Anda di halaman 1dari 10

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN

NOMOR : 446/Kpts-II/1996

TENTANG

TATA CARA PERMOHONAN, PEMBERIAN DAN PENCABUTAN


IZIN PENGUSAHA PARIWISATA ALAM

MENTERI KEHUTANAN ,

Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 telah


ditetapkan ketentuan tentang pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam;

b. Bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Pasal 5 ayat (4) , Pasal 6
ayat (3) , Pasal 11 ayat (2) , Pasal 14 ayat (3) , dan Pasal 16 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994, maka dipandang perlu menetapkan tata
cara permohonan, pemberian, dan pencabutan izin pengusahaan pariwisata
alam, di zona pemanfaatan taman hutan raya dengan Keputusan Menteri
Kehutanan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967;


2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun1990;
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990;
5. Peraturan Pemerintah Nomor33 Tahun1970;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun1994;
8. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun1984 jo Keputusan Presiden Nomor 58
Tahun 1993;
9. Keputusan Presiden Nomor 96/M 1993;
10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 441/Kpts-II/1990;
11. Keputusan Mentri Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1993;
12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/Kpts-II/1994;

MEMUTUSKAN :

Memutuskan : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PERMOHONAN,


PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Di dalam Keputusan ini yang dimaksud adalah :

1. Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam,
di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

2. Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam dan usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.

3. Pengusahaan pariwisata alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan usaha sarana
pariwisata dizona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, atau taman wisata alam,
berdasarkan rencana pengelolaan.

4. Zona pemanfaatan taman nasional adalah sebagian dari kawasan taman nasional yang dijadikan
tempat pariwisata alam dan kunjungan pariwisata.

5. Blok pemanfaatan adalah bagian dari kawasan taman wisata alam, dan taman hutan raya, yang
dijadikan tempat pariwisata alam dan kunjungan wisata.

6. Rencana pengelolaan adalah suatu rencana bersifat umum dalam rangka pengelolaan taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam yang disusun oleh Menteri.

7. Rencana karya pengusahaan pariwisata alam adalah suatu rencana kegiatan untuk mencapai
tujuan pengusahaan pariwisata alam di kawasan yang bersangkutan, yang dibuat oleh pengusaha
pariwisata alam yang didasarkan pada rencana pengelolaan.

8. Izin pengusahaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha komersial dikawasan
pelestarian alam sesuai dengan fungsi kawasan dikawasan dan untuk selanjutnya disebut ”Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam”.

9. Tim pertimbangan adalah tim yang secara fungsional ditugaskan untuk mempelajari dan
memberikan saran dan pertimbangan atas permohonan izin pengusahaan pariwisata alam,
kepada Menteri Kehutanan yang keanggotaannya terdiri dari Sekertaris Jendral sebagai Ketua
dan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dan Direktur Jendral
Inventarisasi dan Tata Guna Hutan sebagai anggota.

10. Menteri adalah Menteri Kehutanan.

Pasal 2

Permohonan izin pengusahaan pariwisata alam dapat diajukan oleh :

a. Koperasi ;
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ;
c. Perusahaan Swasta ;
d. Perorangan.
Pasal 3

(1) Kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam adalah
sebagian dari zona pemanfaatan taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok
pemanfaatan taman wisata alam.

(2) Penetapan zona pemanfaatan taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok
pemanfaatan taman wisata alam dilakukan oleh Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam.

BAB II

TATA CARA PERMOHONAN IZIN

Pasal 4

(1) Permohonan izin pengusahaan pariwisata alam diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan
menggunakan formulir yang contohnya merupakan lampiran dari keputusan ini.

(2) Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada :
a. Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
b. Sekretaris dan Jendral Departemen Kehutanan ;
c. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam ;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setempat ;
e. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi setempat ;
f. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi setempat.

(3) Tembusan surat permohonan kepada Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi setempat
disampaikan dengan surat pengantar tersendiri.

(4) Permohonan izin sebagaiamana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri dengan :
a. Usulan Proyek (Project Proposal) ;
b. Peta areal yang dimohon dengan skala 1 : 25.000 ;
c. Data perusahaan (Company Profile) seperti Akte Pendirian Perusahaan, Nomor Pokok
Wajib Pajak ( NPWP), dan deposito bank.

(5) Permohonan tersebut harus segera dilengkapi dengan rekomendasi dari :


a. Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi ;
b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setempat ;
c. Kepala Kantor Wilayah Departemen setempat ;

Pasal 5

Sekretaris Jendral sebagai Ketua Tim Pertimbangan mengkoordinasikan saran dan pertimbangan dari
Anggota Tim tentang permohonan izin tersebut dan menyampaikan kepada Menteri selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan izin tersebut secara lengkap.
BAB III

TATA CARA PEMBERIAN IZIN

Pasal 6

Menteri berdasarkan saran dan pertimbangan dimaksud dalam pasal 5, menyatakan menerima atau
menolak permohonan izin pengusahaan pariwisata alam tersebut selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak diteriamnya saran dan pertimbangan dari Ketua Tim Pertimbangan.

Pasal 7

Dalam hal Menteri memberikan persetujuan untuk proses lebih lanjut atas permohonan izin
pengusahaan pariwisata alam tersebut, Ketua Tim Pertimbangan selambat-lambatnya dalam waktu 10
(sepuluh) hari kerja sejak menerima persetujuan Menteri, memberitahukan kepada pemohon untuk
menyusun rencana karya pengusahaan pariwisata alam yang dilengkapi dengan rencana tapak (site
plan) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam.

Pasal 8

(1) Penyusunan Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam serta kelengkapanya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan atas biaya pemohon, dan harus selesai serta diserahkan
kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam selambat-lambatnya dalam
waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah dikeluarkannya surat pemberitahuan dari Ketua
Tim Pertimbangan.

(2) Dalam penilaian Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam tersebut apabila dipandang perlu
dapat dilakukan peninjauan lapangan oleh instansi struktural yang terkait.

(3) Hasil penilaian Rencana Kerja Pengusahaan Pariwisata Alam dan AMDAL oleh Ketua Komisi
Pusat AMDAL Departemen Kehutanan disampaikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan
dan Pelestarian Alam kepada Menteri, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja setelah diterimanya rencana karya pengusahaan pariwisata alam dari permohonan.

Pasal 9

(1) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Menteri memberikan
persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 14
(empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil penilaian tersebut.

(2) Dalam hal Menteri menyetujuinya, Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam,
dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah persetujuan diterima, menerbitkan Surat Perintah
Pembayaran Pungutan Usaha (SPPPU) sebagai pengganti nilai intrinsik atas areal yang
diusahakan.

Pasal 10

(1) Pungutan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus dilunasi selambat-
lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja setelah diterimnya Surat Perintah Pembayaran Pungutan
Usaha Pariwisata Alam (SPPPUPA).
(2) Ketentuan mengenai besarnya dan tata cara pemungutan pungutan usaha pariwisata alam diatur
tersendiri.

Pasal 11

(1) Berdasarkan Surat Pemerintah Pembayaran Pungutan Usaha Pariwisata Alam, Sekretaris Jendral
menyiapkan konsep Keputusan Menteri tentang pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
dan menyiapkannya kepada Menteri dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja,
sejak lunasnya pungutan usaha tersebut.

(2) Konsep Keputusan Menteri tersebut dilengkapi dengan peta areal kerja yang disiapkan oleh
Direktur Jendral Infentarisasi dan Tata Guna Hutan.

(3) Menteri menerbitkan Keputusan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam tersebut selambat-lambatnya
dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya konsep keputusan dari Sekretaris
Jenderal.

BAB IV

KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGUSAHA

Pasal 12

(1) Apabila permohonan pengushaan disetujui dengan persetujuan prinsip, maka pemohon dibebani
kewajiban:

a. Menyusun dan menyampaikan rencana karya pengusahaan dilengkapi dengan rencana


tapak kepada Menteri Kehutanan;
b. Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);
c. Mengukur dan memasang tanda batas atas kawasan hutan yang akan dibebani izin
pengusahaan atas namanya;
d. Membayar pungutan usaha.

(2) Apabila permohonan pengusahaan disetujui dengan keputusan izin pengusahaan pariwisata
alam, maka pengusaha/pemegang izin pengusahaan dibebani kewajiban:

a. Melaksanakan kegiatan secara nyata di lapangan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak
perizinan diberikan;
b. Membangun sarana dan prasarana kepariwisataan dan melakukan pengelolaan sesuai
dengan Rencana Karya Pengusahaan;
c. Mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan jenis usaha;
d. Mengikutsertakan dan mempekerjakan masyarakat di tempat usahanya;
e. Merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usahanya;
f. Membayar iuran usaha;
g. Menjaga keamanan dan ketertiban pengunjung sesuai dengan jenis usahanya dengan
membuat tanda-tanda larangan atau petunjuk pada tempat tertentu;
h. Membuat dan menyerahkan laporan berkala atas kegiatan usahanya kepada Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan tembusan kepada Sekretaris
Jenderal, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I setempat;
i. Memberikan kemuduhan bagi aparat kehutanan baik tingkat pusat maupun tingkat daerah
pada saat melakukan pengawasan dan pembinaan di lapangan.
BAB V

PERPANJANGAN IZIN PENGUSAHAAN

Pasal 13

Izin Pengusahaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, terhitung sejak
tanggal izin peengusahaan ditanda tangani oleh Menteri dan dapat diperpanjangan.

Pasal 14

(1) Permohomonan perpanjangan izin pengusahaan diajukan kepada Diraktur Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam dan tembusannya disampaikan kepada Menteri, Sekretaris Jendral,
Gubernur KDH Tingkat I, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Kantor Wilayah
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.

(2) Permohonan perpanjangan izin pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), baru dapat
dipertimbangkan setelah diadakan evaluasi atas pelaksanaan pengusahaan pariwisata alam.

(3) Biaya untuk melaksanakan kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibebankan
kepada pemohon.

(4) Perpanjangan izin pengusahaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan dapat diperpanjang.

TATA CARA BERAKHIRNYA IZIN USAHA

Pasal 15

Izin pengusahaan pariwisata alam berakhir karena :

a. Jangka waktu yang diberiakan telah berakhir ;


b. Dicabut oleh Menteri sebagai sanksi yang dikenakan kepada pengusaha pariwisata alam;
c. Diserahkan kembali oleh pengusaha pariwisata alam kepada Pemerintah, jangka waktu yang
diberikan berakhir.
Pasal 16

(1) Jika jangka waktu yang diberiakan berakhir maka Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehutanan atau Kepala Taman Nasional setempat menanyakan kepada pengusaha/pemegang
izin apakah izin tersebut akan diperpanjang atau tidak.

(2) Jika izin diperpanjang, maka tata cara perpanjangannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
tentang perpanjangan izin sebagaimana diatur dalam Pasal 13.

Pasal 17

Pengalihan kepemilikan atas sarana dan prasarana kepariwisataan baik karena berakhirnya jangka
waktu izin pengusahaan, baik karena diserahkan kembali oleh pemegang izin maupun karena
pencabutan, tata caranya akan diatur tersendiri.
BAB VII

TATA CARA PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN

Pasal 18

(1) Peringatan-peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diberikan sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan jangka masing-masing 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan disampaikan
kepada Menteri, Sekretaris Jenderal, dan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam.

(2) Pemegang izin pengusahaan yang mendapat peringatan tersebut wajib menanggapinya.

(3) Jika alasan-alasan yang dikemukakan dalam tanggapan tersebut tidak dapat diterima, maka
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan atau Kepala Taman Nasional mengusulkan
pencabutan izin pengusahaan tersebut kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelesatarian Alam.

(4) Berdasarkan usul tersebut maka Menteri menetapkan keputusan tentang pencabutan izin
pengusahaan pariwisata alam tersebut.

(5) Menteri dapat meminta pertimbangan dari pejabat Eselon I yang lain atau memerintahkan
diadakan peninjauan lapangan sebelum menetapkan keputusan tentang pencabutan tersebut.

Pasal 20

Kepala Kantor Wilayah Deparetemen Kehutanan atau Kepala Taman Nasional sebagai akibat
pencabutan izin tersebut, mengatur dan menyelesaikan lebih lanjut tentang:

a. Pemenuhan kewajiban pemegang izin pengusahaan terhadap Pemerintah yang belum tuntas;
b. Pemanfaatan sarana dan prasarana yang dibangun oleh pemegang izin di dalam kawasan
pelestarian alam hutan yang dibebani izin tersebut.

BAB VIII

PEMEGANG SANKSI

Pasal 21

Sanksi dapat dikenakan terhadap pemohon maupun terhadap pengusaha atau pemegang izin
pengusahaan pariwisata alam.

Pasal 22
(1) Pemohon dikenakan sanksi karena tidak memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan, yaitu kewajiban:

a. Menyusun rencana karya pengusahaan yang dilampiri rencana Tapak dan Analisis
Mengenai Damapak Lingkungan (AMDAL);
b. Memberikan tanda batas pada kawasan hutan yang dibebani izin pengusahaan;
c. Membayar pungutan Usaha Pariwisata Alam (PUPA).
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri berupa
pencabutan atau pembatalan persetujuan prinsip yang telah diberikan.

Pasal 23

(1) Pengusaha atau pemegang izin pengusahaan dikenakan sanksi karena tidak memnuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam dan Pasal 12 dalam keputusan ini.

(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh menteri berupa :

a. Penghentian pelayanan administrasi;


b. Penghentian kegiatan pengusahaan pariwisata alam untuk jangka waktu tertentu;
c. Pencabutan izin pengusahaan pariwisata alam.

Pasal 24

Tembusan surat pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 disampaikan
kepada :

a. Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi;


b. Sekretaris Jenderal departemen Kehutanan;
c. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam;
d. Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan;
e. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setempat;
f. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi setempat;
g. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Propinsi
setempat.

Pasal 25

(1) Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam yang terkena sanksi dapat mengajukan keberatan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya sanksi, kepada Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam.

(2) Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam melakukan penilaian terhadap
keberatan pengenaan sanksi diajukan oleh pemegang izin pengusahaan pariwisata alam tersebut.

(3) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam mengusulkan kepada Menteri untuk mengubah atau memperkuat
persetujuan atau keputusan sanksi tersebut.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26

Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1989 tentang
Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut dan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 688/Kpts-II/1989 tentang Tata Cara Permohonan Izin
Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut, dinyatakan
tidak berlaku lagi.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Salinan sesuai dengan aslinya.


Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 23 Agustus 1996

YB. WIDODO SUTOYO, SH. MM MENTERI KEHUTANAN,


NIP : 080023934.
ttd

DJAMALUDIN SURYOHADIKUSUMA.
Salinan Keputusan ini
Disampaikan kepada Yth. :

1. Sdr. Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.


2. Sdr. Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan.
3. Sdr. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia
4. Sdr. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi di Seluruh Indonesia.
5. Sdr. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi di Seluruh
Indonesia.
6. Sdr. Para Kepala Taman Nasional di Seluruh Indonesia.
LAMPIRAN : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR : 446/Kpts-II/1996
TANGGAL : 23 Agustus 1996
Contoh bentuk surat
Permohonan izin pengusahaan

Kepala Surat / Kop Perusahaan


Nomor : Jakarta
Lampiran :
Perihal : Permohonan Izin Pengusahaan Kepada Yth. :
Pariwisata Alam
------------------------------------ Bapak Menteri Kehutanan

Dengan hormat,

Bersama ini kami mengajukan permohonan izin pengusahaan Pariwisata Alam yang
terletak di :

a. Propinsi :
b. Lokasi :
c. Luas Areal :

Sebagai kelengkapan permohonan kami lampirkan :

1. Rekomendasi dari Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.


2. Rekomendasi dari Gubernur KDH Tk. I;
3. Usulan Proyek (Penjelasan tentang maksud dan rencana kegiatan pengusahaan taman
buru);
4. Bertimbangan teknis dari kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi;
5. Peta areal yang dimohon dengan skala ..........:...............
6. Kelengkapan bonafiditas perusahaan (akte pendirian, NPWP, Referensi bank, dan
sebagainya)

Sebagai bahan pertimbangan Bapak Menteri Kehutanan atas permohonan kami.

Atas perhatian seta pertimbangan Bapak diucapkan terima kasih.

Hormat kami

- Cap Perusahaan
nama
-----------------------------
Jabatan dalam perusahaan
Tembusan Kepada Yth :
1. Bapak Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
2. Bapak Sekretaris Jenderal, Dep Kehutanan
3. Bapak Direktur Jendera PHKA
4. Bapak Gubernur KDHA Tk. I Propinsi ...........................
5. Bapak Kakanwil Dephut Propinsi .............................
6. Bapak Kakanwil Dep. Parpostel Propinsi .........................

Anda mungkin juga menyukai