Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MENGIDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN BAYI DAN BALITA

DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Richela Brenda Langoy 711490121044

ProfesiNers Kelas A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MANADO
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan makalah tentang
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan Bayi Dan Balita Di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini harus dikembangkan lebih lanjut,


untuk segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat
diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini lebih lanjut. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi gerbang awal dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

Manado, 09 Agustus 2021

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (kompas 2006). Derajat
kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai
generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan dalam
meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan
bangsa (kompas 2006).

Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator


yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi,
status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir.

Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat


kesehatan anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status kesehatan
anak saat ini. Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di
negara ASEAN. Sedangkan angka kesakitan bayi menjadi indikator ke dua dalam
menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan
dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu angka kesakitan dan kematian bayi serta berapa angka kesakitan dan
kematian bayi di Indonesia?
2. Apa itu angka kesakitan dan kematian balita serta berapa angka kesakitan dan
kematian balita di Indonesia?
3. Apa penyebab Kematian dan Kesakitan bayi dan balita di Indonesia?
4. Sebutkan 10 Penyakit terbesar yang menyebabkan angka kesakitan dan
kematian bayi dan balita di Indonesia!

3
5. Sebutkan dan Jelaskan bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi atau
menurunkan angka ksakitan dan angka kematian bayi dan balita di Indonesia!

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian angka kematian dan angka
kesakitan bayi di Indonesia serta juga mampu menyebutkan berapa angka
kematian dan kesakitan bayi di Indonesia.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian angka kematian dan angka
kesakitan balita di Indonesia serta juga mampu menyebutkan berapa angka
kematian dan kesakitan balita di Indonesia.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan penyebab apa saja yang
mengakibatkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia.
4. Mahasiswa dapat menyebutkan 10 penyakit terbesar yang menyebabkan
angka kesakitan dan kematian bayi dan balita di indonesia
5. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan upaya-upaya pemerintah
dalam mengatasi masalah ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bayi
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun
tidak ada batasan yang pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode
perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi
adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. Banyak kegiatan
psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti bahasa, pemikiran
simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial. Pada masa ini manusia
sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian. Kematian
bayi dibagi menjadi dua, kematian neonatal (kematian di 27 hari pertama hidup),
dan post-neonatal (setelah 27 hari).
            Pemberian makanan dilakukan dengan penetekan atau dengan susu
industri khusus. Bayi memiliki insting menyedot, yang membuat mereka dapat
mengambil susu dari buah dada. Bila sang ibu tidak bisa menyusuinya, atau tidak
mau, formula bayi biasa digunakan di negara-negara Barat. Di negara lain ada
yang menyewa "perawat basah" (wet nurse) untuk menyusui bayi tersebut.
            Bayi tidak mampu mengatur pembuangan kotorannya, oleh karena itu
digunakanlah popok. Popok yang digunakan bayi bisa berupa popok kain biasa
atau popok sekali pakai (diapers). Dewasa ini, popok sekali pakai menjadi lebih
populer penggunaannya dibandingkan popok kain biasa karena lebih praktis dan
tidak terlalu merepotkan. Namun, masalah baru yang utamanya timbul akibat
pemakaian popok sekali pakai adalah masalah ruam popok. Kulit bayi yang masih
sensitif lebih sering tertutup dan menjadi sulit bernapas sehingga memungkinkan
timbulnya masalah ruam dan iritasi pada kulit bayi. Meskipun masalah ruam
popok merupakan masalah yang biasa terjadi, namun bila dibiarkan begitu saja
tanpa penanganan yang tepat bisa timbul masalah yang cukup serius seperti
peradangan dan infeksi kulit bayi.

5
B. Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia
Saat ini keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia menjadi hal
penting untuk diperhatikan dan dibahas. Pada beberapa masa sebelum dekade
1980an, masalah kesehatan ibu dan anak belum terlalu mendapatkan perhatian
serius. Bahkan kasus kematian ibu dan balita pun masih menjadi sebuah fenomena
kesehatan yang cukup memprihatinkan. Menginjak pada dekade 1990an,
kesehatan ibu menjadi sorotan penting di dalam program kesehatan, khususnya
terkait dengan masalah reproduksi, kehamilan dan persalinan. Di jaman modern
setelah melewati abad keemasan, yaitu era 21 ini, kesehatan ibu masih terus
dipantau, namun kesehatan bayi dan anak balita menduduki ranking pertama di
dalam program-program kesehatan. Anak, bayi dan balita merupakan generasi
penerus bangsa. Di situlah awal kokoh atau rapuhnya suatu Negara, dapat
disaksikan dari kualitas para generasi penerusnya. Jika terlahir anak-anak dengan
tingkat kesehatan yang rendah, tentulah kondisi bangsa menjadi lemah dan tidak
mampu membangun negaranya secara optimal.
Saat ini distribusi dan frekuensi terjangkitnya penyakit  bayi dan anak
balita seperti diare, disentri, cacar, campak dan penyakit-penyakit berbahaya lain
mengalami penurunan yang cukup drastis dibandingkan beberapa masa
sebelumnya. Keberhasilan program imunisasi yang digelar oleh pemerintah
nampaknya memberikan hasil yang tidak mengecewakan. Meskipun di beberapa
waktu terakhir ini sempat diberitakan mengenai adanya vaksin  DPT yang
menimbulkan kematian pada bayi, namun saat ini kasusnya masih terus dipelajari.
Akan tetapi secara keseluruhan, program imunisasi telah mampu menurunkan
tingkat kesakitan pada bayi dan balita cukup signifikan.
Keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia juga menyangkut 
masalah gizi buruk. Peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
ditunjang dengan system informasi dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat,
meningkatkan kesadaran rakyat untuk memperhatikan kondisi kesehatan anak-
anak. Orang tua berlomba memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Meskipun
di beberapa lapisan masyarakat masih ada yang kurang sejahtera, namun tingkat

6
kepedulian masyarakat lain pun juga relatif bagus sehingga keadaan kesehatan
bayi dan anak balita di Indonesia bias lebih terkontrol.
Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401
bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per
hari. Angka Kematian Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap
tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan
569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007, angka neonatus
tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode
ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran
pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).

C. Angka Kesakitan dan Kematian Bayi


1.      Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan bayi (Morbiditas) adalah perbandingan antara jumlah penduduk
karena penyakit tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, dan
dinyatakan dalam per 1000 penduduk. Kegunaan dari mengetahui angka kesakitan
ini adalah sebagai indikator yang digunakan untuk menggambarkan pola penyakit
tertentu yang terjadi di masyarakat. Angka kesakitan bayi adalah perbandingan
antara jumlah penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah tertentu pada
kurun waktu satu tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang
ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikali seratus persen.
2.      Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian (Mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit
yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari mengetahui angka kematian ini adalah
sebagai indikator yang digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat
status kesehatann penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya
pengobatan yang dilakukan. Sementara itu, yang dimaksud dengan angka
kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun. Jadi, Angka Kematian Bayi (AKB) adalah

7
banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang membagi kematian bayi
menjadi dua, berdasarkan penyebabnya yaitu :
1) Kematian Neonatal atau disebut juga kematian bayi endogen adalah kematian
bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan. Kematian bayi
neonatal atau bayi baru lahir ini umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi
atau didapat selama kehamilan.
2) Kematian post-natal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah
kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia 1
tshun ysng disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh
lingkungan.
Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) di Indonesia masih cukup
tinggi jika dibandingkan dengan banyak Negara lain. Tercatat pada tahun 1994
IMR di Indonesia yang mencapai 57 kematian per 1.000 kelahiran hidup turun
menjadi 46 kematian per 1.000 kelahiran hidup di tahun 1997, dan kemudian
turun lagi menjadi 35 kematian per 1.000 kelahiran di tahun 2002. Data tahun
2007, dari 1.000 kelahiran hidup, 34 bayi meninggal sebelum usia 1 tahun.
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat
401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1
tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei
Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan target pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan
AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi
23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015. Berdasarkan SDKI telah terjadi
penurunan AKB secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66 per 100 kelahiran
hidup pada tahun 1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai daerah paling tinggi angka kematian bayi dan
balita setelah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Papua.
Di bawah merupakan tabel survey menurt SDKI (Survey Demografi
Kesehatan Indonesia)

8
Provinsi 1994 1997 2002-2003 2007
DKI Jakarta 30 26 35 28
Jawa Barat 89 61 44 39
Jawa Tengah 51 45 36 26
D.I
30 23 20 19
Yogyakarta
Jawa Timur 62 36 43 35
Banten Tidak ada Tidak ada 36 46

D. Angka Kesakitan dan Kematian Balita


1.      Angka Kesakitan Balita
Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit
akut, penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita. Angka kesakitan balita
adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang ditemukan
di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu
yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus
persen.
2.      Angka Kematian Balita
Angka kematian balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi
yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11
bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Jadi, Angka
Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun
selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur yang sama pada pertengahan
tahun tersebut (termasuk kematian bayi).

E. Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita


Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN.
Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di sebabkan karna
pneumania, 23% karna penyakit diarre, dan 16% karna penyakit tidak
memeperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak
saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diarre. Pencegahan sederhana dan
dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi oral, kontrasepsi, dapat
mencegah 25-90% kematian karna penyebab spesifik. Secara keseluruhan 65%
kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.

9
F. Faktor-Faktor yang menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi
dan Balita
1.      Faktor kesehatan
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukan status
kesehtan anak secara umum. Faktor inin ditentukan olehb status kesehatan anak
itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
2.      Faktor Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat Indonesia, karena tingkat
kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga pemberian gizi atau makanan
yang layak kepada bayi dan balita masih dianggap kurang di Indonesia.
3.      Faktor kebudayaan
Pengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status kesehatan anak, dimana
terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan.budaya di
masyarakat dapat menimbulakan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat
beberapa budaya di masyarakat yang dianggap baik oelh masyarakat padahal
budaya tersebut justru menurunkan kesehtan anak. Sebagai contoh, anak badannta
panas akan di bawa ke dukun dengan kenyakinan terjadi kesurupan, anak paska
oprasi dilarang memakan daging sysm karena daging ayam menambah nyeri pada
luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebut sangat besar
mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan gizi atau nutrisi yang
cukup.
4.      Faktor keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan anak
pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar
melalui pola hubungan anak dan keluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan
peningkatan status kesehatan anak juga berkaitan langsung dengan peran dan
fungsi keluarga terhadap anaknya serta membesarkan anak,memberikan dan
menyediakan makanan melindungi kesehatan mempersiapkan pendidikan
anak,dll.

10
G. 10 Penyakit Terbesar yang Menyebabkan Morbiditas dan Mortalitas
Pada Bayi dan Balita di Indonesia
1.      ISPA dan Pneumonia
ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah
suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Secara anatomis,
ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu :

i.         ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections)


ISPA Atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau
pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang disebabkan
kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit
jantung (endokarditis). Sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat
berakibat terjadinya ketulian.

ii.         ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections)


Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia.
Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan
batuk dan kesukaran benafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera
diobati dengan tepat sangat mudah meninggal.
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita adalah sekitar 10-20%
per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per 1000
balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap tahun ada 6 orang diantaranya yang
meninggal akibat pneumonia. Jika dihitung, jumlah balita yang meninggal akibat
pneumonia di indonesia dapat mencapai 150.000 orang per tahun, 12.500 per
bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau 1 orang balita tiap menit. Usia yang
rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun), karena sekitar 60-80% kematian
pneumonia terjadi pada bayi.
Secara umum, ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara
mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makan, serta
kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Pencegahan ISPA dan Pneumonia
yaitu dengan cara pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan

11
imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat
dicegah dan dengan imunisasi DPT, 6% kematian pneumonia dapat dicegah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup
sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.

2.      Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, kadang-kadang disertai
oleh darah atau lendir.
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang,
termasuk indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab
kematian utama setelah infeksi saluran pernafasan. Angka kematian akibat diare
di Indonesia masih sekitar 7,4%. Sedangkan angka kematian akibat diare persisten
lebih tinggi yaitu 45% (solaiman, EJ, 2001). Sementara itu, pada survey
morbiditas yang dilakukan oleh depkes tahun 2001, menemukan angka kejadian
diare di indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan
menurut SKRT 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan
angka kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000 balita.
Insiden penyakit diare yang berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk,
dimana 60-70% diantaranya anak-anak usia dibawah 5 tahun. Penyakit diare ini
adalah penyakit yang multi faktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya
masyarakat yang salah. Oleh karena itu, keberhasilan menurunkan serangan diare
sangat tergantung dari sikap setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan
pemakaian larutan oralit dan cairan rumah tanggapada anak yang menderita diare.
Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk
menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat
menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare.

3.      Berat Badan Rendah (BBLR) sebesar 29%


Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR

12
dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena
intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi
berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR karena IUGR
karena ibu berstatus gizi buruk, anemi, malaria dan menderita penyakit menular 
seksual(PMS) sebelum konsepsi atau saat kehamilan.
4.      Afiksia (Kesulitan Bernafas saat Lahir) sebesar 27%
Afiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara sepontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Pernafasan spotan
BBL terganntung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila
terdapat gangguan dan pertukaran gas tau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.

5.      Masalah nutrisi dan infeksi sebesar 10%


Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan neonatus dimana di Indonesia
merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus adalah penyakit pada bayi baru
lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi yang terkena infeksi
menunjukan dengan kriteria-kriteria diagnosis. Infeksi neonatus merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi baru lahir. Infeksi pada
neonatus merupakan salah satu penyebab tertinggi terhadap terjadinya morbiditas 
dan mortalitas selama periode ini. Lebh kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero
dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama
kehidupan.

6.      DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan
Arbovirus  melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Gejala klinis DHF
(dengue hemoragic fever) dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu derajat I ditandai
adanya panas 2-7 hari dengan gejala umumnya tidak khas, tetapi uji tourniquet
positif; derajat II sama seperti derajat I, tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan

13
spontan, seperti petekie, ekimosa, epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan
gusi, telinga, dan lain-lain; derajat III ditandai adanya kegagalan dalam peredaran
darah, seperti adanya nadi lemah dan cepat serta tekanan darah menurun; dan
derajat IV ditandai adanya nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, akral
dingin, berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti
pembesaran hati, adanya nyeri, asites, dan tanda-taanda ensefalopati, seperti
kejang, gelisah, sopor, dan koma.

7.      Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan tenggorokan.
Bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada trakea, yang
menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan, dan sinus ke paru.
Gejala bronkitis umumnya diawali dengan batuk pilek, akan tetapi jika infeksi ini
telah menyebar ke bronkus, maka batuknya akan bertambah parah dan bertambah
sifatnya.

8.      Kejang demam


Mmerupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat
proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan – 4 tahun, lamanya
kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah
timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah anak akan menjadi biru, matanya
berputar-putar, dan anggota badannya akan brgetar dengan hebat.
Kejang demam sering terjadi pada anak di bawah usia satu tahun samai awal
kelompok usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini otak anak sangat
rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekita sepuluh persen anak
mengalami sekurang-kurangnya 1 kali kejang. P[ada usia lima tahun, sebagian
besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang demam

9.      Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih
dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal
dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu

14
keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga
konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga
berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Bayi yang mengalami bilirubinemia memiliki ciri sebagai
berikut: adanya ikterus tejadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi
bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10
mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang
bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai
dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain.

10.  Tetanus neonatorum


Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan oleh adanya
infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani yang
bersifat anaerob, dimana kuman tersebut berkembang pada keadaan tanpa
oksigen. Tetanus pada bayi dapat disebabkan karena tindakan pemotongan tali
pusat yang kurang steril. Masa inkubasi penyakit ini antara 5-14 hari.

H. Upaya Pemerintah Dalam Menurunkan Angka Kematian dan Kesakitan


Bayi dan Balita
Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan
kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, diantaranya
sebagai berikut:
1.      Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan
kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerintahan pelayanan kesehatan
yang ada di masyarakat telah di lakukan berbagai upaya, salah satunya adalah
dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar.
Pelayanan dasar dapat dilakukan di perpustakaaan  induk, perpustakaan
pembantu,posyandu,serta unit-unit yang berkaitan di masyarakat. Bentuk
pelayanan tersebut dilakukan ndalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan
kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyabaran

15
bidan desa, perawat komuniksi,fasilitas balai kesehatan,pos kesehatan, desa,
dan puskesmas keliling.
2.      Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatkan status gizi masyarakat merupakan merupakan bagian dari upaya
untik mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemerintah
gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik
pula, disamping dapat memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut
dapat dilakukan malalui berbagai kegiatan,di antaranya upaya perbaikan gizi
keluarga atau dikenal dengan nama UPKG. Kegiatan UPKG tersebut didorong
dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat yang
rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan.
Kelompok resiko tinggi terdiri anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia
yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut. Peningkatan
kesehatan akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada
kelompok resiko tinggi.
3.      Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningktan peran serta masyarakat dalam membantu ststus kesehatan  inin
penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian bayi
dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta
masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya
masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan program pemerintah
sehingga mampu  mangatasi berbagai masalah kesehatan. Melalui peran serta
masyarakat diharapkan mampu pula nbersifat efektif dan efisien dalam
pelayanan kesehatan. Upaya atau program kesehtan antara lain pelayanan
imunisasi, penyedian air bersih, sanitasi lingkungan, perbaikan gizi dan lain-
lain. Upaya tersebut akan memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang
tepat pada sasaran yang ada.
4.      Meningkatkan manajemen kesehatan 
Upaya meningkatan program pelayanan keshatan anak dapat berjalan dan
berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan
pelayanan kesahatan. Dalam hal ini adalah meningkatan manajemen

16
pelayanan malalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesonal yang mampu
secara langsung mengatasi masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang
dimaksud antara lain tenaga perawat, bidan,dokter yang berada diperpustakaan
yuang secara langsung berperan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

17
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa. Angka kematian bayi di Indonesia
masih sangat tinggi jika di bandingkan dengan negara lain di ASEAN.
Penyakit terbesar yang mengakibatkan angka kematian dan kesakitan bayi dan
balita di Indonesia cukup tinggi adalah penyakit diare, ISPA dan pneumonia, bayi
dengan berat badan lahir rendah, afiksia, dan infeksi. Salah satu faktor penyebab
itu terjadi adalah status sosial ekonomi, budaya, kurangnya perhatian dari
masyarakat ataupun dari pemerintah, faktor kesehatan. Akan tetapi pemerintah
juga mempunyai upaya-upaya dalam mengatasi masalah ini yaitu dengan cara
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan,
meningkatkan status gizi masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat,
Meningkatkan manajemen kesehatan.

B.      Saran
Di Indonesia masih banyak bayi yang mengalami kesakitan dan kematian karena
salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah sosial ekonomi dan di indonesia
masih banyak orang indonesia yang menderita kemiskinan apalagi yang terletak di
bagian terpencil, oleh karena itu untuk mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas pada bayi dan balita seharusnya dilakukan penambahan lapangan kerja
sehingga masyarakat di indonesia mudah dalam mencari lapangan pekerjaan, dan
apabila lapangan pekerjaan sudah dapat maka status ekonomi mereka pun akan
naik sehingga jumlah kemiskinan yang ada di Indonesia akan berkurang. Dengan
demikian mereka akan mampu membiayai kehidupan mereka dan mereka akan
mampu memberi gizi yang baik kepada anggota keluarga mereka atau pada bayi
dan balita sehingga bayi dan balita di Indonesia yang mengalami morbiditas dan
mortalitas akan berkurang.

18
DAFTAR PUSTAKA

1.       Hidayat, A. Aziz Alimul. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta; Salemba Mesika. Hal : 2-5
2.       Maryunani, Anik. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta; Trans
Info Media. Hal : 1-33
3.       Anonim. Kesehatan Bayi dan balita di Indonesia. http://scribd.com (29
Agustus 2013 pukul 21.00 WIB)
4.       Anonim. Info Penduduk Kematian Bayi. http://bps.go.id (29 Agustus 2013
pukul 20.30 WIB)

19

Anda mungkin juga menyukai