Anda di halaman 1dari 17

A.

Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Mulut
Mulut mempunyai beberapa fungsi yaitu menganalisis material makanan sebelum menelan,
proses mekanis dari gigi, lidah, dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva dann
digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak.
Di mulut, makanan menglami proses mekanis yang pertama disebut proses mengunyah
dengan cara menghancurkn makanan sehingga tidak melukai dinding saluran pencernaan dan
memungkinkan makanan sampai merata dengan bahan yang terdapat dalam saliva (liur) yang
mengandung enzim pencernaan pati amilase selama 3 bulan pertama, khususnya enzim
amylase akan memecahkan amilum menjadi maltose.
Dalam proses pengeluaran (sekresi) saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor mekanis adanya benda (bolu) dalam mulut, faktor psikis bila mencium atau mengingat
makanan yang enak dan faktor kimiawi bila makanan terasa asam atau asin. Didalam mulut
terdapat enzim amilase. Enzim amilase berperan dalam mengubah pati (amilum menjadi
maltosa).
Faring
Organ yang menghubungkan rongga mulut dan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung
faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di dalam faring terdapat persimpangan jalan napas
dan jalan makan. Jalan napas masuk ke bagian depan, lalu ke leher bagian depan sedangkan
jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas tulang belakang.
Gerakan menelan mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan
udara di tutup sementara.
Esofagus
Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks
menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. Lapisan
dalam esofagus yaitu mukosa, submukosa, otot (longitudinal dan sirkuler) dan jaringan ikat
renggang. Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring kelambung melalui
gerak peristaltik.
Lambung
Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui
orifisium pilori terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa menempel disebelah
kiri fundus uteri. Fungsi lambung adalah menampung makanan, menghancurkan dan
menghaluskan oleh peristaltik lambung dan getah lambung, memproduksi kimus, digesti
proterin, produksi mukus, memproduksi faktor intrinsik yaitu glikoproterin, dan
mengabsorbsi.
Di lambung terdapat beberapa enzim, yaitu asam lambung, enzim renin, dan enzim pepsin.
Asam lambung (HCL) adalah zat kimia yang berperan dalam membunuh bakteri yang
terdapat pada makanan di dalam lambung dan juga membantu kerja enzim pepsin. Enzim
renin di dalam lambung berperan dalam mengubah kaseionogen menjadi kasein. Sedangkan
enzim pepsin berfungsi dalam mengubah prorein menjadi proteosa, polipeptida dan pepton.
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis dan
serosa. Lapisan mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan,
seperti enzim, asam lambung dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk
memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah
lambung yang dapat dikeluarkan. Di dalam lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang
berfungsi dlam pencernaan, yaitu sel goblet (goblet cell), sel parietal (parietal cell) dam sel
chief (chief cell).
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mukus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel
agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung.
Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung (Hydrochloric acid) yang berguna
dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduski 1.5 mol dm-
3 asam lambung yang membuat tingkat kecemasan dalam lambung mencapai pH 2.
Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak
aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tidak mencerna protein
yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Lapisan submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan
untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi
yang diserap, urea dan karbondioksida dari sel-sel tersebut.
Lapisan mukularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis.
Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot yakni otot melingkar, memanjang dan menyerong.
Kotraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerakan peristaltik (gerakan
menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk.
Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut
dengan anggota tubuh lainnya.
Usus halus
Susunan usus halus yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Gerakan usus halus antara lain
segmental, peristaltik, kaustral. Fungsi usus halus adalah menerima zat-zat makanan yang
sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan secara selektif mengabsorbsi
produk digesti dan juga air, garam dan vitamin.
Di dalam usus terdapat enzim enterokinase, enzim maltase, enzim laktase, enzim sukrase,
enzim paptidase dan enzim lipase). Enzim enterokinase berfungsi dalam mengubah
tripsinogen menjadi tripsin. Enzim maltase berfungsi dalam mengubah maltosa menjadi
glukosa. Enzim laktase berfungsi dalam mengubah laktosa menjadi galaktosa dan glukosa.
Enzim sukrase berfungsi dalam mengubah polipeptida menjadi asam amino. Enzim lipase
berfungsi dalam mengubah lemak menjadi gliserol dan asam lemak.

Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
-Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hati melakukan fungsi berikut ini
-Menyimpan glikogen dalam jumlah besar.
-Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.
Glugoneogenesis
-Pembentukan banyak senawa kimia dan prodak antara metabolisme karbohidrat.
-Fungsi hati metabolisme lemak
Hati mengadakan katabolisis asam lemak, asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
-Senyawa 4 karbon – keton bodies
-Senyawa 2 karbon – aktif asetat (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
-Pembentukan kolesterol
-Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
-Fungsi hati sebagai metabolisme protein
-Deaminasi asam amino
-Pembentukan ureum untuk mengelurkan amonia dari cairan tubuh.
- Protein plasma
- Interkonversi beragam asam amino dan sintesis asam lain dari asam amino.
-Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein yang berkaitan dengan koagulasi darah,
misalnya pembentukan fibrinogen, protrombin. Faktor V, VII, IX, X benda asing menusuk
kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik. Bila ada hubungan dengan katup
jantung- yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya
dan ditambah dengan faktor XIII, sedangkan vit.K dibutuhkan untuk pembentukan protombin
dan beberapa faktor koagulasi.
Fungsi hati Semua vitamin dsimpan di dalam hati khususnya vitamin A,D,E,K
Hati menyimpan besi dalam bentuk Ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferitin, yang akan bergabung
dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak
tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berkaitan dengan apoferitin membentuk feritin
dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan, bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar yang rendah, maka feritin akan melepskan besi. Dengan
demikian system apoferitin hati bekerja sebagai penyangga besi darah dan juga sebagai media
penyimpanan besi.
Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah detoksikasi tubuh, roses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi reduksi, metilasi,
esterfikasi dan konjgasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kuppfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂-globin sebagai imun livers
mechanism.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±1500cc/menit. Atau
1000 – 1800cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25% dan didalam vena
porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor
mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise,
terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
Fungsi sekresi empedu oleh hati
Salah satu dari fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya natara 600 dan
1000 ml/hari.
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernan dan absorbsi lemak, bukan karena
enzim dalam empedu yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu/
dalam empedu melakukan 2 hal, yaitu :
Asam empedu membantu mengelmusikan partikel-partikel lemak yang besar dalam makanan
menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut dapat diserang oleh enzim lipase
yang disekresikan dalam getah pankreas.
Asam empedu membantu absorbs produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membrane
mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah. Hal ini terutama meliputi bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol.
Saraf pada Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Banyak saraf yang bekerja pada
sistem pencernaan mulai dari mengunyah sampai defekasi.
Mulut
Didalam mulut makanan dikunyah lalau dibentuk bolus-bolus kecil sehingga dapat ditelan.
Dalam mengunyah diperlukan gigi untuk membuat makannan menjadi lebih kecil dan juga
air liur untuk mempermudah penelanan. Gigi-gigi atas disarafi oleh nervus trigeminus bagian
nervus maksilaris. Sedangkan gigi-gigi bawah disarafi oleh nervus trigeminus bagian nervus
mandibularis. Gerakan mengunyah juga melibatkan rahang atas dan bawah yang disarafi
sama seperti gigi. Rahang atas oleh nervus maksilaris dan rahang bawah oleh nervus
mandibularis.
Dimulut juga terjadi gerakan menelan dengan bantuan lidah serta saliva. Saliva yang ada
disekresikan oleh saraf otonom yaitu saraf parasimpatis. Sedangkan gerak lidah mendorong
lobus sehingga masuk kedalam esofasgus dan terjadi proses menelan dihantarkan melalui
saraf otak ke V, IX, X dan XII serta beberapa nervus servikalis superior.
Esofagus
Didalam esofagus makanan yang terbentuk bolus di cerna secara kimiawi. Dengan sekresi
kelenjar-kelenjar di sistem pencernaan untuk membantu kerja lambung dalam mencerna
makanan. Sekresi itu diatur oleh saraf otonom yaitu saraf parasimpatik. Didalam usus juga
terjadi gerakan peristaltik yang juga diatur oleh saraf otonom, yaitu saraf parasimpatik.
Nervus vagus juga ikut mempersarafi kerja lambung. Selain saraf parasimpatif saraf simpatis
juga mempersarafi lambung yaitu bagian fleksus simpatis dengan serabut bernama fleksus
seliaka.
Usus
Usus tidak jauh berbeda dengan lambung. Nervus vagus masih mempersarafi absorbsi yang
ada di ussus setelah makanan di cerna didalam lambung. Usus juga disarafi oleh saraf
simpatis bagian fleksus simptikus.
Pankreas dan hepar
Pankreas dan hepar disarafi oleh sistem saraf parasimpatis bagian nukleus dorsalis nervus X
juga oleh bagian fleksus simpatikus, saraf simpatis.

B. Kasus
Tn. D (33 tahun) dibawa ke IGD oleh istrinya dengan keluhan muntah- muntah setelah
makan tempe bongkrek 4 jam yang lalu. Kondisi klien mengalami penurunan kesadaran
somnolen. Klien tampak lemas. Istri klien mengatakan Tn. D mengalami diare (sudah BAB
selama 4x setelah makan tempe bongkrek, feses cair). Dari hasil pengkajian sementara
didapatkan tekanan darah : 100/60 mmHg , BB : 53 kg (BB semula 55 kg) Nadi : 58 x/ menit,
0
: 27 x/menit, Suhu : 36 C. Istri klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat alergi
sebelumnya.
C. Patway
D. Lampiran jurnal ilmiah

Studi Case Report: Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan di Desa


Parikesit Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo

Case Report Study: Food Poisoning Outbreak in Parikesit Village,


Kejajar District, Wonosobo Regency

Anita Nugrahaeni 1 , Julia Pertiwi 2

1
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten
Wonosobo
2
Prodi D3 Rekam Medis & Informasi Kesehatan, Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo Email : nitaozora@gmail.com

ABSTRACT

There has been an increase in cases of suspected food poisoning in Parikesit Village, Kejajar
District, Wonosobo Regency, Central Java Province. This case report will describe the events
and factors that caused of food poisoning outbreak. The epidemiological investigation was
carried out by the Health Office Team by investigating all participant who consuming food at
Kartini’s Day. They are grouped into cases and controls, in cohorts followed by the
development of symptoms. The collected data is then analyzed using bivariate and
multivariate statistics to determine the factors that cause poisoning. The results showed that
residents who consumed fried chili sauce of chicken liver (p <0.001) had a risk of poisoning
14.58 times higher. In addition, consuming “gudeg” (p = 0.021) increases the risk of
poisoning 2.03 times. The most dominant factor was consumed fried chili sauce of chicken
liver (p <0.001) and was supported by laboratory results that showed the presence of
Enterobacter aerogenes. The steps to overcome and prevent outbreaks have been done well.

Keywords: food poisoning, outbreak, epidemiological investigation

ABSTRAK

Telah terjadi peningkatan kasus yang diduga keracunan makanan di Desa Parikesit,
Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Laporan kasus ini akan
menggambarkan kejadian dan faktor yang mempengaruhi kejadian keracunan makanan.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh Tim Penanggulangan KLB Dinas Kesehatan
dengan menginvestigasi seluruh warga yang hadir dan mengkonsumsi makanan di acara
Kartini’s Day. Warga kemudian dikelompokkan menjadi kasus dan control, secara kohort
diikuti perkembangan gejala. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan statistic
bivariat dan multivariat untuk menentukan faktor penyebab keracunan. Hasil menunjukkan
bahwa warga yang mengkonsumsi sambal goreng ati (p<0,001) berisiko keracunan 14,58
kali lebih tinggi. Selain itu, mengkonsumsi gudeg (p=0,021) meningkatkan risiko keracunan
2,03 kali. Adapun faktor yang paling dominan adalah sambal goreng ati (p<0,001) dan
ditunjang dengan hasil laboratorium yang menunjukkan terdapat bakteri Enterobacter
aerogenes. Langkah penanggulangan dan pencegahan KLB telah dilakukan dengan baik.

Kata kunci: Keracunan makanan, KLB, penyelidikan epidemiologi

PENDAHULUAN
Keracunan makanan terjadi ketika bakteri atau patogen jenis tertentu yang membawa
penyakit mengontaminasi makanan, dapat menyebabkan penyakit yang sering disebut
dengan” keracunan makanan”. Penyebab keracunan makanan bisa disebabkan agen pathogen
yang berupa bakteri, jamur, bahan kimia dan logam berat lainnya. Bakteri yang kerap
dikaitkan dengan kejadian keracunan makanan meliputi: Salmonella, Campylobacter,
Listeria, Clostridium butolinum, dan Escherichia coli. (Centers for Diseases Control and
Preventions, 2020) Kontaminasi bakteri ini dapat terjadi dalam penyediaan bahan mentah
dan selama proses pengolahan, penyajian dan pengiriman, penyajian dan makanan yang
kemungkinan terkontaminasi bakteri dan zat kimia. Gejala klinis yang kerap dialami oleh
penderita dapat berupa mual, demam, sakit kepala, muntah, dehidrasi, sakit perut, lemas atau
diare. Selain itu, tidak sedikit kasus keracunan makanan yang berujung pada kematian.(U.S.
Food & Drugs Administration, 2020)
Dalam Permenkes Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mengkategorikan kejadian keracunan makanan sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB). Kejadian KLB dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian
yang besar, berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial, sehingga membutuhkan
perhatian dan penanganan yang serius oleh pihak terkait. (Kemenkes RI, 2004) Kejadian
KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu
diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan yang memperbesar risiko
terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
menghadapi kemungkinan KLB. Kewaspadaan ini dapat diakselerasikan dengan kegiatan
surveilans. (Pertiwi et al., 2019)
Menurut data WHO terdapat sekitar dua juta orang di dunia meninggal akibat keracunan
makanan tiap tahunnya. Data di Indonesia tahun 2017 menunjukkan provinsi dengan KLB
keracunan pangan tertinggi pada tahun 2017 adalah Jawa Barat (25 kejadian), Jawa Tengah
(17 kejadian), Jawa Timur (14 kejadian), Bali (13 kejadian), dan Nusa Tenggara Barat (12
kejadian). Secara keseluruhan kejadian keracunan makanan yang dilaporkan sepanjang tahun
2017 mengakibatkan kesakitan pada 893 orang dan kematian pada 8 orang. (Rokhmayati and
Heryantoro, 2017)
Pada bulan Maret 2019, telah terjadi peningkatan kasus yang diduga keracunan makanan di
Desa Parikesit, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Laporan
kasus berikut ini akan menggambarkan kejadian keracunan makanan dan faktor yang
mempengaruhi kejadian keracunan makanan pada desa tersebut. Pada Senin, 25 Maret 2019
pukul 09.00 WIB, Perangkat Desa Parikesit melaporkan kepada petugas Puskesmas setempat
bahwa sejak hari Minggu malam, 24 Maret 2019 tercatat 21 orang warga mengalami sakit
dengan gejala mual, panas, pusing, sakit perut dan diare. Peristiwa tersebut telah terjadi
setelah warga mengkonsumsi makanan katering dalam acara Kartini’s Day tanggal 24 Maret
2019 pukul 10.00 WIB di Balai Desa Parikesit. Keluhan mulai dirasakan 3 jam setelah warga
mengkonsumsi makanan tersebut. Tamu yang di undang dalam acara tersebut sejumlah 250
orang meliputi Perangkat Desa, BPD, LPMD, KPMD, PKK, Ketua RW, Ketua RT, Tokoh
Pemuda, Dewan Juri, Tutor Senam, dan Perwakilan RT. Jumlah tamu undangan yang hadir
sejumlah 185 orang. Sejumlah tamu undangan membawa pulang makanan katering mereka
dan mengkonsumsinya bersama anggota keluarga lain. Petugas Puskesmas kemudian
melaporkan kepada Tim Penanggulangan KLB Dinas Kesehatan. Selanjutnya, tim tersebut
langsung melakukan pelacakan kasus dan penyelidikan untuk memastikan adanya
peningkatan kasus dan KLB. Definisi kasus dari KLB ini adalah adalah orang yang
mengalami salah satu atau lebih gejala mual, mutah, diare, kejang perut, pusing, demam,
menggigil, sakit perut, nyeri pinggang dan badan lemas setelah mengkonsumsi makanan
katering dalam acara Kartini’s Day pada tanggal 24 Maret 2019 di Desa Parikesit. Sedangkan
untuk kelompok kontrol adalah orang yang mengkonsumsi makanan katering dalam acara
Kartini’s Daya pada tanggal 24 Maret 2019 namun tidak mengalami gejala mual, mutah,
diare, kejang perut, pusing, demam, menggigil, sakit perut, nyeri pinggang dan badan lemas.

METODE
Penyelidikan dilakukan dengan menggunakan rancangan cohort study. Teknik pengumpulan
data dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian
dikaji secara deskriptif berdasarkan epidemiologi menurut orang, tempat, dan waktu. Analisis
data bivariat untuk menilai kemaknaan hubungan antar variabel dengan menggunakan uji
statistic chi-square, yang dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan regresi logistic
untuk mengetahui faktor dominan yang menyebabkan keracunan makanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sesuai dengan Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman E[idemiologi Penyakit) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011, penyelidikan KLB keracunan makanan
dilakukan dengan beberapa langkah. Langkahlangkah yang dimaksud meliputi: (1) distrbusi
kasus berdasarkan gejala dan jenis makanan; (2) pemastian diagnosis; (3) kurva
epidemiologi; (4) gambaran epidemiologi; (5) identifikasi faktor; (6) hasil laboratorium; dan
(7) penanggulangan dan pencegahan. (Ditjen P2PL, 2011)
Hasil Pelacakan
Hasil penyelidikan epidemiologi pada tanggal 25 - 27 Maret 2019 menunjukkan adanya
kasus sebanyak 225 orang dari 276 dengan gejala mual, muntah, diare, kejang perut, pusing,
demam, menggigil, sakit perut, nyeri pinggang, badan pegel, mules, lemas, dan disentri.
Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa gejala yang paling banyak dialami adalah diare (211
orang), mules (204 orang) dan sakit perut (185 orang).
Berdasarkan gejala-gejala klinis tersebut maka diduga telah terjadi KLB keracunan makanan
di dengan sumber keracunan diduga berasal dari makanan katering yang diterima warga pada
hari Minggu, 24 Maret 2019. Makanan tersebut dipesan dari salah satu Katering di Desa
Kejajar. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh warga tersaji pada Gambar 2 dengan jenis
makanan yang paling banyak dikonsumsi adalah nasi (218 orang; 96,8%), diikuti telur puyuh
sambal goreng ati (184 orang; 94,6%) dan ayam (184 orang; 81,7%).

Pemastian Diagnosis
Pemastian diagnosa dilakukan terhadap gejala klinis yang ada. Sampel makanan berhasil
diamankan dan dikirim ke Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Wonosobo.

Kurva Epidemiologi
Lama paparan menggambarkan perjalanan alamiah suatu penyakit, mulai dari seseorang yang
rentan terhadap penyakit dan diserang oleh agen patogenik sampai menimbulkan gejala
penyakit (riwayat alamiah yang berbeda-beda). Masa inkubasi keracunan makanan yang
terjadi di Desa Parikesit rata-rata 12 jam. Warga mulai mengkonsumsi makanan pada
Minggu, 24 Maret 2019 pukul 12.00 WIB. Gejala keracunan mulai dirasakan pada tanggal 24
Maret 2019 pukul 15.00 WIB, dengan kasus terbanyak pada tanggal 25 Maret 2019 pukul
02.00 WIB.
Kurva epidemic tipe common source pada Gambar 3 menunjukkan KLB terjadi pada satu
kelompok orang, berasal dari satu sumber. Gambaran tentang kenaikan dan penurunan kasus
dalam kurva epidemik diatas terjadi akibat adanya perbedaan waktu paparan. Dilihat dari
masa inkubasi, masa inkubasi terpendek yaitu 2 jam dan masa inkubasi terpanjang yaitu 20
jam (Gambar 3).

Gambaran Epidemiologi
Penderita keracunan makanan adalah warga yang mengkonsumsi makanan katering dalam
acara Kartini’s Day di Desa Parikesit pada tanggal 24 Maret 2019. Gambar 4
memperlihatkan bahwa penderita terbanyak adalah kelompok usia 16-40 tahun (63%), diikuti
penderita kelompok usia 41-60 tahun (23%) dan penderita kelompok usia 6-15 (8%).
Selanjutnya, Gambar 5 memperlihatkan bahwa proporsi penderita lebih banyak pada
perempuan yaitu 160 orang (71%), sedangkan pada laki-laki sejumlah 65 orang (29%).
Penderita keracunan makanan tersebar di 12 RT dengan distribusi yang tersaji pada
Gambar 6. Penderita terbanyak berada di wilayah RT 1 RW 1 (29 orang) dan dari warga luar
wilayah Desa Parikesit yang juga mengkonsumsi makanan katering dalam acara Kartini’s
Day ada 2 orang. Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa semua warga mengkonsumsi
makanan katering dalam acara Kartini’s Day pada tanggal 24 Maret 2019. Warga mulai
mengkonsumsi makanan tersebut pada pukul 12:00 WIB yaitu sebanyak 3 orang, dan
sebagian besar mereka mengkonsumsi makanan tersebut pada pukul 13:30 yaitu sebanyak
115 orang.

Catatan: 1 kasus mengalami lebih dari 1 gejala

Gambar 1. Distribusi Frekuensi Penderita Keracunan Makanan Berdasarkan Gejala

Catatan: 1 kasus mengkonsumsi lebih dari 1 jenis makanan


Gambar 2. Distribusi Frekuensi Penderita Keracunan Makanan Berdasarkan
Jenis Makanan yang Dikonsumsi
Gambar 3. Kurva epidemiologi KLB keracunan makanan

Gambar 4. Distribusi Frekuensi Penderita KLB Keracunan Makanan Berdasarkan Umur

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Penderita KLB Keracunan Makanan Berdasarkan Jenis


Kelamin
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Penderitas KLB Keracunan Makanan Desa Parikesit
Tanggal 24-25 Maret 2019 Berdasarkan Tempat

Gambar 7. Distribusi Frekuensi Penderita KLB Keracunan Makanan Desa Parikesit Tanggal
24-25 Maret 2019 Berdasarkan Waktu Mengkonsumsi Makanan

Identifikasi Faktor Risiko


Penulusuran faktor risiko pada berbagai jenis makanan yang diduga berhubungan terhadap
terjadinya KLB keracunan makanan dengan menggunakan analisis bivariat. Uji statistik yang
digunakan adalah chi-square dengan melihat nilai p. Analisis dilanjutkan dengan analisis
multivariat menggunakan logistic regression dengan syarat bila hasil uji bivariat mempunyai
nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat masuk model multivariat.
Tabel 1. menunjukkan hasil analisis bivariat hubungan beberapa jenis makanan dengan KLB
keracunan makanan Desa Parikesit. Berdasarkan tabel diketahui bahwa mengkonsumsi
sambal goreng ati berhubungan dengan kejadian KLB keracunan makanan (p<0,001) dimana
orang yang mengkonsumsi sambal goreng ati berisiko untuk mengalami keracunan 14,58 kali
lebih besar dibandingkan orang yang tidak. Selain itu, mengkonsumsi gudeg juga
berhubungan dengan kejadian KLB keracunan makanan (p=0,021) dengan risiko mengalami
keracunan 2,03 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak mengkonsumsi
gudeg dalam acara Kartini’s Day.
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa setelah mengontrol variabel lain, mengkonsumsi
sambal goreng ati merupakan faktor yang paling dominan (p<0,001).

Tabel 1. Hasil Uji Bivariat Jenis Makanan dengan KLB Keracunan Makanan

Sakit Jumlah

Jenis Makanan Ya Tidak PR (CI (95%) p value


n % n % n %
Nasi Ati p=0,11
Makan 218 79,0 47 17,0 265 96 2,65 (0,7-9,4) 9
Tidak 7 2,5 4 1,5 11 4
Ayam Goreng
Makan 184 66,7 43 15,6 227 82,2 0,83 (0,3-1,9) p=0,66
Tidak 41 14,9 8 2,9 49 17,8 9
Sambel Goreng
Ampela
213 77,2 28 10,1 241 87,3 14,58 (6,5-
Makan
12 4,3 23 8,3 35 12,7 32,4) p<0,00
Tidak
Gudeg 1
Makan 145 52,5 24 8,7 169 61,2
80 29,0 27 9,8 107 38,8 2,03 (1,10-3,7)
Tidak
p=0,02
Tahu Susur
171 62,0 43 15,5 214 77,5 1
Makan
54 19,6 8 2,9 62 22,5 1,65 (0,26-1,3)
Tidak
Lapis
180 65,2 38 13,8 218 79,0 p=0,19
Makan
45 16,3 13 4,7 58 210 1,36 (0,67- 9
Tidak
2,7)
Kacang
161 58,3 39 14,1 200 72,5
Makan
64 23,2 12 4,3 76 27,5 p=0,38
Tidak 0,77 (0,38-1,5) 6
p=0,47
8

Tabel 2. Hasil Uji Multivariat Jenis Makanan terhadap KLB Keracunan Makanan
Jenis Makanan β Wald p value R CI 95%
Nasi -0,078 0,009 0,923 0,925 0,192-4,450
Sambal Goreng Ati 2,649 36,233 <0,001 14,14 5,970-33,51
Gudeg 0,523 1,899 0,168 1,680 0,802-3,547
Tahu Susur -0,987 3,932 0,470 0,373 0,141-0,989
Konstanta -0,060 0,005 0,944 0,942

Hasil Laboratorium
Berikut adalah hasil pemeriksaan bakterologi pada sampel makanan/minuman yang
dikonsumsi pada acara Kartini’s Day. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa beberapa
makanan yang telah mengalami kerusakan seperti ayam goreng, sambal goreng ati, tahu
bakso, dan kacang. Hal tersebut ditandai dengan adanya mikroorganisme khamir dan kapang
dalam makanan tersebut.
Tabel 3 juga menjelaskan bahwa penyebab keracunan makanan adalah adanya bakteri
Enterobacter aerogenes yang terdapat pada ayam dan sambal goreng ati. Enterobacter adalah
bakteri patogen yang dapat menyebabkan infeksi opurtunistik salah satunya infeksi saluran
pencernaan.(Kassahun and Wongiel, 2019)

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Bakterologi


No Nama Mikroorganisme yang terkandung
Makanan/Minuman
1 Nasi Putih Bacillus sp, Enterobacter aglomerans
2 Ayam Goreng Khamir, Bacillus sp, Enterobacter aerogenes,
Staphylococcus saprophyticus
3 Sambel Goreng Ati Khamir, Bacillus sp, Enterobacter aerogenes
4 Gudeg Bacillus sp, Proeus mirabilis
5 Tahu Bakso Kapang (Monilia sp), Bacillus sp, Serratia
liquifacien, Staphylococcus saprophyticus
6 Kacang Kapang (Monilia sp), Alfa Streptococcus
7 Air Mineral Kemasan Bacillus sp, Serratia liquifaciens

Penanggulangan yang Telah Dilakukan


a. Memberikan pengobatan kepada penderita.
b. Melakukan pelacakan kasus sekaligus memberikan penyuluhan pada kepada masyarakat
melalui perangkat desa dan kader kesehatan untuk pencegahan penularan lebih luas.
c. Pengambilan sampel makanan dan pengiriman ke Balai Laboratorium Kesehatan
Kabupaten Wonosobo untuk mencari penyebab keracunan makanan.
d. Pemantauan perkembangan kasus dengan melakukan pengamatan dua kali masa
inkubasi.
KESIMPULAN
Telah terjadi KLB Keracunan Makanan di Desa Parikesit Kecamatan Kejajar setelah warga
mengkonsumsi makanan katering dalam acara Kartini’s Day dengan jumlah kasus sebanyak
225 penderita, Attack Rate sebesar: 11,07% dengan Case Fatality Rate: 0%. Kasus mulai ada
dari tanggal 24 Maret 2019 dan puncak kasus terjadi pada tanggal 25 Maret 2019 dan kasus
terakhir terdapat pada tanggal 27 Maret 2019, sehingga pada tanggal 29 Maret 2019 KLB
dinyatakan sudah berakhir. Bakteri penyebab keracunan makanan adalah Enterobacter
aerognes yang terdapat pada makanan Ayam Goreng dan Sambal Goreng Ati.

DAFTAR PUSTAKA
Centers for Diseases Control and Preventions (2020) Foodborne Outbreaks, CDC Website.
Available at: https://www.cdc.gov/foodsafety/outbreaks/index.html (Accessed: 25
June 2020).
Ditjen P2PL (2011) Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi
Penyakit). Revisi Tahun 2011. Jakarta.
Kassahun, M. and Wongiel, S. (2019) ‘Food poisoning outbreak investigation in Dewachefa
woreda, Oromia Zone, Amhara Region, Ethiopia, 2018’, BMC Research Notes.
BioMed Central Ltd. doi: 10.1186/s13104-019-4407-9.
Kemenkes RI (2004) Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa (KLB), Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan.
Pertiwi, J. et al. (2019) ‘SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) KLB DBD DI
KABUPATEN SRAGEN’, JMIAK (Jurnal Manajemen Informasi
dan Administrasi Kesehatan), 02(02), pp. 44–50. Available at:
http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jmiak-rekammedis/article/view/456.
Rokhmayati, R. and Heryantoro, L. (2017) ‘Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Keracunana Makanan di Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta’,
Jurnal Formil Kesmas Respati, 02(02), pp. 17–28.
U.S. Food & Drugs Administration (2020) Outbreaks of Foodborne Illness, FDA Website.
Available at: https://www.fda.gov/food/recalls-outbreaks-
emergencies/outbreaksfoodborne-illness#investigations (Accessed: 25 June 2020).

Anda mungkin juga menyukai