ajaran 2020/2021 di masa pandemi Covid 19 yang mana

terdiri dari tiga fokus kajian penelitian yaitu usaha yang dilakukan guru,

implementasi pembentukan sikap disiplin, dan efektifitas pembentukan sikap

disiplin di masa pandemi.

J. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama

sekaligus pengumpul data. Sehingga kehadiran peneliti dalam penelitian ini

mutlak diperlukan demi memperoleh data yang akurat dan sesuai kondisi
37

yang ada di lapangan. Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan

instrumen kunci (key instrumen) dari awal hingga akhir penelitian.

Menurut Ghony & Fauzan (2017: 95), instrumen dalam penelitian

kualitatif adalah yang melakukan penelitian itu sendiri, dalam hal ini ialah

peneliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan key instrumen yaitu

orang yang membuka kunci, menelaah, mengeksplorasi seluruh ruang secara

cermat, tertib dan leluasa.

Oleh karena peneliti merupakan key instrumen, maka dalam penelitian ini

peneliti hadir dan berinteraksi secara langsung ke dalam objek penelitian

untuk melakukan obsrevasi, wawancara mendalam dan aktivitas-aktivitas

lainnya demi memperoleh data yang sesuai dengan fakta. Dengan demikian,

peneliti terjun langsung ke lapangan tanpa diwakilkan kepada orang lain.

K. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Wahid Hasyim yang terletak di Jl.

MT Haryono No. 165, Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa

Timur. Lokasi ini dipilih karena SMP Wahid Hasyim merupakan salah satu

lembaga berbasis ke Islaman yang kental dengan nuansa pembelajaran

keagamaan, akan tetapi permasalahan yang melekat di SMP Wahid Hasyim

tetap terus terjadi yaitu permasalahan kedisiplinan siswa. Dimana masih

banyak ditemui siswa yang tidak mengikuti kegiatan-kegiatan yang

ditentukan oleh pihak sekolah baik di masa pandemi ataupun sebelum

pandemi.
38

L. Sumber Data

Siyoto dan Sodik (2015: 67) menyatakan “data adalah sesuatu yang

belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya

pengolahan”. Data dapat berupa deskripsi, huruf, angka, gambar dan lain-lain.

Dalam penelitian ini, terdapat dua sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang di ambil oleh peneliti secara langsung

dari informan. Data tersebut diperoleh dari orang-orang yang mengetahui

masalah secara langsung dilapangan, dan diperoleh melalui observasi,

wawancara secara mendalam kepada informan. Dalam penelitian ini

sumber datanya adalah kepala sekolah, waka kurikulum guru PAI, Siswa

kelas VIII SMP Wahid Hasyim tahun ajaran 2020/2021 dan guru BK.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang

telah ada sebelumnya. Data ini bersifat pendukung atau penguat dari data

primer yang telah didapatkan sebelumnya. Data sekunder dapat diperoleh

dari arsip sekolah, dokumen, jurnal harian, buku dan lain-lain.

M. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian merupakan hal yang esensial.

Metode dalam pengumpulan data bertujuan supaya peneliti memperoleh data

sesuai dengan tujuan awal. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data

yang digunakan yaitu:


39

1. Observasi

Ghony & Fauzan (2017: 165) menyatakan metode observasi merupakan

teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti terjun ke lapangan

untuk mengamati hal-hal yang berkaitan denagn perilaku, tempat, pelaku,

kegiatan, waktu, peristiwa, benda-benda, tujuan dan perasaan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sutopo dalam Masykuri (ed). (2011:

131) teknik observasi digunakan untuk memperoleh data dari sumber data

yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda dan rekaman gambar.

Berdasarkan kedua konteks diatas, kegiatan observasi merupakan

kegiataan pengamatan terhadap sesuatu mulai dari peristiwa, perilaku,

kegiatan, dll. yang bertujuan unntuk memperoleh data yang berkaitan

dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi

partisipatif. Observasi partisipatif merupakan teknik observasi yang

menharuskan peneliti terjun dan terlibat dalam kehidupan masyarakyang

diteliti dengan tujuan mendapatkan informasi-informasi dari gejala yang

ada (Ghony & Fauzan, 2017: 166).

Dalam kegiatan observasi partisipatiif ini peneliti tidak terlibat secara

aktif, akan tetapi terlibat dalam partisipasi pasif. Menurut Ulfatin (2015:

214) partisipasi pasif merupakan kegiatan dimana peneliti hanya

mengamati objek saja tanpa terlibat dalam kegiatan yang diamati.

Kegiatan observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung,

artinya peneliti hadir di lokasi penelitian untuk mengamati kondisi dan

perilaku yang terdapat di lokasi penelitian namun peneliti tidak terlibat


40

aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Akan tetapi, yang

menjadi kendala dalam kegiatan observasi ini adalah adanya pandemi

Covid 19 yang menyebabkan kegiatan pembelajaran menggunakan sistem

daring.

Maka sesuai tujuan awal, kegiatan observasi ini dilakukan untuk

mengamati kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran daring dan

upaya guru PAI dalam membenntuk kedisiplinan siswa selama masa

pembelajaran daring. Kegiatan observasi tetap dilakukan secara langsung

dengan peneliti hadir ke lokasi penelitian.

2. Wawancara

Dalam penelitian kualitatif sumber data yang aling penting adalah

manusia yang biasa disebut informan atau narasumber. Untuk memperoleh

data dari narasumber terkait maka diperlukan teknik wawancara. Menurut

Mulyana dalam Bakrie (2011: 153). wawancara merupakan bentuk

komunikasi antara dua orang yang bertujuan untuk memperoleh data

informasi dari pihak lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Pada proses penelitian ini wawancara digunakan sebagai penunjang dari

hasil observasi atau kegiatan inti dari penelitian ini agar memperoleh data

secara langsung dari informan. Dalam proses wawancara, peneliti

menggunakan teknik wawancara mendalam, dimana bentuk pertanyaan-

pertanyaan dapat diubah sesuai kondisi. Instrumen yang digunakan dalam

teknik wawancara adalah pedoman wawancara yang telah peneliti susun

sebelumnya yang berkaitan dengan kajian penelitian.


41

Adapun yang menjadi sumber atau informan pada kegiatan wawancara

ini ialah kepala sekolah, waka kesiswaan, guru PAI, guru BK, dan

beberapa siswa dari kelas VIII SMP Wahid Hasyim tahun ajaran

2020/2021 tentang kegiatan pembentukan sikap disiplin selama

pembelajaran online. Teknik wawancara dilakukan secara online melalui

whatsapp ataupun offline dengan datang langsung menemui informan

terkait.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang

tertulis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya peneliti harus menyelidiki

dokumen-dokumen, foto-foto, tulisan, catatan harian dan lain sebagainya

(Arikunto, 2002: 175). Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk

melengkapi data yang tidak diperoleh melalui metode observasi dan

wawancara. Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data

yang berupa kegiatan-kegiatan sekolah, arsip sekolah, dan hal-hal yang

mendukung dalam proses penelitian.

N. Teknik Analisis Data

Setelah semua data atau informasi terkumpul maka proses selanjutnya

adalah proses analisis data, yang biasa disebut dengan pengolahan data atau

penafsiran data. Data yang dianalisis adalah data yang telah dikumpulkan dari

proses observasi, wawancara maupun dari hasil atau catatan lapangan yang

ditemui oleh peneliti. Analisis data bertujuan untuk memberikan pemahaman

kepada peneliti mengenai suatu kasus yang diteliti untuk kemudian ditarik

kesimpulan.
42

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis data

kualitatif. Menurut Ghony & Fauzan (2017: 247) “analisis data adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan unit yang dapat dikelola,

mensintesiskannya .... dan memutuskan apa-apa yang dpaat diceritakab

kepada orang lain.

Dalam pengertian lain, analisis data merupakan proses pengumpulan,

pengurutan, dan pengelompokan data dengan tujuan menyusun dugaan

sementara dan kemudian mengangkatnya menjadi kesimpulan atau teori

sebagai temuan penelitian (Bakri, 2011: 175).

Menurut Miles & Huberman (1986) yang dikutip oleh Ghony & Fauzan

(2017) analisis data dibagi menjadi tiga proses yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses memilih, menggolongkan, membuang

yang tidak perlu, menyederhanakan data yang ditemui dari catatan-catatan

tertulis yang muncul dilokasi penelitian hingga kesimpulan akhirnya dapat

ditemukan dan diverifikasi. Reduksi data ini berlangsung selama

penelitian berlangsung hingga laporan penelitian tersusun.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data.

Penyajian data disini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan

tindakan.
43

3. Penarikan Kesimpulan

Setelah mereduksi dan menyajikan data, tahap selanjutnya dalah

penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dilakukan oleh peneliti

masih bersifat sementara, dan tidak akan berubah apabila tidak

ditemukannya data pendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya.

Namun, kesimpulan dapat menjadi terverifikasi dan valid apabila

didukung dengan bukti-bukti kuat saat peneliti kembali mengumpulkan

data di lokasi penelitian.

E. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk mengetahui data yang dikumpulkan benar-benar valid dan sah,

maka dilakukan pengecekan keabsahan data atau validitas data. Validitas

adalah derajat ketetapan antara data yang terjadi pada obyek penelitian

dengan data yang dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2013: 267).

Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan tiga teknik

pengecekan keabsahan data, yaitu:

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Dalam proses penelitian, perpanjangan keikutsertaan ditujukan untuk

memperoleh data yang mendalam dan memastikan kebenaran data tersebut.

Pada awalnya peneliti masih dianggap sebagai orang asing sehingga tidak

banyak data yang peneliti dapatkan. Maka dalam proses penelitian, peneliiti

perlu kembali ke lokasi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dimaksudkan

agar sumber data atau informan yang menjadi tujuan peneliti mampu

mengenal peneliti dengan baik. Sehingga nantinya data yang diperoleh oleh
44

peneliti semakin banyak dan mendalam dikarenakan keterbukaan informan

terhadap peneliti setelah proses yang lama.

Dalam penelitian ini, perpanjangan keikutsertaan di lakukan agar data

yang diperoleh oleh peneliti dapat sesuai dan kredibel dengan fakta yang ada

dilapangan. Maka perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian ini, peneliti

kembali ke SMP Wahid Hasyim dengan waktu yang relatif lama dari

sebelumnya untuk memaastikan bahwa data-data awal yang diperoleh peneliti

sama dengan kenyataannya dengan cara mendekati langsung kepada beberapa

informan dan siswa SMP Wahid Hasyim Malang untuk kembali melakukan

wawancara dan observasi kaitannya dengan pembentukan sikap disiplin di

masa pembelajaran daring ini.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara terus menerus dan konsisten

terhadap apa yang dapat diperhitungkan dan tidak dapat diperhitungkan.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara teliti dan

berkesinambungan terhadap kegiatan-kegiatan atau usaha yang dilakukan

guru ataupun sekolah selama pembelajaran daring dalam membentuk sikap

disiplin siswa di SMP Wahid Hasyim Malang. Selain itu, peneliti juga

mengamati gerak gerik dan bahasa yang diucapkan guru maupun siswa dalam

proses wawancara untuk mengetahui perilaku disiplin mereka.

3. Triangulasi

Triangulasi berarti melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan jalan

membandingkan dengan sumber lain. Tujuan triangulasi ini adalah untuk

menarik kesimpulan yang lebih luas, dalam arti penarikan kesimpulan tidak
45

hanya dari satu sudut pandang saja. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan sumber

data dari informan yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti

membandingkan sumber data hasil wawancara dari guru PAI, kepala

sekolah, waka kesiswaan, guru BK dna beberapa siswa di SMP Wahid

Hasyim.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik berarti membandingkan data yang diperoleh dari

metode atau teknik yang berbeda, seperti data wawancara yang

dibandingkan dengan data observasi ataupun dokumentasi. Dengan

metode ini, peneliti dapat menarik kesimpulan tidak hanya dari satu

sudut pandang saja. Sehingga kebenarannya pun dapat diterima. Dalam

penelitian ini, peneliti membandingkan data hasil wawancara bersama

informan dengan data hasil observasi maupun hasil dokumentasi.


BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Latar Belakang Objek Penelitian

1. Sejarah Sekolah

Pendirian sekolah SMP Wahid Hasyim diinisiasi oleh para mubaligh dan

tokih masyarakat Dinoyo untuk mendirikan sekolah SMP Islam, yang pada

saat itu masih belum terdapat sekolah lanjutan bercorak Islam di tempat

tersebut. Tepat pada tanggal 01 Oktober 1966 didirikan sekolah lanjutan

tingkat pertama yang bernama SMP NU Wahid Hasyim yang dipelopori oleh

Hambali SU pada saat itu menjabat sebagai guru agama di MINU, Abdul

Munif menjabat sebagai mahasiswa tugas belajar, dan Moch. Zainal Affandi

pada saat itu masih menjabat sebagai kepala sekolah MINU.

Tahun 1969 SMP Wahid Hasyim sudah berhak melaksanakan ujian

negara dan mencapai hasil nilai yang cukup baik. Pada tahun 1971

Depdikbud memberi hak kepada SMP Wahid Hasyim untuk mengadakan

ujian sendiri dan ijazahnya diakui sama dengan negeri. SMP Wahid Hasyim

berada dalam naungan yayasan Taman Pendidikan Islam Wahid Hasyim

dengan Akte Notaris Nomor: 04 Malang dan semuanya langsung dibawah

pengawasan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jakarta.

2. Profil Sekolah

NPSN : 20533736

Nama Sekolah : SMP Wahid Hasyim

Alamat : Jl. Mayjen Haryono 165 Malang

Kelurahan : Dinoyo

46
47

Kecamatan : Lowokwaru

Kabupaten/kota : Kota Malang

Provinsi : Jawa Timur

Telepon/Hp : 0341-551751

Jenjang : SMP Swasta

Staus : Terakreditasi-A

Tahun Berdiri : 1966

3. Visi Misi

a. Visi Sekolah:

Terwujudnya peserta didik yang berprestasi dan berkarakter

b. Misi Sekolah:

Misi SMP Wahid Hasyim yang digunnakan sebagai acuan untuk

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan lainnya yaitu:

1) Mewujudkan peserta didik yang kompeten dalam bidang akademik.

2) Mewujudkan peserta didik yang kompetitif dalam bidang non

akademik.

3) Mewujudkan peserta didik dalam berperilaku sesuai akhlakul

karimah berdasarkan ajaran agama, dalam kehidupan pribadi dan

masyarakat.

4) Mewujudkan kegiatan keagamaan secara riil sebagai bekal untuk

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Tujuan

a. Menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam bidang akademik.

b. Menghasilkan lulusan yang kompetitif dalam bidang non akademik.


48

c. Menghasilkan lulusan yang berperilaku sesuai dengan akhlakul karimah

berdasarkan ajaran agama, dalam kehidupan pribadi masyarakat.

d. Menciptakan kegiatan keagamaan secara riil sebagi bekal untuk

diimplementasikan dalam kehidupan ssehari-hari.

5. Struktur organisasi

Ketua yayasan : Drs. H. A. Junaedi, M.SI.

Ketua komite : Imam Fahrudin, SE.

Kepala sekolah : Dra. Siti Masruroh

Wakil kepala sekolah : Siti Maisyaroh, S.Pd.

Bendahara : Siti Maisyaroh,S.Pd.

Kaur kurikulum : Vivi Zuliatin, S.E.

Kaur sarpras : Achmad Fauzi, S.Pd.

Kaur kesiswaan : Dra. Siti Ngatipah

Kaur Humas : Isman Syafi’i, S.Pd.

Ka tata usaha & ketenagaan : Mia Zulaikha, Amd.

Pembina osis : Joko Santoso, S.Pd.

BP/BK : Ratih Pranursari, S.Psi.

6. Program Non Akademik Sekolah

Tabel 4.1 Program Non Akademik Sekolah SMP Wahid Hasyim Malang

N NAMA PROGRAM NON DESKRIPSI PROGRAM

O AKADEMIK UNGGULAN UNGGULAN


1 LOVING AL-QUR’AN 1. Khotmil Qur’an

EVERYDAY PRAYERS 2. Pengajian minggu kliwon

M3 (Manner, Mindset, 3. Shalat dhuha berjama’ah

Meaningful) 4. Kirim do’a jum’at legi


49

CLEAN & HEALTHY 5. Pembacaan sholawat

dibaiyyah

6. Pembagian takjil gratis

7. Jum’at berkah

8. Fun religy

9. Jum’at Bersih

10. Green School Festival

11. Rapi Diri

12. PMR
2 YES, I LOVE MY COUNTRY 1. Upacara setiap hari senin

2. Menyanyikan lagu

indonesia raya setiap

sebelum pelajaran

3. Peringatan hari besar

nasional

4. Melestrarikan budaya

nasional

5. Pramuka
3 STUDENT ACHIEVEMENTS 1. Karya ilmiah remaja (KIR)

ONE DAY ONE PASSWORD 2. Bimbingan olimpiade mata

LIFE SKILL pelajaran

3. Bimbingan olahraga

berprestasi

(futsal, pencak silat &

atletik)
50

4. Bimbingan seni berprestasi

( tari, paduan suara, &

perkusi)

5. Ekstrakurikuler lain

(drum band, tata boga,

otomotif)

O. Paparan Data dan Temuan Penelitian

Berbicara tentang temuan penelitian, maka ini adalah sesuatu yang murni

dan berdasarkan dengan kondisi yang nyata di lapangan dan diperoleh

melalui observasi, wawancara, pengumpulan data-data lain dan lain

sebagainya. Beberapa hal terkait dengan temuan penelitian ini tentu

disesuaikan dengan poin-poin fokus peneliti dalam melakukan penelitian.

1. Usaha Guru PAI dalam Pembentukan Sikap Disiplin Siswa

Dalam pembentukan sikap disiplin siswa tidak serta merta berjalan

lancar. Perlu usaha keras dalam membentuk sikap disiplin siswa. Dalam

kondisi seperti sekarang, setiap pendidik utamanya guru PAI telah

berusaha sebaik mungkin agar sikap disiplin siswa dapat terbentuk.

Adapun usaha yang dilakukan oleh guru PAI adalah sebagai berikut:

a. Pembiasaan

Pembiasaan berpengaruh terhadap terbentuknya sikap disiplin siswa.

siswa. Maka pembiasaan merupakan usaha awal yang dilakukan dalam


51

pembentukan sikap disiplin siswa sebagaimana disampaikan oleh ibu Dra.

Siti Masruroh selaku kepala sekolah SMP Wahid Hasyim.

“Kedisiplinan disini dapat melalui pembiasaan seperti sholat dhuha


pada jam 06.30 pagi setelah itu dilanjutkan membaca surat pendek juz
30, kemudian pembiasaan sholat fardhu secara berjamaah dan di hari
jum’at tertentu juga ada sholat jum’at, tahlil dan istighosah serta
khotmil qur’an, nanti guru agama yang membagi siswa dari setiap
kelas. Harapannya anak-anak terbiasa melakukannya, dari situ disiplin
anak-anak juga semakin baik.” (Wawancara, 22 April 2021)
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa usaha pertama

yang dilakukan oleh sekolah dan guru PAI adalah dengan pembiasaan.

Pembiasaan yang dilakukan di SMP Wahid Hasyim adalah pembiasaan

yang sifatnya keagamaan. Dimulai dari sholat dhuha berjamaah, sholat

dhuhur dan ashar, kegiatan tahlil, istighosah dan khotmil qur’an. Kegiatan

tersebut merupakan tanggung jawab guru agama untuk menjalankannya

agar kedisiplinan siswa semakin baik.

Kemudian mengenai pembiasaan di masa pandemi, SMP Wahid

Hayim melakukan kegiatan pembiasaan dengan bantuan orang tua

mengingat sulitnya pembiasaan secara langsung. Di masa pandemi

pembiasaan dapat berupa sholat subuh, sholat dhuhur dan ashar dari rumah

yang dikontrol melalui buku yang diberikan oleh sekolah. Hal ini

disampaikan oleh ibu Dra. Siti Masruroh.

“Dimasa pandemi sekarang itu sulit ya bagi sekolah untuk melakukan


pembiasaan secara langsung. Pembiasaan tetap dilakukan, misalnya
sholat subuh, sholat dhuhur dan ashar kita tetap mngontrol siswa dari
rumah dengan bantuan pengawasan dari orang tua melalui buku yang
diberikan oleh sekolah, nantimya orang tua diminta tanda tangan
setelah siswa melakukan kegiatan sholat dhuhur dan ashar.”
(Wawancara, 22 April 2021)
Dari keterangan ibu Masruroh ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pembiasaan tetap dilakukan melalui sholat subuh, dhuhur dan ashar yang
52

dikontrol oleh orang tua dan di pantau dengan buku yang diberikan oleh

sekolah. Namun sekolah tidak bisa mengontrol penuh siswa karena hal itu

merupakan tugas dan peran orang tua siswa masing-masing.

b. Keteladanan

Usaha selanjutnya adalah pemberian keteladanan. Di SMP Wahid

Hasyim keteladanan dilakukan oleh setiap warga sekolah utamanya guru,

dengan tujuan agar siswa dapat mencontoh apa yang dilakukan. Mengenai

keteladanan ini disampaikan oleh ibu Dra. Siti Masruroh.

“Keteladanan kalau bapak ibu guru biasanya mencontohkan. Misalnya


bapak ibu guru menyuruh anak untuk tidak terlambat, jadi bapak ibu
guru harus datang tepat waktu, bapak ibu guru menyuruh sholat jadi
bapak ibu guru ya harus tertib sholat.” (Wawancara, 22 April 2021)
Ibu Khoiriyah selaku guru PAI juga memaparkan tentang keteladan

yang dilakukan.

“Ya dalam kehidupan sehari-hari, ketika bertemu anak-anak dan


masuk kelas saya ucapkan salam. Terus apabila saya bertemu guru
saya, saya juga menghormati seperti salaman, terus mendoakan, dan
menanyakan kabar. Keteladanan lain yang saya berikan adalah apa
yang saya ucapkan harus bisa saya lakukan, misalnya saya
mengatakan kepada anak-anak kalau ketawa jangan keras-keras
apalagi perempuan otomatis saya harus bisa menjalankannnya.
Biasanya saya juga memberikan keteladanan melalui pembelajaran
agama seperti kisah Rasul, sahabat, dan kisah orang yang taat,
biasanya anak-anak lebih ngena kalau diberi ibrah seperi itu”
(Wawancara, 21 April 2021).
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keteladanan

yang di berikann ialah mencontohkan secara langsung. Selain itu juga

memberikan keteladanan melalui kisah-kisah dari para Rasul, Sahabat dan

orang-orang shaleh.

Mengenai keteladan juga di sampaikan oleh ibu Susi selaku bagian

dari Wakil Kesiswaan di SMP Wahid Hasyim.


53

“Seorang guru itu harus menunjukkan karakter disiplin, sikap disiplin


agar siswa itu meniru gurunya. Mengenai guru PAI, biasanya guru
PAI memberikan keteladanan dan disisipi dengan pembelajaran
agama, seperti boleh tidaknya sesuatu itu dilakukan.” (Wawancara, 28
April 2021).
Hal ini sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh ibu Salisa

selaku guru BK di SMP Wahid Hasyim mengenai keteladanan. Informan

menganggap di masa sekarang sangat sulit untuk memberikan keteladanan

secara langsung. Sebagaimana dipaparkan.

“Keteladanan dimasa pandemi ini dari batas perilakunya siswa, batas


waktunya dan batas komunikasinya tidak bisa mengontrol secara
penuh, beda dengan secara tatap muka di sekolah masih bisa
didudukkan dan dikasih tau mana yang benar mana yang salah”.
(Wawancara, 28 April 2021).
Dari beberapa keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

keteladanan merupakan bagian penting dalam usaha memmbentuk

kedisiplinan siswa. dalam memberikan keteladanan pada umumnya setiap

guru memberikan contoh secara nyata dan tidak hanya berbicara saja. Hal

ini ditujukan agar siswa dapat meniru apa yang dilakukan oleh gurunya

tersebut.

c. Mendoakan dan Mengingatkan

Selain keteladanan usaha yang dilakukan oleh guru PAI dalam

membentuk sikap disiplin ialah dengn mendoakan siswa. Menurut

keterangan dari ibu Khoiriyah, mendoakan adalah cara yang penting

dilakukan apabila siswa tidak mampu untuk ditangani melalui lisan. Selain

mendoakan, juga dengan cara mengingatkan, dan pembentukan kesadaran

melalui konseling. Sebagaimana berikut.

“Yang kedua adalah mendoakan, ketika secara lisan sudah diberi tahu
kok masih tetap saja melanggar, maka saya mendoakannya. Selain
mendoakan siswa juga perlu diingatkan mengenai kewajibannya.
Kalau kondisi sekarang itu biasanya saya telpon dan saya ingatkan
54

mengenai tugasnya itu. Ketika saya tanya kok ternyata belum


mengerjakan kewajibannya, disitu saya merasa mempunyai tanggung
jawab luar biasa terhadap perkembangan mental mereka. Kalau disini
itu biasanya tiap satu minggu sekali atau dua minggu sekali ada
pembinaan, siswa didatangkan ke sekolah secara langsung. Biasanya
saya ketika masuk itu saya beri kultum agama agar kesadaran mereka
dapat terbentuk.” (Wawancara, 21 April 2021)
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa guru PAI memiliki

tanggung jawab dan peran yang besar terhadap perkembangan mental

siswa.

Senada dengan apa yang diampaikan oleh ibu Salisa selaku guru BK,

mengenai pentingnya mengingatkan dan pembentukan kesadaran melalui

konseling. Sebagaimana disampaikan berikut.

“Sudah pasti sebagai guru BK kalau konteksnya mengerjakann tugas


ya mengingatkan baik itu di grup siswa ataupun di grup walinya.
Untuk konseling sendiri sebetulnya agak susah sih soalnya itu bukan
sama anaknya kadang dipertemuan satu ada, dipertemuan selanjutnya
tidak ada.” (Wawancara, 28 April 2021)
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa mengingatkan

siswa merupakan salah satu bagian penting dalam pembentukan sikap

disiplin siswa. Dengan mengingatkan siswa, siswa akan merasa memiliki

tanggungan sehingga tanggungan tersebut dapat terselesaikan.

d. Pemberian Hukuman

Usaha lainnya yang dilakukan oleh guru PAI yaitu memberikan

hukuman, tetapi hukuman yang diberikan tidak dalam bentuk fisik

melainkan berupa bimbingan dan menulis surat yasin. Sebagaimana

disampaikan oleh ibu Khoiriyah selaku guru PAI.

“Ya dibimbing mas, biasanya saya membimbingnya dengan


menannyakan alasannya, kemudian saya juga memberikan ancaman
misalnya ketika ada anak yang tidak mengerjakan tugas berturut-turut
saya ancam tidak memberikan nilai karena tidak tatap muka, terus
saya bilangi kalau nilai kamu nol terus berarti kamu pingin tetap di
kelas sini. Tapi tetap saya enak-enakkan walaupun gregetan karna itu
55

merupakan tugas saya sebagai murabbi. Karena tugas guru tidak


hanya menyampaikan materi saja, bagaimana dia mendidik akhlaknya,
mentalnya. Untuk konsekuensi sanksi mungkin kalau saya itu berupa
kesepakatan dengan anak-anak berupa pengurangan nilai apabila
terlambat terus menerus. Apabila mereka tetap bandel maka biasanya
saya memberikan hukuman berupa menulis surat yasin maksud saya
biar kapok gitu lo.” (Wawancara, 21 April 2021)
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukuman yang

diberikan ialah berupa bimbingan, ancaman dan hukuman. Mengenai

pemberian hukuman ini juga disampaikan oleh ibu Susi sebagai bagian

dari Waka Kesiswaan. Sebagaimana berikut.

“Kedisiplinan itu perlu diterapkan oleh siswa, jika tidak maka sanksi
itu akan diterima siswa. Tujuan diberikan sanksi adalah siswa itu
supaya jera dan tidak melakukan kesalahan kedua kalinya. Nah sanksi
itu ada beberapa poin yaiitu pertama disuruh untuk nyanyi lagu
kebangsaan, kemudian sanksi apabila telat tidak melaksanakan sholat
dhuha dia diberi sanksi membaca surat yasin dan wajib menuliskan
surat pendek, jika dia tetap melanggar berulang-ulang maka dia
dianjurkann untuk menulis surat yasin itu tadi. Kalau online kita tidak
bisa memantau secara intens, tetapi sekolah sudah membuat aturan
tentang kedisiplinan itu misalnya siswa wajib melakukan absen tepat
waktu dan lain-lain. Resikonya jika dia tidak mengikuti maka dia akan
mengulang besoknya, tetapi bila sudah terlalu parah maka dia wajib
datang ke sekolah secara offline untuk mengejar ketertinggalan iitu.”
(Wawancara, 28 April 2021)
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sanksi yang

diberikan tidak dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk pembelajaran.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh ibu Salisa sebagai guru BK.

“Karena kami itu sekolah berbasis agama dan ada beberapa hal yang
tidak boleh berupa hukuman fisik, jadi kalau disini itu sholat dhuha
berapa rakaat gitu atau membaca dzikir, jadi sebelum dia masuk dia
harus sholat dulu dengan tambahan beberapa rakaat.” (Wawancara, 28
April 2021)
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahawa hukuman
tetap diberikan. Namun ttidak dalam bentuk fisik mengingat SMP Wahid
Hasyim merupakan sekolah berbasis agama, sehingga hukuman yang
diberikan juga berbasis agama ataupun pembelajaran.
Mengenai usaha guru PAI dalam pembentukan sikap disiplin juga
disampaikan oleh Rofi selaku siswa kelas VIII SMP Wahid Hasyim.
56

“Menegur, diberi tahu, kalau online ya sama dikasih tau.”


(Wawancara, 22 April 2021)
Hal ini juga disampaikan oleh Oktavia yang juga merupakan siswa

kelas VIII SMP Wahid Hasyim. Sebagaimana berikut.

“Kadang nasehatin sih biar disiplin lagi”

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa menasehati,

menegur, memberi tahu merupakan usaha guru dalam membentuk sikap

disiplin siswa di SMP Wahid Hasyim.

Temuan penelitian dari usaha guru dalam membentuk sikap disiplin

siswa berdasarkan data yang telah dipaparkan, peneliti menemukan bahwa

usaha yang dilakukan oleh guru PAI adalah pertama melalui kegiatan

pembiasaan dengan kegiatan keagamaan seperti khotmil qur’an, sholat

dhuha, sholat dhuhur & ashar berjamaah. Jika dimasa pandemi seperti

sekarang kegiatan pembiasaan cukup dilakukan di rumah dengan bantuan

orang tua dan dilaporkan ke pihak sekolah melalui buku yang telah

diberikan. Kegiatan pembiasan berupa sholat subuh, dhuhur dan ashar.

Temuan kedua adalah pemberian keteladanan. Keteladanan yang

dilakukan oleh guru ialah dengan memberikan contoh secara langsung dan

nyata. Pemberian contoh ini bisa dalam bentuk kegiatan seperti guru

menyuruh siswa untuk sholat dhuha guru pun juga melaksanakan sholat

dhuha. Selain itu juga dalam bentuk pemberian teladan melalui kisah para

nabi dan orang shaleh.

Temuan ketiga adalah dengan mendoakan, membentuk kesadaran

siswa melalui pembinaan mental atau pemberian kultum oleh guru PAI

selama satu minggu sekali. Kemudian mengingatkan siswa terkait


57

tanggung jawabnya yaitu menyelesaikan tugas-tugas mereka. Dalam

konteks pandemi berdasarkan paparan data, peneliti menemukan bahwa

cara guru mengingatkan adalah dengan menelpon langsung siswa atau

orang tua terkait tugas yang telah diberikan.

Usaha terakhir yang dilakukan oleh guru PAI dalam membentuk sikap

disiplin siswa berdasarkan temuan peneliti adalah dengan memberikan

hukuman. SMP Wahid Hasyim sebagai sekolah berbasis agama dalam

pemberian hukuman tidak dalam bentuk fisik, tetapi lebih kepada

pembelajaran seperti menulis surat yasin ataupun mengulang sholat dhuha.

Guru PAI dalam memberikan hukuman berupa ancaman pengurangan

nilai.

2. Implementasi Pembentukan Sikap Disiplin Siswa

Berkaitan dengan pembentukan sikap disiplin siswa tentunya sekolah

telah merencanakan suatu program agar tetap berjalan secara maksimal

walaupun dimasa seperti sekarang. Di SMP Wahid Hasyim sendiri

pembentukan sikap disiplin siswa berdasarkan hasil observasi dan

wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah, Guru PAI, Guru BK dan

Waka Kesiswaan kegiatan atau program tersebut diimplementasikan dalam

bentuk sebagai berikut:

a. Sistem Blended (Offline dan Online)

Mengenai program atau sistem blended (campuran) ditujukan untuk

mengejar ketertinggalan siswa dalam menyelesaikan tugas mereka. Selain


58

itu juga memberikan kesempatam kepada guru, utamanya guru PAI untuk

lebih memperdalam karakter dan sikap disiplin siswa.

Mengenai sistem blended ini sebagaimana disampaikan oleh ibu Siti

Masruroh selaku Kepala Sekolah SMP Wahid Hasyim. Sebagaimana

berikut.

“Untuk program sendiri pada akhirnya kita blended ya, karena kita
tidak bisa mengontrol secara penuh sikap disiplin mereka. Sistem nya
biasanya kita sudah terjadwal. Yang penting itu kita tugasnya daring
tapi kita mulai bulan juli sampai sekarang sudah hampir setahun itu
kita ada tatap muka, jadi tatap mukanya itu adalah pembinaan yang
terjadwal. Makanya pada akhirnya di Wahid Hayim ini tidak daring
full tetapi blended. Tidak bisa kalau kita daring full dalam pembinaan
karakter anak itu tidak bisa.” (Wawancara, 22 April 2021)
Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat diambil kesimpulan

bahwa SMP Wahid Hasyim sejak hampir setahun terakhir menggunakan

sistem blended (campuran). Sistem ini digunakan untuk memudahkan

dalam pembentukan karakter, utamanya sikap disiplin siswa.

Mengenai sistem blended ini juga disampaikan oleh ibu Khoiriyah

selaku guru PAI. Sebagaimana berikut.

“Dipanggil mas, biasanya setelah mereka datang saya tanya. Apabila


tugas mereka masih belum selesai saya suruh mengerjakan di
lab.komputer sampai selesai, orang tua rata-rata juga setuju apabila
anaknyaa dipanggil ke sekolah. Selain itu, biasanya juga diadakan
kegiatan pembinaan rohani dan pembiasaan anaknya itu didatanngkan
kesini selama sseminggu sekali, dua minggu sekali ataupun sebulan
sekali sesuai jadwal yang sudah dibentuk untuk membentuk
kedisiplinan siswa, karena kita tidak bisa apabila daring secara terus
menerus.” (Wawancara, 21 April 2021)
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penerapannya

program blended (campuran) ini dapat berupa pendatangan siswa ke

sekolah untuk mengikuti rangkaian kegiatan pembinaan rohani dan

pembiasaan. Selain itu juga untuk menyelesaikan tugas-tugas yang belum

terselesaikan selama masa pembelajaran daring.


59

Menurut ibu Susi selaku Waka Kesiswaan, sekolah sudah membuat

sistem blended yang terjadwal. Sebagaimana berikut.

“Pada intinya sekolah membuat suatu program yang membuat siswa-


siswi harus masuk ke sekolah tetapi harus sesuai dengan protokol dan
kelasnya dibagi dan tidak secara bersamaan, kami ada jamnya.
Dengan memasukkan siswaa sesuai jadwal itu tadi maka siswa sudah
memiliki jadwal, sehingga sistemnya adalah terjadwal. Dari situ kita
bisa mantau, kita bisa mantau ke ranah yang mana siswa itu tadi
melanggar kedisiplinan kita bisa masuk disana.” (Wawancara, 28
April 2021)
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa seekolah memiliki

sistem terjadwal. Dengan sistem terjadwal ini maka kesiswaan ataupun

guru lain dapat memantau sehingga dapat melakukan tindak lanjut

terhadap sikap disiplin siswa.

b. Kerjasama dengan Berbagai Pihak

Dalam pembentukan sikap disiplin siswa tidak mungkin dilakukan

oleh satu pihak saja, melainkan juga terdapat pihak-pihak lain yang

mempengaruhi. Sehingga dalam pembentukan kedisiplinan siswa

khususnya di SMP Wahid Haysim juga diimplementasikan dalam bentuk

kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Mengenai kerjasama ini

disampaikan oleh ibu Siti Masruroh selaku kepala sekolah SMP Wahid

Hasyim. Sebagaimana berikut.

“Kita biasanya itu ada kegiatan sholat dhuhur dan ashar. Tetapi pada
saat siswa di rumah itu sudah merupakan tugas dan peran orag tua
untuk mengingatkan sholat lainnya. Termasuk juga mengenai tugas
sekolah itu juga merupakan tanggung jawab orang tua, apalagi dimasa
online seperti ini. Peran orang tua itu sekarang lebih besar. Jadi kita
bekerja sama dengan orang tua untuk memantau mereka, biasanya kita
menggunakan buku, absensi melalui form dll.” (Wawancara, 22 April
2021)
Dari hasil wawancara tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

sekolah bekerja sama dengaan oramg tua siswa terutama dengan kondisi
60

yang seperti ini. Kerja sama ini dalam bentuk buku kegiatan siswa, absensi

google form dll.

Mengenai kerja sama ini juga disampaikan oleh ibu Khoiriyah selaku

guru PAI. Sebagaimana berikut.

“Ya ditanya orang tuanya mas, saya tanya orang tuanya bagaimana
kondisi anak-anak di rumah. Soalnya kan kami tidak tahu anak-anak
seperti apa. Gimana sholatnya masih ada yang bolong apa tidak,
setelah itu presensi diberikan. Biasanya juga saya telpon orang tuanya
mas kalau misalnya belum ngumpulkan tugas atau absensi.
Komunikasi intens dengan orang tua itu diperlukan mas. Biasanya
kalau saya sudah tidak bisa menangani sendiri saya bilang pada wali
kelasnya untuk menghadirkan anak itu.” (Wawancara, 21 April 2021)
Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa kerja sama dngan

orang tua merupakan hal penting dalam memanntau siswa. kerjasama ini

dalam bentuk menjaga komunikasi intens dengan orang tua agar guru tetap

bisa melakukan penilaian dan memantu siswa ketika dirumah. Selain

dengan orang tua juga dengan wali kelas untuk mendatangkan siswa

tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh ibu Salisa selaku guru BK.

Sebagaimana berikut.

“Kalau di internal sini pasti dengan wali kelas, guru mata pelajaran,
kalau yang setengahnya sudah pasti dengan orang tua. Terutama
dimasa pandemi seperti sekarang ini peran orang tua itu sangat
penting. Kalau dengan bapak ibu guru kita ada semacam buku. Kalau
dengan orang tua kita menjaga intensitasnya dan menshare tugas-tugas
yang belum, intinya mengkomunikasikan bagaimana perkembangan
anaknya.” (Wawancara, 28 April 2021)
Dari hasil tersebut daapat diambil kesimpulan bahwa kerja sama

dengan para wali kelas, guru mata pelajaran dan orang tua begitu pennting

dilakukan. Adapun bentuk kerja sama dilakukan dalam benuk buku, dan

komunikasi intens dengan para orang tua utnuk mengetahui perkembangan

siswa.
61

Selain dengan orang tua dan guru, kerja sama juga dilakukan dengan

babinsa dan lingkungan sekitar tempat tinggal siswa maupun sekolah. hal

ini disampaikan oleh ibu Susi selaku Waka Kesiswaan. Sebagaimana

berikut.

“Di SMP Wahid Hasyim juga ada kerja sama dengan pihak lainnya.
Salah satunya dengan Babinsa dan lingkungan sekitar untuk
mendisipllinkan siswa-siswanya. Dengan guru lain itu pasti, dengan
BK dan wali kelas. Ketika wali kelasnya sudah menghubungi tetapi
tidak menemukan salah satu siswa yang dilaporkan maka wali kelas
langsung menghubungi orang tua. Kerja sama yang baik itu adalah
ketika adanya wali kelas, guru BK dan orang tua itu saling
berkolaborasi.” (Wawancara, 28 April 2021)
Dari keterangan ibu susi ini dapat diketahui bahwa kolaborasi ini

merupakan bagan yang pentig dalam mendisplinkan siswa. Berdasarkan

paparan data tersebut peneliti menemukan bahwa implementasi

pembentukan sikap disiplin dilakukan dalam bentuk sistem blended

(online dan offline) dan melalui kerjasama dengan berbagai pihak.

Temuan dari implementasi pembentukan sikap disiplin ini bahwa

Sistem blended ini telah berlangsung selama hampir setahun selama masa

covid-19. Artinya pembelajaran daring dalam penerapannya tidak

dilakukan secara penuh. Tetapi juga terdapat pembelajaran tatap muka

secara terjadwal dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Pembelajaran

tatap muka dikhususkan untuk pembinaan karakter ataupun sikap siswa,

dan juga untuk memberikan kesempatan pada siswa dalam menyelesaikan

tugas-tugas yang tertinggal.

Selain itu temuan berikutnya terkait implementasi pembentukan sikap

disiplin siswa adalah kerjasama dengan berbagai pihak. Peneliti

menemukan bahwa kerjasama dilakukan dengan seluruh pihak baik guru


62

BK, wali kelas, guru PAI, waka kesiswaan dan babinsa. Adapun bentuk

kerjasamanya ialah dengan menjaga komunikasi intens dengan pihak

tersebut. di masa pandemi seperti ini komunikasi intens dengan orang tua

menjadi sangat penting. Peneliti menemukan bentuk kerjasama dengan

orang tua adalah dengan melalui buku pantauan kegiatan siswa siswa yang

diberikan sekolah dan ditanda tangani oleh orang tua.

3. Efektifitas Pembentukan Sikap Disiplin Siswa

Pembentukan sikap disiplin siswa dapat dikatakan berhasil apabila

seluruh kegiatan yang dilakukan dapat berjalan efektif. Sehingga siswa

merasa disiplin merupakan bagian penting dalam kehidupannya. Namun

jika melihat kondisi kedisiplinan siswa dapat dikathui bahwa masih

banyak siswa yang tidak disiplin. Hal ini diungkapkan oleh ibu Khoiriyah

selaku guru PAI di SMP Wahid Hasyim. Sebagaimana berikut.

“Saya melihat disiplinnya anak-anak itu dari jam mereka mengirim


tugasnya. Karena disitu ada batas waktunya semisal dari jam 8 sampai
jam 9 pagi. anak-anak itu berkali-kali mesti telat, saya melihat sikap
disiplinnya dari situ. Yang kedua itu dari cara dia menjawab, jadi
kalau mereka bilang tidak bisa berarti dia tidak belajar. Dan yang
terakhir ketika saya telpon anak-anak, diangkat apa tidak.”
(Wawancara, 21 April 2021)
Kondisi kedisiplinan siswa di lingkunag cenderung rendah. Hal ini

diketahui dari banyaknya siswa yang datang terlambat, tidak mematuhi

aturan semisal berpakaian sopan, menjaga adab dan sopan santun, dan

tepat waktu. Mengenai kondisi kedisiplinan berdasarkan hasil observasi

diketahui sebagai berikut.

Diantara siswa terutama laki-laki masih ditemui yang tidak mematuhi


tata tertib tentang berpakaian, siswa laki-laki mengenakan celana yang
ketat dan celana sobek. Ada juga yang berambut panjang. Bagi
perempuan juga ada yang memakai celana jeans. Sementara dalam
63

waktu ditemukan siswa yang terlambat, tidak mengerjakan tugas baik


laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian kondisi kedisiplinan cenderung rendah, masih

banyak siswa yang kurang sadar terhadap kedisiplinan mereka. Hal ini

juga didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa siswa mengenai

pelanggaran kedisiplinan utamanya datang terlambat. sebagaimana

diungkapkan oleh Rofi siswa kelas VIII SMP Wahid Hasyim Malang.

“Pernah, datang terlambat.” (Wawancara, 22 april 2021)

Hal senada juga diungkapkan oleh Eza yang juga siswa kelas VIII

SMP Wahid Hasyim.

“Pernah, yaitu tidak mengerjakan tugas, sering terlambat, tidak


absen.” (Wawancara, 22 April 2021)
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa masih ditemukan

pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan oleh siswa. yakni datang

terlambat, berpakaian yang tidak sesuai, tidak absen dan tidak

mengerjakan tugas.

Namun seperti diketahui bahwa keefektifan kegiatan dimasa sekarang

cenderung tidak ada. Hal ini disampaikan oleh ibu Khoiriyah selaku guru

PAI. Sebagamana berikut.

“Ya tatap muka mas, bagi saya pembelajaran disiplin itu bagi saya
ditatap muka. Karena penilaian tugas dan sikap secara keseluruhan itu
bisa kita laksanakan. Bagi saya di masa seperti ini itu kurang efektif,
dari anak-anak banyak yang mengeluh ndak paham, terus anak kadang
sudah saya suruh ngerjakan tugasnya dan saya telpon orang tuanya
ternyata malah main game online belum lagi kalau lingkunganya
buruk. Kalau sudah gitu guru mau gimana karena hanya sebataas
informasi. Kalau informannya itu jujur ya alhamdulillah kalau gak
jujur mau apa. Beda dengan di sekolah, semalas-malasnya anak dia
masih terikat dengan aturan.” (Wawancara, 21 April 2021)
Berdasarkan keterangan ibu Khoiriyah dapat disimpulkan bahwa tidak

efektifnya pembentukan sikap disiplin ini disebabkan oleh faktor malas,


64

dan lingkungan anak tersebut tinggal. Selain itu faktor orang tua yang

tidak jujur juga berpengaruh. Dalam pembentukan sikap disiplin ini lebih

efektif apabila dilakukan secara tatap muka.

Mengenai keefektifan ini juga disampaikan oleh ibu Salisa selaku

guru BK. Sebagaimana berikut.

“Saya bilangnya kurang efektif, karena hasilnya kurang maksimal


menurut saya. Tapi itu kembali ke masing-masing individu ya, niatnya
seperti apa, mau berubahnya sejauh mana.” (Wawancara, 28 April
2021)
Berdasarkan keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

pembentukan sikap disiplin di masa seperti ini kurang efektif. Akan tetapi

dapat dikembalikan kepada masing-masing individu mengenai perubahan

apa yang diinginkan.

Ibu susi selaku Waka Kesiswaan juga menuturkan tentang keefektifan

pembentukan sikap disiplin siswa. Sebagaimana berikut.

“Efektifitasnya ketika offline bagi saya itu sangat efektif. Karena


sudah dapat terlihat, siswa itu ada bertatap muka langsung kita itu
lebih mudah menyampaikan segala sesuatu ketika kita itu langsung
bertemu dengan siswanya. Tetapi dimasa daring ini kita memang
dituntut juga melakukan hal yang sama. Tetapi untuk kedisiplinan itu
saya rasa tidak seefektif saat tatap muka, sebab tidak semua siswa
dapat bergabung langsung dengan pembelajaran secara tepat karena
efeknya tidak semua siswa mmiliki HP, dan tidak semua siswa tidak
memiliki kuota. Tetapi dengan aturan yang ada siswa dituntut untuk
disiplin dengan waktu, dengan segala hal. Maka dari situ akan
terbentuk kedisiplinan dengan sendirinya.” (Wawancara, 28 April
2021)
Berdasarkan keterangan ibu Susi dapat disimpulkan bahwa

pembentukan sikap disiplin siswa tidak seefektif saat tatap muka. Hal ini

dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia yang berbeda. Tetapi

dengan aturan yang ada, diharapkan kedisiplinan siswa dapat terbentuk

dengan sendirinya.
65

Temuan dari paparan data yang telah dijabarkan bahwa pembentukan

sikap disiplin siswa kurang efektif, hal ini dilihat dari kondisi kedisiplinan

siswa masih banyak ditemukan siswa yag tidak mengerjakan tugas, tidak

mengikuti absen dan tidak mengikuti pembelajaran. Sehingga para guru

berkesimpulan bahwa pembentukan sikap disiplin lebih efektif dilakukan

pada saat tatap muka. Ketidak efektifan pembentukan sikap disiplin ini

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu siswa itu sendiri, orang tua yang

tidak informatif, kondisi sumber daya manusia dan lingkungan tempat

tinggal.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab diatas peneliti telah memaparkan data yang telah diperoleh

melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Maka pada bab ini peneliti akan

membahas peran guru pendidikan agama Islam dalam pembentukan sikap disiplin

siswa di SMP Wahid Hasyim Malang. Sesuai dengan metode dan jenis penelitian

yang telah dipilih, yaitu pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian

studi kasus. Analisis data diilakukan setelah peneliti mengumpulkan seluruh data

dari informan yang telah dipilih. Adapun data-data yang dibahas disesuaikan

dengan fokus penelitian, untuk lebih jelasnya sebagai berikut.

A. Usaha Guru PAI Dalam Pembentukan Sikap Disiplin Siswa

Sikap disiplin secara umum merupakan sikap patuh dan taat terhadap

aturan yang berlaku baik di lingkungan umum maupun di lingkungan

sekolah. berdasrakan hasil penelitian, menurut kepala sekolah, beberapa guru

dan siswa SMP Wahid Hasyim mengenai konsep sikap disiplin ialah taat

aturan. Sikap disiplin menurut guru PAI SMP Wahid Haysim dapat

digambarkan dalam bentuk tepat waktu dalam mengerjakan dan

mengumpulkan tugas, cara dia menjawab juga menunjukkan siswa itu belajar

atau tidak, dan ketika ditelpon dia mengangkat atau tidak. Sikap disiplin ini

berangkat dari pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Mengenai

konsep kedisiplinan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fadhila dan

Latif (2013; 40) disiplin berarti tindakan patuh dan tertib terhadap berbagai

aturan dan ketentuan.

66
67

Dalam pembentukan sikap disiplin siswa perlu usaha dari setiap

komponen sekolah agar sikap disiplin siswa dapat terbentuk. Usaha

pembentukan sikap disiplin ini sangat penting dilakukan agar nantinya anak

dapat terus menjalankan segala sesuatunya dengan tepat waktu. Berdasarkan

temuan penelitian usaha pertama yang dilakukan di SMP Wahid Hasyim

sendiri ialah sebagai berikut:

1. Pembiasaan

Pembiasaan ini ditujukan agar nantinya anak setelah lulus dapat

terbiasa melakukan kegiatan tanpa ada perintah. Berdasarkan temuan

penelitian kegiatan pembiasaan ini berupa kegiatan keagamaan seperti

sholat dhuha, sholat dhuhur & ashar berjamaah, khotmil qur’an ,

istighosah & tahlil. Dalam pembagian kegiatan tersebut terdapat peran dan

tugas guru PAI. Guru PAI bertugas membagi bagian kegiatan untuk setiap

kelas dan mengarahkannya.

Dimasa pandemi seperti sekarang, kegiatan pembiasaan di SMP

Wahid Hasyim tetap dilakukan. Akan tetapi pihak sekolah tidak

mengontrol penuh. Sehingga pembiasaan seperti sholat subuh, dhuhur dan

ashar berada dalam pengawasan dari masing-masing orang tua dan

nantinya dilaporkan pada pihak sekolah terkait pembiasaan di rumah

masing-masing siswa.

Mengenai kegiatan pembiasaan ini sesuai dengan yang dikemukakan

oleh Najmuddin, Fauzi & Ikhwani (2019: 201) pembiasaan penting

dilakukan, sebab dengan pembiasaan siswa akan terlatih dalam melakukan


68

kedisiplinan. Kegiatan pembiasaan diberikan dengan mengikuti kegiatan-

kegiatan positif tanpa ada paksaan atau kekerasan.

2. Pemberian Keteladanan

Usaha kedua yang dilakukan oleh guru PAI dalam pembentukan

sikap disiplin siswa adalah dengan pemberian keteladanan. Berdasarkan

temuan penelitian, keteldanan yang diberikan oleh guru adalah

memberikan contoh secara nyata bukan hanya sekedar perintah. Dalam

pemberian contohh ini dalam rata-rata dalm bentuk kegiatan, misalnya

sholat dhuha bukan hanya memerintah tetapi guru juga melaksanakan

sholat dhuha. Jadi tidak hanya berupa ucapan saja melainkan melalui

tindakan secara nyata.

Selain itu guru PAI di SMP Wahid Hasyim dalam pemberian

keteladanan juga disisipi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai keagamaan

dilakukan dengan cara memberikan ibrah dari keteladanan para rasul,

sahabat, umat-umat terdahulu dan orang-orang saleh. Penanaman nilai-

nilai keagamaan ini dilakukan saat pembelajaran agama.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Tu’u (2004: 48-49)

mengenai faktor-faktor pembentuk sikap disiplin salah satunya adalah

teladan, dalam disiplin siswa lebih suka melihat dan kemudian meniru apa

yang dilakukan oleh orang lain daripada hanya sekedar mendengar. Maka,

pemberian teladan menjadi begitu penting dalam pembentukan sikap

disiplin khususnya bagi anak usia SMP yang mana mereka cenderung

lebih suka meniru apa yang dilakukan oleh orang lain daripada hanya

sekedar mendengar.
69

3. Mengingatkan, Membentuk Kesadaran, dan Mendoakan

Usaha guru PAI berikutnya berdasarkan temuan penelitian adalah

dengan cara mengingatkan, membentuk kesadaran siswa melalui

bimbingan keagamaan, dan mendoakan. Mengingatkan merupakan salah

satu cara dalam membentuk kedisiplinan siswa. Dengan diingatkan siswa

tidak akan lupa terhadap kewajibannya sehingga kewajiban siswa dapat

terselesaikan dengan baik. Jika dalam konteks masa pandemi, cara guru

PAI SMP Wahid Hasyim dalam mengingatkan adalah dengan menelpon

langsung pada siswa atau orang tuanya tentang tugas yang telah diberikan.

Selanjutnya adalah pembentukan kesadaran siswa melalui bimbingan

keagamaan. Di SMP Wahid Hasyim sendiri pembentukan kesadaran

dilakukan dalam bentuk pembinaan mental atau pemberian kultum oleh

guru PAI selama satu minggu atau dua minggu sekali. Selain itu cara

berikutnya yang dilakukan oleh guru PAI adalah mendoakan siswa

tersebut. Guru PAI menganggap bahwa mental dan kesadaran siswa

merupakan hal yang tidak mudah untuk dibentuk. Sehingga pendekatan

batin diperlukan dalam upaya membentuk mental dan kesadaran tersebut

yaitu melalui doa.

Mengenai hal tersebut dapat diartikan bahwa guru bertugas dan

berperan sebagai pendidik atau edukator. Hal ini sejalan dengan apa yang

disampaikan oleh Sulhan (2016: 35) sebagai seorang pendidik, guru

membimbing dan membina anak didik agar memiliki sikap yang baik,

aktif, kreatif dan mandiri. Sehingga guru dalam mendidik dapat dikatakan

sebagai transfer of values.


70

4. Pemberian Hukuman

Usaha terakhir yang dilakukan oleh guru PAI dalam pembentukan

sikap disiplin siswa adalah pemberian hukuman. Pemberian hukuman ini

penting dalam pembentukan sikap disiplin siswa, agar siswa dapat patuh

terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah.

Berdasarkan temuan penelitian, SMP Wahid Hasyim merupakan

sekolah berbasis keagamaan. Sehingga dalam pemberian hukuman pihak

sekolah tidak memberikan hukuman secara fisik melainkan lebih kepada

pembelajaran.

Dalam usaha pembentukan sikap disiplin, guru PAI dalam

memberikan hukuman juga berupa ancaman pengurangan nilai. Dalam

pengurangan nilai ini telah ada kesepakatan dengan para siswa. Hukuman

lain berupa penulisan surat yasin. Namun pemberian hukuman dilakukan

apabila siswa sudah tidak mampu lagi dibimbing. Pemberian hukuman

dilakukan dengan tujuan memberikan efek jera bagi siswa. Mengenai

pemberian hukuman ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Tu’u (2004:

48-49) pemberian hukuman dilakukan sebagai upaya meluruskan,

mengoreksi, membenarkaan apa yang menjadi kesalahan guna kembali

kepada perilaku yang benar sesuai harapan.

Mengenai upaya guru dalam membentuk sikap disiplin siswa telah

disampaikan oleh Najmuddin, Fauzi, & Ikhwani (2019: 201) bahwa sikap

disiplin dapat dibentuk melalui:

1. Kegiatan ekstrakurikuler, melalui kegiatan ekstrakurikuler

pembimbing dapat memberikan pembelajaran kedisiplinan.


71

2. Keteladanan, adanya teladan dalam hidup siswa dapat memacu siswa

untuk meningkatkan disiplin mereka.

3. Pemahaman dan penghargaan oleh guru terhadap siswa dan tidak

memaksakan kehendak

4. Sosialisasi, disiplin perlu disosialisasikan mengenai manfaatnya bagi

diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

5. Pelatihan kepemimpinan, dengan latihan seperti ini siswa akan

terbiasa memimpin dan mengatur dirinya sendiri.

6. Pengembangan pendidikan penyadaran, artinya peserta didik

disadarkan tentang peranan, tugas dan tanggung jawabnya.

7. Pembiasaan, dengan dibiasakan mengikuti kegiatan positif tanpa ada

paksaan atau kekerasan.

Jika melihat temuan penelitiann dan digabungkan dengan teori maka

dapat disimpulkan bahwa usaha guru PAI dalam pembentukan sikap

disiplin siswa di SMP Wahid Hasyim adalah dengan melalui kegiatan

pembiasaan terhadap hal positif, pemberian teladan, pembentukan

kesadaran, dan pemberian hukuman. Dimasa pandemi seperti sekarang,

sebagian kegiatan tersebut tetap berjalan walau dibatasi sebatas pantauan

dari rumah dengan bantuan orang tua siswa.

P. Implementasi Pembentukan Sikap Disiplin Siswa

Dalam pembentukan sikap disiplin dibutuhkan program yang terencana

agar nantinya dapat membuahkan hasil. Tujuan dibuatnya program sekolah

ini untuk memudahkan sekolah agar mampu mengontrol siswanya dalam

karakter mereka utamanya sikap disiplin siswa. Namun dimasa pandemi ini
72

program yang telah diremcanakan oleh sekolah sedikit terdapat perubahan.

Berdasarkan temuan penelitian, di SMP Wahid Hasyim pembentukan sikap

disiplin siswa diimplementasikan dalam bentuk:

1. Sistem blended (campuran)

Sistem ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi siswa

dalam mengejar ketertinggalan tugasnya, hal ini diakibatkan karena ketika

pembelajaran daring siswa masih sering tidak mengumpulkan tugasnya.

Tujuan kedua adalah untuk memudahkan guru dalam mengontrol dan

membina perilaku siswa utamanya kedisiplinan siswa.

Berdasarkan temuan penelitian, di SMP Wahid Hasyim sendiri

sistem blended ini telah berlangsung selama hampir setahun. Dalam

penerapannya proses pembelajaran daring tidak dilakukan secara penuh

namun juga dilakukan tatap muka dengan protokol kesehatan. Sistem

blended ini dilakukan secara terjadwal, dengan pertemuan tatap muka di

fokuskan pada kegiatan pembinaan dan juga penyelesaian tugas-tugas

siswa.

2. Kerjasama dengan berbagi pihak

Kerjasama merupakan salah satu hal penting yang tidak boleh

dilupakan. Kerjasama ditujukan agar memmudahkan guru dalam

memantau perkembangan perilaku siswa baik di sekolah, rumah ataupun

lingkungan bermain mereka.

Berdasarkan temuan penelitian, kerjasama dilakukan dengan orang

tua siswa, wali kelas, guru PAI, guru BK dan Babinsa. Mengenai bentuk
73

kerjasama ini adalah dengan menjaga komunikasi intens dengan mereka

dalam memantau kondisi siswa.

Dimasa pandemi menjaga komunikasi intens dengan orang tua

merupakan faktor penting. Bentuk kerjasama ini dalam bentuk buku

pantauan siswa yang diberikan oleh sekolah yang didalamnya berisi

kegiatan – kegiatan siswa dan ditanda tangani oleh orang tua ketika siswa

selesai melakukan kegiatan tersebut. selain itu juga menghubungi orang

tua secara langsung untuk menanyakan tugas ataupun kondisi siswa.

kerjasama dapat berjalan baik apabila seluruh pihak dapat berkolaborasi

dengan baik.

Jika dikaitkan dengan teori maka hal tersebut termasuk dalam

faktor yang berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa. Dimana keluarga

(orang tua) merupakan faktor utama. Hal ini dijelaskan oleh Azhar,

Sulistiani, & Zakariya (2020: 74-77) faktor yang mempengaruhi

kedisiplinan ialah keluarga (orang tua), keluarga memiliki peran penting

dalam membentuk kedisiplinan seseorang. Keluarga bertugas

membimbing dan mengarahkan anaknya. Orang tua dituntut untuk tegas,

menjadi teladan dalam disiplin, mendisiplinkan anak untuk menyelesaikan

semua tanggung jawabnya, dan memberikan kasih sayang mereka.

Q. Efektifitas Pembentukan Sikap Disiplin Siswa

Berbicara mengenai keefektifan pembentukan sikap disiplin siswa

tentunya hal ini kembali pada pembahsan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Karena efektif atau tidaknya dapat dilihat dari kegiatan

yang dijalankan tersebut membuahkan hasil atau tidak, tentunya keberhasilan


74

program tersebut tidak terlepas dari pengaruh fator-faktor yang

mempengaruhinya.

Jika melihat kondisi kedisiplinan siswa, peneliti menemukan masih

banyak siswa yang tidak disiplin. Hal ini digambarkan dari masih banyaknya

siswa yang tidak tepat waktu dan sering terlambat, serta tidak adanya

kesadaran dari siswa itu untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan.

Dari gambaran tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kedisiplinan di

SMP Wahid Hasyim sendiri masih tergolong rendah. Tidak adanya kesadaran

dari siswa tersebut menjadi pemicu rendahnya kedisiplinan mereka. Hal ini

tidak selaras dengan apa yang dikatakan oleh Zuriah (2011: 83) seseorang

dikatakan disiplin apabila melakukan pekerjaan dengan tertib dan teratur

sesuai waktu dan tempat yang ditetapkan, dan dikerjakan dengan (a) penuh

kesadaran; (b) tekun; (c) tanpa paksaan dari siapapun atau ikhlas.

Berdasarkan temuan penelitian, para guru sepakat bahwa pembentukan

sikap disiplin lebih efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran tatap

muka. Ketika pembelajaran daring ini pembentukan sikap disiplin dirasa

kurang efektif karena berbagai faktor seperti individu siswa sendiri yaitu

malas, orang tua yang tidak informatif, lingkungan tempat tinggal mereka,

dan kapasitas sumber daya manusia yang berbeda (ekonomi dan handphone).

Mengenai faktor yang mempengaruhi kedisiplinan ini telah dijelaskan

oleh Tu’u (2004, 48-49) seperti (1) kesadaran diri, menjadi motif dan alasan

kuat bahwa disiplin penfting bagi kebaikan dan keberhasilan diri. Hal ini

yang tidak ada pada siswa di SMP Wahid Hasyim, kurangnya kesadaran

siswa menjadi penyebab tidak efektifnya pembentuka sikap disiplin siswa. (2)
75

Lingkungan berdisiplin, individu yang berada di lingkungan disiplin yang

tinggi cenderung memiliki sikap disiplin yang tinggi begitupun sebaliknya.

Mengenai faktor orang tua juga tekah disinggung pada pembahasan

sebelumnya, bahwa orang tua memegang peran penting dalam pembentukan

sikap disiplin siswa. Akan tetapi kenyataannya orang tua tidak memberikan

contoh yang baik. Dalam hal ini orang tua cenderung menmbiarkan anaknya

dan tidak informatif ketika pihak sekolah menanyakan perkembangan siswa.

Faktor tambahan lainnya adalah kapasitas sumber daya manusia dan

ekonomi, jika menilik pada temuan penelitian kualitas rendahnya sumber

daya manusia dan ekonomi juga menyebabkan rendahnya kedisiplinan siswa

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran daring di masa pandemi seperti ini.

Karena tidak semua orang tua mampu untuk membeli kuota internet dan tidak

semua siswa memiliki handphone.

Berdasarkan poin-poin yang menjadi pokok pembahasan jika dikaitkan

dengan peran guru PAI dalam pembentukan sikap disiplin siswa di SMP

Wahid Hasyim maka dapat disimpulkan bahwa peran guru PAI cenderung

sebagai partisipan saja di masa pembelajaran daring seperti ini. Pembentukan

sikap disiplin cenderung menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua secara

penuh. Artinya peran orang tua menjadi sangat aktif dalam pembentukan

sikap disiplin.

Mengenai peran ini juga dijelaskan oleh Soekamto (2014: 214) tentang

jenis-jenis peran:
76

1) Peran aktif, peran dimana seseorang selalu aktif seutuhnya dalam

tidnakannya pada sebuah organisasi. Peran aktif diukur melalui

keterlibatan, kontribusi dan kehadirannya terhadap suatu organisasi.

2) Peran partisipatif, peran yang dilakukan seseorang berdasarkan

kebutuhan atau kondisi tertentu saja.

3) Peran pasif, peran atau keadaan yang tidak dipakai oleh seseorang.

Artinya, peran pasif hanya digunakan sebagai simbol dalam kondisi

tertentu dalam kehidupan masyarakat.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dan penjelasan yang telah dibahas, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Usaha guru PAI dalam pembentukan sikap disiplin siswa kelas VIII di

SMP Wahid Hasyim Malang adalah melalui kegiatan pembiasaan seperti

sholat berjamaah dan khotmil qur’an, dengan memberikan keteladanan

dengan mencontohkan langsung dan melalui kisah orang-orang shaleh,

mengingatkan siswa, memberikan kesadaran pada siswa, mendoakan

siswa, dan usaha terakhir ialah pemberian hukuman pada siswa sperti

menulis surat yasin ataupun mengulang sholat dhuha.

2. Pembentukan sikap disiplin di SMP Wahid Hasyim Malang

diimplementasikan dalam sistem blended (campuran) sistem ini bertujuan

untuk memudahkan guru dalam membina siswa dan juga bertujuan untuk

mengejar ketertinggalan siswa dalam tugasnya. Kerjasama dengan

berbagai pihak seperti orang tua siswa yang berperan penting di masa

pembelajaran daring, wali kelas, guru PAI dan juga babinsa.

3. Efekttifitas pembentukan sikap disiplin siswa kelas VIII SMP Wahid

Hasyim kurang efektif dikarenakan kondisi kedisiplinan masih belum

sesuai dengan yang diharapkan dan disebabkan oleh berbagai faktor.

Faktor utamanya tentu adanya pandemi, faktor lainnya adalah siswa itu

sendiri, orang tua yang tidak informatif, lingkungan tempat tinggal dan

kondisi sumber daya manusia yang berbeda.

77
78

Peran guru PAI di masa pembelajaran daring hanya sebagai partisipan

saja. Dalam pembentukan sikap disiplin siswa di masa pembelajaran

daring ini merupakan peran aktif orang tua .

R. Saran

Berdasarkan kajian dan kenyataan yang ada dilapangan, maka peneliti

dapat memberikan saran atau masukan yang mungkin berguna bagi SMP

Wahid Hasyim Malang yang menjadi objek penelitian. Terkait hal tersbeut

maka saran yang peneliti rekomendasikan adalah:

1. Bagi pendidik, pendidik tetap meningkatkan peran yang tekah dijalankan

selama ini yaitu sebagai pemberi teladan, motivator, pembimbing dan

penasehat bagi siswa. Selain itu pendidik juga terus berinovasi dalam

mengembangkan program yang berguna dalam pembentukan karakter

siswa.

2. Bagi siswa, siswa diharapkan sadar akan kewajiban dan tanggung

jawabnya sebagai pelajar. Dengan demikian sikap disiplin siswa dapat

terbentuk dengan sendirinya.

3. Bagi penulis, penulis menyadari tidak ada yang sempurna dalam tulisan

ini. Sehingga tulisan ini setidaknya mampu memberikan alternative dan

sumbangsih terhadap perkembangan keilmuan-keilmuan baru nantinya.


DAFTAR RUJUKAN

Agustin, N., Syukri, M., Sutarmanto. (2015). Faktor-faktor Dominan Yang


Mempengaruhi Kedisiplinan Anak Pada Usia 5-6 tahun. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 4(1), 1-16.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/8607/8608
Al-Quran Terjemahan. (1978). Departemen Agama RI. Bumi Restu
Ahmadi, Abu. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Ahmadi, Abu., & Supriyono, Widodo. (2008). Psikologi Belajar Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta
Amin, Ahmad. (1975). Etika. Jakarta: Bulan Bintang
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Azhar, M. H., Sulistiani, I. R., Zakariya, Z. (2020) Kedisiplinan Guru Dalam
Membentuk Karakter Siswa Dalam Belajar Di SMP Islam
Darussa’adah Malang. Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam, 5(8),
72-83.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/fai/article/view/7629/6157
Azwar, Saifuddin. (2007). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, Saifuddin. (2015). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Bakri, Maskuri. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Surabaya: Visipress
Chontesa, M., Hanief, M., Hasan, M. (2019). Peran Guru Pendidikan Agama
Islam Dalam Membentuk Akhlakul Karimah Siswa di SMP PGRI
01 Karangploso Malang. Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam, 4(5),
55-62.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/fai/article/download/3084/2791
Daradjat, Zakiah, dkk. (2014). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Departemen Pendidikan Nasional. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fadhila, Muhammad., & Lathif M.K. (2013). Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

79
Fitri, Sofia Ratna Awaliyah., & Tantowie, Tanto AlJauharie. (2017). Nilai-nilai
Pendidikan Kedisiplinan Dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Ashr ayat 1-3
Menurut Tafsir Al-Maraghie. Jurnal Tarbiyah al-Aulad, 2(1), 1-22.
https://riset-iaid.net/index.php/TA/article/view/109
Gerungan, W.A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama
Ghony, M. Djunaidi., & Almanshur, Fauzan. (2017). Metode Penelitian
Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Handoko, Hani T . (2014). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPPE
Hidayah, D., Z., Hanif, M., & Santoso, K. (2020). Upaya Kepala Madrasah
Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa di MTs AN-Nur
Bululawang Kabupaten Malang. Vicratina: jurnal Pendidikan
Islam, 5(4), 55-60.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/fai/article/view/7460/5950
https://kbbi.web.id/usaha.html, diakses 8 Maret 2021
http://www.jejakpendidikan.com/?m=1, diakses 15 Maret 2021
Hurlock, Elizabeth B. (1993). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2020). Surat
Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun
2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). (Online),
(Hukumonline.com), diakses 7 Maret 2021
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2020). Surat
Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 35952/MPK.A/HK/2020. Mendikbud RI, 1-2, (online),
(https://www.kemdikbud.go.id), diakses 7 Maret 2021
Mei, S. C. (2020). Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan
Kartakter Kedisiplinan Siswa di SMK PGRI 3 Malang. Malang:
FAI Unisma. Skripsi tidak diterbitkan.
Moelong, J. Lexy. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mulyana. (2010). Rahasia Menjadi Guru Hebat. Jakarta: Grasindo

80
Muhaimin. (2012). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali Press
Najmuddin., Fauzi., Ikhwani. (2019). Program Kedisiplinan Siswa di Lingkungan
Sekolah: Studi Kasus di Dayah Terpadu (Boarding School) SMA
Babul Maghfirah Aceh Besar. Edukasi Islam: Jurnal Pendidikan
Islam, 8(2), 183-206.

http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/view/430/
401
Nata, Abuddin. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Prijodarminto, Soegeng. (1994). Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta: Pradnya
Paramita
Ramadhan, M. A. (2020). Peran Guru Dalam Membina Karakter Kedisiplinan
Siswa di SMP Negeri 6 Batang. Pekalongan: IAIN Pekalongan.
https://etheses.iainpekalongan.ac.id/eprint/1327
Roestiyah. (2005). Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Bina Aksara
Sarwono, Sarlito Wirawan., & Eko A. Meinarno. (2009). Psikologi Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2015). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali
Pers
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2015). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Scaefer, Charles. (1980). Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak.
Jakarta: Mitra Utama
Siyoto, S., & Sodik, A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing
Soekamto, Soerjono. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Sudarwan, Danim. (2011). Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Sugiarto, A. P., Suyati, T., & Yulianti, P. D. (2019) Faktor Kedisiplinan Belajar
Pada Siswa Kelas X SMK Larendra Brebes. Jurnal Mimbar Ilmu,
24 (2), 232-238.

81
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/MI/article/download/212
79/13276
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suhardono, Edy. (1994). Teori Peran (Konsep, Derivasi dan Implikasinya.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sulhan, Najib. (2016). Guru Yang Berhati Guru. Jakarta: Zikrul Hakim
Sutopo, HB. (2011). Pengumpulan dan Pengolahan Data Dalam Penelitian
Kualitatif. Dalam M. Bakrie (Ed.), Metode Penelitian Kualitatif
Tinjauan Teoritis dan Praktis (hlm.138-143). Surabaya: Visipress
Media
Usman, Moch Uzer. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Taufiq. (2016). Memupuk Karakter Berdisiplin kepada Anak Usia Dini Melalui
Penyelenggaraan Pendidikan Dengan Model Sistem Half Day
School, Full Day School dan Boarding School. Vicratina: Jurnal
Pendidikan Islam, 1 (2)
http://riset.unisma.ac.id/index.php/fai/article/view/115/162
Torang, Syamsir. (2014). Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya
& Perubahan Organisasi). Bandung: Alfabeta
Tu’u, Tulus. (2004). Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta:
Grasindo
Ulfatin, Nurul. (2015). Metode Penelitian Kualitatif Di Bidang Pendidikan: Teori
dan Aplikasinya. Malang: Media Nusa Creative
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. (https://luk.staff.ugm.ac.id), diakses 17 Desember 2020.
Yunus, Mahmud., & Bakri, Muhammad Qosim. (1991). At Tarbiyah wa Ta’lim.
(Juz II). Ponorogo: Darussalam Pers
Zuriah, Nurul. (2011). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.

82
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Wawancara peneliti dengan kepala sekolah SMP Wahid Hasyim Malang

Wawancara peneliti dengan guru PAI SMP Wahid Hasyim

83
Wawancara peneliti dengan guru BK SMP Wahid Hasyim

Wawancara peneliti dengan waka kesiswaan

Wawancara peneliti dengan beberapa siswa

84
Wawancara peneliti dengan beberapa siswa

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian

85
Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

Lampiran 5. Kartu Konsultasi Skripsi

86
Lampiran 6. Pedoman Wawancara

A. Wawancara dengan Kepala Sekolah

1. Apa saja program dan kegiatan unggulan yang terdapat di SMP Wahid ?

2. Dimasa seperti sekarang ini, bagaimana ibu menyiasati program yang

telah disusum agar tetap maksimal hasilnya ?

3. apa yang ibu ketahui tentang disiplin ? dan disiplin seperti apa yang ibu

harapkan ?

4. Seperti yang kita tahu, bahwa dalam membentuk sikap butuh keteladanan

dan pembiasaan, kira-kira teladan dan pembiasaan seperti apa yang ibu

berikan ?

5. Selain keteladanan dan pembiasaan, hal apa yang dilakukan di sekolah

ini ?

6. Menurut pengetahuan ibu sebagai kepala sekolah, mengapa tugas dalam

pembentukan sikap disiplin disini menjadi tanggung jawab seluruh warga

sekolah ?

7. Menurut pengamatan ibu, hal-hal apa saja yang dilakukan oleh setiap

warga dalam membantu membentuk sikap disiplin siswa ?

8. Guru PAI merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan agama

dan penanaman akhlak siswa, bagaimana peran guru PAI di SMP Wahid

Hasyim Sendiri ?

9. Menurut pengamatan ibu, apakah peran tersebut dijalankan dengan baik

dan apa dampaknya ?

87
10. adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan sikap

disiplin siswa ?

11. Menurut pengamatan ibu, bagaimana upaya atau usaha yang dilakukan

guru dalam membentuk sikap disiplin siswa ?

B. Wawancara dengan Guru PAI

1. Tugas guru di saat ini tidak lagi sekedar mengajar tetapi juga memberi

contoh, mendidik, melatih dan menanamkan karakter yang baik pada

siswa. guru PAI menjalankan tugasnya sebagai pembimbing rohani siswa.

apa yang ibu lakukan dalam membimbing siswa ?

2. Program dan kegiatan apa saja yang ibu lakukan dalam membentuk sikap

disisplin siswa?

3. Bagaimana ibu merealisasikan program dan kegiatan itu agar nantinya

sikap disiplin siswa dapat terbentuk ?

4. Dalam membentuk sikap disiplin siswa butuh keteladanan dari seseorang,

keteldann apa yang ibu berikan ?

5. Selain keteladanan, hal apa lagi yang ibu berikan ?

6. Adakah langkah-langkah yang ibu terapkan dalam membentuk sikap

disiplin siswa ?

7. Sebagai guru PAI, mengapa displin perlu diajarkan dan dibentuk pada

siswa ?

8. Apa saja kendala yang dialami oleh ibu sebagai guru PAI dalam

membentuk sikap disiplin siswa ?

9. Dimasa sekarang ini yaitu pembelajaran online, apa yang dilakukan ibu

sebagai guru PAI dalam membentuk sikap disiplin siswa ?

88
10. Bagaimana sikap ibu jika siswa tidak mengikuti instruksi yang diberikan ?

11. Dimasa sekarang ini, bagaimana keefektifan kegiatan yang ditujuka untuk

membentuk sikap disiplin siswa ?

12. Apakah ibu bekerja sama denga guru BK atau pihak lainnya dalam

pembentukan sikap disiplin ini ? seperti apa kegiatannya dan bagaimana

efektifitasnya ?

C. Guru BK, & Waka Kesiswaaan

1. Apa yang ibu ketahui tentang disiplin ? dan disiplin seperti apa yang ibu

harapkan ?

2. Sebagai guru BK, apa yang dilakukan untuk mencapai hal yang diinginkan

3. Bagaimana peran ibu sebagai guru BK dalam membentuk sikap disiplin

siswa ?

4. Apakah ibu bekerjasama dengan pihak lain ? bagaiman bentuk kerja

samanya ?

5. Dimasa pembelajaran online apa yang dilakukan oleh ibu untuk

membentuk sikap disiplin siswa ?

6. Bagaimana efektifitas pembentukan sikap disiplin tersebut selama

pembelajaran ?

7. Bagaimana langkah-langkah yang ibu terapkan dalam membentuk sikap

disiplin siswa selama ini ?

8. Apa saja faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan sikap disiplin

ini ?

89
D. Siswa

1. Apa yang adek ketahui tentang disiplin ?

2. Contoh sikap disiplin yang adek ketahui seperti apa ?

3. Apakah adek pernah melanggar peraturan sekolah atau terlambat ?

4. Apa yang dilakukan oleh guru dalam membimbing kedisiplinan adek ?

5. Selama pembelajaran online, apa yang adek rasakan setelah dibimbing dan

diarahkan guru untuk disiplin ?

RIWAYAT HIDUP

Rif’at Hawaari Muhammad nama lengkapnya. Biasa dipanggil Ari atau Rif’at,

merupakan keluarga dari 2 bersaudara yang sedang menyelesaikan pendidikan di

Universitas Islam Malang. Lahir di Blitar pada 5 Juli 1999, memiliki KTP

Sumenep Madura dan saat ini tinggal di Kota Malang. Riwayat Pendidikan yang

pernah ditempuh ialah TK Mardi Putra di Giring Manding Sumenep (2005-2006),

SDN Manding Laok 1 Sumenep (2006-2011), SMPN 1 Manding (2011-2014),

dan melanjutkan SMA di SMAN 1 Ponggok Blitar (2013-2017).

90

Anda mungkin juga menyukai